Introduction and Expression of GFP Gene (Green Fluorescent Protein) by Different Promoters on Somatic Embryos of Seaweed Kappaphycus alvarezii

INTRODUKSI DAN EKSPRESI GEN GFP (GREEN
FLUORESCENT PROTEIN) DENGAN PROMOTER BERBEDA
PADA SEL EMBRIO SOMATIK RUMPUT LAUT
Kappaphycus alvarezii

MUH. ALIAS L. RAJAMUDDIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Introduksi dan Ekspresi Gen
GFP (Green Fluorescent Protein) dengan Promoter Berbeda pada Embrio
Somatik Rumput Laut Kappaphycus alvarezii adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.

Bogor, Juni 2010

Muh. Alias L. Rajamuddin
NIM C151070101

iii

ABSTRACT
MUH. ALIAS L. RAJAMUDDIN. Introduction and Expression of GFP Gene
(Green Fluorescent Protein) by Different Promoters on Somatic Embryos of
Seaweed
Kappaphycus
alvarezii.
Under
direction
of

KOMAR
SUMANTADINATA, UTUT WIDYASTUTI, and ALIMUDDIN.
Transgenesis is genetic manipulation through gene transfer to introduce the
gene coding a protein that encodes a character such as growth, disease resistance,
and quality of fish meat or carrageenan content in the seaweed. As an early stage
in order to produce transgenic seaweed, this study aims to test the promoter
activity and the success of gene transfer of GFP as a marker. Construction of GFP
gene with different promoters : CMV (cytomegalovirus), CaMV (cauliflower
mosaicvirus), β-actin and keratin was transferred to somatic embryo seaweed by
electroporation using a gene pulsher method (BIO RAD) with voltage: 300 V/cm,
the pulse length : 0.5 millimeter/second, the pulse number : 4 time, the pulse
interval: 0.1 second. Promoter activity was determined by analyzing the gene
expression level of GFP using fluorescent microscope. The callus induction of
Kappaphycus alvarezii for production of somatic embryos cell by different ratio
of growth regulators and agar media concentrations. Callus induction was
conducted at 0.8-1.0% agar medium containing IAA : kinetin = 1.0 : 1.0 ppm.
Somatic embryos were cultivated by Conway medium (liquid culture). The
results showed that CMV promoter drives expresses the number of fluorescent
cells on average 34.10±1.49% with moderate and strong intensity levels of
luminescence, the CaMV promoter drives luminescence intensity showed strong

and percentage fluorescent cells on average 10.48±0.25%. β-actin promoter
showed the intensity of luminescence in moderat level and the number of
fluorescent cells was 8.85±2.31%, while keratin promoter drives weak
luminescence intensity and the average number of fluorescent cells was 4.79±
0.26%. Thus, CMV is the best promoter and production of transgenic seaweed K.
alvarezii could be conducted by electroporation method.
Keywords : transgenesis, promoter, GFP gen, somatic embryogenic, K. alvarezii

iv

RINGKASAN
MUH. ALIAS L. RAJAMUDDIN. Introduksi dan Ekspresi Gen GFP (Green
Fluorescent Protein) dengan Promoter Berbeda pada Embrio Somatik Rumput
Laut Kappaphycus alvarezii. Dibimbing oleh KOMAR SUMANTADINATA,
UTUT WIDYASTUTI, dan ALIMUDDIN.
Peningkatan produksi budidaya rumput laut dapat dilakukan melalui
ekstensifikasi dan penggunaan bibit unggul (tumbuh cepat, tahan penyakit dan
perubahan kondisi lingkungan). Permasalahan dihadapi dalam mencapai target
produksi adalah rasio tumbuh yang semakin kecil akibat serangan penyakit dan
lingkungan yang tidak mendukung. Selain itu, faktor penyakit dan lingkungan

mempengaruhi mutu kandungan karaginan. Aplikasi teknologi transfer gen
(transgenesis) dengan tujuan seperti peningkatan pertumbuhan, resistensi penyakit
dan daya tahan terhadap kondisi lingkungan ekstrim, telah banyak diteliti pada
berbagai spesies ikan, tetapi pada rumput laut masih sangat jarang dilakukan. Oleh
karena itu perlu dilakukan perbaikan mutu genetik dalam rangka mendukung
peningkatan produksi budidaya rumput laut.
Salah satu penentu keberhasilan transgenesis adalah kemampuan promoter
yang digunakan untuk mengendalikan ekspresi gen yang diintroduksi. Berbagai
jenis promoter telah diuji aktivitasnya pada ikan seperti CMV (cytomegalovirus),
β-aktin, keratin, sedangkan CaMV (cauliflower mosaicvirus) adalah promoter
yang juga dapat aktif baik pada tanaman maupun hewan. Promoter yang telah
diisolasi masih sangat terbatas, oleh karena itu perlu dilakukan uji promoter yang
ada untuk mengetahui promoter yang sesuai dengan inang yang akan dibuat
menjadi transgenik.
Pada penelitian ini, sebagai langkah awal produksi bibit rumput laut bermutu
tinggi menggunakan teknologi transgenesis, dilakukan introduksi gen GFP
sebagai penanda untuk mengetahui aktivitas promoter CMV, CaMV, β-aktin dari
ikan medaka, dan keratin dari ikan flounder Jepang. Transfer gen GFP dilakukan
menggunakan metode elektroporasi pada embrio somatik K. alvarezii.
Produksi embrio somatik dimulai dengan induksi kalus dengan cara irisan

thalus (eksplan) setebal 2-3 mm ditanam pada botol kultur steril yang berisi
media kultur conway 2 ppm dengan konsentrasi agar media induksi : 0,6 ; 0,8 ;
1,0 ; 1,5% dan masing-masing ditambahkan zat pengatur tumbuh (ZPT) IAA :
kinetin, dengan rasio yaitu 0,5 : 0,0 ; 1,0 : 1,0 ; 2,0 : 0,2 ppm. Biakan dipelihara
dalam ruang kultur suhu 25oC, intensitas cahaya 1500 lux, selama 2 bulan atau
sampai induksi kalus stabil. Selanjutnya eksplan yang sukses induksi, kalus yang
berisi sel embrio diiris dan disubkultur ke media Conway 2 ppm pada rasio ZPT
IAA : kinetin yaitu 0,1 : 1,0 ; 0,0 : 0,1 ppm dan tanpa ZPT (kontrol) dengan
konsentrasi agar media induksi : 0,4; 0,6 ; 0,8%, biakan dipelihara dengan kondisi
sama pada induksi kalus. Regenerasi massa sel embrio somatik dilakukan pada
conical flask yang berisi media cair yang diperkaya Conway 2 ppm tanpa ZPT.
Conical flask selanjutnya diletakkan di ruang kultur dan disaker dengan kecepatan
100 rpm, selama 1 bulan atau sampai terbentuk seperti filamen. Pengamatan
perkembangan sel embrio somatik menggunakan mikroskop yang dilengkapi
peralatan foto untuk mendokumentasikan secara deskriptif dan panjang sel diukur
menggunakan mikrometer okuler.

v

Empat jenis konstruksi gen GFP yang dikendalikan oleh promoter berbeda

diuji dalam penelitian ini. Keempat konstruksi gen tersebut adalah pCMV-GFP
(Clontech), pCaMV-GFP (pemberian Dr. Akashi - NAIST), pmBA-GFP (Takagi
et al. 1994) dan pJfKer-GFP (Yazawa et al. 2005). pCMV-GFP dikendalikan oleh
promoter cytomegalovirus, pCaMV-GFP oleh promoter cauliflower mosaicvirus,
pmBA-GFP oleh promoter β-aktin ikan medaka, dan pJfKer-GFP oleh promoter
keratin dari ikan flounder Jepang. Massa embrio somatik K. alvarezii yang
berbentuk filamen dicampur dengan konstruksi gen GFP dengan konsentrasi 100
ng/µl. Campuran embrio somatik K. alvarezii dan konstruksi gen GFP dengan
volume 200 µl dimasukkan ke dalam kuvet 2 mm. Elektroporasi menggunakan
mesin Gene Pulser II (Biorad, USA) dengan tingkat voltase 300 V, lama kejutan
(pulse length) 0,5 milidetik, jumlah kejutan (pulse number) 4 kali dan interval
kejutan (pulse interval) 0,1 detik. Parameter elektroporasi tersebut diperoleh dari
penelitian pendahuluan yang mendukung introduksi gen dan viabilitas sel.
Ekspresi gen GFP diamati menggunakan mikroskop fluoresen (Olympus
BH2-RFCA) yang dilengkapi reflected light fluorescent attachment (BH2-RFC2).
Pengamatan dilakukan setiap jam sejak jam pertama setelah elektroporasi sampai
ekspresi GFP menjadi stabil. Persentase sel embrio yang mengekspresikan GFP
dihitung dan tingkat ekspresi GFP dikelompokkan dengan kategori hijau lemah,
sedang dan kuat. Transforman hasil elektroporasi yang mengekspresikan gen GFP
ditapis dengan cara mengkultur pada media agar semi solid 0,6%, diperkaya

dengan Conway 2 ppm yang mengandung antibiotik kanamisin 100 ppm. Deteksi
transforman juga dilakukan menggunakan metode PCR. DNA diekstraksi
menggunakan kit Puregene DNA Isolation (Gentra, USA) dengan prosedur sesuai
manualnya.
Amplifikasi
PCR
menggunakan
primer
GFP-F
5’GGTCGAGCTGGACGG-3’ dan GFP-R 5’-ACGAACTCCAGCAGG-3’. Proses
PCR dijalankan pada suhu pre-denaturasi 94oC selama 3 menit; 35 siklus untuk
denaturasi 94oC selama 30 detik, annealing 62oC selama 30 detik, ekstensi 72oC
selama 1 menit; dan final ekstensi 72oC selama 3 menit. Produk PCR diseparasi
menggunakan elektroforesis pada gel agarosa 1%.
Hasil penelitian menunjukkan keberhasilan induksi kalus yang ditandai
dengan tumbuhnya massa sel yang tidak terorganisir, sel tumbuh keluar dari
eksplan dengan tipe kalus remah (friable), sedangkan eksplan yang gagal
terinduksi ditandai dengan tidak terbentuknya kalus dan bahkan eksplan
mengalami pemucatan (mati). Induksi kalus tertinggi diperoleh pada rasio IAA:
kinetin 1,0 : 1,0 ppm dengan konsentrasi agar media 0,8% (90±0,0%) dan 1,0%

(90±10,0%). ZPT IAA terlibat dalam banyak proses fisiologis seperti
pemanjangan sel dan pembentukan kalus, sementara kinetin mendorong
pembelahan sel, morfogenesis, dan pembentukan kloroplas. Sedangkan
konsentrasi media agar 0,8% diduga merupakan konsentrasi agar yang sesuai
untuk induksi kalus K. alvarezii. Hasil kultur embrio somatik pada media agar
semi solid memperlihatkan perkembangan massa sel embrio somatik tertinggi
(rata-rata diameter massa sel = 5 ±1,0 mm) diperoleh pada perlakuan tanpa ZPT
dengan konsentrasi agar 0,6% untuk masa pemeliharaan 1 bulan. Hasil
pengamatan mikroskop embrio somatik di kultur cair, menunjukkan sel embrio
somatik terbentuk sebagai tunas baru dari permukaan sel dan memanjang ke
daerah apikal dari filamen, berasal dari sel dengan ukuran 3-5 µm selanjutnya
berkembang menjadi filamen baru sebagai bakal rumput laut muda.

vi

Hasil elektroporasi terlihat sel embrio somatik ada yang berpendar hijau
sedangkan pada kontrol yang tidak dielektroporasi tidak berpendar. Hal ini
menunjukkan bahwa introduksi gen GFP menggunakan metode elektroporasi
berhasil dilakukan pada embrio somatik. Selanjutnya, terdapat perbedaan
persentase sel berpendar dan intensitas pendaran GFP yang dikendalikan oleh

promoter berbeda. Rata-rata persentase sel berpendar diperoleh: pada konstruksi
pCMV-GFP (34,10±1,49%), pCaMV-GFP (10,48±0,25%), pmBA-GFP (8,85±
2,31%), dan pJfKer-GFP (4,79±0,26%). Intensitas pendaran GFP yang
dikendalikan oleh promoter CMV, CaMV dan mBA adalah relatif sama yaitu
tergolong sedang dan kuat, sedangkan pada JfKer intensitasnya lemah.
Sedangkan waktu mulai GFP berpendar, yaitu pada pCMV-GFP lebih cepat
dibandingkan dengan pCaMV-GFP dan pmBA-GFP, dan yang paling lambat
adalah pJfKer-GFP. Perbedaan intensitas dan waktu awal ekspresi GFP ini
diduga disebabkan oleh perbedaan respons faktor cis pada promoter terhadap
faktor trans dari inang.
Hasil penapisan dan regenerasi di media seleksi menunjukkan bahwa dengan
menambahkan kanamisin 100 ppm ke dalam media kultur, embrio somatik hasil
elektroporasi bertahan hidup (tumbuh), sedangkan embrio kontrol yang bukan
hasil elektroporasi mati. Hal ini menunjukkan bahwa sel embrio somatik hasil
elektroporasi tersebut membawa konstruksi gen GFP yang dilengkapi dengan
marka resisten kanamisin. Dibandingkan dengan kondisi awal sel embrio somatik
hasil elektroporasi, jumlah sel yang mengekspresikan gen GFP (berpendar hijau
terang) bertambah banyak setelah dikultur 1 bulan yaitu : untuk konstruksi gen
pCMV-GFP dan pCaMV-GFP relatif sama, sedangkan untuk konstruksi pmBAGFP dan pJfKer-GFP lebih rendah. Tingkat pendaran GFP juga terlihat meningkat
menjadi hijau terang. Hal ini diduga bahwa sel embrio somatik dengan pendaran

hijau terang tersebut merupakan hasil pembelahan mitosis dari sel embrio awal
yang berpendar. Dugaan lainnya adalah bahwa gen GFP telah terintegrasi ke
genom rumput laut tersebut setelah mengalami pembelahan mitosis. Dengan
demikian, sel embrio somatik yang mengekspresikan GFP tersebut merupakan
transgenik stabil.
Pita DNA produk PCR dengan cetakan DNA genom dari embrio somatik
transforman menggunakan konstruksi gen pCMV-GFP dan pJfKer-GFP, sama
ukurannya dengan produk PCR dengan cetakan berupa konstruksi gen GFP
(sekitar 600 bp). Sementara itu, produk PCR DNA non-transgenik tidak
menghasilkan pita DNA yang sama dengan ukuran fragmen GFP. Hal ini
menggambarkan bahwa embrio somatik transforman mengandung gen GFP dan
sudah menyisip ke dalam genom K. alvarezii dan tidak didapatkan pada non
transgenik.
Transfer gen GFP yang dikendalikan oleh promoter berbeda menggunakan
metode elektroporasi ke embrio somatik K. alvarezii telah berhasil dilakukan.
Promoter CMV lebih sesuai untuk rumput laut K. alvarezii dalam mengendalikan
ekspresi gen asing dibandingkan dengan promoter CaMV, mBA dan JfKer.
Kata kunci : transgenesis, promoter, gen GFP, embrio somatik, K. alvarezii

vii


© Hak cipta milik IPB, tahun 2010
Hak cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya :
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

viii

INTRODUKSI DAN EKSPRESI GEN GFP (GREEN
FLUORESCENT PROTEIN) DENGAN PROMOTER BERBEDA
PADA SEL EMBRIO SOMATIK RUMPUT LAUT
Kappaphycus alvarezii

MUH. ALIAS L. RAJAMUDDIN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

ix

Judul Tesis

: Introduksi dan Ekspresi Gen GFP (Green Fluorescent
Protein) dengan Promoter Berbeda pada Embrio
Somatik Rumput Laut Kappaphycus alvarezii

Nama

: Muh. Alias L. Rajamuddin

NIM

: C151070101

Mayor

: Ilmu Akuakultur

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc.
Ketua

Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si.
Anggota

Dr. Alimuddin, S.Pi, M.Sc.
Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi/Mayor
Ilmu Akuakultur

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Enang Harris, M.S.

Prof. Dr.Ir. Khairil A.Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian : 6 Juli 2010

Tanggal Lulus :

x

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2009 sampai April 2010 ini
ialah teknologi transgenesis rumput laut, dengan judul Introduksi dan Ekspresi
gen GFP (Green Fluorescent Protein) dengan Promoter Berbeda pada Embrio
Somatik Rumput Laut Kappaphycus alvarezii.
Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggitingginya kepada Bapak Prof. Dr. Komar Sumantadinata, Ibu Dr. Utut Widyastuti,
dan Bapak Dr. Alimuddin selaku komisi pembimbing yang telah memberikan
bimbingan, arahan dan motivasi mulai dari penyusunan proposal hingga
penyelesaian tesis ini. Penghargaan yang sama penulis sampaikan kepada penguji
luar komisi atas saran perbaikannya. Disamping itu, ucapan terima kasih
disampaikan kepada Bapak Prof. Enang Harris, M.S beserta staf dan Bapak/Ibu
Dosen di Mayor Ilmu Akuakultur IPB, atas segala ilmu dan layanan yang
diberikan kepada penulis selama studi, khususnya staf Laboratorium Reproduksi
dan Genetik Organisme Akuatik, juga kepada Kepala beserta staf peneliti Balai
Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros, dan Bapak Dr. Irvan Faisal beserta
staf LAPTIAB BPPT Serpong, serta Kepala beserta staf Pusat Penelitian
Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, yang telah banyak membantu selama
penelitian.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Direktur dan Ketua
Jurusan Budidaya Perikanan serta Bapak/Ibu staf Politeknik Pertanian Negeri
Pangkep atas dukungan dan bantuan moril maupun materil selama penulis
melaksanakan tugas belajar, dan kepada Dirjen DIKTI DEPDIKNAS atas
beasiswa BPPS yang diberikan, serta Yayasan R.v.G. Van Deventer Maas atas
bantuan studi selama 12 bulan.
Terima kasih dan sembah sujud kepada Ayahanda L. Rajamuddin dan
Ibunda Husniah, Ibu mertua A. Hawiyah Krg. Tonji dan H. Sakojong Dg. Pasara
(alm), A. Majidah Pg. Kame (almh), serta kepada saudara-saudaraku dan seluruh
keluarga, atas doa, bantuan dan dukungannya selama ini. Teristimewa kepada
isteriku tercinta Nurjanna, S.Pi dan anak-anakku : N. Abdi Sahab L.Rajamuddin,
N. Putra Shafar L.Rajamuddin, N. Agung Ramadhan L.Rajamuddin atas
pengertian, kesabaran dan kesetiaannya selama penulis melaksanakan tugas
belajar.
Terima kasih khusus disampaikan kepada teman-teman mahasiswa Sekolah
Pascasarjana IPB (utamanya S2 Akuakultur 2007) atas kebersamaan,
kekompakan, kerjasama yang baik sejak perkuliahan sampai penyusunan dan
penyelesaian karya ilmiah ini, serta kepada semua pihak yang tidak sempat
disebut satu persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2010

Muh. Alias L.Rajamuddin

xi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Batuasang Kecamatan Hero Lange-lange Kabupaten
Bulukumba, Sulawesi-Selatan pada tanggal 28 April 1971 dari ayah
L.Rajamuddin dan ibu Husniah. Penulis merupakan anak kelima dari sepuluh
bersaudara. Menjalani pendidikan dasar sampai SLTA di Bulukumba, kabupaten
di bagian Selatan dari Sulawesi-Selatan.
Penulis tamat Sekolah Pertanian Pembangunan tahun 1989 dan diterima
menjadi PNS di Politeknik Pertanian UNHAS tahun 1990. Penulis salah seorang
pemrakarsa terbentuknya organisasi profesi Ikatan Teknisi Politeknik Pertanian
Indonesia-UNHAS dan menjabat Ketua Umum 3 periode (1991-1997). Sambil
melaksanakan tugas-tugas sebagai PNS, penulis melanjutkan pendidikan Sarjana
(S1) pada Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas
Muhammadiyah Makassar (1996-2002). Selama menjadi mahasiswa aktif di
organisasi profesi Aquatic Study Club Makassar (ASCM) dan menjabat Ketua II
periode kepengurusan
1999-2000. Tahun 2005 penulis dialihkan status
kepegawaian menjadi Dosen di unit kerja yang sama Politeknik Pertanian Negeri
Pangkep.
Tahun 2007 penulis menjadi mahasiswa S2 Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor di Mayor Ilmu Akuakultur dengan biaya BPPS (Bantuan
Pendidikan Pascasarjana) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI)
DEPDIKNAS. Selama mengikuti pendidikan S2 di IPB, penulis juga aktif di
Forum Mahasiswa Pascasarjana IPB (WACANA-IPB) Daerah SUL-SEL dan
menjabat Sekretaris Umum periode 2007/2008.
Makalah ilmiah berjudul “Kajian Induksi Kalus Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii untuk Produksi Embriogenesis Somatik” dan “Aktivitas
Promoter dan Keberhasilan Transfer Gen pada Rumput Laut Kappaphycus
alvarezii” telah disajikan (presentasi oral) pada Forum Inovasi dan Teknologi
Akuakultur (FITA) di Bandar Lampung pada tanggal 20-23 April 2010. Artikel
yang disebutkan pertama, dalam proses penerbitan pada Jurnal Riset Akuakultur
2010/2011. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari tesis ini selama
program S2 penulis.

xii

DAFTAR ISI
Halaman

DAFTAR GAMBAR ……………..................................................................

xiv

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………...

xv

1 PENDAHULUAN ……………………………………………………….
1.1 Latar Belakang …………………………………………………….
1.2 Perumusan Masalah………………………………….......................
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………………...

1
1
4
4

2 TINJAUAN PUSTAKA ………………………………............................
2.1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezii .............................................
2.2 Induksi Kalus dan Embrio Somatik..................................................
2.3 Transgenesis......................................................................................
2.4 Promoter............................................................................................
2.5 Gen Marker GFP (green fluorescent protein)...................................
2.6 Teknik Transfer Gen dengan Elektroporator....................................

5
5
6
7
8
10
11

3 BAHAN DAN METODE...........................................................................
3.1 Waktu dan Tempat............................................................................
3.2 Konstruksi Gen Uji dan Perbanyakan Plasmid.................................
3.3 Produks i Sel Embrio Somatik K. alvarezii melalui Induksi Kalus..
3.3.1 Penyediaan dan Pemeliharaan Sumber Inokulum................
3.3.2 Induksi dan Pembentukan Kalus...........................................
3.3.3 Regenerasi Massa Sel Embrio Somatik K. alvarezii...........
3.4 Introduksi Gen dan Analisis Ekspresi...............................................
3.4.1 Introduksi Gen GFP ke Sel Embrio Somatik K. alvarezii...
3.4.2 Analisis Ekspresi Gen...........................................................
3.4.2.1 Visualisasi
Hasil Elektroporasi dengan
Mikroskop Fluoresen..............................................
3.4.2.2 Penapisan Transforman dan Regenerasi pada
Media Seleksi........................................................
3.4.2.3 Deteksi DNA Transforman dengan Polymerase
Chain Reaction......................................................

12
12
12
13
14
14
15
15
16
16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................
4.1 Produks i Sel Embrio Somatik K. alvarezii melaui Induksi Kalus...
4.1.1 Induksi dan Pembentukan Kalus..........................................
4.1.2 Regenerasi Massa Sel Embrio Somatik K. alvarezii............
4.2 Introduksi Gen dan Analisis Ekspresi..............................................
4.2.1 Visualisasi
Hasil Elektroporasi dengan Mikroskop
Fluoresen...............................................................................

19
19
19
21
24

16
17
17

24

xiii

4.2.2 Penapisan Transforman dan Regenerasi pada Media 25
Seleksi...................................................................................
4.2.3 Deteksi DNA Transforman dengan Polymerase Chain
Reaction................................................................................. 26
5 KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………...... 32
5.1 Kesimpulan……………………………………………………........ 32
5.2 Saran……………. ………………………………………………… 32
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………….....................

33

LAMPIRAN…………………………………………………………….........

39

xiv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1

Karakteristik induksi kalus pada rumput laut K. alvarezii setelah 2 bulan
kultur : (A) Morfologi eksplan yang terinduksi, dan (B) Gagal (tidak)
terinduksi...................................................................................................... 19

2

Pengaruh perlakuan rasio ZPT dan konsentrasi agar media terhadap
tingkat induksi kalus pada rumput laut Kappaphycus alvarezii.................. 20

3

Pengaruh perlakuan rasio ZPT dan konsentrasi agar media terhadap
tingkat perkembangan massa sel pada kultur di media agar semi
solid.............................................................................................................. 21

4

Perkembangan massa sel embrio somatik K. alvarezii pada kultur media
agar semi solid: A. Massa sel pada hari-1 kultur (bar = 0,2 mm), B.
Massa sel pada umur 1 bulan kultur (bar = 5 mm). Tanda bulatan
menunjukkan massa sel embrio somatik...................................................... 22

5

(A) Tanda bulatan : sel embrio somatik berupa tunas baru yang tumbuh
dari sel dan memanjang ke daerah apikal dari filamen, (B) Filamen yang
merupakan kumpulan se-sel embrio somatik sebagai calon rumput laut K.
alvarezii muda.............................................................................................. 23

6

Perkembangan sel embrio somatik K. alvarezii : (A) sel tunggal, (B) dua
sel, (C) tiga sel, (D) empat sel, (E & F) menjadi filamen............................ 23

7

Tanda bulatan : pemanjangan sel baru (rata-rata 0,5 mm) pada umur 1
bulan di kultur media cair............................................................................ 23

8

Ekspresi gen GFP pada sel embrio somatik rumput laut K. alvarezii
setelah elektroporasi dengan konstruksi gen pCMV-GFP (A), pCaMVGFP (B), pmBA-GFP (C), pJfKer-GFP (D), kontrol fluoresen tanpa
elektroporasi (E), dan kontrol pada mikroskop biasa (F)............................. 25

9

Sel embrio somatik rumput laut K. alvarezii setelah ditumbuhkan di
media seleksi (umur 1 bulan). (A) Transforman : tumbuh, (B) Non
transforman : mati. Gen GFP diekspresikan secara konstitutif pada (C)
pCMV-GFP, (D) pCaMV-GFP, (E) pmBA-GFP, (F) pJfKerGFP.............................................................................................................. 26

10 (A) DNA genom hasil ekstraksi, keempat konstruksi gen relatif sama
(>10 kb), (B) Tanda panah menunjukkan fragmen gen GFP pada posisi
sekitar 600bp; M=Marker DNA, 1=pCMV-GFP, 2=pCaMV-GFP,
3=pJfKer-GFP, 4=pmBA-GFP, C+=Kontrol plasmid GFP, dan N=Non
transgenik..................................................................................................... 27

xv

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Skema prosedur sterilisasi air laut……………………………………..

40

2

Media kultur conway…………………..……………………………....

41

3

Elemen-elemen faktor transkripsi promoter CMV (cytomegalovirus)...

42

4

Elemen-elemen faktor transkripsi promoter CaMV (cauliflower 44
mozaicvirus)………………………………………................................

xvi

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Ir. Irzal Effendi, M.Si

1 PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Rumput laut merupakan salah satu komoditas utama program revitalisasi
Departemen Kelautan Perikanan RI yang diharapkan berperan penting dalam
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kappaphycus alvarezii adalah salah satu
jenis rumput laut dari kelompok alga Rhodophyceae yang banyak dibudidayakan
di perairan pantai sekarang ini dengan potensi lahan budidaya di Indonesia sekitar
4,5 juta hektar (DPBDKP 2010) dan peluang pasar yang potensial dimana rumput
laut ini tergolong penghasil karaginan. Kebutuhan bahan baku industri dalam
negeri saja ± 2.340.000 ton/tahun (Hikmayani & Agus 2006), sementara produksi
tahun 2014 ditargetkan oleh Kementerian Kelautan Perikanan sekitar 7,6-10 juta
ton/tahun, dimana tahun 2010 masih sekitar 2,6 juta ton (DPBKKP 2010).
Seiring dengan peluang dan potensi budidaya K. alvarezii, perlu upayaupaya dalam mengatasi permasalahan budidaya seperti rasio tumbuh yang
semakin kecil akibat permasalahan penyakit dan lingkungan (Vairappan 2006 ;
Largo et al. 1997) yang selanjutnya akan berpengaruh pada penurunan mutu
genetik seperti mutu kandungan karaginan baik kualitatif maupun kuantitatifnya
(Vairappan et al. 2008), sehingga perlu dilakukan upaya mempertahankan atau
bahkan meningkatan mutu dan kandungan karaginan tersebut.
Salah satu metode perbaikan mutu genetik yang berkembang sekarang
adalah rekayasa genetik dengan transgenesis. Transgenesis yaitu proses transfer
gen-gen asing ke inang yang baru (Lutz 2001), dengan memasukkan DNA asing
ke dalam nukleus suatu sel target dan menggabungkannya ke genom inang.
Teknik ini digunakan untuk mengintroduksikan karakter-karakter genetik yang
baru atau over-ekspresi ke suatu individu dan diharapkan dapat diwariskan ke
keturunannya. Aplikasi teknologi transfer gen atau transgenesis dengan tujuan
seperti peningkatan pertumbuhan (Devlin et al. 2006 ; Nam et al. 2001 ;
Kobayashi et al. 2007), resistensi penyakit (Dunham et al. 2002) dan daya tahan
terhadap kondisi lingkungan ekstrim (Wang et al. 1995 ; Wu et al. 1998) telah
banyak diteliti pada berbagai spesies ikan, tetapi penelitian transgenesis pada
rumput laut masih sangat jarang dilakukan.

2

Salah satu penentu keberhasilan transgenesis adalah kemampuan promoter
yang digunakan untuk mengendalikan ekspresi gen yang diintroduksi. Promoter
merupakan bagian dari DNA dimana RNA polymerase menempel (Glick &
Pasternak 2003).

Umumnya pada organsime eukaryotik seperti hewan dan

tanaman, promoter memiliki bagian nukleotida TATAAA yang bisa menempel
pada protein khusus dan membantu terbentuknya kompleks transkripsi RNA
polymerase. Promoter merupakan sekuen DNA yang terletak upstream (terminal
5’) dari titik awal transkripsi suatu gen, berperan sebagai penentu, pengatur letak
(spatial), waktu (temporal) dan tingkat ekspresi gen (Beaumont & Hoare 2003).
Dari sinilah terjadi pengaturan oleh faktor transkripsi dimana suatu gen
mengalami on atau off sehingga promoter bisa dianalogikan sebagai switch suatu
gen. Fungsi promoter adalah untuk mengarahkan RNA polymerase sehingga
transkripsi akan terjadi pada daerah yang spesifik. Promoter dikatakan efektif
apabila gen target yang disambungkan ke promoter yang dikendalikannya dapat
terekspresi dengan level yang tinggi. Gen target dapat berupa gen penyandi
protein yang mengkodekan suatu karakter atau gen yang berfungsi sebagai
penanda (marker). Promoter inilah yang menjadi kekuatan gen untuk
mengekspresikan ciri-cirinya pada tingkat yang sangat tinggi (Anderson 2004).
Menurut Hackett (1993) promoter ada yang bersifat aktif dimana-mana
(ubiquitous) dan adapula yang hanya aktif di jaringan spesifik. Beberapa sifat lain
promoter terkait dengan aktivitas elemen-elemennya yaitu constitutive dan house
keeping (Liu 1990 dalam Volckaert 1994). Konstitutif berarti promoter ini dapat
aktif tanpa diberikan rangsangan dari luar seperti suhu dan hormon, sedangkan
bersifat house keeping berarti dapat aktif kapan saja bila diperlukan. Berbagai
jenis promoter telah diuji aktivitasnya pada ikan seperti CMV/cytomegalovirus
(Volckaert 1994 ; Arenal et al. 2008 ; Traxler et al. 1999), β-aktin (Yoshizaki
2001 ; Alimuddin et al. 2005), keratin (Gong et al. 2002 ;Yazawa et al. 2005),
elongation factor-1α (Yasawa et al. 2005; Alimuddin et al. 2007). CaMV
(cauliflower mosaicvirus) juga merupakan promoter yang dapat aktif selain pada
tanaman dan hewan juga di bakteri Escherichia coli (Assaad & Signer 1990 ;
Lewin et al. 1998), pada jamur atau ragi (Pobjecky et al. 1990), dapat aktif dalam
memusnahkan patogen Yersinia enterocolitica (Lewin et al. 1998) dan bakteri

3

tanah Agrobacterium rhizogenes (Lewin et al. 1998). Aktivitas promoter
ditentukan oleh kesesuaian antara faktor transkripsi (cis-regulator) yang ada pada
promoter dengan faktor trans pada inang (Inyengar et al. 1996 ; Alimuddin 2003).
Umumnya aktivitas promoter yang berasal dari spesies yang sama dengan yang
akan dibuat transgenik adalah lebih tinggi dibandingkan dengan yang berasal dari
spesies berbeda. Namun demikian, promoter yang telah diisolasi masih sangat
terbatas. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji promoter yang ada untuk mengetahui
promoter yang sesuai dengan inang yang akan dibuat menjadi transgenik.
Chalfie et al. (1994) dan Chou et al. (2001) menyebutkan bahwa gen
marker atau penanda yang dapat digunakan untuk pengujian efektivitas promoter
adalah gen GFP (green fluorescent protein). Gen GFP memiliki kandungan
protein yang berpendar dan dapat divisualisasikan ekspresinya pada sel dengan
menggunakan sinar UV (Iyengar et al. 1996). Beberapa kelebihan penggunaan
gen GFP sehingga banyak digunakan sebagai penanda molekuler antara lain
keberadaan gen di dalam sel itu sendiri tidak membutuhkan perlakuan khusus
pada jaringan, tidak membutuhkan penambahan substrat untuk visualisasinya dan
ekspresi gen GFP dapat dideteksi sampai tingkat sel tunggal (Meha 2003).
Pada penelitian ini, sebagai langkah awal produksi bibit rumput laut
bermutu tinggi menggunakan teknologi transgenesis, dilakukan introduksi gen
GFP

sebagai

penanda

untuk

mengetahui

aktivitas

promoter

CMV

(cytomegalovirus), CaMV (cauliflower mozaicvirus), β-aktin dari ikan medaka
dan keratin dari

ikan flounder Jepang.

menggunakan metode elektroporasi dengan

Transfer gen GFP dilakukan
mesin gen pulsher. Untuk

memperoleh embrio somatik K. alvarezii untuk proses transgenesis, dilakukan
perbaikan media kultur yang telah dikembangkan oleh Reddy et al. (2003) ;
Suryati dan Mulyaningrum (2009) dengan menambahkan zat pengatur tumbuh
dengan berbagai rasio.

1. 2 Perumusan Masalah
Indikator keberhasilan dan tujuan akhir dari transgenesis adalah
diekspresikannya gen target, sehingga permasalahan utamanya adalah bagaimana
mengintroduksikan gen-gen target ke sel inang dan gen tersebut terekspresi. Salah

4

satu faktor penting dalam proses ekspresi gen adalah promoter yang digunakan
untuk mengatur ekspresi gen, ekspresinya stabil atau temporer. Oleh karena itu,
penggunaan promoter yang tepat akan menjamin keberhasilan proses transgenesis.
Mengingat adanya perbedaan aktivitas antar promoter, maka pada penelitian ini
dilakukan pengujian efektivitas beberapa promoter sehingga proses transgenesis
akan lebih optimal.
Permasalahan lain yang juga penting dalam keberhasilan transgenesis
adalah pada metode dan agen atau media introduksi. Salah satu metode introduksi
gen secara massal dan praktis adalah teknik elektroporator, sedangkan agen atau
media introduksi melalui sel embrio somatik hasil induksi kalus, dimana suspensi
sel embriogenik dapat digunakan sebagai material untuk transfer gen baik secara
individu sel ataupun kluster sel embriogenik sehingga dapat mempercepat tingkat
keberhasilan transgenesis. Suspensi sel embrio somatik ini juga dapat digunakan
sebagai bahan untuk kultur dan fusi protoplas (Supena 2008).

1. 3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menguji dan melihat tingkat ekspresi gen
marker GFP (green fluorescent protein) yang diintroduksikan dengan promoter
berbeda pada sel embrio somatik rumput laut K. alvarezii menggunakan metode
elektroporasi.
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan
informasi mengenai efektivitas dari beberapa jenis promoter dalam mengatur
ekspresi gen GFP sebagai marker, sehingga promoter-promoter yang efektif
sebagai pengatur ekspresi gen target, selanjutnya dapat digunakan pada kegiatan
transgenesis rumput laut K. alvarezii dalam mengintroduksikan gen target yang
menyandikan karakter tertentu (tahan penyakit dan lingkungan yang ekstrim,
pertumbuhan atau kandungan karaginan).

5

2 TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
Rumput laut tergolong tanaman tingkat rendah, umumnya di alam tumbuh
melekat pada substrat tertentu seperti karang, lumpur, pasir, batu, benda keras
lainnya ataupun dapat melekat pada tumbuhan lain secara epifitik. Tanaman ini
tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati tetapi hanya menyerupai
batang yang disebut thallus. Untuk pertumbuhannya, rumput laut mengambil
nutrisi dari sekitarnya secara difusi melalui dinding thallusnya. Pada kegiatan
budidaya secara massal, petani pada umumnya melakukan perbanyakan secara
vegetatif dengan cara stek yaitu potongan thallus yang memiliki ci-ciri :
percabangan rimbun, warna cerah dan tidak terdapat cacat atau luka, kemudian
ditumbuhkan menjadi tanaman baru. Secara alamiah di perairan, selain
berkembang biak dengan vegetatif dan konjugatif juga dengan perkawinan antara
gamet jantan dan gamet betina (generatif) melalui thallus yang diploid yang
menghasilkan spora, pertemuan dua gamet membentuk zigot yang selanjutnya
berkembang menjadi sporofit, individu baru inilah yang mengeluarkan spora dan
berkembang melalui pembelahan dalam sporogenesis menjadi gametofit
(Anggadiredja 2006). Lebih lanjut Othmer (1968) menyebutkan secara taksonomi
rumput

laut

dikelompokkan

ke

dalam

divisio

Thallophyta/Rhodophyta.

Berdasarkan kandungan pigmennya, K. alvarezii dikelompokkan dalam kelas
Rhodophyceae (ganggang merah), bangsa Gigartinales, suku Solierisceae, marga
Eucheuma.
Eucheuma sp menghasilkan metabolit primer senyawa hidrokoloid yang
disebut

karaginan

(carrageenan)

sehingga

disebut

pula

rumput

laut

carrageenophyte (karaginofit). Didasarkan pada stereotipe struktur molekul dan
posisi ion sulfatnya, karaginan dibedakan menjadi tiga macam yaitu : iotakaraginan, kappa-karaginan dan lamda-karaginan, ketiganya berbeda dalam sifat
gel dan reaksinya terhadap protein. Dari dasar ini sehingga para ahli taksonomi
dan klassifikasi menggolongkan Eucheuma cottonii ke dalam kappa-karaginan
karena sifatnya menghasilkan gel yang kuat (rigid) dan sepakat merubah nama
spesies menjadi K. alvarezii.

6

Ciri-ciri K. alvarezii yaitu thallus silindris, permukaan licin, cartilageneus
menyerupai tulang rawan muda, serta berwarna hijau terang, hijau olive dan
coklat kemerahan, tetapi warna thallus tidak menjadi pedoman utama dalam
klasifikasi dan pengenalan jenis karena tidak stabil dan sangat dipengaruhi oleh
substrat dan lingkungan perairan dimana rumput laut tumbuh dan dibudidayakan.
Percabangan thallus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi nodulus (tonjolan),
dan duri lunak atau tumpul untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat
alternatus (berseling), tidak teratur serta dapat bersifat dichotomus (percabangan
dua-dua) atau trichotomus (sistem percabangan tiga-tiga).

2. 2 Induksi Kalus dan Embrio Somatik
Kalus adalah sekumpulan sel aktif membelah dan tidak terorganisir
sebagai akibat pelukaan tanaman di alam ataupun setelah diinduksi dengan
auksin dan sitokinin dalam kultur in vitro (Wattimena et al. 1992). Ciri-ciri
kalus dapat dilihat dengan adanya massa sel yang tumbuh dan tidak terorganisir
dari hasil proses dediferensiasi eksplan, berupa dinding sel tipis dan saling
terpisah, sel tumbuh keluar dari eksplan. Terdapat beberapa jenis kalus,
misalnya kompak (keras) atau friable (remah), hal ini sangat dipengaruhi
perimbangan zat pengatur tumbuh seperti auksin dan sitokinin (Supena 2008).
Inisiasi kultur embrio somatik dengan mengkulturkan eksplan pada media
yang kaya zat pengatur tumbuh (ZPT) dan proliferasi kultur embriogenik dapat
dilakukan baik pada medium padat ataupun cair dengan penambahan ZPT.
Kemudian untuk perkembangan embrio somatik lebih lanjut pada medium tanpa
ZPT dimaksudkan agar terjadi proses penghambatan proliferasi tetapi tetap
menstimulasi pembentukan embrio somatik, dan salah satu hal yang harus
diperhatikan pada tahap pendewasaan embrio somatik adalah mengatur potensial
osmotik medium dengan penambahan sukrosa atau polyethylene glycol (Arnold
et al. 2003 dalam Supena 2008).
Kalus yang terbentuk dari eksplan pada tahap inisiasi disebut kalus primer,
dimana kalus umumnya mudah terbentuk pada media semi padat dengan
tambahan auksin pada konsentrasi yang relatif tinggi, sedangkan untuk
perkembangan kalus menjadi embriogenik, auksin tidak diperlukan dan bahkan

7

dapat menghambat terutama pada jaringan yang memiliki kemampuan
embriogenik tinggi. Kalus yang dihasilkan ada yang memiliki kemampuan
membentuk embrio somatik dan ada yang sama sekali tidak memiliki
kemampuan morfogenetik. Hal ini disebabkan karena eksplan yang dikulturkan
mengandung sel atau jaringan dimana ada yang mampu mengadakan
morfogenesis disebut sel yang kompoten dan ada yang tidak mampu disebut sel
yang tidak kompoten. Ekspresi dari sel kompoten ini bergantung pada
kesesuaian medium yang digunakan terutama jenis ZPT maupun konsentrasinya
yang tepat (Wattimena et al. 1992).
Embriogenesis berdasarkan asalnya dikenal dua tipe : embriogenesis
zigotik yaitu dimulai dari sel telur yang telah dibuahi atau zigot dengan kondisi
in vivo ataupun in vitro, dan embriogenesis non zigotik diantaranya
embriogenesis somatik yaitu embrio terbentuk dari sel-sel sporofitik atau
somatik bukan zigot baik secara langsung maupun tidak langsung, in vitro
ataupun in vivo (Supena 2008). Beberapa kelebihan embriogenesis somatik
antara lain berasal dari individu sel sehingga penyeragaman dan pemurnian
tanaman regeneran lebih mudah, suspensi sel embrio somatik dapat digunakan
sebagai bahan untuk kultur protoplas, dapat digunakan sebagai material untuk
transfer gen baik secara individu sel ataupun kluster sel embrio somatik (Supena
2008).
Embrio somatik yang terbentuk pada medium yang mengandung auksin
tinggi, hanya akan berkembang lebih lanjut bila dipindahkan ke medium tanpa
auksin atau dengan auksin konsentrasi rendah. Embrio somatik dapat dihasilkan
dalam jumlah besar dari kultur kalus, namun untuk tujuan perbanyakan skala
besar dapat ditingkatkan melalui inisiasi embriogenik dengan kultur suspensi
yang berasal dari kalus primer (Wattimena et al. 1992).

2. 3 Transgenesis
Teknologi transgenesis merupakan suatu proses mengintroduksi DNA
asing ke organisme lain dengan maksud untuk memanipulasi struktur genetiknya
(Glick & Pasternak 2003). Gen yang disisipkan ke dalam genom tanaman harus
dapat diekspresikan sehingga menghasilkan protein yang diinginkan serta harus

8

stabil diwariskan ke generasi berikutnya. Gen-gen yang diekspresikan pada
tanaman pada awalnya adalah gen-gen asli dari sumbernya : bakteri, jamur,
hewan, namun kebanyakan ekspresi dari gen tersebut di dalam tanaman sangat
rendah. Hal ini antara lain disebabkan oleh penggunaan promoter yang tidak
sesuai. Oleh karena itu modifikasi penggunaan promoter yang sesuai dengan
tanaman target telah umum dilakukan untuk meningkatkan ekspresi gen di dalam
tanaman. Selain itu penambahan enhancer dikombinasikan dengan penggunaan
promoter kuat atau promoter spesifik dapat meningkatkan ekspresi gen pada
tanaman.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa apabila gen telah terintegrasi
pada genom tanaman maka gen tersebut akan stabil diwariskan ke generasi
berikutnya. Hiei

et al. (1997) melaporkan bahwa transgen stabil diwariskan

hingga generasi ke-4, hal yang sama juga dilaporkan oleh Wu et al. (2002) di
mana transgen stabil diwariskan hingga generai ke-6, tetapi Rashid et al. (1996)
melaporkan tentang adanya kemungkinan terjadinya pembungkaman gen yaitu
salah

satu

fenomena

yang

menyebabkan

terjadinya

kegagalan

dalam

mengekspresikan gen.

2. 4 Promoter
Salah satu elemen penting yang harus diperhatikan pada transformasi gen
adalah promoter. Glick dan Pasternak (2003) menyatakan promoter adalah bagian
dari DNA dimana RNA polymerase menempel. Promoter merupakan salah satu
penentu dan pengatur spatial-temporal ekspresi gen sehingga promoter bisa
dianalogikan sebagai switch suatu gen.
Promoter merupakan sekuen DNA yang terletak upstream (terminal 5’)
dari titik awal transkripsi suatu gen yang berperan dalam mengatur letak, waktu
dan tingkat ekspresi gen yang akan muncul (Beaumont & Hoare 2003). Menurut
Glick dan Pasternak (2003), suatu promoter yang kuat merupakan promoter yang
memiliki aktivitas yang tinggi terhadap RNA polymerase yang mengakibatkan
daerah yang berbatasan downstream dicetak secara teratur. Promoter inilah yang
menjadi kekuatan gen untuk mengekspresikan ciri-cirinya pada tingkat yang

9

sangat tinggi dan juga potensial dalam mempengaruhi gen yang lain dalam suatu
organisme (Anderson 2004).
Fungsi promoter adalah untuk mengarahkan RNA polymerase sehingga
transkripsi akan terjadi pada daerah yang spesifik. Promoter ada yang bekerja di
semua jenis jaringan atau sel (ubiquitous) dan ada yang bekerja pada jaringan
spesifik (Hackett 1993). Promoter dikatakan efektif apabila gen penanda yang
disambungkan ke promoter yang dikendalikannya dapat terekspresi dengan level
yang tinggi.
Promoter terletak di depan sebuah gen sebelum kodon (tiga pasang basa)
pemula ATG yang mengkode asam amino metionin. Umumnya pada organsime
eukaryotik seperti hewan dan tanaman, promoter memiliki bagian nukleotida
TATAAA yang bisa menempel pada protein khusus dan membantu terbentuknya
kompleks transkripsi RNA polymerase. Dari sinilah terjadi pengaturan oleh faktor
transkripsi dimana suatu gen mengalami on atau off.

Selain itu promoter

merupakan bagian penting dari suatu gen yang kondisinya bisa diganggu oleh
faktor-faktor lainnya seperti enhancer (perangsang transkripsi) atau silencer
(penghambat transkripsi).

Promoter ada yang terlihat efek penampakan pada

suatu organ tertentu saja, artinya promoter yang spesifik hanya bekerja pada
jaringan atau organ tertentu dan ada pula yang bekerja secara konstitutif dalam
arti bisa terekspresi dimana saja dan efek penampakan pada seluruh bagian organ
tanaman.
Beberapa promoter konstitutif yang sering dipakai untuk studi bioteknologi
tanaman dan hewan adalah promoter CaMV 35S (cauliflowermozaicvirus) yang
ditemukan oleh Chua pada tahun 1980-an yang merupakan promoter kuat untuk
tanaman dikotil (Nagy 1985) dan promoter CMV (cytomegalovirus) dari virus
manusia (Dunham 2004). Juga telah banyak promoter diisolasi dari dan dapat
aktif pada berbagai spesies ikan seperti promoter β-aktin ikan medaka (Takagi et
al. 1994) dan promoter keratin yang diisolasi dari ikan flounder Jepang (Hirono et
al. 2003). Walaupun berdasarkan beberapa penelitian penggunaan promoter
homolog menghasilkan ekspresi gen lebih baik dibandingkan dengan promoter
heterolog. Menurut Palmiter et al. (1982) dalam Nam et al. (2008) bahwa suatu
promoter yang berasal dari spesies yang berbeda (heterolog) kemungkinan tidak

10

mengenal RNA polimerase inang yang mengendalikan ekspresi gen. Namun,
beberapa promoter β-aktin heterolog yang telah digunakan dalam penelitian
transgenesis dapat menghasilkan ekspresi gen yang baik pada ikan uji seperti
penelitian yang dilakukan oleh Yoshizaki (2001) dengan menggunakan β-aktin
dari ikan medaka ternyata mampu mengekspresikan gen GFP yang kuat pada ikan
rainbow trout.

2. 5 Gen Marker GFP (green fluorescent protein)
Penemuan

GFP

atau

gen

berpendar

lainnya

merupakan

awal

berkembangnya pengujian transfer gen ke inang target khususnya dalam analisis
aktivitas sebuah promoter secara in vivo. Pengujian aktivitas promoter umumnya
dilakukan dengan cara introduksi konstruksi gen promoter yang telah
disambungkan dengan gen penanda misalnya GFP sehingga ekspresinya dapat
diamati (Takagi et al. 1994, Alimuddin 2003). Untuk mengetahui aktif atau
tidaknya promoter, uji aktivitas promoter ke inang dengan memanfaatkan gen
berpendar GFP sebagai gen penanda (Chou et al. 2001). Gen GFP mempunyai
keunggulan yaitu tidak memerlukan substrat tambahan untuk ekspresinya,
memiliki kandungan protein yang berpendar dan dapat divisualisasikan
ekspresinya pada sel dengan menggunakan sinar UV (Chalfie

1994 dalam

Iyengar et al. 1996). Gen GFP dapat berfungsi sebagai penanda (marker) dalam
pengujian efektivitas suatu promoter (Chalfie et al. 1994).
Gen GFP awalnya diisolasi dari ubur-ubur (Aequorea victoria) yang
memancarkan cahaya hijau berpendar dengan kuat dan stabil. Perkembangan saat
ini, banyak GFP yang mengalami mutasi dengan fluoresence lebih kuat yaitu
fluorescence enhanced GFP (EGFP) (Arai et al.

2001). Namun, Felts et al.

(2001) berhasil mengisolasi gen hrGFP (humanized Renilla reniformis Green
Fluorescent Protein) yang berasal dari Anthozoa (soft coral). Kelebihan dari
hrGFP dibandingkan dengan EGFP adalah memiliki intensitas fluoresen lebih
tinggi, lebih konsisten, lebih rendah tingkat sitotoksitasnya, kisaran stabilitas pH
yang lebih luas dan lebih resisten terhadap pelarut organik, detergen serta
protease. Gen GFP ini dinamakan humanized hrGFP karena dalam gen ini terjadi

11

modifikasi satu atau lebih kodon yang tidak sesuai menjadi susunan kodon yang
cocok untuk sel manusia.

2. 6 Teknik Transfer Gen dengan Elektroporator
Teknik dan metode transfer gen yang umum digunakan antara lain : alat
penembak DNA (gen gun) atau ballistic bombardment (Gendreau et al. 1995),
mikroinjeksi (Li & Tsai 2000), alat elektroporator (Arenal et al. 2000; Tseng et
al. 2000), penggunaan Agrobacterium sebagai agen infeksi, dan metode
transfeksi.

Metode

tersebut

masing-masing

mempunyai

kelebihan

dan

kekurangan, sehingga pemilihan metode juga tergantung pada media atau agen
introduksinya.
Pada hewan akuatik, mikroinjeksi merupakan metode yang umum
digunakan (Chourrout et al. 1986).

Dibandingkan dengan mikroinjeksi,

elektroporasi merupakan teknik yang lebih mudah dalam pengerjaannya (Inoue et
al. 1990). Beberapa keuntungan aplikasi elektroporasi antara lain : teknik ini
merupakan teknik transfer gen secara masal. Aplikasi kejutan listrik pada suspensi
sel menginduksi polarisasi komponen membran sel dan mengembangkan potensi
tegangan di seluruh membran. Pada saat perbedaan potensial antara bagian dalam
dan luar membran sel melewati titik kritis, komponen membran direorganisasi ke
dalam pori dalam area terlokalisasi, dan kemudian sel menjadi permeabel terhadap
masuknya makromolekul (Knight 1981; Knight & Scrutton 1986). Proses
modifikasi permeabilitas membran sel melalui medan listrik disebut elektroporasi.
Perubahan permeabilitas bersifat sementara, dengan syarat kejutan listrik tidak
melebihi batas kritis bagi sel (Tsong 1983; Serpeusu et al. 1985).

Ukuran pori

dapat diubah melalui berbagai panjang kejutan (dalam milliseconds), medan listrik
(dalam volts/sentimeter), dan kekuatan ionik media (Tsong, 1983).

12

3 BAHAN DAN METODE
3. 1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan sejak Februari 2009 sampai Mei 2010 pada
beberapa lokasi penelitian, meliputi: produksi embrio somatik rumput laut
Kappaphycus alvarezii melalui induksi kalus di Laboratorium Kultur Jaringan
Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi Institut Pertanian Bogor
dan Laboratorium Kultur Jaringan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau
Maros. Kegiatan perbanyakan plasmid gen GFP di Laboratorium Reproduksi dan
Genetik Organisme Akuatik Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan
Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, sedangkan kegiatan

introduksi gen

metode elektroporator menggunakan gen pulsher dan analisis ekspresi dengan
mikroskop fluoresen di Laboratoria Pengembangan Teknologi Industri Agro dan
Biomedika Balai Pengkajian Penerapan Teknologi (LAPTIAB-BPPT) Serpong,
serta beberapa kegiatan terkait dan kegiatan pendukung lainnya di Laboratorium
Genetik dan Laboratorium BIORIN Pusa