Pengembangan Kriteria Rancangan Saluran Drainase Di Perumahan Pondok Ungu, Bekasi.

PENGEMBANGAN KRITERIA RANCANGAN SALURAN
DRAINASE DI PERUMAHAN PONDOK UNGU, BEKASI

DEWI SARTIKA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Kriteria
Rancangan Saluran Drainase di Perumahan Pondok Ungu, Bekasi adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2016

Dewi Sartika
NIM F451124031

RINGKASAN
DEWI SARTIKA. Pengembangan Kriteria Rancangan Saluran Drainase di
Perumahan Pondok Ungu, Bekasi. Dibimbing oleh PRASTOWO dan
NORA H. PANDJAITAN.
Pertumbuhan penduduk mengakibatkan kebutuhan tempat tinggal semakin
meningkat sehingga daerah tangkapan air semakin berkurang. Kebutuhan akan
tempat tinggal menjadikan alih fungsi lahan untuk dijadikan kawasan pemukiman
menjadi meningkat. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya jumlah limpasan
yang dapat mengakibatkan banjir dan genangan saat intensitas hujan tinggi. Untuk
itu perlu dibangun fasilitas agar tidak terjadi genangan seperti saluran drainase
yang terencana. Kapasitas saluran drainase akan menentukan volume air yang
dapat ditampung dan akan dialirkan ke kolektor. Dalam perencanaan dan
pembangunan sistem drainase di daerah perkotaan atau pemukiman sering
ditemukan kriteria desain yang tidak sesuai dengan kriteria perencanaan. Oleh
karena itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengembangkan kriteria desain

saluran drainase yang tepat sehingga mudah diterapkan di lapangan. Tujuan dari
penelitian ini adalah menentukan koefisien drainase dan mengembangkan kriteria
desain untuk saluran drainase di perumahan. Penelitian ini dilakukan di Cluster
Sanur pada perumahan Pondok Ungu di Bekasi, dari Agustus 2014 - Juni 2015.
Pada penelitian ini dikembangkan rancangan hidrolika untuk perencanaan
saluran drainase dengan mempertimbangkan kondisi lahan terbangun, luasan
daerah tangkapan air, curah hujan, karakteristik saluran, kecepatan aliran dan
debit. Perhitungan lebar dasar saluran (B) dan
kedalaman air (h) di saluran
dilakukan dengan metode trial and error dan mengacu pada kriteria rasio B/h
yang berlaku untuk perencanaan saluran. Metode penentuan koefisien drainase di
perumahan dilakukan berdasarkan nilai debit limpasan yang diperoleh dari metode
rasional dan luas lahan. Dari hasil yang diperoleh dikembangkan nomogram.
Pengembangan model hidrolika untuk saluran drainase dilakukan dengan
mempertimbangkan kondisi lahan yang dikembangkan, daerah tangkapan air,
curah hujan dan sistem drainase yang ada. Hasil analisis menunjukkan nilai
koefisien drainase di lokasi penelitian 0.28 m3/det.ha dan jumlah hujan rencana
162.9 mm dengan kemiringan lahan 1-2% atau bertopografi datar. Hasil analisis
kriteria rancangan hidrolika kemudian dikembangkan ke dalam bentuk
nomogram. Dengan nomogram tersebut dapat ditentukan lebar dan tinggi saluran

sesuai dengan besarnya debit limpasan.
Kata kunci: koefisien drainase, kriteria rancangan hidrolika, limpasan, nomogram,
sistem drainase perumahan

SUMMARY
DEWI SARTIKA. Development of Hydraulic Design Criteria for Drainage
Channel on Pondok Ungu Residential Area, Bekasi. Supervised by PRASTOWO
and NORA H. PANDJAITAN.
The population growth in recent years has an impact on increasing of
housing demand so that water catchment area continues to decrease. It makes land
use change to a residential area increase. This condition causes the increase of
runoff that can lead to flooding and inundation during rainfall with high intensity.
Therefore it is necessary to design a proper drainage channel. The capacity of the
drainage channel will determine the volume of water that can be collected and
transfered to the collector channel. In planning and construction of drainage
systems in in urban or residentials areas are often found design criteria that is not
in accordance with criteria of planning. Thus, a research is needed to develop
design criteria appropriate drainage channels so easily applied in the field. The
aim of this study is to determine the coefficient of drainage and develop criteria
for the design of drainage channels in the residentials. The hydraulic design

criteria of drainage system was able to be developed into nomogram.The research
was conducted on Cluster Sanur in Pondok Ungu, Bekasi in August 2014 - June
2015.
In this study was developed hydraulics design criteria for drainage channel
with considering the conditions of undeveloped land, water catchment area,
precipitation, channel characteristics, the flow velocity and discharge. The
calculation of base width (B) and depth (h) of channel were determined by trial
and error method, and refers to the criteria of the ratio B/h value ratio for channel
design. Methods to determine the coefficient of drainage in were performed by
runoff discharge value obtained from the rational method and land area. From the
results obtained nomogram was developed.
Development of hydraulics models for drainage channels was conducted by
considering the conditions of land developed, the catchment area, rainfall and
existing drainage system. The analysis showed that drainage coefficient value
was 0.28 m3/s.ha at 0-2 % slope and 162.9 mm design rainfall condition. The
result of hydraulic design criteria for
drainage system was developed into
nomogram. The using the nonogram, the characteristics of drainage channels
would be considered according to runoff.
Keywords: drainage coefficient, hydraulics design criteria, nomogram, drainage

system, runoff

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN KRITERIA RANCANGAN SALURAN
DRAINASE DI PERUMAHAN PODOK UNGU, BEKASI

DEWI SARTIKA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Asep Sapei, MS

PRAKATA
Puji dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak
bulan Oktober 2014 ini berjudul “Pengembangan Kriteria Rancangan Saluran
Drainase Di Perumahan Pondok Ungu, Bekasi”. Tesis ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Sipil
dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Hasil penelitian
ini diharapkan dapat membantu dalam perencanaan sistem jaringan drainase
menjadi lebih mudah. Dengan segala kerendahan hati, ucapan terima kasih dan
penghargaan disampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu
penyusunan tesis ini, antara lain kepada:

1. Dr Ir Prastowo, MEng selaku ketua komisi pembimbing dan
Dr Ir Nora H. Pandjaitan, DEA selaku anggota komisi pembimbing yang
telah memberikan pengetahuan, arahan serta bimbingannya yang sangat
bermanfaat bagi penyusunan tesis ini.
2. Prof Dr Ir Asep Sapei, MS selaku dosen penguji yang telah banyak
memberi masukan dan saran.
3. Dr Ir M Yanuar J Purwanto, MS selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil
dan Lingkungan
4. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) atas bantuan
kebutuhan data penelitian.
5. PT. Graha Duta Putra Jaya atas izin dan bantuannya selama penelitian di
lapang.
6. Daryanto sebagai pembimbing di lapangan dan memberikan pengetahuan
dan arahan dalam penulisan tesis ini.
7. Hadi Sutopo selaku ketua RW Cluster Sanur yang telah mengizinkan
untuk melakukan penelitian.
8. DIKTI melalui program BOPTN 2014 telah membantu dana penelitian
dengan judul Pengembangan Kriteria Rancangan Drainase Perumahan
untuk Pengendalian Banjir dan Pemanfaatan Air Limpasan.
9. DIKTI yang telah memberikan bantuan beasiswa Fresh Graduate

10. Rekan-rekan Pascasarjana khususnya Pascasarjana SIL 2012-2013 atas
persahabatan, masukan, dan motivasi semangatnya.
11. Teman-teman kos Wisma Balio Atas (WBA) atas persaudaraan dan
persahabatan, dukungan dan semangatnya.
Juga diucapkan terimakasih kepada keluarga tercinta, ayahanda Thamren,
ibunda Khamisah, adik-adik Novita Saprika Thamren S.Pt, Muhammad Yunus
Thamren, Tri Murti Thamren dan sahabat Agustami Sitorus STP, MSi atas do’a,
motivasi, kasih sayang dan perhatian yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Mei 2016

Dewi Sartika

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR


vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian


3

Ruang Lingkup Penelitian

3

2 TINJAUAN PUSTAKA

4

Limpasan

4

Saluran Drainase

7

Kriteria Rancangan Hidrolika Saluran


8

3 METODE

13

Tempat dan Waktu

13

Alat dan Bahan

13

Pengumpulan dan Analisis Data

13

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

17

Limpasan Permukaan

19

Hidrograf Saluran Kolektor

22

Pengembangan Rancangan Hidrolika

24

5 SIMPULAN

33

DAFTAR PUSTAKA

33

LAMPIRAN

40

RIWAYAT HIDUP

63

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Tinggi jagaan minimum untuk saluran pasangan
Kemiringan dinding saluran yang sesuai untuk berbagai jenis bahan.
Kemiringan dinding saluran (m) yang direkomendasikan oleh USBR
Hubungan antara nilai Q, h, dan b/h untuk saluran drainase
Kecepatan maksimum yang diizinkan
Jenis penggunaan lahan di lokasi penelitian pada saat penelitian
Karakteristik saluran berbentuk trapesium dengan pasangan beton
Nilai debit dan koefisien drainase pada beberapa kejadian hujan
Hasil analisis dan pengukuran maksimum debit saluran setelah terjadi
hujan
Analisis probabilitas hujan rencana (mm)
Hasil perhitungan S, Cs, Ck, dan Cv
Perbandingan syarat distribusi dan hasil perhitungan
Nilai kritis Do untuk uji Smirnov-Kolmogorov
Hasil perhitungan uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov untuk distribusi
Normal dan Gumbel
Hasil perhitungan uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov untuk distribusi
Log-Normal dan Log-Person III
Kriteria desain hidrologi sistem drainase perkotaan
Periode ulang rencana
Hasil analisis debit rancangan dan koefisien drainase
Hasil analisis kriteria rancangan hidrolika saluran beton di lokasi
penelitian
Hasil evaluasi saluran drainase di Cluster Sanur

10
10
11
11
12
18
19
20
23
25
25
25
26
26
26
27
27
28
29
33

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

16

Ilustrasi dampak pengurangan daerah tangkapan air (a) sebelum dan (b)
setelah pemukiman bertambah
Jarak pengukur dengan pelimpah
Kurva hubungan debit dan intensitas hujan, I selama 20 tahun (-)
Pola drainase berbentuk natural system
Pola drainase berbentuk parrarel grid system
Potongan melintang saluran
Kecepatan maksimum yang diizinkan
Bagan alir penelitian
Trase dan arah aliran saluran drainase
Kurva hubungan debit dan curah hujan
Kurva hubungan koefisien drainase dengan debit
Kurva hubungan debit limpasan dan debit saluran
Hidrograf aliran pada saluran Cluster Sanur (a) 1 Februari 2015
(b) 8 Februari 2015.
Nomogram penentuan kriteria rancangan hidrolika untuk saluran
dengan penampang persegi dan pasangan beton
Nomogram penentuan kriteria rancangan hidrolika untuk saluran
dengan penampang trapesium (kemiringan talud 0.5) dan pasangan
beton
Nomogram penentuan kriteria rancangan hidrolika untuk saluran
dengan penampang trapesium (kemiringan talud 1.0) dan pasangan
beton

1
6
6
7
7
9
12
15
17
21
21
22
23
29

31

32

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Koefisien limpasan untuk metode Rasional
Nilai koefisien kekasaran Manning (n)
Unsur geometris penampang saluran persegi dan trapesium
Peta lokasi penelitian
Site plan perumahan Cluster Sanur
Peta topografi lokasi penelitian
Peta tutupan lahan
Jenis tutupan lahan dan luasnya serta koefisien limpasan (C) lahan di
setiap sub-DTA
Dimensi saluran drainase
Data curah hujan maksimum harian (mm) tahun 2004-2013
Kapasitas saluran yang ada (eksisting) dengan jenis pasangan beton
Analisis waktu konsentrasi dan debit limpasan
Analisis kapasitas saluran
Debit pada hari Minggu 1 Februari 2015
Debit pada hari Minggu 8 Februari 2015
Debit pada hari Selasa 10 Februari 2015
Debit pada hari Rabu 12 Februari 2015
Debit pada hari Sabtu 28 Februari 2015
Debit pada hari Minggu 01 Maret 2015
Analisis curah hujan dengan distribusi Normal
Analisis curah hujan dengan distribusi Log Normal
Analisis curah hujan dengan distribusi Log-Person III
Analisis curah hujan dengan distribusi Gumbel
Analisis statistik dasar untuk analisis frekuensi

38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk mengakibatkan kebutuhan akan rumah sebagai
tempat tinggal semakin meningkat. Diperkirakan dengan laju pertumbuhan
penduduk Indonesia sebesar 1.49%, maka pada tahun 2020 jumlah penduduk
Indonesia mencapai 244 juta jiwa. Jumlah penduduk yang terus meningkat
tersebut tidak diimbangi dengan distribusi tempat tinggalnya. Persentase
penduduk yang tinggal di daerah perkotaan pada tahun 2014 sebesar 49.8%
(BPS 2015) dan persentase ini terus meningkat. Diperkirakan pada tahun 2020
sebanyak 56.7% penduduk Indonesia akan bertempat tinggal di perkotaan.
Peningkatan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan distribusi tempat
tinggal yang merata ini mengakibatkan salah satu masalah yaitu masalah
kebutuhan tempat tinggal di perkotaan. Kebutuhan akan tempat tinggal di
perkotaan ini menjadikan luasan lahan terbangun semakin bertambah.
Tingkat kebutuhan rumah di kawasan perkotaan dari tahun ke tahun
semakin meningkat dan kekurangan tempat tinggal di Indonesia mencapai 13.6
juta unit (BPS 2015). Kekurangan tempat tinggal akan semakin meningkat dengan
pertambahan jumlah penduduk yang mana kondisi ini dapat mengakibatkan laju
pembangunan kawasan tempat tinggal semakin tinggi. Pembangunan kawasan
tempat tinggal perkotaan yang tidak diiukuti dengan kajian perubahan penggunaan
lahan dari lahan terbuka menjadi lahan terbangun menimbulkan masalah yaitu
masalah berkurangnya daerah tangkapan air di perkotaan. Menurut Sudarmanto
(2010), dampak negatif dari pembangunan perkotaan antara lain berupa semakin
berkurangnya daerah terbuka yang berfungsi sebagai daerah peresapan air,
timbulnya pemukiman-pemukiman ilegal di sepanjang sungai dan permukaan
lahan yang menurun (land subsidence) karena pengambilan air tanah (discharge)
yang melebihi besarnya imbuhan air tanah (recharge).

Gambar 1 Ilustrasi dampak pengurangan daerah tangkapan air (a) sebelum dan
(b) setelah pemukiman bertambah

2
Dampak pengurangan daerah tangkapan air di daerah perkotaan salah
satunya adalah peningkatan debit limpasan (runoff) seperti yang diilustrasikan
pada Gambar 1. Curah hujan yang sama sebelum dan sesudah terjadinya
perubahan daerah tangkapan air pada kawasan pemukiman perkotaan
mengakibatkan limpasan yang lebih besar akibat dari berkurangnya proses
infiltrasi. Peningkatan debit limpasan ini juga dapat terjadi saat intensitas hujan
yang besar. Kondisi ini dapat mengakibatkan terjadinya genangan air dan bahkan
banjir sebagai akibat dari kurangnya daerah resapan air dan kondisi sistem
drainase yang kurang baik. Untuk itu perlu dibangun fasilitas daerah resapan air
dan sistem drainase yang terencana disetiap kawasan tempat tinggal yang akan
dibangun (Butler dan Davies 2004). Suripin (2004) menyatakan bahwa saat ini
saluran drainase merupakan infrastruktur perkotaan yang sangat penting di daerah
kawasan perumahan. Pembangunan sistem drainase yang terencana merupakan
salah satu tindakan teknis untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan air
akibat dari intensitas hujan yang tinggi di suatu kawasan sehingga kawasan
tersebut dapat difungsikan secara optimal.
Kapasitas dari saluran drainase akan menentukan volume air yang dapat
tertampung dan akan disalurkan ke saluran pembuangan atau pengumpul air.
Lubis dan Terunajaya (2013) menyebutkan bahwa genangan air yang melanda
suatu daerah tertentu menunjukkan bahwa kapasitas normal dari saluran drainase
telah berkurang karena beberapa faktor. Faktor yang dapat menyebabkan
berkurangnnya kapasitas drainase tersebut diantaranya adalah intensitas curah
hujan maksimum, luas daerah tangkapan air dan koefisien limpasan. Menurut
Kodoatie dan Sugiyanto (2002), genangan air belum menjadi masalah jika tidak
mengganggu aktivitas dan menimbulkan kerugian bagi kehidupan manusia. Tetapi
apabila sudah menyebabkan kerugian, maka masalah ini harus segera diatasi. Oleh
karena itu, perencanaan sistem drainase khususnya pada kawasan perumahan
perlu mendapat perhatian yang penting, salah satunya untuk menghadapi
terjadinya genangan air hujan.
Pada pembangunan saluran drainase di perkotaan ataupun di kawasan
perumahan seringkali ditemui ketidaksesuaian dengan kriteria perancangan.
Kriteria perancangan saluran drainase untuk setiap jenis dan bentuk saluran telah
banyak dikembangkan. Namun, dalam penerapannya di lapangan sering terjadi
ketidak sesuaian. Hal ini diduga terjadi karena kriteria rancangan saluran drainase
yang berbeda-beda dan saling terkait serta memiliki kisaran nilai masing-masing
pada setiap kriterianya. Oleh sebab itu, diperlukan kajian untuk menguji kriteria
rancangan saluran drainase yang sesuai sehingga mempermudah ketika diterapkan
di lapangan.
Kajian tentang sistem drainase terkait dengan rancangan hidrolikanya pada
daerah perkotaan telah banyak dilakukan. Beberapa kajian rancangan hidrolika
telah dilakukan, mulai dari saluran drainase pada jalan utama di perkotaan seperti
yang dilakukan Lubis dan Terunajaya (2013), studi pengembangan sistem
drainase berwawasan lingkungan oleh Supriyani et al. (2012) dan analisis
rancangan hidrolika untuk air baku di kawasan perumahan bertofografi datar
hingga curam (2-8%) telah dikaji oleh Wijaya (2014). Dari hasil penelitian Wijaya
(2014) yang mengembangkan kriteria rancangan hidrolika berbentuk nomogram.
Dari hasil kajian tersebut diperlukan pengembangan lebih lanjut terhadap
rancangan hidrolika untuk saluran drainase di kawasan perumahan yang

3
bertofografi datar (0-5%). Pengembangan rancangan hidrolika saluran drainase
kawasan perumahan tersebut didahului dengan analisis limpasan dan penentuan
koefisien sistem drainase. Hasil rancangan hidrolika saluran drainase ini
diharapkan dapat diterapkan dengan mudah dalam perancangan saluran drainase
di kawasan perumahan lainnya yang juga bertopografi relatif datar.
Tujuan Penelitian
1
2

Tujuan dari penelitian ini adalah
Menentukan koefisien drainase perumahan
Mengembangkan kriteria rancangan hidrolika saluran drainase perumahan.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak
diantaranya :
1 Bagi instansi terkait guna memberikan solusi penanganan limpasan dan
pencegahan banjir di kawasan perumahan.
2 Bagi pengembang perumahan, sebagai referensi dalam perancangan sistem
jaringan drainase.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian difokuskan pada analisis hidrologi pada daerah
tangkapan air di area perumahan. Saluran terbuka dengan penampang saluran
berbentuk trapesium dan jenis saluran pasangan beton menjadi kriteria
pengembangan rancangan hidrolika yang dilakukan.

TINJAUAN PUSTAKA
Limpasan
Menurut Wesli (2008), limpasan permukaan merupakan bagian dari curah
hujan yang berlebihan mengalir selama periode hujan atau sesudah periode hujan.
Menurut Arsyad (1989), limpasan atau aliran permukaan adalah air yang mengalir
di atas permukaan tanah. Kecepatan dan laju limpasan dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor-fakror yang mempengaruhi limpasan adalah sebagai berikut:
1. Curah hujan: intensitas, jumlah dan distribusi
2. Temperatur
3. Tanah: tipe dan topografi
4. Luas daerah aliran
5. Tanaman/tanah
6. Sistem pengolahan tanah
Metode rasional adalah metode untuk memperkirakan debit puncak
limpasan (maksimum). Dari Goldman et al. dalam Suripin (2004), metode ini
digunakan terbatas pada DAS yang relatif kecil yaitu maksimum 300 ha. Menurut
Ponce (1989) dalam Rahmani et al. (2016) dalam perhitungannnya metode
rasional telah memasukkan karakteristik hidrologi dan proses aliran yaitu: (1)
intensitas hujan, (2) durasi hujan, (3) luas DAS, (4) kehilangan air akibat
evaporasi, intersepsi, infiltrasi dan (5) konsentrasi aliran. Debit maksimum
menurut metoda Rasional dihitung dengan persamaan (1).
(1)
Qp  0.00277CIA
Dimana Qp adalah debit puncak limpasan (m3/det), C adalah koefisien limpasan
(0 ≤ C ≤ 1), I adalah intensitas hujan (mm/jam) dan A adalah luas (ha) Koefisisen
limpasan (C) tergantung pada karakter permukaan dan jenis penggunaan lahan
yang dapat dilihat pada Lampiran 1.
Menurut Suripin (2004), koefisien limpasan didefinisikan sebagai nisbah
aliran antara puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan. Menurut
Kamiana (2011), perkiraan atau pemilihan nilai C secara tepat sulit dilakukan
karena koefisien ini tergantung pada (a) kehilangan air akibat infiltrasi, penguapan,
tampungan permukaan dan (b) intensitas dan lama hujan. Dalam perhitungan
drainase permukaan, penentuan nilai C dilakukan melalui pendekatan yaitu
berdasarkan karakter permukaan. Perhitungan koefisien limpasan setiap
subcatchment area (DTA) yang memiliki lebih dari satu jenis tata guna lahan
menggunakan rumus koefisien limpasan rata-rata pada persamaan (2).
 An xC n
n1
Cr 
(2)
Ato tl
s blahnagn, pCandaapdeanlaghunnaialnailakhoaenfi(shiae)n,
ldC
iamrnpAasdtotal
aanlaaphdaadklaaohepfeilnsuigaegsnutnolatiam
alnplaalahshaann(,hraA
at)na.-ardataalahtelrutiam
Menurut Triatmodjo (1993), dalam memperkirakan debit aliran puncak
berdasarkan hujan titik (satu stasiun pencatat hujan) maka digunakan perhitungan
dengan metode Mononobe. Mononobe adalah metode untuk menentukan nilai
intensitas hujan dengan durasi singkat (5,10,15,...120 menit), sehingga dibutuhkan

5
data hujan dari stasiun pencatat otomatis. Intensitas hujan dapat dihitung dengan
persamaan (3).
2/3
R 24  24 
 
I
(3)
24  t c 
dimana I adalah intensitas hujan (mm/jam), tc adalah waktu konsentrasi (jam),
adalah curah hujan maksimum harian (mm).
Kripich (1940) dalam Suripin (2004) menyatakan konsentrasi (tc) adalah
waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh
sampai ke tempat keluarnya aliran air (outlet) dalam suatu DTA. Diasumsikan
bahwa jika lamanya waktu hujan sama dengan waktu konsentrasi maka setiap
bagian lahan pada DTA keseluruhan telah menyumbangkan aliran (debit puncak)
terhadap titik kontrol. Pada daerah perkotaan seperti perumahan, lahan area DTA
yang dimaksud sebagai muka aspal di jalanan atau genting rumah sebagai lahan
permukaan terbangun. Waktu konsentrasi dihitung dengan persamaan (4).
0.3 8 5
 0.87 xL 2 

(4)
tc  
 1000xs 
dimana tc adalah waktu konsentrasi (jam) dan L adalah panjang saluran utama dari
hulu sampai penguras (km) dan S adalah kemiringan rata-rata saluran utama.
Pada daerah aliran sungai (DAS) yang sebagian besar berupa lahan bukan
perumahan, waktu konsentrasi dapat dihitung dengan membedakan menjadi dua
komponen, yaitu (1) waktu limpasan permukaan (to dalam menit) sebagai lamanya
waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampai saluran
terdekat, dan (2) waktu limpas saluran (td dalam menit) sebagai waktu yang
diperlukan air untuk mengalir di dalam saluran drainase sampai muara DAS/titik
keluar. Waktu konsentrasi yang dihitung merupakan waktu penjumlahan kedua
komponen tersebut, seperti dijelaskan pada persamaan (5) (Suripin 2004):
(5)
tc  t0  td
dengan;


n 
2
(6)
t o  x3.28xLx

S  
3
Ls
t d 
(7)
60v
dimana n adalah angka kekasaran Manning, S adalah kemiringan lahan, L adalah
panjang limpasan aliran di atas permukaan lahan (m), Ls adalah panjang lintasan
di dalam saluran/sungai (m), dan v adalah kecepatan aliran di dalam saluran
(m/det).
Menurut Suripin (2004), debit limpasan berhubungan dengan dimensi
saluran. Perhitungan dimensi saluran didasarkan pada debit (Qs) yang harus
ditampung oleh saluran yang harus lebih besar atau sama dengan debit rencana
(QT) yang diakibatkan oleh hujan rencana. Dengan kata lain, kapasitas debit
rancangan yang akan dibuat (QS) harus lebih besar dari debit aktual dari setiap
kejadian hujan/hujan rencana (QT), seperti dijelaskan pada persamaan (8).
(8)
QS  QT
Menurut Arsyad (1989), untuk mengukur aliran secara tepat pada saluran
terbuka dipasang bangunan yang mempunyai sifat-sifat hidrolika. Pengukuran

6
debit limpasan eksisting di saluran menggunakan sekat ukur persegi empat dan
lebar penuh. Sekat ukur yaitu bangunan yang dipasang melintang dengan debit air
yang diukur. Menurut King (2013), pengukuran debit langsung dapat dilakukan
dengan menggunakan sekat ukur. Jarak peletakan alat ukur tinggi air harus 4 kali
tinggi sekat ukur seperti digambarkan pada Gambar 2. Menurut Mori (2003), debit
di saluran yang dilengkapi sekat ukur persegi empat dan cipoletti dapat dihitung
dengan persamaan 9.
Q  cbh 3 / 2

(9)

Q adalah debit saluran. b adalah lebar mercu (m) dan h adalah tinggi air yang
diukur diatas mercu (m). c adalah koefisien dimana 1.8384 m/det untuk sekat ukur
persegi dan 1.859 m/det untuk sekat ukur trapesium (cipoletti).
Alat ukur

Jarak
Gambar 2 Jarak pengukur dengan pelimpah

Gambar 3 Kurva hubungan debit dan intensitas hujan, I selama 20 tahun (-)
Penelitian rancangan bangunan hidrolika pemanfaatan air limpasan di
perumahan Bogor Nirwana Residence (BNR) Kota Bogor, Jawa Barat telah
dilakukan dari bulan April -September 2013. Outlet yang dipilih berada di Cluster
Panorama dengan limpasan maksimum sebesar 2.97 m3/det. Pada gambar 3
menunjukkan hasil pengukuran debit adalah 0.414 m3/det dengan intensitas
maksimum sebesar 7.2 mm/jam. Perhitungan secara teoritis menunjukkan debit
yang terjadi akibat hujan dengan intensitas yang sama sebesar 0.226 m3/det. Hal
ini menunjukkan bahwa bahwa terdapat selisih yang relatif besar antara hasil
pengukuran dan teoritis yaitu sebesar 0.188 m3/det (Imaduddin 2013).

7

Saluran Drainase
Menurut Feyen (1980), pola drainase dapat berupa natural system atau
parallel grid system. Pola natural system (Gambar 4) banyak diterapkan di daerah
perkotaan atau pedesaan yang masih mengikuti trase alamiah sedangkan tipikal
drainase pada parallel grid system (Gambar 5) banyak diterapkan pada wilayah
perumahan atau komplek pemukiman.

Trase saluran
alami (sungai)

Kolektor

Gambar 4 Pola drainase berbentuk natural system

Gambar 5 Pola drainase berbentuk parrarel grid system
Koefisien drainase merupakan parameter yang sangat penting dalam
mendesain sistem drainase (Moustafa, 1989). Feyen (1980) menyatakan bahwa
koefisien drainase adalah kuantitas rata-rata air yang dapat dipindahkan oleh
sistem drainase ke muka air yang lebih rendah setelah jenuh selama 24 jam dari
setiap luasan lahan. Koefisien drainase diperoleh dengan menggunakan
persamaan (11).
Q  q.A
(11)
Dimana
adalah debit aliran permukaan (m3/det),
adalah luas area
drainase pada titik yang dihitung (ha) dan adalah nilai koefisien drainase yang
didefenisikan sebagai desain unit/spesifik aliran permukaan (m3/det.ha).

8
Menurut Khan et al. (2014), koefisien drainase adalah total volume air
yang mengalir dari saluran drainase selama 24 jam. Pada drainase permukaan di
daerah pertanian, koefisien drainase dihitung pada masing-masing jaringan lateral
dengan menentukan panjang setiap sisi saluran drainase. Koefisien drainase
diperoleh dengan membagi volume aliran dari saluran jaringan lateral yang per
hari.
V
Q
(12)
t
86400V
(13)
q
A
dimana Q adalah debit saluran (m3/det), V adalah volume air yang tertampung per
hari (m3), t adalah waktu selama 24 jam, q adalah koefisien drainase (m3/hari), A
adalah luas area drainase (m2)
Kriteria Rancangan Hidrolika Saluran
Kriteria perancangan adalah suatu kriteria yang dipakai perancang sebagai
pedoman untuk merancang. Perancang diharapkan mampu menggunakan kriteria
secara tepat dengan membandingkan kondisi sebenarnya dengan parameter yang
tertulis dalam kriteria yang telah ditentukan. Nilai-nilai tersebut diambil dari
penelitian terdahulu seperti koefisien aliran (runoff coeficient), koefisien
kekasaran meaning dan kemiringan saluran. Tujuannya adalah untuk mengalirkan
genangan air sesaat yang terjadi pada saat musim hujan serta dapat mengalirkan
air kotor hasil pembuangan rumah tangga. Kelebihan air atau genangan air yang
terjadi karena kesetimbangan banjir pada daerah tersebut terganggu yang
disebabkan oleh air yang masuk dalam daerah tersebut lebih besar dari air keluar.
Pada daerah perkotaan, kelebihan air ini biasa terjadi akibat kelebihan air hujan.
Menurut Schwab et al. (1981), dalam rancangan hidrolika perlu
diperhatikan beberapa faktor untuk mendapatkan saluran drainase yang ideal,
antara lain:
1. Lokasi saluran harus cukup rendah dari areal asal air limpasan
2. Kapasitas saluran harus mampu menampung air limpasan yang menuju ke
arah saluran
3. Kemiringan dinding saluran sedemikian rupa sehingga tidak mudah terjadi
longsor atau pengikisan dinding saluran;
4. Kecepatan aliran sedemikian rupa sehingga erosi atau pengendapan pada
dasar saluran dapat dihindarkan
Bentuk dan Struktur Saluran Drainase
Bentuk penampang hidrolika saluran sangat bergantung pada ukuran unsur
geometri pada salurannya dimana bentuk tersebut mempengaruhi jumlah air yang
dapat dialirkan. Debit aliran berhubungan dengan kecepatan aliran. Debit
maksimum dicapai jika kecepatan aliran maksimum. Kemampuan mengalirkan air
pada suatu penampang saluran akan meningkat sesuai dengan peningkatan jari-jari
hidrolik atau berkurangnya keliling basah. Penampang saluran yang memiliki
keliling basah lebih kecil dapat mengalirkan air secara maksimal. Penampang ini
disebut penampang hidrolik terbaik (Chow 1992).

9
Aliran pada saluran terbuka terdiri dari saluran alam (natural channel),
seperti sungai-sungai kecil di daerah hulu (pegunungan) hingga sungai besar di
muara, dan saluran buatan (artificial channel), seperti saluran drainase tepi jalan,
saluran irigasi untuk mengairi persawahan, saluran pembuangan, saluran untuk
membawa air ke pembangkit listrik tenaga air, saluran untuk suplai air minum,
dan saluran banjir.
Dimensi saluran. Dimensi saluran ditentukan berdasarkan kapasitas
rencana saluran dari setiap komponen sistem drainase yang dihitung berdasarkan
rumus Manning. Perhitungan dimensi saluran dilakukan dengan persamaan 14, 15
dan 16. Pernampang melintang saluran dapat dilihat pada Gambar 6.

Q  Av
(14)

1
v  S 1/ 2 R 2/ 3
n
1
Q  S 1/ 2 R 2/ 3 A
n
Dimana:
Q : debit saluran (m3/det)
2
v : kecepatan aliran (m /det)
n : kekasaran dinding saluran (Lampiran 2)
S : kemiringan dasar saluran
R : jari-jari hidrolis (m)
A : luas tampang basah (m2)

b
Persegi

(15)
(16)

b
Trapesium

Gambar 6 Potongan melintang saluran
Penentuan nisbah kedalaman dan lebar dasar saluran (h/b) untuk tujuan praktis
dapat dilihat pada persamaan 17 dan 18.

h  0.5 A

(17)
(18)

B/h  4m
di mana: A : luas penampang dalan ft2
Unsur-unsur geometris dalam penentuan penampang saluran terbaik disajikan
pada Lampiran 3. Penentuan luas penampang, keliling basah pada saluran
penampang trapesium menggunakan persamaan 19 dan 20.
A  (B  mh)h
(19)

P  B  2h m2 1

(20)

10
Kedalaman saluran. Kedalaman aliran y (depth of flow) adalah jarak
vertikal titik terendah pada suatu penampang saluran sampai ke permukaan.
Kedalaman aliran juga sering disebut sebagai
kedalaman penampang aliran h
(depth of flow section). Tepatnya kedalaman penampang aliran; tegak lurus arah
aliran
atau tinggi penampang saluran yang diliputi air. Untuk saluran dengan
kemiringan θ, dapat dilihat bahwa kedalaman aliran sama dengan kedalaman
penampang aliran dibagi dengan cos θ.
Nilai minimum untuk tinggi jagaan/freeboard (W dalam m) pada saluran
primer dan sekunder berkaitan dengan debit rencana saluran. Menurut USDANRCS (2001), freeboard merupakan jarak vertikal antara elevasi permukaan air
maksimum sebagai desain saluran dengan dinding batas bagian atas pada saluran.
Besarnya jagaan tergantung dari besarnya kapasitas saluran. Kapasitas saluran
dihitung berdasarkan luas area yang memerlukan drainase, periode ulang yang
dipilih dan lama penggenang yang masih ditolerir (Chow 1992). Tinggi jagaan
minimum untuk saluran pasangan ditentukan berdasarkan debit rencana yang
terjadi (QT) dalam m3/det (DPU 1986) yang ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Tinggi jagaan minimum untuk saluran pasangan
Debit, Q (m3/det)
< 0.5
0.5 – 1.5
1.5 – 5.0
5.0 – 10.0
10.0 – 15.0
> 15.0

Tinggi jagaan, W (m)
0.20
0.20
0.25
0.30
0.40
0.50

Kemiringan dinding saluran atau kemiringan talud (I). Kemiringan
talud saluran drainase dibuat dengan menggali tanah dan diperkuat dengan
pasangan batu/beton sehingga stabilitas dinding saluran perlu diperhatikan. Besar
kecilnya kemiringan dinding saluran akan tergantung pada jenis tanah dan
kedalaman saluran. Menurut Chow (1992) kemiringan dinding saluran yang
sesuai untuk berbagai jenis bahan ditampilkan pada Tabel 2. Menurut Suripin
(2004) kemiringan dinding saluran yang direkomendasikan oleh USBR
ditampilkan pada Tabel 3 (Suripin 2004).
Kemiringan Dasar Saluran. Menurut Chow (1992), kemiringan
menanjang dasar saluran biasanya diatur oleh topografi dan tinggi dan tinggi
energi yang dibutuhkan untuk mengalirkan air.
Tabel 2 Kemiringan dinding saluran yang sesuai untuk berbagai jenis bahan.
Bahan
Batu
Tanah lempung (peat), rawang (muck)
Tanah berlapis beton
Tanah berlapos batu atau tanah untuk saluran lebar
Lempung kaku atu tanah bagi parit kecil
Tanah berpasir lepas
Lempung berpasir atau lempung berpori

Kemiringan diding
Hamper tegak lurus
¼ : 1
½ : 1 – 1:1
1 : 1
1½: 1
2 : 1
3 : 1

1
Tabel 3 Kemiringan dinding saluran (m) yang direkomendasikan oleh USBR
Kedalaman saluran
1.2 m
0.0
0.5

Tipe tanah
Truf
Lempung keras
Geluh kelempungan
keliatan
Geluh berpasir
Pasir

dan

Kedalaman saluran
> 1.2 m
1.0

geluh
1.5
2.0

2.0
3.0

Faktor Rancangan
Debit Rancangan. Pengukuran debit dapat dilakukan secara langsung
maupun tidak langsung. Secara langsung dengan menggunakan sekat ukur, dan
secara tidak langsung dapat dilakukan dengan mengukur luas saluran dan
mengatur aliran air. Kecepatan aliran air dapat diukur dengan berbagai cara
seperti menggunakan metode pelampung, current meter, atau dengan
menggunakan persamaan puncak limpasan permukaan dapat digunakan metode
rasional (Persamaan 1) karena lebih sempurna, mudah dimengerti dan sering
digunakan pada daerah yang luasan relatif kecil dan curah hujan yang dianggap
seragam. Untuk perencanaan saluran drainase yang sesuai dengan debit
rancangan, maka perencanaan yang sesuai dapat mengacu pada nilai hubungan
antara Q, h dan b/h seperti pada Tabel 4 (DPU 1986).
Tabel 4 Hubungan antara nilai Q, h, dan b/h untuk saluran drainase
Debit, Q (m3/det)
< 0.5
0.5 – 1.1
1.1 – 3.5
> 3.5

h (m)
< 0.50
0.5 – 0.75
0.75 – 1.00
> 1.00

Rasio b/h
1
2
2.5
3

Kecepatan yang diizinkan. Menurut Fortier dan Scobey (1926) dalam
Suripin (2004), kecepatan maksimum yang diizinkan juga tergantung berdasarkan
tekstur tanah. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Pada Gambar 7 (Chow
1992) dapat dilihat bahwa distribusi kecepatan aliran pada penampang saluran
tergantung pada beberapa faktor, seperti bentuk penampang, kekasaran saluran
dan adanya tekukan-tekukan. Kecepatan minimum yang diizinkan atau kecepatan
tanpa endapan (nonsliting velocity) merupakan kecepatan terendah yang tidak
menimbulkan sedimen dan menorong pertumbuhhan tanaman air dan ganggang.
Kecepatan ini tidak menentu dan nilainya tidak dapat ditentukan dengan mudah.
Pada umumnya kecepatan rata-rata 0.6096 – 0.9144 m/det dapat digunakan bila
persentasi lanau dan dalam saluran kecil tidak kurang 0.762 m/det dapat
mencegah pertumbuhan tanaman air yang dapat menggurangi kapasitas saluran
tersebut (Chow 1992).

12
Tabel 5 Kecepatan maksimum yang diizinkan

Material di dalam saluran gali

Pasir halus
Gelur berpasir (non koloid)
Gelum berlempung
Lempung alluvial
Geluh
Abu vulkanik
Kerikil halus
Geluh – krakal terseleksi
Liat alluvial
Liat - krakal terseleksi
Kerikil dasar
Kerang

n

0.020
0.020
0.020
0.020
0.020
0.020
0.020
0.030
0.025
0.030
0.025
0.025

Air
jernih
0.46
0.53
0.61
0.61
0.76
0.76
0.76
1.14
1.14
1.22
1.22
1.83

Kecepatan rata-rata, m/det
Air mengangkut
Air
non koloid
mengangkut
lempung, pasir,
koloid
kerikil dan batu
0.76
0.40
0.76
0.61
0.91
0.61
1.07
0.61
1.07
0.69
1.07
0.61
1.52
1.14
1.52
1.52
1.52
0.91
1.68
1.52
1.83
1.98
1.83
1.52

Saluran trapesium
Saluran segitiga

Parit dangkal

Pipa

Penampang
persegipanjang

Saluran alam tak
beraturan

Gambar 7 Kecepatan maksimum yang diizinkan

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan pada Cluster Sanur pada Perumahan Pondok Ungu di
Kabupaten Bekasi dengan waktu penelitian pada bulan Agustus 2014 – Juni 2015.
Peta lokasi penelitian disajikan pada Lampiran 3.
Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan antara lain meteran, kompas, theodolite, target
rod, patok, GPS (Global Positioning System), sekat ukur, stopwach, alat tulis, dan
seperangkat komputer yang dilengkapi dengan Software Arc View Ver. 3.3,
Autocad 2007,dan Google sketchUp 8. Data yang digunakan merupakan data yang
diperoleh secara langsung (primer) dan data yang tidak diukur secara langsung
(sekunder). Data-data yang digunakan adalah
1. Curah hujan hasil dari pengukuran dengan menggunakan rain gauge
2. Data pengukuran dimensi saluran (panjang, lebar, kedalaman serta
kemiringan saluran)
3. Data debit saluran drainase saat terjadi hujan serta bahan sekunder yang
digunakan adalah data curah hujan harian maksimum 10 tahun dari
BMKG
4. Site plan perumahan
5. Peta topografi.
Pengumpulan dan Analisis Data
Pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang dilakukan meliputi pengumpulan data-data
yang berkaitan dengan perencanaan saluran drainase, pengamatan lapang,
pengukuran, wawancara, dan pengumpulan data sekunder. Data yang dibutuhkan
adalah sebagai berikut:
1. Data curah hujan harian maksimum 10 tahun dari BMKG
2. Data curah hujan pengukuran langsung saat terjadi hujan.
3. Faktor rancangan hidrolika: data-data faktor rancangan hidrolika saluran
drainase meliputi kecepatan, kemiringan, kekasaran, dan kedalaman aliran,
serta ukuran penampang saluran drainase. Data tersebut diperoleh melalui
pengumpulan data primer atau melalui pengukuran dan pengamatan di
lapang.
4. Debit aliran: data diperoleh melalui pengukuran lapang menggunakan
sekat ukur di saluran draianse pada saat hujan terjadi yang telah ditracing.
5. Jaringan drainase: data jaringan draianse ini diperoleh berdasarkan
pemetaan lapang dan data sekunder berupa peta jaringan drainase,
topografi lahan dan tata guna lahan perumahan.
Analisis data
Tahap awal dari penelitian adalah melakukan observasi lapangan dan
tracing saluran di lokasi penelitian untuk mengetahui pola jaringan drainase dan

14
mengukur dimensi saluran drainase (panjang, lebar, kedalaman dan kemiringan
dasar saluran dan talud). Dari data tersebut dilakukan pemetaan jaringan drainase.
Analisis data yang dilakukan meliputi analisis limpasan, analisis debit
saluran drainase, analisis unit hidrograf saluran dan evaluasi analisis kriteria
rancangan hidrolika. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.
1. Analisis sistem drainase
Pembuatan peta sistem drainase perumahan berdasarkan data pengukuran
lapang (panjang saluran, kedalaman saluran dan lebar dasar saluran, serta
kemiringan saluran), peta topografi dan site plan perumahan dengan program
SketchUp 8 dan Arcview.
2. Analisis hidrograf saluran kolektor
a) Perhitungan debit saluran (QS) dari data pengukuran tinggi muka air
permenit dengan sekat ukur di saluran drainase menggunakan persamaan
(9).
b) Pembuatan hidrograf hubungan antara curah hujan dan debit hasil
pengukuran
3. Analisis limpasan
a) Penentuan nilai koefisien limpasan (C) sesuai dengan kriteria Lampiran 1
dari masing-masing jenis dan luas penggunaan lahan berdasarkan site plan
dan pengamatan lapang;
b) Perhitungan nilai koefisien limpasan pada lokasi penelitian berdasarkan
luas dan jenis penggunaan lahan (C);
c) Perhitungan waktu konsentrasi (T) persamaan (5) metode Kirpich
berdasarkan panjang dan kemiringan saluran;
d) Perhitungan nilai intensitas hujan (mm/jam) dengan persamaan (1) metode
Mononobe berdasarkan waktu konsentrasi (T) dan jumlah curah hujan
harian maksimum ketika pengukuran debit saluran;
e) Perhitungan debit puncak (QS) ketika pengukuran debit dengan persamaan
metode Rasional berdasarkan luas penggunaan lahan, nilai koefisien
limpasan dan intensitas hujan;
f) Perhitungan nilai koefisien drainase dengan persamaan (11) berdasarkan
luas lahan dan besarnya nilai debit saluran (QS) dan debit limpasan (QL);
g) Pembuatan kurva hubungan koefisien drainase dengan curah hujan
berdasarkan hasil perhitungan koefisien drainase dan curah hujan ketika
pengukuran debit;
h) Pembuatan kurva hubungan koefisien drainase dengan debit saluran
berdasarkan hasil perhitungan koefisien drainase dan nilai debit saluran
(QS) dan debit limpasan (Q L);
i) Penentuan koefisien determinasi (validasi) dengan persamaan (23)
j) Pembuatan persamaan regresi dan kurva hubungan antara debit saluran
(QS) dan debit limpasan (Q L);
k) Validasi dilakukan dengan cara menentukan koefisien determinasi
(korelasi) melalui pengolahan data. Model dikatakan valid jika nilai
koefisien determinasi (R2) lebih besar sama dengan 0.6 (Lee et al. 2010).
Perhitungan R2 dihitung dengan menggunakan persamaan (21).

Trase saluran

penelusuran saluran
drainase

eksisting

Kapasitas
saluran

Site plan
Peta topografi

rancangan saluran drainase
perumahan

Pengukuran hujan
Hidrograf
Pengukuran debit
saluran
Koefisien
drainase

Data curah hujan
maksimum harian

Analisis curah
hujan rencana

Gambar 8 Bagan alir penelitian

Debit limpasan dan
debit rencana


n

(S S  ms )(S0  m0 )
1 
i 1
(21)
R  x
n
s o
dimana Mo adalah nilai rata-rata debit observasi, M adalah nilai rata-rata
debit model, So adalah nilai debit observasi pengukuran ke-i, Ss adalah
nilai debit model pengukuran ke-i,
adalah nilai standar deviasi model,
dan adalah nilai standar deviasi observasi.
4. Analisis kriteria rancangan hidrolika;
a) Perhitungan curah hujan rencana dengan periode ulang hujan (PUH)
tertentu sesuai luas wilayah penelitian berdasarkan data curah hujan harian
maksimum
b) Perhitungan intensitas hujan rencana (mm/jam) berdasarkan curah hujan
(mm) pada periode ulang hujan dengan curah hujan 10 tahunan
c) Perhitungan debit rancangan berdasarkan nilai koefisien limpasan
persamaan (2), intensitas hujan rencana (mm/jam) dan luasan lahan
rencana (ha);
d) Menghitung lebar dasar saluran (B) dan kedalaman air di saluran (h)
dengan metode trial and error/coba-coba berdasarkan persamaan unsur
geometris saluran pada Lampiran 13 dan hubungan kisaran debit terhadap
rasio B/h (Tabel 4);
e) Perhitungan kemiringan saluran minimum dengan berdasarkan kecepatan
yang diizinkan, untuk jenis saluran pasangan batu 2 m/det dan jenis
saluran pasangan beton 3 m/det;
f) Perhitungan nilai koefisien drainase dengan persamaan (11) berdasarkan
debit rancangan dan luasan lahan;
g) Pembuatan nomogram untuk penentuan nilai koefisien drainase
(m3/det.ha) yang memenuhi persamaan (16);
h) Pembuatan nomogram untuk penentuan lebar dasar saluran (B) dan
kedalaman air (h) di saluran yang sesuai dengan kriteria rancangan
hidrolika saluran persegi empat dan trapesium untuk jenis beton.
2

HASIL DAN PEMBAHASAN

Taman

Cluster Sanur adalah merupakan salah satu Cluster perumahan yang terletak
pada Perumahan Pondok Ungu Permai di Kelurahan Kaliabang Tengah,
Kecamatan Bekasi. Secara geografis Pondok Ungu Permai terletak pada
6˚10’21,96’’ sampai 6˚10’29,47’’LS dan 107˚1’18,54’’ sampai 107˚1’25,37’’ BT.
Luas Cluster Sanur sebagai daerah tangkapan air hujan 3.39 ha.Cluster ini akan
dibangun 499 unit rumah oleh PT. Graha Duta Putra Jaya dimana pada saat ini
jumlah rumah yang telah selesai dibangun 235 unit. Lokasi penelitian berada pada
ketinggian 5-9 m dari permukaan laut dan kemiringan 0-2 %. Peta topografi
wilayah penelitian disajikan pada Lampiran 6.
Keterangan :
Saluran Utama
Saluran Sekunder
Saluran Tersier
Arah aliran

Taman

Taman

Taman

Sungai

Taman

Taman

Taman

Outled

P.Uluwatu

Suplesi

Gambar 9 Trase dan arah aliran saluran drainase
Berdasarkan pengamatan di lapangan, presentase lahan terbangun lebih
banyak daripada lahan bervegetasi, sehingga air hujan yang terinfiltrasi ke tanah
sedikit dan sebagian besar menjadi limpasan. Menurut Laoh (2002) dalam
Oktarina (2015), pada lahan bervegetasi lebat air hujan yang jatuh akan tertahan
pada vegetasi dan meresap ke dalam tanah melalui vegetasi dan seresah daun di
permukaan tanah, sehingga limpasan permukaan yang mengalir kecil. Pada lahan
terbuka atau tanpa vegetasi air hujan yang jatuh sebagian besar menjadi limpasan
permukaan yang mengalir menuju sungai, sehingga aliran sungai meningkat
dengan cepat. Luas dan jenis penggunaan lahan di lokasi penelitian dapat dilihat
pada Tabel 6. Saluran yang ada memiliki bentuk penampang saluran yang bedabeda sesuai dengan jenis penggunaannya. Saluran drainase utama berbentuk
trapesium dan saluran drainase sekunder berbentuk tapal kuda. Dimensi saluran
tersebut dapat dilihat pada Lampiran 9.

18
Tabel 6 Jenis penggunaan lahan di lokasi penelitian pada saat penelitian
Penggunaan Lahan
Bangunan
Belum Terbangun
Vegetasi
Jalan
Jumlah

Luas
2

m
11261.66
11508.58
2508.21
8714.86
33993.31

%
33.13
41.23
25.64
100.00

Lokasi penelitian berada dekat sungai Kaliabang tengah yang merupakan
saluran yang menerima air limpasan dan buangan dari saluran drainase Culster
Sanur. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, saluran di Cluster Sanur
sebagian besar merupakan saluran terbuka dimana saluran memiliki 1 outlet
saluran pada Daerah Tangkapan Air (DTA) perumahan yang terletak pada saluran
utama. Karakteristik saluran berbentuk persegi dengan pasangan beton dapat
dilihat pada Tabel 7. Dengan melihat arah air pada saluran drainase, hubungan
antar saluran penerima dan pengumpul, serta luas daerah pengaliran maka seluruh
drainase merupakan air limpasan dari rumah. Dari hasil tracing dengan bantuan
site plan maka ditentukan lokasi penelitian yang dijadikan lokasi pengukuran
debit yang dapat dilihat pada Gambar 9. Site plan Cluster Sanur dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Pada saat akan dilaksanakan pengukuran pada saat hujan, limpasan dari luar
DTA Cluster Sanur masuk ke saluran drainase. Hal ini disebabkan perubahan
topografi Cluster Uluwatu yang disebabkan adanya timbunan pada saat proses
pembangunan waduk sebagai resapan nantinya. Timbunan tersebut dilakukan
dekat dengan Cluster Sanur yang menyebabkan sebagian air limpasan dari Cluster
Uluwatu masuk ke Sanur. Air limpasan yang terkumpul dan masuk ke dalam
sistem drainase perumahan yang bukan dari DTA perumahan harus diukur agar
debit yang diperoleh merupakan air limpasan dari perumahan itu sendiri.
Berdasarkan hasil tracing dengan melihat arah larian air limpasan maka
ditentukan pula lokasi pengukuran debit yang masuk ke saluran yang disebut
sebagai suplesi yang dapat dilihat pada Gambar 9.
Cluster Sanur memiliki saluran drainase tersier (lateral) yang terhubung
dengan saluran drainase sekunder (kolektor) sebelum masuk ke saluran darainase
utama. Berdasarkan hasil tracingsaluran, sistem drainase di lokasi penelitian
berbentuk berbentuk parallel grid system. Menurut Feyen (1980), penentuan
bentuk sistem draianse tersebut didasarkan pada kemiringan lahan di saluran
kolektor yang mengumpulkan air dari saluran lapangan (field drain) dan
membawanya ke saluran utama untuk dibuang ke sungai.
Saluran drainase di Cluster Sanur adalah merupakan saluran yang terbuat
dari beton dengan permukaan halus. Berdasarkan Lampiran 2 untuk saluran
drainase pada Cluster Sanur maka nilai Manning yang digunakan adalah 0.014.
Dari hasil analisis karakteristik saluran utama diperoleh waktu konsentrasi dengan
panjang saluran 175 m dengan kemiringan 0.17 % adalah 13.3 menit. Menurut
TxDOT (2002), besarnya waktu konsentrasi akan relatif sama/tidak berbeda jika
terjadi pada kisaran panjang dan kemiringan saluran yang relatif sama.

19
Tabel 7 Karakteristik saluran berbentuk trapesium dengan pasangan beton
Karekteristik
Panjang saluran, P (m)
Lebar dasar saluran, B (m)
Lebar atas saluran, b (m)
Kedalaman saluran, h (m)
Tinggi jagaan, w (m)
Kemiringan saluran, S
Kemiringan talud, m1
Kemiringan talud, m2
Konsentrasi Saluran, Tc (mnt)

Nilai
175.000
0.740
0.945
1.020
0.200
0.170
0.078
0.118
13.000

Limpasan Permukaan
Air limpasan merupakan bagian dari curah hujan yang terjadi di suatu lahan
yang terdapat pada saluran permukaan. Dari besarnya debit limpasan ini,
kemudian dapat ditentukan besarnya nilai koefisien drainase. Koefisien drainase
menggambarkan laju pengaliran rata-rata limpasan yang dipindahkan oleh sistem
drainase lapang ke outlet saluran drainase di setiap luasan lahan (ha) (Feyen
1980). Schwab et al (1981) menyatakan bahwa koefisien aliran permukaan (C)
didefinisikan sebagai nisbah laju puncak aliran permukaan terhadap intensitas
hujan. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume total limpasan yaitu faktorfaktor iklim yang terdiri dari banyaknya presipitasi dan evapotranspirasi serta
faktor DAS yang terdiri dari ukuran DAS dan tinggi tempat rata-rata daerah aliran
sungai (pengaruh orografis) (Seyhan 1990).
Perumahan ini hamp