Agribusiness development strategy of potato commodity through management resource approach in Banjarnegara District.

(1)

MANAJEMEN DI KABUPATEN BANJARNEGARA

SITI LENY PUSPASARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(2)

yang berjudul :

Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang Melalui Pendekatan Sumber Daya Manajemen di Kabupaten Banjarnegara

adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada tugas akhir ini.

Bogor, Februari 2013

Siti Leny Puspasari P054110165


(3)

ABSTRACT

SITI LENY PUSPASARI. Agribusiness Development Strategy of Potato Commodity through Management Resource Approach in Banjarnegara District. Under direction of HARTRISARI HARDJOMIDJOJO and MA‟MUN SARMA.

Horticulture is one of the agriculture sub-sector which is potential to be developed, because it has quite high economic value and added value compared to other commodities. One of horticultural commodity namely potato (Solanum Tuberosum) is a vegetable, which has an important role to fulfill food needs. Potato has potential and good prospect to support food diversification program in order to achieve sustainable food security. Potato commodity is one of the best commodities in Banjarnegara district. Generally, this study aimed to make operational recommendation for agribusiness development strategy of potato commodity through management resource approach in Banjarnegara district. The study was aimed to 1) identify factors, that effect the agribusiness development of potato commodity through management resource approach in Banjarnegara district, 2) formulate agribusiness development strategy of potato commodity in Banjarnegara district and 3) determine the priority of alternative strategy for the agribusiness development of potato commodity in Banjarnegara district. Based on prospective analysis that there are 10 factors that effect the agribusiness development of potato commodity in Banjarnegara district. Agribusiness development strategy of potato commodity through management resource approach in Banjarnegara district is based on scenarios that the agribusiness will grow in the future. Based on analytical hierarchy process (AHP), the most influential factor in formulating agribusiness development strategy of potato commodity in Banjarnegara district is productivity.

Keyword: strategy development, agribusiness, potato, prospective analysis, analytical hierarchy process (AHP).


(4)

RINGKASAN

SITI LENY PUSPASARI. Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang Melalui Pendekatan Sumber Daya Manajemen di Kabupaten Banjarnegara. Dibimbing oleh Hartrisari Hardjomidjojo sebagai Ketua dan Ma‟mun Sarma sebagai Anggota.

Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan karena mempunyai nilai ekonomis dan nilai tambah cukup tinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya. Komoditas hortikultura mempunyai peran strategik terutama dalam upaya pemenuhan ketersediaan dan kecukupan pangan, peningkatan kesejahteraan petani, dan penyediaan lapangan kerja.

Salah satu komoditas hortikultura umbi adalah kentang (Solanum tuberosum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan pangan. Walaupun bukan merupakan makanan pokok umumnya penduduk Indonesia, peran kentang sebagai bahan pangan makin meningkat, baik dikonsumsi sebagai produk segar maupun olahan. Kentang memiliki potensi dan prospek yang baik untuk mendukung program diversifikasi pangan dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan.

Komoditas Kentang merupakan salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Banjarnegara. Tanaman kentang menempati urutan pertama komoditas sayuran dengan luas pertanaman paling banyak dibandingkan komoditas lainnya. Komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara merupakan komoditas yang mempunyai kestabilan harga dan permintaan pasar tinggi dibandingkan komoditas sayur lainnya.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menyusun rekomendasi operasional strategi pengembangan agribisnis komoditas kentang melalui pendekatan sumber daya manajemen di Kabupaten Banjarnegara. Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1) mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan agribisnis komoditas kentang melalui pendekatan sumber daya manajemen di Kabupaten Banjarnegara; 2) merumuskan strategi pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara; dan 3) menentukan prioritas alternatif strategi untuk pengembangan agribisnis kentang di Kabupaten Banjarnegara.

Metode analisis yang digunakan adalah analisis prospektif dan analytical hierarchy process (AHP). Analisis prospektif merupakan analisis yang dilakukan untuk mengeksplorasi kemungkinan yang akan muncul di masa mendatang, sehingga dapat dipersiapkan tindakan strategis yang harus dilakukan. Kemudian untuk menentukan prioritas alternatif strategi dianalisis dengan menggunakan metode AHP.

Berdasarkan analisis prospektif, diperoleh sepuluh faktor kunci yang mempengaruhi pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara, yaitu (1) kebijakan pemerintah; (2) pendidikan dan pengetahuan petani; (3) potensi lahan; (4) pelatihan dan penyuluhan; (5) informasi hasil penelitian dan pengembangan mutakhir; (6) pengaturan waktu tanam/panen; (7) sarana produksi pertanian; (8) pengaturan penggunaan sarana produksi; (9) keterlibatan pemerintah pusat dan daerah; dan (10) produktivitas.


(5)

Strategi pengembangan agribisnis komoditas kentang melalui pendekatan sumber daya manajemen di Kabupaten Banjarnegara disusun berdasarkan skenario-skenario yang mungkin terjadi di masa datang. Skenario yang terpilih adalah skenario optimis.

Berdasarkan analytical hierarchy process (AHP), faktor yang paling berpengaruh dalam penyusunan strategi pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Bajarnegara adalah produktivitas. Sedangkan aktor yang memiliki peranan paling penting terhadap strategi pengembangan agribisnis komoditas kentang adalah pemerintah pusat/daerah. Untuk tujuan yang ingin dicapai, yang paling utama adalah meningkatkan pendapatan petani. Selanjutnya alternatif strategi yang penting untuk dilakukan dalam pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara adalah pemberdayaan petani/kelompok tani.


(6)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

STRATEGI PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITAS

KENTANG MELALUI PENDEKATAN SUMBER DAYA

MANAJEMEN DI KABUPATEN BANJARNEGARA

SITI LENY PUSPASARI

Tugas Akhir

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2013


(8)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tugas Akhir : Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA


(9)

Judul Tugas Akhir : Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang Melalui Pendekatan Sumber Daya Manajemen di Kabupaten Banjarnegara

Nama Mahasiswa : Siti Leny Puspasari Nomor Pokok : P054110165

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA Ketua

Dr.Ir. Ma‟mun Sarma, MS, M.Ec Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Industri Kecil dan Menengah

Prof.Dr.Ir.H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir.H. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga Tugas Akhir ini berhasil diselesaikan, dengan judul Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang Melalui Pendekatan Sumber Daya Manajemen di Kabupaten Banjarnegara.

Penyelesaian penyusunan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, DEA, selaku Ketua Komisi Pembimbing. 2. Dr. Ir. Ma‟mun Sarma, MS, M.Ec, selaku Anggota Komisi Pembimbing.

3. Prof. Dr. Ir. H. Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA selaku Penguji Luar Komisi sekaligus Ketua Program Magister Profesional Industri Kecil Menengah. 4. Staf Pengajar dan karyawan Sekretariat Program Studi Magister Profesional

Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. 5. Prof (Riset). Suyanto Pawiroharsono Perekayasa Utama Badan Pengkajian dan

Penerapan Teknologi; Dr. Masrizal Peneliti/Pemulia Tanaman Badan Teknologi Nuklir Nasional; Dr. Ir. Harsi D. Kusumaningrum Staf Pengajar Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, yang telah membantu selama pengumpulan data.

6. Ir. Agus Widodo, MM Kepala Bidang Statistik, Monitoring dan Evaluasi BAPPEDA Kabupaten Banjarnegara; Ir. Suhari Pengawas Benih Dinas Pertanian, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Banjarnegara; Muhammad Mudasir Ketua Asosiasi Petani Kentang Dataran Tinggi Dieng; Amin Didik Hartoji, SE Ketua Asosiasi Penangkar Benih Kentang Kabupaten Banjarnegara atas segala informasi yang telah diberikan.

7. Bapak dan Ibu tercinta, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungannya.

8. Teman-teman MPI Angkatan 15 Arifin Derajat Suryana, Sunarno, Memet Darmawan, Winarno, Himawan Susanto N, Christaman Hery Wijaya, Ali Abu Negara, Parwa Oryzanti, Nurul Fadhila Lukman Hakim, dan Siti Kipdiyah.


(11)

9. Rekan-rekan sekretaris Staf Ahli Menteri Negara Riset dan Teknologi, terima kasih atas kebersamaannya.

10.Seluruh rekan dan sanak saudara yang telah membantu, memberikan dorongan, dan doa yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pihak-pihak yang memerlukan.

Bogor, Februari 2013


(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 6 Mei 1978 dari ayah Pepen Supendi dan ibu Titim Fatimah. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan Sarjana ditempuh di Program Studi Agribisnis, Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2001. Pada tahun 2011, penulis diterima di Program Studi Magister Profesional Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Saat ini penulis bekerja sebagai staf di Kementerian Riset dan Teknologi sejak tahun 2002.


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xx

DAFTAR LAMPIRAN ... xxi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah... 5

1.3 Tujuan... 7

II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Budidaya Kentang ... 8

2.2 Pengertian Agribisnis ... 13

2.3 Sumber Daya Manajemen ... 15

2.4 Manajemen Strategi... 17

2.5 Analisis Prospektif ... 19

2.6 Analitycal Hierarchy Process ... 24

2.7 Penelitian Terdahulu ... 27

III METODE PENELITIAN ... 29

3.1 Kerangka Pemikiran ... 29

3.2 Pengumpulan Data ... 31

3.3 Pengolahan Data dan Analisis Data ... 33

3.3.1 Analisis Prospektif ... 33

3.3.2 Metode AHP ... 37

IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian... 41

4.1.1 Letak Geografis ... 41

4.1.2 Iklim ... 42

4.1.3 Demografi... 43

4.1.4 Luas dan Penggunaan Lahan ... 44

4.1.5 Potensi Wilayah... 44

4.2 Identifikasi Sumber Daya Manajemen ... 45

4.3 Analisis Pengaruh Langsung Antar Faktor ... 49

4.4 Formulasi Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang . 56 4.5 Analisis Pemilihan Alternatif Strategi... 64

4.5.1 Hasil Pengolahan Data dengan AHP secara Horizontal... 64

4.5.2 Hasil Pengolahan Data dengan AHP secara Vertikal... 75

4.6 Hubungan Alternatif Strategi dengan Faktor Output ... 86

4.7 Rekomendasi Operasional ... 87

4.8 Roadmap Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang di Kabupaten Banajrnegara ... 89


(14)

V SIMPULAN DAN SARAN ... 98

5.1 Simpulan... 98

5.2 Saran ... 98

DAFTAR PUSTAKA ... 100


(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Perkembangan Produksi Hortikultura dari Tahun 2007-2011 ... 2

2 Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang Nasional dari Tahun 2007-2011 ... 3

3 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang di Kabupaten Banjarnegara Tahun 2006-2010 ... 4

4 Tahapan Analisis Prospektif ... 20

5 Keuntungan Metode AHP ... 25

6 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Sekarang ... 27

7 Analisis Pengaruh Langsung Antar Faktor ... 34

8 Pedoman Penilaian Analisis Prospektif ... 35

9 Penilaian Kriteria Berdasarkan Skala Perbandingan Saaty ... 39

10 Contoh Matriks Perbandingan Kriteria ... 39

11 Data Wilayah Administratif Kabupaten Banjarnegara ... 42

12 Jumlah Penduduk Kabupaten Banjarnegara per Kecamatan Tahun 2011 ... 43

13 Definisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang di Kabupaten Banjarnegara ... 47

14 Pengaruh Langsung Antar Faktor dalam Pengembangan Agribisnis dari Pendapat Gabungan Pakar ... 52

15 Pemetaan Keadaan Faktor Penentu Pengembangan Agribisnis Kentang di Kabupaten Banjarnegara ... 57

16 Skenario Pengembangan Agribisnis Kentang di Kabupaten Banjarnegara ... 59

17 Bobot Elemen Aktor yang Berpengaruh dalam Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang di Kabupaten Banjarnegara ... 65

18 Bobot Elemen Tujuan yang Berpengaruh dalam Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang di Kabupaten Banjarnegara ... 70

19 Bobot Elemen Tujuan yang Berpengaruh dalam Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang di Kabupaten Banjarnegara ... 72

20 Bobot dan Prioritas Faktor-Faktor dalam Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang di Kabupaten Banjarnegara ... 75

21 Bobot dan Prioritas Aktor yang Berperan dalam Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang di Kabupaten Banjarnegara ... 79

22 Bobot dan Prioritas Tujuan yang Ingin Dicapai dalam Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang di Kabupaten Banjarnegara ... 81

23 Bobot dan Prioritas Alternatif Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang di Kabupaten Banjarnegara ... 82


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Diagram Agribisnis sebagai Sistem ... 15

2 Skema Proses Manajemen Strategi ... 18

3 Kerangka Pemikiran ... 30

4 Diagram Pengaruh dan Ketergantungan Sistem ... 36

5 Diagram Alir Metode AHP ... 38

6 Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh pada Sistem yang dikaji... 54

7 Hirarki Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang melalui Pendekatan Sumber Daya Manajemen di Kabupaten Banjarnegara ... 62

8 Hasil Pengolahan Vertikal Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang melalui Pendekatan Sumber Daya Manajemen di Kabupaten Banjarnegara ... 85

9 Formulasi Strategi Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang di Kabupaten Banjarnegara ... 88

10 Roadmap Pengembangan Agribisnis Komoditas Kentang di Kabupaten Banjarnegara ... 91


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kuesioner Penelitian ... 103 2 Kuesioner Analisis Prospektif ... 104 3 Kuesioner AHP ... 108 4 Pengaruh Langsung Antar Faktor dalam Pengembangan Agribisnis dari

Pendapat Pakar 1 ... 133 5 Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh

pada Sistem yang Dikaji menurut Pakar 1 ... 134 6 Pengaruh Langsung Antar Faktor dalam Pengembangan Agribisnis dari

Pendapat Pakar 2 ... 135 7 Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh

pada Sistem yang Dikaji menurut Pakar 2 ... 136 8 Pengaruh Langsung Antar Faktor dalam Pengembangan Agribisnis dari

Pendapat Pakar 3 ... 137 9 Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh

pada Sistem yang Dikaji menurut Pakar 3 ... 138 10 Pengaruh Langsung Antar Faktor dalam Pengembangan Agribisnis dari

Pendapat Pakar 4 ... 139 11 Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh

pada Sistem yang Dikaji menurut Pakar 4 ... 140 12 Pengaruh Langsung Antar Faktor dalam Pengembangan Agribisnis dari

Pendapat Pakar 5 ... 141 13 Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh

pada Sistem yang Dikaji menurut Pakar 5 ... 142 14 Pengaruh Langsung Antar Faktor dalam Pengembangan Agribisnis dari

Pendapat Pakar 6 ... 143 15 Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh

pada Sistem yang Dikaji menurut Pakar 6 ... 144 16 Pengaruh Langsung Antar Faktor dalam Pengembangan Agribisnis dari

Pendapat Pakar 7 ... 145 17 Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Berpengaruh

pada Sistem yang Dikaji menurut Pakar 7 ... 146 18 Hasil Analisis AHP ... 147 19 Luas Panen Kentang menurut Provinsi dari Tahun 2007-2011 ... 148


(18)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beragam serta berpotensi untuk dikembangkan. Hortikultura merupakan salah satu subsektor pertanian yang potensial untuk dikembangkan karena mempunyai nilai ekonomis dan nilai tambah relatif tinggi dibandingkan dengan komoditas lainnya. Hortikultura berperan sebagai : (1) sumber pangan; (2) sumber pemenuhan gizi masyarakat; dan (3) sumber pendapatan bagi masyarakat dan petani baik berskala kecil, menengah maupun besar, karena memiliki keunggulan berupa nilai jual yang tinggi, keragaman jenis, ketersediaan sumber daya lahan dan teknologi, serta potensi serapan pasar di dalam negeri dan internasional yang terus meningkat (Dirjen Hortikultura, 2011).

Komoditas hortikultura mempunyai peran strategik, terutama dalam upaya pemenuhan ketersediaan dan kecukupan pangan, peningkatan kesejahteraan

petani, dan penyediaan lapangan kerja. Sayuran merupakan salah satu komoditas

hortikultura yang berkembang pesat di Indonesia, baik dari segi jumlah produksi maupun mutunya. Sayuran dan buah-buahan merupakan komoditas yang esensial dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia akan kalori, vitamin, mineral, serat, dan anti oksidan alami (Direktorat BPSTO, 2011). Seiring dengan perkembangan tingkat kehidupan manusia yang semakin baik dan kesadaran masyarakat akan hidup sehat dengan gizi yang cukup semakin meningkat, maka permintaan berbagai produk sayuran dan buah-buahan mengalami peningkatan.

Secara umum produksi hortikultura, terutama sayuran dan buah-buahan menunjukkan perkembangan yang positif. Dari tahun 2007 hingga 2011, rata-rata produksi buah-buahan dan sayuran meningkat masing-masing 1,11 persen dan 3,58 persen (Tabel 1).


(19)

Tabel 1 Perkembangan Produksi Hortikultura Tahun 2007-2011

Komoditas Produksi

2007 2008 2009 2010 2011

Buah-buahan

(ton) 19 742 506 20 395 521 20 785 666 17 519 277 20 132 456 Sayuran (ton) 9 455 464 10 035 094 10 628 285 10 706 386 10 871 224 Tanaman hias

(tangkai) 198 363 699 228 965 962 295 361 613 406 240 349 513 102 124 Biofarmaka (kg) 474 911 940 465 257 355 472 863 015 418 683 635 398 481 627 Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012

Salah satu komoditas hortikultura yaitu kentang (Solanum tuberosum) merupakan komoditas sayuran yang memiliki peran penting dalam memenuhi kebutuhan pangan. Kentang merupakan sumber kalori dan mineral yang penting bagi pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat serta mempunyai nilai ekonomi

cukup baik. Walaupun bukan merupakan makanan pokok umumnya penduduk

Indonesia, peran kentang sebagai bahan pangan makin meningkat, baik dikonsumsi sebagai produk segar maupun olahan. Pada masa mendatang, kentang diharapkan menjadi pangan alternatif sumber karbohidrat dan protein untuk membantu menguatkan ketahanan pangan. Kentang mengandung protein paling tinggi dibandingkan dengan umbi-umbi lainnya. Ini menunjukkan bahwa kentang memiliki potensi dan prospek yang baik untuk mendukung program diversifikasi

pangan dalam mewujudkan ketahanan pangan yang berkelanjutan (Balai

Penelitian Tanaman Sayuran, 2008).

Kentang merupakan lima kelompok besar makanan pokok dunia selain

gandum, jagung, beras, dan terigu. Kentang merupakan sumber karbohidrat dengan vitamin dan mineral cukup tinggi. Tiap 100 g kentang mengandung protein 2 g, lemak 0.3 g, karbohidrat 19.1 g, kalsium 11 mg, fosfor 56 mg, serat 0.3 g, besi 0.3 mg, vitamin B1 0.09 mg, vitamin B2 0.03 mg, vitamin C 16 mg, dan niasin 1.4 mg (Adawiyah, 2011).

Dalam perkembangannya, mulai tahun 2007-2009 rata-rata luas panen, produksi dan produktivitas kentang cenderung meningkat masing-masing sebesar 6.95 persen, 8.27 persen, dan 2.65 persen. Namun sejak tahun 2010-2011 produktivitas kentang mengalami penurunan. Hal ini disebabkan berkurangnya luas panen dan keterbatasan benih berkualitas. Perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas kentang dapat dilihat pada Tabel 2.


(20)

Tabel 2 Perkembangan Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang Nasional 2007-2011

Tahun Indikator

Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

2007 62 375 1 003 732 16,09

2008 64 151 1 071 543 16,70

2009 71 238 1 176 304 16,51

2010 66 531 1 060 805 15,94

2011 59 882 955 488 15,96

Sumber : Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Hortikultura, 2012

Wilayah di Indonesia yang menjadi sentra produksi kentang sebagian besar berada di Pulau Jawa. Provinsi Jawa Tengah merupakan sentra produksi kentang dengan luas panen terbesar (Lampiran 19). Salah satu wilayah di Jawa Tengah yang merupakan sentra penghasil kentang yaitu Dataran Tingi Dieng. Secara administratif, Dataran Tinggi Dieng berada di dua wilayah Kabupaten, yaitu Kabupaten Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo.

Komoditas Kentang merupakan salah satu komoditas unggulan di Kabupaten Banjarnegara. Tanaman kentang menempati urutan pertama komoditas sayuran dengan luas pertanaman paling banyak dibandingkan komoditas lainnya. Komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara merupakan komoditas yang mempunyai kestabilan harga dan permintaan pasar yang tinggi dibandingkan komoditas sayur lainnya (tingginya permintaan pasar di dalam dan di luar kabupaten, serta kerjasama dengan pabrik pengolahan produk kentang) (Kementerian Riset dan Teknologi, 2011). Tabel 3 menunjukkan luas panen, produksi, dan produktivitas kentang di Kabupaten Banjarnegara. Penurunan produktivitas terjadi pula di Kabupaten Banjarnegara. Pada tahun 2006-2011 penurunan produktivitas rataan 3,67 persen. Rendahnya kualitas dan kuantitas benih kentang, fenomena anomali cuaca, kondisi lahan yang semakin rusak, serangan hama dan penyakit merupakan beberapa hal yang menyebabkan penurunan produktivitas.


(21)

Tabel 3 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kentang di Kabupaten Banjarnegara

Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ton/Ha)

2006 6 902 116 084 16,82

2007 6 361 96 468 15,17

2008 8 434 133 418 15,82

2009 9 060 125 077 13,81

2010 7 339 109 613 14,94

2011 7 300 997 563 13,70

Sumber : Dinas Pertanian, Perikanan, dan Peternakan Kabupaten Banjarnegara, 2012

Agribisnis sayuran yang mengandung arti usaha sayuran secara komersial dan berkelanjutan adalah suatu konsep yang ideal, hidup, dinamis dan berkembang, serta memberikan keuntungan bagi banyak pihak (manusia serta lingkungan biotik dan abiotik) sehingga dampak akhirnya memberikan manfaat bagi masyarakat. Fungsi kentang sampai saat ini masih sebagai sayuran pelengkap makanan pokok nasi sehingga ketersediaannya di pasar tidak sebanyak beras. Bila ketersediaan kentang dapat ditingkatkan melalui sistem agribisnis yang tertata dan terencana, maka bukan hanya masalah rawan pangan dan rawan gizi yang dapat diatasi, tetapi juga akan berdampak pada pengentasan kemiskinan.

Kentang merupakan tanaman pangan bernilai ekonomi tinggi yang dapat mendatangkan keuntungan (cash crop) bagi pengusaha industri makanan olahan, pedagang dan petani yang membudidayakannya. Kentang adalah makanan yang bernilai gizi tinggi dan lengkap serta dapat digunakan sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras. Kentang juga merupakan salah satu makanan siap hidang (instant food) dan cepat hidang (fast food) di Indonesia saat ini. Permintaan kentang terus meningkat sementara pasokannya masih kurang, sehingga perluasan budidaya kentang masih dapat terserap pasar (Gunarto, 2003). Kendala utama yang dihadapi dalam agribisnis kentang di Indonesia adalah sulitnya memperoleh benih bermutu. Selain itu, adopsi benih kentang bermutu oleh petani kentang diberbagai daerah relatif rendah. Harga benih kentang bersertifikat yang relatif mahal dibanding benih kentang yang dibuat sendiri oleh petani merupakan alasan utama petani tidak menggunakan benih bersertifikat. Harga kentang yang berasal dari benih buatan sendiri dibanding harga kentang yang berasal dari benih bersertifikat jika dijual ke pasar umum harganya relatif


(22)

sama. Penggunaan benih tidak bersertifikat mengakibatkan produksi kentang masih rendah.

Penurunan produktivitas kentang yang terjadi di tingkat petani dapat disebabkan karena beberapa hal, seperti adanya ketidakefisienan dalam penggunaan faktor produksi, kondisi lahan yang semakin rusak akibat penggunaan pestisida dan obat-obatan yang berlebihan, serta rendahnya kualitas benih yang digunakan. Bagi petani kentang, benih merupakan input yang paling penting dan dapat memberikan dampak besar terhadap hasil produksi (Andarwati, 2011).

Kebijakan impor kentang oleh pemerintah merugikan petani. Harga kentang impor lebih murah daripada harga yang dijual petani, sehingga harga jual kentang ditingkat petani mengalami penurunan. Hal ini menyebabkan banyak petani yang menunda panen hingga ada perbaikan harga, dengan resiko diserang hama sehingga kualitas memburuk.

Petani di sentra-sentra produksi kentang masih mampu untuk memenuhi kebutuhan kentang nasional. Beberapa syarat mendasar yang harus dipenuhi oleh pemerintah adalah melakukan pendampingan dan pendidikan secara terus- menerus kepada petani, dan memastikan ketersediaan benih kentang yang berkualitas.

1.2 Perumusan Masalah

Dataran Tinggi Dieng merupakan suatu kawasan pegunungan yang terletak di Provinsi Jawa Tengah dengan ketinggian rata-rata sekitar 2.000m dpl, suhu berkisar 15o-20°C di siang hari dan 10°C di malam hari. Secara administratif Dieng terbagi menjadi dua bagian wilayah, sebagian wilayahnya masuk dalam Kabupaten Banjarnegara (Dieng Kulon) dan sebagian lagi masuk dalam wilayah Kabupaten Wonosobo (Dieng Wetan).

Kentang adalah komoditas utama daerah Dieng, sebagian besar penduduk Dieng bermatapencaharian sebagai petani kentang. Jenis kentang yang biasa ditanam adalah kentang Granola. Keistimewaan kentang Dieng adalah ukurannya yang relatif besar dan memiliki daya tahan yang lebih baik dibanding kentang dari daerah lain karena kadar airnya yang lebih tinggi. Selain itu, kentang Dieng juga memiliki kadar karbohidrat dan gula yang rendah.


(23)

Terjadi penurunan produktivitas kentang dari tahun ke tahun, antara lain disebabkan oleh benih bermutu yang tidak tersedia dalam jumlah yang cukup dan sulit didapatkan, harganya relatif mahal, tingginya biaya produksi untuk usahatani kentang, dan tingkat pengetahuan petani yang masih rendah dalam menerapkan teknologi, termasuk teknik pengendalian hama dan penyakit, serta rendahnya pemahaman tentang keberlanjutan lingkungan mengakibatkan rendahnya kesadaran masyarakat dalam ikut menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya yang ada di kawasan Dieng.

Penanaman kentang secara besar-besaran di Dieng selama puluhan tahun telah merusak lingkungan di kawasan tersebut. Tingkat kesuburan tanah jauh menurun, erosi tanah terjadi secara merata, dan bukit-bukit mudah longsor. Selain itu, sumber air semakin kecil dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida secara besar-besaran telah mengancam kesehatan warga setempat. Namun demikian, petani masih belum dapat melepaskan ketergantungan pada kentang. Dari tahun ke tahun luasan tanaman kentang makin bertambah. Pola tanam yang dilakukan petani kentang dengan mengolah lahan pada kemiringan lebih dari 300 dapat menyebabkan berkurangnya kesuburan tanah. Di samping itu, pola tanam kentang-kentang-kentang merupakan salah satu penyebab rendahnya kualitas kentang.

Berbagai permasalahan komoditas kentang mulai dari mahalnya sarana produksi pertanian, harga jual yang fluktuatif, adanya kebijakan pasar global, cara budidaya petani kentang yang dianggap sebagai salah satu penyebab masalah kerusakan lingkungan kawasan Dieng, dan kebutuhan permodalan pertanian yang sering diabaikan oleh lembaga perbankan, karena dianggap petani adalah pihak yang sangat lemah dan menimbulkan kemacetan, maka perlu dilakukan kajian dan analisis untuk melihat kemungkinan yang terjadi di masa depan didasarkan pada sumber daya manajemen (man, materials, methods, money, market, machines,

management, information, dan time) yang mempengaruhi dalam pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara.


(24)

Berdasarkan permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi dalam pengembangan agribisnis

komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara ?

2. Bagaimana strategi pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara ?

3. Bagaimana prioritas alternatif strategi pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara ?

1.3 Tujuan

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menyusun rekomendasi operasional strategi pengembangan agribisnis komoditas kentang melalui pendekatan sumber daya manajemen di Kabupaten Banjarnegara. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara.

2. Menyusun skenario strategi pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara berdasarkan skenario-skenario yang mungkin terjadi pada masa yang akan datang.

3. Menyusun prioritas alternatif strategi untuk pengembangan agribisnis kentang di Kabupaten Banjarnegara.


(25)

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Budidaya Kentang

Setiadi (2009) mengemukakan Solanum tuberosum, nama lain dari kentang. Kentang merupakan tanaman dikotil yang bersifat semusim, termasuk famili Solanaceae, dan memiliki umbi batang yang dapat dimakan. Tanaman kentang berbentuk semak atau herba. Batangnya berada diatas permukaan tanah, ada yang berwarna hijau, kemerah-merahan, atau ungu tua. Warna batang ini dipengaruhi oleh umur tanaman dan keadaan lingkungan. Pada kesuburan tanah yang baik atau lebih kering, biasanya warna batang tanaman yang lebih tua akan lebih menyolok. Bagian bawah batangnya bisa berkayu sedangkan batang tanaman muda tidak berkayu sehingga tidak terlalu kuat dan mudah rubuh.

A. Klasifikasi Kentang

Berikut ini klasifikasi ilmiah kentang : Kerjaan/Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta/Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida/Dicotyledonae (berkeping dua) Subkelas : Asteridae

Ordo : Solanales/Tubiflorae (berumbi) Family : Solanaceae (berbunga terompet)

Genus : Solanum (daun mahkota berletakan satu sama lain)

Seksi : Petota

Spesies : Solanom tuberosum

Nama binomial : Solanum tuberosum LINN (Solanum tuberosum L) B. Botani Kentang

1. Batang dan Akar

Kentang merupakan tanaman semusim yang bersifat menyemak dan menjalar. Batangnya berbentuk segi empat, panjanagnya bisa mencapai 50 – 120cm, dan tidak berkayu (tidak keras bila dipijat), namun batang bawah yang tua bisa berkayu. Batang dan daun berwarna hijau kemerah-merahan atau keungu-unguan. Tanaman yang berasal dari biji akan menghasilkan satu


(26)

batang utama. Sedangkan yang berasal dari umbi akan menghasilkan lebih dari satu batang tanaman.

Akarnya memiliki sistem perakaran tunggang dan serabut. Akar tunggang bisa menembus sampai kedalaman 45cm. Sedangkan akar serabutnya tumbuh menyebar (menjalar) ke samping dan menembus tanah dangkal. Akar berwarna keputih-putihan, halus dan berukuran sangat kecil. Dari akar-akar ini ada akar yang akan berubah bentuk dan fungsinya menjadi bakal umbi (stolon) dan akhirnya menjadi umbi.

2. Daun, Bunga, dan Buah

Daun-daun pertama berupa daun tunggal, daun berikutnya berupa daun majemuk imparipinnate dengan anak daun primer dan anak daun sekunder. Posisi tangkai daun utama terhadap batang bervariasi. Pada tangkai daun utama terletak helaian anak daun primer dan sekunder yang berbeda-beda dalam bentuk, ukuran, dan warna. Pada dasarnya, daun majemuk kentang mempunyai tunas ketiak yang dapat berkembang menjadi cabang sekunder, dengan sistem percabangan simpodial.

Bunganya berjenis kelamin dua (bunga sempurna), ukurannya kecil (kira-kira 3cm), berwarna putih kekuning-kuningan, atau ungu kemerah-merahan, tumbuh di ketiak daun teratas. Daun kelopak (calyx), daun mahkota (corrola), dan benang sari (stamen), masing-masing berjumlah lima buah dengan satu buah putik (pistilus) yang mempunyai sebuah bakal buah yang berongga dua buah (locule). Daun mahkota berbentuk terompet yang pada ujungnya berbentuk bintang.

Benang sari bunga kentang berwarna kekuning-kuningan dan melingkari tangkai putik. Kedudukan kepala putik bisa lebih rendah, sama tinggi, atau lebih tinggi dari cone kepala sari. Kepala sari kelima benang sari membentuk satu cone yang berwarna kuning terang (pada bunga yang jantan mandul warnanya kuning hijau). Kepala sari ini berisi tepung sari bila sudah kering bisa diterbangkan oleh angin. Biasanya, tepung sari masak lebih dulu dari kepala putiknya.


(27)

Satu minggu setelah penyerbukan, bakal buah membesar dan berkembang menjadi buah. Buah berwarna hijau tua sampai keungu-unguan, berbentuk bulat, berukuran kira-kira 2,5cm, dan berongga dua. Buah mengandung 500 bakal biji yang nantinya menjadi biji hanya 10 – 300 biji. Buah bisa dipanen pada umur 6 – 8 minggu setelah penyerbukan.

3. Bakal Umbi dan Umbi

Stolon atau bakal umbi terletak pada batang di bawah permukaan tanah. Umbi terbentuk dari pembesaran bagian ujung stolon yang berfungsi sebagai tempat cadangan makanan. Menurut Sunarjono (2007), umbi kentang merupakan gudang makanan yang terdiri dari karbohidrat, protein, dan mineral yang merupakan hasil fotosintesis. Pada bagian ujung umbi (nose) terdapat banyak mata yang bersisik, sedangkan pada bagian pangkalnya (heel) atau tangkai umbi tidak ada matanya. Mata umbi tersebut dapat tumbuh menjadi tanaman baru. Satu mata umbi bisa menghasilkan satu batang utama atau lebih. Bentuk umbi umumnya mencirikan varietas kentang yang ditanam. Selain bentuk umbi, untuk mencirikan varietasnya adalah kedalaman mata tunas, warna kulit, dan warna daging umbi.

C. Syarat Tumbuh

1. Tanah dan Ketinggian Tempat

Tanaman kentang hanya tumbuh dan produktif pada jenis tanah ringan yang mengandung sedikit pasir dan kaya bahan organik. Contohnya, tanah andosol (vulkanik) yang mengandung abu gunung berapi dan tanah lempung berpasir (margalit). Jenis tanah mempengaruhi kandungan karbohidrat umbi kentang. Pada umumnya tanaman kentang yang dikembangkan di tanah berlempung mempunyai kandungan karbohidrat lebih tinggi dan rasanya lebih enak. Tanaman kentang tumbuh baik di daerah dataran tinggi atau pegunungan dengan elevasi 800-1.500m dpl.

2. Iklim

Faktor iklim meliputi komponen suhu udara, curah hujan, kelembapan, sinar matahari, dan angin yang saling berkaitan. Suhu udara berhubungan erat dengan ketinggian tempat, tiupan angin, serta kelembapan udara. Sementara itu, kelembapan udara berhubungan erat dengan curah hujan,


(28)

penguapan tanah, serta vegetasi di daerah itu. Tanaman kentang menghendaki suhu udara harus dingin, antara 15-22oC (optimumnya 18-20oC) dengan kelembapan udara 80-90%.

Tanaman kentang memerlukan banyak air, terutama pada stadia berbunga, tetapi tidak menghendaki hujan lebat yang berlangsung terus-menerus. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman kentang adalah 2.000-3.000mm/tahun. Hujan lebat yang berkepanjangan menghambat pancaran sinar matahari, memperlemah energi surya, hingga fotosintesis tidak berlangsung optimal. Hal ini menyebabkan umbi yang berbentuk kecil dan produksinya rendah.

Tanaman kentang juga tidak menyukai daerah yang banyak mendung dan berkabut. Sebaliknya, tanaman kentang menghendaki sinar matahari penuh (60-80%) yang diperlukan untuk proses fotosintesis. Di daerah yang berkabut, proses fotosintesis terhambat dan mendorong timbulnya penyakit busuk daun yang disebabkan oleh cendawan. Demikian pula daerah yang banyak terjadi angin rebut (lesus dan taifun) dapat merusak tanaman kentang, hingga kemampuan membentuk umbi berkurang. Tanaman kentang tumbuh pada tanah dengan pH tanah antara 5-5,5.

D. Teknik Bertanam Kentang 1. Penyiapan Lahan

Lahan untuk bertanam kentang hendaknya bersih dari semak dan sisa-sisa akar tanaman sebelumnya. Tanah diolah dengan traktor atau cangkul sampai halus dan bersih ari gulma. Kedalaman mengolah tanah antara 30-40 cm. Pengolahan tanah sagat penting untuk membuat strukturnya menjadi remah. Tanaman kentang menghendaki tanah yang gembur dengan aerasi yang baik.

2. Penyiapan Pupuk Kandang

Lahan yang telah diolah lalu diberi pupuk kandang atau kompos matang. Pupuk kandang atau kompos tersebut umunya ditebarkan secara merata atau diletakkan di tempat yang akan ditanami. Namun, lebih baik diletakkan dalam guritan atau alur dangkal selebar 1-15cm yang dibuat lurus


(29)

dengan arah timur-barat. Pupuk yang dibutuhkan setiap satu hektar lahan adalah 20-40 ton atau 0,5-0,8 kg/tanaman.

3. Penyediaan Bibit Umbi Bertunas

Setiap hektar lahan kentang membutuhkan umbi bibit sebanyak 1200-2000 kg. Bibit kentang yang disiapkan sebaiknya berasal dari varietas unggul dan berkualitas baik. Berat bibit umbi yang ideal adalah antara 30-60 gram. Biasanya bibit yang dibeli di toko bibit belum siap tanam. Umbi tersebut masih memerlukan masa istirahat selama beberapa bulan supaya bertunas dan dapat ditanam. Lama istirahatnya antara 3-6 bulan, tergantung varietas dan suhu gudang.

4. Penyediaan Pupuk Buatan dan Pestisida

Pada budidaya kentang, pupuk buatan berupa N, P, dan K diberikan secara bersamaan dengan waktu tanam. Banyaknya pupuk yang dibutuhkan setiap hektar adalah urea 300 kg dan SP-36 300 kg, dan lebih baik ditambahkan KCl 100 kg. Pupuk buatan umumnya digunakan dengan dosis seperti berikut : N 90-180 kg/ha, P2O5 60-80 kg/ha, dan K2O 90-140 kg/ha. Selain itu, tanaman juga membutuhkan pestisida untuk mengendalikan hama dan penyakit. Pestisida yang umum digunakan adalah insektisida 3 liter, fungisida 3 liter, dan furadan 3G sebanyak 30 kg/ha.

5. Penanaman

Sebelum dilakukan penanaman, pupuk kandang diletakkan dalam alur berjarak 25-30cm, dengan dosis 0,5-0,8 kg/titik. Selanjutnya, umbi bibit diletakkan satu per satu di atas pupuk kandang. Dengan demikian jarak tanamnya menjadi 25x80cm atau 30x70cm dan populasi tanamannya masing-masing 50.000/Ha atau 47.000/Ha.

Setelah itu, disusul pupuk buatan sebanyak 14-15 gr/tanaman yang terdiri dari campuran urea, SP36, dan KCl. Pupuk buatan tersebut diletakkan di samping kanan dan kiri bibit umbi. Selain itu, untuk mencegah serangan hama orong-orong atau anjing tanah dapat ditambahkan Furadan 3G sebanyak 30 kg/ha. Pestisida ini ditaburkan pada umbi bibitnya. Setelah penanaman bibit selesai, umbi harus segera diurug tanah supaya tidak kekeringan karena terkena sinar matahari.


(30)

6. Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman dalam usahatani kentang meliputi beberapa kegiatan, yakni mendangir kebun (mencangkuli tanah disekitar tanaman), menyiram, dan mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT). 7. Pemanenan

Umur panen kentang sekitar 110-120 hari. Namun, untuk umbi bibit tanaman dimatikan lebih awal, yakni sebelum daunnya mati atau menguning. Pemungutan hasil umbi kentang sebaiknya dilakukan setelah umbi benar-benar tua, cirinya : (a) daunnya menguning rata; (b) kulit umbi sudah kuat, tidak mudah lecet, sehingga tidak gampang terluka jika terkena gesekan. Setelah kering dan bersih dari tanah, umbi dimasukkan dalam keranjang bambu, kotak kayu, atau kotak plastik. Setelah itu harus segera diangkut ke gudang untuk disimpan atau dilakukan grading dan sortasi. Gudang penampungan, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang sebaiknya bersuhu dingin dan lembap, yakni antara 18-20oC dan kelembapan 75-90%. Sortasi dilakukan untuk memisahkan umbi yang cacat dan busuk. Sementara itu, umbi-umbi yang mulus dan sehat dikelompokkan berdasarkan ukuran umbinya atau grading. Dalam pelaksanaannya, sortasi dan grading umbi biasanya dilakukan bersamaan supaya lebih efisien.

2.2 Pengertian Agribisnis

Bahan pangan dan sandang merupakan kebutuhan pokok bagi setiap individu. Bahan tersebut tercipta dari suatu sistem yang mencakup kegiatan-kegiatan atas bahan masukan (input), produksi (farm), pengolahan (processing), dan pemasaran bahan pangan (output factor). Sistem tersebut dimulai dari berbagai kegiatan dalam sektor barang perlengkapan pertanian yang memasok berbagai macam input produksi barang dan jasa (sarana produksi pertanian-saprotan) kepada usahatani, kemudian kegiatan pemrosesan/pengolahan, pemasaran/tata niaga, dan distribusi barang kebutuhan untuk memuaskan kebutuhan konsumen.


(31)

Menurut Firdaus (2010), agribisnis digambarkan sebagai sebuah sistem yang terdiri atas subsistem berikut :

1. Subsistem pembuatan, pengadaan, dan penyaluran berbagai sarana produksi (farm supplier) seperti bibit, benih, pupuk, obat-obatan, alat dan mesin pertanian, bahan bakar, dan kredit. Pelaku kegiatan ini antara lain perusahaan swasta, koperasi, lembaga pertanian, bank atau perorangan.

2. Subsistem kegiatan produksi dalam usahatani yang menghasilkan berbagai produk pertanian seperti bahan pangan, hasil perkebunan, daging, telur, ikan, dan lain-lain. Usahatani mencakup semua bentuk organisasi produksi mulai dari yang berskala kecil (usahatani keluarga) sampai yang berskala besar (perkebunan, peternakan), termasuk budidaya pertanian yang menggunakan lahan secara intensif seperti akuakultur, florikultur, hidroponik, dan lain-lain. Pelaku kegiatan ini antara lain petani, perusahaan swasta, koperasi, lembaga pemerintah. Teknologi yang digunakan bervariasi, mulai dari yang tradisional sampai dengan yang canggih sehingga corak usahataninya pun berbeda-beda. Ada yang hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri beserta keluarga, yang disebut usahatani subsistem; ada pula yang memang diusahakan untuk memenuhi kebutuhan pasar, yang disebut usahatani komersial/perusahaan pertanian.

3. Subsistem pengumpulan, pengolahan, penyimpanan dan penyaluran berbagai produk pertanian yang dihasilkan usahatani atau hasil olahannya ke konsumen. Pelaku kegiatan ini antara lain perusahaan swasta, koperasi, lembaga pemerintah, bank, atau perorangan.

Pasaribu (2012) mengemukakan bahwa agribisnis merupakan bisnis yang berbasis pertanian. Agribisnis dapat dibagi menjadi tiga sektor utama yang saling tergantung secara ekonomis, yaitu sektor masukan (input), produksi (farm), dan sektor keluaran (output). Definisi agribisnis adalah keseluruhan dan kesatuan dari seluruh organisasi dan kegiatan mulai dari produksi dan distribusi sarana produksi, kegiatan produksi pertanian di lahan pertanian sampai dengan pengumpulan, penyimpanan, pengolahan dan sampai distribusi hasil akhir dari pengolahan tersebut ke konsumen. Sistem agribisnis merupakan totalitas atau kesatuan kinerja agribisnis yang terdiri atas : (1) subsistem agribisnis hulu yang


(32)

berupa kegiatan ekonomi input, produksi, informasi, dan teknologi; (2) subsistem usahatani yaitu kegiatan produksi pertanian primer tanaman dan hewan; (3) subsistem agribisnis pengolahan; (4) subsistem pemasaran, dan (5) subsistem penunjang yaitu dukungan sarana dan prasarana serta lingkungan yang kondusif bagi pengembangan agribisnis.

Subsistem (komponen) agroindustri hilir dan agriservis dikategorikan sebagai input karena fungsinya memasok input untuk subsistem lainnya di dalam komponen proses. Subsistem agriproduksi yang identik dengan usahatani adalah unit-unit agribisnis penghasil produk primer. Peran subsistem agriindustri hilir adalah sebagai pengolah produk primer menjadi barang jadi, atau barang antara, sementara peran agriniaga adalah dalam menjalankan fungsi distribusi barang dan jasa agribisnis. Sebagai sistem, agribisnis mewakili tiga sektor ekonomi yaitu sektor primer (komponen agriproduksi), sektor sekunder (agriindustri), dan sektor tersier (agriservis dan agriniaga). Gambar 1 menunjukkan agribisnis sebagai sistem, dimana pengembangan agribisnis dapat mendorong terwujudnya transformasi struktural (Tatuh diacu dalam Krisnamurthi et al. 2010).

Input Proses Output

Gambar 1 Diagram Agribisnis sebagai Sistem. (Tatuh diacu dalam Krisnamurthi et al. 2010)

2.3 Sumber Daya Manajemen

Menurut Hubeis (2007), sumber daya yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan manajemen adalah : (1) Man (manusia); (2) Materials (materi); (3)

Machines (mesin-mesin); (4) Methods (tata kerja); (5) Money (uang); (6) Markets

(pasar); (7) Management (manajemen); (8) Information (informasi); dan (9) Time. Agriindustri Hulu

Agriservis (Jasa)

Agriproduksi Produksi produk primer :

Pertanian, peternakan, perikanan, kehutanan

Agriindustri Hilir

Agriniaga Jasa distribusi marketing

Produk : pangan, serat, papan, farmasi, energi,


(33)

Sarana penting atau sarana utama dari setiap manajer untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu adalah “man” atau manusia. Berbagai macam aktivitas yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dan aktivitas itu dapat ditinjau dari sudut proses, seperti perencanaan, pengorganisasian, staffing, pengarahan, dan pengendalian; atau dapat pula ditinjau dari sudut bidang seperti penjualan, produksi, keuangan, personalia, dan lain sebagainya. Untuk melakukan berbagai aktivitas tersebut, diperlukan manusia.

Untuk melakukan berbagai aktivitas diperlukan uang, seperti upah dan gaji bagi orang-orang yang membuat perencanaan, mengadakan pengawasan, bekerja dalam proses produksi, membeli bahan-bahan, peralatan-peralatan, dan lain sebagainya. Uang sebagai sarana manajemen harus digunakan sedemikian rupa agar tujuan yang ingin dicapai, bila dinilai dengan uang, lebih besar dari uang yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Kegagalan atau ketidaklancaran proses manajemen sedikit banyak ditentukan atau dipengaruhi oleh perhitungan atau ketelitian dalam penggunaan uang.

Dalam proses pelaksanaan kegiatan, manusia menggunakan material atau bahan-bahan, karenanya dianggap pula sebagai alat atau sarana manajemen untuk mencapai tujuan. Demikian pula dalam proses pelaksanaan kegiatan, terlebih dalam kemajuan teknologi dewasa saat ini, manusia bukan lagi sebagai pembantu mesin seperti terlihat sebelum masa revolusi industri tetapi telah terjadi sebaliknya, mesin telah berubah kedudukannya sebagai pembantu bagi manusia.

Untuk melakukan secara berdaya guna dan berhasil guna, maka manusia dihadapkan kepada berbagai alternatif metode atau cara melakukan pekerjaan. Oleh karena itu, metode atau cara dianggap pula sebagai sarana atau alat manajemen untuk mencapai tujuan.

Bagi badan yang bergerak di bidang industri, maka sarana manajemen penting lainnya adalah markets atau pasar. Tanpa adanya pasar bagi hasil produksi, jelas tujuan perusahaan industri tidak akan mungkin tercapai. Salah satu masalah pokok bagi suatu perusahaan industri adalah minimal mempertahankan pasar yang telah ada, bila mungkin mencapai pasar baru bagi hasil produksinya. Oleh karena itu, salah satu sarana manajemen penting lainnya khusus bagi


(34)

perusahaan industri dan umumnya bagi semua badan yang bertujuan untuk mencari laba adalah pasar.

Dalam suatu organisasi/perusahaan, baik besar maupun kecil dimana dalam setiap kegiatannya selalu melibatkan kerjasama antar orang, selalu diperlukan kegiatan manajemen. Manajemen adalah sebuah proses yang khas, terdiri dari kegiatan perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan, dan pengawasan yang dilaksanakan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditetapkan dengan bantuan manusia dan sumber-sumber daya lain.

Penjadwalan proses produksi dibuat mulai dari pembukaan lahan sampai kepada pemanenan dan penanganan pasca panen, terutama untuk komoditas yang memiliki gestation period yang relatif pendek, seperti tanaman hortikultura. Pengorganisasian mengenai sumber daya berupa input-input dan sarana-sarana produksi yang akan digunakan, terutama menyangkut bagaimana mengalokasikan berbagai input dan fasilitas yang akan digunakan dalam proses produksi sehingga proses produksi dapat berjalan secara efektif dan efisien sangat berguna bagi pencapaian efisiensi usaha dan waktu. Oleh karena itu, time merupakan sarana manajemen yang penting bagi suatu usaha.

Penyediaan informasi adalah salah satu fungsi fasilitas yang memegang peranan penting dalam melancarkan proses operasi suatu sistem. Informasi mencakup semua data-data dan informasi yang telah tersusun dengan baik dan dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

2.4 Manajemen Strategi

Hubeis dan Najib (2008), menjelaskan manajemen strategi sebagai suatu konsep yang terkait dengan faktor waktu melibatkan suatu proses yang kontinyu dan iteratif dalam mencapai tujuan organisasi yang sesuai dengan kondisi lingkungan yang dihadapinya. Oleh karena itu, manajemen strategi dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan yang menjanjikan dan berfokus pada sumber daya (alam, manusia, dan buatan) untuk pengembangan jangka panjang serta menguntungkan. Secara konseptual, manajemen strategi merupakan kombinasi dari soft management (berorientasi pada non-fisik) dengan hard management (berorientasi pada fisik). Implementasi manajemen strategi tidak


(35)

lepas dari interaksi antar kegiatan (perencanaan, pemantauan, dan pelaksanaan) dengan hirarki (pemimpin, sistem, dan diri sendiri) menurut tingkat kerjasamanya (mendesak dan penting).

Selanjutnya Hubeis dan Najib (2008), menyatakan bahwa manajemen strategi adalah seperangkat keputusan dan tindakan manajerial yang menentukan kinerja organisasi dalam jangka panjang. Manajemen strategi didefinisikan sebagai kumpulan keputusan dan tindakan yang merupakan hasil rumusan dan implementasi pada rencana yang dibuat untuk mencapai tujuan perusahaan serta bagaimana mengevaluasi dan melaksanakan tindakan tersebut demi tercapainya tujuan perusahaan, yang mencakup perumusan, implementasi, dan evaluasi rencana strategi. Secara umum tahapan proses manajemen strategi dapat dilihat pada Gambar 2.

Umpan Balik

Gambar 2 Skema Proses Manajemen Strategi. (Hubeis dan Najib, 2008)

Menurut David (2010), manajemen strategi didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi keputusan-keputusan lintas fungsional yang memampukan sebuah organisasi mencapai tujuannya. Manajemen strategi berfokus pada usaha untuk mengintegrasikan manajemen, pemasaran, kuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi komputer untuk mencapai keberhasilan organisasional. Proses manajemen strategi terdiri atas tiga tahap : perumusan strategi, penerapan strategi, dan penilaian strategi. Perumusan strategi mencakup pengembangan visi dan misi, identifikasi peluang dan ancaman eksternal suatu organisasi, kesadaran akan kekuatan dan kelemahan internal, penetapan tujuan jangka panjang, pencarian strategi-strategi alternatif, dan pemilihan strategi tertentu untuk mencapai tujuan. Penerapan strategi mencakup pengembangan budaya yang suportif pada strategi, penciptaan struktur

Tahap 1 Analisis lingkungan (internal & eksternal

Tahap 2 Penetapan

tujuan organisasi (misi& tujuan)

Tahap 3 Perumusan

strategi

Tahap 4 Implementasi

strategi

Tahap 5 Kontrol strategi


(36)

organisasional yang efektif, pengerahan ulang upaya-upaya pemasaran, penyiapan anggaran, pengembangan serta pemanfaatan sistem informasi, dan pengaitan kompensasi karyawan dengan kinerja organisasi. Penilaian strategi adalah tahap terakhir dalam manajemen strategi. Tiga aktivitas penilaian strategi yang mendasar adalah : (1) peninjauan ulang faktor-faktor eksternal dan internal yang menjadi landasan bagi strategi saat ini; (2) pengukuran kinerja; dan (3) pengambilan langkah korektif.

Manajemen strategi adalah serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi tersebut. Manajemen strategi merupakan suatu proses yang dinamik karena berlangsung secara terus-menerus dalam suatu organisasi. Setiap strategi selalu memerlukan peninjauan ulang dan bahkan mungkin perubahan di masa depan. Salah satu alasan utamanya adalah karena kondisi yang dihadapi satu organisasi, baik yang sifatnya internal maupun eksternal selalu berubah-ubah pula. Dengan perkataan lain, strategi manajemen dimaksudkan agar organisasi menjadi satuan yang mampu menampilkan kinerja tinggi karena organisasi yang berhasil adalah organisasi yang tingkat efektivitas dan produktivitasnya makin lama makin tinggi. Terdapat dua belas tahap dalam proses manajemen strategi yaitu : (1) perumusan misi organisasi (perusahaan); (2) penentuan profil organisasi; (3) analisis dan pilihan strategi; (4) penetapan sasaran jangka panjang; (5) penentuan strategi induk; (6) penentuan strategi operasional; (7) penentuan sasaran jangka pendek; (8) perumusan kebijaksanaan; (9) pelembagaan strategi; (10) penciptaan sistem pengawasan; (11) penciptaan sistem penilaian; (12) penciptaan sistem umpan balik (Siagian, 2011).

2.5 Analisis Prospektif

Analisis prospektif merupakan adaptasi dari berbagai metode komprehensif yang dikemas dalam suatu kerangka kerja operasional yang komprehensif dan cepat. Sifat kognitif dari metode tersebut adalah berupa tipologi focus on interactions and consensus building, yang mampu menghasilkan suatu konsensus dari interaksi antara-stakeholders, yang dapat digunakan untuk


(37)

kepentingan perencanaan. Metode ini didasarkan pada beberapa prinsip, yaitu partisipasi, transparansi, konsistensi, keefektifan, relevansi, dapat diulang, beralasan, dan peningkatan kapasitas stakeholders (Godet dan Roubelat diacu

dalam Bourgeois dan Jesus 2004). Tabel 4 menunjukkan tahapan analisis prospektif.

Tabel 4 Tahapan Analisis Prospektif

Tahapan Pendekatan

Penentuan/definisi sistem Persiapan awal dan diskusi kelompok (group discussion)

Identifikasi variabel sistem Brainstorming

Definisi variable kunci Diskusi terstruktur

Analisis pengaruh antar variabel Analisis struktural dan kelompok kerja

Interpretasi dari pengaruh dan ketergantungan antar variabel Diskusi kelompok yang didukung dengan grafik dan tabel hasil analisis Pendefinisian kondisi (states) variabel di masa datang Analisis morfologis dan diskusi kelompok

Pembangunan skenario Brainstorming

Penyusunan implikasi strategis dan aksi antisipatif Diskusi terstruktur

Sumber : Bourgeois dan Jesus, 2004

Uraian tahapan analisis prospektif partisipatif adalah sebagai berikut (Bourgeois dan Jesus 2004):

1. Penentuan/definisi sistem dilakukan sebagai tahap awal dalam temu pakar, dan dilakukan melalui diskusi. Tahap ini penting sebagai pengembangan eksplorasi masa depan, yang terfokus pada wilayah Kabupaten Banjarnegara sesuai dengan batasan sistem yang telah didefinisikan sebelumnya.

2. Identifikasi variabel sistem dilakukan melalui brainstorming, yang dimulai dengan identifikasi variabel yang memiliki pengaruh terhadap susunan dan evolusi sistem, dari sudut pandang peserta. Untuk menjamin terjadinya partisipasi yang sama, diterapkan teknik visualisasi menggunakan kartu berwarna. Partisipan diminta menulis secara bebas variabel-variabel yang dianggapnya penting, sebanyak satu variabel untuk setiap kartu. Kemudian kartu dikumpulkan dan dipajang pada papan tulis. Kartu yang berisikan opini yang sama persis, dibuang dari pajangan dan diganti dengan satu kartu pengganti. Dalam hal ini, harus terdapat konsensus dari seluruh peserta untuk membuang atau mempertahankan kartu yang dipajang tersebut. Pada tahap ini belum dilakukan diskusi mengenai relevansi dari masing-masing variabel, baru merupakan opini dan konsensus dari partisipan.

3. Definisi variabel kunci dilakukan melalui diskusi terstruktur, yang membahas relevansi dari masing-masing variabel yang telah disepakati sebelumnya.


(38)

Aturan sederhana yang digunakan dalam mendiskusikan kandungan dari opini yang diajukan oleh peserta merupakan variabel atau bukan, adalah: (1) bukan merupakan sebuah kalimat; (2) tidak berbentuk negatif; dan (3) secara umum bukan ekspresi fisik. Jika terdapat variabel yang tidak dapat dinyatakan dalam berbagai kondisi yang berbeda, maka dianggap sebagai variabel yang tidak relevan. Biasanya suatu kondisi dideskripsikan dengan menggunakan kata kualifikasi seperti adjektif, sedangkan variabel bersifat substantif.

4. Dari tahap ini ditetapkan daftar akhir dari keseluruhan variabel sistem, kemudian variabel didefinisikan. Semua variabel yang sudah ditentukan dan didefinisikan, langsung dimasukkan dalam paket lembar kerja perangkat lunak “Microsoft Excel” yang telah diprogram (hak cipta Bourgeois dan Jesus 2004), untuk analisis selanjutnya.

5. Analisis pengaruh antar variabel dilakukan melalui analisis struktural dan kerja kelompok, peserta diminta untuk menganalisis pengaruh/ketergantungan langsung influence/dependence (I/D) setiap variabel dengan variabel lainnya, dengan menggunakan pendekatan valuasi konsensual. Valuasi pengaruh langsung masing-masing variabel terhadap variabel lainnya, menggunakan skala dari “0 = tidak ada pengaruh” sampai “3 = berpengaruh sangat kuat”. Nilai-nilai tersebut didiskusikan oleh peserta, dan setelah tercapai kesepakatan, dimasukkan di dalam matriks I/D. Jumlah valuasi tergantung pada jumlah variabel yang telah diidentifikasi, jika terdapat n buah maka ada

n2–n hubungan antar variabel yang harus didiskusikan dan divaluasi.

6. Interpretasi hubungan pengaruh antar variabel dilakukan berdasarkan hasil olahan paket perangkat lunak Microsoft Excel, dengan output berupa tabel dan grafik. Interpretasi tabel skor kekuatan variabel global tertimbang, adalah untuk menentukan peringkat variabel. Variabel yang memiliki skor tertinggi merupakan variabel terkuat, yang memiliki pengaruh tertinggi dan ketergantungan terendah. Grafik pengaruh langsung dan tidak langsung, juga menunjukkan tingkat kekuatan variabel. Kuadran I (kiri atas) merupakan wilayah variabel penggerak. Kuadran II (kanan atas) merupakan wilayah variabel kontrol. Kuadran III (kanan bawah) merupakan wilayah variabel


(39)

keluaran, yang bersifat sangat tergantung dan hanya sedikit pengaruh. Kuadran IV (kiri bawah) merupakan wilayah variabel marjinal, kelompok ini akan dikeluarkan dari analisis. Variabel yang berada pada kuadran I dan II merupakan variabel kuat, dan akan dipilih sebagai variabel penentu dalam analisis selanjutnya.

7. Tahap pendefinisian kondisi variabel di masa depan disebut juga sebagai analisis morfologi, yang bertujuan untuk menjajaki domain masa depan yang mungkin terjadi, serta mengemukakan alternatif-alternatif yang relevan dan dapat dipertanggungjawabkan. Untuk masing-masing variabel yang telah dipilih, peserta diminta mengidentifikasi beberapa kondisi variabel yang akan terjadi di masa depan, dan fokus terhadap alternatif-alternatif yang kontras dan saling bebas. Suatu kondisi merupakan sebuah deskripsi dari variabel di masa depan; dan bukan sebagai ukuran dari variabel tersebut. Variabel dan kondisinya disusun dalam bentuk tabel, yang menyajikan dasar bagi penyusunan kombinasi untuk melakukan elaborasi skenario. Peserta juga diminta untuk membuat daftar kombinasi kondisi yang tidak dapat atau sangat sulit terjadi, kemudian dikeluarkan dari pilihan untuk membangun skenario. Untuk mempermudah proses tersebut, masing-masing variabel diberi simbol (misalnya huruf besar) dan masing-masing kondisi diberi simbol angka.

8. Tahap pembangunan skenario, dilakukan melalui penyusunan kombinasi variabel dengan kondisi yang berbeda-beda. Peserta diminta untuk menyusun sejumlah skenario, dengan menyusun kombinasi kode variabel dan kondisinya (hurup dan angka).

9. Penyusunan implikasi strategis dan aksi antisipatif, dilaksanakan dengan menggunakan skenario yang telah dibangun. Masing-masing skenario didiskusikan secara terstruktur dalam suatu kerangka yang meliputi deskripsi skenario, implikasi terhadap varibel kunci lainnya, unsur strategis (yang dapat mempengaruhi evolusi sistem), dan aksi yang mungkin dilakukan. Informasi yang dihasilkan merupakan suatu peta jalan bagi pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menghadapi perkembangan dan ancaman yang mungkin terjadi di masa depan.


(40)

Analisis prospektif merupakan salah satu teknik untuk menganalisis beragam strategi yang dapat terjadi di masa depan berdasarkan kondisi yang ada saat ini. Tujuan dari analisis prospektif adalah mempersiapkan strategi apakah perubahan diperlukan di masa depan.

Analisis prospektif berasal dari bahasa Perancis “la prospective” yang jika

diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris berarti a preactive dan proactive approach

atau foresight, dan dalam bahasa Indonesia berarti “tinjauan ke masa depan” (Godet, 1999). Lebih lanjut dijelaskan, analisis prospektif menekankan pada proses evolusi jangka panjang sehingga waktu menjadi faktor yang sangat utama dalam pengambilan sebuah keputusan. Hal inilah yang menyebabkan metode ini bukan merupakan peramalan akan tetapi seperangkat skenario yang disusun untuk mencapai tujuan jangka panjang.

Kata “prospective” digunakan untuk menunjukkan kebutuhan dari sikap

yang berorientasi pada masa depan. Sikap itu meliputi : (1) to look far away, melihat jauh ke depan; (2) to look breadthwise, melihat secara luas dan melakukan interaksi; (3) to look in depth, melihat sungguh-sungguh kedalamannya dan menemukan faktor-faktor dan tren yang sangat penting; (4) to take risks, mengambil resiko karena jauh di depan akan terjadi perubahan tak terduga; dan (5) to take care of the mankind, menjaga manusia. Ide dasar tentang “la prospective” adalah bahwa apa yang akan terjadi di kemudian hari, akan lahir dari

interaksi antar berbagai pelaku kini dan rencana-rencana. Terdapat empat sikap dalam menanggapi masa depan yaitu passice, re-active, pre-active (anticipacing changes) dan pro-active (provoking changes). Dalam menghadapi langkah perubahan yang bertambah cepat, ketidakpastian masa depan, dan meningkatnya kompleksitas fenomena dan interaksi, antifatalistik, maka sikap preactive dan

proactive sangat penting. La prospective mengacu pada pendekatan preactive dan

proactive (Godet dan Roubelat, 1996).

Menurut Bourgeois dan Jesus (2004), metode analisis prospektif merupakan alat yang dirancang untuk mengetahui atau menyelidiki dan mengantisipasi perubahan dengan patisipasi para ahli (expert), termasuk pemangku kepentingan yang memberikan hasil cepat. Metode ini sangat cocok pada situasi dimana banyak pemangku kepentingan berinteraksi pada sistem yang kompleks, terutama


(41)

sangat cocok untuk memberikan alternatif kebijakan lokal dan sektoral serta dapat memperkuat kapasitas pemangku kepentingan menjadi lebih aktif dalam pengambilan keputusan terkait dengan masa depannya.

2.6 Analitycal Hierarchy Process

Dalam Ma‟arif dan Tanjung (2003), analitycal hierarchy process (AHP) ditujukan untuk membuat model permasalahan yang tidak terstruktur dan biasanya diterapkan untuk memecahkan masalah terukur maupun masalah-masalah yang memerlukan pendapat (judgement). Dapat dikatakan juga, AHP merupakan analisis yang digunakan pengambil keputusan untuk dapat memahami kondisi sistem dan membantu melakukan prediksi dalam mengambil keputusan. Dalam menyelesaikan persoalan dengan AHP, terdapat beberapa prinsip yang harus dipahami, diantaranya adalah decomposition, comparative judgement, synthesis of priority, dan logical consistency.

1. Decomposition

Decomposition yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya sampai tidak mungkin dilakukan pemecahan lebih lanjut. Proses ini dinamakan hirarki.

2. Comparative Judgement

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan tingkat diatasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dari penilaian disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison.

3. Synthesis of Priority

Dari setiap matriks pairwise comparison kemudian dicari eigen vector-nya untuk mendapatkan local priority. Karena matriks pairwise comparison

terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di antara local priority. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.


(42)

4. Logical Consistency

Konsistensi memiliki dua makna, pertama adalah objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansi. Arti kedua adalah menyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu.

AHP merupakan salah satu tools dalam pemecahan masalah yang bersifat strategis. Secara umum, keuntungan penggunaan metode AHP dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Keuntungan Metode AHP

No Prinsip Penjelasan

1 Kesatuan AHP memberikan satu model tunggal yang mudah dimengerti, dan luwes untuk aneka ragam persoalan yang tidak terstruktur

2 Kompleksitas AHP memadukan ancangan deduktif dan ancangan berdasar sistem dalam memecahkan persoalan kompleks

3 Saling

Ketergantungan

AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam suatu sistem dan tidak memaksakan pemikiran linier

4 Penyusunan hierarki

AHP mencerminkan kecenderungan alami pikiran untuk memilah-milah elemen-elemen dalam berbagai tingkat berlainan dan mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkat

5 Pengukuran AHP memberi suatu skala untuk mengukur hal-hal dan terwujudnya suatu metode untuk menetapkan prioritas. 6 Konsistensi AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang digunakan untuk menetapkan berbagai prioritas

7 Sintesis AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang kebaikan setiap alternatif

8 Tawar Menawar AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor sistem dan memungkinkan organisasi dapat memilih alternatif terbaik berdasarkan tujuan-tujuannya

9 Pemilihan dan Konsesus

AHP tidak memaksakan konsesus, tetapi mensintesiskan suatu hasil yang representatif dari berbagai penilaian yang berbeda

10 Pengulangan Proses

AHP memungkinkan organisasi memperhalus definisinya atas suatu persoalan dan memperbaiki berbagai pertimbangan serta pengertian melalui berbagai pengulangan.


(43)

Menurut Marimin (2008), prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subyektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut. AHP memiliki banyak keunggulan dalam menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena dapat digambarkan secara grafis, sehingga mudah dipahami oleh semua pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan.

Marimin dan Maghfiroh (2011) mengemukakan hierarki adalah alat yang paling mudah untuk memahami masalah yang kompleks. Masalah tersebut diuraikan ke dalam elemen-elemen yang bersangkutan, menyusun elemen tersebut secara hirarki, melakukan penilaian terhadap elemen tersebut, dan menentukan keputusan yang akan diambil. Proses penyusunan elemen-elemen secara hirarki, meliputi pengelompokan elemen-elemen dalam komponen yang sifatnya homogen dan menyusun komponen-komponen tersebut dalam level hierarki yang tepat. Hirarki juga merupakan abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antara komponen dan juga dampaknya pada sistem. Abstraksi ini mempunyai bantuk saling berkaitan, tersusun, dan suatu puncak atau sasaran utama (ultimate goal). Dari puncak turun ke subfaktor, kemudian ke pelaku (aktor) yang memberi dorongan, turun ke tujuan-tujuan pelaku dan kebijakan-kebijakan, strategi-strategi tersebut dinamakan sebagai alternatif. Dengan demikian, hirarki adalah sistem yang mempunyai tingkatan-tingkatan keputusan berstratifikasi dengan beberapa elemen keputusan pada setiap tingkatan keputusan. Abstraksi susunan hirarki keputusan, terdiri atas :

Level 1 : Fokus/Sasaran Utama Level 2 : Faktor (F1 F2 F3) Level 3 : Aktor (A1 A2 A3) Level 4 : Tujuan (O1 O2 O3) Level 5 : Alternatif (S1 S2 S3)


(44)

2.7 Penelitian Terdahulu

Beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan mengenai komoditas kentang serta strategi pengembangan dengan menggunakan analisis prospektif dan AHP dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Perbedaan Penelitian Terdahulu dengan Penelitian Sekarang

No Nama Judul Hasil Penelitian

1 Royadi, 2006 Analisis

Pemanfaatan TPA Sampah

Pascaoperasi Berbasis Masyarakat

Hasil penelilitian menunjukkan aternatif pemanfaatan adalah sebagai TPA terpadu, dengan kegiatan setiap zone sebagai berikut: zone I dan II sebagai hutan kota/penghijauan, zone III, IV, dan zone V sebagai TPA sampah. Berdasarkan hasil gabungan antara

existing condition dan need analysis

diperoleh faktor yang dominan dalam penentuan strategi bagi pemanfaatan TPA sampah pascaoperasi berbasis masyarakat antara lain adalah: luas lahan, IPAS, Peraturan Perundangan, Pendanaan, Keterlibatan Swasta, Teknologi, dan

donor agency. 2 Arifa F, 2011 Strategi

pengembangan usaha jamur tiram dengan analsis prospektif pada Sari Sehat Multifarm

Hasil penelitian menunjukkan skenario optimis merupakan skenario yang diharapkan terjadi yaitu menjadi usaha jamur tiram yang maju di masa depan. Skenario ini terjadi jika semua faktor-faktor kunci pengembangan usaha meliputi kemampuan permodalan, kemampuan manajemen keuangan, produktivitas, kemampuan SDM, dan kondisi peralatan produksi mengalami peningkatan. Hasil analisis prospektif menunjukkan bahwa faktor kemampuan permodalan sebagai faktor yang dapat dikontrol (controllable factor) pada kuadran I yang merupakan faktor utama atau dominan dalam pengembangan usaha pada Sari Sehat Multifarm.

3 Andarwati AU, 2011

Efisiensi teknis usahatani kentang dan faktor yang mempengaruhi oleh studi kasus di Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara

Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel yang bernilai positif dan berpengaruh signifikan terhadap produksi kentang yaitu benih dan pupuk organik, sedangkan unsur S dalam pupuk anorganik berpengaruh negatif dan signifikan terhadap produksi kentang. Faktor yang berpengaruh signifikan


(45)

terhadap efisiensi teknis usahatani kentang yaitu umur, pengalaman usahatani, pendidikan formal, dan luas lahan yang dikuasai. Untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani kentang, maka petani sebaiknya menggunakan benih berkualitas, peningkatan peran penyuluh pertanian, dan bantuan kredit untuk petani.

4 Apriyani M, 2012

Strategi

pengembangan skenario usaha keripik pisang di Bandarlampung

Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor penentu keberhasilan pengembangan usaha keripik pisang dalam rangka peningkatan pangsa pasar dan menjadi produk unggulan Kota Bandarlampung yaitu kemampuan teknis, akses informasi, kemampuan manajerial, proses produksi, dan ketersediaan bahan baku; rekomendasi operasional yang dihasilkan untuk pengembangan usaha keripik pisang di Bandarlampung yaitu peningkatan kemampuan teknis pengusaha, peningkatan akses informasi, peningkatan kemampuan manajerial pengusaha, proses produksi yang lebih modern, dan meningkatkan ketersediaan bahan baku.

4 Puspasari SL, 2013 Strategi pengembangan agribisnis komoditas kentang melalui pendekatan sumber daya manajemen di Kabupaten Banjarnegara

Hasil penelitian menunjukkan berdasarkan analisis prospektif, diperoleh sepuluh faktor kunci yang mempengaruhi pengembangan agribisnis komoditas kentang di Kabupaten Banjarnegara yaitu kebijakan pemerintah, pendidikan dan pengetahuan petani, potensi lahan, pelatihan dan penyuluhan, informasi hasil penelitian dan pengembangan mutakhir, pengaturan waktu tanam/panen, sarana produksi pertanian, pengaturan penggunaan sarana produksi, keterlibatan pemerintah pusat dan daerah, dan produktivitas. Strategi pengembangan agribisnis komoditas kentang melalui pendekatan sumber daya manajemen di Kabupaten Banjarnegara disusun berdasarkan skenario-skenario yang mungkin terjadi di masa datang. Skenario yang terpilih adalah skenario optimis.


(1)

3. Ketentuan tentang tata cara peran serta masyarakat diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.

Pasal 34

1. Peningkatan peran serta masyarakat dilakukan melalui : a. pendidikan dan pelatihan;

b. penyuluhan;

c. bantuan teknis dan insentif.

2. Ketentuan lebih lanjut tentang pengaturan pemberian bantuan teknis dan insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan Peraturan Daerah.

Pasal 35

1. Peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan hutan kota dapat berbentuk : a. penyediaan lahan untuk penyelenggaraan hutan kota;

b. penyandang dana dalam rangka penyelenggaraan hutan kota; c. pemberian masukan dalam penentuan lokasi hutan kota;

d. pemberian bantuan dalam mengidentifikasi berbagai potensi dalam masalah penyelenggaraan hutan kota;

e. kerjasama dalam penelitian dan pengembangan;

f. pemberian informasi, saran, pertimbangan atau pendapat dalam penyelenggaraan hutan kota;

g. pemanfaatan hutan kota berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

h. bantuan pelaksanaan pembangunan;

i. bantuan keahlian dalam penyelenggaraan hutan kota;

j. bantuan dalam perumusan rencana pembangunan dan pengelolaan; k. menjaga, memelihara dan meningkatkan fungsi hutan kota.

2. Tata cara peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan hutan kota diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.

BAB V PEMBIAYAAN

Pasal 36

Biaya penyelenggaraan hutan kota berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau sumber dana lainnya yang sah.


(2)

56

  BAB VI S A N K S I

Pasal 37

Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 26 dikenakan sanksi yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.

BAB VII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 38

Hutan kota yang telah ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku dan segera menyesuaikan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

BAB VIII P E N U T U P

Pasal 39

Pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur hutan kota yang telah ada sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini, tetap berlaku sampai dengan dikeluarkannya peraturan pelaksanaan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 40

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal 12 Nopember 2002 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

Diundangkan di Jakarta

Pada tanggal 12 Nopember 2002

SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd.

BAMBANG KESOWO


(3)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Batang Lingkin pada 28 Januari 1986 sebagai anak pertama dari lima bersaudara yang terdiri dari ayah Maradingin Lubis dan Ibu Ernawati. Empat Saudara, yaitu Nurhalimah Lubis, Rudi Agussalim Lubis, Fatimahrani Lubis, dan Abdul Azzis Lubis.

Latar belakang pendidikan dimulai dari SDN 66 Batang Lingkin (1992 - 1998), MTsN Simpang IV Pasaman Barat (1998 - 2001) dan SMAN 2 Medan (2001 - 2004). Penulis melanjutkan pendidikan di Politeknik Pertanian Universitas Andalas Padang, Program Studi Agribisnis Pertanian (2004 - 2007) dan meneruskan pada program ekstensi di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Program Studi Penyuluhan dan Komunikasi Pertanian (2007 - 2010). Penulis diterima di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (2007 - 2013).

Selama mengikuti pendidikan di PSL-IPB, penulis aktif dalam organisasi mahasiswa, yaitu Forum Wacana Pascasarjana dan Ecologica PSL-IPB. Penulis juga pernah mengikuti Training “Climate Change Mitigation and Adaptation for Agricultural Productivity In Southeast Asia”, kerjasama The Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology (SEAMEO BIOTROP) dan Indonesia Network Agroforestry Education (INAFE) dan kegiatan Asia Forum Carbon Abdate, Dewan Nasional Perubahan Iklim, Indonesia. Selain itu, penulis juga bekerja pada PT. Alas Consultans (2012).

Di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin, M.S. dan Dr. Ir. Ismayadi Samsoedin, M.Sc. penulis dilibatkan dalam penelitian “Kajian Jenis Pohon Potensial untuk Pengembangan Hutan Kota/Lanskap Perkotaan”, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan, Kementerian Kehutanan RI, Bogor. Penulis juga dilibatkan dalam penelitian “Landscape Ecology” kerjasama Fakultas Pertanian IPB – ETH Zurich – National University


(4)

 

RINGKASAN

SOFYAN HADI LUBIS. Analisis Cadangan Karbon Pohon pada Lanskap Hutan Kota di DKI Jakarta. Dibimbing oleh HADI SUSILO ARIFIN dan ISMAYADI SAMSOEDIN.

Meningkatnya persoalan lingkungan, seperti polusi udara dan peningkatan suhu di DKI Jakarta menyebabkan keberadaan hutan kota sangat penting untuk dikembangkan. Hutan kota (pohon) memiliki peran penting karena berfungsi sebagai penyimpan karbon dan penyerap karbon paling efesien di perkotaan. Hutan kota di DKI Jakarta memiliki persoalan dalam pengembangannya, selain aspek teknis seperti pemilihan jenis vegetasi yang tepat bagi peruntukannya juga dipengaruhi oleh aspek kebijakan.

Penelitian ini bertujuan (1) menganalisis cadangan karbon, serapan CO2

dan jenis pohon yang memiliki cadangan karbon potensial, dan (2) menganalisis faktor kebijakan yang mendukung pengembangn hutan kota. Penelitian dilakukan di DKI Jakarta dengan fokus pada tiga hutan kota yaitu hutan kota UI (Jakarta Selatan), hutan kota Srengseng (Jakarta Barat) dan hutan kota PT Jakarta Industrial Estate Pulogadung (Jakarta Timur). Lokasi penelitian ditentukan dengan

menggunakan metode purposive sampling, yaitu berdasarkan keterwakilan fungsi

utama jasa lanskap hutan kota. Pengumpulan data dilakukan dengan metode

survey. Pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive sampling.

Penentuan sampling plot dilakukan dengan metode purposive sampling. Bentuk

plot yang digunakan adalah plot bujur sangkar dengan ukuran 20 m x 20 m.

Penentuan biomassa pohon dilakukan dengan metode non-destructive sampling

dan cadangan karbon pohon diperoleh dengan menggunkan rumus kandungan

biomassa. Nilai serapan CO2 diketahui dengan menggunakan perbandingan masa

molekul relatif CO2 yaitu 3.67 x cadangan karbon. Berat jenis kayu diperoleh dari

database wood density of trees world agroforestry. Analisis cadangan karbon

menggunakan pendekatan allometrik dan analisis faktor kebijakan pengembangan

hutan kota dengan pendekatan Analitical Hierarchy Process (AHP).

Jumlah cadangan karbon pohon terbesar terdapat pada hutan kota UI yaitu 178.82 ton/ha, diikuti oleh Srengseng sebesar 24.04 ton/ha dan PT JIEP sebesar 23.64 ton/ha. Faktor yang mempengaruhi peningkatan cadangan karbon antara

lain yaitu diameter batang, kerapatan pohon (density) dan umur pohon. Nilai

serapan CO2 terbesar dihasilkan dari hutan kota UI yaitu 634.40 ton/ha, diikuti

oleh Srengseng sebesar 88.15 ton/ha dan PT JIEP sebesar 86.76 ton/ha. Informasi ini menggambarkan bahwa selain sebagai konservasi keanekaragaman hayati, serapan air dan lanskap estetika, ternyata hutan kota juga memiliki potensi dalam

mengurangi gas CO2 perkotaan. Sumbangan cadangan karbon pohon terbesar

pada tiga hutan kota dihasilkan dari pohon famili Fabaceae, antara lain yaitu Acacia crassicarpa A.Cunn. Ex. Benth, Acacia mangium Wild, Paraserianthes falcataria L, Leucana leucophala L, Bauhinia pulpurea L, Delonix regia Boj. Ex

Hook, Pterocarpus indicus Wild, Erythrina crista-galli L dan Abrus precarorius.

Prioritas kebijakan yang mendukung pengembangan hutan kota pada level faktor yaitu peningkatan kualitas hutan kota, level aktor yaitu pemerintah dan level alternatif yaitu evaluasi peraturan dan perluasan hutan kota.


(5)

(6)

 

SUMMARY

SOFYAN HADI LUBIS. Tree Carbon Stock Analysis of Urban Forest Landscape in DKI Jakarta. Supervised by HADI SUSILO ARIFIN and ISMAYADI SAMSOEDIN.

In order to reduce enviromental problem, such as air polutions and increasing of air temperature in DKI Jakarta caused the presence of urban forest is very neccessary. Tree has an inportant role becouse its function as store carbon and most efficient carbon sinks in urban areas. Urban forest in DKI Jakarta has problems in development, beside technical aspects are also affected by the goverment policy.

The objectives of research were (1) to analyze tree carbon stock, CO2

sequestration and tree species that have potential of carbon, and (2) to analyze policies that support the development of urban forest. The study was conducted at DKI Jakarta, which was focused on tree urban forests, i.e. University Indonesia (Jakarta Selatan), Srengseng (Jakarta Barat) and PT JIEP (Jakarta Timur). The research location was determined by using purposive sampling method, which is based on the representation of the main functions of the urban forest landscape services. Data was collected through survey method. The selection of respondents was conducted by purposive sampling. Sampling plots determination was done by purposive sampling method. Square plot with a size of 20 m x 20 m is used in this research. Determination of tree biomass is done by non-destructive sampling

method and tree carbon stocks by using biomass content formula. CO2 uptake

values was determined by using the comparative of relative molecular mass CO2 :

3.67 x carbon stocks. Wood density obtained from the database of wood density of trees world agroforestry. Carbon stock analysis was calculated by using allometric equation and urban policy analysis was executed by Analytical Hierarchy Process (AHP) approach.

The largest tree carbon stocks were found on UI urban forest was 178.82 ton/ha, Srengseng was 24.04 ton/ha and PT JIEP was 23.64 ton/ha. The largest

CO2 uptake generated from UI urban forest was 634.40 ton/ha, Srengseng was

88.15 ton/ha and PT JIEP was 86.76 ton/ha. Factors that affecting the enhancement of carbon stocks, i.e. stem diameter, tree density and the age of the

trees. CO2 uptake value resulting from the biggest urban forest UI was 634.40

ton/ha, followed by Srengseng 88.15 ton/ha and PT JIEP 86.76 ton/ha. This information illustrates that in addition for conservation of biodiversity, water uptake and aesthetics landscape, urban forest also has the potential in reducing

CO2. Tree of fabaceae family, i.e. Acacia crassicarpa A.Cunn.Ex.Benth, Acacia

mangium Willd, Paraserianthes falcataria L, Leucaena leucocephala L, Bauhinia purpurea L, Delonix regia Boj Ex.Hook, Pterocarpus indicus Willd, Erythrina crista-galli L and Abrus precarorius are found that they have biggest contribution for tree carbon stocks in study sites.

Policy priorities the supporting the development of urban forest in level factor are increasing of urban forests quality, level actor are government and level alternative are rules evaluation and urban forest expantion.