Karakterisasi Tepung Jangkrik Kalung (Gryllus Bimaculatus) Dengan Metode Pengeringan Berbeda Beserta Uji Hedoniknya

KARAKTERISASI TEPUNG JANGKRIK KALUNG (Gryllus
bimaculatus) DENGAN METODE PENGERINGAN
BERBEDA BESERTA UJI HEDONIKNYA

BINTANG RAMADHAN

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Karakterisasi Tepung
Jangkrik Kalung (Gryllus bimaculatus) dengan Metode Pengeringan Berbeda
beserta Uji Hedoniknya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Bintang Ramadhan
NIM D14110094

ABSTRAK
BINTANG RAMADHAN. Karakterisasi Tepung Jangkrik Kalung (Gryllus
bimaculatus) dengan Metode Pengeringan Berbeda beserta Uji Hedoniknya.
Dibimbing oleh YUNI CAHYA ENDRAWATI dan MUHAMMAD
SRIDURESTA SOENARNO
Jangkrik merupakan salah satu satwa yang masuk dalam famili Gryllidae.
Pada umumnya jangkrik diolah sebagai pakan ternak alternatif untuk burung
kicauan, domba, dan ikan. Alasan utama jangkrik diolah menjadi tepung karena
kandungan protein yang tinggi, sehingga sangat baik dijadikan sebagai produk
untuk meningkatkan produktivitas ayam. Umumnya jangkrik yang digunakan
menjadi produk tepung adalah jenis jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus).
Kandungan protein jangkrik 65%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

karakterisasi tepung jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) dari masing-masing
bagian tubuh jangkrik yang terdiri dari bagian kepala (caput), perut (abdomen),
dan kaki (thoraks) yang kemudian dibandingkan dengan tepung jangkrik
komersial disertai dengan analisis tingkat kesukaan konsumen (uji hedonik). Data
dianalisis dengan analisa deskriptif. Data analisa proksimat yang diamati
diantaranya protein kasar, lemak kasar, serat kasar, kadar air, dan bahan kering.
Hasil menunjukan bahwa ada perbedaan dari kadar protein tepung jangkrik
komersial dengan hasil pada penelitian. Protein tertinggi terdapat pada tepung
jangkrik kalung bagian kaki sebesar 61.37%. Hasil uji hedonik memperlihatkan
bahwa panelis lebih menyukai TJK dikarenakan TJK memiliki warna, aroma,
tekstur, dan penampilan umum yang lebih menarik.
Kata kunci: jangkrik kalung, protein, tepung jangkrik

ABSTRACT
BINTANG RAMADHAN. Characterization of Kalung Cricket Flour (Gryllus
bimaculatus) with A Different Drying Method along with Hedonic Test.
Supervised by YUNI CAHYA ENDRAWATI and MUHAMMAD
SRIDURESTA SOENARNO.
Crickets is one of the animal that include in family of Gryllidae. Usually
crickets processed as fodder alternative to the birds, sheep and fish. The main

cause of crickets processed into flour because of high protein content, so that it
can be used as the product to increase of chicken productivity. Generally crickets
that used to made into a flour is type kalung crickets (Gryllus bimaculatus). The
protein content of crickets is 65%. This report aims to understand the
characterization parts of the body kalung crickets flour (Gryllus bimaculatus).
Crickets consist of the head (caput), stomach (abdomen), and legs (thoraks)
compared with commercial crickets flour accompanied by level analysis of
consumers (hedonic test). Data was by descriptive analysis. Proximate data
analysis was observed including protein, fat, fiber, moisture content and dry
ingredients. Results showed that no distinction of levels of protein crickets flour
commercially with result of my research. High protein content was made from the

legs of kalung cricket. Results of hedonic test showed the most prefered sample
by the panelis was commercial crickets flour. Because the color, scent, texture,
and general appearance from TJK it more be interest by the panelis.
Key words: criket flour, kalung crickets, protein

KARAKTERISASI TEPUNG JANGKRIK KALUNG (Gryllus
bimaculatus) DENGAN METODE PENGERINGAN
BERBEDA BESERTA UJI HEDONIKNYA


BINTANG RAMADHAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunia yang dilimpahkan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penulisan skripsi ini. Salawat serta salam semoga senantiasa terlimpah dan
tercurah kepada Rasulullah SAW, serta para sahabat, keluarga dan pengikutnya.

Skripsi yang berjudul Karakterisasi Tepung Jangkrik Kalung (Gryllus
bimaculatus) dengan Metode Pengeringan Berbeda beserta Uji Hedoniknya
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan di
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Yuni Cahya Endrawati, SPt MSi
dan Bapak Muhammad Sriduresta Soenarno, SPt MSc selaku dosen pembimbing,
dan Ibu Ir Lucia Cyrilla ENSD, MSi selaku dosen penguji ujian sidang atas segala
bimbingan dan motivasi yang telah diberikan. Tak lupa penulis ucapkan terima
kasih juga kepada Bapak Dr Ir Afton Atabany, MSi selaku pembimbing akademik
atas segala motivasi, semangat, dan bimbingan yang telah diberikan. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada kepada ibu (Trijanti Pusparini) dan ayah
(Tjatoer Joewanto), serta seluruh keluarga atas segala kasih sayang dan doa yang
dipanjatkan untuk kesuksesan penulis. Terima kasih juga kepada Ibu Dr Ir Asnath
M Fuah, MS, Ibu Ir Hotnida CH Siregar, MSi, Bapak Winarno, SP yang telah
banyak membantu selama penelitian di Laboratorium Non Ruminansia dan Satwa
Harapan. Terima kasih kepada Taofik SY, Tri Arfani, M Fajar Sidiq, Andika
Sunyoto, Adita Zuhriyah, Anneke, Endah, Teguh, Alfian, Leli, sebagai teman
seperjuangan terbaik selama penulis melakukan penelitian di Laboratorium Non
Ruminansia dan Satwa Harapan, dan seluruh teman-teman IPTP 48, penulis
mengucapkan banyak terimakasih atas segala motivasi, kebersamaan, dan

kekeluargaan yang telah dijalani selama penulis melaksanakan perkuliahan di IPB.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan
demi kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca dan memberikan kontribusi bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, April 2016

Bintang Ramadhan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE

1
1
1
2

Waktu dan Lokasi Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur
Analisis Proksimat
Uji Hedonik
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

2
2

2
2
3
4
4
4

Kandungan Nutrisi Tepung Jangkrik
Bahan Kering
Kadar Abu
Protein Kasar
Lemak Kasar
Serat Kasar
Uji Hedonik Tepung Jangkrik
Warna
Aroma
Tekstur
Penampilan Umum
SIMPULAN DAN SARAN


4
4
6
6
7
7
8
8
10
10
10
11

DAFTAR PUSTAKA

11

RIWAYAT HIDUP

13


DAFTAR TABEL
1 Analisa proksimat tepung jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) dengan
metode pengovenan 85 oC dan sangrai
2 Hasil uji hedonik tepung jangkrik

5
8

DAFTAR GAMBAR
1 Histogram persentase bahan kering TCJ, TAJ, TKJ kalung yang sangrai,
oven, dan komersial
2 Tepung jangkrik (a) TCJ kal (b) TAJ kal (c) TKJ kal (d) TCJ alam (e)
TAJ alam (f) TKJ alam (g) TJK

5
9

1


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jangkrik merupakan salah satu satwa yang dapat melompat dan termasuk
dalam famili Gryllidae. Terdapat kurang lebih 123 jenis jangkrik yang berada di
Indonesia (Paimin et al. 1999), umumnya yang dibudidayakan di Indonesia yaitu
jangkrik Gryllus bimaculatus (jangkrik kalung), Gryllus mitratus (jangkrik alam)
dan Gryllus testacius (jangkrik cendawang) (Paimin et al. 1999). Jangkrik
memiliki siklus hidup yang pendek, mudah dalam pemeliharaan, dan mudah
beradaptasi dengan pakan yang diberikan. Jangkrik yang umum dibudidayakan
masyarakat adalah jenis jangkrik kalung, karena permintaan pasar tinggi dan
mudah dimanfaatkan menjadi produk olahan yang bermanfaat, salah satunya
adalah tepung jangkrik.
Jangkrik diolah menjadi tepung karena memiliki kandungan protein tinggi
mencapai 65% untuk jenis jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) (Prayitno 2005).
Kandungan protein yang tinggi sangat baik perannya sebagai pakan suplemen
untuk ternak ayam petelur dan burung puyuh. Tepung jangkrik dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak tinggi protein pada ternak domba, ayam
petelur, dan burung puyuh. Hal ini dapat meningkatkan produktivitas ternak
tersebut. Jangkrik juga mempunyai daya reproduksi tinggi dan mudah dalam
pemberian pakannya (Linsemaier 1972), sehingga memudahkan dalam budidaya.
Tepung jangkrik komersial umumnya diolah dari tubuh jangkrik utuh.
Tepung jangkrik pada penelitian ini diolah dari 3 bagian tubuh yang berbeda yaitu,
kepala (caput), perut (abdomen), dan kaki (toraks). Hal tersebut untuk mengetahui
kandungan nutrisi dari masing-masing bagian, terutama protein (Roeder 1953).
Selain itu juga dibandingkan dengan tepung jangkrik komersial. Berdasarkan hal
tersebut maka dilakukan analisis proksimat untuk mengetahui kandungan nutrisi
tepung jangkrik dan uji hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaan terhadap
produk tepung jangkrik kalung. Penelitian ini perlu dilakukan karena tingginya
permintaan terhadap tepung jangkrik di masyarakat, yang ditandai dengan sistem
pemasaran tidak hanya secara langsung namun juga online.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan nutrisi dari masingmasing anggota tubuh jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) yang terdiri dari
kepala (caput), perut (abdomen), dan kaki (thoraks) serta mengetahui tingkat
kesukaan terhadap produk tepung jangkrik.
.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini tentang karakteristik nutrisi dan tingkat
kesukaan konsumen pada tepung jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) yang
dibandingkan dengan tepung jangkrik komersial.

2

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan, dimulai dari bulan Mei 2015 hingga
Agustus 2015. Pengolahan tepung jangkrik dilakukan di Laboratorium Hasil
Ikutan Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas
Peternakan, sedangkan uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Organoleptik,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Analisa proksimat tepung
jangkrik dilakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian Bogor.
Bahan
Jangkrik kalung hidup (Gryllus bimaculatus) sebanyak 3 kg umur panen 25
hari dan jangkrik alam (Gryllus mitratus) umur panen 35 hari yang dibeli dari
peternakan jangkrik di Kota Bekasi, silica gel, dan 500 g TJK (tepung jangkrik
komersial).
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain freezer, oven,
timbangan digital, gunting, blender, toples, kertas aluminium foil, sendok, dan
karung.
Prosedur
Sampel yang digunakan adalah jangkrik kalung umur 25 hari sebanyak 3 kg
dan jangkrik alam umur 35 hari sebanyak 1 kg dari peternakan jangkrik Perwira di
Bekasi. Persiapan awal yang dilakukan adalah memuasakan jangkrik selama 24
jam tanpa diberi minum dengan tujuan untuk mengosongkan abdomennya.
Jangkrik yang telah dipuasakan kemudian dipindahkan ke toples dan dimasukkan
ke dalam freezer selama 24 jam untuk mematikan jangkrik.
Tahap selanjutnya adalah proses pengeringan yang dilakukan dengan 2
metode yaitu disangrai dan dioven.
1. Pengeringan Oven 85 oC
Proses pengeringan oven menggunakan suhu 85 oC selama 6 jam
(AOAC 2005). Sampel yang telah dioven kemudian dipisahkan
menjadi 3 bagian yaitu kepala (caput), perut (abdomen) dan kaki
(thoraks). Metode pengeringan dengan oven bertujuan agar dapat
mengontrol suhu pengeringan tepung sehingga kualitas dari tepung
tetap terjaga (Hughes dan Willenberg 1994).
2. Pengeringan Sangrai
Metode pengeringan sangrai bertujuan untuk memudahkan
peternak rakyat dalam proses pengolahan tepung jangkrik. Suhu
pengeringan yang digunakan adalah sekitar 95 oC selama 1 jam.
Jangkrik kalung yang telah disangrai, kemudian dipisahkan menjadi 3
bagian yaitu kepala (caput), perut (abdomen) dan kaki (thoraks).

3
Bagian tubuh jangkrik yang telah dikeringkan dengan 2 metode tersebut,
kemudian digiling dengan menggunakan blender hingga halus menjadi tepung
jangkrik. Produk tepung yang dihasilkan berupa TCJ kal (Tepung Caput Jangkrik
kalung), TAJ kal (Tepung Abdomen Jangkrik kalung) dan TKJ kal (Tepung Kaki
Jangkrik kalung) serta tepung jangkrik komersial (TJK). Tepung tersebut
kemudian dianalisis proksimat dan uji hedonik.
Analisis Proksimat
Analisa proksimat adalah metode pengujian analisis secara kimia untuk
mengidentifikasi kandungan nutrisi dari suatu bahan pakan atau pangan.
McDonald et al. (1995) menjelaskan bahwa analisa proksimat dibagi menjadi 6
fraksi nutrisi yaitu kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan
bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN). Analisis proksimat menggunakan prinsip
AOAC 2005. Berikut ini parameter yang diukur antara lain :
1. Kadar air suatu produk dihitung dengan menghilangkan air dari produk
tersebut menggunakan oven 105 oC selama 24 jam (AOAC 2005).
Kadar Air (%) =
Keterangan:



x 100%

a=berat bahan sebelum dioven
b=berat bahan setelah dioven

2. Kadar abu untuk mengukur kandungan mineral dari bahan yang digunakan
(AOAC 2005). Rumus sebagai berikut:
Kadar abu (%) = �
%
Keterangan:

a= berat abu
b= berat sampel

3. Protein kasar digunakan untuk mengetahui jumlah protein dari masingmasing bagian tubuh jangkrik yang diolah menjadi tepung. Rumus sebagai
berikut:




.
Protein Kasar (%) =

%

Keterangan: a= berat sampel (mg)

4. Analisis lemak kasar untuk mengetahui persentase lemak suatu bahan
dihitung dari perbedaan bobot sebelum dan setelah proses ekstraksi.
Rumus sebagai berikut:

Lemak kasar (%) =

%
Keterangan:

a= berat labu penyaring
b= bobot akhir
x= bobot sampel

5. Analisis serat kasar adalah semua bahan organik yang tidak larut dalam
asam kuat yang encer dan basa kuat yang encer yang dipanaskan selama
30 menit.
− −
Serat Kasar (%) = � �
%
Keterangan: a=bobot kertas saring setelah dipanaskan kemudian ditimbang
Y=bobot cawan porselen didinginkan dalam eksikator
Z=bobot cawan setelah ditanur ditimbang
x=bobot awal sampel

4
Uji Hedonik
Uji hedonik adalah metode penilaian seorang panelis terhadap suatu hal
misalnya produk pangan atau sesuatu yang berkaitan dengan kesukaan (Jellinek
1985). Tingkat kesukaan panelis ditampilkan dalam bentuk skala hedonik seperti
sangat suka, suka, tidak suka, dan sangat tidak suka (Soekarto 1985). Uji mutu
hedonik dilakukan dalam skala laboratorium sehingga menggunakan panelis yang
sudah memiliki pengetahuan tentang uji hedonik.
Kategori panelis yang digunakan pada uji hedonik adalah panelis agak
terlatih dengan jumlah 50 orang mahasiswa. Mahasiswa dapat membedakan
karakteristik dari tiap sampel yang diujikan sehingga data yang diperoleh lebih
akurat. Uji mutu hedonik dilakukan untuk melihat tingkat kesukaan konsumen
dari parameter warna, tekstur, aroma, dan penampilan umum dari tepung jangkrik
yang dibuat. Mahasiswa mengamati sampel tepung dan mengisi form uji hedonik.
Analisis Data
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan analisis deskriptif. Data
dibandingkan dengan beberapa literatur pustaka yang berkaitan dengan produk
olahan tepung.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Nutrisi Tepung Jangkrik
Bahan Kering
Tubuh serangga terdiri dari 3 bagian yaitu kepala (caput), dada (toraks) dan
perut (abdomen). Bagian kepala jangkrik tersusun atas mulut, organ sensoris dan
otak (Garraway dan Evans 1984), di bagian dada (toraks) serangga terdiri dari
tungkai dan sayap serangga (Borror et al. 1992) dan dibagian perut (abdomen)
terdiri dari organ dalam tubuh serangga (Aurora dan Dhaliwal 1999).
Analisa proksimat merupakan pengujian kimiawi untuk mengetahui
kandungan nutrien suatu bahan baku pangan atau pakan. McDonald et al. (1995)
menjelaskan bahwa analisa proksimat dibagi menjadi 6 fraksi nutrisi yaitu kadar
air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, dan bahan ekstrak tanpa nitrogen
(BETN). Kadar bahan kering paling tinggi dari metode pengeringan sangrai
berasal dari TCJ kal yaitu sebesar 96.13%. Hal ini disebabkan karena TCJ kal
yang diolah dengan disangrai, proses penguapan sangat maksimal. Proses sangrai
menggunakan suhu sekitar 95 oC dengan lama waktu 1 jam, sehingga
menghasilkan tepung jangkrik yang sangat kering (Tabel 1 dan Gambar 1).
Semakin tinggi suhu pengeringan yang digunakan dan semakin besar perbedaan
suhu yang digunakan maka laju penurunan kadar air dari suatu produk semakin
cepat (Desrosier 1988). Kadar bahan kering paling tinggi dari metode pengeringan
dioven berasal dari TAJ kal yaitu sebesar 89.82%. Hal ini disebabkan di bagian
perut jangkrik kalung yang diolah dengan teknik pengovenan, proses penguapan
telah maksimal. Proses pengovenan dengan suhu 85 oC dengan lama waktu 6 jam
menghasilkan tepung cukup kering (Tabel 1 dan Gambar 1). Berdasarkan 2
metode pengeringan yang dilakukan, tepung yang menghasilkan bahan kering
paling tinggi berasal dari sampel TCJ kal yang disangrai. Hal ini disebabkan

5
karena TCJ kal yang diolah dengan disangrai, proses penguapan sangat maksimal
daripada yang dioven. Tepung jangkrik yang dioven tidak mengalami proses
penguapan maksimal karena suhu yang digunakan lebih rendah. Faktor yang
mempengaruhi hasil pengeringan adalah waktu pengeringan, suhu pengeringan,
aliran udara, tekanan uap diudara, dan luas permukaan produk (Winarno 2002).
Tabel 1 Analisa proksimat tepung jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) dengan
metode pengovenan 85 oC dan sangrai
Kandungan
nutrien
(% BK)
Bahan Kering
Abu
Protein Kasar
Lemak Kasar
Serat Kasar

Tepung Jangkrik Kalung (TJkal)
TCJ kal TAJ kal TKJ kal TCJ kal TCJ kal

Oven 85oC

Sangrai
96.13
5.10
53.72
28.87
5.46

95.97
5.49
47.20
33.52
9.13

TKJ kal

% BK
95.28
5.53
61.37
17.97
11.39

89.63
4.01
45.77
31.52
8.52

89.82
4.56
45.18
39.94
6.37

Tepung
Jangkrik
Komersial
(TJK)

87.53
5.37
60.77
16.52
10.00

94.93
4.61
62.01
16.69
8.60

Keterangan: TCJ kal= Tepung Caput Jangkrik kalung, TAJ kal= Tepung Abdomen Jangkrik
kalung, TKJ kal=Tepung Kaki Jangkrik kalung, TJKal=Tepung Jangkrik Kalung

Bahan kering (%)

Proses pengovenan dengan suhu pemanasan 85 oC menghasilkan persentase
bahan kering lebih rendah dibandingkan dengan TCJ kal yang disangrai dan
komersial (Gambar 1). Semakin besar perbedaan suhu antara alat pemanas dengan
bahan pangan semakin cepat perpindahan panas ke bahan pangan dan semakin
cepat pula penguapan air dari bahan pangan (Estiasih 2009). Semakin tinggi
persentase bahan keringnya semakin banyak air yang menguap. Tepung jangkrik
komersial memiliki persentase bahan kering lebih rendah, hal ini mungkin
disebabkan suhu pengeringan yang digunakan lebih tinggi dari perlakuan pada
penelitian sehingga air menguap maksimal.
96.50
96.00
95.50
95.00
94.50
94.00
93.50
93.00
92.50
92.00
91.50
91.00
90.50
90.00
89.50
89.00
88.50
88.00
87.50
87.00

TCJ
Keterangan:

sangrai

TAJ
Jenis tepung jangkrik
oven 85

TKJ

komersial

Gambar 1 Histogram persentase bahan kering TCJ, TAJ, TKJ kalung yang
sangrai, oven, dan komersial

6
Kadar Abu
Pengukuran kadar abu bertujuan untuk mengukur kadar mineral dari tepung
jangkrik. Abu merupakan residu anorganik yang didapat dari proses pembakaran
bahan organik dari bahan pangan, sebanyak 96% dari bahan makanan terdiri dari
bahan organik dan air sedangkan sisanya merupakan unsur mineral (Winarno
1992).
Hasil uji analisis proksimat kadar abu tertinggi terdapat pada sampel TKJ
kal baik dengan metode pengeringan disangrai maupun dioven yaitu sebesar
5.53% dan 5.37% (Tabel 1). Hal ini disebabkan kaki jangkrik terletak pada bagian
toraks sehingga menghasilkan kandungan mineral yang tinggi, lebih lanjut
dijelaskan bahwa tungkai-tungkai thoraks serangga dibagi 6 ruas tulang penyusun
yaitu koksa, trokhanter, koksa, tibia, tarsus dan pretarsus (Borror et al 1992).
Roeder (1953) menyatakan bahwa komponen penyusun kaki jangkrik salah
satunya adalah kitin dan mineral sehingga menyebabkan kadar abu pada bagian
kaki jangkrik tinggi. Pratama et al. (2014) menyatakan bahwa semakin besar
kadar abu suatu bahan makanan maka semakin tinggi mineral yang dikandung
makanan tersebut.
Hasil uji analisis proksimat kadar abu terendah terdapat pada sampel TCJ
kal baik dengan metode pengeringan disangrai maupun dioven yaitu sebesar
5.10% dan 4.01%. Hal ini disebabkan kepala jangkrik tersusun atas mulut, organorgan sensoris dan otak yang merupakan sistem saraf pusat dan pusat memori
(Garraway dan Evans 1984), organ-organ tersebut tidak memiliki kandungan
anorganik yang tinggi sehingga menghasilkan kadar abu yang rendah. Jika
dibandingkan dengan TJK kadar abu tepungnya lebih tinggi.
Protein Kasar
Protein merupakan suatu zat yang terkandung di dalam bahan pangan atau
pakan. Fungsi protein untuk tubuh adalah sebagai zat pembangun dan pengatur.
Hasil analisis proksimat kandungan protein tertinggi terdapat pada sampel TKJ
kal baik dengan metode disangrai maupun dioven yaitu sebesar 61.37% dan
60.77% (Tabel 1). Hal ini disebabkan kaki jangkrik tersusun dari zat penyusun
utama berupa kitin-protein, lebih lanjut dijelaskan semua lapisan permukaan kaki
jangkrik tersusun dari kitin-protein sehingga tinggi protein yang terlarut di bagian
tersebut (Roeder 1953).
Hasil analisis proksimat kandungan protein tertinggi terdapat pada sampel
TKJ kal dengan metode disangrai dibandingkan dengan metode pengovenan. Hal
ini diduga karena suhu pengeringan dengan metode sangrai tidak merata sehingga
menghasilkan kadar protein jangkrik yang lebih tinggi daripada metode
pengeringan dengan oven.
Hasil analisis proksimat kandungan protein terendah terdapat pada sampel
TAJ kal baik dengan metode disangrai maupun dioven yaitu sebesar 47.20% dan
45.18% (Tabel 1). Hal ini disebabkan perut (abdomen) serangga merupakan
tempat melekatnya saluran pencernaan, saluran peredaran darah, dan saluran
pernapasan (Arora dan Dhaliwal 1999). Sebagian besar abdomen serangga berisi
saluran pencernaan, saluran peredaran darah, dan saluran pernapasan (Arora dan
Dhaliwal 1999), sehingga protein yang terkandung lebih rendah dari bagian tubuh
yang lain.

7
Hasil analisis proksimat (Tabel 1) menunjukkan persentase protein tepung
jangkrik komersial paling tinggi dibandingkan perlakuan yang lain yaitu sebesar
62.01%. Perbedaan kadar protein antara tepung jangkrik komersial dengan TKJ
kal dapat disebabkan oleh komposisi penyusun tepung komersial serta suhu
pemanasan yang digunakan (Astawan 1989). Afrianto dan Liviawaty (2005)
menyatakan bahwa tepung jangkrik yang dijual di pasaran kemungkinan terdapat
campuran tepung ikan untuk meningkatkan kandungan proteinnya.
Lemak Kasar
Lemak adalah campuran trigliserida yang diklasifikasikan menjadi 3 yaitu,
lipida sederhana, lipida majemuk, dan lipida turunan. Lemak atau lipid terdiri dari
2 tipe asam lemak yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Hasil uji
analisis proksimat kadar lemak kasar tepung jangkrik kalung tertinggi terdapat
pada sampel TAJ kal baik dengan metode pengeringan disangrai maupun dioven
yaitu sebesar 33.52% dan 39.94% (Tabel 1). Hal ini disebabkan di bagian perut
(abdomen) serangga tempat melekatnya saluran pencernaan, saluran peredaran
darah, dan saluran pernapasan (Arora dan Dhaliwal 1999). Lemak atau lipid
adalah senyawa karbon dan hidrogen yang tidak dapat larut di dalam air tetapi
dapat larut dengan pelarut organik (Frances K dan Widmann 1989). Fungsi lemak
bagi tubuh antara lain sebagai sumber energi, dan sumber asam lemak esensial
bagi tubuh. Jangkrik mengandung asam lemak esensial yaitu asam lemak omega 3
dan omega 6 (Prayitno 2005).
Kadar lemak TAJ kal yang dioven 85 oC lebih tinggi daripada metode
pengeringan disangrai. Hal ini disebabkan penggunaan suhu pemanasan yang
lebih rendah, lebih lanjut dijelaskan bahwa tingkat kerusakan lemak bervariasi
tergantung suhu yang digunakan dan waktu pengolahan (Palupi et al. 2007).
Semakin tinggi suhu pemanasan, maka kerusakan lemak akan semakin meningkat
(Siti et al. 2012). Hasil uji analisis proksimat kadar lemak terendah terdapat pada
sampel TKJ kal baik dengan metode pengeringan disangrai dan dioven yaitu
sebesar 16.69% dan 17.97% (Tabel 1). Hal ini disebabkan di bagian kaki (thoraks)
terdiri 6 ruas pada kaki serangga, lebih lanjut dijelaskan bahwa 6 ruas penyusun
yaitu koksa, trokhanter, femur, tibia, tarsus, dan pretarsus (Borror et al. 1992).
Komponen penyusun kaki sebagian besar adalah protein-kitin. Prayitno (2005)
menyatakan bahwa kandungan lemak dari jangkrik sebesar 23%, sedangkan hasil
penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa kandungan lemak kasar pada
bagian perut lebih tinggi daripada dibagian kaki. Hal tersebut dapat dikarenakan
perbedaan bagian jangkrik yang digunakan antara penelitian dan literatur yang
digunakan. Persentase kadar lemak perut (abdomen) jangkrik lengkap yaitu
15.37% - 32.84% (Novianti 2003). Kadar lemak kasar tepung jangkrik komersial
memiliki persentase paling rendah yaitu 16.69% (Tabel 1), jika dibandingkan
dengan lemak kasar TAJ kal dengan metode pengeringan disangrai dan dioven.
Serat Kasar
Hasil analisis proksimat, serat kasar paling tinggi berada di TKJ kal baik
dengan metode disangrai maupun dioven sebesar 11.39% dan 10.00% (Tabel 1).
Pengertian serat kasar adalah bagian dari bahan pangan atau pangan yang tidak
dapat dihidrolisis dengan bahan kimia (Fardiaz et al. 1989). Hal ini disebabkan
bahwa di bagian kaki terdiri dari ruas-ruas tulang kecil, ruas tulang panjang dan

8
kuku-kuku (Borror et al. 1992), lebih lanjut dijelaskan bahwa semua permukaan
kaki jangkrik dilapisi oleh kitin (Roeder 1953).
Kadar serat kasar sampel TKJ kal yang disangrai lebih tinggi daripada
metode pengovenan. Hal ini disebabkan, semakin tinggi suhu pemanasan yang
digunakan, maka semakin tinggi persentase serat kasar yang dihasilkan. Hasil
analisis proksimat serat kasar paling rendah terdapat pada sampel TCJ kal sangrai
sebesar 5.46% (Tabel 1). Hal ini diduga disebabkan di bagian kepala (caput)
serangga terdiri dari beberapa organ penting seperti mata, otak, dan organ sensoris
( Gorroway dan Evans 1984) sehingga serat kasar yang dihasilkan paling rendah.
Uji Hedonik Tepung Jangkrik
Uji hedonik merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui tingkat
kesukaan konsumen. Tujuan dari uji hedonik adalah untuk mengamati penilaian
konsumen terhadap produk pangan. Penilaian uji hedonik warna, aroma, tekstur,
dan penampilan umum tepung jangkrik akan menentukan ketertarikan panelis
terhadap produk tersebut. Ada tiga sampel yang digunakan tepung jangkrik
komersial, tepung jangkrik kalung, dan tepung jangkrik alam. Hal ini karena
masing-masing sampel mempunyai karakteristik berbeda sehingga perlu uji
hedonik untuk mengetahui tingkat kesukaannya.
Berikut adalah hasil uji hedonik (Tabel 2) dari tepung jangkrik komersial,
tepung jangkrik kalung, dan tepung jangkrik alam dengan parameter pengamatan
warna, aroma, tekstur, dan penampilan umum. Produk tepung jangkrik kalung,
tepung jangkrik alam, dan tepung jangkrik komersial disajikan pada (Gambar 2).

Kode Sampel
TJK
TCJ kal
TAJ kal
TKJ kal
TCJ alam
TAJ alam
TKJ alam

Tabel 2 Hasil uji hedonik tepung jangkrik
Warna
Aroma
Tekstur
Penampilan Umum
2.86±0.60
2.65±0.56
3.00±0.53
2.75±0.59
2.20±0.66
1.86±0.78
2.08±0.59
2.14±0.69
2.41±0.61
2.25±0.74
2.49±0.50
2.49±0.54
2.49±0.58
2.16±0.95
2.55±0.76
2.45±0.67
2.35±0.72
1.98±0.95
2.18±0.77
2.24±0.79
1.90±0.85
1.84±0.99
1.67±0.79
1.75±087
2.82±0.65
2.41±0.92
2.80±0.69
2.65±0.72

Keterangan: Skala uji hedonik 1:Sangat Tidak Suka, 2:Tidak Suka, 3:Suka, 4:Sangat Suka, TJK:
Tepung Jangkrik Komersial, TCJ kal: Tepung Caput Jangkrik Kalung, TAJ kal:
Tepung Abdomen Jangkrik Kalung, TKJ kal: Tepung Kaki Jangkrik Kalung, TCJ
alam: Tepung Caput Jangkrik Alam, TAJ alam: Tepung Abdomen Jangkrik Alam,
TKJ alam: Tepung Kaki Jangkrik Alam

Warna
Berdasarkan hasil uji hedonik tepung jangkrik dengan parameter
pengamatan warna menunjukkan hasil yang beragam. Skala kisaran nilai uji
hedonik yaitu 1-2.49 tidak disukai panelis, 2.50-3.00 disukai panelis dan skala
3.01-4.00 sangat disukai oleh panelis. Sampel TCJ kal dan TAJ kal memiliki nilai
uji hedonik warna sebesar 2.20 dan 2.41 (Tabel 2), yang berarti bahwa sampel
tersebut tidak disukai panelis. Hal ini disebabkan tepung TCJ kal dan TAJ kal
yang dihasilkan berwarna kehitaman. Warna hitam yang dihasilkan pada tepung

9
disebabkan oleh jenis jangkrik yang digunakan memiliki warna coklat kehitaman
dan hitam (Paimin et al. 1999).

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

(f)

(g)

Gambar 2 Tepung jangkrik (a) TCJ kal (b) TAJ kal (c) TKJ kal (d) TCJ alam (e)
TAJ alam (f) TKJ alam (g) TJK
Sampel TAJ alam, TCJ alam, TKJ kalung memiliki nilai uji warna berturutturut sebesar 1.90, 2.35, 2.49, sehingga dapat dikatakan bahwa ketiga sampel
tersebut tidak disukai panelis. TKJ alam dan TJK, memiliki nilai uji warna
berturut-turut 2.82 dan 2.86, sehingga dapat dikatakan bahwa kedua sampel
tersebut disukai panelis. Warna dari tepung jangkrik komersial (TJK) (Gambar g)
paling terang daripada sampel TCJ alam (Gambar d), TKJ kal (Gambar b), TKJ
alam (Gambar c), dan TAJ alam (Gambar f). Tepung jangkrik komersial yang
dijual dipasaran pada umumnya menambahkan tepung ikan sehingga warna
tepungnya menjadi lebih terang dan menarik konsumen (Afrianto dan Liviawaty
2005). Secara visual penampilan warna dari tepung akan menentukan nilai
kualitas suatu produk (Winarno 2002). Faktor lain yang mengakibatkan perbedaan
kualitas warna yaitu perbedaan lingkungan pemeliharaan serta perbedaan pakan
konsumsi selama pemeliharaa. Borror et al. (1992) menambahkan pakan jangkrik
selama pemeliharaan dapat mempengaruhi reproduksi, pertumbuhan,
perkembangan tingkah laku, dan sifat morfologis lainnya seperti warna dan

10
ukuran. Sampel warna yang paling disukai adalah sampel TJK dan yang paling
tidak disukai sampel TAJ alam.
Aroma
Aroma adalah hasil dari proses penguapan makanan karena mengalami
kontak langsung dengan udara. Aroma yang dihasilkan dari produk pangan
beragam, ada yang enak dan ada yang menghasilkan bau tidak sedap. Hasil uji
hedonik tepung jangkrik dengan parameter pengamatan aroma menunjukkan hasil
yang seragam.
Sampel TAJ alam, TCJ kal, TCJ alam, TKJ kal, TAJ kal, TKLalam, dan
TJK masing-masing memiliki nilai aroma berturut-turut sebesar 1.84, 1.86, 1.98,
2.16, 2.25 dan 2.41 (Tabel 2), yang berarti bahwa aroma tepung jangkrik tidak
disukai panelis. Hampir semua aroma tepung jangkrik kalung dan alam tidak
disukai sampel panelis. TJK disukai panelis, hal ini disebabkan tepung jangkrik
yang diolah tidak menghasilkan aroma yang sedap. Tepung jangkrik yang
persentase bahan kering masih rendah menghasilkan aroma yang tidak sedap
(sedikit tengik), penyebabnya adalah reaksi oksidasi dari lemak tidak jenuh
(Winarno 1997).
Tekstur
Hasil uji hedonik tepung jangkrik pada pengamatan tekstur menunjukkan
hasil yang beragam. Sampel TAJ alam, TCJ kal, TCJ alam dan TAJ kal masingmasing memiliki nilai terkstur sebesar 1.67, 2.08, 2.18 dan 2.49 (Tabel 2) yang
berarti bahwa tekstur tepung tidak disukai panelis, sedangkan sampel TKJ kal,
TKJ alam dan TJK masing-masing memiliki nilai tekstur sebesar 2.55, 2.80 dan
2.86 (Tabel 2) yang berarti bahwa tekstur tepung disukai panelis.
Tekstur tepung jangkrik yang tidak disukai panelis diduga disebabkan oleh
tekstur tepung jangkrik yang lengket karena tingginya kandungan lemak pada
sampel tersebut. Kandungan lemak pada sampel TCJ kal dan TAJ kal masingmasing sebesar 28.87% - 31.52% dan 33.52% - 39.94% (Tabel 1). Kandungan
lemak yang tinggi disebabkan oleh bahan pada pembuatan sampel tepung jangkrik
yaitu kepala (caput) dan perut (abdomen). Lebih lanjut, dijelaskan bahwa perut
(abdomen) merupakan tempat terletaknya organ-organ dalam, salah satunya
adalah saluran pencernaan (Arora dan Dhaliwal 1999), sedangkan kandungan
lemak yang tinggi pada kepala (caput) diduga disebabkan oleh adanya otak.
Tekstur tepung jangkrik yang disukai panelis disebabkan oleh tekstur tepung
jangkrik yang kering. Hal ini disebabkan oleh kandungan lemak yang rendah pada
sampel tersebut yaitu sebesar 16.52% - 17.97%. Kandungan lemak yang rendah
diduga disebabkan oleh tingginya kandungan kitin sehingga kandungan protein
TKJ kal tinggi. Lebih lanjut dijelaskan bahwa semua permukaan kaki jangkrik
dilapisi oleh kitin-protein sehingga banyak protein yang terlarut dibagian kaki
(Roeder 1953).
Penampilan Umum
Penampilan umum adalah penilaian yang dilakukan panelis secara
keseluruhan. Penampilan umum tepung jangkrik menunjukkan hasil yang
beragam. Sampel TAJ alam, TCJ kal, TCJ alam, TKJ kal dan TAJ kal masingmasing memiliki nilai penampilan umum sebesar 1.75, 2.14, 2.24, 2.45 dan 2.49

11
(Tabel 2) yang berarti bahwa penampilan umum tepung jangkrik tidak disukai
panelis, sedangkan TKJ alam dan TJK masing-masing sebesar 2.65 dan 2.75
(Tabel 2) yang berarti bahwa disukai panelis.
Penampilan umum tepung jangkrik yang tidak disukai terdapat pada sampel
TAJ alam, TCJ kal, TCJ alam, TKJ kal dan TAJ kal. Hal ini diduga disebabkan
memiliki warna yang lebih hitam. Warna hitam pada tepung disebabkan oleh jenis
jangkrik yang digunakan memiliki warna coklat kehitaman dan hitam (Paimin et
al.1999). Tepung jangkrik yang disukai panelis diduga disebabkan warna tepung
yang lebih terang.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Persentase protein tertinggi terdapat pada sampel TKJ kal dengan metode
disangrai sebesar 61.37%. Persentase lemak tertinggi terdapat pada sampel TAJ
kal dengan pengovenan 85oC sebesar 39.94%. Sampel TJK (tepung jangkrik
komersial) merupakan sampel yang paling disukai berdasarkan parameter warna,
aroma, tekstur, dan penampilan umum.

Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka perlu dilakukan
penelitian lanjutan mengenai purifikasi nutrisi tertinggi berdasarkan pada masingmasing bagian tubuh. Perlu dilakukan uji hedonik kepada konsumen (pembeli
tepung jangkrik) langsung di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association Official Analytical Chemistry. 2005. Official Methods of
Analysis. Washington (US): Benjamin Franklin Station.
Afriyanto E, Liviawaty E. 1985. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. Yogyakarta
(ID): Kanisius.
Alamsyah R. 2006. Pengembangan proses produksi kitosan larut air. Prosiding
Seminar National Kitin Kitosan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor; Bogor, Indonesia. Bogor (ID): Departemen Hasil
Perairan.
Apandi M. 1984. Teknologi Buah dan Sayur. Bandung (ID): Alumni.
Arora R, Dhaliwal GS. 1999. The Insect Diversity, Habits and Management. New
Delhi (IN): Kalyani Publishers.
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Edisi XI. Penerjemah: Soetiyono, P. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Pr.
De Foliart GR, Finke MO, Sunde ML. 1982. Potential value of the optaining
Mormon Cricket (Orthoptera tetigonidae) harvested as high protein feed for
poultry. J. Economic Entamology. 75:848-852.

12
Desrosier NW. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M.
Muljohardjo. Jakarta (ID): UI Pr.
Estiasih T. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. Malang (ID): Bumi Aksara.
Fardiaz D, Danarwulan N, Hariantono HW, Puspita NL. 1992. Teknik Analisis
Sifat Kimia dan Fungsional Komponen Pangan. Pusat Antar Universitas
Pangan dan Gizi. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Frances K, Widmann. 1989. Tinjauan Pustaka Klinis atas Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Jakarta (ID): EGC.
Garraway MO, Evans RC. 1984. Fungal Nutrition and Physicology. Canada (US):
John Willey and Sons Inc.
Hartadi H, Reksohadiprojo S, Tilman AD. 1997. Tabel Komposisi Pakan Untuk
Indonesia. Ed ke-4. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univesity Pr.
Kartika B. 1992. Petunjuk Evaluasi Sensori Hasil Industry Produk Pangan.
Yogyakarta (ID): Pav. Pangan dan Gizi.
Kompiang IP. 1981. Pengaruh penyimpanan terhadap nilai gizi silase ikan.
Prosiding Seminar Penelitian Peternakan. Puslitbang Peternakan. Balitbang
Pertanian. Bogor (ID): Departemen Pertanian.
Linsemaier W. 1972. Insect of The World. New York (US): Mc Graw-Hill Book
Company.
McDonald P, Edwards RA, Greenhalgh JFD. 1995. Animal Nutrition. Ed ke-5.
New York (US): Longman Scientific and Technical.
Novianti J. 2003. Komposisi tepung jangkrik kalung (Gryllus bimaculatus) pada
suhu pengeringan berbeda [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor.
Palupi NS. 2007. Pengaruh pengolahan terhadap nilai gizi pangan. Modul eLearning ENBP. Bogor (ID): Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan-FatetaIPB.
Paimin FB. 1999. Mengatasi Permasalahan Beternak Jangkrik. Catatan I. Jakarta
(ID): Penebar Swadaya.
Pratama RI, Rostini I, Liviawaty E. 2014. Karakteristik biskuit dengan tepung
tulang ikan jangilus (Istiophorus Sp.). J Akuatika. V(1): 30-39.
Prayitno. 2005. Potensi jangkrik kalung sebagai bahan baku industri pangan dan
farmasi. Seminar Nasional Astrik Go Industri; Yogyakarta, Indonesia.
Yogyakarta (ID): Litbang Astrik Pusat Yogyakarta.
Rahayu DH. 2000. Pengaruh bangsa dan pakan terhadap pertumbuhan jangkrik
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Roeder KD. 1953. Insect Physiology. New York (US): John Wiley and Sons Inc.
Soewarno, ST. 1981. Penilaian Organoleptik. Untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bogor (ID): PUSBANGTEPA / Food Technology Development
Center Institut Pertanian Bogor.
Syarief R, Halid H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. Jakarta (ID): Arcan.
Winarno FG. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
Winarno FG. 2002. Pangan Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Jakarta (ID):
Gramedia Pustaka Utama.

13

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Palu pada tanggal 21 Maret 1993. Penulis merupakan
anak pertama dari 2 bersaudara pasangan Bapak Tjatoer Joewanto dan Ibu Trijanti
Pusparini. Penulis mengawali pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK
Pembina dan lulus pada tahun 1999. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah
Dasar (SD) Negeri 027 Terpadu Samarinda dan lulus tahun pada 2005. Penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri
1Balikpapan dan lulus pada tahun 2008. Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah
Menengah Atas di SMA Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2011.
Penulis melanjutkan pendidikan S1 di Institut Pertanian Bogor pada tahun
2011 melalui jalur Ujian Talenta Mandiri dan di terima di Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan. Selama kuliah penulis
pernah mengikuti program Student Mobility 2015 ke Universiti Putra Malaysia.
Penulis aktif di beberapa kegiatan kepanitiaan, seperti Student Mobility Adelaide
University 2015, MPF 2012.
Tahun 2014 penulis mengikuti program Kuliah Kerja Profesi di Desa
Asmorobangun Kec. Pare Kabupaten Kediri. Penulis pernah menjadi asisten
praktikum mata kuliah Pengolahan Daging pada tahun 2015. Sebagai syarat
memperoleh gelar sarjana pada program studi Teknologi Produksi Ternak,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul Karakterisasi
Tepung Jangkrik Kalung (Gryllus bimaculatus) dengan Metode Pengeringan
Berbeda beserta Uji Hedoniknya.