Perkembangan Adenohipofise Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Dengan Tinjauan Khusus Distribusi Sel Sel TSH, GH Dan Prolaktin Pada Masa Pre Dan Postnatal

PERKEMBANGAN ADENOHIPOFISE MONYET EKOR
PANJANG (Macaca fascicularis) DENGAN TINJAUAN KHUSUS:
DISTRIBUSI SEL-SEL TSH, GH DAN PROLAKTIN PADA MASA
PRE-DAN POSTNATAL

SUPRATIKNO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul “Perkembangan
Adenohipofise Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) dengan Tinjauan Khusus:
Distribusi Sel-Sel TSH, GH dan Polaktin pada Masa Pre- dan Postnatal” adalah karya
saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Februari 2008

Supratikno
NRP B053040021

25

ABSTRACT
SUPRATIKNO. The Development of Adenohypophysis of Long-Tailed Monkey
(Macaca fascicularis): Focusing on TSH, GH and Prolactin Cells Distribution at Preand Postnatal Period. Under direction of NURHIDAYAT and NASTITI
KUSUMORINI.
Five hypophysis of long tailed monkey (Macaca fascicularis) fetuses from 70,
85, 100, 120, 150 days of gestation and two postnatal aged 10 and 105 days were
studied by hematoxylin-eosin and immunohistochemical staining to ascertain the
development of TSH, GH and PRL cells and their distribution during pre- and
postnatal period. The results showed that the acidophil and basophil cells were
undistinguishable at F70. Basophil cells were firstly observed at F85, TSH and GH
cells appeared at F70, while PRL were detected at F85. The immunopositive cells
were initially by TSH cells then followed by GH and PRL cells. The highest intensity
and density of TSH cells were found at F100. In older samples the intensity of TSH

cells were appeared stabile, however the density decreases respectively. TSH cells
were lowest in density and distributed to anterodorsomedial of pars distalis. GH cells
were densely distributed in all areas of pars distalis especially at anterodorsolateral
areas, middle zone and caudal anterior Rathke’s lumen. The highest intensity and
density of GH cells were observed at F150. The distribution pattern of PRL cells
were resembled with GH cells, whereas PRL cells fewer and tend to caudal and
dorsal in distribution closed with caudal anterior Rathke’s lumen. Based on the
results, we conclude that the development of TSH, GH and PRL of Macaca
fascicularis has closed correlation and resembled with the human hypophysis
development pattern.
Keywords: adenohypophyse, development, cells, TSH, GH,PRL.

26

RINGKASAN
SUPRATIKNO. Perkembangan Adenohipofise Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) dengan Tinjauan Khusus: Distribusi Sel-Sel TSH, GH dan Prolaktin
pada Masa Pre- dan Postnatal. Di bawah bimbingan NURHIDAYAT dan NASTITI
KUSUMORINI
Macaca fascicularis (MF) merupakan salah satu kekayaan sumberdaya hayati

yang potensial sebagai hewan coba dalam penelitian biomedis. Dengan adanya
potensi ini, maka diperlukan data dasar yang lengkap mengenai MF, salah satunya
adalah mengenai perkembangan hipofise. Perkembangan hipofise merupakan proses
yang sangat menentukan proses fisiologis selanjutnya.
Abnormalitas dalam
pembentukan hipofise pada masa fetus akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan postnatal. Pada proses perkembangan kelenjar hipofise, sel-sel
pengasil TSH, GH dan PRL memiliki hubungan yang erat dan saling mempengaruhi
perkembangan satu dengan yang lainnya secara spasial dan temporal.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perkembangan adenohipofise
terutama pada sel-sel TSH, GH dan PRL MF pada masa pre- dan postnatal.
Diharapkan data yang diperoleh dari penelitian ini dapat melengkapi data dasar dan
dapat digunakan sebagai sumber informasi penelitian selanjutnya.
Penelitian ini menggunakan tujuh buah hipofise fetus MF umur 70 hari (F70),
85 hari (F85), 100 hari (F100), 120 hari (F120), 150 hari (F150), anak 10 hari (A10)
dan 105 hari (A105). Sampel hipofise diambil dan diproses sesuai dengan prosedur
histologi standar serta dipotong secara serial dengan ketebalan 10 μm. Selanjutnya
dilakukan pewarnaan hematoksilin-eosin dengan metode Humason (1967) dan
pewarnaan imunohistokimia dilakukan dengan metode Avidin Biotin Complex (ABC)
(Hsu et al. 1981) dengan menggunakan antibodi primer, yaitu anti human TSH, GH,

dan PRL rabbit serum (Gift: NIDDK, USA). Hasil pewarnaan kemudian diamati
terhadap struktur umum adenohipofise dan identifikasi sel-sel ir-TSH,GH dan PRL
meliputi distribusi, densitas dan intensitas dari setiap umur sampel.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa struktur adenohipofise dan
neurohipofise MF sudah dapat dibedakan pada F70 dengan proporsi yang seimbang.
Sejalan dengan bertambahnya umur, adenohipofise tumbuh lebih cepat, bagian lateral
menjorok ke lateral, sedangkan bagian paramedial dan medial menjorok ke anterior
dan ventral. Pada F150 bentuk hipofise telah menyerupai hipofise MF dewasa. Pada
MF, secara umum bentuk hipofisenya mirip dengan pada babi dan manusia yaitu pars
distalis berada di anterior, di kaudalnya terdapat pars intermedia dan paling kaudal
adalah pars nervosa. Kapiler buluh darah juga sudah dapat ditemukan pada F70
diantara kumpulan sel-sel yang sangat padat. Sejalan dengan bertambahnya usia dan
perkembangan sel-sel di dalamnya, kapiler ini terus berkembang. Pada F100 dan
F120 kapiler berkembang dengan sangat pesat di daerah Lpe, Am, T dan Cd.
Hasil pewarnaan HE hipofise F70 menunjukkan hampir seluruh selnya bersifat
asidofil dengan densitas yang sangat padat. Sel-sel basofil mulai ditemukan pada F85
terutama di daerah M, Ca dan T, sedangkan daerah Cd, Am dan S secara umum masih
didominasi oleh sel asidofil. Potongan lateral F100 memiliki sel asidofil yang padat
terutama pada Lpe, pada potongan paramedial dan medial, sel asidofil terkonsentrasi
di daerah Am, Ca, Cd dan S. Hipofise dengan umur yang lebih tua memiliki

kepadatan sel asidofil terus meningkat terutama pada A10. Perubahan yang nyata
pada sel basofil teramati pada F100 yang meningkat pesat terutama di daerah Lme, M
27

dan I serta menurun di daerah Ca. Selanjutnya, secara umum sel basofil mulai
menurun densitasnya sejalan dengan bertambahnya umur.
Sel imunoreaktif TSH (ir-TSH) sudah dapat diamati pada adenohipofise F70
di daerah Lme, Cd, M dan Am. Densitas sel ir-TSH mulai meningkat pada F85 paling
padat pada F100, selanjutnya menurun pada umur yang lebih tua. Sel ir-TSH
cenderung berada di daerah anteromedial dan sedikit di daerah anterolateral serta
cenderung ada di daerah superior dibandingkan dengan daerah inferior/kaudal.
Secara umum dapat dikatakan bahwa sel ir-TSH cenderung berada di daerah
anterodorsomedial adenohipofise. Intensitas sel ir-TSH meningkat mulai F85,
mencapai puncaknya pada F100 dan relatif stabil sampai F150, sedikit menurun pada
A10 dan kembali meningkat pada A105. Perkembangan sel ir-TSH ini sejalan dengan
perkembangan buluh darah adenohipofise, tetapi kesesuaian perkembangan sel irTSH dengan perkembangan sel basofil baru teramati pada F100 dan umur diatasnya.
Sel imunoreaktif GH (ir-GH) sudah terdeteksi dengan intensitas lemah dan
densitas yang rendah pada potongan lateral dan di daerah Ca dan M pada potongan
medial dan paramedial F70. Densitas sel ir-GH pada potongan medial dan paramedial
mulai meningkat pada F85, tertinggi pada F150 dan A10 terutama di daerah Ca, M,

Am dan S. Secara umum, sel ir-GH tersebar di seluruh daerah adenohipofise dengan
kecenderungan terkonsentrasi di daerah anterodorsolateral, daerah M dan Ca.
Pengamatan sel imunoreaktif PRL (ir-PRL) menunjukkan bahwa sel positif
mulai ditemukan pada F85 dengan intensitas kuat dan densitas sedang pada daerah
Lme. Pada potongan medial dan paramedial, secara umum terjadi peningkatan
intensitas dan densitas sel ir-PRL. Peningkatan densitas paling tinggi terjadi pada
F150 dan bertahan pada A10. Peningkatan ini terjadi terutama di daerah Ca dan M
pada F150 dan A10. Secara umum, sel ir-PRL tersebar di seluruh daerah, cenderung
terkonsentrasi di daerah lateral, daerah Ca dan M cenderung di anterior Ratkhe’s
lumen.
Pola distribusi sel ir-GH dan PRL terlihat mirip terutama di daerah M dan Ca.
Hal ini sangat dimungkinkan karena pada pada fetus, sel yang pertama kali
menghasilkan PRL juga menghasilkan GH. Sel yang dapat menghasilkan kedua
hormon disebut sel mamosomatotrop. Seperti halnya sel ir-TSH, perkembangan selsel ir-GH dan PRL juga sejalan dengan perkembangan buluh darah adenohipofise.
Bahkan pada kedua sel ini perkembangan buluh darah ikut menentukan lokasi
distribusi dari masing-masing sel.
Demikian pula pada kesesuaian antara
perkembangan sel ir-GH dan ir-PRL dengan sel-sel basofil, kesesuaian antara
distribusi sel basofil dengan sel ir-GH dan ir-PRL baru terjadi pada F100 dan umur di
atasnya.

Pola perkembangan sel ir-TSH, ir-GH dan ir-PRL saling berhubungan, sel
imunoreaktif yang pertama kali terdeteksi adalah sel TSH, diikuti oleh sel GH dan
PRL. Sel ir-TSH aktif lebih awal untuk menginduksi kelenjar tiroid untuk
menghasilkan hormon tiroid (TH) yang diperlukan untuk meningkatkan diferensiasi
sel GH. Pada F100 juga mulai terjadi peningkatan yang signifikan pada sel ir-PRL
Peningkatan ini berkaitan juga dengan peningkatan sel ir-TSH, peningkatan sel irTSH menunjukkan adanya peningkatan TRH yang juga merupakan hormon
penginduksi sintesis PRL.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan bentuk kelenjar
hipofise MF mirip dengan manusia dan babi dengan arah pertumbuhan bagian
adenohipofise ke anterolateral dan dorsoventral. Kesesuaian pengelompokan sel-sel
28

adenohipofise menjadi sel asidofil dan basofil dengan hormon yang dihasilkan baru
dapat dilakukan padaF100 dan umur diatasnya. Perkembangan sel ir-TSH, ir-GH dan
ir-PRL pada MF berjalan berurutan secara spasial dan temporal. Perkembangan
ketiga sel tersebut sejalan dengan perkembangan buluh darah adenohipofise.

Kata kunci: adenohipofise, perkembangan, sel, TSH, GH, PRL.

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Penelitian biomedis yang sedang berkembang saat ini perlu didukung dengan
ketersediaan hewan model yang memadai. Satwa primata merupakan hewan model
yang sering digunakan untuk kepentingan penelitian pada manusia dibandingkan
29

hewan model lainnya seperti mencit, tikus putih, hamster dan kelinci. Nilai ilmiah
satwa primata untuk penelitian biomedis menjadi tinggi dengan adanya kemiripan
anatomis dan fisiologis dengan manusia karena kedekatan filogenetik dan perbedaan
evolusi yang lebih pendek (Vandeberg 1995).

Primata juga memiliki siklus

reproduksi dan perkembangan embriologis yang sangat mirip dengan

manusia

(Mitruka et al. 1976).
Satwa primata yang menjadi pilihan banyak peneliti adalah Macaca
fascicularis (MF). Saat ini, populasi MF diperkirakan 20 juta ekor dan menempati

urutan pertama dalam jumlah dengan penyebaran yang luas di Asia Tenggara. Di
Indonesia, monyet ini tersebar dari mulai Pulau Sumatera sampai ke Bagian Timur
Indonesia (Pulau Timor) (Soehartono dan Mardiastuti, 2002). Berdasarkan jumlah
penggunaannya sebagai hewan model, MF menempati urutan kedua setelah monyet
rhesus (Macaca mullata). Berbagai bidang penelitian seperti penelitian imunologi,
ilmu bedah, toksikologi dan farmakologi banyak menggunakan MF sebagai hewan
modelnya (Bonadio, 2007).
Berkaitan dengan banyaknya peranan MF dalam penelitian biomedis, maka
perlu digali sebanyak mungkin data biologi mengenai MF. Adapun data dasar dari
MF yang masih perlu dikaji lebih jauh adalah aspek morfologi, fisiologi serta
perkembangan struktur organnya (Whitney 1995).

Saat ini aspek perkembangan

khususnya perkembangan hipofise MF belum banyak dilaporkan. Perkembangan
hipofise menjadi kajian yang menarik untuk diteliti lebih detail karena kelenjar ini
memiliki peranan yang penting dalam berbagai proses fisiologis tubuh. Kelenjar ini
merupakan penghasil hormon utama dalam metabolisme tubuh, sehingga perubahan
atau kerusakan pada kelenjar ini akan berpengaruh besar terhadap tubuh. Mengingat
pentingnya pengaruh


hipofise,

maka perlu dilakukan penelitian

mengenai

pembentukan dan perkembangan hipofise beserta sel-sel penyusunnya.

Bagian hipofise yang banyak menjadi fokus penelitian adalah adenohipofise.
Bagian ini secara umum sering disebut pars distalis/lobus anterior dan memiliki
peranan

dalam

mensintesis

beberapa

hormon


penting

yaitu

:

growth

hormone/somatotrophin (GH/STH), adrenocorticotrophic hormone (ACTH), thyroid
stimulating hormone (TSH), follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone
30

(LH) dan prolactin (PRL) (Fink 2000). Hormon-hormon ini memegang peran dalam
pertumbuhan, maturasi reproduksi, laktasi, metabolisme dan tingkah laku (Vito 2000).
Thyroid stimulating hormone merupakan hormon yang memiliki kerja utama
menstimulasi kelenjar tiroid dalam pengambilan yodium, meningkatkan sintesis
hormon tiroid (TH) dan mensekresikannya ke dalam aliran darah. Sedangkan GH
adalah hormon yang merangsang pertumbuhan dan sintesa protein di seluruh tubuh
dan prolaktin memiliki kerja utama dalam menstimulasi laktasi dan perkembangan
kelenjar ambing (Aron et al. 1997).
Dalam perkembangan hipofise, sel-sel TSH, GH dan PRL memiliki kaitan satu
dengan yang lainnya. Pada masa prenatal, TSH melalui perantara hormon tiroid (TH)
bekerja sama dengan glukokortikoid untuk meningkatkan diferensiasi sel-sel GH,
sedangkan pada masa postnatal TH dan glukokortikoid meningkatkan reseptor GH
dan ekspresi gen penghasil insulin-like growth factor I (IGF I) di hati (Forhead et al.
2002). Growth hormone memiliki pengaruh terhadap TSH secara tidak langsung
yaitu melalui perantara IGF I yang diperlukan dalam pertumbuhan kelenjar tiroid
sebagai faktor mitogenik (Felice et al. 2004). Keterkaitan yang lain adalah antara
TSH dengan PRL, hal ini disebabkan karena TSH dan PRL diinduksi oleh faktor yang
sama yaitu thyrotrophin releasing hormone (TRH) yang berasal dari hipotalamus.
Growth hormone dan PRL juga memiliki keterkaitan yang sangat erat, diduga sel
penghasil kedua hormon tersebut berasal dari cikal bakal yang sama, bahkan terdapat
sel yang mampu menghasilkan kedua hormon tersebut yaitu sel mamosomatotrop
(Aron et al. 1997). Dengan adanya saling keterkaitan ini maka apabila ada kelainan
dalam perkembangan pada salah satu sel ini maka akan berpengaruh terhadap
perkembangan sel yang lain.
Pada masa prenatal, fetus harus mengembangkan sistem endokrinnya secara
otonom untuk mengatur proses fisiologisnya sendiri (Kittinger 1977). Abnormalitas
pembentukan hipofise dan sel-sel penyusunnya serta kematangan aksis hipotalamushipofise-target organ akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu
pada postnatal. Hal ini disebabkan banyak organ endokrin dan non-endokrin lain
yang dipengaruhi oleh hipofise. Sebagai contoh, pada kasus hipotiroid pada fetus
akan mengakibatkan keterbelakangan mental. Hal ini disebabkan karena hormon
tiroid ikut berperan pada perkembangan otak yaitu pada proses neurogenesis, migrasi,
31

diferensiasi,

sinaptogenesis,

gliogenesis,

pertumbuhan

dendrit

dan

akson,

pembentukan sirkuit dan myelogenesis (Brown dan Larsen 2005). Pada defisiensi GH
kongenital, meskipun fetus lahir normal, tetapi bayi tersebut akan terganggu
pertumbuhannya yang sudah mulai terlihat pada tahun pertama. Hal ini terlihat dari
tubuh yang pendek, gemuk, muka immature serta keterlambatan kematangan sistem
otot dan tulang (Styne 1997).
Perkembangan hipofise dimulai pada masa embrional yang berasal dari lapis
ektoderm dari langit-langit stomodeum dan lantai diensefalon. Hipofise berkembang
secara bertahap yaitu dimulai dari pembentukan plakode dilanjutkan dengan tahap
pembentukan kantung definitif serta diferensiasi sel-sel di dalamnya (Sheng 1999).
Proses ini berlangsung dengan sangat tepat baik waktu maupun lokasinya dan apabila
terjadi sedikit penyimpangan akan mengakibatkan kelainan (Felice et al. 2004).
Sel-sel endokrin kelenjar hipofise berkembang dari sel-sel prekursor yang
sama yang dipengaruhi oleh berbagai faktor transkripsi dan berdiferensiasi menjadi
sel-sel spesifik penghasil hormon tertentu (Mogi et al. 2005). Proses ini dipengaruhi
oleh sinyal induksi dari diensefalon dan jaringan mesenkim di sekitarnya. Faktorfaktor dan sinyal induksi tersebut diantarannya adalah fibroblast growth factor 8
(FGF8), bone morphogenetic protein 4 (BMP4), hormon steroid, Lhx3, Lhx4, WNT 4,
WNT5, Isl1, Nkx2.1, Ptx1, Prop1 dan Pit1 (Sheng 1999; Mogi et al. 2005). Faktorfaktor dan sinyal induksi tersebut saling berinteraksi untuk membentuk hipofise
dengan sel-sel spesifik didalamnya. Sel yang pertama muncul adalah sel-sel ACTH
dan TSH di ventral, diikuti sel-sel GH, LH, FSH dan PRL yang muncul secara spasial
dan temporal (Sheng 1999). Pada mencit, proses diferensiasi sel ini baru selesai
setelah lahir dan pada manusia dimulai pada trimester pertama, sehingga data pada
mencit tidak dapat diekstrapolasikan untuk kepentingan penelitian pada manusia
(Felice et al. 2004).
Beberapa penelitian mengenai perkembangan hipofise telah dilakukan pada
fetus manusia (Baker dan Jaffe 1975), fetus babi (Sasaki et al. 1992), fetus tikus
(Nemeskeri et al. 1988) dan fetus Anjing Beagle (Sasaki dan Nishioka 1998).
Demikian juga mengenai aksis hipofise-kelenjar adrenal pada Anjing Beagle (Sasaki
dan Nishioka 1998) dan pada MF (Syarifah 2006). Meskipun demikian, data-data
mengenai perkembangan hipofise pada beberapa hewan coba tidak dapat
32

diekstrapolasikan untuk kepentingan pada manusia sehingga masih perlu dicari data
perkembangan adenohipofise pada hewan model yang memiliki kemiripan dengan
pada manusia.
Sampai saat ini, penelitian mengenai perkembangan hipofise MF terutama
mengenai distribusi sel-sel TSH, GH dan PRL belum dilaporkan. Oleh karena itu
perlu untuk diteliti guna melengkapi data dasar MF dan sebagai sumber informasi
penelitian selanjutnya. Aspek yang dapat dikaji lebih dalam adalah mengenai pola
perkembangan adenohipofise terutama mengenai pola distribusi, dan waktu dari
ketiga jenis sel tersebut mulai berdiferensiasi menjadi sel-sel yang spesifik.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola perkembangan pars distalis
adenohipofise terutama pada distribusi sel-sel TSH (tirotrop), GH (somatotrop) dan
PRL (laktotop/mamotrop) MF pada masa pre- dan postnatal.

Manfaat Penelitian
Data yang diperoleh mengenai perkembangan adenohipofise terutama
mengenai distribusi sel-sel TSH, GH, dan PRL diharapkan dapat melengkapi data
dasar tentang MF. Data ini diharapkan dapat diekstrapolasikan dengan data pada
manusia dan dapat menjadi sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.

33

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008
Hak cipta dilindungi undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik
atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

PERKEMBANGAN ADENOHIPOFISE MONYET EKOR PANJANG (Macaca
fascicularis) DENGAN TINJAUAN KHUSUS: DISTRIBUSI SEL-SEL TSH,
GH DAN PROLAKTIN PADA MASA
PRE- DAN
POSTNATAL

34

SUPATIKNO

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada Program Studi Sains Veteriner

Judul Tesis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
: Perkembangan Adenohipofise Monyet Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) dengan Tinjauan Khusus: Distribusi Sel-Sel TSH,
GH dan Prolaktin pada Masa Pre- dan Postnatal.

Nama

: Supratikno

NRP

: B053040021

Program Studi

: Sains Veteriner

Disetujui
Komisi Pembimbing

35

Dr. Nastiti Kusumorini
Anggota

Dr. drh. Nurhidayat, MS.
Ketua

Diketahui,

Ketua Program Studi
Sains Veteriner

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. drh. Bambang P. Priosoeryanto, MS.

Prof. Dr. Ir.Khairil A.Notodiputro,

MS.

Tanggal ujian : 24 Januari 2008

Tanggal lulus : 6 Februari 2008

PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Alloh Azza Wa Jalla, atas
limpahan rahmat, hidayah, karunia dan pertolongan-Nya sehingga penulisan tesis
yang berjudul ”Perkembangan Adenohipofise Monyet Ekor Panjang

(Macaca

fascicularis) dengan Tinjauan Khusus: Distribusi Sel-Sel TSH, GH dan Prolaktin
pada Masa Pre- dan Postnatal” dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan penghargaan dan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. drh. Nurhidayat, MS. dan Dra. Nastiti
Kusumorini, Ph.D. selaku Ketua dan Anggota Komisi Pembimbing atas semua waktu,
nasehat, ketelitian, kesabaran, pengorbanan serta motivasi yang diberikan selama
penelitian berlangsung sampai selesainya penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya juga penulis sampaikan kepada Prof. Dr. drh

36

Koeswinarning Sigit, MS. selaku Dosen Penguji Luar Komisi, atas saran, masukan
dan ketelitiannya dalam penyempurnaan penulisan tesis ini.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Rektor Institut
Pertanian Bogor dan Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB yang telah memberikan
izin tugas belajar, serta kepada Dekan Sekolah Pascasarjana IPB atas kesempatan
belajar yang telah diberikan.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Pusat Studi Satwa Primata,
LPPM IPB, atas sampel hipofise yang telah diberikan serta kepada NIDDK, USA atas
pemberian antibodi primer yang digunakan pada penelitian ini. Ucapan terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Dr. drh Tri Wahyu Pangestiningsih atas diskusi dan
informasi mengenai penggunaan dan penanganan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Dr. Dr. drh. Bambang P.
Priosoeryanto, MS., selaku Ketua Program Studi Sains Veteriner, kepada

Dr.

drh Agik Suprayogi selaku Ketua Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi
FKH-IPB, kepada Dr. drh Hj. Ita Djuwita M.Phil. selaku Kepala Bagian Anatomi,
Histologi dan Embriologi FKH-IPB. Tidak lupa pula kepada seluruh Staf Pengajar di
Program Studi Sains Veteriner atas semua ilmu yang telah diberikan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada BPPS DIKTI selaku
lembaga pemberi beasiswa selama penulis menjalankan tugas belajar. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. drh H. Heru Setijanto yang telah bersedia
menanggung biaya kuliah sebelum kepastian beasiswa BPPS DIKTI turun.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada
seluruh Staf Laboratorium Anatomi: drh. Ipin R. Manggung, Dr. drh. Srihadi
Agungpriyono, Dr. drh. H. Heru Setijanto, Dr. drh Chairun Nisa’, MSi. dan

drh

Savitri Novelina, MSi., atas bantuan, dukungan dan dorongan semangat yang telah
diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman seperjuangan, drh.
Sri Wahyuni, MSi. dan drh. Ika Kartika Syarifah, atas kerjasama, diskusi serta semua
bantuan selama penelitian berlangsung. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan
kepada drh. I Ketut Mudite Adnyane MSi., drh Okti Nadia Poetri MSi., drh Ni Luh
Putu Ika Mayasari, drh Wahono Esti P. MSi., Mas Bayu, Pak Holid, Bu Nur, Reza,
Valin, Eko, Jun, Sari, Asep, Gofur, teman-teman AVERTEBRATA 35 dan semua
pihak yang telah membantu selama penulis menjalani masa studi.
37

Tidak terlupakan, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada keluarga
yang senantiasa mendukung dan menyemangati tanpa mengenal lelah. Penulis
menyampaikan terima kasih kepada istri tercinta Lestari, atas kesabaran, waktu yang
diberikan, pengertian dan pengorbanan yang telah diberikan. Terima kasih juga
disampaikan kepada Bapak, Ibu, Mbah, Mbah Buyut, Abon, Mba Tati, Mas Yudis,
Dhita atas bantuan, dukungan dan doa yang tiada henti.
Akhir kata, semoga tulisan kecil ini dapat memberikan manfaat, semoga Alloh
SWT. senantiasa memberikan rahmat dan bimbingan agar penulis dapat mengamalkan
ilmu yang telah didapat.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari

sempurna, untuk itu, penulis sangat mengharap kritik dan masukan untuk
menyempurnakannya.
Bogor, Ferbuari 2008
Penulis

Supratikno
RIWAYAT HIDUP

Supratikno, dilahirkan di Purbalingga, Jawa Tengah, pada tanggal 10 Mei
1980 sebagai anak ke dua dari tiga bersaudara dari Ayah Kasmono Atmosuwito dan
Ibu Runtiyah.
Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1992 di SD N I Karangjoho,
kemudian melanjutkan ke SLTP N I Kejobong dan lulus pada tahun 1995. Pada tahun
yang sama, Penulis diterima di SMU N I Purbalingga dan lulus pada tahun 1998.
Penulis diterima menjadi mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama dengan Program
Studi Kedokteran Hewan melalui jalur USMI pada tahun 1998 dan lulus sebagai
Sarjana Kedokteran Hewan pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis
melanjutkan pada Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan IPB dan lulus sebagai
Dokter Hewan pada tahun 2004. Pada bulan September 2004 penulis mendapat
kesempatan melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB pada Program Studi Sains
Veteriner dengan sponsor BPPS DIKTI.
Pada tahun 2005, Penulis diterima menjadi Staf Pengajar di Bagian Anatomi,
Histologi dan Embriologi, Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi, FKH38

IPB. Pada tahun yang sama Penulis mulai aktif sebagai anggota Perhimpunan Ahli
Anatomi Indonesia.
Penulis menikah dengan Lestari pada tanggal 30 April 2006.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................

xv

DAFTAR GAMBAR .............................................................................

xvi

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................

xvii

DAFTAR SINGKATAN .......................................................................

xviii

PENDAHULUAN
Latar bekalang..................................................................................

1

Tujuan Penelitian..............................................................................

4

Manfaat Penelitian ...........................................................................

4

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Macaca fascicularis ......................................................

5

Penyebaran dan Gambaran Umum Macaca fascicularis …………

5

Hipofise …………………………………………………………...

6

Perkembangan Hipofise…………………………………………...

8

Vaskularisasi Hipofise……………………………………………..

9

Sel TSH dan Perkembangannya…………………………………...

10
39

Pengaturan Sintesis dan Sekresi TSH………………………….....

11

Sel GH dan Perkembangannya…………………………………….

12

Pengaturan Sintesis dan Sekresi Growth Hormone..........................

14

Growth Hormone (GH)……………………………………………

15

Sel PRL dan Perkembangannya…………………………………...

16

Interaksi Sel-Sel TSH, GH dan PRL...............................................

17

MATERI DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian……………………………………..

19

Materi .................………………………………………….............

19

Hewan coba .............................................................................

19

Bahan Penelitian.......................................................................

19

Alat Penelitian .........................................................................

20

Metode Penelitian.............................................................................

20

Pengambilan sampel.................................................................

20

Dehidrasi, clearing, infiltrasi dan blocking..............................

21

Pewarnaan hematoksilin-eosin dan imunohistokimia..............

21

Pengamatan..............................................................................

22

Analisa data..............................................................................

23

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil

24

Perkembangan Bentuk Umum Hipofise…………………………...

24

Perkembangan Sel-Sel Asidofil dan Basofil Adenohipofise………

25

Perkembangan Buluh Darah Adenohipofise....................................

30

Perkembangan Sel-Sel Imunoreaktif TSH………………………

31

Perkembangan Sel-Sel Imunoreaktif GH………………………….

36

Perkembangan Sel-Sel Imunoreaktif PRL………………………

40

Pembahasan

44

Perkembangan Umum Hipofise.......................................................

44

Perkembangan Sel-Sel TSH.............................................................

45

40

Perkembangan Sel-Sel GHdan PRL.................................................

47

Hubungan Sel-Sel TSH, GH dan PRL ............................................

51

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan...........................................................................................

53

Saran ................................................................................................

53

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

54

DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1

Sel dan jenis hormon yang dihasilkan oleh adenohipofise.........

Tabel 2

Distribusi dan densitas sel-sel asidofil dan basofil
adenohipofise M. fascicularis……………………....................
Distribusi, densitas dan intensitas sel-sel ir-TSH pada
M. fascicularis…………………………………………………
Distribusi, densitas dan intensitas sel-sel ir-GH pada
M. fascicularis…………………………………………………
Distribusi, densitas dan intensitas sel-sel ir-PRL pada
M fascicularis…….....................................................................

Tabel 3
Tabel 4
Tabel 5

8
26
32
37
41

41

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
Gambar 6
Gambar 7
Gambar 8
Gambar 9
Gambar 10
Gambar 11
Gambar 12

Bentuk skematis dan bagian-bagian hipofise dan sayatan
sagital hipofise kucing.............................................................
Skema molekul TSH, LH dan FSH.........................................
Pembagian daerah pemotongan hipofise pada babi................
Pembagian daerah pengamatan hipofise.................................
Bentuk skematis tiga dimensi hipofise hasil rekonstruksi
dari potongan serial.................................................................
Perbandingan potongan hipofise MF pada sayatan lateral,
paramedial dan medial F70, F85, F150 ………......…………
Distribusi sel-sel asidofil dan basofil hipofise MF potongan
paramedial F70 dan F85..........................................................
Distribusi sel-sel asidofil dan basofil hipofise MF pada
potongan paramedial F150 dan A10………………………...
Distribusi buluh darah hipofise MF pada potongan lateral
F70 dan F120...........................................................................
Distribusi sel-sel ir-TSH hipofise MF pada potongan lateral
F 85 dan F120……………………………………………….
Distribusi sel-sel ir-TSH hipofise MF pada potongan medial
F100………………………………………………………….
Distribusi sel-sel ir-TSH hipofise MF pada potongan medial
F120 dan A105……………………………………………....

7
11
21
23
24
27
28
29
30
33
34
35
42

Gambar 13
Gambar 14
Gambar 15
Gambar 16

Distribusi sel-sel ir-GH hipofise MF pada potongan lateral
F70 dan F85……….................................................................
Distribusi sel-sel ir-GH hipofise MF pada potongan medial
F150………………………………………………………….
Distribusi sel-sel ir-PRL hipofise MF pada potongan lateral
F70, F100 dan A105…………………………………………
Distribusi sel-sel ir-PRL hipofise MF pada potongan medial
F150…….................................................................................

38
39
42
43

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1

Prosedur pewarnaan hematoksilin-eosin (HE)......................

59

Lampiran 2

Prosedur pewarnaan imunohistokimia (IHK) metode ABC
(Avidin-biotin-peroxydase complex method)................

60

43

DAFTAR SINGKATAN

ACTH

= Adrenocorticotropic hormone

Am

= Anterior middle zone

BMP4

= Bone morphogenetic protein 4

Ca

= Caudal anterior Rathke’s lumen

Cd

= Caudal distal

FGF8

= Fibroblast growth factor 8

FSH

= Follicle stimulating hormone

GH

= Growth hormone

GHRH

= Growth hormone releasing hormone

HE

= Hematoksilin-eosin

I

= Intermedia

IHK

= Imunohistokimia

IGF-I

= Insulin-like growth factor I

Ir-

= Imunoreaktif44

LH

= Luteinizing hormone

Lme

= Lateral medial

Lpe

= Lateral perifer

M

= Middle zone

MF

= Macaca fascicularis

PRL

= Prolactin

S

= Sex zone

SS

= Somatostatin

STH

= Somatotropin

T

= Tuberalis

TH

= Hormon tiroid

TRH

= Thyrotrophic releasing hormone

TSH

= Thyroid stimulating hormone

T3

= Triiodothyronine

VEGF

= Vascular endothelial growth factor

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penelitian biomedis yang sedang berkembang saat ini perlu didukung dengan
ketersediaan hewan model yang memadai. Satwa primata merupakan hewan model
yang sering digunakan untuk kepentingan penelitian pada manusia dibandingkan
hewan model lainnya seperti mencit, tikus putih, hamster dan kelinci. Nilai ilmiah
satwa primata untuk penelitian biomedis menjadi tinggi dengan adanya kemiripan
anatomis dan fisiologis dengan manusia karena kedekatan filogenetik dan perbedaan
evolusi yang lebih pendek (Vandeberg 1995).

Primata juga memiliki siklus

reproduksi dan perkembangan embriologis yang sangat mirip dengan

manusia

(Mitruka et al. 1976).
Satwa primata yang menjadi pilihan banyak peneliti adalah Macaca
fascicularis (MF). Saat ini, populasi MF diperkirakan 20 juta ekor dan menempati
urutan pertama dalam jumlah dengan penyebaran yang luas di Asia Tenggara. Di
Indonesia, monyet ini tersebar dari mulai Pulau Sumatera sampai ke Bagian Timur
Indonesia (Pulau Timor) (Soehartono dan Mardiastuti, 2002). Berdasarkan jumlah
45

penggunaannya sebagai hewan model, MF menempati urutan kedua setelah monyet
rhesus (Macaca mullata). Berbagai bidang penelitian seperti penelitian imunologi,
ilmu bedah, toksikologi dan farmakologi banyak menggunakan MF sebagai hewan
modelnya (Bonadio, 2007).
Berkaitan dengan banyaknya peranan MF dalam penelitian biomedis, maka
perlu digali sebanyak mungkin data biologi mengenai MF. Adapun data dasar dari
MF yang masih perlu dikaji lebih jauh adalah aspek morfologi, fisiologi serta
perkembangan struktur organnya (Whitney 1995).

Saat ini aspek perkembangan

khususnya perkembangan hipofise MF belum banyak dilaporkan. Perkembangan
hipofise menjadi kajian yang menarik untuk diteliti lebih detail karena kelenjar ini
memiliki peranan yang penting dalam berbagai proses fisiologis tubuh. Kelenjar ini
merupakan penghasil hormon utama dalam metabolisme tubuh, sehingga perubahan
atau kerusakan pada kelenjar ini akan berpengaruh besar terhadap tubuh. Mengingat
pentingnya pengaruh

hipofise,

maka perlu dilakukan penelitian

mengenai

pembentukan dan perkembangan hipofise beserta sel-sel penyusunnya.

Bagian hipofise yang banyak menjadi fokus penelitian adalah adenohipofise.
Bagian ini secara umum sering disebut pars distalis/lobus anterior dan memiliki
peranan

dalam

mensintesis

beberapa

hormon

penting

yaitu

:

growth

hormone/somatotrophin (GH/STH), adrenocorticotrophic hormone (ACTH), thyroid
stimulating hormone (TSH), follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone
(LH) dan prolactin (PRL) (Fink 2000). Hormon-hormon ini memegang peran dalam
pertumbuhan, maturasi reproduksi, laktasi, metabolisme dan tingkah laku (Vito 2000).
Thyroid stimulating hormone merupakan hormon yang memiliki kerja utama
menstimulasi kelenjar tiroid dalam pengambilan yodium, meningkatkan sintesis
hormon tiroid (TH) dan mensekresikannya ke dalam aliran darah. Sedangkan GH
adalah hormon yang merangsang pertumbuhan dan sintesa protein di seluruh tubuh
dan prolaktin memiliki kerja utama dalam menstimulasi laktasi dan perkembangan
kelenjar ambing (Aron et al. 1997).
Dalam perkembangan hipofise, sel-sel TSH, GH dan PRL memiliki kaitan satu
dengan yang lainnya. Pada masa prenatal, TSH melalui perantara hormon tiroid (TH)
bekerja sama dengan glukokortikoid untuk meningkatkan diferensiasi sel-sel GH,
46

sedangkan pada masa postnatal TH dan glukokortikoid meningkatkan reseptor GH
dan ekspresi gen penghasil insulin-like growth factor I (IGF I) di hati (Forhead et al.
2002). Growth hormone memiliki pengaruh terhadap TSH secara tidak langsung
yaitu melalui perantara IGF I yang diperlukan dalam pertumbuhan kelenjar tiroid
sebagai faktor mitogenik (Felice et al. 2004). Keterkaitan yang lain adalah antara
TSH dengan PRL, hal ini disebabkan karena TSH dan PRL diinduksi oleh faktor yang
sama yaitu thyrotrophin releasing hormone (TRH) yang berasal dari hipotalamus.
Growth hormone dan PRL juga memiliki keterkaitan yang sangat erat, diduga sel
penghasil kedua hormon tersebut berasal dari cikal bakal yang sama, bahkan terdapat
sel yang mampu menghasilkan kedua hormon tersebut yaitu sel mamosomatotrop
(Aron et al. 1997). Dengan adanya saling keterkaitan ini maka apabila ada kelainan
dalam perkembangan pada salah satu sel ini maka akan berpengaruh terhadap
perkembangan sel yang lain.
Pada masa prenatal, fetus harus mengembangkan sistem endokrinnya secara
otonom untuk mengatur proses fisiologisnya sendiri (Kittinger 1977). Abnormalitas
pembentukan hipofise dan sel-sel penyusunnya serta kematangan aksis hipotalamushipofise-target organ akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu
pada postnatal. Hal ini disebabkan banyak organ endokrin dan non-endokrin lain
yang dipengaruhi oleh hipofise. Sebagai contoh, pada kasus hipotiroid pada fetus
akan mengakibatkan keterbelakangan mental. Hal ini disebabkan karena hormon
tiroid ikut berperan pada perkembangan otak yaitu pada proses neurogenesis, migrasi,
diferensiasi,

sinaptogenesis,

gliogenesis,

pertumbuhan

dendrit

dan

akson,

pembentukan sirkuit dan myelogenesis (Brown dan Larsen 2005). Pada defisiensi GH
kongenital, meskipun fetus lahir normal, tetapi bayi tersebut akan terganggu
pertumbuhannya yang sudah mulai terlihat pada tahun pertama. Hal ini terlihat dari
tubuh yang pendek, gemuk, muka immature serta keterlambatan kematangan sistem
otot dan tulang (Styne 1997).
Perkembangan hipofise dimulai pada masa embrional yang berasal dari lapis
ektoderm dari langit-langit stomodeum dan lantai diensefalon. Hipofise berkembang
secara bertahap yaitu dimulai dari pembentukan plakode dilanjutkan dengan tahap
pembentukan kantung definitif serta diferensiasi sel-sel di dalamnya (Sheng 1999).

47

Proses ini berlangsung dengan sangat tepat baik waktu maupun lokasinya dan apabila
terjadi sedikit penyimpangan akan mengakibatkan kelainan (Felice et al. 2004).
Sel-sel endokrin kelenjar hipofise berkembang dari sel-sel prekursor yang
sama yang dipengaruhi oleh berbagai faktor transkripsi dan berdiferensiasi menjadi
sel-sel spesifik penghasil hormon tertentu (Mogi et al. 2005). Proses ini dipengaruhi
oleh sinyal induksi dari diensefalon dan jaringan mesenkim di sekitarnya. Faktorfaktor dan sinyal induksi tersebut diantarannya adalah fibroblast growth factor 8
(FGF8), bone morphogenetic protein 4 (BMP4), hormon steroid, Lhx3, Lhx4, WNT 4,
WNT5, Isl1, Nkx2.1, Ptx1, Prop1 dan Pit1 (Sheng 1999; Mogi et al. 2005). Faktorfaktor dan sinyal induksi tersebut saling berinteraksi untuk membentuk hipofise
dengan sel-sel spesifik didalamnya. Sel yang pertama muncul adalah sel-sel ACTH
dan TSH di ventral, diikuti sel-sel GH, LH, FSH dan PRL yang muncul secara spasial
dan temporal (Sheng 1999). Pada mencit, proses diferensiasi sel ini baru selesai
setelah lahir dan pada manusia dimulai pada trimester pertama, sehingga data pada
mencit tidak dapat diekstrapolasikan untuk kepentingan penelitian pada manusia
(Felice et al. 2004).
Beberapa penelitian mengenai perkembangan hipofise telah dilakukan pada
fetus manusia (Baker dan Jaffe 1975), fetus babi (Sasaki et al. 1992), fetus tikus
(Nemeskeri et al. 1988) dan fetus Anjing Beagle (Sasaki dan Nishioka 1998).
Demikian juga mengenai aksis hipofise-kelenjar adrenal pada Anjing Beagle (Sasaki
dan Nishioka 1998) dan pada MF (Syarifah 2006). Meskipun demikian, data-data
mengenai perkembangan hipofise pada beberapa hewan coba tidak dapat
diekstrapolasikan untuk kepentingan pada manusia sehingga masih perlu dicari data
perkembangan adenohipofise pada hewan model yang memiliki kemiripan dengan
pada manusia.
Sampai saat ini, penelitian mengenai perkembangan hipofise MF terutama
mengenai distribusi sel-sel TSH, GH dan PRL belum dilaporkan. Oleh karena itu
perlu untuk diteliti guna melengkapi data dasar MF dan sebagai sumber informasi
penelitian selanjutnya. Aspek yang dapat dikaji lebih dalam adalah mengenai pola
perkembangan adenohipofise terutama mengenai pola distribusi, dan waktu dari
ketiga jenis sel tersebut mulai berdiferensiasi menjadi sel-sel yang spesifik.

48

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola perkembangan pars distalis
adenohipofise terutama pada distribusi sel-sel TSH (tirotrop), GH (somatotrop) dan
PRL (laktotop/mamotrop) MF pada masa pre- dan postnatal.

Manfaat Penelitian
Data yang diperoleh mengenai perkembangan adenohipofise terutama
mengenai distribusi sel-sel TSH, GH, dan PRL diharapkan dapat melengkapi data
dasar tentang MF. Data ini diharapkan dapat diekstrapolasikan dengan data pada
manusia dan dapat menjadi sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Macaca fascicularis
Monyet ekor panjang (MF) memiliki berbagai nama lain seperti Monyet
Cynomolgus, Macaca irus, Monyet Jawa dan Monyet Pemakan Kepiting (crab eating
monkey). Taksonomi MF menurut Whitney (1995) adalah sebagai berikut:
Filum

: Chordata

Kelas

: Mammalia

Ordo

: Primata

Sub ordo

: Antrophoidea

Infra ordo

: Catharrhini

Super famili

: Cercopithecidae

Famili

: Cercopithecinae

Genus

: Macaca

Spesies

: Macaca fascicularis

Monyet ini merupakan salah satu kekayaan sumber daya yang potensial
dengan nilai ekonomis dan ilmiah yang tinggi. MF merupakan salah satu primata
yang sering digunakan sebagai hewan model untuk penelitian penelitian biomedis.
Nilai ekonomis diperoleh dari tingginya permintaan MF hasil penangkaran
49

(Soehartono dan Mardiastuti 2002), sedangkan nilai ilmiah diperoleh dari kemiripan
secara anatomis dan fisiologis dengan manusia serta dekatnya hubungan kekerabatan
dan perbedaan evolusi yang pendek (Vandeberg 1995).
Penyebaran dan Gambaran Umum Macaca fascicularis
Macaca fascicularis memiliki penyebaran habitat yang luas di Asia Tenggara
mulai dari Burma, Philipina, ke selatan sampai Indochina, Malaysia dan Indonesia
(Bonadio 2007). Monyet ini memiliki habitat yang beragam mulai dari hutan primer,
hutan sekunder, sepanjang pinggiran sungai, hutan pesisir laut, hutan mangrove,
bahkan sukses hidup di hutan yang telah dirambah. Saat ini diperkirakan populasi
total MF di dunia sekitar 20 juta, meskipun demikian pemanfaatan MF secara besarbesaran menyebabkan monyet ini sejak tahun 1977 masuk ke dalam daftar Apendiks
II pada Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and
Flora (CITES) (Soehartono dan Mardiastuti 2002). Hal ini berarti MF masih dapat
dimanfaatkan dan diperdagangkan selama monyet tersebut merupakan hasil
penangkaran karena jumlahnya masih cukup banyak.
Secara morfologis, MF memiliki tubuh yang ramping dengan ekor yang
panjang yang sering dipakai untuk memancing kepiting.

Panjang badan, tidak

termasuk ekor, mencapai 40-47 cm. Monyet ini memiliki dimorfisme seksual yang
cukup jelas, monyet jantan memiliki berat badan berkisar antara 5-7 kg, lebih besar
bila dibandingkan dengan monyet betina yaitu 3-4 kg.

Monyet jantan memiliki

jambang dan kumis sedangkan monyet betina hanya memiliki jenggot. Wajah MF
berwarna coklat keabu-abuan dan memiliki kantung pipi. Secara umum monyet ini
memiliki rambut yang bervariasi berwarna abu-abu sampai coklat kemerah-merahan
dan bagian ventral tubuh berwarna lebih pucat. Bayi MF memiliki rambut berwarna
hitam yang berubah menjadi coklat dan menjadi keabu-abuan menyerupai warna
rambut MF dewasa (Bonadio 2007).
Periode bayi berlangsung antara umur 6-12 bulan, dengan masa sapih antara
umur 12-24 bulan dan masa puber pada umur 42-54 bulan (Rowe 1996). Monyet
betina memasuki masa dewasa kelamin pada umur 4 tahun, sedangkan monyet jantan
pada umur 6 tahun. Monyet betina memiliki panjang siklus estrus 28 hari, dengan
lama kebuntingan sekitar 162 hari, jarak antar kebuntingan berkisar 390 hari dan
jumlah anak perkelahiran adalah satu ekor. Pada betina, umur dewasa kelamin dan
50

jarak antar kebuntingan dapat berubah karena posisi sosial individu dalam
kelompoknya (Bonadio 2007). Masa hidup (life-span) MF dapat mencapai umur 2225 tahun (Whitney 1995) dan maksimum 30 tahun (Bonadio 2007).
Hipofise
Hipofise merupakan organ yang relatif kecil yang terletak di dasar otak di
dalam lekuk os sphenoidale. Posisi ini memberikan perlindungan yang sangat baik
terhadap hipofise (Fink 2000). Di dalam lekuk ini, hipofise dilapisi oleh duramater
(bagian terluar selaput otak) dan dihubungkan dengan hipotalamus melalui
infundibulum.

Organ ini sangat terlindungi dengan baik karena fungsinya yang

sangat besar terhadap tubuh sehingga disebut juga sebagai ‘the master of endocrine
gland’ pada hewan vertebrata (Dyce et al. 1996).
Hipofise terbagi atas dua bagian yaitu adenohipofise dan neurohipofise
(Gambar 1). Adenohipofise terdiri atas pars tuberalis, pars distalis dan pars intermedia
dengan sel-sel spesifik di dalamnya yang menghasilkan hormon (Tabel 1). Di dalam
bagian ini terdapat lumen kantung Rathke yang memisahkan pars distalis dengan pars
intermedia. Bagian neurohipofise terdiri dari median eminence, infundibulum dan
pars nervosa. Gabungan antara pars tuberalis dan infundibulum membentuk tangkai
hipofise (Gambar 1). Pars distalis adalah bagian terbesar dari adenohipofise, sel-sel
yang berada di pars distalis terdiri atas 2 kelompok yaitu sel kromofilik dan sel
kromofob. Berdasarkan kemampuan sel dalam mengikat zat warna, sel-sel kromofilik
dibagi menjadi sel-sel asidofil dan basofil (Banks 1993). Pada manusia, sel-sel GH
bersifat asidofil dengan diameter granul 150 nm sampai 600 nm mendominasi pars
distalis mencapai 50% dari keseluruhan sel dan terkonsentrasi di bagian lateral
adenohipofise. Sel-sel PRL juga bersifat asidofil dengan ukuran granul yang besar
sekitar 550 nm. Populasi sel PRL sekitar 10% sampai 25% dari total sel parenkim.
Jumlah sel PRL sangat tergantung pada jenis kelamin dan kondisi fisiologis hewan.
Sebagai contoh, pada saat hamil dengan adanya estrogen dan progesteron maka sel-sel
ini akan berproliferasi secara intensif. Sel-sel TSH bersifat basofilik dengan diameter
granul 50 nm sampai 100 nm dan populasi sekitar 10% terkonsentrasi di anteromedian
dan anterolateral adenohipofise (Aron et al. 1997).

51

Gambar 1. Bentuk skematis dan bagian-bagian hipofise (kiri) (Martini 2006) dan
sayatan sagital hipofise kucing (kanan) (Caeci 2007).
Hipofise terdiri dari dua bagian utama yaitu adenohipofise yang terdiri dari pars
tuberalis, pars intermedia dan pars distalis serta neurohipofise. Pada badian
adenohipofise terdapat lumen yang memisahkan pars intermedia dengan pars
distalis.

Tabel 1 Sel dan jenis hormon yang dihasilkan oleh adenohipofise
Sifat sel
Sel asidofil

Jenis sel dan hormon yang dihasilkan


Somatotrop : GH atau Somatotropin
(STH)

Sel basofil



Laktotrop : PRL



Tirotrop : TSH



Gonadotrop : LH dan FSH



Kortikotrop : ACTH

Perkembangan Hipofise
Pada masa embrional, hipofise berkembang dari dua sumber yang berbeda
yaitu berasal dari lantai diensefalon (neurohipofise) dan dari langit-langit rongga
mulut (adenohipofise).

Perkembangan ini diawali dari pembentukan kantung

rudimenter atau plakode yang berasal dari ektoderm oral yang menonjol ke dorsal.
Pada mencit pembentukan plakode ini terjadi pada hari ke 9 kebuntingan (Ward 2006).
Pada saat yang bersamaan terjadi evaginasi ke ventral dari lantai diensefalon
membentuk infundibulum yang selanjutnya bergabung dengan penonjolan plakode.
Pada mencit, pada saat kebuntingan 12,5 hari, kantung telah terpisah secara sempurna
dari rongga

mulut dan sel-selnya mulai berproliferasi

membentuk

lobus

anterior/adenohipofise (Sheng 1999).
Selanjutnya sel-sel prekursor pada adenohipofise akan berproliferasi dan
berdiferensiasi menjadi sel-sel spesifik penghasil hormon dibawah pengaruh faktor
52

transkripsi dan sinyal induksi yang ada di jaringan sekitarnya. Faktor-faktor dan
sinyal induksi tersebut diantaranya adalah FGF8, BMP4, hormon steroid, Lhx3, Lhx4,
WNT4, WNT5, Isl1, Nkx2.1, Ptx1, Prop1 dan Pit1 (Sheng 1999; Mogi et al. 2005).
Sel-sel prekursor akan berkembang secara spasial dan temporal berdasarkan lokasi
dan gradien konsentrasi faktor-faktor tersebut.
Pada percobaan in vitro, sinyal dari diensefalon memiliki efek dramatis pada
proliferasi dan diferensiasi sel-sel prekursor (Sheng 1999). Pada awal perkembangan,
Bmp4 menginduksi pembentukan plakode dari ektoderm oral, selanjutnya FGF8
menginduksi Lhx3 dan Lhx4. Faktor Lhx3 merupakan penentu pembentukan kelenjar
hipofise. Setelah kantung definitif terbentuk, Isl1 menginduksi diferensiasi awal dari
kantung Rathke. Prop1 juga memegang peranan dalam pembentukan kantung Rathke.
Sedangkan defisiensi Prop1 akan menyebabkan kegagalan migrasi sel-sel prekursor
dan kegagalan pembentukan adenohipofise.

Selain itu defisiensi Prop1 juga

mengakibatkan hipoplasia adenohipofise karena menurunkan proliferasi dan
meningkatkan apoptosis (Ward 2006).
Pada proses diferensiasi sel-sel TSH, GH dan PRL, faktor transkripsi yang
berpengaruh adalah Pit1, sintesa protein Pit