Prime Commodity Determination of Papua Barat Agribusiness Development.

PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN
DALAM UPAYA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
DI PROVINSI PAPUA BARAT

ARDHA PUSPITA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Penetapan Komoditas
Unggulan dalam Upaya Pengembangan Agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Ardha Puspita Sari
NIM H451114041

RINGKASAN
ARDHA PUSPITA SARI. Penetapan Komoditas Unggulan dalam Upaya
Pengembangan Agribisnis di Provinsi Papua Barat. Dibimbing oleh RITA
NURMALINA dan DWI RACHMINA.
Potensi sumber daya pertanian yang dimiliki oleh Provinsi Papua Barat
hendaknya dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin sehingga dapat
meningkatkan perekonomian daerah. Salah satu pemanfaatan potensi tersebut
yaitu dengan pengembangan agribisnis, tentunya dengan menitikberatkan pada
komoditas-komoditas yang menjadi unggulan di Papua Barat agar dapat bersaing
dengan daerah lain. Tujuan penielitian ini adalah menganalisis prioritas penetapan
komoditas unggulan Provinsi Papua Barat, menganalisis sentra wilayah
pengembangan komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat, dan rekomendasi
arah pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat.
Analisis AHP digunakan dalam penentuan prioritas komoditas unggulan
dengan mempertimbangkan kriteria kesesuaian agroekosistem, kondisi ekonomi

dan daya dukung wilayah. Masing-masing kriteria memiliki sub kriteria yang akan
digunakan untuk mendapatkan komoditas unggulan, antara lain: kriteria
agroekosistem yaitu produktivitas, produksi dan trand produksi; kriteria ekonomi
yaitu pendapatan, kelayakan usaha, perdagangan dan industri pengolahan; dan
kriteria daya dukung yaitu modal, pasar, teknologi, sumber daya manusia,
lembaga, sarana dan kebijakan pemerintah. Komoditas pertanian yang dipilih
dibedakan menjadi 4 sektor yaitu tanaman pangan, tanaman hortikultura, tanaman
perkebunan dan peternakan.
Berdasarkan hasil analisis AHP dengan kriteria kesesuaian agroekosistem,
ekonomi dan daya dukung, maka penetapan komoditas unggulan dan sentra yang
dapat mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat adalah
sebagai berikut: Kelompok tanaman pangan adalah padi (0,219), ubi jalar (0,184)
dan kacang tanah (0,165). Padi menjadi prioritas utama komoditas unggulan
karena memiliki bobot tertinggi pada kriteria ekonomi dan daya dukung, yaitu
0,333 dan 0,218. Sedangkan untuk kriteria kesesuaian agroekosistem padi
memperoleh bobot terendah yaitu 0,105. Sentra pengembangan padi di Kabupaten
Manokwari dan Sorong. Komoditas unggulan ubi jalar, bobot kriteria tertinggi
adalah ekonomi (0,256), urutan kedua agroekosistem (0,184) dan terendah adalah
daya dukung (0,136) dengan sentra pengembangan adalah Kabupaten Sorong dan
Manokwari. Sedangkan pada komoditas unggulan kacang tanah, kriteria tertinggi

adalah Agroekosistem (0,288), kedua adalah daya dukung (0,147) dan ketiga
adalah kriteria ekonomi (0,071) dengan sentra pengembangannya di Kabupaten
Manokwari dan Teluk Bintuni.
Komoditas unggulan kelompok tanaman hortikultura yaitu kacang panjang
dengan bobot 0,165, tomat dengan bobot 0,146 dan cabai dengan bobot 0,138.
Kriteria kesesuaian agroekosistem pada komoditas kacang panjang memperoleh
bobot paling tinggi (0,289), diikuti kriteria ekonomi (0,175), dan daya dukung
(0,121). Pada komoditas tomat, bobot tertinggi pada kriteria ekonomi (0,264),
kedua daya dukung (0,114) dan ketiga agroekosistem (0,064). Sedangkan pada
komoditas cabai, bobot tertinggi pada kriteria ekonomi (0,175), kemudian daya

dukung (0,124) dan terendah agroekosistem (0,118). Sentra pengembangan
komoditas hortikultura seluruhnya di Kabupaten Teluk Bintuni.
Komoditas unggulan kelompok tanaman perkebunan yaitu pala (0,306),
kelapa sawit (0,293) dan kakao (0,275). Pala mendapatkan bobot tertinggi pada
kriteria ekonomi (0,376), kedua agroekosistem (0,371), dan ketiga daya dukung
(0,184) dengan sentra pengembangan pala di Kabupaten Fak-fak. Komoditas
kelapa sawit mendapatkan nilai tertinggi pada kriteria agroekosistem (0,293),
diikuti kriteria daya dukung (0,252), dan terakhir kriteria ekonomi (0,192) dengan
sentra pengembangannya di Kabupaten Sorong. Komoditas kakao mendapatkan

bobot tertinggi pada kriteria kesesuaian agroekosisten (0,277), kemudian kriteria
ekonomi (0,277), dan daya dukung (0,270) dengan sentra pengembangan di
Kabupaten Raja Ampat.
Komoditas unggulan pertenakan yaitu babi (0,309), sapi (0,191) dan ayam
(0,184). Babi memiliki bobot tertinggi pada kriteria kesesuaian agroekosistem
(0,393), diikuti ekonomi (0,295) dan daya dukung (0,151) dengan sentra
pengembangan di Kabupaten Kaimana. Komoditas unggulan sapi memiliki bobot
tertinggi pada kriteria agroekosistem (0,233), kedua kriteria ekonomi (0,125), dan
terakhir daya dukung (0,175) dengan sentra pengembangannya di Kabupaten Fakfak. Sedangkan ayam memiliki bobot tertinggi pada kriteria ekonomi (0,260),
diikuti daya dukung (0,251) dan kesesuaian agroekosistem (0,110) dengan sentra
pengembangan di Kabupaten Kaimana.
Arah pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat sebaiknya sesuai
dengan penetapan komoditas dan sentra pengembangannya dengan meningkatkan
pengembangan industri input, pengembangan teknologi budidaya, peningkatan
nilai tambah, pengembangan sistem pemasaran dan pengembangan lembaga
penunjang sistem agribisnis.
Kata kunci: Komoditas unggulan, sentra pengembangan, agribisnis, Papua Barat

SUMMARY
ARDHA PUSPITA SARI. Prime Commodity Determination of Papua Barat

Agribusiness Development. Supervised by RITA NURMALINA and DWI
RACHMINA.
Agriculture resources of Papua Barat should be exerted effectively to
boost the regional economy. Prime commodity based agribusiness development is
one of many approaches that can be used to improve the Papua Barat
competitiveness. The aim of this study were to determine the Papua Barat prime
commodity and its production area, and establish a recommendation on Papua
Barat agribusiness development.
Analytical Hierarchy Process (AHP) was used to prioritizing the
commodity from each of four sectors that were planned to be developed: crops,
horticulture, estate and livestock. The criteria used were agro-ecosystem
suitability (sub-criteria: productivity, production and its tren), economic factors
(income, feasibility, trade and processing industry avaibility) and regional
carrying capacity (capital, market, technology, human resources, institution,
facilities and government policy).
The AHP showed that for the crop sector, the prime commodities are
paddy (0,219), sweet potato (0,184) and peanut (0,165) respectively. Though in
term of agro-ecosystem suitability paddy has the lowest weight (0,105), but paddy
become the prime commodity since it has the highest weight of economic factor
0,333 and regional carrying capacity weight 0,218. Considering the agroacosystem, then Manokwari and Sorong can be recommended as main paddy

production area in Papua Barat. The same area can be projected as a main
production area for sweet potato as well, which become the second prime
commodity as its economic weight 0,256 and agro-ecosystem suitability weight is
0.184. Meanwhile, the third prime commodity, peanut, should be produced in
Manokwari and Teluk Bintuni.
The prime commodity for horticulture sector are legume (0,165), tomato
(0,146), and chili (0,138). Legume become the prime commodity since it has the
highest weight of agro-ecosystem suitability 0,289 and economic factor weight
0,175. Tomato become the second prime commodity as its economic weight 0,264
and regional carrying capacity weight 0,114. The third prime commodity are chili
has the highest weight of economic factor 0,175 and regional carrying capacity
weight 0,124. Teluk Bintuni Regency can be recommended as main horticulture
production area in Papua Barat.
The prime commodities for estate are nutmeg (0,306), palm oil (0,293),
and cocoa (0,275). Nutmeg become the prime commodity since it has the highest
weight of economic factor 0,376, agro-ecosystem factor 0,371 and regional
carrying capacity with lowest weight 0,184. Considering the agro-acosystem, then
Fak-fak can be recommended as main nutmeg production area in Papua Barat.
Palm oil become the second prime commodity as its agro-ecosystem weight
0,264, regional carrying capacity weight 0,252 and economic factor 0,192. The

main production area for palm oil in Sorong. Meanwhile, the third prime
commodity, cocoa, should be produced in Raja Ampat.
The prime commodities for livestock are pig (0,309), cattle (0,191) and
chicken (0,184). Pig and cattle become the prime commodity since it has the

highest weight of agro-ecosystem, economic factor and regional carrying capacity
with lowest weight. Differently with two categories above, chicken has the highest
weight of economic factor (0,260) and regional carrying capacity (0,251) and
agro-ecosystem (0,110). Considering the agro-acosystem, then Kaimana can be
recommended as main pig and chicken production area and Fak-Fak for cattle
production area in Papua Barat.
Agribusiness development in West Papua should be in accordance with the
prime commodity that has been determined. The development of agribusiness in
Papua Barat requires some effort inestablishing input industries, improving
cultivation technologies, creating and enforcing value added activities, developing
marketing systems and establishing supporting institutions of agribusiness system.
Keywords: Prime commodity, main production area, agribusiness, Papua Barat

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENETAPAN KOMODITAS UNGGULAN
DALAM UPAYA PENGEMBANGAN AGRIBISNIS
DI PROVINSI PAPUA BARAT

ARDHA PUSPITA SARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis

: Dr Ir Anna Fariyanti, MSi

Penguji Wakil Program Studi

: Dr Amzul Rifin, SP MA

Judul Tesis: : Penetapan Komoditas Unggulan dalam Upaya Pengembangan
Agribisnis di Provinsi Papua Barat
Nama
: Ardha Puspita Sari
NIM
: H451114041


Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS
Ketua

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr


Tanggal Ujian: 6 Januari 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nyalah penulisan tesis yang berjudul “Penetapan Komoditas Unggulan
dalam Upaya Pengembangan Agribisnis di Provinsi Papua Barat” dapat
diselesaikan dengan baik. Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik atas dukungan
dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini penulis
menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu, khususnya kepada:
1. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Ir
Dwi Rachmina, MSi selaku anggota komisi pembimbing atas segala
bimbingan, arahan, motivasi dan bantuan yang telah diberikan kepada
penulis.
2. Dr Ir Ratna Winandi, MS selaku dosen evaluator pada pelaksanaan kolokium
proposal penelitian, Dr Ir Basita Ginting, MA selaku moderator pada seminar
hasil penelitian, Dr Ir Anna Fariyanti MSi selaku dosen penguji luar komisi
dan Dr Amzul Rifin SP MA selaku dosen penguji perwakilan program studi
pada ujian tesis yang telah memberikan banyak masukan dan arahan untuk
penyempurnaan tesis ini.
3. Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku Ketua Program Studi Magister Sains
Agribisnis dan Dr Ir Suharno, MAdev selaku Sekretaris Program Studi
Magister Sains Agribisnis, serta seluruh dosen dan staf Program Studi
Magister Sains Agribisnis atas bantuan dan kemudahan yang diberikan
selama penulis menjalani pendidikan.
4. Dr Ir Harry Uhi, MSi selaku Kepala Dinas Pertanian, Peternakan dan
Ketahanan Pangan Provinsi Papua Barat, George Yarangga, APi MM selaku
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian Provinsi Papua Barat, Drs Ishak
Hallatu, MSi Selaku Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
Provinsi Papua Barat atas bantuan, kesediaan dan kerjasamanya dalam
memberikan data dan informasi yang diperlukan selama penelitian.
5. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI) atas Beasiswa Unggulan yang
diberikan kepada penulis.
6. Penghargaan setinggi-tinginya penulis persembahkan kepada orang tua
tercinta Bapak Mataji dan Ibu Purwanti, saudara-saudari serta kekasih atas
segala doa, pengorbanan dan kasih sayangnya dalam memberikan motivasi
yang begitu besar bagi penulis.
7. Teman-teman seperjuangan Angkatan II dan Angkatan III khususnya
Angkatan II Genap 2012 pada Program Studi Magister Sains Agribisnis atas
diskusi dan bantuan selama penulis mengikuti pendidikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2014
Ardha Puspita Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup

1
1
5
6
6
7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan
Peranan Komoditas Unggulan Terhadap Pembangunan Wilayah
Kriteria Komoditas Unggulan
Metode Pengukuran Komoditas Unggulan

7
7
8
9
10

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Konsep Sistem Agribisnis
Pembangunan Wilayah Berbasis Agribisnis
Pengertian Komoditas Unggulan
Penetapan Prioritas dan Sentra Komoditas Unggulan
Kerangka Pimikiran Oprasional

12
12
14
15
16
17

4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data

19
19
19
19
20

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Letak, Batas dan Luas Wilayah
Penduduk dan Tenaga Kerja
Kondisi Sosial Ekonomi
Potensi Agribisnis Papua Barat

27
27
28
30
31

6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Penetapan Komoditas Unggulan
Penetapan Sentra Pengembangan
Arah Penegmbangan Agribisnis

37
37
57
73

7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

77
77
77

DAFTAR PUSTAKA

78

LAMPIRAN

82

RIWAYAT HIDUP

121

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Produk domestik bruto atas dasar harga konstan 2000 menurut
lapangan usaha (miliar rupiah) tahun 2012
Perkembangan PDRB Papua Barat atas dasar harga konstan
menurut lapangan usaha tahun 2009-2011 (%)
Luas lahan dan produksi komoditas utama di Provinsi Papua Barat
tahun 2011
Populasi dan produksi peternakan di Provinsi Papua Barat tahun
2011
Komoditas unggulan Provinsi Papua Barat berdasarkan potensi
produksi
Jumlah dan fungsi responden berdasarkan jenis responden
Perbandingan berpasangan antar komoditas pada masing-masing
sub kriteria
Jumlah penduduk Provinsi Papua Barat menurut jenis kelamin per
kabupaten tahun 2011
Jumlah penduduk angkatan kerja di Provinsi Papua Barat menurut
jenis kelamin dan jenis kegiatan utama Tahun 2011
Perkembangan PDRB Provinsi Papua Barat atas dasar harga
konstan menurut lapangan usaha tahun 2009-2011 (%)
Luas lahan yang sesuai untuk pengembangan pertanian menurut
kabupaten di Provinsi Papua Barat tahun 2011
Sebaran dan tipe lahan yang sesuai di Provinsi Papua Barat tahun
2011
Luas lahan potensial untuk pengembangan pertanian menurut
kabupaten di Provinsi Papua Barat tahun 2011
Luas panen tanaman pangan menurut kabupaten di Provinsi Papua
Barat tahun 2011 (Ha)
Rata-rata produksi tanaman pangan menurut kabupaten di Provinsi
Papua Barat tahun 2008-2011 (ton)
Produksi tanaman perkebunan menurut kapubaten di Provinsi
Papua Barat tahun 2011 (ton
Rata-rata populasi ternak menurut kabupaten di Provinsi Papua
Barat tahun 2008-2011 (ekor)
Nilai pada masing-masing sub kriteria komoditas unggulan pangan
Provinsi Papua Barat
Nilai pada masing-masing sub kriteria komoditas unggulan
hortikultura Provinsi Papua Barat
Nilai pada masing-masing sub kriteria komoditas unggulan
perkebunan Provinsi Papua Barat
Nilai pada masing-masing sub kriteria komoditas unggulan
peternakan Provinsi Papua Barat

2
3
4
4
6
20
23
29
29
30
31
32
32
33
33
36
37
40
44
49
54

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Konsep dan pemikiran sistem agribisnis
Kerangka pemikiran operasional
Struktur AHP untuk penentuan prioritas komoditas
Struktur AHP untuk penentuan sentra pengembangan
Produksi tanaman hortikultura menurut kabupaten di Provinsi
Papua Barat
Persentasi perkembangan produksi tanaman perkebunan di Provinsi
Papua Barat tahun 2008-2012
Hasil pembobotan kriteria dan subkriteria
Sebaran bobot prioritas komoditas unggulan tanaman pangan
di Provinsi Papua Barat
Sebaran bobot prioritas komoditas unggulan tanaman hortikultura
di Provinsi Papua Barat
Sebaran bobot prioritas komoditas unggulan tanaman perkebunan
di Provinsi Papua Barat
Sebaran bobot prioritas komoditas peternakan di Provinsi
Papua Barat
Perbandingan sebaran bobot prioritas antar sektor komoditas
unggulan
Peta sentra komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat
Peta sentra pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan
di Provinsi Papua Barat
Lahan dan kegiatan pasca panen padi di Kabupaten Manokwari
Kebun dan hasil ubi jalar di Provinsi Papua Barat
Kebun kacang tanah di Provinsi Papua Barat
Peta sentra pengembangan komoditas unggulan hortikultura di
Provinsi Papua Barat
Kebun kacang panjang dan tomat di Kabupaten Manokwari
Peta sentra pengembangan komoditas unggulan tanaman
perkebunan di Provinsi Papua Barat
Kebun Pala dan Proses pemecahan biji pala oleh Masyarakat
Kabupaten Fak-fak
Kebun kelapa sawit di Distrik Prafi Kabupaten Manokwari
Kebun kakao di Kabupaten Raja Ampat
Peta sentra pengembangan peternakan di Provinsi Papua Barat

13
18
22
26
34
35
38
39
45
48
53
56
58
58
60
61
63
64
65
65
66
68
69
70

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Matriks perbandingan berpasangan
Hasil analisis AHP penetapan komoditas pangan
Hasil analisis AHP penetapan komoditas hortikltura
Hasil analisis AHP penetapan komoditas perkebunan

82
82
83
85

5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

Hasil analisis AHP penetapan komoditas peternakan
Rata-rata produksi tanaman pangan Provinsi Papua Barat (ton)
Rata-rata produksi tanaman hortikultura Provinsi Papua Barat (ton)
Rata-rata produksi tanaman perkebunan Provinsi Papua Barat (ton)
Rata-rata populasi peternakan Provinsi Papua Barat (ekor)
Rata-rata produksi tanaman pangan nasional (ton)
Rata-rata produksi tanaman perkebunan nasional (ton)
Rata-rata produksi tanaman hortikultura nasional (ton)
Rata-rata populasi peternakan nasional (ton)
Nilai LQ tanaman pangan
Nilai LQ tanaman hortikultura
Nilai LQ tanaman perkebunan
Nilai LQ peternakan
Produktivitas tanaman pangan Provinsi Papua Barat dan Nasional
(Ton/Ha)
Produktivitas tanaman hortikultura Provinsi Papua Barat dan
Nasional (Ton/Ha)
Produktivitas tanaman perkebunan Provinsi Papua Barat dan
Nasional (Ton/Ha)
Produktivitas peternakan Provinsi Papua Barat dan Nasional
Analisis trend produksi tanaman pangan menurut kabupaten
di Provinsi Papua Barat
Analisis trend produksi tanaman hortikultura menurut kabupaten
di Provinsi Papua Barat
Analisis trend produksi tanaman perkebunan menurut kabupaten
di Provinsi Papua Barat
Analisis trend populasi peternakan menurut kabupaten di Provinsi
Provinsi Papua Barat
Analisis pendapatan dan R/C rasio padi
Analisis pendapatan dan R/C rasio jagung
Analisis pendapatan dan R/C rasio ubi kayu
Analisis pendapatan dan R/C rasio ubi jalar
Analisis pendapatan dan R/C rasio kedelai
Analisis pendapatan dan R/C rasio kacang tanah
Analisis pendapatan dan R/C rasio sayuran
Analisis pendapatan dan B/C rasio pala
Analisis pendapatan dan B/C rasio kelapa sawit
Analisis pendapatan dan B/C rasio Kakao
Analisis finansial peternakan sapi untuk 5 ekor dalam 1 tahun
di Provinsi Papua Barat
Analisis finansial peternakan kambing untuk 5 ekor dalam 1 tahun
di Provinsi Papua Barat
Analisis finansial peternakan babi untuk 5 ekor dalam 1 tahun di
Provinsi Papua Barat
Analisis finansial peternakan itik untuk 500 ekor di Provinsi
Papua Barat
Analisis finansial peternakan ayam untuk 1000 ekor di Provinsi
Papua Barat

86
87
87
87
88
88
88
89
89
89
90
90
90
90
91
91
91
91
92
92
92
93
93
95
96
97
98
99
100
103
107
111
111
112
112
113

41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54

Analisis perdagangan tanaman pangan (ton)
Analisis perdagangan tanaman hortikultura (ton)
Analisis perdagangan tanaman perkebunan (ton)
Analisis perdagangan peternakan (ekor)
Jumlah industri pengolahan
Jumlah tenaga kerja di sektor pertanian tahun 2011 (jiwa)
Rata-rata skor penilaian daya dukung pengembangan sektor
agribisnis di Provinsi Papua Barat
Rata-rata jarak tempuh lokasi pedesaan terhadap kota
Luas potensi wilayah pengembangan pertanian di Provinsi Papua
Barat
Kesesuaian wilayah (ketinggian) Provinsi Papua Barat
Rata-rata produksi tanaman pangan menurut kabupaten
Rata-rata produksi tanaman hortikultura menurut kabupaten
Rata-rata produksi tanaman perkebunan menurut kabupaten
Rata-rata populasi ternak menurut kabupaten

114
114
115
116
116
117
117
118
118
118
119
119
119
119

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jumlah petani di Indonesia menurut data BPS mencapai 45% dari total
angkatan kerja di Indonesia, atau sekitar 42,47 juta jiwa. Sebagai negara dengan
sebagian besar penduduk bekerja pada sektor pertanian, Indonesia hendaknya
mewujudkan sektor pertanian sebagai unggulan (basis) ekonomi nasional demi
peningkatan kesejahteraan rakyat. Untuk menjadikan sektor pertanian sebagai
sektor unggulan dalam pembangunan ekonomi nasional, tranformasi
pembangunan pertanian harus dilakukan ke arah pembangunan agribisnis.
Pembangunan agribisnis memiliki keterkaitan yang erat dengan pembangunan
daerah. Daerah yang ingin membangun ekonomi kerakyatan harus menjadikan
pembangunan agribisnis sebagai fokus perhatian pembangunan. Hal ini
disebabkan karena saat ini hampir seluruh ekonomi di daerah Indonesia
berbasiskan sistem agribisnis, baik dikaji dari Pendapatan Domestik Regional
Bruto (PDRB), penyerapan tenaga kerja, maupun ekspor daerah (Saragih 2010).
Operasionalisasi pembangunan sistem dan usaha agribisnis sebaiknya
dilaksanakan melalui pengembangan kawasan dan pusat-pusat pertumbuhan
berbasis komoditas sesuai dengan keunggulan masing-masing daerah. Oleh
karena itu, daerah perlu mencermati sejumlah komoditas yang mempunyai
keunggulan sesuai dengan kondisi wilayah untuk dikembangkan secara
berkesinambungan. Ini berarti mulai meletakkan dasar kebijakan peningkatan
produksi dalam sistem ekonomi kerakyatan dengan pertimbangan potensi alam,
kondisi sosial ekonomi, penguasaan teknologi, kemampuan manajerial dan
pemanfaatan sumber daya alam lokal.
Saat ini di beberapa negara berkembang seperti negara-negara ASEAN
negara-negara di Asia Selatan, Afrika, Eropa Timur, dan Amerika Selatan telah
menerapkan progran OVOP (One village One Product) untuk mendukung
pengembangan potensi daerah. OVOP dirintis oleh Prof. Morihiko Hiramatsu
yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Oita, Jepang tepatnya pada 1980. OVOP
merupakan suatu pendekatan pengembangan potensi daerah di suatu wilayah
untuk menghasilkan suatu komoditas yang mampu bersaing di pasar global,
dengan tetap memiliki ciri khas keunikan karakteristik dari daerah tersebut.
Komoditas yang dihasilkan adalah komoditas yang memanfaatkan sumber daya
lokal, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia dengan tetap
menekankan pada nilai tambah lokal dan mendorong semangat menciptakan
kemandirian masyarakat. Selain itu, konsepsi yang ditekankan dalam program ini,
bahwa yang penting bukan hanya kemakmuran dari segi ekonomi (Gross National
Product) tetapi juga kepuasan batin (Gross National Satisfaction) masyarakat
setempat (Sugiharto dan Rizal 2008).
Komoditas unggulan yang pada dasarnya bersifat dinamis, dipilih sesuai
dengan potensinya dalam meningkatkan pendapatan atau menghemat devisa,
meningkatkan nilai tambah, dan menyerap tenaga kerja secara produktif, serta
berbasis utama pada sumber daya domestik yang ada (Rusono 1999). Sejalan
dengan apa yang dikemukkan oleh Saragih (2010), dimana salah satu landasan
kebijakan pembangunan pertanian dengan mengembangkan komoditas unggulan

2

yang berbasis pada keanekaragaman sumber daya, kelembagaan dan produk lokal.
Oleh karena itu, kriteria dan pertimbangan utama dalam pemilihan komoditas
unggulan meliputi: 1) memiliki peluang ekspor maupun substitusi impor secara
kompetitif; 2) mempunyai potensi basis sumber daya yang relatif siap
dimanfaatkan; 3) adanya terobosan teknologi, manajemen, dan kelembagaan; 4)
berpotensi meningkatkan nilai tambah melalui pengolahan dan penanganan pasca
panen; 5) memberikan peluang kerja bagi masyarakat dalam proses produksi,
pengolahan maupun jasa.
Tabel 1 menjelaskan kontribusi sektor pertanian terhadap PDB Indonesia
tahun 2012, terlihat bahwa pertanian menempati urutan ketiga setelah sektor
industri pengolahan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Ini
membuktikan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan cukup besar dalam
pengembangan perekonomian di Indonesia. Tetapi pada kenyataannya, sektor
pertanian tidak dipersiapkan untuk dapat bersaing dengan negara lain. Pada tahun
2012, pertumbuhan sektor pertanian di Indonesia hanya sekitar 3,97% lebih
rendah dari sektor lain padahal sektor tersebut diperlukan untuk mendukung
sektor lain sebagai bahan baku.
Tabel 1

Produk domestik bruto Provinsi Papua Barat atas dasar harga konstan
2000 menurut lapangan usaha (miliar rupiah) tahun 2012
Lapangan Usaha
2012
Proporsi (%)
1. Pertanian, Peternakan, Kehutanan
327.549,70
12,5
dan Perikanan
2. Pertambangan dan Penggalian
192.585,40
7,3
3. Industri Pengolahan
670.109,00
25,5
4. Listrik, Gas & Air Bersih
20.131,40
0,7
5. Konstruksi
171.996,60
6,5
6. Perdagangan, Hotel & Restoran
472.646,20
18,0
7. Pengangkutan dan Komunikasi
265.378,40
10,1
8. Keuangan, Real Estate & Jasa
253.022,70
9,6
Perusahaan
9. Jasa-jasa
244.719,80
9,3
Produk Domestik Bruto
2.618.139,20
100
Sumber: BPS 2013(diolah)
Kontribusi pengembangan agribisnis dalam upaya peningkatan
perekonomian Indonesia dapat dijadikan isu pokok mengingat potensi sektor
pertanian Indonesia yang sangat besar, akan tetapi belum dimanfaatkan secara
optimal. Potensi sektor pertanian memungkinkan untuk pengembangan agribisnis
sebagai sumber pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Hal ini didasarkan
pada: 1) Potensi sumberdaya alam Indonesia tersedia cukup besar; 2) Sektor
pertanian merupakan sumber bahan baku industri-industri domestik masih sangat
dibutuhkan; 3) Beberapa komoditas pertanian Indonesia mempunyai daya
keunggulan komparatif di pasar internasional; dan 4) kemampuan sektor pertanian
menyerap tenaga kerja, meningkatkan dan meratakan pendapatan masyarakat.
Kondisi sumberdaya yang mendukung serta struktur ekonomi dibeberapa
wilayah Indonesia yang berbasis pada pertanian, maka upaya yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan pembangunan agribisnis komoditas unggulan

3

adalah dengan meningkatkan produktivitas serta mengembangkan berbagai
kegiatan industri yang terkait dengan potensi sektor tersebut. Peningkatan
produktivitas diharapkan akan dapat mendukung peningkatan pendapatan. Hal ini
tentunya harus diikuti dengan peningkatan investasi dalam berbagai kegiatan
industri serta kegiatan pendukung sektor lainnya.
Salah satu wilayah yang memiliki sumber daya yang dapat mendukung
pengembangan agribisnis pertanian adalah Provinsi Papua Barat. Saat ini sektor
pertanian di Papua Barat masih menjadi sektor unggulan yang memberikan
kontribusi terbesar kedua bagi perekonomian nasional dan daerah, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Peran secara langsung antara lain melalui
kontribusi terhadap PDRB, sumber devisa, dan penyedia lapangan kerja.
Sementara itu, dampak tidak langsung diperoleh akibat efek pengganda aktifitas
sektor pertanian melalui keterkaitan Input-Output antar industri, konsumsi dan
investasi.
Tabel 2 Kontribusi PDRB Provinsi Papua Barat atas dasar harga konstan menurut
lapangan usaha tahun 2009-2011 (%)
Laju
Lapangan Usaha
2009
2010
2011
(%/Tahun)
1. Pertanian / Agriculture
26,03
21,51
17,17
-6,60
Tanaman Pangan
4,75
3,99
3,04
-1,33
Tanaman Perkebunan
2,61
2,15
1,86
-0,52
Peternakan
1,56
1,3
1,08
-0,35
Kehutanan
7,11
5,7
4,53
-1,87
Perikanan
9,99
8,36
6,66
-2,51
2. Pertambangan
15,09
11,64
9,7
-3,66
3. Industri Pengolahan
18,78
32,15
41,61
16,14
4. Listrik Dan Air Bersih
0,44
0,36
0,31
-0,09
5. Bangunan
8,98
7,67
6,77
-1,55
6. Perdagangan
9,82
7,94
7
-1,88
7. Pengangkutan dan
7,57
6,54
5,8
-1,25
Komunikasi
8. Keuangan
2,55
2,12
1,85
-0,48
9. Jasa-Jasa
10,74
10,08
9,79
-0,62
Sumber: BPS Provinsi Papua Barat 2012 (diolah)
Sasaran Pembangunan Pertanian Provinsi Papua Barat adalah
meningkatkan produktivitas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan
peternakan dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat serta meningkatkan
pendapatan petani. Namun, pada tahun 2010 kontribusi sektor pertanian terhadap
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Papua Barat turun dari 21,51%
mencapai 17,17% yang menduduki urutan kedua setelah industri pengolahan
(41,61%). Dari kontribusi sektor pertanian tersebut kontribusi terbesar adalah
sektor perikanan (6,66%), kehutanan (4,53%) dan tanaman pangan (3,04%).
Terlihat pada Tabel 2 bahwa laju pertumbuhan hampir semua sektor adalah
negatif kecuali industri pengolahan. Produksi LNG mempengaruhi pergeseran
struktur ekonomi Papua Barat sejak tahun 2010. Hal ini mendorong sektor industri
pengolahan menjadi sektor terbesar yang menyumbang nilai PDRB pada tahun

4

2011. Keadaan tersebut menggeser kontribusi sektor pertanian yang selama ini
menjadi sektor dominan di Papua Barat.
Papua Barat memiliki sumber daya lahan yang sangat berpotensi untuk
pengembangan pertanian. Berdasarkan Atlas Tata Ruang Pertanian Indonesia, dari
9,9 juta ha luas lahan Provinsi Papua Barat, seluas 2,7 juta Ha berpotensi untuk
pertanian, tetapi baru sekitar 0,62 juta Ha (33%) yang dimanfaatkan sebagai lahan
pertanian (BPS Provinsi Papua Barat 2012). Sumber daya lahan pertanian di
Papua Barat berperan sebagai penghasil sumber pendapatan petani dan daerah,
sehingga upaya untuk mengembangkan pertanian perlu dilakukan. Mengingat
sebagian besar masyarakat etnis Papua masih menggantungkan kehidupannya
pada sumber daya lahan dan lingkungan maka usaha pengembangan pertanian
secara tidak langsung juga meningkatkan taraf hidup, pendapatan, dan
kesejahteraan mereka. Selain sumber daya lahan, Provinsi Papua Barat juga
memiliki potensi sumber daya manusianya, yaitu sekitar 163.164 jiwa atau
48,50% dari total angkatan kerja penduduk Provinsi Papua Barat
bermatapencaharian sebagai petani (BPS Papua Barat 2012). Produksi komoditas
utama menurut Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi
Papua Barat tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 3 dan 4.
Tabel 3 Luas lahan dan produksi komoditas utama di Provinsi Papua Barat tahun
2011
Jenis Komoditas
Tanaman Pangan
1. Padi
2. Jagung
3. Ubi kayu
4. Ubi jalar
5. Kacang tanah
6. Kedelai
7. Sayur-sayuran
Tanaman Perkebunan
1. Kelapa
2. Kelapa sawit
3. Kakao
4. Pala
Sumber: BAPPEDA Papua Barat 2012

Luas Panen (Ha)

Produksi (ton)

8.283
1.278
1.744
1.018
596
375
5.319

29.303
2.125
20.440
10.410
625
403
22.790

21.154
13.157
9.131
5.816

17.710
45.358
5.133
588

Tabel 4 Populasi dan produksi daging peternakan di Provinsi Papua Barat tahun
2011
Peternakan
1. Sapi
2. Kambing
3. Babi
4. Ayam Buras
5. Ayam Ras
Sumber: BAPPEDA Papua Barat 2012

Popuasi (ekor)
41.462
16.810
78.420
1.021.581
581.089

Produksi (Kg)
2.316.136
39.834
334.950
767.944
454.464

5

Produksi pertanian yang mendukung pengembangan agribisnis di Provinsi
Papua Barat tersebar pada seluruh kabupaten. Kontribusi perkebunan terhadap
PDRB Papua Barat tergolong kecil dibandingkan perikanan, kehutanan dan
tanaman pangan, namun produksi terbesar masih di duduki oleh sektor
perkebunan. Produksi terbesar tanaman perkebunan yang diproduksi adalah
kelapa sawit. Sedangkan tanaman pangan yang diproduski antara lain, padi,
jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah dan kedelai.
Provinsi Papua Barat memiliki kondisi agroekosistem (iklim dan
topografi, sumber daya lahan dan sumber daya air) serta sumber daya manusia
dan sosial budaya yang mendukung pertumbuhan pertanian di Provinsi
Papua Barat. Potensi sumber daya pertanian yang dimiliki oleh Provinsi Papua
Barat hendaknya dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin sehingga dapat
meningkatkan perekonomian daerah. Salah satu pemanfaatan potensi tersebut
yaitu dengan revitalisasi pertanian, tentunya dengan menitik beratkan pada
komoditas-komoditas yang menjadi unggulan di Provinsi Papua Barat agar dapat
bersaing dengan daerah lain. Untuk itu perlu adanya identifikasi komoditas
unggulan serta penyusunan strategi arah pengembangan agribisnis komoditas
unggulan agar mampu bertahan menghadapi persaingan pada era globalisasi ini
serta dapat meningkatkan perekonomian daerah.
Rumusan Masalah
Pemanfaatan potensi wilayah untuk pengembangan agribisnis sebaiknya
sesuai dengan komoditas yang unggul berdasarkan agroekosistem wilayah
tersebut agar memiliki produksi dan produktivitas yang tinggi, memiliki pasar
yang jelas sehingga komoditas tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi serta
sesuai dengan daya dukung wilayah agar keberlangsungan pengembangan
agribisnis komoditas dapat terjaga (Saragih 2010). Penentuan komoditas unggulan
daerah merupakan langkah awal menuju pembangunan yang berpijak pada konsep
efisiensi dan dapat mendukung kebijakan pengembangan masyarakat pedesaan
serta dapat mengetahui keunggulan komperatif dan kompetitif masing-masing
daerah (Oddershede et al. 2007). Penetapan komoditas unggulan tentu saja harus
berdasarkan kriteria yang sesuai dengan kondisi wilayah setempat. Kriteriakriteria tersebut antara lain kesesuaian agroekosistem, memiliki nilai ekonomi
tinggi, sesuai dengan sosial budaya setempat dan memiliki teknologi dan
infrastruktur yang baik. Untuk itu setiap wilayah memiliki komoditas unggulan
yang berbeda-beda sesuai dengan kriteria yang dimiliki (Badan Litbang Pertanian
2003).
Penentuan komoditas unggulan pertanian di Provinsi Papua Barat selama
ini hanya berdasarkan potensi produksi, tanpa berdasarkan kreiteria-kriteria
penetapan yang sesuai dengan wilayah Papua Barat. Komoditas unggulan tersebut
dapat dilihat pada Tabel 5. Selain itu, pemerintah daerah setempat belum secara
spesifik melakukan pemetaan wilayah-wilayah sentra produksi komoditas
pertanian. Hal ini tentu memiliki kelemahan dalam menunjang pengembangan
agribisnis dari subsektor hulu hingga hilir di wilayah Papua Barat.
Salah satu pendekatan wilayah basis pengembangan agribisnis komoditas
unggulan daerah adalah dalam satuan wilayah kabupaten. Satu kabupaten

6

dipandang sebagai satu kesatuan wilayah pengembangan yang memiliki
keunggulan kompetitif untuk menghasilkan satu atau beberapa komoditas.
Kabupaten dengan daya dukung agroekosistem yang sesuai akan menjadi
penyumbang utama pembangunan pertanian daerah. Konsentrasi wilayah
pengembangan komoditas utama di beberapa kabupaten sentra (basis) dengan
kondisi agroekologi yang sesuai akan mempermudah pengembangan komoditaskomoditas tersebut. Pengetahuan tentang lokasi–lokasi (kabupaten) basis akan
mempermudah kemungkinan pengembangan untuk memenuhi target kenaikan
produksi dengan investasi yang lebih efisien.
Tabel 5 Komoditas unggulan Provinsi Papua Barat berdasarkan potensi luas lahan
dan produksi
Komoditas Unggulan
1. Perkebunan
- Kakao
- Kelapa sawit
- Pala
- Kelapa
2. Pangan
- Padi
- Ubi kayu
- Ubi jalar
Sumber: Supriadi 2008

Luas Lahan

Produksi (ton)

8.463
16.540
5.911
10.942

8.962
17.326
1.749
5.965

8.550
1.963
2.170

27.520
21.913
21.405

Diperlukan suatu kajian tentang potensi unggulan yang dimiliki tiap
wilayah tersebut agar dapat ditentukan metode pengembangan wilayah yang tepat.
Pengembangan agribisnis berbasis komoditi unggulan akan memiliki arti penting
bagi penyusunan sistem pembangunan daerah, khususnya Provinsi Papua Barat.
Secara umum basis ekonomi wilayah dapat diartikan sebagai sektor ekonomi yang
aktifitasnya menyebabkan suatu wilayah itu tetap hidup, tumbuh dan berkembang
atau sektor ekonomi yang pokok disuatu wilayah yang dapat menghidupi wilayah
tersebut beserta masyarakatnya. Basis ekonomi memainkan peran yang vital
didalam menentukan tingkat pendapatan wilayah. Untuk itu, penelitian ini melihat
jenis komoditas apa yang menjadi unggulan? Bagaimanakah sebaran sentra
komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat? serta bagaimana arah
pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka secara umum
tujuan yang ingin dicapai adalah menentukan arahan prioritas yang sesuai untuk
pengembangan agribisnis komoditas unggulan di Provinsi Papua Barat, sedangkan
tujuan spesifik penelitian ini adalah:
1. Menganalisis prioritas penetapan komoditas unggulan Provinsi Papua Barat.
2. Menganalisis sentra wilayah pengembangan komoditas unggulan di Provinsi
Papua Barat
3. Rekomendasi arah pengembangan agribisnis di Provinsi Papua Barat.

7

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi, masukan dan
manfaat yang besar, baik bagi pemerintah maupun bagi masyarakat dan
pengusaha yang akan bergabung dalam pengembangan agribisnis di Provinsi
Papua Barat serta mampu mengembangkan serta meningkatkan produksi
komoditas unggulan (basis) tersebut bagi sistem pembangunan pertanian di Papua
Barat.
Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah dalam
membuat dan meninjau kembali kebijakan dan program-program peningkatan
pertumbuhan pertanian serta komoditi pilihan yang harus dikembangkan secara
intensif demi tercapainya sistem perekonomian daerah yang kokoh. Diharapkan
juga penelitian ini mampu mendorong minat peneliti-peneliti berikutnya terkait
dengan komoditi unggulan daerah dalam usaha peningkatan dan pengembangan
sektor pertanian serta komoditi-komoditi unggulan di suatu wilayah.

Ruang Lingkup
Penelitian ini secara umum memberikan arahan mengenai wilayahwilayah yang akan dijadikan sentra arah pengembangan agribisnis komoditas
unggulan di Provinsi Papua Barat. Komoditas yang di teliti adalah komoditas
unggulan yang sesuai dengan komuditas utama yang dikembangkan di Papua
Barat menurut BAPPEDA Provinsi Papua Barat. Komoditas-kemuditas tersebut
antara lain kelompok tanaman pangan adalah padi, jagung, ubi jalar, ubi kayu,
kedelai dan kacang tanah; kelompok hortikultura adalah tanaman sayuran;
kelompok tanaman perkebunan adalah kelapa, pala, kelapa sawit dan kakao; dan
kelompok peternakan adalah sapi, kambing, babi dan ayam. Buah-buahan pada
kelompok tanaman hortikultura dan komoditas perikanan tidak diteliti karena
keterbatasan data yang diperoleh.
Kemudian secara spesifik, dilakukan penentuan prioritas komoditas
unggulan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) sesuai dengan
kriteria-kriteria yang dibangun sesuai dengan kriteria yang telah di tetapkan oleh
badan litbang pertanian dan penelitian-penelitian sebelumnya. Kriteria tersebut
adalah kesesuaian agroekosistem, memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan sesuai
daya dukung daerah. Untuk mendukung penilaian AHP maka dilakukan analisi
pendukung dari setiap aspek-aspek seperti, analisis produktivitas, Location
Quotient (LQ), Shift Share, analisis R/C rasio dan B/C rasio serta perhitungan
lainnya. Selanjutnya dilakukann penetapan sentra pengembangan berdasarkan
kriteria produktivitas, produksi, jarak ekonomi, potensi lahan dan kesesuaian
lahan. Terakhir adalah rekomendasi arah pengembangan agribisnis komoditas
unggulan di Provinsi Papua Barat berdasarkan hasil AHP yang telah dilakukan.

8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan Agribisnis Komoditas Unggulan
Konsep pengembangan komoditi unggulan merupakan pendekatan
agribisnis berbasis pada potensi sumber daya lokal. Berdasarkan sumber daya
lokal tersebut dimunculkan sejumlah komoditi yang mempunyai keunggulan
komparatif dan kompetitif. Sumber daya lokal yang sering menjadi bahan
pertimbangan utama adalah agroekosistem. Oleh karena itu, pengembangan
komoditi unggulan cenderung dimulai pada produksi primer.
Ciri dari agroekosistem daerah tropis adalah tingginya keragaman sumber
daya hayati, namun tingginya keragaman jenis tidak seluruhnya merupakan
potensi bisnis. Sumber daya hayati yang beragam tersebut, jika diusahakan dalam
skala bisnis seringkali menjadi rentan terhadap gangguan hama dan penyakit
sehingga membutuhkan biaya bisnis yang relatif mahal. Dengan demikian,
menurut BAPPEDA Jawa Barat pengembangan agribisnis yang berbasis sumber
daya hayati lokal perlu dilakukan secara selektif dengan memilih komoditikomoditi lokal unggulan. Daerah harus berani memilih komoditi tertentu untuk
diunggulkan sebagai komoditi basis pengembangan agribisnis.
Komoditi unggulan dapat dilihat secara komprehensif, bukan saja
berdasarkan keunggulan ciri agroekosistem lokal, tetapi juga dalam prospek pasar.
Dalam pengembangan komoditi diperlukan keterkaitan yang sinergis dengan
subsistem hulu dan subsistem hilir (pengolahan dan pemasaran). Sumberdaya
lokal tidak lagi menjadi ciri utama pengembangan agribisnis.penyediaan input,
pengolahan hasil, dan pemasaran hasil bisa tercipta dengan cara pengembangan
jaringan kerja dengan wilayah lain. Jaringan kerja sama antara wilayah dalam
pengembangan agribisnis dapat berupa pengembangan jaringan pemasaran produk
atau dalampenyediaan input (Bappeda Jawa Barat 2006).
Pendekatan agribisnis dalam pembangunan pertanian yang dilaksanakan di
suatu wilayah tidak akan memperoleh hasil yang maksimal tanpa memperhatikan
aspek lingkungan dari wilayah yang akan dikembangkan. Artinya mutlak
diperlukan satu mekanisme keterpaduan antara pembangunan pertanian
pendekatan agribisnis dan pembangunan wilayah secara umum. Dengan
mekanisme seperti ini akan dapat dihasilkan sinergi yang kuat untuk memacu
pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu perlu diperhatikan konsep
pembangunan wilayah pertanian dengan acuan untuk menghasilkan komoditas
unggulan melalui pendekatan agribisnis (Ratnawati et al, 2000).

Peranan Komoditas Unggulan Terhadap Pembangunan Wilayah
Pengembangan wilayah merupakan bagian penting dari pembangunan
suatu daerah terutama di perdesaan yang sangat rentan dan berat menghadapi
perubahan yang berskala global. Perubahan ini, jika tidak didukung suatu
perencanaan wilayah yang baik dengan mempertimbangkan aspek internal, sosial
dan pertumbuhan ekonomi akan berakibat semakin bertambahnya desa-desa
tertinggal. Perubahan paradigma perlu dilakukan dalam menata kembali daerah-

9

daerah yang dikatagorikan miskin dan lemah agar mampu meningkatkan daya
saing, manajemen produksi dan teknologi tepat guna berbasis lokal yang mampu
mempengaruhi daerah lainnya secara timbal balik. Secara sederhana konsep
pengembangan wilayah perlu dilakukan dalam perencanaan perdesaan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan memperkuat masyarakat di lapisan
bawah agar dapat mempengaruhi pasar secara berkelanjutan (Maryati 2009).
Berdasarkan teori basis ekonomi, faktor penentu utama pertumbuhan
ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan
barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad 1999). Hal ini diperkuat pula oleh
Richardson (1977) bahwa Proses produksi di suatu sektor yang menggunakan
sumber daya produksi lokal termasuk tenaga kerja dan bahan baku serta
outputnya diekspor akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi, peningkatan
pendapatan perkapita dan penciptaan peluang kerja di daerah tersebut.
Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk
tenaga kerja dan bahan baku untuk di ekspor akan menghasilkan kekayaan daerah
dan menciptakan peluang kerja.
Setiawan (2006) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa
pertumbuhan sektor unggulan di suatu wilayah tidak hanya berdampak pada
pertumbuhan ekonomi di dalam wilayah itu saja tetapi juga berdampak pada
pertumbuhan ekonomi di luar wilayah. Pertumbuhan sektor unggulan di masingmasing wilayah, berdampak pada pertumbuhan output, nilai tambah bruto, dan
penyerapan tenaga kerja di wilayah tersebut (intraregional) dan juga berdampak
pada wilayah lain yang terkait (interregional).
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor perekonomian yang
mendapatkan prioritas utama dalam pembangunan nasional terutama di negaranegara sedang berkembang. Hal ini dikarenakan pada umumnya negara-negara
berkembang tersebut merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya
menggantungkan hidupnya pada sektor tersebut, sehingga tidak salah apabila
sektor pertanian berfungsi sebagai penunjang terhadap pembangunan
ekonominya.

Kriteria Komoditas Unggulan
Menurut Badan Litbang Pertanian (2003), komoditas unggulan merupakan
komoditas andalan yang memiliki posisi strategis untuk dikembangkan di suatu
wilayah yang penetapannya didasarkan pada berbagai pertimbangan baik secara
teknis (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan
(penguasaan teknologi, kemampuan sumberdaya, manusia, infrastruktur, dan
kondisi sosial budaya setempat). Lebih lanjut Hardison (2003) mengemukakan
bahwa, komoditas unggulan adalah komoditas yang sesuai dengan agroekologi
setempat dan disamping itu juga mempunyai daya saing yang baik di pasar daerah
itu sendiri, di daerah lain, maupun di pasar internasional.
Ditambahkan pula oleh (Bachrein 2003) bahwa penetapan komoditas
unggulan di suatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa
komoditas-komoditas yang mampu bersaing secara berkelanjutan dengan
komoditas yang sama di wilayah lain adalah komoditas yang diusahakan secara
efisien dari sisi teknologi dan sosial ekonomi serta memiliki keunggulan

10

komparatif dan kompetitif. Selain itu kemampuan suatu wilayah untuk
memproduksi dan memasarkan komoditas yang sesuai dengan kondisi lahan dan
iklim di wilayah tertentu juga sangat terbatas.
Menurut Bachrein (2003), penetapan komoditas unggulan perlu dilakukan
sebagai acuan dalam penyusunan prioritas program pembangunan oleh penentu
kebijakan mengingat berbagai keterbatasan sumberdaya yang dimiliki baik
sumberdaya keuangan, sumberdaya manusia, maupun sumberdaya lahan. Selain
itu, keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan juga diharapkan
akan lebih baik karena kegiatan yang dijalankan lebih terfokus pada program yang
diprioritaskan. Batasan wilayah dalam penetapan komoditas unggulan biasanya
merupakan wilayah administrasi baik di tingkat nasional, provinsi, maupun
kabupaten. Dari beberapa penelitian yang telah dilaksanakan, pengembangan
komoditas unggulan ditetapkan berdasarkan teori ekonomi basis, aspek biofisik
(kesesuaian lahan), kelayakan ekonomi, rencana tata ruang, dan keinginan
masyarakat.
Pada konsep pembangunan daerah yang berbasis pada komoditas unggulan
ada beberapa kriteria komoditas sebagai motor penggerak pembangunan suatu
daerah, antara lain: mampu memberikan kontribusi yang signifikan pada
peningkatan produksi, pendapatan dan pengeluaran, mempunyai keterkaitan
kedepan dan belakang yang kuat, mampu bersaing, memiliki keterkaitan dengan
daerah lain, mampu menyerap tenaga kerja, bertahan dalam jangka waktu tertentu,
berorientasi pada kelestaran sumber daya alam dan lingkungan serta tidak rentan
terhadap gejolak eksternal dan internal (Sari 2008). Sedangkan pada lingkup
kabupaten/kota, komoditas unggulan kabupaten diharapkan memenuhi kriteria:
mengacu pada kriteria komoditas unggulan nasional, memiliki nilai ekonomi yang
tinggi, mencukupi kebutuhan domestik dan luar, memiliki pasar yang prospektif
dan berdaya saing tinggi, memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai tambah dalam
agroindustri, dan dapat dibudidayakan secara meluas.
Sebelumnya Ratnawati et al (2000) mengemukakan kriteria yang memadai
dalam penentuan komoditas unggulan suatu daerah. Berdasarkan data dan
informasi yang tersedia penentuan komoditas unggulan sekurang-kurangnya harus
memenuhui tujuh kriteria, antara lain: 1) mempunyai tingkat kesesuaian
agroekologi yang tinggi, 2) mempunyai pasar yang jelas, 3) mempunyai
kemampuan yang tinggi dalam menciptakan nilai tambah dan kesempatan kerja,
4) kemampuan meningkatkan ketahanan pangan, 5) mempunyai dukungan
kebijakan pemerintah, 6) merupakan komoditas yang telah diusahakan masyarakat
setempat, dan 7) mempunyai kelayakan usaha secara finansial maupun ekonomi.
Setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik dari luas
wilayah, penduduk, maupun sumber daya yang dimiliki. Hal ini membuat potensi
wilayah juga akan berbeda-beda, sehingga kebijakan pengembangan daerah harus
sesuai dengan karakteristik yang dimiliki daerah tersebut. Menurut Sari (2008)
Penetapan komoditas unggulan disuatu wilayah menjadi suatu keharusan dengan
pertimbangan bahwa komoditas-komoditas yang mampu bersaing secara
berkelanjutan dengan komoditas sama yang dihasilkan wilayah lain, serta efisien
dari sisi produksinya dan memiliki keunggulan komperatif dan kompotitif.

11

Metode Pengukuran Komoditas Unggulan
Berbagai metode telah dikembangkan dan digunakan dalam penetapan
komoditas unggulan daerah. Metode yang paling umum digunakan yaitu metode
Location Quotient (LQ) (Hendayana, 2003; Bachrein, 2003; dan Susilawati et al,
2006). Metode ini lebih bersifat analisis dasar yang dapat memberikan Gambaran
tentang pemusatan aktifitas atau sektor basis saat ini. Selain metode LQ, Bachrein
(2003) me