Analisis pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor
(2)
ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI KANGKUNG ORGANIK PETANI BINAANAGRIBUSINESS DEVELOPMENT CENTER(ADC)
DI KABUPATEN BOGOR
Nur Ikhsan Ramdhani Yusuf 109092000007
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
(3)
(4)
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANA PUN.
Jakarta, Mei 2015
Nur Ikhsan Ramdhani Yusuf NIM. 109092000007
(5)
Data Diri Nama : Nur Ikhsan Ramdhani Yusuf Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/ Tanggal Lahir : Tangerang, 17 April 1989
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Berat Badan : 65 kg Tinggi Badan : 170 cm
Alamat : Griya Merpati Mas blok C34 No.8 RT/RW 08/09, Kelurahan Gembor, Kecamatan Periuk, Kota Tangerang- Banten 15133
Handphone : 081297360144/ 085715611378 Email : ikhsanramdhani170489@gmail.com
IPK : 3, 15
Pendidikan Formal
2009- 2015 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian/ Agribisnis
2005- 2008 : SMK Angkasa 1 Tangerang
2001- 2004 : SMP Negeri 1 Pasar Kamis Tangerang 1995- 2001 : SD Negeri Doyong 1 Tangerang
Pengalaman Orgnanisasi
2010 : Staff Departemen Kerohanian, Olahraga dan Seni Badan Eksekutif Mahasiswa Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2011- 2013 : Ketua Legislatif Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI)
2012 : Ketua Pemilihan Umum Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2012- 2013 : Kepala Divisi Kemahasiswaan Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2013- 2014 : Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi
(6)
CURRICULUM VITAE NUR IKHSAN RAMDHANI YUSUF
Pengalaman Kegiatan
2010 : Pelatihan Advokasi Mahasiswa Pertanian Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) di UPN Veteran -Yogyakarta
2010 : Musyawarah Kerja Wilayah IX Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa - Banten 2011 : Kemah Bhakti Tani Nasional Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian
Indonesia (ISMPI) di Universitas Pekalongan - Jawa Tengah
2011 : Musyawarah Nasional IX Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) di Universitas Medan Area - Sumatera Utara 2012 : Pelatihan Kewirausahaan Kementerian Pemuda dan Olahraga
Republik Indonesia
2012 : Musyawarah Kerja Nasional Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) di Universitas Gadjah Mada - Yogyakarta 2013 : Kemah Bhakti Tani Nasional Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian
Indonesia (ISMPI) di Institut Pertanian Yogyakarta - Yogyakarta 2013 : Musyawarah Nasional Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa
Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (POPMASEPI) di Universitas Muhammadiyah Malang - Jawa Timur
2013 : Simposium Internasional Mahasiswa Pertanian Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa - Banten
2013 : Workshop Jurnalistik dan Kehumasan di UIN Syarif Hidayatullah-Jakarta
2013 : Seminar Ecology, Sanitation, and Water Resources Management di Denpasar
2014 : Musyawarah Nasional X Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) di Universitas Syah Kuala - Aceh
Pengalaman Kerja
2010 : Panitia Pusat Deklarasi Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI)
2011 : Event Organization Sirih Besar Jakarta
2012 : Praktek Kerja Lapang di PT. Japfa Comfeed Indonesia 2013 : Surveyor Lembaga Survey Indonesia (LSI)
(7)
RINGKASAN
Nur Ikhsan Ramdhani Yusuf. 109092000007. Analisis Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor. (Dibawah bimbinganSiti Rochaeni dan Junaidi)
Peranan usahatani bagi masyarakat pedesaan sangat penting untuk dikelola oleh petani yang memiliki keterbatasan modal dan lahan antara lain subsektor hortikulutra. Subsektor hortikultura terdiri dari buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat. Salah satu produk hortikultura yang sangat prospektif dikembangkan adalah sayuran. Sayuran secara ekonomis memiliki nilai tambah dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan apabila mampu dikelola dengan baik. Selain itu, sayuran termasuk bahan yang dibutuhkan oleh tubuh dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat serta cukup potensial untuk dijadikan peluang usaha. Oleh sebab itu, adanya keberadaan Agribusiness Development Center (ADC) sebagai lembaga yang membina petani sayuran, salah satunya kangkung organik mencoba berupaya untuk mengembangkan produk-produk hortikultura di antara kangkung organik agar mampu memiliki harga jual tinggi, menjadi sarana pembelajaran teknis budidaya, sekaligus menjadi pusat pengembangan pasar, sehingga petani tidak selalu didikte oleh pasar dan mampu meningkatkan pendapatan, sekaligus memberikan jawaban atas usahatani yang dilakukan petani layak atau tidak untuk dilanjutkan.
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Menganalisis biaya usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor, 2) Menganalisis pendapatan usahatani kangkung organik Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor, 3) Menganalisis tingkat pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor dengan menggunakan R/C Ratio, B/C Ratio,Break Event PointdanPayback Period.
Penentuan lokasi penelitian dilakukan dengan cara sengaja (purposive), di mana lokasi tersebut adalah Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor yang beralamat di desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung dari responden dengan menggunakan kuisioner dan wawancara dengan pihak terkait. Sedangkan data sekunder meliputi gambaran umum wilayah penelitian, data penduduk, jurnal, buku dan instansi terkait. Metode penentuan sampel dilakukan dengan cara sensus, artinya seluruh petani responden binaan Agribusiness Development Center (ADC) sebanyak 16 petani meliputi 4 Kecamatan yaitu Kecamatan Ciampea, Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Leuwiliang melalui perhitungan menggunakan R/C Ratio, B/C Ratio, Break Event PointdanPayback Period. Pengolahan data menggunakanMicrosoft Exceldan kalkukator.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa: 1) Biaya usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten
(8)
Bogor sebesar Rp17.985.220,-/tahun dengan nilai rata-rata lahan seluas 575 M2. 2) Pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor sebesar Rp45.801.580,-M2/tahun dengan nilai rata-rata lahan seluas 575 M2. 3) Analisis pendapatan usahatani sayuran kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor dari hasil rasio penerimaan atas biaya (R/C rasio) sebesar 3,55 (layak), rasio keuntungan atas biaya (B/C Rasio) sebesar 2,55 (layak), BEP produksi/volume mendapatkan nilai sebesar 2.569 Kg/tahun/M2, sedangkan BEP harga mendapatkan nilai Rp1.973,-/Kg/tahun/M2 dan payback period(PP) sebesar 1,48.
Kata kunci: Pendapatan, Usahatani, Sayuran Kangkung Organik, Agribusiness Development Center(ADC), Kabupaten Bogor.
(9)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Analisis Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor”. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Strata-1 di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan baik berupa materil dan moral yang sangat berarti dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, bapak Mad Yusuf dan mama Nurhayati yang tidak pernah letih memberikan kasih sayang, doa, nasihat, motivasi, saran dan dorongan moril maupun materil. Sesungguhnya ananda tidak akan pernah dapat membalas semua itu, semoga Allah S.W.T selalu memberikan pahala, berkah, kasih sayang, ridho dan perlindungan kepada bapak dan mama atas perjuangannya. Aamiin.
2. Kakak dan adik tersayang, Yusmiati dan Yunita yang turut memberikan do’a, semangat dan keceriaan. Semoga Allah S.W.T selalu memberikan karunia-Nya. Aamiin.
3. Bapak Dr. Agus Salim, M.Si selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
(10)
4. Ibu Dr. Elpawati. MP selaku Ketua Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/ Agribisnis Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ir. Siti Rochaeni, M.Si selaku Dosen Pembimbing 1 dan Ir. Junaidi, M.Si selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah membimbing, memberikan saran, motivasi nasihat dan arahan sekaligus meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran dalam penyusunan skripsi kepada penulis.
6. Dr. Yon Girie Mulyono, M.Si selaku Dosen Penguji 1 dan Achmad Tjahja Nugraha, MP selaku Dosen Penguji 2 dalam sidang munaqosah skripsi yang telah memberikan saran, motivasi, nasihat dan arahan untuk kesempurnaan skripsi kepada penulis.
7. Seluruh dosen pengajar Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/ Agribisnis yang tidak dapat disebutkan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat atas segala ilmu dan pelajaran dalam perkuliahan maupun di luar perkuliahan.
8. Bapak Tisna Prasetyo dan seluruh petani binaan Agribusiness Development Center(ADC) untuk bimbingannya dan kebersamaannya. 9. Teman-teman Agribisnis 2009 atas kebersamaan, kekeluargaan dan
keceriaan yang telah kita ukir bersama semoga menjadi sejarah yang tidak pernah dilupakan.
10. Keluarga besar Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis atas proses yang turut mengantarkan penulis ke dalam realita perjuangan dan kebersamaan untuk bermanfaat.
(11)
11. Keluarga besar Dewan Eksekutif Mahasiswa yang telah hadir bersama untuk membawa energi cemerlang, gemilang dan terbilang. Semoga apa yang telah dilakukan bisa menjadi lentera untuk perjalan hidup kita. Aamiin. Hidup Mahasiswa..!!!
12. Keluarga besar Ikatan Senat Mahasiswa Pertanian Indonesia (ISMPI) dan Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (POPMASEPI) atas segala pertanyaan dan jawaban untuk pertanian Indonesia. Hidup Mahasiswa Pertanian Indonesia..!!!
13. Sahabat bermimpi untuk Ito Hadiansyah, Rino Mardani, Gita Ramadhan, Prasetyo, Dian Friyana dan yang lain-lain yang tidak bisa penulis tuliskan semuanya atas semua pelajaran kehidupan. Semoga tetap 5 cm semua mimpi di depan kening kalian.Keep Fighting Bro.
14. Senior sekaligus kakak-kakak bagi penulis untuk bang Husnul, bang Ano, bang Fadlik, bang Aang, kak Jeje, bang Angger, bang Heru, bang Tatag, bang Lisan, bang Iki, bang Evan, Imay dan Hatem atas bimbingannya mengarungi lika-liku perkuliahan dan organisasi.
15. Kawan-kawan perjuangan, satu tujuan, satu penanggungan dan satu gagasan kepada Jazil, Ade, Jamal, Slamet, Endang, Rahman, Azzam, Hariry, Latipeh, Benita, Zahid, Agung, Esa, Kudel, Koi, Dwina, Bella dan semuanya yang telah mampu hadir di antara indahnya kehidupan penulis. 16. Salwati Syarifah, SP atas semua keputusannya untuk bersedia mengarungi
sebagian langkah penulis dalam melewati dinamika kehidupannya. Kisah ini telah menjadi energi yang mudah-mudahan merengkuh semua mimpi. I Love You.
(12)
17. Semua pihak yang telah membantu namun tidak dapat penulis tuliskan satu per satu tanpa mengurangi rasa hormat. Terimakasih banyak.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk menyempurnakan penelitian ini. Penulis berharap semoga penulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Semoga Allah S.W.T memberkahi kita semua.Aamiin Ya Robbal A’lamin.
Jakarta, Mei 2015
(13)
i DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Rumusan Masalah 7
1.3. Tujuan Penelitian 8
1.4. Manfaat Penelitian 8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian 9
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 10
2.1. Pendapatan 10
2.1.1. Pendapatan Usahatani 10
2.1.2. Analisis Pendapatan Usahatani 12 2.1.3. Biaya Produksi Usahatani 15
2.1.4. Harga Jual 16
2.1.5. Penerimaan Usahatani 18
2.2. Usahatani 18
2.3. Pertanian Organik 21
2.3.1. Pupuk 23
2.4. Hortikultura 24
2.5. Kangkung 26
2.5.1. Syarat Tumbuh Kangkung 26
2.5.2. Penanaman Kangkung 27
2.5.3. Manfaat Kangkung 27
2.3.4. Hama dan Penyakit 28
2.6. Kerangka Pemikiran 29
(14)
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 33
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 33
3.2. Jenis Dan Sumber Data 33
3.3. Metode Pengambilan Sampel 34
3.4. Metode Pengumpulan Data 34
3.5. Metode Analisis Data 36
3.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Petani BinaanAgribusiness Development Center(ADC)
di Kabupaten Bogor 36
3.5.2. Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio) 37 3.5.3. Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio) 38 3.5.4. AnalisisBreak Event Point(BEP) 38
3.5.5.Payback Period(PP) 39
3.6. Definisi Operasional 39
BAB IV. GAMBARAN UMUM 41
4.1.Agribusiness Development Center(ADC) 41
4.2. Lokasi Penelitian 43
4.2.1. Kecamatan Dramaga 44
4.2.2. Kecamatan Ciampea 44
4.2.3. Kecamatan Cibungbulang 45
4.2.4. Kecamatan Leuwiliang 45
4.3. Aktivitas Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness Development Center(ADC) di Kabupaten
Bogor 46
4.4. Petani BinaanAgribusiness Development Center(ADC) 48 4.5. Karakteristik Responden Usahatani Kangkung Organik Petani
BinaanAgribusiness Development Center(ADC) 50
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 55
5.1. Hasil 55
5.1.1. Hasil Analisis Biaya Usahatani Kangkung Organik BinaanAgribusiness Development Center(ADC)
di Kabupaten Bogor 55
(15)
iii 5.1.3. Hasil Analisis Tingkat Pendapatan dengan Menggunakan
R/C Rasio, B/C Rasio, Break Even Point (BEP)
dan Payback Period (PP) Usahatani Kangkung Organik BinaanAgribusiness Development Center(ADC)
di Kabupaten Bogor 57
5.2. Pembahasan 59
5.2.1. Pembahasan Biaya Usahatani Kangkung Organik Petani BinaanAgribusiness Development Center
(ADC) di Kabupaten Bogor 59
5.2.2. Pembahasan Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Petani BinaanAgribusiness Development Center
(ADC) di Kabupaten Bogor 63
5.1.3. Pembahasan Analisis Tingkat Pendapatan dengan Menggunakan R/C Rasio, B/C Rasio,Break Even Point(BEP) danPayback Period(PP) Usahatani Kangkung Organik BinaanAgribusiness Development
Center(ADC) di Kabupaten Bogor 63
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 69
6.1 Kesimpulan 69
6.2 Saran 70
DAFTAR PUSTAKA 71
(16)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Produksi Tanaman Sayuran Kangkung di Indonesia dan Jawa Barat
Tahun 2009-2013 5
2. Kandungan Gizi dalam Tiap gram Kangkung 28 3. Sebaran Responden Menurut Umur dan Tingkat Pendidikan
Usahatani Kangkung Organik Petani BinaanAgribusiness
Development Center(ADC) di Kabupaten Bogor 50 4. Sebaran Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Usahatani
Kangkung Organik Petani BinaanAgribusiness Development
Center(ADC) di Kabupaten Bogor 52
5. Sebaran Responden Menurut Status dan Pengalaman Usahatani Kangkung Organik Petani BinaanAgribusiness Development
Center(ADC) di Kabupaten Bogor 53
6. Sebaran Responden Menurut Luas Lahan Usahatani Kangkung Organik Petani BinaanAgribusiness Development
Center(ADC) di Kabupaten Bogor 54
7. Rata-rata Biaya Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness Development Center(ADC) di Kabupaten
Bogor dengan Luas Lahan 575 M2/tahun 56 8. Rata-rata Produksi, Biaya Total, Harga Jual, Penerimaan dan
Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness Development Center(ADC) di Kabupaten
Bogor dengan Luas Lahan 575 M2/tahun 57 9. Hasil Analisis Tingkat Pendapatan dengan Menggunakan R/C Rasio,
B/C Rasio,Break Even Point(BEP), danPayback Period (PP) Usahatani Kangkung Organik Petani BinaanAgribusiness
Development Center(ADC) dengan Luas Lahan 575 M2/tahun 57 10. Hasil Analisis Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center(ADC) di Kabupaten Bogor
(17)
v dengan rata-rata Luas Lahan 575 M2/tahun 64 12. Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio) yang
Diperoleh Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center(ADC) di Kabupaten Bogor
dengan rata-rata Luas Lahan 575 M2/tahun 65 13. BEP Produksi yang Diperoleh Usahatani Kangkung Organik
Petani BinaanAgribusiness Development Center(ADC)
di Kabupaten Bogor dengan rata-rata Luas Lahan 575 M2/tahun 66 14. BEP Harga yang Diperoleh Usahatani Kangkung Organik
Petani BinaanAgribusiness Development Center(ADC)
di Kabupaten Bogor dengan rata-rata Luas Lahan 575 M2/tahun 67 15. AnalisisPayback Period(PP) Usahatani Kangkung Organik
Petani BinaanAgribusiness Development Center(ADC)
(18)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pemikiran 29
2. Agribusiness Development Center(ADC) 41
(19)
vii DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Kuisioner 33
2. LokasiAgribusiness Development Center(ADC) 42 3. Responden Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center(ADC) di Kabupaten Bogor 50 4. Biaya Responden Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center(ADC) di Kabupaten
Bogor per Musim Tanam dengan Luas Lahan 575 M2 55 5. Pajak Lahan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center(ADC) di Kabupaten Bogor 59 6. Rata-rata Total Benih dan Pupuk Usahatani Kangkung Organik
Petani BinaanAgribusiness Development Center(ADC) di
Kabupaten Bogor dengan Luas Lahan 575 M2 60 7. Penyusutan Alat dan Mesin Produksi Usahatani Kangkung Organik
Petani BinaanAgribusiness Development Center(ADC) di
Kabupaten Bogor 62
8. Rata-rata Penerimaan Usahatani Kangkung Organik Petani BinaanAgribusiness Development Center(ADC) di
Kabupaten Bogor dengan Luas Lahan 575 M2 63 9. Biaya Investasi Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
(20)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian memegang peranan penting dalam ekonomi Indonesia. Secara konvensional, peran tersebut terkait fungsi menjaga gawang ketahan pangan (food security), penyerap tenaga kerja, penghasil devisa, penyedia bahan baku industri, dan penjaga kelestarian lingkungan. Meskipun industri dalam jangka panjang akan menjadi engine of growth, tetapi besarnya jumlah penduduk yang hidup di sektor semi tradisional membuat pertanian sebagai medan juang yang tak akan pernah berakhir. Transformasi struktural dari ekonomi berbasis pertanian dan sumber daya alam (resource based) ke arah urban-industrial tampaknya masih akan tergantung pada tingkat kesiapan sektor pertanian. Dengan kata lain, kegagalan meletakan landasan di sektor pertanian dapat membuka peluang tidak mulusnya tahapan ekonomi babak berikutnya (Hanafie, 2010).
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Artinya, sebagian besar penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Di mana, penggunaan lahan di wilayah Indonesia sebagian besar diperuntukkan sebagai lahan pertanian (Husodo, 2004, dalam Pohan, 2008). Penggunaan lahan dan jumlah sumber daya yang mempuni sementara belum mampu merubah keterbelakangan sektor pertanian bagi pelaku usahanya.
(21)
2 hasil, apakah untuk dijual ataupun digunakan oleh keluarganya sendiri. Memang tidak sedikit orang beranggapan bahwa “bertani itu bukanlah merupakan perusahaan, melainkan suatu cara hidup” (farming is not business; its way of life) (Mosher, 1991).
Salah satu masalah yang dihadapi oleh para petani di negara-negara yang sedang berkembang adalah usahatani mereka semakin tergantung pada teknologi pertanian modern yang tidak ramah lingkungan. Teknologi pertanian modern memang telah mampu menaikan produksi, akan tetapi kenaikan produksi tersebut membuka masalah baru, yakni rentannya sektor pertanian terhadap penyakit tanaman, yang seringkali telah kebal terhadap obat-obatan pemberantas hama, sehingga kelanjutan usahatani terancam. Di samping itu, terdapat masalah lain yang sangat perlu diperhatikan, dalam kaitannya dengan ketergantungan petani pada teknologi pertanian kimiawi, yakni kemungkinan tidak lakunya produk-produk pertanian kita baik di pasaran dalam negeri maupun luar negeri. Hal ini disebabkan oleh semakin tingginya kesadaran akan kesehatan makanan (Soetrisno, 2002).
Kebutuhan suatu langkah untuk permasalahan tersebut dapat diatasi melalui sistem pertanian berkelanjutan dalam suatu cara dengan pertanian organik. Pertanian organik didefinisikan sebagai sistem produksi pertanian yang terpadu, dengan cara mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan. Pertanian organik dalam pengelolaannya tidak menggunakan pupuk dan pestisida terbuat dari bahan kimia, melainkan dengan menggunakan bahan organik. Pupuk organik dapat dibuat sendiri oleh petani dengan biaya
(22)
rendah. Begitu pula dengan sarana produksi organik lainnya (Widodo, 2004 dalamPoetryani, 2011).
Modal sekecil-kecilnya untuk mendapatkan untung sebesar-besarnya menjadi salah satu acuan bagi seluruh petani dalam kegiatan usahataninya yang disebutkan pada prinsip ekonomi dasar. Oleh sebab itu, penyelenggaraan usahatani selalu berusaha agar hasil panennya berlimpah dengan pembiayaan yang rendah. Kebahagiaan akan menyelimuti mereka manakala panenan tersebut cukup besar sehingga selain untuk memberi makan seluruh keluarganya, masih ada sisa untuk dijual ke pasar dan hasil penjualannya dapat dipakai untuk membeli kebutuhan lain non-pangan, seperti pakaian, alat-alat rumah tangga, alat-alat pertanian, dan lain-lain yang pada intinya hasil tersebut dapat ditingkatkan agar kehidupan seluruh keluarganya menjadi lebih baik (Hanafie, 2010).
Perilaku tersebut menjelaskan bahwa petani pun mengadakan perhitungan-perhitungan ekonomi dan keuangan, hanya saja tidak tertulis. Pilihan menggunakan faktor produksi yang tidak sebagaimana biasanya selalu akan diperhitungkan untung-ruginya. Penjelasan dalam Ilmu Ekonomi, secara tidak langsung petani membandingkan antara hasil yang diharapkan akan diterima pada waktu panen (penerimaan ataurevenue) dengan seluruh biaya yang harus dikeluarkan (pengorbanan ataucost). Hasil yang akan diperoleh petani pada saat panen disebut “produksi” dan biaya yang telah dikeluarkannya disebut “biaya produksi” (Hanafie, 2010). Artinya, bagaimana pun suatu sistem yang dibangun dalam metode usahatani yang dilakukan para petani sangat membutuhkan keuntungan sebagai bahan bakar berlangsungnya usahatani. Selain itu, petani juga
(23)
4 untuk menghadapi berbagai resiko gagal panen, kemungkinan jatuhnya harga pasar pada waktu panen dan ketidakpastian tentang efektifnya metode-metode baru yang sedang dipertimbangkan. Petani mungkin juga memperhitungkan ketidak senangan keluarga, teman atau tetangganya terhadap penyimpangan dari pola bercocok tanam yang sudah lazim atau dari tradisi masyarakat mengenai apa yang “pantas” dan ”tidak pantas” dilakukannya(Mosher, 1991).
Melihat pentingnya usahatani bagi masyarakat pedesaan maka sektor pertanian yang sangat memungkinkan untuk dikelola oleh petani yang memiliki keterbatasan modal adalah subsektor hortikulutra. Idani, (2012) menyebutkan bahwa pertanian terdiri dari beberapa subsektor, yaitu subsektor pangan, hortikultura, dan perkebunan. Salah satu subsektor yang memiliki peranan yang cukup penting adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura tersebut terdiri dari buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat. Salah satu produk hortikultura yang sangat prospektif dikembangkan adalah sayuran. Sayuran secara ekonomis memiliki nilai tambah dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pendapatan dan kesejahteraan apabila mampu dikelola dengan baik. Selain itu, sayuran termasuk bahan yang dibutuhkan oleh tubuh dan banyak dikonsumsi oleh masyarakat serta cukup potensial untuk dijadikan peluang usaha. Berdasarkan data 2009 sampai 2013 Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2014 presentase rata-rata pengeluaran perkapita sebulan menurut kelompok barang di kota dan desa secara keseluruhan dalam 5 tahun terakhir terjadi peningkatan yang cukup signifikan. Data menunjukan pada tahun 2009 sejumlah 3,91% dan pada 2010 sejumlah 3,84%, dari data tersebut mengalami penurunan. Sementara tahun 2011 sejumlah 4,31% meningkat kembali
(24)
dan tidak bertahan lama kemudian tahun 2012 sejumlah 3,78% mengalami penurunan kembali. Sementara pada tahun 2013 pengeluaran masyarakat pada sayuran terjadi peningkatan sebesar 4,43%. Artinya, kebutuhan sayuran bagi kalangan masyarakat kota dan desa memiliki jumlah yang cukup besar. Tantangan yang besar juga dimiliki oleh petani dalam memenuhi kebutuhan pasar tersebut.
Faktanya, di sisi lain perkembangan produksi kangkung di Indonesia dalam kurun waktu 5 tahun terakhir terjadi penurunan. Begitupun dengan Jawa Barat yang merupakan salah satu wilayah penghasil kangkung terbesar di Indonesia. Ancaman penurunan produksi kangkung akan terus menurun dari waktu ke waktu apabila masalah-masalah sektor pertanian tidak mampu teratasi oleh pemerintah pusat ataupun daerah. Tabel 1, menjelaskan produksi tanaman kangkung mulai tahun 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013 di Jawa Barat dan Indonesia.
Tabel 1. Produksi Tanaman Kangkung di Indonesia dan Jawa Barat Tahun 2009-2013
Wilayah Produksi Tanaman Kangkung (Ton)
2009 2010 2011 2012 2013
Jawa Barat 90.528 74.428 86.949 68.592 65.419 Indonesia 360.547 350.879 355.466 320.144 308.477
Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (diolah)
Berdasarkan Tabel 1, wilayah Jawa Barat mengalami penurunan produksi tanaman kangkung pada tahun 2010 dan mampu mengalami peningkatan di tahun berikutnya. Peningkatan yang terjadi tidak bertahan lama karena pada tahun 2012 hingga 2013 angka produksi tanaman kangkung menurun. Keadaan wilayah Jawa Barat juga berdampak pada produksi di Indonesia dalam kenaikan dan penurunan produksi tanaman kangkung di waktu yang bersamaan. Penyebab prospek bisnis
(25)
6 optimal antara lain adalah penurunan jumlah lahan, jaminan harga dan ketersedian pasar sehingga mengurangi minat petani dalam mengelola lahan.
Potensi sayur di Kabupaten Bogor cukup menjanjikan untuk memproduksi komoditas seperti bayam dan kangkung. Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang menjadi sentra produksi kangkung menurut data Badan Pusat Statistik tahun 2008 sampai dengan 2012 sebesar 103.571 ton. Pengaruh iklim yang baik telah menjadikan Kabupaten Bogor sebagai penghasil kangkung terbanyak di antara wilayah lainnya di Jawa Barat. Kangkung sangat mudah ditanami dan memiliki kandungan gizi yang cukup baik sehingga menjadi primadona bagi kalangan masyarakat pada umumnya. Menurut Rukmana, (1994), kelebihan dari kangkung adalah tanaman ini memiliki daya penyesuaian (adaptasi) yang luas terhadap berbagai keadaan lingkungan tumbuh, mudah dalam pemeliharaannya dan modal terjangkau dalam penyediaan biaya usahataninya. Di samping itu, hasil panen kangkung dapat dilakukan secara rutin (periodik) setiap 19-25 hari sekali, sehingga dengan pemasukan uang dari hasil panen yang kontinu ini dapat memperkuat posisi petani memenuhi finansialnya sehari-hari.
Peluang pemasaran kangkung semakin luas karena tidak hanya dijual dipasar-pasar lokal di daerah, tetapi juga telah banyak dipesan oleh pasar-pasar elit di kota-kota besar seperti pasar Swalayan, Hero, Carefour, Hypermart atau Kem Chick. Pada keadaan pasar tradisional, harga tiap ikat kangkung (150-250 gram) berkisar antara Rp1.000,- hingga Rp1.500,-, dan paling rendah Rp500,-. Khusus harga kangkung yang kualitasnya prima di pasar-pasar swalayan seperti Hero, Gelael dan Kem Chick dapat mencapai antara Rp2.000,- hingga Rp3.000,-atau lebih per ikat. Harga tersebut merupakan harga yang dimiliki oleh komoditi
(26)
kangkung yang menggunakan cara tanam tanpa bahan kimia (organik). Sedangkan harga kangkung di pasar tradisional yang menggunakan bahan kimia (anorganik) berkisar antara Rp500,- hingga Rp1.000,- per ikat (150-250 gram).
Dilema para petani dalam mengembangkan sayuran organik yang memiliki daya tarik tersendiri masih memerlukan suatu lembaga yang mampu memasarkan hasilnya, hal ini karena para petani belum mampu bermitra dengan retail modern. Suatu hal yang sangat rugi bagi para petani jikalau produk sayuran organik tersebut sama harganya dengan sayuran non-organik. Oleh sebab itu, adanya keberadaan Agribusiness Development Center (ADC) sebagai lembaga yang membina petani sayuran, salah satunya kangkung organik berupaya untuk mengembangkan produk-produk hortikultura seperti kangkung organik antara lain agar mampu memiliki harga jual tinggi, menjadi sarana pembelajaran teknis budidaya, sekaligus menjadi pusat pengembangan pasar, sehingga petani binaan tidak selalu di dikte oleh pasar dan mampu meningkatkan pendapatan usahatani binaannya. Berdasarakan masalah di atas, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness Development Center(ADC) Di Kabupaten Bogor”.
1.2. Rumusan Masalah
Berkaitan dengan yang diuraikan di atas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam peneliian ini adalah :
1. Berapa biaya usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center(ADC) di Kabupaten Bogor?
(27)
8 2. Berapa pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan
Agribusiness Development Center(ADC) di Kabupaten Bogor?
3. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor dengan menggunakan R/C Rasio, B/C Rasio, Break Even Point (BEP) dan Payback Period(PP)?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas maka secara umum penelitian ini bertujuan :
1. Untuk menganalisis biaya usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center(ADC) di Kabupaten Bogor.
2. Untuk menganalsis pendapatan usahatani kangkung organik Agribusiness Development Center(ADC) di Kabupaten Bogor.
3. Untuk menganalisis tingkat pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center (ADC) di Kabupaten Bogor dengan menggunakan R/C Rasio, B/C Rasio,Break Even Point(BEP) dan Payback Period(PP).
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai sumber informasi dan pertimbangan petani dalam berusahatani kangkung organik.
2. Sebagai bahan referensi dan penelitian lebih lanjut bagi penyusun lain yang mengambil masalah yang sama.
(28)
3. Sebagai informasi untuk Agribusiness Development Center (ADC) dalam upaya meningkatkan taraf hidup petani.
4. Sebagai informasi serta masukan dalam menyusun strategi dan kebijakan pertanian bagi Dinas Pertanian Kabupaten Bogor sehingga dapat meningkatkan tingkat pendapatan petani.
5. Sebagai bahan pembelajaran bagi penulis dalam melakukan penulisan ilmiah dan penelitian.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan hanya pada wilayah Kecamatan Ciampea, Kecamatan Cibungbulang, Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Leuwiliang di Kabupaten Bogor.
2. Objek yang dilakukan pada penelitian ini adalah pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center(ADC) di Kabupaten Bogor.
(29)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pendapatan
Menurut Fuad, dkk (2000) menyebutkan bahwa pendapatan adalah peningkatan jumlah aktiva atau penurunan kewajiban yang timbul dari penyerahan barang atau jasa aktivitas usaha lainnya dalam suatu periode. Menurut Fess, (2005) menyebutkan bahwa pendapatan adalah kenaikan ekuitas pemilik sebagai hasil dari penjualan produk atau jasa kepada pelanggan.
Menurut Niswonger (1992) pendapatan dari penjualan adalah seluruh total tagihan kepada pelanggan atas barang yang dijual, baik secara tunai maupun kredit. Pendapatan yaitu pertambahan harta di luar tambahan investasi yang mengakibatkan modal bertambah. Pendapatan usaha merupakan pendapatan yang diperoleh dari hasil usaha pokok perusahaan, sedangkan pendapatan di luar usaha yaitu pendapatan yang diperoleh dari bukan usaha pokok perusahaan.
2.1.1. Pendapatan Usahatani
Menurut Suratiyah (2009) menyebutkan bahwa pendapatan usahatani adalah pendekatan nominal tanpa memperhitungkan nilai uang menurut waktu (time value money) tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat langsung dihitung jumlah pengeluaran dan jumlah peneriman dalam suatu periode proses produksi. Perhitungan biaya dan pendapatan dalam suatu usahatani dapat dilakukan melalui pendekatan (nominal approach). Menurut Soekartawi (2003) total pendapatan diperoleh dari total penerimaan dikurangi dengan total biaya
(30)
dalam suatu proses produksi. Sedangkan total penerimaan diperoleh dari produksi fisik dikalikan dengan harga produksi.
Menurut Hernanto (1995) faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani meliputi luas usaha di mana ukuran-ukuran untuk usaha yang penting adalah pendapatan total usahatani yang menunjukan volume usaha dan menunjukan ukuran ekonomi usahatani. Tingkat produksi di mana ukuran tingkat produksi dapat berupa produktivitas per hektar dan indeks pertanaman. Pilihan dan kombinasi cabang usaha dan intensitas pengusahaan pertanaman yang ditunjukan oleh jumlah tenaga kerja dan total biaya usahatani.
Menurut Soekartawi (1994) dalam proses produksi pertanian, luas lahan pertanian, tenaga kerja, produksi dan sarana produksi berperan dalam mempengaruhi tingkat pendapatan. Adapun faktor-faktor sosial ekonomi lainnya seperti tingkat pendidikan, umur, jumlah tanggungan dan pengalaman bertani berperan dalam mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Sedangkan menurut Suratiyah (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani meliputi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari segi umur, pendidikan dan modal. Faktor eksternal terdiri dari segi faktor produksi (input) dan segi produksi (output). Rumus pendapatan adalah sebagai berikut:
π = TR –TC Dimana :
π = Pendapatan TR = Penerimaan
(31)
12
2.1.2. Analisis Pendapatan Usahatani
Menurut Soekartawi (2003) untuk menganalisis pendapatan usaha diperlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan permintaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Sedangkan menurut Soeharjo dan Patong (1973) analisis pendapatan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat pendapatan yang sesungguhnya diperoleh pengusaha dan untuk membantu perbaikan pengelolaan usaha.
1. Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio)
Menurut Harmoko dan Andoko (2005, dalam Marissa, 2010) menyebutkan bahwa rasio penerimaan yang akan diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam produksi usaha. Dengan kata lain, analisis rasio atas biaya produksi dapat digunakan untuk mengukur tingkat keuntungan relative kegiatan usaha. Artinya, dari angka rasio penerimaan atas biaya tersebut dapat diketahui apakah usaha tersebut menguntungkan atau tidak. Tingkat pendapatan dapat diukur menggunakan analisis penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) yang didasarkan pada perhitungan finansial. Analisis ini menunjukan besar penerimaan usaha yang diperoleh pengusaha untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan usaha. Usaha patut dikatakan layak, jika R/C ratio bernilai lebih besar dari (R/C > 1). Rumus Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio) secara sistematis seperti berikut:
/ = Total penerimaan penjualan Total biaya produksi
(32)
2.` Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio)
Menurut Soeharto (1997, dalam Nasihah, 2014) B/C rasio merupakan metode yang dilakukan untuk melihat beberapa manfaat yang diterima oleh proyek untuk satu satuan mata uang (dalam hal ini rupiah) yang dikeluarkan. B/C rasio adalah suatu rasio yang membandingkan antara benefitatau pendapatan dari suatu usaha dengan biaya yang dikeluarkan.
Menurut Rahardi dan Hartono (1997, dalam Nasihah, 2014), analisis B/C ratio adalah perbandingan antara tingkat keuntungan atau pendapatan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan layak dan memberikan manfaat apabila nilai B/C lebih besar dari nol (0), semakin besar nilai B/C maka semakin besar pula manfaat yang akan diperoleh dari usaha tersebut. Rumus B/C rasio secara sistematis sebagai berikut:
/ =Total keuntungan Total biaya 3. Break Even Point(BEP)
Kuswadi (2006, dalam Nasihah, 2014) menyatakan bahwa break even tidak lain adalah kembali pokok, pulang pokok, impas, yang maksudnya adalah tidak untung dan tidak rugi. Titik pulang pokok atauBreak Even Point(BEP) atau titik impas adalah suatu titik atau kondisi saat tingkatvolumepenjualan (produksi) tertentu dengan harga penjualan tertentu, perusahaan tidak mengalami laba atau rugi atau impas. Dengan kata lain, kembali pokok artinya seluruh penghasilan sama besar dengan seluruh biaya yang telah dikeluarkan.
(33)
14
kerugian. Ada dua jenis perhitungan BEP, yaitu BEP volume produksi dan BEP harga. Rumus BEP volume/produksi dan BEP harga secara sistematis sebagai berikut:
/ ( ) =Total biaya Harga jual = Total biaya
Total produksi 4. Payback Periode(PP)
Menurut Sofyan (2002, dalam Nasihah, 2014), payback periode adalah masa pengembalian modal, artinya lama periode waktu untuk mengembalikan modal investasi. Cepat atau lambatnya sangat tergantung pada sifat aliran kas masuknya, jika aliran kas masuknya besar atau lancer maka proses pengembalian modal akan lebih cepat dengan amunisi modal yang digunakan tetap atau tidak ada penambahan modal selama umur proyek.
Menurut Choliq dkk (2004, dalam Nasihah, 2014) period dapat diartikan sebagai jangka waktu kembalinya investasi yang telah dikeluarkan, melalui keuntungan yang diperoleh dari suatu proyek yang telah direncanakan. Semakin cepat waktu pengembalian, semakin baik untuk diusahakan resiko yang mungkin terjadi. Akan tetapi, payback period ini telah mengabaikan nilai uang pada saat sekarang ini (present value). Kelemahan-kelemahan lain dari payback period ini sebagai berikut: (1) Payback period digunakan untuk mengukur kecepatan kembalinya dana dan tidak mengukur keuntungan proyek pembangunan yang telah direncanakan, (2) Payback period mengabaikan benefit yang diperoleh sesudah dana investasi itu kembali. Rumus Payback period secara sistematis sebagai berikut:
(34)
= x 1 Tahun
2.1.3. Biaya Produksi Usahatani
Fuad, dkk (2000) mendefinisikan tentang biaya bahwa biaya adalah satuan nilai yang dikorbankan dalam suatu proses produksi untuk mencapai suatu hasil produksi. Beban arus barang dan jasa yang dibebankan kepada pendapatan (benefit) untuk menentukan laba (income), atau harga perolehan yang dikorbankan dalam rangka memperoleh penghasilan dan dipakai sebagai pengurang penghasilan yang disebut beban (expense), sedangkan nilai uang dari alat-alat produksi yang dikorbankan disebut harga pokok.
Menurut Mulyadi (2000, dalam Nasihah, 2014) biaya produksi adalah biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (2004, dalamNasihah 2014) menjelaskan bahwa biaya produksi adalah biaya yang berkaitan dengan pembuatan barang dan penyediaan jasa.
Menurut Mubyarto (1898, dalam Nasihah, 2014) biaya produksi dapat dibagi menjadi dua yaitu biaya-biaya berupa uang tunai misalnya upah kerja untuk biaya persiapan atau penggarapan tanah, termasuk upah ternak, biaya untuk membeli pupuk, pestisida dan lain-lain. Biaya panen, bagi hasil, sumbangan dan mungkin juga pajak-pajak dibayarkan dalam bentuk in-natura. Besar kecilnya bagian biaya produksi yang berupa uang tunai ini sangat mempengaruhi pengembangan usahatani.
(35)
16
output. Contoh yang lazim dari biaya variabel adalah biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Sebaliknya, biaya tetap (fixed cost) adalah bagian dari biaya total yang tidak berubah meskipun jumlah penggerak biaya berubah dalam rentan yang relevan. Penentuan apakah suatu biaya merupakan biaya variabel tergantung pada sifat dari objek biaya. Dalam perusahaan manufaktur, objek biaya biasanya berupa produk. Tetapi dalam perusahaan jasa, objek biaya sering kali sulit untuk didefinisikan karena jasa bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Kadang-kadang, dikatakan bahwa semua biaya adalah variabel pada jangka waktu tertentu semua dapat berubah. Meski biaya tetap berubah dengan berubahnya waktu (contoh biaya sewa mungkin meningkat dari tahun ke tahun) tetapi, hal tersebut tidak berarti bahwa biaya ini merupakan biaya variabel. Biaya variabel adalah biaya dimana biaya total berubah seiring dengan perubahan jumlah output. Biaya tetap dihubungkan dengan suatu periode waktu dan bukan jumlah output, dan diasumsikan bahwa biaya tetap tidak akan berubah selama periode waktu yang pada umumnya 1 tahun. Rumus biaya produksi adalah sebagai berikut:
TC = FC + VC Dimana :
TC = Totalcost/biaya total FC =Fix cost/biaya tetap
VC = Variable cost/biaya variabel
2.1.4. Harga Jual
Menurut Kotler (1998, dalamNasihah, 2014) harga jual dalam arti sempit merupakan jumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa. Dalam arti
(36)
luas, harga jual adalah jumlah dari nilai yang dipertukarkan konsumen untuk manfaat memiliki atau menggunakan produk atau jasa.
Titik berat dari proses penetapan harga adalah harga pada berbagai pasar. Untuk ini, harga suatu barang mungkin merupakan struktur yang kompleks dari pada syarat-syarat penjualan yang saling berhubungan. Setiap perubahan dari struktur tersebut merupakan keputusan harga dan akan mengubah pendapatan yang diperoleh. Peranan perusahaan dalam proses penetapan harga jual barangnya sangat berbeda-beda, tergantung pada bentuk pasar yang dihadapinya. Menurut Fuad, dkk (2000) ada tiga bentuk penetapan harga jual, yakni: (1) Penetapan harga jual oleh pasar (market pricing). Dalam bentuk penetapan harga jual ini, penjual tidak dapat mengontrol sama sekali harga yang dilempar di pasaran. Harga di sini betul-betul ditetapkan oleh mekanisme penawaran dan permintaan. Dalam keadaan seperti ini, penjual tidak bisa menetapkan harga jual, (2) Penetapan harga jual oleh pemerintah (Government Controlled Pricing). Dalam beberapa hal, pemerintah berwenang untuk menetapkan harga barang atau jasa, terutama untuk barang atau jasa yang menyangkut kepentingan umum. Perusahaan atau penjualan yang bergerak dalam eksploitasi barang atau jasa terdebut di atas tidak dapat menetapkan harga jual barang atau jasa, (3) Penetapan harga jual yang dapat dikontrol oleh perusahaan (Administered or Business controlled pricing). Pada situasi ini, harga ditetapkan sendiri oleh perusahaan. Penjual menetapkan harga dan pembeli boleh memilih “membeli atau tidak”. Harga ditetapkan oleh keputusan dan kebijaksanaan yang terdapat dalam perusahaan, walaupun faktor-faktor mekanisme penawaran dan permintaan, serta peraturan-peraturan
(37)
18
menetapkan harga, tergantung pada tingkat diferensiasi produk, besar perusahaan dan persaingan.
2.1.5. Penerimaan Usahatani
Menurut Soekartawi (1995, dalam Nasihah, 2014) penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual. Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani dan pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan pengeluaran usahatani. Menurut Hadisapoetro (1973, dalam Amalia, 2013) penerimaan adalah jumlah produksi dikalikan harga per satuan. Produksi adalah setiap usaha atau kegiatan manusia untuk menghasilkan atau menambah daya guna sesuatu benda atau jasa bagi pemenuhan kebutuhan manusia (Sukwiaty, dkk, 2005). Rumus Penerimaan adalah sebagai berikut:
Y = Qy . Py Dimana :
Y = Penerimaan Qy = Jumlah produk Py = Harga jual produk
2.2. Usahatani
Hernanto (1995) menjelaskan bahwa usahatani sebagai organisasi-organisasi dari alam, kerja, dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial,
(38)
baik yang terikat genologis, politis maupun territorial sebagai pengelolanya. Istilah usahatani dituliskan dalam satu kata bukan dalam dua kata Usaha Tani. Kata usahatani dipakai dan diusulkan untuk pengganti (bukan lawan dari) kata “farm” (Inggris) atau bandbouw bedrijf (Belanda). Menurut Hernanto (1995) ada empat unsur pokok dalam usahatani atau dikenal dengan faktor-faktor produksi dalam usahatani, yaitu:
1. Lahan
Lahan merupakan faktor produksi yang mewakili unsur alam dan lahan merupakan faktor yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lain serta distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Lahan usahatani dapat berupa pekarangan, sawah, tegalan dan sebagainya. Lahan memiliki beberapa sifat, yaitu luasnya relatif atau dianggap tetap, tidak dapat dipindah-pindahkan dan dapat dipindahtangankan atau diperjualbelikan. Lahan usahatani dapat diperoleh dengan membeli, menyewa, pemberian negara dan wakaf. Ukuran lahan pertanian sering dinyatakan dengan hektar.
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja menjadi pelaku usahatani diperlukan dalam menyelesaikan berbagai macam kegiatan produksi. Tenaga kerja dalam usahatani dibedakan ke dalam tiga jenis yaitu, tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak yang dipengaruhi umur, pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan dan kondisi lainnya. Oleh karena itu, dalam praktiknya, digunakan satuan ukuran yang umum untuk mengatur tenaga kerja yaitu jumlah jam dan hari
(39)
0
pasar, jenis kelamin, kualitas dan umur. Tenaga kerja ternak digunakan untuk pengolahan tanah. Begitu pula dengan tenaga kerja mekanik yang digunakan untuk pengolahan lahan, penanaman, pengendalian hama dan pemanenan.
3. Modal
Modal adalah faktor produksi dalam usahatani setelah lahan dan tenaga kerja. Modal merupakan barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain dan tenaga kerja serta manajemen menghasilkan barang-barang baru yaitu produk pertanian. Penggunaan modal untuk membantu meningkatkan produktivitas baik lahan maupun tenaga kerja guna meningkatkan pendapatan dan kekayaan petani. Modal dalam suatu usahatani untuk membeli sarana produksi serta pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber modal diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (kredit formal, non-formal dan lain-lain), warisan, usaha lain atau kontrak sewa.
4. Pengelolaan usahatani
Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan sebaik-baiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sedemikian rupa sebagaimana yang diharapkan. Untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil, maka pemahaman mengenai prinsip teknik maupun ekonomis harus dikuasai oleh pengelola. Kemampuan dalam mengelola usahatani yang baik akan menjadikan setiap keputusan baik teknis maupun ekonomis akan memberikan resiko sekecil mungkin bagi usahanya dan memberikan keuntungan yang maksimum.
(40)
2.3. Pertanian Organik
Menurut Sutanto (2002) istilah pertanian organik menghimpun seluruh imajinasi petani dan konsumen yang secara serius dan bertanggung jawab menghindarkan bahan kimia dan pupuk yang bersifat meracuni lingkungan dengan tujuan untuk memperoleh kondisi lingkungan yang sehat. Mereka juga berusaha untuk menghasilkan produksi tanaman yang berkelanjutan dengan cara memperbaiki kesuburan tanah menggunakan sumber daya alami seperti mendaur ulang limbah pertanian. Dengan demikian pertanian organik merupakan suatu gerakan ‘kembali ke alam”.
Menurut Sutanto (2002), seringkali terdapat pemahaman yang keliru tentang “pertanian alami” dan “pertanian organik”. Kedua istilah tersebut dalam praktek sering dianggap sama. Namun, Fukuoka (1985, dalam Sutanto, 2002) mengemukakan empat langkah menuju pertanian alami dan menjelaskan prinsip pertanian alami, yakni :
1. Tanpa olah tanah. Tanpa olah tanah diolah atau dibalik. Pada prinsipnya tanah mengolah sendiri, baik menyangkut masuknya perakaran tanaman maupun kegiatan mikroba tanah, mikro fauna dan cacing tanah.
2. Tidak digunakan sama sekali pupuk kimia maupun kompos. Tanah dibiarkan begitu saja dan tanah dengan sendirinya akan memelihara kesuburannya. Hal ini mengacu pada proses daur ulang tanaman dan hewan yang terjadi dibawah tegakan hutan.
3. Tidak dilakukan pemberantasan gulma, baik melalui pengolahan tanah maupun penggunaan herbisida. Pemakaian mulsa jerami, tanaman penutup
(41)
tanah maupun penggenangan sewaktu-waktu akan membatasi dan menekan pertumbuhan gulma.
4. Sama sekali tidak tergantung pada bahan kimia. Sinar matahari, hujan dan tanah merupakan kekuatan alam yang secara langsung akan mengatur keseimbangan kehidupan alami.
Sutanto (2002) mengatakan bahwa menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli, diketahui bahwa penggunaan zat kimia atau bahan sintetik pada tanaman akan meninggalkan residu pada tanaman tersebut. Dampak negatif lain dari penggunaan bahan sintetik tersebut adalah timbulnya kerusakan lingkungan dan gangguan kesehatan. Penelitian para ahli diberbagai Negara menyebutkan bahwa efek negatif dari pengggunaan pestisida akan menyebabkan alergi, keracunan saraf, kerusakan sistem endokrin, karsinogen dan menekan sistem kekebalan tubuh. Bagi lingkungan, tanah dan air penggunaan bahan kimia secara terus menerus akan menurunkan daya dukung lahan. Akibatnya, produktivitas setiap komoditas yang diusahakan senantiasa sulit ditingkatkan.
International Federation Organic Agriculture Movement (1990) dalam sutanto (2002) mempunyai 11 prinsip yang harus dipertimbangkan dalam mengembangkan pertanian organik, antara lain:
1. Melalui pertanian organik dihasilkan makanan dengan kualitas nutrisi yang tinggi dan jumlah yang cukup.
2. Melaksanakan interaksi yang bersifat sinergisme dengan sistem dan daur ulang alami yang mendukung semua bentuk kehidupan yang ada.
(42)
3. Mendorong dan meningkatkan daur ulang dalam sistem usahatani dengan mengaktifkan kehidupan biologi (flora dan fauna tanah), tanaman dan hewan.
4. Memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah secara berkelanjutan. 5. Memanfaatkan sumber daya terbarukan (renewable resources) yang
berasal dari sistem usahatani itu sendiri.
6. Memanfaatkan bahan-bahan yang mudah didaur ulang, baik di dalam maupun di luar usahatani.
7. Menciptakan keadaan yang memungkinkan ternak melaksanakan gatra dasar sesuai dengan habitatnya.
8. Membatasi terjadinya bentuk pencemaran akibat kegiatan pertanian. 9. Mempertahankan keanekaragaman hayati, termasuk pelestarian habitat
tanaman dan hewan.
10. Memberikan jaminan pada produsen (petani) sesuai hak asasi manusia dalam memenuhi kebutuhan dasar serta memperoleh penghasilan dan kepuasan dari pekerjaannya, termasuk lingkungan bekerja yang aman. 11. Mempertimbangkan dampak yang lebih luas dari kegiatan usahatani
terhadap kondisi lingkungan fisik dan sosial.
2.3.1. Pupuk
Pupuk terbagi menjadi dua jenis yaitu, organik dan anorganik. Susetya (2014) menjelaskan sebagai berikut:
(43)
1. Pupuk Organik
Pupuk organik adalah semua sisa bahan tanaman, pupuk hijau, dan kotoran hewan yang mempunyai kandungan unsur hara rendah. Pupuk organik tersedia setelah zat tersebut mengalami proses pembusukan oleh mikro organisme. Selain pupuk anorganik, pupuk organik juga harus diberikan pada tanaman. Macam-macam pupuk organik adalah sebagai berikut:
a. Kompos
Pupuk kompos adalah pupuk yang dibuat dengan cara membusukan sisa-sisa tanaman. Pupuk jenis ini berfungsi sebagai pemberi unsur-unsur hara yang berguna untuk perbaikan struktur tanah.
b. Pupuk Hijau
Pupuk hijau adalah bagian tumbuhan hijau yang mati dan tertimbun dalam tanah. Pupuk organik jenis ini mempunyai pertimbangan C/N rendah, sehingga dapat terurai dan cepat bersedia bagi tanaman. Pupuk hijau sebagai sumber nitrogen cukup baik di daerah tropis, yaitu sebagai pupuk organik sebagai penambah unsur mikro dan perbaikan struktur tanah.
c. Pupuk Kandang
Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari kotoran hewan. Kandungan hara dalam pupuk kandang rata-rata sekitar 55% N, 25% P2O5, dan 5% K2O (tergantung dari jenis hewan dan makanannya). Makin lama pupuk kandang mengalami proses pembusukan, makin rendah perimbangan C/N-nya.
(44)
2.4. Hortikultura
Undang-undang Republik Indonesia nomor 13 tahun 2010 pasal 1 tentang hortikultura ayat 1 adalah segala hal yang berkaitan dengan buah, sayuran, bahan obat nabati, dan florikultura, termasuk di dalamnya jamur, lumut, dan tanaman air yang berfungsi sebagai sayuran, bahan obat nabati, dan atau bahan estetika. Usaha hortikultura undang-undang nomor 13 tahun 2010 pasal 1 ayat 2 adalah semua kegiatan untuk menghasilkan produk dan atau menyelenggarakan jasa yang berkaitan dengan hortikultura. Produk hortikultura undang-undang nomor 13 tahun 2010 pasal 1 ayat 4 adalah semua hasil yang berasal dari tanaman hortikultura yang masih segar atau yang telah diolah.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010 pasal 3 tentang penyelenggaraan hortikultura bertujuan untuk;
a. Mengelola dan mengembangkan sumber daya hortikultura secara optimal, bertanggungjawab, dan lestari
b. Memenuhi kebutuhan, keinginan, selera, estetika, dan budaya masyarakat terhadap produk dan jasa hortikultura
c. Meningkatkan produksi, produktivitas, kualitas, nilai tambah, daya saing, dan pangsa pasar
d. Meningkatkan konsumsi produk dan pemanfaatan jasa hortikultura e. Menyediakan lapangan kerja dan kesempatan usaha
f. Memberikan perlindungan kepada petani, pelaku usaha, dan konsumen hortikultura nasional
(45)
6
2.5. Kangkung
Menurut Supriyati dan Heriyana (2010) kangkung (lpomea aquatic Forsk atau lpomoea reptansPoir1.) tanaman sayuran yang umurnya bisa lebih dari satu tahun. Pertumbuhan menjalar atau membelit pada tanaman di sekitarnya. Kangkung merupakan jenis tanaman sayuran daun, termasuk ke dalam family Convolvulaceae. Daun kangkung panjang, berwarna hijau keputih-putihan; merupakan sumber pro vitamin A.
Terdapat dua jenis kangkung, yaitu sebagai berikut:
a. Kangkung rabut. Daunnya licin dan berbentuk mata panah dengan panjang 5-6 inci (12-15 cm). Batangnya menjalar dengan daun berselang. Batangnya tumbuh tegak pada pangkal daun. Tanaman ini berwarna hijau pucat. Bunganya berwarna putih berbentuk kantung yang mengandung empat biji benih.
b. Kantung petik. Daunnya lebar dan tipis berwarna hijau kelam. Bunganya berwarna hijau kelam.
2.5.1. Syarat Tumbuh Kangkung
Tanaman kangkung mudah tumbuh, terutama di kawasan berair. Syarat tumbuh sayuran ini memang tidak rewel. Daerah perairan tawar seperti sungai kecil, danau, aliran air, kolam, ataupun sawah dapat dijadikan lahan kangkung. Karena toleransinya yang tinggi terhadap daerah perairan, sebaiknya tidak menanam kangkung di perairan yang sudah tercemar. Kangkung yang dapat ditanam di tempat tersebut akan menyerap zat-zat beracun yang terdapat di dalamnya. Kangkung dapat ditanam di daratan rendah dan dataran tinggi.
(46)
Kangkung dapat tumbuh pada ketinggian sampai 1000 mdpl. Tanaman ini akan tumbuh bagus jika ditanam pada tanah yang gembur dan subur dengan pH 6,0-7,0 dengan kelembapan 80%-90%.
2.5.2. Penanaman Kangkung
Ada dua jenis penanaman kangkung yang bisa dilakukan, yaitu penanaman dalam keadaan kering (kangkung darat) dan penanaman dalam keadaan basah (kangkung basah atau kangkung air). Kedua jenis penanaman ini memerlukan bahan organik berupa kompos dan air dalam jumlah besar agar kangkung dapat tumbuh dengan subur. Waktu kangkung yang baik adalah pada musim hujan untuk kangkung darat dan musim kemarau untuk kangkung air. Sementara waktu tanam kangkung yang dibudidayakan menggunakan biji adalah pada musim kemarau.
Pada penanaman kering, kangkung ditanam pada jarak 5 inci (12,7 cm) dan ditunjang dengan kayu sangga. Sementara pada penanaman basah, biasanya menggunakan potongan kangkung dari batang sampai ke akar sepanjang 12 inci (30,48 cm) ditanam dalam lumpur tanah dan dibiarkan basah.
2.5.3. Manfaat Kangkung
Menurut Rukmana (1994) sayuran kangkung merupakan sumber gizi yang murah harganya dan mudah didapatkannya. Kandungan gizi dalam kangkung dapat disimak pada Tabel 3.
(47)
8 Tabel 2. Kandungan Gizi dalam Tiap 100 Gram Kangkung
No Komposisi Gizi Banyaknya Kandungan Gizi
1 2
1 Kalori 30,00 cal 29,00 kal
2 Protein 3,90 gr 3,00 gr
3 Lemak 0,60 gr 0,30 gr
4 Karbohidrat 4,40 gr 5, 40 gr
5 Serat 1,40 gr
-6 Kalsium 71, 00 mg 73, 00 mg
7 Fosfor 67,00 mg 50,00 mg
8 Zat Besi 3,20 mg 2,50 mg
9 Natrium 49,00 mg
-10 Kalium 458,00 mg
-11 Vitamin A 4825,00 S.I 6300,00 S.I
12 Vitamin B1 0,09 mg 0,07 mg
13 Vitamin B2 0,24 mg
-14 Vitamin C 59,00 mg 32,00 mg
15 Niacin 1,30 mg
-16 Air - 89,70 gr
Sumber: 1. Food and Nutrion Center Hand-Book No.1 Manila, (1994) 2. Direktorat Gizi Depkes R.I (1981)
2.5.4. Hama dan Penyakit Kangkung
Hama yang menyerang tanaman kangkung, antara lain ulat grayak (Spodoptera litura F), kutu daun (Myzus persicae sulz) dan Aphis gossypii. Penyakit yang menyerang kangkung adalah karat putih yang disebabkan oleh Albugo ipomea reptans.
Perlakuan untuk pengendalian, gunakan jenis pestisida yang aman dan mudah terurai, seperti pestisida biologi, pestisida nabati atau pestisida piretroid sintetik. Penggunaan pestisida tersebut harus digunakan dengan baik dan benar. Jika sudah parah, dapat menggunakan pestisida hayati, seperti daun nimba, gadung dan sereh wangi (Cahyo dan Rini, 2014).
(48)
2.6. Kerangka Pemikiran
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pendapatan usahatani sayuran organik dan anorganik. Pendapatan diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan biaya produksi dikali dengan harga jual. Sedangkan biaya produksi berasal dari jumlah antara total biaya tetap dan total biaya tidak tetap. Analisis pendapatan usahatani sayuran organik dan anorganik ini menggunakan indikator R/C rasio, B/C rasio, Break Even Point (BEP) dan Paybak Period(PP). Berdasarkan uraian diatas maka gambaran kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Usahatani Sayuran Kangkung Organik
Petani Binaan Agribusiness Development Center (ADC)
Biaya Produksi : - Biaya Tetap
- Biaya Variabel Penerimaan
Analisis Pendapatan R/C Rasio B/C Rasio
BEP (Break Even Point) PP (Payback Period)
Pendapatan Usahatani Kangkung Organik
(49)
0 2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini dilakukan dengan merujuk pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Sitanggang (2008) dengan judul Analisis Usahatani Bawang Daun Organik dan Anorganik (Studi Kasus : Desa Batulayang, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Tujuan penelitian tersebut yaitu: (1) Menganalisis keragaan usahatani bawang daun organik pada kelompok tani Kalicimandala di desa Batulayang, (2) Menganalisis perbandingan tingkat pendapatan dan efisiensi antara petani yang menerapkan sistem usahatani bawang daun organik dengan yang menerapkan sistem usahatani bawang daun anorganik pada kelompok tani Kalicimandala di desa Batulayang. Hasil analisis pendapatan menunjukan bahwa produksi rata-rata bawang daun organik per luasan lahan rata-rata (0,3 ha) per musim tanam adalah 2.250 kg, sehingga penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp27.000.000,-, sedangkan produksi rata-rata bawang daun organik per hektar per musim tanam adalah 18.000 kg, sehingga penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp216.000.000,-. Produksi rata-rata bawang daun anorganik per luasan lahan rata-rata (0,3 ha) per musim tanam adalah 2.812 kg, sehingga penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp16.872.000,-, sedangkan produksi rata-rata bawang daun anorganik per hektar per musim tanam adalah 22.500 kg, sehingga penerimaan yang diperoleh petani sebesar Rp135.000.000,-.
Penelitian lain yang sejenis juga telah dilakukan oleh Marissa dengan judul Analisis Pendapatan Usahatani Tebu (Studi Kasus:
(50)
PT. PG Rajawali II Unit PG Tersana Baru, Babakan, Cirebon, Jawa Barat). Tujuan penelitian tersebut, yaitu (1) Mengetahui pendapatan usahatani tebu di PT. PG Rajawali II Unit PG Tersana Baru Cirebon, (2) Menganalisis keberlanjutan usahatani tebu di PT. PG Rajawali II Unit PG Tersana Baru dengan menggunakan R/C Rasio, B/C Rasio, BEP (Break Even Point), dan PP (Payback Periode). Hasil dari penelitian tersebut menunjukan bahwa, untuk luas areal tebu 1 ha membutuhkan dana investasi sebesar Rp77.395.000,-. Total biaya yang dikeluarkan untuk usahatani tebu tersebut sebesar Rp40.326.500,- dan menghasilkan tebu 70 ton setara dengan 70.000 kg, dengan harga Rp975/kg. dari total biaya serta harga yang berlaku tersebut, penerimaan usaha yang diperoleh sebesar Rp68.250.000,-. Sehingga pendapatan usaha yang diterima Rp27.923.500,-.
Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Amalia (2013) dengan judul Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani padi sawah (Studi Kasus: Kelompok Tani Mekarsari, Desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor). Tujuan penelitian tersebut, yaitu (1) Mengetahui tingkat pendapatan usahatani padi sawah varietas Inpari 13 di Gapoktan Mekarsari, desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, (2) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani padi sawah varietas Inpari 13 di Gapoktan Mekarsari, desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, (3) Mengetahui seberapa besar faktor-faktor tersebut mempengaruhi pendapatan petani
(51)
desa Purwasari, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) tingkat pendapatan usahatani padi sawah varietas Inpari 13 sebesar Rp9.321.670,- (MT/Ha), (2) faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan usahatani padi sawah varietas Inpari 13 adalah produksi, benih, tenaga kerja, biaya pupuk petroganik, biaya pupuk urea, biaya pupuk phonska dan biaya panen serta pascapanen dan (3) variabel produksi (X1) berpengaruh positif dan nyata, variabel biaya pupuk petroganik (X4) berpengaruh positif dan nyata, variabel biaya pupuk urea (X5) dan biaya pupuk phonska (X6) berpengaruh negative dan nyata serta variabel benih (X2), variabel tenaga kerja (X3) dan variabel biaya panen dan pascapanen (X7) tidak berpengaruh nyata.
(52)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Agribusiness Development Center (ADC) desa Cikarawang Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive). Waktu penelitian dilakukan pada tanggal 1 Desember 2014 hingga 30 Januari 2015. Dalam kurun waktu tersebut digunakan untuk memperoleh data dan keterangan yang terkait dengan penelitian.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer merupakan jenis data yang diperoleh dan digali dari sumber asli baik berupa data kualitatif maupun data kuantitatif seperti melalui pengamatan dan wawancara langsung dengan petani binaan Agribusiness Development Center (ADC). Teknik wawancara yang digunakan kepada para petani ialah menggunakan kuisioner (daftar pertanyaan) (Lampiran 1). Data sekunder diperoleh dari ADC dan sumber-sumber yang relevan seperti buku, jurnal, dan dari instansi terkait. Wahyono (2005) menjelaskan bahwa data primer digunakan untuk menjawab permasalahan utama yang diangkat dalam penelitian, sedangkan data sekunder digunakan sebagai bahan informasi penunjang dalam melakukan analisis.
(53)
34 3.3. Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel yang digunakan selama penelitian ini, yaitu dengan metode sensus, artinya pengambilan sampel secara menyeluruh kepada petani kangkung organik binaan Agribusiness Development Centre (ADC) di Kabupaten Bogor. Sampel yang di ambil dalam penelitian ini meliputi 4 kecamatan yaitu Kecamatan Ciampea 3 responden, Kecamatan Cibungbulang 5 responden, Kecamatan Leuwiliang 7 responden dan Kecamatan Dramaga 1 responden.
3.4. Metode Pengumpulanan Data
Metode pengumpulan data dilakukan dengan empat cara, yaitu observasi, studi dokumentasi,interviewdan kuisioner.
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan sesuatu obyek dengan sistematika fenomena yang diselidiki. Observasi dapat dilakukan sesaat ataupun mungkin dapat diulang (Sukandarrumidi, 2002). Metode ini dilakukan dengan mengamati langsung analisis pendapatan kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Centre(ADC) di Kabupaten Bogor.
2. Studi Dokumentasi
Dokumen dapat berupa catatan pribadi, surat pribadi, buku harian, laporan kerja, notulen rapat, catatan khusus, rekaman kaset, rekaman video, foto dan lain sebagainya (Sukandarrumidi, 2002). Metode studi dokumentasi yang dilakukan pada penelitian ini yaitu, dengan mengumpulkan data dari rekaman kaset, rekaman video, foto, catatan pribadi, dan literatur.
(54)
3. Interview
Interviewdikenal pula dengan istilah wawancara adalah suatu proses tanya jawab lisan, di mana dua orang atau lebih berhadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan mendengar dengan telinga sendiri suaranya (Sukandarrumidi, 2002). Interview pada penelitian ini dilakukan untuk mengetahui analisis pendapatan usahatani kangkung organik petani binaan Agribusiness Development Center(ADC) di Kabupaten Bogor.
4. Kuisioner
Menurut Sugiyono (2009) kuisioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pertanyaan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuisioner dalam penelitian ini berupa pertanyaan kuisioner tertutup dan terbuka. Kuisioner tertutup adalah bentuk kuisioner yang jawabannya sudah disediakan oleh peneliti sehingga responden tinggal memilih jawaban yang sesuai. Kuisioner terbuka adalah bentuk kuisionernya yang jawabannya belum disediakan pilihan jawabannya, sehingga responden dapat bebas menjawab sesuai dengan ingatan dan pikirannya.
Responden diminta untuk mengisi kuisioner secara langsung sesuai dengan pendapatnya, serta menjelaskan bahwa tidak ada jawaban yang salah. Pengisian kuisioner ditujukan langsung kepada petani binaan Agribusiness Development Centre (ADC) di Kabupaten Bogor. Dalam penelitian ini kuisioner secara langsung sesuai dengan pendapatnya, serta menjelaskan bahwa tidak ada jawaban yang salah.
(55)
36 3.5. Metode Analisis Data
Data yang diperoleh diolah secara kuantitatif dan kualitatif. Data kualitatif disajikan secara narasi, sedangkan data kuantitatif diolah dengan menggunakan alat bantu berupa kalkulator dan melalui program Microsoft Excel. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Analisis Pendapatan, Analisis R/C Rasio, Analisis B/C Rasio, Analisis Break Even Poin (BEP), dan Analisis Payback Period(PP) dari usahatani kangkung organik petani binaanAgribusiness Development Centre(ADC) di Kabupaten Bogor.
3.5.1. Analisis Pendapatan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan Agribusiness Development Centre(ADC) di Kabupaten Bogor
Pendapatan adalah selisih antara penerimaan dengan biaya yang benar-benar dikeluarkan, sedangkan pendapatan atas biaya total adalah selisih antara penerimaan dikurangi total biaya menurut Soeharjo dan Patong (1973, dalam Marissa, 2010).
Analisis pendapatan dilakukan terhadap biaya kegiatan produksi dari awal hingga panen yang dilakukan dalam satu musim tanam. Analisis pendapatan digunakan untuk mengetahui nilai pendapatan yang diperoleh. Perhitungan pengeluaran (biaya total), penerimaan dan pendapatan sebagai berikut;
1. Perhitungan pengeluaran:
TC = BT + BV Dimana :
TC = Biaya total kangkung organik BT = Biaya tetap kangkung organik
(56)
BV = Biayavariable(biaya tidak tetap) kangkung organik 2. Perhitungan penerimaan:
Y = Qy . Py Dimana :
Y = Penerimaan usahatani kangkung organik
Qy = Produk saturan kangkung organik yang dihasilkan Py = Harga jual produk kangkung organik yang dihasilkan 3. Perhitungan pendapatan:
π = TR –TC Dimana :
π = Pendapatan kangkung organik TR = Penerimaan usaha kangkung organik TC = Biaya total kangkung organik
3.5.2. Analisis Rasio Penerimaan atas Biaya (R/C Rasio)
Dalam Harmono dan Andoko (2005, dalam Marissa, 2010) pembagian antara penerimaan usaha dengan biaya dari usaha tersebut. Analisa ini digunakan untuk melihat perbandingan total penerimaan dengan total biaya usaha. Jika nilai R/C ratio diatas satu rupiah yang dikeluarkan akan memperoleh manfaat sehingga penerimaan lebih dari satu rupiah. Secara sistematis R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut:
/ =
ot Penerimaan Penjualan Kangkung Total Biaya Kangkung Organik
(57)
38 besar dari satu (R/C > 1). Hal ini menunjukan bahwa setiap nilai rupiah yang dikeluarkan dalam produk akan memberikan manfaat sejumlah nilai penerimaan yang diperoleh.
3.5.3. Analisis Rasio Keuntungan atas Biaya (B/C Rasio)
Menurut Rahardi dan Hartono (2003, dalam Nasihah, 2014) analisis keuntungan dan biaya (B/C Rasio) adalah perbandingan antara tingkat keuntungan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan layak dan memberikan manfaat apabila nilai B/C lebih besar dari nol (B/C Rasio > 0). Semakin besar nilai B/C maka semakin besar nilai manfaat yang akan diperoleh dari usaha tersebut. Secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
B/C Rasio =Total Keuntungan Sayuran Kangkung Organik Total Biaya Sayuran Kangkung Organik
3.5.4. AnalisisBreak Even Point(BEP)
Break Even Point (BEP) merupakan titik impas usaha (Wiryanta, 2002, dalam Marissa, 2010). Dari nilai BEP diketahui pada tingkat produksi dan harga berapa suatu usaha tidak memberikan keuntungan dan tidak pula mengalami kerugian. Ada dua jenis perhitungan BEP, yaitu BEP volume dan BEP harga produksi. Dirumuskan sebagai berikut :
BEP Produksi ( ) (ton) = Total Biaya Sayuran Organik
Harga Penjualan Sayuran Kangkung Organik
BEP Harga (Rp/ton) = Total Biaya Sayuran Kangkung Organik Total Produksi Sayuran Kangkung Organik
(58)
3.5.5. Payback Period(PP)
Menurut Lukman (2004, dalam Marissa, 2010) payback period adalah perhitungan atau penentuan jangka waktu yang dibutuhkan untuk menutup nilai investasi suatu proyek tersebut. Perhitungan payback period untuk suatu proyek yang mempunyai pola aliran kas yang sama dari tahun ke tahun dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
= x 1 tahun
3.6. Definisi Operasional
1. Biaya produksi adalah penjumlahan dari dua jenis yaitu biaya tetap dan biaya variabel.
2. Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan selama proses produksi yang besarnya tidak dipengaruhi oleh banyak produksi yang dihasilkan.
3. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan yang besarnya dipengaruhi oleh banyaknya produksi yang dihasilkan.
4. Biaya total adalah penjumlahan total biaya tetap dan biaya variabel.
5. Biaya investasi adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli segala keperluan yang dibutuhkan sebelum memulai suatu usaha.
6. Pendapatan adalah penerimaan dikurangi biaya total.
7. Penerimaan merupakan hasil produksi dikali dengan harga jual.
8. R/C Ratio adalah perbandingan antara peneriman dengan biaya produksi selama satu tahun.
(59)
40
9. B/C Ratio adalah perbandingan antara pendapatan dengan biaya produksi selama satu tahun.
10. Break Even Ponit (BEP) adalah titik pertemuan antara biaya dan penerimaan dimana usaha tidak mengalami rugi atau untung.
11. Payback Period (PP) adalah perbandingan antara investasi yang dikeluarkan dengan usaha yang diperoleh.
(60)
(61)
UF meliputi, pertama penyediaan pasar yang pasti bagi produk yang dihasilkan para petani. Umumnya selama ini petani tidak memiliki pasar dalam menjual hasil dari kegiatan usahataninya, hal tersebut dimanfaatkan oleh para tengkulak dengan harga yang rendah. Kedua, melakukan pembinaan terhadap para petani agar mampu menghasilkan produk dengan kualitas terbaik, kuantitas yang optimal dan kontinu. Produk yang dihasilkan para petani masih belum mampu memenuhi kebutuhan konsumen, baik dari kualitas ataupun kontiunitas. Pelaksanaan kerjasama dalam kedua poin secara bertahap dan berkelanjutan harapannya dapat membantu petani meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan pola pikir petani dalam manajemen pertanian dengan baik, sekaligus mempermudah petani dalam memasarkan hasil usahanya.
Agribusiness Development Center (ADC) ini merupakan pusat kegiatan agribisnis yang beralamat di Cikarawang Dramaga Bogor yang bertujuan sebagai lokasi pembibitan, lahan demonstrasi, packing room, dan tempat pelatihan (Lampiran 2). Agribusiness Development Center memiliki peran tambahan yaitu membayarkan hasil dari para petani, setelah kontrak ICDF telah habis sejak 2014. Pembinaan kelompok dalam misi teknik Taiwan terbagi menjadi tiga kelompok petani antara lain; kelompok organik, kelompok non-organik, dan kelompok buah.
Kelompok organik yang menjadi fokus terdiri dari tujuh jenis yaitu, pakcoy, caisim, selada, kailan, kangkung, bayam merah, dan bayam hijau. Kelompok non-organik terdiri dari 13 jenis, yaitu pare putih, oyong Taiwan, kacang panjang merah, asparagus, kucai, papaya, lobak merah, buncis, tomat
(62)
(1)
Lampiran 3. Data Responden Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center
(ADC) di Kabupaten Bogor
No
Nama
Jenis
Kelamin
Umur
Alamat
Tingkat
Pendidikan
Status
Lama
Berusahatani
Status
Lahan
Luas
Lahan
Luas Lahan
Kangkung
Tanggungan
Keluarga
1
Novicha
Perempuan
27
Desa Cibanteng Ilir
S2
Belum Menikah
2
Sendiri
500
300
2
2
Febri
Khafidain
Laki-laki
20
Desa Cibanteng
S1
Belum Menikah
1
Sendiri
1800
400
2
3
Encep
Laki-laki
64
Desa Gunung
Bunder
SD
Menikah
5
Sendiri
2500
600
6
4
Endang. S
Laki-laki
65
Desa Gunung
Bunder
SD
Menikah
6
Sendiri
2500
1000
7
5
Darma
Maulana
Laki-laki
34
Desa Gunung
Bunder
SD
Belum Menikah
6
Sendiri
2000
500
2
6
Sujino
Laki-laki
35
Desa Bojong
Jengkol
S1
Menikah
5
Sendiri
1500
300
4
7
H. Sholeh
Laki-laki
78
Desa Karekhel
SD
Menikah
7
Sendiri
3000
1000
9
8
Asmin
Laki-laki
60
Desa Karekhel
SD
Menikah
7
Sendiri
1000
500
7
9
Yani
Laki-laki
51
Desa Karekhel
SD
Menikah
4
Sendiri
1000
500
6
10
Galung
Laki-laki
49
Desa Karekhel
SD
Menikah
4
Sendiri
1000
500
5
11
H. Endang
Laki-laki
45
Desa Ciraruteun
SD
Menikah
5
Sendiri
2500
900
7
12
Hidayat
Laki-laki
58
Desa Ciraruteun
SD
Menikah
5
Sendiri
4000
1500
10
13
Budi
Laki-laki
34
Desa Cibatok
SD
Menikah
3
Sendiri
1500
400
4
14
Eman
Laki-laki
49
Desa Karekhel
SD
Menikah
5
Sendiri
1000
300
5
15
Fauzi
Laki-laki
57
Desa Ciampea
SMU
Menikah
4
Sendiri
1600
600
3
(2)
Lampiran 4. Biaya Responden Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center
(ADC) di Kabupaten Bogor per
Musim Tanam dengan Luas Lahan 575 M
2Biaya Usahatani No Nama
Luas Lahan
(M2)
Benih
(Rp) Pupuk (Rp)
Listrik (Rp) Pajak Lahan (Rp) Transportasi (Rp) Tenaga Kerja (Rp) Biaya Penyusutan (Rp) Jumlah Biaya Usahatani (Rp/MT) Jumlah Biaya Usahatani (Rp/Tahun) 1 Hidayat 1500 42.500 1.800.000 50.000 172.700 100.000 1.200.000 2.650.500 6.015.700 41.133.200 2 H. Endang 900 25.500 1.260.000 50.000 102.740 100.000 900.000 2.650.500 5.088.740 30.779.240 3 Yani 500 18.000 600.000 25.000 56.100 100.000 600.000 490.500 1.889.600 16.662.600 4 Aswin 500 18.000 700.000 25.000 56.100 100.000 600.000 490.500 1.989.600 17.862.600 5 H. Sholeh 1000 34.000 1.400.000 50.000 116.000 100.000 900.000 2.650.500 5.251.100 32.575.100 6 Sujino 300 10.000 420.000 20.000 34.980 20.000 300.000 490.500 1.295.480 9.765.480 7 Darma 500 25.000 700.000 20.000 56.100 100.000 450.000 490.500 1.841.600 16.086.600 8 Febri 400 17.000 250.000 25.000 46.640 30.000 450.000 490.500 1.309.140 9.801.140 9 Mad Yusa 250 17.000 350.000 20.000 29.150 20.000 150.000 490.500 1.076.650 7.203.650 10 Eman 300 10.000 300.000 20.000 34.980 20.000 300.000 490.500 1.175.480 8.325.480 11 Novicha 300 10.000 300.000 20.000 34.980 30.000 300.000 490.500 1.185.480 8.445.480 12 Galung 500 17.000 600.000 25.000 56.100 100.000 600.000 2.650.500 4.048.600 18.810.600 13 Encep 600 18.000 720.000 30.000 69.960 100.000 525.000 490.500 1.953.460 17.276.460 14 Endang S 1000 36.000 1.200.000 50.000 116.600 100.000 1.000.000 2.650.500 5.153.100 31.399.100 15 Budi 400 20.000 560.000 25.000 46.640 50.000 450.000 490.500 1.642.140 13.797.140 16 Fauzi 250 10.000 400.000 20.000 29.150 30.000 150.000 490.500 1.129.650 7.839.650 Jumlah 9.200 328.000 11.560.000 475.000 1.059.520 1.100.000 8.875.000 18.648.000 42.045.520 287.763.520 Total (Tahun) 9.200 3.936.000 138.720.000 5.700.000 1.059.520 13.200.000 106.500.000 18.648.000 - -Rata-rata 575 246.000 8.670.000 356.250 66.220 825.000 6.656.250 1.165.500 2.627.845 17.985.220
(3)
Lampiran 5. Pajak Lahan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center
(ADC) di Kabupaten Bogor
((Jumlah lahan/dasar pengenaan x NJOP)
–
NJOPTKP x PBB Tanah x NJOP
≤ 1Miliyar
))
Contoh: ((1.500 m
2x Rp.530.000)
–
Rp.10.000.000 x 20% x 0,11%
Ket:
1. Jumlah lahan/dasar pengenaan
= Jumlah lahan petani per responden
2. NJOP
= Nilai Jual Objek Pajak
3. NJOPTKP
= Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak
4. PBB Tanah
= Rumus untuk hitung pajak tanah 20%
5. NJOP
≤ 1Miliyar
= Nilai Jual Objek Pajak dibawah 1 Miliyar
Lampiran 6. Rata-rata Total Benih dan Pupuk Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center
(ADC) di
Kabupaten Bogor dengan Luas Lahan 575 M
2No
Uraian
Jumlah (Tahun) (Kg)
Total Pengeluaran per Tahun (Rp)
Rata-rata (Rp)
1
Benih
210
3,936,000
246,000
(4)
Lampiran 7. Penyusutan Alat dan Mesin Produksi Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development
Center
(ADC) di Kabupaten Bogor
No
Nama
Harga per Unit
Umur Ekonomis
Biaya Penyusutan / Tahun
Jumlah unit
Total Penyusutan
per Tahun
1
Cangkul
60,000
2
27,000
32
864,000
2
Arit
50,000
2
22,500
32
720,000
3
Gembor
300,000
4
67,500
32
2,160,000
4
Paranet
12,000,000
5
2,160,000
5
10,800,000
5
Garpu
40,000
2
18,000
16
288,000
6
Parang
30,000
2
13,500
16
216,000
7
Mesin Air
1,000,000
4
225,000
16
3,600,000
Total
2,533,500
149
18,648,000
Rata-rata
(5)
81
Lampiran 8. Rata-rata Penerimaan Usahatani Kangkung Organik Petani Binaan
Agribusiness Development Center
(ADC) di
Kabupaten Bogor dengan Luas Lahan 575 M
2 No Nama Luas Lahan(M2)
Jumlah Produksi (Kg/MT)
Jumlah Produksi (Kg/Tahun)
Harga Jual (Rp/Kg)
Penerimaan (Rp/Kg/MT)
Penerimaan (Rp/Kg/Tahun)
1 Hidayat 1500 1.500 18.000 7.000 10.500.000 126.000.000
2 H. Endang 900 900 10.800 7.000 6.300.000 75.600.000
3 Yani 500 1.000 12.000 7.000 7.000.000 84.000.000
4 Aswin 500 800 9.600 7.000 5.600.000 67.200.000
5 H. Sholeh 1000 1.000 12.000 7.000 7.000.000 84.000.000
6 Sujino 300 470 5.640 7.000 3.290.000 39.480.000
7 Darma 500 710 8.520 7.000 4.970.000 59.640.000
8 Febri 400 630 7.560 7.000 4.410.000 52.920.000
9 Mad Yusa 250 380 4.560 7.000 2.660.000 31.920.000
10 Eman 300 500 6.000 7.000 3.500.000 42.000.000
11 Novicha 300 490 5.880 7.000 3.430.000 41.160.000
12 Galung 500 1.000 12.000 7.000 7.000.000 84.000.000
13 Encep 600 800 9.600 7.000 5.600.000 67.200.000
14 Endang S 1000 1.000 12.000 7.000 7.000.000 84.000.000
15 Budi 400 600 7.200 7.000 4.200.000 50.400.000
16 Fauzi 250 370 4.440 7.000 2.590.000 31.080.000
Jumlah 9.200 12.150 145.800 - 85.050.000 1.020.600.000
(6)