Gambaran Mikroskopik Organ Interna Tikus pada Pemberian Dosis Tunggal Infusum Tabar Kedayan (Aristolochia papilifolia Ding Hou)

GAMBARAN MIKROSKOPIK ORGAN INTERNA TIKUS
PADA PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL
INFUSUM TABAR KEDAYAN (Aristolochia papilifolia Ding Hou)

DAMA AYU RANI

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Gambaran
Mikroskopik Organ Interna Tikus pada Pemberian Dosis Tunggal Infusum
Tabar Kedayan (Aristolochia papilifolia Ding Hou)” adalah benar karya saya
dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014
Dama Ayu Rani
NIM B04080091

ABSTRAK
DAMA AYU RANI. Gambaran Mikroskopik Organ Interna Tikus pada
Pemberian Dosis Tunggal Infusum Tabar Kedayan (Aristolochia papilifolia Ding
Hou). Dibimbing oleh EKOWATI HANDHARYANI dan IETJE WIENTARSIH.
Tabar Kedayan (Aristolochia papilifolia Ding Hou) merupakan salah satu
tanaman obat tradisional yang banyak digunakan oleh masyarakat pedalaman
Kalimantan Timur. Tanaman ini biasanya digunakan untuk mengobati diare dan
penawar bisa ular. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek
penggunaan tanaman ini pada organ interna tikus. Teh tanaman Tabar Kedayan
diperoleh dengan menggunakan metode freeze dry dan infusum, aplikasi
dilakukan secara per oral. Dua belas tikus Sprague Dawley digunakan dalam
penelitian ini. Tikus tersebut dibagi menjadi empat kelompok, antara lain
kelompok placebo (KN), kelompok dengan pemberian 10% infusum Tabar

Kedayan (K1), kelompok dengan pemberian 20% infusum Tabar Kedayan (K2),
dan kelompok dengan pemberian 40% infusum Tabar Kedayan (K3). Prosedur
nekropsi dilakukan setelah 48 jam pengamatan klinis. Sampel diambil untuk
pemeriksaan patologi klinik (serum glutamate piruvat transaminase/SGPT, serum
glutamate okseloasetat transaminase/SGOT, blood urea nitrogen/BUN, kreatinin)
dan histopatologi (pewarnaan hematoksilin-eosin).
Hasil patologi klinik
menunjukkan adanya sedikit penurunan pada jumlah BUN pada pemberian
infusum Tabar Kedayan 20% akan tetapi tidak ada perubahan signifikan yang
terjadi pada parameter lainnya. Pemeriksaan histopatologi menunjukkan adanya
beberapa lesio yang terjadi pada kelompok 20% antara lain degenerasi ringan
pada hepatosit, degenerasi pada vili dan epitel kripta usus, serta dilatasi lumen
tubuli ginjal. Pemeriksaan secara patologi klinik dan histopatologi menunjukkan
bahwa pemberian teh Tabar Kedayan pada tikus dosis 20% dan 40%
menyebabkan efek toksik.
Kata kunci: mikroskopik, organ interna, Sprague Dawley, Tabar Kedayan,
Aristolochia papiliolia Ding Hou

ABSTRACT
DAMA AYU RANI. Microscopic Changes of Rat’s Internal Organ Provided

with Single Dose of Tabar Kedayan’s (Aristolochia papiliolia Ding Hou) Infusum.
Supervised by EKOWATI HANDHARYANI and IETJE WIENTARSIH.
Tabar Kedayan (Aristolochia papiliolia Ding Hou) is one of traditional medicinal
plants used by rural communities in East Borneo. This plant usually used to treat
diarrhea and antidote for snake venom. The purpose of this study was to
determine the effect of this plant on internal organs. The tea of Tabar Kedayan
was obtained from infusum and dry-freeze method, and orally administrated .
Twelve Sprague Dawley rats were used in this study and divided into four groups;
control group (KN), the group fed with single dose 10% infusum of Tabar
Kedayan (K1), the group fed with 20% infusum (K2), and the group fed with 40%
infusum (K3). Necropsy procedures were performed after 48 hours of clinical
examinations. Samples were collected for clinical pathology (serum glutamat
piruvat transaminase/SGPT, serum glutamat oksaloasetat transaminase/SGOT,
blood urea nitrogen/BUN, creatinin) and histopathology (hematoxylin eosin/HE
stain) examinations. Clinical pathology results showed that there was slightly
decreased in the BUN on administration of 20% Tabar Kedayan infusum but no
significant changes in other parameters.
Histopathological examinations
demonstrated that several lesions occurred in 20% group e.g. mild degeneration
in hepatocytes, degeneration of the intestinal vili and epithelial crypts, as well as

dilatation of the kidney luminar tubules. According to the clinical pathology and
histopathology results, preliminary study of single dose application of Tabar
Kedayan infusum in rats indicated that it has toxic effect on 20% and 40%
administration.
Keywords: microscopic, internal organ, Sprague Dawley, Tabar Kedayan,
Aristolochia papiliolia Ding Hou

GAMBARAN MIKROSKOPIK ORGAN INTERNA TIKUS
PADA PEMBERIAN DOSIS TUNGGAL
INFUSUM TABAR KEDAYAN (Aristolochia papilifolia Ding Hou)

DAMA AYU RANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

DEPARTEMEN KLINIK, REPRODUKSI, DAN PATOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Gambaran Mikroskopik Organ Interna Tikus pada Pemberian Dosis
Tunggal Infusum Tabar Kedayan (Aristolochia papilifolia Ding
Hou)
Nama
: Dama Ayu Rani
NIM
: B04080091

Disetujui oleh

Prof. Drh. Ekowati Handharyani, MSi, PhD, APVet.
Pembimbing I

Dr. Dra. Ietje Wientarsih, Apt, MSc.
Pembimbing II


Diketahui oleh

Drh. Agus Setiyono, MS, PhD, APVet.
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah
Tabar Kedayan, dengan judul Gambaran Mikroskopik Organ Interna Tikus pada
Pemberian Dosis Tunggal Infusum Tabar Kedayan (Aristolochia papilifolia Ding
Hou).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. drh. Ekowati Handharyani, MSi,
PhD, APVet dan Dr. dra. Ietje Wientarsih, Apt, MSc selaku pembimbing. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Bagian Patologi,
staf Bagian Farmasi, Departemen Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas
Kedokteran Hewan, serta staf Rumah Sakit Hewan Institut Pertanian Bogor, yang

telah membantu selama pelaksanaan dan pengumpulan data. Ucapan terima kasih
yang sebesar-besarnya disampaikan untuk bapak, bunda, dan seluruh keluarga,
atas segala doa dan kasih sayang yang sudah diberikan selama ini. Ungkapan
terima kasih tak lupa diucapkan untuk Yayuk Sri Rahayu P, Fathia Ramadhani,
dan Terashima Takuma atas semua bantuan dan saran yang sudah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014
Dama Ayu Rani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN


ix

PENDAHULUAN



Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian






TINJAUAN PUSTAKA




METODE



Bahan
Alat
Prosedur Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran








11 
11 
11 

DAFTAR PUSTAKA

11

RIWAYAT HIDUP

14

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6


Kandungan Tabar Kedayan
Rataan pengujian sampel darah terhadap SGOT
Rataan pengujian sampel darah terhadap SGPT
Rataan pengujian sampel darah terhadap kreatinin
Rataan pengujian sampel darah terhadap BUN
Gambaran organ usus pada tiap kelompok sampel


7



10  

DAFTAR GAMBAR
1 Histopatologi hati dari kelompok K2 (A) dan hati pada pemberian Tabar
Kedayan 20% (B),. Pewarnaan HE, obyektif 40 x.

2 Ginjal dari kelompok K2 (A) dan ginjal pada pemberian Tabar
Kedayan 20% (B). Pewarnaan HE, obyektif 40 x.





PENDAHULUAN
Latar Belakang
Makhluk hidup merupakan salah satu komponen penting dalam suatu
ekosistem. Keberadaan makhluk hidup sendiri dipengaruhi oleh interaksi dengan
lingkungan sekitarnya, baik dengan faktor abiotik maupun faktor biotik dari
lingkungan tersebut.
Ketidakseimbangan dalam interaksi lingkungan dan
makhluk hidup bisa menyebabkan terjadinya gangguan dalam ekosistem.
Dalam lingkup kecil, lingkungan diibaratkan sebagai suatu individu.
Kondisi kesehatan suatu individu dipengaruhi faktor-faktor yang ada di sekitarnya,
seperti agen penyakit dan lingkungan. Ketidakseimbangan yang terjadi antara
individu, lingkungan, dan agen penyakit dapat menyebabkan gangguan pada
kondisi kesehatan suatu individu.
Zaman mulai berkembang, tidak hanya teknologi dan pendidikan yang
terus berkembang di kalangan masyarakat, tetapi penyakit-penyakit baru atau
yang lebih dikenal dengan New Emerging Disease juga ikut berkembang. Orang
yang bekerja di bidang medispun dituntut untuk bisa meningkatkan taraf
kesehatan masyarakat, serta obat-obat baru pun mulai dikembangkan, baik dengan
menggunakan bahan-bahan kimia maupun dengan menggunakan tanaman obat.
Pengobatan dengan menggunakan tanaman obat mulai populer dikalangan
masyarakat. Masyarakat menganggap pengobatan dengan menggunakan tanaman
obat memiliki tingkat keamanan lebih tinggi dibandingkan dengan pengobatan
dengan menggunakan bahan-bahan kimia. Hal ini dikarenakan efek samping yang
diberikan oleh obat-obatan yang berasal dari tanaman obat lebih kecil
dibandingkan dengan obat-obatan yang berasal dari zat kimia, walaupun tanaman
obat memberikan efek samping lebih kecil dibandingkan dengan obat-obatan yang
berasal dari zat kimia, cara penggunaan tanaman obat tersebut haruslah tetap
diperhatikan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan tanaman obat
ini antara lain cara penggunaan, waktu penggunaan, dan dosis penggunaannya.
Salah satu tanaman obat yang dapat digunakan sebagai bahan pembuatan
obat tradisional maupun herbal adalah Tabar Kedayan.
Tabar Kedayan
(Aristolochia papilifolia Ding Hou) merupakan tanaman obat yang masuk dalam
famili Aristolochiaceae. Tanaman ini sering digunakan untuk proses pengobatan
oleh masyarakat pedalaman Kalimantan Timur, yaitu masyarakat Dayak
Lundayeh yang bermukim di kabupaten Malinau. Dari pengakuan masyarakat
tersebut tanaman ini sering dimanfaatkan sebagai obat diare, penawar bisa
binatang, dan sebagai penawar efek dari alkohol untuk orang-orang yang
mengkonsumsinya (Sandri 2007).
Potensi tanaman ini untuk dikembangkan menjadi bahan baku obat-obatan
tradisional cukup menjanjikan. Penelitian terhadap tanaman ini diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman masyarakat akan manfaat dan cara penggunaan yang
baik dari tanaman obat ini, sehingga masyarakat dapat memanfaatkan tanaman
obat ini semaksimal mungkin tanpa takut akan timbulnya efek samping dari
tanaman ini.

2
Perumusan Masalah
Penelitian mengenai kegunaan dari Tabar Kedayan masih sangat minim,
meskipun sudah banyak penelitian mengenai kegunaan tanaman obat tradisional
lainnya. Tabar Kedayan yang digunakan pada penelitian ini akan dibuat
ekstraknya dengan metode infusum dan dicekok pada tikus untuk mengetahui efek
yang dapat ditimbulkan dari pemberian Tabar Kedayan tersebut. Hasil penelitian
diharapkan dapat memberikan gambaran yang spesifik dari Tabar Kedayan
terhadap organ hati, ginjal, dan usus, sebagai masukan untuk menunjang
kesehatan manusia.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran mikroskopik organ interna
tikus pada pemberian dosis tunggal infusum Tabar Kedayan.
.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberi informasi tentang gambaran
histopatologi hati, ginjal, dan usus pada pemberian dosis tunggal infusum Tabar
Kedayan (Aristolochia papilifolia Ding Hou). Penelitian ini juga memberikan
informasi mengenai dosis aman penggunaan Tabar Kedayan sebagai salah satu
obat tradisional.

TINJAUAN PUSTAKA
Tabar Kedayan
Tabar kedayan (Aristolochia papillifolia Ding Hou) merupakan tumbuhan
yang hidup pada tanaman lain. Tanaman ini merupakan tanaman menjalar yang
panjangnya bisa mencapai 15 meter. Di daerah sekitar Malaysia, bagian Sarawak
dan Sabah, tanaman ini lebih dikenal dengan sebutan tanaman Babas Lontong.
Menurut Ding Hou (1984) tingkatan taksonomi dari tanaman ini adalah sebagai
berikut: Kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas Dycotyledoneae, sub kelas
Dialypetalae, ordo Aristolociales, famili Aristolochiaceae, genus Aristolochia,
spesies Aristolochia papillifolia Ding Hou.
Menurut Sandri (2007) tumbuhan ini merupakan tumbuhan dikotil.
Berdasarkan tingkat taksonominya tumbuhan ini termasuk dalam kelas
Dycotyledoneae. Tabar kedayan biasanya dimanfaatkan bagian batangnya.
Batang yang sudah tua berdiameter 1,5-2,5 cm. Batang ini akan berbentuk seperti
gabus bagian tengahnya dan kulit-kulitnya akan terlihat retak (Ding Hou 1984).
Tanaman ini banyak digunakan oleh masyarakat daerah pedalaman
Kalimantan Timur sebagai tanaman obat. Menurut Sandri (2007) tanaman ini
dapat digunakan untuk penangkal racun, mengobati penyakit kuning, dan diare.
Beberapa jenis tanaman yang termasuk dalam famili Aristolochiaceae memiliki

3
dosis terapeuetik yang cukup luas dan pernah digunakan sebagai penghambat
pertumbuhan tumor serta penstimulasi fagosit (Houghton dan Ogutveren 1991).
Menurut hasil uji coba Laboratorium Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat (LPTRO) di Bogor pada (2005), ada beberapa zat yang terkandung dalam
tanaman ini. Kandungan dari tanaman Tabar Kedayan dapat dilihat pada Tabel di
bawah ini.
Tabel 1. Kandungan Tabar Kedayan (Laboratorium Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat (LPTRO) di Bogor)
Zat yang Diuji
Fenolik
Steroid
Triterpenoid
Alkaloid
Saponin
Flavonoid
Glikosida
Tanin

Hasil Pengujian
+++
+++
++
+++
++

Ket: ++ : Sangat kuat zat yang terkandung di dalam tanaman Tabar Kedayan
+++: Kuat zat yang terkandung di dalam tanaman Tabar Kedayan

Tikus Putih (Rattus norvegicus)
Tikus putih merupakan salah satu hewan rodentia yang sering digunakan
untuk melakukan uji coba di laboratorium. Biasanya tikus putih digunakan dalam
penelitian dan prcobaan yang bertujuan untuk mempelajari pengaruh obat-obatan,
toksisitas, metabolisme, embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku
(Malole dan Pramono 1989).
Ada beberapa galur tikus biasa digunakan sebagai hewan laboratorium,
antara lain Dark Agouti, Sprague Dawley, Wistar, dan Long Evans (Harkens dan
Wagner 1983). Klasifikasi tikus putih menurut Armitage (2004) adalah sebagai
berikut: kingdom Animalia, filum Chordata, kelas Mammalia, ordo Rodentia,
family Muridae, genus Rattus, spesies Rattus norvegicus.
Tikus putih dianggap efisien dan ekonomis karena mudah dipelihara serta
tidak membutuhkan tempat yang luas untuk pemeliharaannya. Tikus ini juga
memiliki sifat yang tenang, jarang menggigit, tidak mudah stress, dan dapat
menghasilkan anakan dalam jumlah yang banyak (Barnet 2001).
Tikus putih memiliki beberapa ciri-ciri, diantaranya bertubuh panjang
dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus putih terlihat tebal dan pendek dengan
rambut lebih halus. Mata tikus putih berwarna merah. Selain itu tikus putih juga
memiliki ekor yang panjang. Tikus putih dapat hidup dalam rentang waktu 4-5
tahun. Biasanya bobot yang dimiliki oleh tikus jantan berkisar antara 267-500
gram, sedangkan pada tikus betina berkisar antara 225-325 gram (Sirois 2005).
Hati
Hati merupakan salah satu organ penting bagi tubuh. Hati juga merupakan
salah satu kelenjar terbesar yang memiliki selubung peritoneum. Unit fungsional

4
dari hati adalah lobulus yang berbentuk silindris yang mengelilingi sebuah vena
sentralis (Guyton dan Hall 1997). Lobulus ini terdiri dari vena sentralis, hepatosit,
dan kanal empedu kecil. Diantara barisan hepatosit terdapat sinusoid yang
berlapiskan sel Kupffer dan ruang Disse yang terletak antara hepatosit dan
sinusoid serta segitiga Kiernan atau daerah portal sebagai batas dari lobulus.
Daerah portal ini terdiri atas cabang vena porta, cabang arteri hepatika, saluran
empedu intrahepatik, pembuluh limfe, syaraf dan lain-lain (Darmawan 1973).
Hati menerima sebagian besar darah dari vena porta dan sebagian kecil sisanya
berasal dari arteri hepatika.
Berdasarkan fungsinya,hati dibagi menjadi 3 zona yaitu zona sentrolobular
yang terletak paling dalam dan mengelilingi vena sentralis, zona periportal atau
perilobular yang terletak paling luar di bagian perifer dari lobulus hati, dan zona
intermediat yang terletak diantara zona sentrolobular dan periportal
(Copenhaver1978). Hati sendiri berfungsi sebagai alat detoksifikasi produk
buangan dari proses metabolisme, merombak sel darah merah yang telah tua,
mensintesis dan mensekresikan lipoprotein plasma, serta menjalankan beberapa
fungsi metabolisme. Fungsi-fungsi metabolisme tersebut antara lain sintesis
glikogen, proses glukoneogenesis, tempat penyimpanan glikogen, sintesis
beberapa vitamin, dan sintesis lemak (Burkitt et al. 1995). Selain itu hati juga
memegang peranan penting dalam sintesis protein. Beberapa contoh protein yang
disintesis dalam hati antara lain albumin dan faktor pembeku darah. Walaupun
hati memiliki banyak peranan penting dalam sintesis protein serum, fungsi yang
tidak bisa dilakukan oleh hati adalah transport asam amino (Cunningham 1997).
Ginjal
Ginjal merupakan salah satu organ pengatur volume dan komposisi kimia
darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mensekresikan zat terlarut dan air
secara selektif (Guyton 1995).
Ginjal memilki fungsi mempertahankan
keseimbangan susunan darah dengan : 1). Mengeluarkan air berlebihan dari darah,
2). Mengeluarkan ampas-ampas metabolisme, 3). Mengeluarkan bahan-bahan
asing yang turut terlarut dalam darah, 4). Mengeluarkan garam-garam anorganik
yang kebanyakan berasal dari makanan. Fungsi ini dilakukan oleh glomeruli yang
memilki fungsi saring, tubuli yang memiliki daya serap kembali, dan sel-sel tubuli
yang memilki fungsi sekretorik (Ressang 1984).

Usus Halus
Usus halus merupakan organ yang bekerja bersama enzim pankreas,
empedu dari hati dan sekreta kelenjar usus. Usus halus terdiri dari duodenum,
jejunum, dan ileum. Duodenum memiliki lipatan selaput lendir yang melingkar
jelas dan vilinya agak tebal. Jejunum memiliki vili langsing yang berbentuk jari
yang jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan vili yang ada di duodenum dan
jumlah sel mangkoknya yang lebih banyak. Kelenjar submukosa pada jejunum
nampak pada bagian kranial dan dapat pula tidak tampak, selain itu folikel getah
beningnya dapat soliter maupun mengelompok. Ileum memiliki vili yang
merendah dengan sel mangkok pada mukosa dan submukosa yang menembus

5
muskularis mukosa. Usus halus sendiri terletak diantara lambung dan usus besar
(Hartono 1992).
Fungsi dari usus halus antara lain adalah melaksanakan pencernaan akhir
dengan bantuan enzim dari pankreas dan usus sendiri, dibantu oleh empedu untuk
mengemulsikan lemak sebelum dicerna secara enzimatik dengan menggunakan
enzim lipase, maltase, dan peptidase yang terdapat dalam mikrovili. Usus halus
juga berfungsi melakukan penyerapan makanan yang telah dicerna, seperti asam
arang, asam amino, asam lemak, air, mineral, dan vitamin. Sisa makanan yang
tidak diperlukan akan dibuang oleh usus halus menuju usus besar yang kemudian
akan dikeluarkan sebagai feses (Hartono 1992).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari 2013 hingga September
2013 dilaksanakan di Bagian Patologi dan Laboratorium Farmasi Departemen
Klinik, Reproduksi, dan Patologi Fakultas Kedokteran Hewan - Institut Pertanian
Bogor.
Bahan
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini antara lain batang Tabar
Kedayan (Aristolochia papilifolia Ding Hou) kering, buffer neutral formaline
10%, alkohol bertingkat 70-100%, xilol, parafin, alkohol absolut, pewarnaan
Hematoksilin-Eosin, ketamine untuk anaestesi hewan coba, aquades.
Alat
Peralatan yang digunakan adalah sonde lambung, syringe untuk anaestesi,
gelas ukur, timbangan elektronik, freeze dryer, alat-alat nekropsi, tissue cassette,
tissue processor, cover glass, rotary microtome, lemari es, gelas objek, panci
infusum, ayakan farmasi dan mikroskop cahaya.

Prosedur Umum
Hewan Percobaan
Penelitian menggunakan tikus galur Sprague Dawley jantan, berumur 8
minggu dengan kisaran bobot antara 150-200 mg. Jumlah tikus yang digunakan
adalah 12 ekor. Sebelum perlakuan hewan percobaan diadaptasikan terlebih
dahulu selama dua minggu. Air minum dan pakan diberikan ad libitum.

6
Pengelompokan Tikus
Hewan coba dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yang setiap
kelompoknya terdiri dari 3 ekor. Kelompok pertama digunakan sebagai placebo
(KN) dan hanya diberikan air minum ad libitum dan pakan. Kelompok kedua
adalah kelompok tikus yang dicekok 10% teh Tabar Kedayan (K1), kelompok tiga
dicekok 20% teh Tabar Kedayan (K2) dan kelompok empat dicekok 40% teh
Tabar Kedayan (K3). Pemberian teh Tabar Kedayan merupakan pemberian dosis
tunggal, yaitu dosis hanya diberikan satu kali yaitu 48 jam sebelum hewan coba di
nekropsi.
Pembuatan Infusum Tabar Kedayan
Infusum Tabar Kedayan dibuat dengan cara infusum dalam suhu 90oC
selama 15 menit dengan menggunakan pelarut aquades. Batang Tabar Kedayan
kering digiling hingga menjadi serbuk halus terlebih dahulu. Infusum dibuat
dengan memasukkan 10 gram serbuk Tabar Kedayan kedalam 100 ml aquades.
Setelah selesai diinfusum, larutan Tabar Kedayan kemudian dibuat serbuk dengan
menggunakan mesin freeze dry. Teh dibuat dengan melarutkan serbuk Tabar
Kedayan ke dalam aquades sesuai dengan kosentrasi yang ingin diujikan yaitu
10%, 20%, dan 40%.
Pemberian Tabar Kedayan
Tabar Kedayan yang digunakan untuk perlakuan berupa dosis tunggal
infusum Tabar Kedayan. Pemberian dilakukan secara per oral menggunakan
sonde lambung (kelompok dua, tiga, dan empat) kemudian ditunggu selama 2 x
24 jam. Kelompok placebo dicekokkan aquades menggunakan sonde lambung
untuk mendapatkan perlakuan pencekokkan yang sama dengan kelompok lainnya.
Pengambilan Sampel
Hewan coba dianaestesi menggunakan ketamin HCL dengan dosis 10
mg/kg BB. Setelah itu hewan diambil darah dengan rute intrakardial. Serum
darah diperiksa untuk mengetahui fungsi organ hati; yaitu serum glutamat piruvat
transaminase (SGPT) dan serum glutamat oksaloasetat transaminase (SGOT).
Pemeriksaan dilanjutkan terhadap fungsi ginjal; yaitu Blood Urea Nitrogen
(BUN) dan kreatinin. Prosedur nekropsi dilakukan untuk pengambilan organ hati,
usus halus dan ginjal, difiksasi di dalam buffer neutral formalin 10% untuk
pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (HE).
Pengamatan
Pengamatan dilakukan setelah pemberian infusum Tabar Kedayan, yaitu
dengan menghitung kematian hewan selama periode 48 jam dilengkapi dengan
gejala klinis. Hasil pemeriksaan serum darah terhadap SGPT, SGOT, BUN dan
kreatinin dianalisis meliputi nilai rataan dan standar deviasi dibandingkan dengan
placebo.
Hasil pewarnaan HE dari organ dievaluasi secara deskriptif
menggunakan mikroskop cahaya.

7

H
HASIL
DA
AN PEMBA
AHASAN
N
Tanaaman Tabar Kedayan biasanya
b
diggunakan untuuk penawarr bisa ular,
ssakit perut, disentri, mengurangi
m
pembengkakan dan tekanan
t
darrah tinggi.
T
Tanaman
in
ni sendiri meengandung bbeberapa maacam zat di dalamnya, antara lain
s
steroid,
alkaaloid, saponinn, glikosida,, dan tanin (D
Ding Hou 19984, Shafi ett al. 2002).
Ada tiga organ yang memilliki peran peenting dalam
m proses meetabolisme.
P
Perubahan
yang
y
terjadi pada
p
hati, giinjal dan usuus akan mem
mpengaruhi kerja
k
sistem
t
tubuh
dari suuatu individu
u. Kelainan yang terjadii pada organ-organ ini daapat dilihat
s
secara
histop
patologi den
ngan mengguunakan pewaarnaan HE. Hati merupaakan organ
y
yang
aktif melakukan
m
prroses metaboolisme. Hal ini yang meenyebabkan sel-sel hati
c
cepat
mengaalami kerusaakan dibanddingkan denggan organ laain. Walauupun begitu
h merupakkan organ yaang memilikki kemampuaan regenerassi yang tingggi pula.
hati
T
Tabel
2. Rattaan pengujiaan sampel daarah terhadaap SGOT

Serum glutamat oksaloasetaat transaminaase (SGOT) merupakann salah satu
pparameter yang
y
sering dijadikan
d
seebagai acuann untuk pem
meriksaan fu
ungsi organ
h akan tettapi enzim SGOT tidak bbisa memberrikan acuan yang signifiikan karena
hati
e
enzim
ini tiddak hanya diihasilkan oleeh hati tetapii juga dihasiilkan oleh jaaringan lain
s
seperti
otot. Dari tabel di
d atas dapatt dilihat bahw
wa hasil darii kelompok yang
y
diberi
p
perlakuan
tiidak menunjjukkan adannya perbedaaan yang signnifikan dari hasil yang
d
ditunjukkan
kelompok kontrol
k
dengan rentang nilai
n
antara 777-89 IU/L.
T
Tabel
3. Rattaan pengujiaan sampel daarah terhadaap SGPT

Enzim
m SGPT merupakan indikator yang sensiitif dalam mengenali
pperubahan pada
p
hati yan
ng bersifat aakut. Hal in
ni disebabkann hepatosit yang
y
rusak
a
atau
mati akkan melepasskan enzim SGPT ke dalam
d
aliran darah (Cho
opra 2001).
P
Pada
tabel di
d atas tidak terlihat
t
adannya perubahaan yang signnifikan dari nilai
n
SGPT.
H ini menu
Hal
unjukkan hepatosit masiih dapat mennjalankan funngsinya denggan baik.

8

1

A
Gambaar 1

2

B

Histopaatologi hati dari kelomppok K2 (A), struktur seel hati tidak
k ada
perubaahan. Hati paada pemberiaan Tabar Keddayan 20% (B
B), terjadi diilatasi
sinusoiid (1) dan deggenerasi sel hati (2). Pewaarnaan HE, obbyektif 40 x.

Pemeriksaaan hati padda kelompok kontrol tidak
t
ditemuukan perubaahan.
Pembeerian Tabar Kedayan do
osis 10% meenyebabkan degenerasi hepatosit rinngan.
Degennerasi yang terjadi di hati
h
dapat ddisebabkan oleh indukssi material yang
bersifaat toksik, waktu
w
paparaan, dan interaksi bahan
n asing denggan protein serta
enzim
m yang berrtentangan dengan meekanisme pertahanan
p
d
sehingga dapat
m dan Jarrarr 2011). Dillatasi
menyeebabkan atroofi dan nekroosis sel hati (Abdelhalim
sinuso
oid mulai terjjadi pada peemberian dossis 20%. Diilatasi terlihaat dari jarak antar
hepatoosit yang lebbih luas.
Ginjal merrupakan orgaan yang berpperan pentinng dalam meetabolisme tuubuh.
Fungsi utama darri ginjal antara lain fuungsi ekskreesi dan non ekskresi. Unit
fungsiional dari ginjal
g
adalahh nefron yaang terdiri dari
d
kapsulaa Bowman yang
mengiitari kapiler glomerulus,, tubulus konntortus prokksimal, lengkkung Henle, dam
tubulu
us kontortus distal (Pricee dan Wilsonn 2006).
mpel darah teerhadap kreaatinin
Tabel 4. Rataan peengujian sam

S
Secara
umuum kreatinin
n tidak menngalami peruubahan padaa masing-maasing
kelom
mpok karena nilai yang dihasilkan masih berkiisar antara 00.31-0.37 mg/dl.
m
Apabila terjadi penurunan pada jumlah kreatinin maka
m
mengiindikasikan pada
ar Filtratioon Rate), sedangkan apabila addanya
penuruunan GFR (Glomerula
pening
gkatan pada jumlah kreaatinin maka menunjukkaan adanya filtrasi
f
berlebbihan
yang biasanya
b
dituunjukkan pad
da individu yang
y
mengaalami diabetees.

9
T
Tabel
5. Rattaan pengujiaan sampel daarah terhadaap BUN

Param
meter BUN menunjukka
m
an adanya sedikit
s
perubbahan dari hasil yang
ddidapat, wallaupun peru
ubahan yang ditunjukkan
n tidak begiitu besar. Ada
A sedikit
p
penurunan
pada
p
nilai BUN
B
seiring dengan adaanya peninggkatan dosis teh Tabar
K
Kedayan
yaang diberikaan. Penuruunan nilai BUN
B
yang terlihat meenunjukkan
a
adanya
pen
ningkatan reabsorbsi
r
u
urea
oleh ginjal, nam
mun pada gambaran
h
histopatolog
gi yang didappatkan, terlihat adanya kerusakan
k
ppada sel-sel glomerulus
g
d tubuli ginjal.
dan
g
Keruusakan organn ginjal padaa penelitian ini masih daalam tahap
a
awal
sehing
gga hasil pengujian sam
mpel darah dan
d gambaran hitopatollogi belum
m
menunjukka
an adanya sinnkronisasi teerhadap keru
usakan yang terjadi.

A
G
Gambar
2

B

Ginjal dari kelompok K
K2 (A) tidakk ada perubbahan. Pem
mberian Tabaar
Kedayan 200% (B) terllihat adanyaa dilatasi luumen tubuli pada ginjall.
Pewarnaan HE,
H obyektif 40
4 x.

n ginjal pad
da kelompokk kontrol memiliki
m
beentuk glomeerulus dan
Organ
ttubulus yanng lebih norrmal. Ginjaal pada kelompok 10%
% mengalam
mi kongesti
b
berlebihan
d beberapa glomerulus.
di
g
m
a dosis yangg diberikan,
Semakin meningkatnya
k
kerusakan
y
yang
terjadi semakin terllihat. Dilataasi lumen tuubuli sering ditemukan
p
pada
kelom
mpok 20% dissertai pengenndapan proteein di beberaapa bagian. Kelompok
4
40%
menunj
njukkan peruubahan yang lebih jelas yaitu
y
kongesti glomerullus, dilatasi
l
lumen
tubulii dan pembeentukan endaapan protein.
Kerusaakan pada glomeruluus akan merusak
m
filltration baarrier dan
m
menurunkan
n kemampuaan permeabbilitas slektiif terhadap protein. Glomerulus
G
m
menjadi
meningkat perm
meabilitasnyya terhadap protein plasma yang leebih besar.
P
Protein
ini akan melew
wati filtrationn barrier daan tidak seppenuhnya diiserap oleh
t
tubulus
sehiingga diekskkresikan meelalui urin (proteinuria)
(
. Tubular proteinuria
b
berhubungan
n dengan peenyakit ginjal akut nam
mun dapat juuga besifat kongenital
(
(Stockham
d Scoot 2008).
dan
2
Mennurut McGav
vin (2007), apabila prrotein yang
l
lolos
dari glomerulus
g
t
tidak
dapat diserap dengan sempuurna oleh epitel-epitel
e
t
tubulus,
maaka akan terrjadi penum
mpukan prottein di lumeen tubulus. Endapan
p
protein
berleebihan dalam
m lumen tubuulus maka akkan mengakibatkan dilattasi lumen.
Sapon
nin dan tanin
n yang terkkandung di dalam
d
Tabaar Kedayan juga
j
dapat
m
memberikan
n efek pada ginjal.
g
Sapoonin dan tan
nin merupakaan bahan yaang bersifat

10
toksis yang dapat menghambaat pengangkkutan oksigenn oleh darahh ke organ ginjal
g
sehinggga kerusakaan pada sel epitel tubuluus proksimaal bertambahh parah (Hop
pkins
dan Huuner 2004; Reid
R dan Robberts 2005).
Usus merrupakan bagian saluraan pencernaaan yang berfungsi
b
u
untuk
menyeerap sari-sarri makanan sehingga ggangguan paada organ ppencernaan dapat
d
berakiibat fatal baggi pertumbuhhan (Susantoo 2008).
mpel
Tabel 6. Gambarann organ ususs pada tiap kkelompok sam

Ket: a: Ju
umlah sampel yang
g mengalami perubbahan
b: Jumlah sampel yaang ada di tiap keloompok

+
+
++

: Sedikit terjjadi perubahan (< 5%)
: Cukup bannyak perubahan (5--10%)

Proses penccernaan yan
P
ng terjadi dii usus haluss adalah prooses penyerrapan
nutrisii atau produuk dari penccernaan yanng dilakukan
n oleh sel-seel epitel atau sel
absorttif pada villi (Mescherr 2010). K
Keberadaan vili berpenngaruh terhhadap
penyerrapan makannan dan konndisi kesehattan saluran pencernaan.
p
Vili yang rusak
r
tidak dapat meny
yerap makannan dengan bbaik sehingg
ga asupan nnutrisi berkuurang
k
keseehatan menuurun (Schiller dan Sellin 2006). Tabel di atas
dan kondisi
menjelaskan bahw
wa pada keelompok konntrol dan kelompok
k
100% tidak teerjadi
perubaahan yang sangat signiffikan. Perubbahan mulai terjadi padaa saat tikus yang
diberikkan Tabar Kedayan
K
denngan dosis 220%, yaitu degenerasi
d
eepitel vili dissertai
infiltraasi sel-sel limfosit.
l
Peerubahan yaang terjadi semakin tam
mpak jelas pada
kripta dan vili usuus seiring deengan peninggkatan dosiss yang diberiikan. Kerussakan
v dan kriptta semakin parah
p
dan telah terjadi neekrosis pada kelompok 40%.
4
pada vili
S Goblet berfungsi mensekresiikan mukuss yang berrfungsi terhhadap
Sel
pening
gkatan pergeerakan dan penyebarann bahan mak
kanan atau nnutrisi yangg ada
pada lumen
l
secarra efektif (C
Cotran et al.1999). Penningkatan juumlah sel Goblet
G
dapat menjadi inddikator adannya proses innflamasi padda suatu jaringan (Pricee dan
n 2006). Peningkatan
P
j
jumlah
sel G
Goblet terjad
di pada saat pemberian dosis
Wilson
20%. Hal ini meenunjukkan bahwa prosses peradang
gan pada ussus mulai teerjadi
pada pemberian dosis terseebut. Bilaa terjadi innfeksi sel-sel Goblet akan
uaran
mengeeluarkan lebbih banyakk mukus yyang akan memperceppat pengelu
mikroo
organisme (Azrimaidaliza 2007). S
Sebagai infoormasi, bila ttikus atau heewan
rodenssia lain menngalami stresss akandihassilkan antibo
odi Ig-E, yaaitu antigen yang
mengiinduksi sekrresi intestinaal dan peninngkatan jumllah sel radaang pada mu
ukosa
usus (Y
Yang et al. 2006).
2

11

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan pemeriksaan fungsi hati, fungsi ginjal dan gambaran
histopatologi, dapat disimpulkan bahwa infusum infusum Tabar Kedayan masih
aman untuk digunakan pada dosis tunggal 10%. Pemberian Tabar Kedayan dosis
yang lebih tinggi (20%, 40%) dapat memberikan efek toksik berupa degenerasi
pada hati, pengendapan protein dan dilatasi tubuli pada ginjal, serta degenerasi
pada sel-sel kripta dan vili usus.
Saran
Saran dari penelitian ini yaitu perlu diadakan penelitian lebih mendalam
untuk memastikan dosis toksik dari Tabar Kedayan serta efek tanaman ini pada
organ lain. Penelitian dengan menggunakan proses ekstraksi yang berbeda juga
diperlukan untuk mengetahui adanya kandungan zat lain pada tanaman ini
contohnya ekstraksi dengan metode maserasi untuk mengetahui adanya
kandungan flavonoid pada tanaman ini.

DAFTAR PUSTAKA
Abdelhalim MAK and Jarrar BM. 2011. Gold nanoparticles induced ludy swelling
to hydropic degeneration, cytoplasmic hyaline vacuolation, polymorphism,
binucleation, karyopyknosis, karyolysis, karyorrhexis, and nerosis in the
liver. Lipids in Health and Disease 10:166
Armitage D. 2004.Rattus norvegicus animal diversity [internet]. [diacu 31
Oktober
2013].
Tersedia
dari:
http://animaldiversity.ummz.umich.edu/accounts/Rattus_norvegicus/.
Azrimaidaliza. 2007. Vitamin A, imunitas, dan kaitannya dengan penyakit infeksi.
J. Kesehatan Masyarakat. I(2): 90-96.
Burkitt HG,Young B and Heath JW. 1995. Weather’s Functional Histology. A
Text and Colour Atlas. Jakarta: EGC.
Chopra S. 2001. The Liver Book: A Comprehensive Guide to Diagnosis,
Treatment, and Recovery. New York: Pocket Books, Simon and Schuster,
Inc. Hlm 12-13.
Copenhaver WM, Kelly DE, Wood RL. 1978. Bailey’s Textbook of Histology. Ed
ke-17. Baltimore: Waverly Press Inc.
Cotran RS, Kumar, and Collins.1999. Robbins Patologic Basis of Disease.Ed. Ke6. Tokyo-London-Sydney: WB Saundres Company. Hlm 46-50.
Cunningham JG. 1997. Textbook of Veterinary Physiology. Ed ke-2. WBSaunders
Company.
Darmawan S. 1973. Hati dan Saluran Empedu.Di dalam Himawan S,
editor.Kumpulan Kuliah Patologi. Jakarta: Universitas Indonesia. Hlm 226227.

12
Ding Hou. 1984. Aristolochiaceae. Flora Malanesia 1 vol 10.London: Kluwer
Academic Publisher. PP 53-108.
Guyton AC. 1995. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Ed ke-7. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Guyton AC dan Hall JE. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.ke-9.
Setiawan I, Tengadi KA, Santoso A, penerjemah; Setiawan I, editor.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemah dari Textbook o Medical
Physiology.Ed. Ke-9.
Hartono. 1992. Histologi Veteriner Jilid II. Laboratorium Histologi. Jurusan
Anatomi. Fakultas Kedokteran Hewan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Hopkins WG and Hunner NPA. 2004. Introduction to Plant Physiology. Third
Edition. Ontario: John Wiley and Sons, Inc.
Houghton PJ and Ogutveren M. 1991.Alkaloids and a lignan from Aristolochia
Ponticum. Phytochemistry 30 (2): 717-718.
[LPTRO] Laboratorium Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.2005. Hasil
UjiLaboratorium Penelitian Tanaman Rempah dan ObatSarang Semut dan
Tabar Kedayan. Bogor: Laboratorium Penelitian Tanaman Rempah dan
Obat.
Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan Hewan-Hewan Percobaan di
Laboratorium. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Mc Gavin MD, Zachary JF. 2007. Pathologic Basis of Veterinary Disease. Ed ke4. USA: Mosby Elsevier.
Mescher AL. 2010. Junquiera’s Basi Histology Text & Atlas. Ed. Ke-12. USA:
McGraw-Hill Lange. Pp (15) 25-35.
Price AS and Wilson LM. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Kejadian
Penyakit. Pendit BU, Hartanti H Wulansari P, Mahanani DA, editor.Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC. Terjemah dari Pathophysiology Clinical
Concepts of Disease Processes. Ed ke-6
Reid R and Roberts F. 2005.Pathology Illustrated. Edinburgh: Elsevier Churhill
Livingstone. Pp 475-479.
Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Ed ke-2. Denpasar: Percetakan
Bali.
Sandri D. 2007.Sensitivitas Escherichia coli Terhadap Ekstrak Tabar Kedayan
(Aristolochia papilliforia Ding Hou) [skripsi].Samarinda:Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Mulawarman.
Schiller LR and Sellin JH. 2006. Diarrhea. Di dalam: Feldman M. Friedman LS.
Brandt LJ, editor. Gastrointestinal and Liver Disease: Pathophysiology,
Diagnosis, and Management. Philadelphia: Saunders Elsevier. Pp 32-37.
Shafi PM, Rosamma MK, Jamil K, Reddy PS. Antibacterial activity of the
essential oil from Aristolochia indica. Fitoterapia73: 439-441.
Sirois M. 2005. Laboratory Animal Medicine: Principles and Procedure.
Missouri: Mosby Inc.
Stockham SL, Scoot MA. 2008. Fundamentals of Veterinary Clinical
Pathology.Ed ke-2. USA: Blackwell Plubishing. Pp 458.
Susanto D. 2008.Gambaran histopatologi organ insang, otot, dan usus ikan mas
(Cyprinus carpio) di desa Cibanteng [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

13
Yang PC, Jury J, Soderholm JD, Sherman PM, McKay DM, et al. 2006. Chronic
physcological stress in rats induces intestinal sensitization to luminal
antigens. Am J Pathol 1 (168): 104-114.

14

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 29 November 1990 dari ayah
Indrawanto dan ibu Gusti Yuliani.Penulis merupakan putri pertama dari empat
bersaudara. Tahun 2008 penulis lulus dari SMA Negeri 1 Samarinda dan pada
tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB)
melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Fakultas Kedokteran
Hewan angkatan 45.
Selama perkuliahan, penulis aktif di Dewan Perwakilan Mahasiswa Tingkat
Persiapan Bersama periode 2008-2009, Dewan Perwakilan Mahasiswa FKH
periode 2009-2010 sebagai Ketua Komisi I.