Binary Vector Construction and Transformation of Lysozyme Gene in Seaweed Kappaphycus alvarezii Using Agrobacterium tumefaciens-mediated Transfer

KONSTRUKSI VEKTOR BINER DAN TRANSFORMASI GEN
LISOZIM PADA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii
MENGGUNAKAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens

TRI HANDAYANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Konstruksi Vektor Biner
dan Transformasi Gen Lisozim Pada Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
Menggunakan Perantara Agrobacterium tumefaciens adalah benar karya bersama
saya dan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Tri Handayani
NIM C151100281

RINGKASAN
TRI HANDAYANI. Konstruksi Vektor Biner dan Transformasi Gen Lisozim pada
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Perantara Agrobacerium
tumefaciens. Dibimbing oleh ALIMUDDIN dan UTUT WIDYASTUTI.
Penyakit ice-ice merupakan salah satu permasalahan besar dalam budidaya
rumput laut Kappaphycus alvarezii. Penyakit ini diduga disebabkan oleh infeksi
bakteri dan diinduksi oleh perubahan kualitas air secara drastis. Infeksi ice-ice
dapat menyebar luas, menyebabkan kerusakan talus hingga mencapai 60-80% dan
menyebabkan penurunan produksi. Lisozim memiliki aktivitas bakterisidal yang
mampu menghidrolisa ikatan -1,4-glikosida dari peptidoglikan yaitu antara asam
N-asetil glukosamin dan asam N-asetil muramat yang merupakan penyusun
dinding sel bakteri Gram positif dan beberapa bakteri Gram negatif. Lisozim ayam
telah dilaporkan memiliki aktivitas litik terhadap Micrococcus lysodeikticus,

Flavobacterium columnare, Aeromonas hydrophilla dan Vibrio anguillarum.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi plasmid biner pembawa gen
lisozim ayam dan mentransformasikan pada talus K. alvarezii melalui vektor A.
tumefaciens. Konstruksi plasmid biner dilakukan dengan menggunakan pMSH1.
Gen lisozim diamplifikasi dari pJfKer-Lis menggunakan PCR dengan
primer spesifik gen lisozim ayam. Plasmid pMSH-1 dan gen lisozim produk PCR
dipotong dengan enzim NotI dan SpeI. Gen lisozim diligasi ke dalam vektor
ekspresi pMSH1 dan selanjutnya ditransformasi ke Escherichia coli DH5
menggunakan kejutan suhu. Plasmid pMSH1-Lis ditransformasi ke A. tumefaciens
LBA4404 melalui triparental mating. Sebanyak 225 talus diinokulasikan dengan
A. tumefaciens yang membawa plasmid pMSH1-Lis di bawah kendali promoter
35S CaMV dan terminator Nos. Kokultivasi berlangsung selama 3 hari pada
media PES (Prevasoli s Enriched Seawater) yang mengandung 200 mg/L
asetosiringon. Talus transforman diseleksi pada media PES yang mengandung 20
mg/L higromisin.
Konstruksi plasmid biner pMSH1 yang mengandung gen lisozim telah
berhasil dilakukan dan ditransformasikan ke E. coli DH5 dan A. tumefaciens
LBA4404. Jumlah talus K. alvarezii tahan higromisin sebanyak 53 talus atau
23,56% dari jumlah talus yang diinfeksi. Jumlah talus yang bertunas sebanyak 6
talus dengan efisiensi tunas putatif sebesar 11,32%. Analisis molekuler terhadap

talus yang tahan higromisin dengan PCR menggunakan kombinasi primer spesifik
gen lisozim, promoter 35S CaMV dan terminator Nos menunjukkan bahwa 3
tunas yang terbentuk dari 3 talus mengandung gen lisozim. Persentase
transformasi dalam penelitian ini adalah 23,56%.
Berdasarkan nilai persentase transformasi, maka protokol transformasi
masih perlu dimantapkan agar diperoleh transforman dan tunas putatif lebih
banyak. Selanjutnya, rumput laut transforman perlu diuji untuk mengevaluasi
tingkat toleransinya terhadap infeksi bakteri dan stres lingkungan.
Kata kunci: Kappaphycus alvarezii, lisozim, Agrobacterium tumefaciens,
transformasi genetik.

SUMMARY
TRI HANDAYANI. Binary Vector Construction and Transformation of
Lysozyme Gene in Seaweed Kappaphycus alvarezii Using Agrobacterium
tumefaciens-mediated Transfer. Supervised by ALIMUDDIN and UTUT
WIDYASTUTI.
Ice-ice disease is the biggest problem in the cultivation of seaweed
Kappaphycus alvarezii. The disease is caused by bacterial infection and induced
by drastic changes of water quality. Lysozyme has the ability to break down
bacterial cell wall. Lysozymes are well-characterized hydrolases, which cleave

beta-1,4 linkages of N-acetylglucosamine (GlcNAc) homopolymers and beta-1,4
linkages of the bacterial cell wall component GlcNAc-N-acetylmuramic acid
peptidoglycan. Chicken lysozyme had lytic activities against Micrococcus
lysodeikticus, Flavobacterium columnare, Aeromonas hydrophilla and Vibrio
anguillarum. The purpose of this research was to construct of a binary vector
pMSH1-Lis carrying chicken lysozyme (Lis) gene and introduce pMSH1-Lis on K.
alvarezii.
Lysozyme gene was amplified from pJfKer-Lis using PCR with specific
primers for chicken lysozyme gene. Plasmid pMSH-1 and PCR product of
lysozyme gene was cut with enzymes NotI and SpeI. Lysozyme gene was ligated
into the expression vector pMSH1 to design a binary expression vector of
pMSH1-Lis. The pMSH1-Lis was transformed to Escherichia coli DH5 by heat
shock, cultured and then the plasmid was isolated. The binary vector expression
was transformed into Agrobacterium tumefaciens LBA4404 by tri-parental
mating. Thallus was inoculated with A. tumefaciens carrying pMSH1-Lis and then
the transformed thallus was selected by adding 20 mg/L hygromycin to the culture
medium.
PCR analysis showed that the construction of the binary plasmid pMSH1Lis was established. Percentage of transformation of pMSH1-Lis on K. alvarezii
was 23.56%, while the efficiency of putative bud was 11.32%. PCR analysis
showed that three of the regenerated thallus contained lysozyme gene. Thus,

transgenic K. alvarezii was produced successfully and this can be useful for
studying the mechanisms of seaweed defense against bacterial infection.
Based on the percentage of the transformation, the transformation
protocols need to be established for increasing transformants and regenaration
thallus. Test bacterial resistance and environmental stress is necessary to examine
the transformants tolerance.
Keywords: Kappaphycus alvarezii, lysozyme, Agrobacterium tumefaciens, genetic
transformation

©Hak cipta milik IPB, tahun 2013
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

KONSTRUKSI VEKTOR BINER DAN TRANSFORMASI GEN

LISOZIM PADA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii
MENGGUNAKAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens

TRI HANDAYANI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian tesis: Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si.

Judul Tesis : Konstruksi Vektor Biner dan Transformasi Gen Lisozim pada
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Perantara

Agrobacterium tumefaciens
Nama
: Tri Handayani
NIM
: C151100281

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Alimuddin, SPi MSc
Ketua

Dr Ir Utut Widyastuti, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Akuakultur


Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Enang Harris, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 19 April 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rahmat dan karunia-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Penelitian
yang berjudul Konstruksi Vektor Biner dan Transformasi Gen Lisozim pada
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Perantara Agrobacerium
tumefaciens ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Akuakultur, Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dibiayai oleh proyek kerjasama Balai Riset
Perikanan Budidaya Air Payau, Maros dengan Pusat Penelitian Sumberdaya
Hayati dan Bioteknologi dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut

Pertanian Bogor, a.n. Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Alimuddin, S.Pi, M.Sc dan
Dr. Ir. Utut Widyastuti, MSi. selaku pembimbing atas kesabarannya dalam
memberikan saran, bimbingan, dukungan serta kesempatan dalam pelaksanaan
penelitian dan penyempurnaan penyusunan karya ilmiah ini. Penulis
mengucapkan terima kasih kepada Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si selaku penguji luar
komisi atas saran dan masukan yang diberikan. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Enang Harris, MS. sebagai Ketua Program Studi/
Mayor Ilmu Akuakultur Pascasarjana IPB.
Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
Kementerian Riset dan Teknologi Republik Indonesia yang telah memberikan
beasiswa bagi penulis untuk menempuh program Pascasarjana (S2) bagi Peneliti.
Penulis juga berterima kasih kepada rekan-rekan di Laboratorium Reproduksi dan
Genetika Organisme Akuatik Departemen Budidaya Perairan FPIK, di
Laboratorium Biorin PPSHB serta teman-teman AKU 2010 yang tidak dapat saya
sebutkan satu per satu, penulis mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dan
kebersamaannya.
Ucapan terima kasih juga saya sampaikan kepada suami Samino dan
ananda Kamilia Salsabila atas dukungan, kekuatan, kesabaran, pengorbanan, dan
ketulusannya dalam memberi motivasi dan semangat. Kepada Ibu dan Bapak yang

senantiasa memberi inspirasi, semangat, dukungan dan do a untuk penulis dalam
menyelesaikan tugas belajar di Pascasarjana IPB.
Sebagian dari tesis ini sudah ditulis dalam bentuk artikel dan dikirimkan
ke BIOTROPIA dengan judul Binary Vector Construction and Transformation of
Lysozyme Gene in Seaweed Kappaphycus alvarezii Using Agrobacterium
tumefaciens-mediated Transfer .
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat, terutama dapat memberikan
informasi untuk kepentingan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
kesejahteraan manusia terutama masyarakat Indonesia.

Bogor, Mei 2013
Tri Handayani

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

Halaman
ix


DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
Gen Lisozim
Transgenesis
Konstruksi DNA Rekombinan
Transformasi Gen Melalui Agrobacterium tumefaciens

4
4
6
6
7
9

3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Bahan Rumput Laut dan Bakteri
Konstruksi Vektor Biner
Transformasi pMSH1-Lis ke A. tumefaciens dan Analisis PCR
Transformasi pMSH1-Lis pada Talus Kappaphycus alvarezii.
Identifikasi Talus Transforman dengan Metode PCR

13
13
13
14
15
15
16

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Konstruksi Plasmid Biner pMSH1-Lisozim
Transformasi pMSH1-Lisozim ke Agrobacterium tumifaciens
Transformasi Gen Lisozim pada Talus Kappaphycus alvarezii

17
17
18
19

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

24
24
24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

30

RIWAYAT HIDUP

35

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Siklus hidup rumput laut Kappaphycus alvarezii
5
Proses
transformasi
genetik
menggunakan
perantara
11
Agrobacterium tumifaciens
3 Peta daerah T-DNA plasmid pMSH1 (NAIST, Japan)
13
4 Peta plasmid pJfKer-Lis
13
5 Pola pemotongan plasmid pMSH1-Lis menggunakan enzim NotI
dan SpeI dan identifikasi Escherichia coli DH5 transforman
pembawa gen lisozim
17
6 Triparental mating (TPM)
18
7 Identifikasi transforman Agrobacterium tumefaciens hasil triparental mating (TPM)
19
8 Tahapan transformasi genetik rumput laut Kappaphycus alvarezii
11
9 Tahapan perkembangan talus Kappaphycus alvarezii.
22
10 Hasil analisis PCR DNA rumput laut hasil transformasi dengan
23
gen Lisozim
1
2

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kompisisi media PES (Prevasoli s Enriched Seawater) stok
2 Komposisi media Lurria Bertani (LB) Agar
3 Komposisi larutan 1, 2, dan 3 untuk isolasi plasmid
4 Komposisi bufer 1x TAE
5 Komposisi bufer ekstraksi CTAB

Halaman
30
31
32
33
34

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
merupakan salah satu jenis rumput laut merah
✁✂✂✁✂✄☎✆us ✁✝✁v ✞✟✠✡✡
(Rhodophyta) yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Sentra produksinya mulai
dari Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, Kupang, Maluku, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Aceh, Riau, Lampung,
Bangka-Belitung, Banten, Kepulauan Seribu, Karimun Jawa, Banyuwangi, dan
Madura (Sulistijo 1998). Rumput laut ini merupakan sumber kappa-karaginan
yang dimanfaatkan dalam berbagai industri, antara lain: makanan, tekstil,
kosmetik, farmasi, dan fotografi (Yu ✟t ✁✝ . 2002). Kappa-karaginan banyak
dimanfaatkan sebagai stabilisator, bahan pengental, pembentuk gel dan
pengemulsi (Bixler 1996). Permintaan pasar terhadap ☛ ✁✝✁v ✞✟✠✡✡ sekitar delapan
kali lebih banyak dari jenis lainnya (Sulistijo 2002).
Upaya peningkatan produksi dilakukan dengan memperluas penanaman
rumput laut pada daerah pantai yang cocok untuk budidaya dan dengan
divertifikasi teknologi budidaya. Namun demikian, serangan penyakit ✡✆✟☞✡✆✟
merupakan kendala paling merugikan karena sulit ditanggulangi dan waktu
penyebarannya relatif cepat. Infeksi ✡✆✟☞✡✆✟ dapat menyebar luas hanya dalam
waktu sekitar satu minggu, dan dapat menyebabkan kerusakan talus hingga
mencapai 60-80% dalam waktu 1-2 bulan (Sulistijo 2002). Penyakit ✡✆✟☞✡✆✟ juga
menyebabkan penurunan kandungan karaginan (Amiluddin 2007). Fenomena
demikian sangat merugikan bagi pembudidaya, bahkan dapat menyebabkan
kebangkrutan dalam usaha budidaya rumput laut (Yulianto dan Mira 2009).
Bakteri yang diduga sebagai agen penyakit ✡✆✟☞✡✆✟ adalah ✌✍✟✎✏✑✒✑✓✁✍
✓✡✔✞✡✆✁✆✡✟✓✍✕ ✌☛ ✖✝✎✑✞✟✍✆✟✓✍✕ ✗✡✘✞✡✑ ✔✞✁✓✡✡✕ ✙✁✆✡✝✝us ✆✟✞✟us , dan ✗☛
✁✔✁✞✝✡ quefaciens. Hasil uji patogenitas terhadap kelima bakteri tersebut
menunjukkan bahwa patogenitas tertinggi dimiliki oleh V. agarliquefaciens
(Nasution 2005). Selain itu, Largo (2002) juga menemukan bakteri Vibrio pada
talus yang terserang ice-ice. Aris (2011) melaporkan lima jenis bakteri pada talus
K. alvarezii yang terserang ice-ice, yaitu Flavobacterium meningosepticum, V.
alginoliticus, Pseudomonas cepacia, P. diminuta, dan Plesiomonas shigelloides.
Sementara itu, Nurjana (2008) mengidentifikasi bakteri pada rumput laut yang
terserang ice-ice, yaitu Chromobacterium, Acinetobacter, Flavocytofaga dan
Vibrio.
Rekayasa genetik diketahui dilaporkan dapat digunakan untuk
meningkatkan daya tahan organisme budidaya terhadap infeksi bakteri patogen
(Yazawa et al. 2006; Burge et al. 2007; Fletcher et al. 2011). Pada rumput laut,
penelitian awal terkait pengembangan metode transfromasi dan uji aktivitas
promoter telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Huddy et al. (2012) telah
berhasil mentransformasi gen LacZ ke dalam talus Gracilaria gracilis
menggunakan metode tembakan partikel, demikian juga dengan Takahashi et al.
(2010) untuk gen glukuronidase pada talus Porphyra yezoensis. Promoter yang
umum digunakan dalam produksi rumput laut transgenik adalah 35S CaMV
(cauliflower mosaicvirus)
pada Laminaria japonica (Qin et al. 2005),

2
Kappaphycus alvarezii (Rajamuddin 2010), Porphyra yezoensis (Takahashi et al.
2010), dan Gracilaria gracilis (Huddy et al. 2012).
Metode yang umum digunakan dalam produksi tanaman transgenik adalah
dengan bantuan Agrobacterium tumefaciens. Penggunaan A. tumefaciens dalam
transformasi pada rumput laut telah berhasil dilakukan pada Porphyra yezoensis
(Cheney et al. 2001). Namun demikian, hingga saat ini penggunaan A.
tumefaciens dalam transformasi gen pada K. alvarezii belum ada yang
melaporkan. Transformasi menggunakan A. tumefaciens memiliki beberapa
keuntungan antara lain adalah biaya relatif lebih murah, jumlah salinan gen sedikit
dan teknik pengulangan percobaan memberikan hasil serupa (reproducible) (Hiei
et al. 1997). Agrobacterium tumefaciens mengandung vektor ekspresi biner.
Vektor pertama merupakan bagian virulen dari A. tumefaciens, tetapi tanpa TDNA, dan vektor kedua yang berukuran lebih kecil mengandung T-DNA dan gen
yang akan disisipkan (Loeidin 1998).
Gen yang sudah banyak diteliti dalam usaha mengatasi infeksi bakteri pada
organisme budidaya adalah gen lisozim. Lisozim dipergunakan untuk membuat
transgenik ikan tahan infeksi bakteri, seperti ikan zebra (Yazawa et al. 2006),
udang (Litopenaeus vannamei) (Burge et al. 2007) dan ikan salmon (Salmo salar
L.) (Fletcher et al. 2011). Lisozim memiliki aktivitas bakterisidal yang mampu
menghidrolisis ikatan -1,4-glikosida dari peptidoglikan yaitu antara asam Nasetil glukosamin dan asam N-asetil muramat yang merupakan penyusun dinding
sel bakteri Gram positif (Li et al. 2008). Namun demikian, lisozim juga memiliki
aktivitas litik pada beberapa bakteri Gram negatif.
Lisozim ayam telah dilaporkan memiliki aktivitas litik terhadap
Micrococcus lysodeikticus, Flavobacterium columnare, Aeromonas hydrophilla
dan Vibrio anguillarum (Yazawa et al. 2006). Lisozim mampu membunuh bakteri
Gram negatif, yang ditemukan pada bivalvia dan udang (Li et al. 2008). Aktivitas
litik dari lisozim pada F2 ikan salmon transgenik adalah 40% lebih besar daripada
ikan salmon bukan transgenik (Fletcher et al. 2011). Transgenik ikan zebra yang
mengekspresikan lisozim ayam menunjukkan bahwa F2 ikan transgenik 65%
tahan infeksi F. columnare dan 60% tahan terhadap infeksi Edwardsiella tarda,
sedangkan 100% ikan zebra kontrol tidak tahan terhadap infeksi bakteri tersebut
(Yazawa et al. 2006).
Kemampuan lisozim ayam dalam merusak dinding sel bakteri Gram positif
dan beberapa bakteri Gram negatif ini merupakan potensi yang dapat
dimanfaatkan dalam upaya meningkatkan resistensi rumput laut terhadap bakteri
patogen, terutama infeksi bakteri yang diduga sebagai penyebab penyakit ice-ice.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengkonstruksi plasmid rekombinan pembawa gen lisozim untuk
transformasi melalui Agrobacterium tumefaciens
2. Mengevaluasi persentase transformasi dan integrasi gen lisozim yang
diintroduksikan pada talus rumput laut Kappaphycus alvarezii melalui
Agrobacterium tumefaciens.

3
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai efektivitas
Agrobacterium tumefaciens dalam transformasi dan integrasi gen lisozim.
Selanjutnya rumput laut Kappaphycus alvarezii yang dihasilkan dapat menjadi
varietas tahan infeksi bakteri.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Laut ✚✛✜✜✛✜✢✣y✤u ✛✥✛v ✦✧★✩✩
Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu jenis rumput laut merah
(Rhodophyta) yang banyak dibudidayakan. Rumput laut jenis ini dikenal juga
dengan nama Eucheuma cotonii (Atmadja et al. 1996; Lewmanomont dan Ogawa
1995; Trono dan Ganzonfortes 1988; Wei dan Chin 1983) dan nama dagangnya
adalah cotonii. Berdasarkan pada karakter biokimia, dimana kandungan kappa
karaginan yang lebih dominan dari pada iota dan beta karaginan yang ditemukan
oleh seorang ahli dari Filipina bernama alvares, maka nama ilmiah dari E. cottonii
berubah menjadi Kappaphycus alvarezii (Atmadja et al. 1996; Silva et al. 1996).
Atmadja et al. (1996) mengklasifikasikan rumput laut ini sebagai berikut:
Kingdom
: Thalophyta
Divisio
: Rhodophyta
Kelas
: Rhodophyceae
Ordo
: Gigartinales
Famili
: Solierace
Genus
: Kappaphycus
Spesies
: Kappaphycus alvarezii
Kappaphycus alvarezii memiliki talus silindris, permukaan licin, berduri
tidak teratur dan melingkari talus, duri-duri talus runcing dan agak memanjang
(Doty 1973). Talus bersifat cartilagenous, warna hijau, hijau kekuningan, abu-abu
atau merah. Penampakan talus bervariasi mulai dari bentuk sederhana sampai
kompleks. Duri-duri pada talus terdapat juga sama seperti halnya dengan E.
denticulatum tetapi tidak bersusun melingkari talus. Percabangan ke berbagai arah
dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan di daerah basal. Tumbuh
melekat ke substrat dengan alat pelekat berupa cakram. Cabang-cabang pertama
dan kedua tumbuh membentuk rumpun yang rimbun dengan ciri khusus mengarah
ke datangnya sinar matahari. Cabang-cabang tersebut tampak ada yang
memanjang atau melengkung seperti tanduk (Atmadja et al. 1996).
Perkembangbiakan K. alvarezii secara alami melalui proses pergantian
generasi antara seksual dan aseksual. Reproduksi (perkembangbiakan) seksual
berlangsung melalui perkawinan antara sel betina (karpogonia) dari gametofit
betina dan sel jantan (spermatia) dari gametofit jantan yang kemudian tumbuh
menjadi tumbuhan karpospora (fase karposporofit) yang masih menempel pada
tumbuhan induknya. Reproduksi aseksual berlangsung dengan cara penyebarluasan spora yang dihasilkan oleh karposporofit yang kemudian tumbuh menjadi
sporofit (fase tetrasporofit) yang akan memproduksi spora sebagai cikal-bakal
gametofit jantan dan betina. Demikianlah terus berulang-ulang membentuk
suatu siklus perkembangbiakan silih berganti antara gametofit, karposporofit dan
tetrasporofit (Atmadja et al. 1996). Siklus perkembangbiakan rumput laut K.
alvarezii disajikan dalam Gambar 1.

5

Gambar 1. Siklus hidup rumput laut Kappaphycus alvarezii. Siklus hidup K.
alvarezii meliputi fase gametofit, karposporofit dan tetrasporofit
(Atmadja et al. 1996).
Proses perbanyakan yang umum dilakukan dalam budidaya berlangsung
tanpa melalui perkawinan. Setiap bagian rumput laut yang dipotong akan tumbuh
menjadi rumput laut muda yang mempunyai sifat seperti induknya. Perkembangan
dengan vegetatif lebih umum dilakukan dengan cara stek dari cabang-cabang talus
yang muda, masih segar, warna cerah, dan memiliki percabangan yang rimbun
serta terbebas dari penyakit (Parenrengi dan Sulaeman 2007).
Metabolit primer berupa senyawa hidrokoloid yang dihasilkan oleh K.
alvarezii disebut karaginan (carrageenan) sehingga disebut pula rumput laut
carrageenophyte (karaginofit). Didasarkan pada stereotipe struktur molekul dan
posisi ion sulfatnya, karaginan dibedakan menjadi tiga macam yaitu: iotakaraginan, kappa-karaginan dan lambda-karaginan, ketiganya berbeda dalam sifat
gel dan reaksinya terhadap protein (Rajamuddin 2010). Karaginan yang terdapat
pada K. alvarezii termasuk dalam kelompok kappa-karaginan (Spagnoulo et al.
2005).
Terdapat tiga strain pada K. alvarezii berdasarkan warnanya, yaitu strain
hijau, merah dan coklat. Masing-masing strain memiliki kandungan karaginan
yang berbeda. Kandungan karaginan tertinggi ditemukan pada strain hijau
(40,7±3,6%), selanjutnya strain coklat (37,5 ± 1,1 %), dan terendah pada strain
merah (32,7 ± 3,9%) (Munoz et al. 2004). Selain sebagai penghasil karaginan,
rumput laut ini juga kaya nutrisi, antara lain vitamin, mineral, protein dan asam
amino esensial, serta rendah lemak (Kotiya et al. 2011).

6
Gen Lisozim
Lisozim termasuk kelompok ubiquitous dan merupakan enzim antibakteri
yang menghidrolisis ikatan -1,4 glikosida dari peptidoglikan penyusun dinding
sel bakteri Gram positif (Li et al. 2008). Lisozim merupakan enzim yang
terdistribusi secara luas, ditemukan pada serum, mukus dan beberapa jaringan
vertebrata tingkat tinggi (Yazawa et al. 2006). Beberapa studi menunjukkan
bahwa lisozim juga mampu membunuh bakteri Gram negatif, yang ditemukan
pada bivalvia dan udang. Aktivitas anti protozoa dan anti fungi dari lisozim
disebabkan karena pemecahan N-asetil glukosamin pada khitin. Lizosim mampu
membunuh bakteri dengan aktivitas enzimatis. Sehingga, lisozim disebut sebagai
komponen penting dalam pertahanan imun terhadap serangan infeksi mikrobia (Li
et al. 2008).
Terdapat beberapa tipe lisozim yang telah berhasil dimurnikan, di antaranya
adalah chicken-type (c-type), goose-type (g-type) dan invertebrate-type (i-type) (Li
et al. 2008). Thammasirirak et al. (2006) mengklasifikasikan lisozim menjadi tiga,
yaitu chicken-type (c-type), goose-type (g-type) dan T4-type. Hikima et al. (2003)
membagi lisozim menjadi 6 tipe, yaitu chicken-type (c-type), goose-type (g-type),
invertebrate-type (i-type), plant, bacterial, T4 phage lysozyme (phage-type).
Lisozim tipe c (chicken lysozyme) merupakan tipe lisozim yang paling banyak
digunakan pada biota budidaya (Li et al. 2008). Lisozim tipe c disintesis oleh
saluran telur ayam (Nguyen-Huu et al. 1979).
Aktivitas litik dari lisozim pada F2 ikan salmon transgenik adalah 40% lebih
besar daripada ikan salmon bukan transgenik (Fletcher et al. 2011). Aktivitas
lisozim pada ikan zebra transgenik menunjukkan bahwa 65% generasi F2 ikan
zebra transgenik tahan terhadap infeksi Flavobacterium columnare dan 60% tahan
terhadap infeksi Edwardseilla tarda, sedangkan ikan zebra kontrol (nontransgenik) 100% tidak tahan terhadap infeksi bakteri tersebut (Yazawa et al.
2006). Aktivitas gen lisozim dalam merusak dinding sel bakteri bervariasi pada
spesies yang berbeda dan variasi aktivitas setiap spesies kemungkinan
berpengaruh terhadap ketahanan inang (Yazawa et al. 2006). Lisozim merupakan
enzim antimikrobia yang diduga berperan penting pada imunitas ikan (Fletcher et
al. 2011).
Lisozim yang diisolasi dari telur ayam (hen egg white lysozyme)
menunjukkan aktivitas litik yang kuat terhadap E. tarda dan Streptococcus sp.
Aktivitas lisozim pada ikan flounder sangat lemah pada E. tarda dan
Streptococcus sp. Hasil ini menunjukkan bahwa aktivitas bakterial dari lisozim
sangat bervariasi pada spesies yang berbeda. Variasi tersebut diduga dipengaruhi
oleh hubungan antara inang dan patogen dalam pertahanan bawaan pada inang
(Yazawa et al. 2006). Lisozim merupakan enzim antimikrobia yang diyakini
memainkan peran penting dalam imunitas bawaan (innate immunity) (Fletcher et
al. 2011).

Transgenesis
Transgenesis merupakan proses transfer gen-gen asing ke inang yang baru
(Lutz 2001), dengan memasukkan DNA asing ke dalam nukleus suatu sel target

7
dan menggabungkannya ke genom inang. Teknik ini digunakan untuk
mengintroduksi karakter-karakter genetik yang baru atau over-ekspresi ke suatu
individu dan diharapkan dapat diwariskan ke keturunannya.
Analisis organisme transgenik dapat dilakukan dengan beberapa cara antara
lain, visual, histokimia dan molekuler. Pengamatan secara visual antara lain
dilakukan jika T-DNA yang terintegrasi memiliki gen pelopor seperti GFP (green
fluorencense protein). Dengan menggunakan gen pelopor, pengamatan dapat
dilakukan tanpa merusak jaringan atau sel. Sedangkan analisis molekuler dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik PCR (polymerase chain reaction).
Keuntungan analisis dengan PCR antara lain: cepat, DNA yang diperlukan sedikit,
dapat dilakukan pada tahap dini dan teknik isolasi DNA sederhana (Ananda 2004;
Wulandari 2005). Teknik PCR ini dapat digunakan untuk mengetahui integrasi
dan ekspresi gen sisipan pada organisme hasil transformasi.
Integrasi gen sisipan pada organisme hasil transformasi dapat dilakukan
dengan teknik isolasi DNA (Ananda 2004; Wulandari 2005). Analisis ekspresi
gen sisipan dapat dilakukan dengan isolasi RNA dan dilanjutkan dengan sintesis
cDNA (Lubis 2008). Gen yang disisipkan ke dalam genom tanaman harus dapat
diekspresikan sehingga menghasilkan protein yang diinginkan serta harus stabil
diwariskan ke generasi berikutnya. Gen-gen yang diekspresikan pada tanaman
pada awalnya adalah gen-gen asli dari sumbernya: bakteri, jamur, hewan, tetapi
kebanyakan ekspresi dari gen tersebut di dalam tanaman sangat rendah.
Penambahan enhancer dikombinasikan dengan penggunaan promoter kuat atau
promoter spesifik dapat meningkatkan ekspresi gen pada tanaman (Rajamuddin
2010).
Salah satu penentu keberhasilan transgenesis adalah kemampuan promoter
yang digunakan untuk mengendalikan ekspresi gen yang diintroduksikan.
Promoter yang umum digunakan dalam produksi rumput laut transgenik adalah
promoter 35S CaMV (cauliflower mosaicvirus), seperti pada Gracilaria gracilis
(Huddy et al. 2012), Kappaphycus alvarezii (Rajamuddin 2010), Laminaria
japonica (Qin et al. 2005) dan Porphyra yezoensis (Takahashi et al. 2010).

Konstruksi DNA Rekombinan
Teknologi DNA rekombinan (rekayasa genetika) pada prinsipnya adalah
proses kloning gen. Kloning gen memungkinkan sejumlah gen dari sumber
berbeda disatukan dan membentuk DNA rekombinan. Kegiatan ini meliputi
beberapa tahap, yaitu penyisipan fragmen DNA yang mengandung gen target ke
dalam molekul DNA vektor (pembentukan DNA rekombinan), vektor rekombinan
dimasukkan ke dalam sel inang, perbanyakan DNA rekombinan di dalam sel
inang melalui pembelahan sel inang. Pembelahan sel inang ini berlangsung terus
menerus sehingga akan membentuk koloni yang masing-masing sel penyusunnya
membawa DNA rekombinan (Brown 1996).
Rekombinasi DNA plasmid meliputi lima langkah kegiatan. Langkah
pertama ialah mengkultur bakteri yang mengandung plasmid vektor dan plasmid
yang membawa DNA sisipan. Kultur dilakukan secara terpisah dan menggunakan
antibiotik yang sesuai sebagai penyeleksi (Brown 1996). Isolasi DNA dilakukan

8
terhadap kedua jenis kultur. Prinsip isolasi ialah melakukan lisis sel dan
memisahkan bagian plasmid dari RNA dan protein (Mullis 1990).
Langkah kedua ialah memotong kedua plasmid dengan enzim restriksi yang
sama. Penggunaan enzim restriksi yang sama bertujuan untuk memudahkan ligasi
DNA vektor dengan DNA sisipan melalui proses ligasi. Enzim yang mampu
memotong utas DNA secara tepat dan konsisten digolongkan ke dalam tipe II
endonuklease restriksi. Enzim ini mendegradasi DNA dengan memecah ikatan
fosfodiester yang menghubungkan satu nukleotida dengan nukleotida lainnya
pada untaian DNA. Hasil pemotongan DNA dengan menggunakan enzim ini ada
dua yaitu ujung tumpul (blund end) dan ujung lekat (sticky end). Ujung tumpul
terjadi karena enzim membuat potongan untai ganda sederhana pada pertengahan
urutan pengenal. Ujung lekat terjadi karena enzim restriksi menghasilkan
potongan berbentuk zig-zag atau dengan belok tajam melampaui dua atau empat
nukleotida. Fragmen DNA yang dihasilkan mempunyai tonjolan untai tunggal
pendek pada tiap ujung (Brown 1996).
Langkah ketiga ialah rekombinasi DNA yaitu menggabungkan DNA vektor
dengan DNA sisipan melalui proses ligasi menggunakan enzim T4 DNA ligase.
Proses ligasi ini dipengaruhi oleh suhu, kemurnian dan konsentrasi DNA. Hasil
ligasi berupa vektor yang telah membawa gen sisipan. Ligasi utas DNA berujung
lekat jauh lebih efisien dibandingkan ligasi ujung tumpul. Hal ini disebabkan
karena pada kedua ujung lekat terdapat pasangan basa yang sesuai. Kedua ujung
dapat menyatu melalui ikatan hidrogen sehingga membentuk struktur yang lebih
stabil. Pada DNA ujung tumpul enzim ligasi tidak mudah menyatukan keduanya.
Untuk mendapatkan kemungkinan terjadinya penyambungan, jumlah DNA yang
diligasi perlu diperbanyak (Brown 1996).
Langkah keempat ialah transformasi (memasukkan) DNA rekombinan ke
dalam inang. Tujuan transformasi ini ialah untuk memperbanyak DNA plasmid
rekombinan. Sel inang yang umum digunakan adalah Escherichia coli. Alasan
penggunaan E. coli antara lain proses pembelahan selnya sangat cepat (setiap 22
menit) sehingga pada waktu kurang dari 11 jam akan dihasilkan milyaran sel
bakteri, dan pada setiap sel dapat menghasilkan puluhan hingga ratusan copy
DNA plasmid rekombinan (Mullis 1990).
Langkah kelima adalah seleksi terhadap sel inang hasil transformasi pada E.
coli. Seleksi ini berdasarkan pada keberadaan gen-gen penyeleksi dalam plasmid
(Mullis 1990). Gen penyeleksi pada plasmid pMSH1 ialah npt II (neomycin
phosphotransferase II) adalah gen marka seleksi terhadap antibiotik kanamisin
dan hpt (hygromycin phosphotransferase) adalah gen marka seleksi terhadap
antibiotik higromisin (Hannum 2013).
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam transfer gen yaitu konstruksi
gen dan bagaimana gen yang ditransformasikan dapat terintegrasi dan terekspresi
pada jaringan target yang diinginkan, kemampuan jaringan target untuk menerima
gen asing dan kemampuan beregenerasi dari jaringan target. Keberhasilan
transformasi genetik tanaman ditandai dengan terintegrasinya gen yang
diintroduksikan ke dalam genom tanaman dan terekspresi serta tetap terpelihara
dalam seluruh proses pembelahan sel sampai regenerasi tanaman. Untuk
pembuktian terintegrasinya gen asing, umumnya digunakan penanda dan dapat
dilakukan dengan menggunakan marka seleksi, yang paling banyak dipakai yaitu
seleksi terhadap antibiotik dan herbisida (Hiei et al. 1997). Selain menggunakan

9
seleksi terhadap antibiotik dan herbisida, integrasi gen sisipan pada tanaman hasil
transformasi dapat dianalisis secara molekuler menggunakan teknik PCR.
Keuntungan analisis dengan PCR antara lain: cepat, DNA yang diperlukan sedikit,
dapat dilakukan pada tahap dini dan teknik isolasi sederhana (Brown 1996).
Tansfer dengan sistem Agrobacterium ini biasanya menggunakan vektor
ganda (binary-vector). Sistem ini menggunakan 2 plasmid yaitu plasmid pertama
mengandung bagian virulen dari plasmid Ti dari Agrobacterium tetapi tanpa TDNA dan plasmid kedua yang lebih kecil mengandung T-DNA dan gen yang
disisipkan. Alasan penggunaan vektor ganda adalah sulitnya menemukan sisi
pemotongan yang unik dengan enzim restriksi pada plasmid Ti yang berukuran
sangat besar (Loedin 1994).
Transformasi Gen Melalui ✪✫✬✭✮✯✰✱t ✬✲✳
u ✳
tu ✱✴✯✰✲✱✵✶
Agrobacterium adalah bakteri Gram negatif yang hidup bebas dalam tanah.
Bakteri ini hidup optimum pada suhu 28-30oC, bakteri ini tidak dapat membentuk
spora (endospora) (Buchanan dan Gibbons 1974), dan dapat menimbulkan
penyakit pada tumbuhan yang terinfeksi. Dalam budidaya pertanian, penyakit ini
tergolong penting dan sebagian besar terjadi pada tanaman dikotil (Draper et al.
1993). Menurut Miller dan Bassler (2001) terdapat dua spesies Agrobacterium
yang bersifat patogen yaitu A. tumefaciens sebagai penyebab penyakit tumor
(crown gall) dan A. rhizogenes sebagai penyebab penyakit akar rambut (hairy
root) pada berbagai tanaman dikotil yang peka. Escobar dan Dandekar (2003)
menyebutkan ada beberapa spesies Agrobacterium yang menyebabkan penyakit
pada tanaman, antara lain: A. tumefaciens (crown gall disease), A. rhizogenes
(hairy root disease), A. rubi (cane gall disease) dan A. vitis (crown gall of grape).
Sistem transformasi yang paling umum digunakan pada tanaman adalah
transformasi menggunakan A. tumefaciens. Bakteri ini merupakan bakteri tanah
yang bersifat patogen dan dapat melakukan transformasi genetik ke sel inangnya,
hingga menyebabkan tumor (crown gall). Selama ini interaksi antara
Agrobacterium dengan sel tanaman yang diketahui merupakan suatu fenomena
alami transpor T-DNA dari Agrobacterium tipe liar ke dalam inti sel tanaman
(Songstad et al. 1995). Ketika Agrobacterium menginfeksi tanaman, bagian dari
molekul DNAnya yang disebut T-DNA terintegrasi pada DNA kromosom
tanaman (Loedin 1994).
Transformasi menggunakan Agrobacterium memiliki beberapa keuntungan
antara lain relatif lebih murah, jumlah salinan gen sedikit dan teknik pengulangan
percobaan memberikan hasil serupa (reproducible) (Hiei et al. 1997). Terdapat
tiga komponen utama pada Agrobacterium yang berperan dalam transfer DNA ke
dalam sel tanaman (Sheng dan Citovsky 1996). Ketiga komponen tersebut adalah
T-DNA, virulence (Vir: A, B, C, D, E, G,H) dan gen chromosomal virulence
(chv), yang terdiri atas chvA, chvB, pscA dan att (Broek dan Vanderleyden 1995,
Tzfira dan Citovsky 2003).
Kemampuan bakteri mentransformasi sel tanaman berhubungan dengan
adanya plasmid penginduksi tumor (Ti) atau penginduksi akar (Ri) dalam
Agrobacterium. (Sheng dan Citovsky 1996; Gelvin 2000). Interaksi antara
Agrobacterium dan sel tanaman didahului dengan mekanisme secara kimiawi

10
dimana sel tanaman yang luka menghasilkan suatu metabolit yang berperan
sebagai isyarat bagi Agrobacterium. Metabolit tersebut dapat berupa senyawa
gula, asam, asam amino atau senyawa fenol (Winans 1992). Adanya senyawa
tersebut menginduksi Agrobacterium untuk bergerak aktif menuju ke sel sasaran.
Gerakan yang bersifat kemotaksis ini dipandu oleh senyawa yang disekresikan
oleh sel tanaman rentan yang luka. Interaksi dilanjutkan dengan adanya kontak
antara Agrobacterium dengan sel tanaman sasaran. Untuk memperkuat kontak
tersebut Agrobacterium mengeluarkan suatu metabolit yaitu -1-2-glukan.
Beberapa gen dalam kromosom Agrobacterium diketahui merupakan penyandi
enzim yang berperan dalam sintesis berbagai senyawa glukan, yaitu chvA, chvB,
dan exoC. Gen lain pada kromosom yang berperan seperti ketiga gen tersebut
adalah cel, produk cel berperan penting dalam sintesis senyawa selulosa fibril
(Douglas et al. 1985; Gelvin 2000).
Induksi faktor virulensi (vir) yang akan mengatur proses pemotongan dan
transfer T-DNA ke sel tanaman. Beberapa metabolit yang disekresi oleh tanaman,
akan menginduksi faktor virulensi. Metabolit tersebut adalah asetosiringon,
hidroksi asetosiringon, koniferil alkohol dan etil piruvat (Winans 1992). Aktivasi
gen vir dimulai dengan penerimaan sinyal oleh VirA. VirA merupakan protein
sensor trans-membran yang berfungsi mendeteksi molekul sinyal berupa senyawa
fenolik seperti asetosiringon. Selain itu, beberapa jenis monosakarida juga
berfungsi sebagai sinyal. Deteksi monosakarida dimungkinkan oleh adanya
interaksi dan asosiasi antara protein VirA dengan ChvE yang berfungsi sebagai
protein pengikat gula (glukosa/galaktosa) pada periplasma (de la Riva et al.
1998). Protein dari VirA ini akan menginduksi VirG melalui fosforilasi, yang
selanjutnya VirG akan mengaktifkan ekspresi berbagai Vir lainnya (Winans
1992). Induksi protein-protein Vir dikontrol oleh dua komponen sistem yaitu
VirA/G (Rosen & Ron 2011). Proses transformasi genetik menggunakan perantara
Agrobacterium tumefaciens dijelaskan pada Gambar 2.
Protein yang dihasilkan oleh gen Vir berperan untuk memotong dan
mentransfer T-DNA ke inang. Proses perpindahan T-DNA ke sel tanaman diawali
dengan pemotongan utas T-DNA dari plasmid Ti. Protein VirD1 dan VirD2 yang
memiliki aktivitas endonuklease akan mengenali sekuen batas T-DNA dan
memotong utas DNA pada posisi tersebut dan melepaskan utas tunggal T-DNA.
Setelah pemotongan, protein VirD2 tetap terikat secara kovalen pada ujung 5 utas
T-DNA (batas kanan). Asosiasi VirD2 melindungi T-DNA dari aktivitas
eksonuklease pada ujung 5 T-DNA dan juga berfungsi membedakan ujung 5 TDNA (batas kanan) sebagai ujung yang akan ditransfer terlebih dahulu ke sel
tanaman. Sintesis utas T-DNA dimulai dari batas kanan T-DNA dan berlangsung
dalam arah 5 ke 3 . Kompleks utas tunggal T-DNA-VirD2 diselubungi oleh
VirE2. Asosiasi protein ini mencegah serangan nuklease dan berfungsi
membentangkan utas kompleks T-DNA sehingga bentuknya menjadi lebih
ramping dan mudah melintasi kanal membran (de la Riva et al. 1998).
Transpor kompleks T-DNA dan protein Vir lainnya (VirE2 dan VirF), dari
bakteri menuju ke sel inang melalui sistem sekresi tipe IV. Sistem sekresi tipe IV
adalah kanal penghubung bakteri-inang yang tersusun atas protein VirD4 dan 11
jenis protein VirB (Tzfira & Citovsky 2002; Judd et al. 2005). Protein-protein
VirB membentuk kanal membran dan juga berfungsi sebagai ATPase yang
menyediakan energi untuk pembentukan kanal maupun proses ekspor T-DNA.

11
VirD4 berperan menunjang interaksi kompleks T-DNA-VirD2 dengan komponen
sekresi VirB (Gelvin 2003). VirD2 pada kompleks T-DNA akan mengarahkan
pergerakan kompleks menuju ke protein VirD4 pada kanal sekresi dan akhirnya
menuju ke sitoplasma sel inang.

Gambar 2. Proses transformasi genetik menggunakan perantara Agrobacterium
tumefaciens (Tzfira & Citovsky 2002), terdiri 8 tahap utama: (1)
pengenalan dan pelekatan Agrobacterium pada sel inang, (2)
pengindraan sinyal tanaman yang spesifik oleh dua komponen sistem
transduksi sinyal pada Agrobacterium yaitu VirA/VirG, (3) aktivasi
gen vir yang memulai proses transfer T-DNA, (4) salinan T DNA
yang akan dipindahkan ke inang diproduksi oleh kerja protein
VirD1/D2, (5) T-DNA dihantarkan dalam bentuk kompleks VirD2DNA, bersama-sama dengan beberapa protein vir lainnya ke dalam
sitoplasma sel inang, (6) Vir E2 berasosiasi dengan utas T-DNA dan
bergerak menuju sitoplasma sel inang, (7) kompleks T-DNA
dimasukkan ke dalam inti sel inang melalui proses impor aktif dan (8)
di dalam inti, T-DNA dibawa menuju ke titik tempat integrasi DNA
pada kromoson, kemudian protein-protein pengawal T-DNA terlepas
dan DNA akhirnya terintegrasi ke dalam genom inang.
Kompleks T-DNA ditargetkan menuju ke nukleus melintasi membran inti.
Sinyal lokasi inti atau nuclear location signals (NLS) yang terdapat pada protein
VirD2 dan VirE2 mengarahkan kompleks menuju ke inti sel. Protein VirF juga
diduga berperan dalam penargetan T-DNA ke nukleus (de la Riva et al. 1998).

12
Penghantaran kompleks T-DNA menuju nukleus dibantu oleh perangkat transpor
intraseluler yang dimiliki oleh sel inang. Dynein dan mikrotubula pada sel
tanaman target diduga memfasilitasi transpor T-DNA melintasi sitoplasma.
Kompleks T-DNA masuk ke dalam inti sel melalui kompleks pori nukleus atau
nuclear-pore complex (NPC) (Tzfira & Citovsky 2006). Proses masuknya T-DNA
ke dalam inti sel melibatkan kerja sama antara faktor-faktor inang seperti
karyopherin
(KAP ) dan protein interaksi VirE2 1 atau VirE2-interacting
protein1 (VIP1); dengan faktor-faktor asal bakteri seperti VirD2, VirE2 dan
VirE3 (Tzfira et al. 2002).
Integrasi T-DNA ke dalam genom inang merupakan tahap paling
menentukan dalam transformasi genetik. Mekanisme molekuler yang mendasari
integrasi T-DNA masih belum jelas. Integrasi T-DNA diduga terjadi melalui
rekombinasi yang difasilitasi oleh perangkat perbaikan DNA sel inang. Utas
tunggal T-DNA diubah menjadi molekul intermediat berutas ganda. Molekul
intermediat tersebut akan dikenali sebagai fragmen DNA yang putus, dan
kemudian akan digabungkan kembali ke dalam genom inang (Tzfira & Citovsky
2006).
Hal penting dalam proses transformasi melalui A. tumefaciens ini adalah
transfer T-DNA ke inti tanaman target yang diinduksi oleh ekspresi gen-gen vir
serta ekspresi gen-gen yang tertransformasi (Liu et al. 1992). Selain itu, integrasi
T-DNA yang membawa transgen ke dalam genom resipien, akan mengalami
sedikit pengaturan kembali secara intra dan intermolekuler, untuk memulihkan
sistem transkripsi dan translasi genom tanaman resipiennya. Transformasi melalui
Agrobacterium lebih menjamin kestabilan genom tanaman resipien (Sheng dan
Citovsky 1996).

13

3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 hingga Januari 2013,
bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan serta Laboratorium BIORIN
(Biotechnology Research Indonesia-the Netherland) Pusat Penelitian Sumberdaya
Hayati dan Bioteknologi, Institut Pertanian Bogor.

Bahan Rumput Laut dan Bakteri
Talus K. alvarezii warna hijau dipotong sekitar 3 cm, disterilisasi
menggunakan larutan iodin 1% dan detergen, kemudian dikultur dalam media
Prevasoli s Enriched Seawater (PES) (Lampiran 1) cair hingga siap untuk
ditransformasi. Bakteri yang digunakan adalah Escherichia coli DH5 yang
membawa plasmid pMSH1 (Gambar 3), E. coli DH5 yang membawa plasmid
pJfKer-Lis (Gambar 4), E. coli DH1 (pRK2013) dan A. tumefaciens LBA4404.

Gambar 3. Peta daerah T-DNA plasmid pMSH1 (NAIST, Japan). NPT II adalah
gen marka seleksi neomycin phosphotransferase II, HPT adalah gen
marka seleksi hygromycin phosphotransferase, MCS adalah daerah
penyisipan gen target yang dikontrol oleh promoter cauliflower
mosaic virus 35S (CaMV 35S) dan terminator (T) nopaline synthase
(Nos), menyandikan XbaI, XhoI, SacI, SmaI, KpnI, SpeI, NotI, BamHI.

Gambar 4. Peta plasmid pJfKer-Lis (Yazawa et al. 2005). Gen lisozim ayam
dikontrol oleh promoter keratin (Keratin) ikan flounder Jepang
(Paralichthys olivaceus). SV40 adalah terminator simian virus 40.
NPT II = neomycin phosphotransferase, GFP = green flourescent
protein.

14
Konstruksi Vektor Biner
Gen lisozim diamplifikasi dari pJfKer-Lis (Yazawa et al. 2005)
menggunakan PCR dengan primer F: 5 -GCA CTA GTG GCA ACA TGA GGT
CTT TGC-3 dan R: 5 - TTG CGG CCG CTC CTC ACA GCC GGC AGC-3 .
Ujung 5 primer forward ditambahkan situs restriksi (huruf tebal dan garis bawah)
SpeI dan pada primer reverse dengan NotI untuk membantu dalam ligasi ke vektor
biner pMSH-1 (pemberian Dr. Yokota, NAIST, Japan). Plasmid pMSH-1 dan gen
lisozim produk PCR dipotong dengan enzim NotI dan SpeI. Reaksi restriksi
diinkubasi pada suhu 37oC selama 16 jam.
Vektor pMSH-1 hasil restriksi diligasi dengan gen lisozim mengikuti
metode Sambrook et al. (1989). Sebanyak 4 µL 80 ng/µL pMSH-1 dicampur
dengan 3 µL 40 ng/µL gen lisozim, 1 µL larutan bufer ligasi 10x, 0,5 µL enzim T4
DNA ligase dan 1,5 µL ddH2O. Inkubasi reaksi ligasi dilakukan pada suhu 4oC
selama 16 jam, kemudian produk ligasi dipakai untuk proses transformasi.
Proses transformasi mengikuti metode Suharsono et al. (2002). Sebanyak 50
µL sel kompeten E. coli DH5 ditambahkan dengan 10 µL DNA plasmid hasil
ligasi, diinkubasi di dalam es selama 30 menit. Selanjutnya diberi kejutan panas
pada suhu 42oC selama 45 detik dan diinkubasi lagi di dalam es selama 5 menit.
Volume akhir dijadikan 160 µL dengan menambahkan 100 µL 2xYT cair dan
dikocok menggunakan shaker pada suhu 37oC selama 60 menit. Sebanyak 160 µL
campuran tersebut disebar secara merata di media LA (Lurria Bertani Agar)
(Lampiran 2) yang ditambah dengan kanamisin 50 mg/L dan diinkubasi pada suhu
37oC selama 16 jam. Koloni bakteri yang terbentuk diambil dan selanjutnya
digunakan dalam PCR untuk mendapatkan koloni transforman yang membawa
pMSH1-Lis. Transforman dikultur kembali pada media LB (Lurria Bertani)
(Lampiran 2) dengan penambahan antibiotik kanamisin 50 mg/L dan higromisin
50 mg/L.
Isolasi DNA plasmid dari kultur cair bakteri dilakukan dengan metode lisis
alkalis (Sambrook et al. 1989). Bakteri E. coli yang membawa plasmid pMSH-1
dikultur dalam media LB (Lurria Bertani) selama 18 jam. Hasil kultur 1,5 mL
disentrifugasi 5000 rpm (Jouan Centrifuge BR4i) 4oC selama 4 menit. Pelet
ditambah dengan 150 L larutan I (Lampiran 3) dan diresuspensi kembali.
Resuspen ditambahkan 200 L larutan II (Lampiran 3), bolak-balik 7-8 kali dan
diinkubasi selama 5 menit di suhu ruang, kemudian ditambah dengan 250 L
larutan III (Lampiran 3) dan dibolak-balik 7-8 kali, kemudian disimpan di atas es
selama 10 menit dan dilanjutkan dengan sentrifugasi 10.000 rpm 4oC selama 15
menit. Supernatan dipindah ke tabung eppendorf baru, kemudian ditambah
dengan fenol: kloroform: isoamilalkohol (PCI, 25:24:1) dan dilanjutkan dengan
divorteks kuat dan disentrifugasi 10.000 rpm 4oC selama 10 menit. Pada tahap ini
akan terbentuk 3 lapisan, lapisan atas diambil dan dipindahkan ke eppendorf baru,
kemudian ditambah etanol absolut 2x volume lapisan atas dan dilanjutkan dengan
inkubasi pada -20oC selama 3 jam. Tahap selanjutnya adalah sentrifugasi pada
10.000 rpm 4oC selama 15 menit. Endapan yang terbentuk dicuci dengan 1 mL
etanol 70%, selanjutnya disentrifugasi pada 10.000 rpm 40C selama 15 menit.
Supernatan dibuang, sedangkan plasmid (pelet) dikeringkan dengan cara divacum
selama 15 menit. Plasmid dilarutkan dalam 20 L ddH2O dan RNAse 4 L 1
mg/mL, kemudian diinkubasi pada 37oC selama 10 menit. RNAse diinaktivasi

15
dengan inkubasi pada 70oC selama 10 menit. Plasmid yang diperoleh kemudian
disimpan pada suhu -20oC untuk digunakan pada tahap selanjutnya. Keberhasilan
penyisipan gen lisozim dalam pMSH1 diuji dengan memotong plasmid
menggunakan enzim restriksi NotI dan SpeI (Fermentas).
Transformasi pMSH1-Lis ke ✷. tumefaciens dan Analisis PCR
Transformasi pMSH1-Lis ke A. tumefaciens dilakukan dengan cara triparental mating (TPM) (Liberty et al. 2008). Transformasi menggunakan tiga
macam bakteri, yaitu E. coli yang membawa plasmid pMSH1-Lis, bakteri helper
DH1 (pRK2013) dan A. tumefaciens LBA4404. Setiap bakteri tersebut sebanyak
20 L dicampur, kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 36 jam. Bakteri
yang tumbuh di media LA ini ditumbuhkan dalam media seleksi LA mengandung
kanamisin 50 mg/L, higromisin 50 mg/L dan streptomisin 50 mg/L, diinkubasi
pada suhu ruang selama 36 jam.
Analisis transforman A. tumefaciens dilakukan dengan teknik PCR
menggunakan primer 35S-F: 5 -ATG GCT GGA GTA TTA GCT GGG-3 dan
Lis-R: 5 -TTG CGG CCG CTC CTC ACA GCC GGC AGC -3 serta Lis-F: 5 GCA CTA GTG GCA ACA TGA GGT CTT TGC-3 dan Nos-R: 5 -CTC ATA
AAT AAC GTC ATG CAT TAC A-3 . Proses PCR dijalankan pada suhu
predenaturasi 94oC selama 3 menit; 35 siklus untuk denaturasi 94oC selama 30
detik, annealing 64oC selama 30 detik, ekstensi 72oC selama 1 menit, dan final
ekstensi 72oC selama 5 menit. Produk PCR diseparasi dengan teknik
elektroforesis pada gel agarosa 2% (b/v) menggunakan bufer TAE 1x (Lampiran
4), dengan voltase 50 V selama 50 menit. Pengamatan dilakukan terhadap pola
pita DNA hasil amplifikasi DNA dengan menggunakan DNA marker berukuran
100 pb.

Transformasi pMSH1-Lis pada Talus Kappaphycus alvarezii
Kultur A. tumefaciens hasil konjugasi
Satu koloni A. tumefaciens yang membawa plasmid pMSH1-Lis
ditumbuhkan pada media LB mengandung streptomisin 50 mg/L, kanamisin 50
mg/L dan higromisin 50 mg/L, dikocok menggunakan shaker (kecepatan 200
rpm) selama 36 jam pada suhu ruang. Setelah dilakukan subkultur selama 18 jam,
bakteri diendapkan dengan sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm selama 10
menit. Pelet bakteri kemudian dilarutkan dalam 25 mL media PES cair dan
penambahan 100 µM asetosiringon hingga mencapai optical density (OD) 0,5-1,0.
Transformasi dan regenerasi rumput laut
Transformasi dilakukan mengikuti metode Cheney (2000). Transformasi
menggunakan talus rumput laut yang telah dipotong sepanjang 1-2 cm dan
dikultur selama 3 hari, kemudian dilukai menggunakan jarum steril. Sampel
direndam dalam media infeksi yang berisi A. tumefaciens dan 100 µM
asetosiringon selama 30 menit dengan penggoyangan. Talus dikeringkan dengan

16
tisu steril dan dipindahkan ke media ko-kultivasi (m