Development of Leading Food Crops Commodity for Supporting Regional Development in Bone Regency

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN
TANAMAN PANGAN DALAM MENUNJANG
PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN BONE

AKBAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan
Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dalam Menunjang Pengembangan
Wilayah di Kabupaten Bone adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Akbar
NIM A156120404

RINGKASAN
A K B A R. Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dalam
Menunjang Pengembangan Wilayah di Kabupaten Bone. Dibimbing oleh BABA
BARUS dan DWI PUTRO TEJO BASKORO.
Sektor pertanian merupakan sektor penting di Kabupaten Bone yang terlihat
dari karakteristik perekonomian yang didominasi oleh sektor pertanian. Peranan
sektor pertanian terhadap perekonomian Kabupaten Bone sangat besar dibanding
dengan sektor-sektor lain yakni sebesar 47,73%. Dari sisi lapangan usaha,
penduduk Kabupaten Bone yang bekerja di sektor pertanian mencapai 55,58%.
Potensi sektor pertanian di Kabupaten Bone tercermin dari luas wilayahnya yang
sebagian besar merupakan lahan persawahan dan tegalan. Dengan potensi lahan
dan sumberdaya manusia yang sedemikian besar, hasil produktivitas pertanian
tanaman pangan di Kabupaten Bone ternyata relatif berfluktuasi. Berdasarkan data
BPS tahun 2007 – 2011, produktivitas pertanian dalam arti luas mengalami tren
negatif. Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas tersebut adalah

adalah belum optimalnya daya dukung sarana dan prasarana kegiatan pertanian.
Selain itu, kesesuaian lahan untuk komoditas tanaman pangan belum menjadi
pertimbangan utama dalam perencanaan pembangunan sehingga berdampak pada
produktivitas dan keberlanjutan produk pertanian tanaman pangan.
Pengembangan sektor pertanian salah satunya bisa dilakukan melalui pendekatan
penetapan komoditas unggulan dengan memperhatikan kesesuaian biofisik,
dukungan sumberdaya serta kebijakan pemerintah.
Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan arahan dan strategi
pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Bone melalui:
(1) Mengidentifikasi komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Bone;
(2) Mengidentifikasi kelengkapan sarana dan prasarana pendukung usaha
pertanian; (3) Mengevaluasi kesesuaian lahan komoditas tanaman pangan; dan (4)
Menyusun arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan. Analisis yang
digunakan adalah (1) metode Location Quotient (LQ), (2) rataan luas panen,
ketersediaan dan konsumsi bahan pangan (permintaan), (3) MCDM-Topsis, (4)
analisis kesesuaian dan ketersediaan lahan dan (5) metode A’WOT.
Untuk menetapkan komoditas unggulan bagi pengembangan pertanian
tanaman pangan, digunakan analisis Location Quotient (LQ), rataan luas panen,
ketersediaan dan konsumsi bahan pangan (permintaan) dan MCDM-Topsis. Dari
hasil analisis dapat diketahui bahwa komoditas unggulan pertanian tanaman

pangan yang berpotensi dikembangkan di Kabupaten Bone adalah komoditas
padi, jagung dan kedelai.
Berdasarkan hasil analisis skalogram terhadap jumlah, jenis dan
ketersediaan sarana prasarana pendukung usaha pertanian, sebagian besar
kecamatan di Kabupaten Bone masih belum memiliki sarana prasarana yang
memadai. Dari hasil analisis, hanya terdapat 2 kecamatan yang merupakan
wilayah Hirarki I dan sebanyak 8 kecamatan termasuk wilayah Hirarki II dan
sisanya sebanyak 17 kecamatan termasuk wilayah Hirarki III. Wilayah Hirarki I
dan II umumnya mempunyai sarana dan prasarana pertanian cukup lengkap
sedangkan wilayah Hirarki III memiliki sarana prasarana yang kurang memadai.

Berdasarkan hasil analisis maka lahan yang sesuai dan tersedia untuk
pengembangan komoditas tanaman padi adalah 95.068 ha (20,7% dari luas
kabupaten). Untuk pengembangan komoditas kedelai dan jagung yang berada
dalam satu lahan yang sama 73.317 ha (16,0%) dan khusus untuk komoditas
kedelai 3.934 ha (0,9% dari total luas wilayah).
Arahan lokasi pengembangan komoditas unggulan tanaman padi, jagung
dan kedelai adalah kecamatan yang berada di wilayah hirarki III berdasarkan
pengembangan skala prioritas berdasarkan analisis LQ, tingkat kelengkapan dan
ketersediaan sarana prasarana pertanian serta kelas kesesuaian dan ketersediaan

lahan. Kecamatan tersebut meliputi Kecamatan Libureng, Kahu, Bengo,
Salomekko, Ajangale, Ponre, Lappariaja, Cina, Tonra, Cenrana, Kajuara, Lamuru,
Bontocani, Amali, Mare, Tellulimpoe dan Patimpeng.
Berdasarkan hasil penelitian diperlukan adanya usulan perubahan pola ruang
khususnya kawasan yang sesuai dan tidak sesuai untuk pengembangan komoditas
tanaman pangan. Selain itu, dengan atau tanpa perubahan pola ruang ini maka
beberapa strategi pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di
Kabupaten Bone yang diusulkan adalah sebagai berikut: (a) Memanfaatkan
potensi wilayah/SDA yang lahannya sesuai secara fisik dengan cara intensifikasi
dan ekstensifikasi; (b) Membangun dan merevitalisasi sarana dan prasarana
pertanian di wilayah hirarki III berupa pengadaan kios sarana produksi untuk
menyediakan pupuk murah, bibit/benih murah dan alat dan mesin pertanian; (c)
Meningkatkan pola kemitraan antara stakeholders; dan (d) Memanfaatkan posisi
strategis wilayah dalam usaha perdagangan ekspor impor produk pertanian.
Kata kunci : Kabupaten Bone, kesesuaian lahan, komoditas unggulan, tanaman
pangan

SUMMARY
AKBAR. Development of Leading Food Crops Commodity for Supporting
Regional Development in Bone Regency. Supervised by BABA BARUS and

DWI PUTRO TEJO BASKORO.
The agricultural sector is an important sector in Bone regency as indicated
by its dominancy in the Bone regency economic structure. The role of the
agricultural sector to the economy of Bone is very large as compared to other
sectors due its 47,73% contribution to the PDRB of Bone regency. About 55.58%
of the total population is working in the agricultural sector. The potential of the
agricultural sector in Bone regency is reflected by the fact that mostly area are
agricultural land (rice field and agricultural drylands). Although with the very
large potential of land and human resources, the productivity of food crops in
Bone regency is still fluctuating relatively. Based on 2007 – 2011 BPS data,
agricultural productivity sense experiencing negative trends. One of the factors
affecting its productivity is the lack of agricultural infrastructure. In addition, the
suitability of land for food crops has not been a major consideration in planning
that impacted on the productivity and sustainability of agricultural crop products.
Development of the agricultural sector can be done through leading commodity
approach by considering the biophysical suitability, resources and government
policy supported.
This study aims to formulate the direction and strategy development leading
commodity crops in Bone regency through: (1) Identify the leading food crops
commodities in Bone Regency, (2) Identify availability of

agricultural
infrastructure and facilities, (3) Evaluate land suitability for food crops in Bone
Regency, and (4) Develop guidelines and strategies for development of leading
foods in Bone Regency. The analytical methods used are the LQ analysis, average
area analysis, availability and consumption of food and synthesized by MCDMTOPSIS, schallogram, land suitability, and A'WOT.
To establish the leading commodity for the development of agricultural
commodity crops, this research used Location Quotient analysis, average area
analysis, availability and consumption of food and synthesized by MCDMTOPSIS, schallogram, land suitability, and A'WOT. From the analysis it can be
seen that the leading commodity food crops that could potentially be developed in
Bone regency are paddy, corn and soybeans.
Based on the analysis schallogram for the number, type and availability of
infrastructure to support agriculture, most districts in Bone regency still do not
have adequate infrastructure. From the analysis, there are only two districts which
is the Hierarchy region I and 8 districts belong to Hierarchy II region and the
remaining 17 districts belong to Hierarchy region III. Region I and II hierarchy
generally have complete agricultural infrastructure while the Hierarchy III region
has inadequate infrastructure.
Based on the results of the analysis, the suitable and available land for
development of paddy, is 95 068 ha (20.7% of the district). For the development
of soybean and corn that are in the same area of land 73 317 ha (16.0%) and

specific to soybean 3,934 ha (0.9% of the total area).

Location development leading commodity crops of paddy, corn and
soybeans are districts that in the region of Hierarchy is based on the development
priorities based on analysis of LQ, availability of agricultural infrastructure and
suitability and availability of land. The district includes Libureng, Kahu, Bengo,
Salomekko, Ajangale, Ponre, Lappariaja, China, Tonra, Cenrana, Kajuara,
Lamuru, Bontocani, Amali, Mare, Tellulimpoe and Patimpeng.
Based on the results of the research it is necessary to change in the spatial
planning for the suitable and unsuitable region for the development of food crops.
With or without the change in the spatial planning several strategies for
development of leading commodity crop in Bone regency are proposed as follow:
(1) Utilizing potential of suitable land natural resources through intensification
and extensification; (2) Establishing and revitalizing of agricultural infrastructure
in region of Hierarchy III particulary for production facilities for cheap fertilizer,
cheap seeds and agricultural machinery; (3) Increasing partnerships between
stakeholders; and (4) Utilizing a strategic position in the area of import-export
trade business products agriculture.
Keywords:


Agricultural infrastructure, Bone regency, land suitability, leading
commodity.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN
TANAMAN PANGAN DALAM MENUNJANG
PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN BONE

AKBAR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Khursatul Munibah, MSc

Judul Tesis : Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dalam
Menunjang Pengembangan Wilayah di Kabupaten Bone
Nama
: Akbar
NIM
: A156120404

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua

Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr Ir Santun RP Sitorus

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 28 Februari 2014


Tanggal Lulus:

Judul Tesis
Nama
NIM

Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dalam
Menunjang Pengembangan Wilayah di K abupaten Bone
Akb ar
A156120404

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Baba Barus, MSc
Ketua

o Te·o Baskoro MSc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Perencanaan Wilayah

r,----- '
Prof. Dr Ir Santun RP Sitorus

Tanggal Ujian: 28 Februari 20 14

Tanggal Lulus:

18 MAR 2014

PRAKATA
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu
Wa Ta’ala atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan
judul Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dalam
Menunjang Pengembangan Wilayah di Kabupaten Bone dapat diselesaikan.
Penulis menyadari bahwa penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari
bantuan dan dorongan yang sangat berharga dari berbagai pihak. Sehubungan
dengan itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan setinggitingginya kepada:
1. Bapak Dr Ir Baba Barus, MSc dan Bapak Dr Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, MSc
selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan,
bimbingan dan luangan waktunya yang diberikan dari tahap awal hingga
penyelesaian tesis ini
2. Ibu Dr Khursatul Munibah, MSc selaku penguji luar komisi yang telah
memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.
3. Ketua program studi Bapak Prof. Dr Ir Santun RP Sitorus beserta segenap
dosen pengajar, asisten dan staff kependidikan Program Studi Ilmu
Perencanaan Wilayah SPS IPB
4. Pusat Pembinaan, Pendidikan dan Pelatihan BAPPENAS atas kesempatan
beasiswa yang diberikan kepada penulis.
5. Pemerintah Kabupaten Bone yang telah memberikan kesempatan tugas
belajar kepada penulis.
6. Saudara-saudaraku Hj Wahidah Said SH, Irwan Said SH, Wakifah Said SSos,
Rasyid Said SH dan keluarga atas motivasi, dorongan dan doanya selama ini.
Kemenakan-kemanakanku: saya sayang kalian.
7. Rekan-rekan kelas khusus Bappenas Program Studi Ilmu Perencanaan
Wilayah Angkatan 2012 atas kerjasamanya selama ini. Rekan-rekan di wisma
surya atas diskusi, sumbangan pikiran dan masukannya dan pihak-pihak yang
tidak bisa disebutkan satu persatu dalam membantu penyelesaian tesis ini.
Ungkapan terima kasih yang istimewa khusus disampaikan kepada
ayahanda HM Said. P, ibunda Hj Nahirah, istriku Arni Djainuddin SS dan anakku
Naura Alviena Thufailah Akbar serta keluarga besarku, atas segala doa, cinta,
kasih sayang dan pengorbanan yang diberikan dengan tulus selama ini. Kepada
mereka karya ilmiah ini penulis persembahkan
Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga
dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya,
semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014
Akbar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Kerangka Pemikiran

1
1
3
4
5
5
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan Wilayah
Pembangunan Berbasis Pertanian
Penetapan Komoditas Unggulan
Evaluasi Sumberdaya Lahan
Sistem Informasi Geografis

7
7
8
9
10
11

3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengumpulan Data
Bahan dan Alat
Metode Analisis Data
Penentuan Komoditas Unggulan
Analisis Sarana dan Prasarana Pertanian
Analisis Kesesuaian dan Ketersediaan Lahan
Arahan dan Strategi Pengembangan Komoditas Unggulan
Keterbatasan Penelitian

13
13
13
14
16
16
19
21
24
30

4 GAMBARAN UMUM WILAYAH
Letak Geografis dan Wilayah Administrasi
Topografi
Tanah
Penggunaan Lahan
Kondisi Iklim
Pola Pemanfaatan Ruang
Kondisi Demografi
Pendapatan Regional
Sarana dan Prasarana Pertanian

31
31
32
33
35
36
36
37
38
38

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Komoditas Unggulan

39
39

Ketersediaan Sarana dan Prasarana Pertanian
Kesesuaian Lahan dan Ketersediaan Lahan
Pengembangan Komoditas Unggulan

44
48
58

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

75
75
76

DAFTAR PUSTAKA

77

LAMPIRAN

80

RIWAYAT HIDUP

97

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

Tujuan, Jenis Data, Sumber Data, Teknik Analisis Data dan Output
yang Diharapkan untuk Masing-masing Tujuan Penelitian
Struktur Tabel Analisis Skalogram
Batas Penentuan Nilai Hirarki
Kualitas dan Karakteristik Lahan dalam Evaluasi Lahan
Kriteria Ketersediaan Lahan Berdasarkan RTRW dan Penggunaan
Lahan saat ini.
Penilaian Kriteria Berdasarkan Skala Perbandingan Saaty
Internal Strategic Faktor Analysis Summary (IFAS)
External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS)
Matriks SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, Threats)
Luas Wilayah Kabupaten Bone Menurut Kecamatan
Luas Wilayah Menurut Kemiringan Lereng di Kabupaten Bone Tahun
2011
Satuan Tanah di Kabupaten Bone
Jenis Tanah di Kabupaten Bone
Jenis Penggunaan Lahan Kabupaten Bone Tahun 2011
Nilai LQ per Komoditas Setiap Kecamatan Tahun 2011
Luas Panen dan Rata-rata Luas Panen Komoditas Tanaman Pangan
Kabupaten Bone Tahun 2007 - 2011
Ketersediaan dan Konsumsi Bahan Pangan Kabupaten Bone Tahun
2011
Urutan Peringkat Pemilihan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan
dengan Metode TOPSIS
Urutan Peringkat Pemilihan Komoditas Tanaman Pangan dengan
Metode TOPSIS termasuk Komoditas Lokal
Hirarki Wilayah Berdasarkan Analisis Skalogram
Luas Kesesuaian Lahan Aktual Komoditas Padi di Kabupaten Bone
Luas Kesesuaian Lahan Aktual Komoditas Jagung di Kabupaten Bone
Luas Kesesuaian Lahan Aktual Komoditas Kedelai di Kabupaten Bone
Luas Kawasan Budidaya Pertanian yang Tersedia Berdasarkan RTRW
Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Padi Sawah Berdasarkan
RTRW
Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Jagung dan Kedelai
Berdasarkan RTRW
Faktor-faktor Internal dan Eksternal Pengembangan Komoditas
Unggulan Tanaman Pangan
Hasil Analisis Matriks Internal Strategic Factors Analysis Summary
(IFAS)
Hasil Analisis Matriks External Strategic Factors Analysis Summary
(EFAS)
Matriks SWOT Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan
di Kabupaten Bone

14
20
21
22
23
25
26
27
30
32
33
34
34
35
39
41
42
42
44
45
49
50
51
52
54
56
64
65
66
69

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Kerangka pemikiran penelitian
Bagan Alir Penelitian
Matriks Internal-Eksternal
Matriks Space
Peta Administrasi Kabupaten Bone
Peta Lereng di Kabupaten Bone
Peta Jenis Tanah di Kabupaten Bone
Peta Penggunaan Lahan Kabupaten Bone
Peta Curah Hujan Kabupaten Bone
Peta Pola Ruang Kabupaten Bone
Urutan Pemilihan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan
Peta Hirarki Wilayah Kabupaten Bone
Peta Wilayah Produksi Pangan Kabupaten Bone
Peta Kesesuaian Lahan Komoditas Padi Kabupaten Bone
Peta Kesesuaian Lahan Komoditas Jagung Kabupaten Bone
Peta Kesesuaian Lahan Komoditas Kedelai Kabupaten Bone
Peta Ketersediaan Lahan Berdasarkan RTRW
Peta lahan sesuai dan tersedia untuk komoditas padi
Peta lahan sesuai dan tersedia untuk komoditas Jagung
Peta lahan sesuai dan tersedia untuk komoditas kedelai
Grafik Prioritas Wilayah Pengembangan Komoditas Unggulan
Tanaman Pangan per Kecamatan di Kabupaten Bone
22 Lokasi Arahan Pengembangan Komoditas Unggulan Tanaman Pangan
23 Hasil Analisis Matriks Internal Eksternal
24 Hasil analisis matriks space

6
15
28
29
31
33
34
35
36
37
43
45
47
49
50
51
52
53
56
57
62
63
67
68

DAFTAR LAMPIRAN
1

Tren Perkembangan Luas Panen Komoditas Tanaman Pangan Tahun
2001-2007
2 Hasil Analisis Skalogram sarana Prasarana Kecamatan
3 Kriteria Kesesuaian Lahan Komoditas Padi Sawah (Oryza sativa)
4 Kriteria Kesesuaian Lahan Komoditas Jagung (Zea mays)
5 Kriteria Kesesuaian Lahan Komoditas Kedelai (Glycine max.)
6 Hasil Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Padi
7 Hasil Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Jagung
8 Hasil Penilaian Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Kedelai
9 Hasil Pengolahan Penentuan Prioritas Lokasi Pengembangan
Komoditas Unggulan Tanaman Pangan dengan MCDM-TOPSIS
10 Pembobotan Faktor Strategi Internal dan Eksternal Hasil AHP dalam
Analisis A’WOT untuk Penentuan Strategi
11 Perhitungan Rating Faktor Strategi Internal dan Eksternal dalam
Analisis A’WOT untuk Penentuan Strategi

80
82
84
85
86
87
89
91
93
95
96

1

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Pembangunan dalam konteks pengembangan wilayah salah satunya
ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Pembangunan yang menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi
pada pemusatan terhadap sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan
kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pertumbuhan ekonomi merupakan
salah satu indikator untuk melihat hasil pembangunan yang telah dilakukan dan
menjadi dasar untuk menentukan arah pembangunan di masa yang akan datang.
Sampai saat ini, sektor pertanian masih merupakan prioritas utama
pembangunan di sebagian besar negara-negara berkembang. Sebagai negara yang
berciri agraris, Indonesia menempatkan sektor pertanian sebagai salah satu sektor
utama yang diharapkan dapat mendukung dan menunjang pembangunan ekonomi
di masa depan. Hal tersebut dikarenakan sektor pertanian merupakan sektor yang
memberikan kontribusi besar dalam perekonomian nasional maupun daerah, baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Mengingat pentingnya peranan sektor pertanian dalam perekonomian
nasional, baik dilihat dalam meningkatkan pendapatan ,masyarakat Indonesia
maupun dalam pemanfaatan sumberdaya alam secara optimal, maka sudah
sewajarnya sektor pertanian dijadikan motor penggerak ekonomi bangsa. Dengan
demikian, pembangunan harus diarahkan pada pembangunan sektor pertanian
sebagai salah satu pilar ekonomi nasional.
Kabupaten Bone adalah salah satu kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan
yang memiliki karakteristik agraris yang kuat. Hal tersebut dapat dilihat dari
struktur perekonomian Kabupaten Bone yang masih didominasi oleh sektor
pertanian yang meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan,
peternakan, dan perikanan. Struktur perekonomian Kabupaten Bone yang
digambarkan oleh distribusi PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan bahwa
sektor pertanian merupakan sektor andalan dalam memberikan nilai tambah bagi
perekonomian Kabupaten Bone. Peranan sektor pertanian terhadap perekonomian
Kabupaten Bone pada tahun 2011 sangat besar dibanding dengan sektor-sektor
lain yakni sebesar 47,73%. Tingginya peranan ini ditopang oleh sub-sektor
tanaman bahan pangan dengan kontribusi rata-rata 22,53%, subsektor perkebunan
dengan kontribusi 6,35%, peternakan dengan 1,54%, kehutanan dengan 0,07%
dan perikanan dengan 17,23%.
Berdasarkan kontribusi masing-masing subsektor, subsektor tanaman bahan
pangan memiliki kontribusi paling besar terhadap perekonomian Kabupaten Bone
dibanding subsektor lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar
penduduk Kabupaten Bone masih mengandalkan subsektor pertanian tanaman
pangan sebagai basis perekonomiannya. Berdasarkan data lapangan pekerjaan
utama sebagaimana dirilis BPS Kabupaten Bone (2012), sebagian besar tenaga
kerja Kabupaten Bone atau sebanyak 55,58% memiliki mata pencaharian disektor
pertanian. Hal ini mengindikasikan bahwa dampak keberhasilan pembangunan
daerah antara lain akan sangat ditentukan oleh pengembangan sektor pertanian.

2

Dominannya sektor pertanian di Kabupaten Bone salah satunya tercermin
dari luas wilayah Kabupaten Bone yang sebagian besar merupakan lahan
persawahan dan tegalan. Hal ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bone memiliki
daya dukung sumberdaya alam pertanian yang cukup besar. Data BPS Kabupaten
Bone Tahun 2012 menunjukan bahwa dari 455.900 ha luas Kabupaten Bone,
89.018 ha atau 19,53% dari luas total wilayah merupakan lahan persawahan.
Sebanyak 86.825 ha atau 19.04% merupakan lahan tegalan/kebun dan 48.423 ha
atau 10,6% merupakan lahan perkebunan. Penggunaan lahan lainnya diantaranya
kawasan hutan seluas 144.482 ha atau 31,69%, tambak seluas 11.642 ha atau
2,55%, lahan tidak diusahakan seluas 10.735 ha atau 2,35%, dan sisanya seluas
31.629 ha atau 6,94% digunakan untuk peruntukan lain.
BPS Kabupaten Bone (2012) mencatat bahwa pada Tahun 2011, dengan
luas panen 140.644 ha, Kabupaten Bone mampu memproduksi padi sawah sekitar
817.871 ton dengan produktivitas 5,81 ton/ha. Luas panen komoditas jagung
sebesar 39.634 ha dengan produksi mencapai 197.707 ton atau rata-rata produksi
sebesar 4,99 ton/ha. Lahan komoditas ubi kayu seluas 911 ha dengan produksi
mencapai 9.002 ton atau rata-rata produksi 9,88 ton/ha. Lahan ubi jalar seluas 733
ha dan produksi mencapai 6.097 ton atau rata-rata produktivitas 8,32 ton/ha. Luas
lahan kacang tanah sebesar 4.126 ha dengan produksi sebesar 6.643 ton atau ratarata produksi 1,61 ton/ha. Lahan komoditas kedelai seluas 6.648 ha dengan
produksi sebesar 11.938 atau rata-rata 1,80 ton/ha.
Dengan potensi lahan dan sumberdaya manusia yang sedemikian besar,
hasil produktivitas pertanian tanaman pangan di Kabupaten Bone ternyata relatif
berfluktuasi. Bahkan produksi pertanian tanaman pangan pada 2 tahun terakhir
mengalami penurunan. Data BPS dari tahun 2007 – 2011 menunjukkan
produktivitas pertanian dalam arti luas mengalami tren negatif. Permasalahan lain
yang dihadapi terkait pengembangan pertanian tanaman pangan adalah kuantitas
dan kualitas produk pertanian yang belum mendukung berkembangnya
agroindustri. Hal ini disebabkan terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana
pertanian dan infrastruktur pertanian yang mendukung pengembangan sektor
pertanian. Produksi pertanian tanaman pangan di Kabupaten Bone sampai saat ini
memang relatif masih aman karena masih mampu memenuhi kebutuhan domestik
dan diekspor. Akan tetapi kalau kondisi tersebut terus dibiarkan dan tidak ada
langkah preventif, bukan tidak mungkin produksi yang akan datang hanya mampu
memenuhi kebutuhan domestik yang pada akhirnya berimplikasi pada pendapatan
dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam mendorong pengembangan sektor pertanian, terutama subsektor
tanaman pangan, diperlukan upaya pembangunan yang sistematis, terencana dan
berkesinambungan yang berfokus pada pada pengembangan komoditas unggulan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Sari (2008) bahwa pengembangan sektor
pertanian dapat dilakukan melalui tiga pendekatan yaitu: (1) optimalisasi
sumberdaya lokal; (2) penetapan komoditas unggulan berdasarkan keunggulan
komparatif dan kompetitif yang dimiliki setiap komoditas; dan (3) perwujudan
sentra pengembangan komoditas unggulan.
Berdasarkan potensi yang dimiliki Kabupaten Bone, maka pengembangan
sektor pertanian dapat dilakukan melalui pendekatan penetapan komoditas yang
menjadi unggulan baik keunggulan komparatif maupun kompetitif di setiap
kecamatan. Selain itu, dalam pengembangannya penentuan komoditas unggulan

3

juga perlu memperhatikan kesesuaian biofisik, dukungan ketersediaan sarana
prasarana, kebijakan pemerintah, dan kesesuaian dengan prospektif makro
ekonomi. Perencanaan pengembangan komoditas unggulan perlu dilakukan
dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan ekologi agar kegiatan
pertanian tanaman pangan dapat berkelanjutan (sustainability).
Menurut Djaenuddin et al. (2013), dalam pengembangan potensi wilayah
untuk sektor pertanian, keragaman sifat lahan akan sangat menentukan jenis
komoditas yang dapat diusahakan serta tingkat produktivitasnya. Hal ini
dikarenakan setiap jenis komoditas pertanian memerlukan persyaratan sifat lahan
yang spesifik untuk dapat tumbuh dan berproduksi dengan optimal. Hal ini berarti
suatu wilayah kemungkinan hanya sesuai dengan komoditas tertentu, tetapi tidak
dengan yang lain. Dengan kata lain, tidak selalu setiap jenis komoditas dapat
diusahakan di setiap wilayah apabila persyaratan tumbuhnya dari segi lahan tidak
terpenuhi. Lebih lanjut Djaenuddin (2008) menyatakan bahwa pengembangan
komoditas pertanian bertujuan memperoleh produksi optimal secara fisik dan
secara ekonomi menguntungkan sehingga perlu diusahakan di lahan yang sesuai
dan memiliki peluang pasar
Dalam strategi operasional Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan
Hortikultura Kabupaten Bone disebutkan bahwa peningkatan produksi diarahkan
pada komoditas-komoditas strategis dan unggulan untuk memantapkan ketahanan
pangan dan peningkatan produktivitas. Pengembangan komoditas unggulan ini
perlu dilakukan dengan tetap mempertimbangkan aspek ekologi, ekonomi dan
sosial sehingga dapat mendukung keberlanjutan kegiatan sektor pertanian.

Perumusan Masalah
Dalam melaksanakan kegiatan pembangunan di sektor pertanian, Kabupaten
Bone tidak terlepas dari isu-isu strategis di subsektor pertanian tanaman pangan
diantaranya produktivitas pertanian yang masih relatif fluktuatif, masih
terbatasnya sarana dan prasarana yang tersedia di lokasi usaha tani, pemilikan
lahan pertanian relatif sempit karena sistem pewarisan serta kuantitas dan kualitas
produk pertanian belum mendukung berkembangnya agroindustri.
Untuk menjawab isu-isu strategis tersebut dibutuhkan strategi konkrit yang
dapat menjadi arahan bagi pengambil kebijakan dalam menyusun perencanaan
dan pengembangan wilayah ke depan. Dalam penelitian ini, isu-isu strategis yang
dibahas difokuskan pada bagaimana mempertahankan produktivitas pertanian agar
tetap berada di level yang masih tinggi serta bagaimana upaya mengatasi
persoalan ketersediaan sarana dan prasarana pertanian.
Untuk meningkatkan produktivitas komoditas tanaman pangan yang masih
relatif fluktuatif, maka perlu adanya dukungan infrastruktur, sarana dan prasarana
pertanian yang memadai. Pembangunan sarana dan prasarana merupakan
kewajiban Pemerintah Daerah dimana salah satu fungsi utama Pemerintah Daerah
adalah membangun dan memelihara infrastuktur yang tidak mampu dibangun oleh
petani dan tidak diminati swasta. Selain itu, produksi dan produktivitas ditentukan
pula oleh beberapa faktor seperti kesuburan tanah dan kesesuaian lahan sehingga
untuk menunjang pengembangan komoditas tanaman pangan tersebut perlu

4

mempertimbangkan kesesuaian lahan agar pengembangan komoditas unggulan
tetap berkelanjutan.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Bone telah
mengembangkan banyak ragam jenis komoditas tanaman pangan dalam
pembangunan sektor pertanian. Namun, untuk mempercepat pembangunan
pertanian tanaman pangan perlu ada upaya untuk memprioritaskan pengembangan
komoditas tanaman pangan yang difokuskan pada komoditas-komoditas unggulan
daerah. Komoditas yang dikembangkan adalah komoditas yang memiliki daya
saing serta memberikan hasil yang optimal dengan tetap mempertimbangkan
kesesuaian lahan. Langkah dilakukan salah satunya untuk mendukung tujuan
pembangunan pemerintah Kabupaten Bone di sektor pertanian yaitu
“meningkatkan produktivitas dan kualitas produksi untuk memenuhi
kebutuhan pangan dalam rangka pemantapan ketahanan pangan”.
Dalam pelaksanaannya, pengembangan komoditas tanaman pangan di
Kabupaten Bone memerlukan kerjasama antara semua stakeholder. Peran dan
partisipasi semua pihak mutlak diperlukan untuk menjadikan pembangunan
pertanian berjalan dengan baik dan aspiratif. Oleh karena itu dalam menyusun
strategi pengembangan komoditas unggulan, pendapat dan persepsi stakeholders
harus menjadi salah satu bahan pertimbangan utama. Berdasarkan hasil analisis
komoditas unggulan, tingkat kesesuaian lahan dan sarana dan prasarana
pendukung pengembangan komoditas unggulan serta persepsi stakeholders maka
disusun arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan
di Kabupaten Bone.
Berdasarkan latar belakang dan uraian tersebut diatas maka penelitian ini
diharapkan dapat menjawab permasalahan dan memberikan solusi bagi
pengembangan komoditas tanaman pangan di Kabupaten Bone. Analisis
dilakukan untuk menjawab beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Komoditas apa yang menjadi unggulan di Kabupaten Bone?
2. Apakah sarana dan prasarana pertanian yang tersedia sudah cukup
mendukung pengembangan komoditas unggulan?
3. Apakah komoditas unggulan sudah memiliki tingkat kesesuaian lahan yang
tepat serta didukung ketersediaan lahan yang cukup?
4. Bagaimana arahan pengembangan komoditas unggulan tanaman pangan di
Kabupaten Bone?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, penelitian ini
bertujuan untuk:
1. Mengidentifikasi komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Bone
2. Mengidentifikasi kelengkapan sarana dan prasarana pertanian untuk
mendukung pengembangan komoditas unggulan
3. Mengevaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas unggulan tanaman pangan
di Kabupaten Bone
4. Menyusun arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan tanaman
pangan di Kabupaten Bone

5

Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan
pertimbangan bagi para pengambil kebijakan dalam menentukan dan menyusun
alternatif kebijakan pengembangan pembangunan pertanian tanaman pangan
berbasis komoditas unggulan di Kabupaten Bone.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini didasarkan pada kondisi wilayah Kabupaten
Bone berdasarkan data tahun 2010-2011. Dalam penelitian ini digunakan analisis
untuk menentukan komoditas yang menjadi unggulan dan analisis skalogram
digunakan untuk mengidentifikasi kelengkapan sarana dan prasarana pertanian.
Analisis kesesuaian lahan digunakan untuk menentukan kesesuaian lahan untuk
komoditas yang menjadi unggulan. Selanjutnya dilakukan analisis pengambilan
keputusan berdasarkan persepsi stakeholders untuk menentukan prioritas dan
strategi pengembangan komoditas unggulan.
Kerangka Pemikiran
Pembangunan pertanian pada dasarnya berorientasi pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia secara
optimal. Kabupaten Bone mempunyai potensi sumberdaya alam di sektor
pertanian tanaman pangan, perikanan, dan perkebunan yang cukup besar. Potensi
tersebut harus dapat dimanfaatkan secara optimal untuk peningkatan
perekonomian wilayah sehingga diharapkan akan berdampak pada peningkatan
pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
Untuk mempercepat pembangunan sektor pertanian tanaman pangan,
pembangunan perlu diprioritaskan pada pengembangan komoditas unggulan.
Penentuan komoditas unggulan merupakan salah satu upaya membangun sektor
pertanian yang kuat, berdaya saing tinggi, berproduktivitas tinggi, efisien, dan
berkelanjutan. Pengembangan komoditas unggulan pertanian tanaman pangan
sebaiknya didasarkan kesesuaian lahan sebagai salah satu faktor pendukung.
Kesesuaian lahan untuk komoditas tanaman pangan perlu dipertimbangkan karena
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas dan keberlanjutan
produk pertanian tanaman pangan. Untuk itu dalam penelitian ini dilakukan
evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas tersebut. Analisis kesesuaian lahan
disusun dengan memperhatikan potensi dan karakteristik lahan agar dapat
ditentukan kesesuaian dan ketersediaan lahannya.
Selain faktor komoditas dan kesesuaian lahan, pembangunan pertanian juga
perlu mempertimbangkan ketersediaan dan daya dukung sarana dan prasarana.
Sarana prasarana pendukung usaha tani merupakan salah satu faktor sangat
berpengaruh terhadap produktivitas pertanian tanaman. Sarana prasarana tersebut
diantaranya prasarana jaringan irigasi, jalan usaha tani, sarana produksi, jalan
distribusi dan sistem transportasi bahan baku.
Berdasarkan hasil analisis penentuan komoditas, kesesuaian dan
ketersediaan lahan serta identifikasi daya dukung sarana prasarana, selanjutnya
dirumuskan arahan dan strategi pengembangan komoditas unggulan tanaman

6

bahan pangan di Kabupaten Bone. Secara ringkas, kerangka berpikir dari
penelitian ini disajikan pada Gambar 1.

Pembangunan Sektor
Pertanian Kabupaten Bone

Pengembangan Komoditas
Pertanian Tanaman Pangan
Peta Kesesuaian
Lahan

Komoditas Unggulan

Peta Lahan Sesuai dan
Tersedia

Ketersediaan Sarana &
Prasarana Pertanian

Persepsi Stakeholders

Arahan & Strategi Pengembangan
Komoditas Unggulana
Tanaman Pangan
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

7

2

TINJAUAN PUSTAKA
Pengembangan Wilayah

Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk
memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah,
dan menjaga kelestarian lingkungan hidup pada suatu wilayah. Pengembangan
wilayah sangat diperlukan karena kondisi sosial ekonomi, budaya, dan geografis
yang sangat berbeda antara suatu wilayah dengan wilayah yang lainnya. Pada
dasarnya pengembangan wilayah sebaiknya disesuaikan dengan kondisi, potensi,
dan permasalahan wilayah bersangkutan (Riyadi 2002).
Lebih lanjut menurut Riyadi (2002) konsep pengembangan wilayah berbeda
dengan konsep pembangunan sektoral, karena pengembangan wilayah sangat
berorientasi pada issues (permasalahan) pokok wilayah secara saling terkait,
sementara pembangunan sektoral sesuai dengan tugasnya, bertujuan untuk
mengembangkan sektor tertentu, tanpa terlalu memperhatikan kaitannya dengan
sektor-sektor lainnya. Walaupun kedua konsep tersebut berbeda namun dalam
orientasinya keduanya saling melengkapi, dalam arti bahwa pengembangan
wilayah tidak mungkin terwujud tanpa adanya pembangunan sektoral. Sebaliknya,
pembangunan sektoral tanpa berorientasi pada pengembangan wilayah akan
berujung pada tidak optimalnya pembangunan sektor itu sendiri.
Menurut Djakapermana (2010) pengembangan wilayah pada dasarnya
mempunyai tujuan agar wilayah itu berkembang menuju tingkat perkembangan
yang diinginkan.
Pengembangan wilayah dilaksanakan melalui optimasi
pemanfaatan sumberdaya yang dimilikinya secara harmonis, serasi dan terpadu
melalui pendekatan yang bersifat komprehensif mencakup aspek fisik, ekonomi,
sosial, budaya, dan lingkungan hidup untuk pembangunan berkelanjutan. Prinsip
ini juga sering disebut dengan pembangunan berkelanjutan dengan basis
pendekatan penataan ruang wilayah.
Pengembangan wilayah memandang pentingnya keterpaduan sektoral,
spasial serta keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah.
Keterpaduan sektoral menuntut adanya keterkaitan fungsional yang sinergis antar
sektor pembangunan, sehingga setiap kegiatan pembangunan dalam kelembagaan
sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Dalam pandangan
sistem industri, keterpaduan sektoral berarti keterpaduan sistem input dan output
industri yang efisien dan sinergis. Oleh karena itu, wilayah yang berkembang
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, dalam arti
terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor yang sangat dinamis
(Rustiadi et al. 2011).
Menurut Riyadi (2002), terdapat tiga indikator keberhasilan pengembangan
wilayah sebagai kesuksesan pembangunan daerah. Indikator pertama adalah
produktivitas, yang dapat diukur dari perkembangan kinerja suatu institusi
berserta aparatnya. Indikator kedua adalah efisiensi, yang terkait dengan
meningkatnya kemampuan teknologi/sistem dan kualitas sumberdaya manusia
dalam pelaksanaan pembangunan. Ketiga adalah partisipasi masyarakat, yang
dapat menjamin kesinambungan pelaksanaan suatu program di suatu wilayah.
Ketiga indikator tersebut terkait erat dengan faktor-faktor yang menjadi ciri suatu

8

wilayah dan membedakannya dengan wilayah lainnya seperti kondisi politik dan
sosial, struktur kelembagaan, komitmen aparat dan masyarakat dan tingkat
kemampuan/pendidikan aparat dan masyarakat. Pada akhirnya, keberhasilan
pengembangan suatu wilayah bergantung pula pada kemampuan berkoordinasi,
mengakomodasi dan memfasilitasi semua kepentingan serta kreativitas yang
inovatif untuk terlaksananya pembangunan yang aspiratif dan berkelanjutan.
Pembangunan Berbasis Pertanian
Pembangunan pertanian pada dasarnya berorientasi pada pembangunan
kesejahteraan dan ekonomi kerakyatan dengan memanfaatkan secara optimal
sumberdaya yang tersedia melalui paradigma kemandirian lokal. Pembangunan
produksi tanaman pangan dan hortikultura, tidak lagi hanya sebagai pembangunan
parsial pengembangan komoditas, tetapi harus dikaitkan dengan pengembangan
wilayah, yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga perlu
dilakukan secara berkelanjutan, berkerakyatan, terdesentralisasi dan berdaya saing,
terpadu dalam suatu sistem usaha agribisnis, yang intinya adalah memadukan dan
mensinergikan pembangunan sub sektor produksi tanaman pangan dan
hortikultura dengan subsistem agribisnis lainnya.
Menurut Hermanto (2009), pada dasarnya sektor pertanian dapat menjadi
basis pembangunan perekonomian wilayah karena memiliki keterkaitan yang baik
dengan sektor lainnya, baik keterkaitan ke depan (forward linkage) maupun kaitan
ke belakang (backward linkage). Besarnya keterkaitan tergantung pada beberapa
faktor diantaranya sumberdaya manusia, akses modal, infrastruktur, iklim usaha,
sarana prasarana produksi, dll. Semakin kuat keterkaitan sektor pertanian dengan
sektor lain maka posisi sektor pertanian menjadi sangat penting dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
Peran penting sektor pertanian dalam pembangunan perekonomian suatu
wilayah antara lain : (1) menyediakan kebutuhan bahan pangan yang diperlukan
masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan; (2) menyediakan bahan baku
industri; (3) sebagai pasar potensial bagi produk-produk industri; (4) sumber
tenaga kerja dan pembentukan modal yang diperlukan bagi sektor lain; (5) sumber
perolehan devisa; (6) mengurangi kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan;
(7) menyumbang pembangunan perdesaan dan pelestarian lingkungan hidup
(Harianto 2007).
Pembangunan pertanian terjalin erat dalam aspek makro pembangunan
ekonomi nasional dan seiring dengan aspek mikro dalam meningkatkan
kesejahteraan petani. Dalam lingkup makro, pembangunan pertanian diharapkan
menjadi penggerak pembangunan dalam perubahan struktur ekonomi masyarakat.
Dalam lingkup mikro, pembangunan pertanian diharapkan makin mampu
meningkatkan akses masyarakat tani pada faktor produksi terutama sumberdana,
teknologi, bibit unggul, pupuk dan sistem distribusi, sehingga berdampak
langsung meningkatkan kesejahteraan petani (Dirjen Pembangunan Daerah
Depdagri 2000)
Menurut Rasahan dalam Wibowo (2000) untuk dapat memainkan perannya
secara optimal di dalam proses pembangunan, maka subsektor tanaman bahan
pangan minimal harus mempunyai ciri-ciri antara lain: (1) mampu memanfaatkan
sumberdaya pertanian secara berkelanjutan dan sejauh mungkin mampu

9

meminimalkan penggunaan komponen impor yang besar; (2) memiliki keterkaitan
ke belakang dan ke depan yang erat dengan kegiatan ekonomi lainnya sehingga
dapat menjadi salah satu penentu dalam mendorong berkembangnya sektor
ekonomi terkait, serta (3) mampu menyerap dan mendiversifikasi tenaga kerja
produktif dipedesaan, sekaligus berperan sebagai media untuk memeratakan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di perdesaan.
Penetapan Komoditas Unggulan
Penentuan komoditas unggulan daerah merupakan langkah awal menuju
pertanian yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan
komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan. Langkah
menuju efisiensi dapat ditempuh dengan mengembangkan komoditas yang
mempunyai keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran maupun
permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan dicirikan oleh superioritas
dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial
ekonomi petani di suatu wilayah. Dari sisi permintaan, komoditas unggulan
dicirikan oleh kuatnya permintaan pasar baik pasar domestik maupun
internasional (Syafaat dan Supena 2000 dalam Sari 2010).
Komoditi yang layak masuk ke bursa komoditi ditetapkan berdasarkan tiga
syarat keharusan: layak teknis, layak kondisi pasar, layak ekonomi. Layak teknis
yang berhubungan dengan ciri-ciri fisik suatu komoditi seperti dapat distandarisasi
dan grading. Layak kondisi pasar ialah mengacu pada struktur dan mekanisme
pasar komoditi, yang pada umumnya hanya dapat berbentuk pada pasar yang
bersaing sempurna yang ditandai dengan :
1. Komoditi yang diperdagangkan homogen dan karakteristiknya dapat
dijabarkan dan diuraikan secara objektif.
2. Bebas keluar dan masuk pasar.
3. Informasi sempurna tentang produksi, stock, harga, dan distribusi komoditi.
4. Keputusan dan operasi pasar dilakukan secara bebas dan tidak bersifat
personal (Solahuddin 2009).
Menurut Bachrein (2003) penetapan komoditas unggulan di suatu wilayah
menjadi suatu keharusan dengan pertimbangan bahwa komoditas-komoditas yang
mampu bersaing secara berkelanjutan dengan komoditas yang sama di wilayah
lain adalah komoditas yang diusahakan secara efisien dari sisi teknologi dan sosial
ekonomi serta memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. Selain itu
kemampuan suatu wilayah untuk memproduksi dan memasarkan komoditas yang
sesuai dengan kondisi lahan dan iklim di wilayah tertentu juga sangat terbatas.
Pada lingkup kabupaten/kota, komoditas unggulan kabupaten diharapkan
memiliki kriteria sebagai berikut: (1) mengacu kriteria komoditas unggulan
nasional; (2) memiliki nilai ekonomi yang tinggi di kabupaten; (3) mencukupi
kebutuhan sendiri dan mampu mensuplai daerah lain/ekspor; (4) memiliki pasar
yang prospektif dan merupakan komoditas yang berdaya saing tinggi; (5)
memiliki potensi untuk ditingkatkan nilai tambahnya dalam agroindustri; dan (6)
dapat dibudidayakan secara meluas di wilayah kabupaten (Sari 2008).

10

Evaluasi Sumberdaya Lahan
Evaluasi sumberdaya lahan pada hakekatnya merupakan proses untuk
menduga potensi sumberdaya lahan untuk berbagai penggunaannya. Adapun
kerangka dasar dari evaluasi sumberdaya lahan adalah membandingkan
persyaratan yang diperlukan untuk suatu penggunaan lahan tertentu dengan sifat
sumberdaya yang ada pada lahan tersebut (Sitorus 2004).
Evaluasi sumberdaya lahan perlu selalu dilakukan pada berbagai kondisi
penggunaan lahan, karena beberapa hal:
- Kualitas tanah bervariasi dalam ruang (horizontal dan vertikal) dan waktu
(jangka pendek dan jangka panjang).
- Penggunaan lahan merupakan entitas yang dinamis yang tergantung pada : (i)
intervensi manusia, (ii) karena perubahan kondisi sosial ekonomi, dan (iii)
karena arahan kebijakan penggunaan tanah.
- Kualitas lahan terus menerus menurun, sejalan dengan pemanfaatannya terusmenerus, dan bahkan mengalami degradasi jika digunakan dengan cara yang
tidak mengikuti kaidah konservasi (Baja 2012).
Lebih lanjut Baja (2012), mengemukakan sebagai komponen inti dari
perencanaan penggunaan lahan, evaluasi sumberdaya lahan merupakan perangkat
penilaian yang fundamental pada semua tahap perencanaan dan pelaksanaan,
termasuk pemantauan pemanfaatan lahan. Dengan evaluasi sumberdaya lahan,
maka setidak-tidaknya dapat ditentukan kemampuan, kesesuaian dan ketersediaan
lahan untuk alternatif penggunaan lahan, bahkan menurut Rayner et al. (1994)
termasuk produktivitas dan dampaknya terhadap sumberdaya alam dan
lingkungan secara keseluruhan
Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara membandingkan kualitas
lahan masing-masing satuan peta lahan dengan persyaratan penggunaan lahan
yang ditetapkan. Dengan cara ini, dapat maka akan diketahui potensi lahan atau
kelas kesesuaian lahan untuk tipe penggunaan lahan tersebut (Hardjowigeno dan
Widiatmaka 2011).
Menurut FAO (1976) dalam Hardjowigeno dan Widiatmaka (2011)
kerangka dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan mengenal 4 (empat) kategori,
yaitu ordo, kelas, sub-kelas dan unit.
(1) Ordo: menunjukkan apakah suatu lahan sesuai atau tidak sesuai untuk
penggunaan tertentu. Dikenal ada 2 (dua) ordo, yaitu ordo S (sesuai) dan ordo
N (tidak sesuai)
(2) Kelas: menunjukkan tingkat kesesuaian suatu lahan. Dikenal ada 3 kelas
dalam ordo S yaitu S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai) dan S3 (sesuai
marginal). Sedangkan untuk ordo N ada 2 kelas yaitu N1 (tidak sesuai pada
saat ini) dan N2 (tidak sesuai untuk selamanya)
(3) Sub kelas: menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang harus
dijalankan dalam masing-masing kelas
(4) Unit: menunjukkan perbedaan-perbedaan besarnya faktor penghambat yang
berpengaruh dalam pengelolaan suatu sub-kelas.
Evaluasi lahan memerlukan sifat-sifat fisik lingkungan yang dirinci ke
dalam kualitas lahan, dimana masing-masing kualitas lahan dapat terdiri atas satu
atau lebih karakteristik lahan (FAO 1983). Beberapa karaketristik lahan umumnya
mempunyai hubungan satu sama lain. Kualitas lahan akan berpengaruh terhadap

11

jenis penggunaan dan/atau pertumbuhan tanaman dan komoditas lain yang
berbasis lahan (peternakan, perikanan, kehutanan) (Ritung et al. 2011).
Semua jenis komoditas pertanian termasuk tanaman pertanian, peternakan,
dan perikanan yang berbasis lahan untuk dapat tumbuh atau hidup dan
berproduksi optimal memerlukan persyaratan-persyaratan tertentu. Untuk
memudahkan dalam pelaksanaan evaluasi, persyaratan penggunaan lahan
dikaitkan dengan kualitas dan karakteristik lahan. Persyaratan karakteristik lahan
untuk masing-masing komoditas pertanian umumnya berbeda, tetapi ada sebagian
yang sama sesuai dengan persyaratan tumbuh komoditas pertanian tersebut
(Djaenudin et al. 2003).
Berkaitan dengan penelitian ini, terdapat beberapa penelitian yang telah
dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya yang permasalahannya hampir sama
dengan penelitian ini, diantaranya yang dilakukan oleh Sari (2008) dalam
menganalisis sektor basis dan komoditas unggulan yang menggunakan LQ,
analisis tren luas panen, analisis permintaan dan deskriptif. Hasil yang diperoleh
yaitu terdapat 3 komoditas unggulan di Kabupaten Lampung Timur, yaitu padi
sawah, jagung dan ubi kayu. Dalam penelitian ini dilakukan analisis kesesuaian
lahan yang menghasilkan penilaian kesesuaian lahan untuk tanaman padi sawah
sebagian besar tidak sesuai (43,67%) dan sesuai marjinal (36,28%) dan untuk
tanaman jagung dan ubi kayu didominasi sesuai marjinal (92,24% dan 77,29%)..
Baehaqi (2009) melakukan penelitian untuk menentukan prioritas dan
arahan komoditas unggulan tanaman pangan di Kabupaten Lampung Tengah
dengan menggunakan metode LQ, trend luas lahan dan analisis penyediaan dan
konsumsi pangan yang menghasilkan komoditas tanaman pangan terpilih yaitu
padi, jagung, dan ubi kayu. Selanjutnya dilakukan penentuan ketersediaan dan
kesesuaian lahan untuk komoditas tersebut dengan arahan pengembangan untuk
tanaman padi seluas 54.218 ha, tanaman jagung seluas 41.271 ha dan tanaman ubi
kayu seluas 38.852 ha.
Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System
(GIS) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data
yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi atau dengan kata lain suatu
SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani
data yang bereferensi keruangan (spasial) bersamaan dengan seperangkat operasi
kerja (Barus dan Wiradisastra 2000)
Menurut prahasta (2009), SIG adalah satu kesatuan formal yang terdiri dari
sumberdaya fisik dan logika yang berkenaan dengan objek-objek yang ter