Analisis Pengaruh Pemberian Insentif Terhadap Kinerja Karyawan di PT RJW.

ANALISIS PENGARUH PEMBERIAN INSENTIF TERHADAP
KINERJA KARYAWAN PT RJW

TETY RAKHMA SARI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis
Pengaruh Pemberian Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT RJW adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing I Prof Dr Ir
Syamsul Maarif M.Eng dan komisi pembimbing II M Arif Darmawan S.TP
M.T dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi

ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, 29 Juni 2015
Tety Rakhma Sari
NIM F34110135

ABSTRAK

TETY RAKHMA SARI. Analisis Pengaruh Pemberian Insentif Terhadap
Kinerja Karyawan di PT RJW. Dibimbing oleh MOHAMMAD SYAMSUL
MAARIF dan MUHAMMAD ARIF DARMAWAN.
Pemberian insentif untuk karyawan memiliki dampak yang cukup besar
terhadap kinerja karyawan. Penelitian ini memiliki tujuan yaitu
mengidentifikasi faktor dominan pembentuk insentif dan kinerja, menganalisis
pengaruh insentif terhadap kinerja dan menganalisis korelasi Spearman
karakteristik responden terhadap kinerja karyawan di PT RJW. Metode dalam
penelitian dilakukan dengan metode Structural Equation Modeling (SEM)
dengan Partial Least Square (PLS) menggunakan perangkat lunak SmartPLS
dan software SPSS untuk analisis korelasi Spearman. Hasil uji korelasi

Spearman (rho) menghasilkan nilai koefisien korelasi yang mendekati nol
bahwa tidak terdapat hubungan yang kuat dari kedua variabel uji dan
menghasilkan signifikansi dengan  diatas 5% yang berarti signifikan untuk
kategori usia terhadap indikator kinerja kemudian kategori masa kerja dan
pendidikan terhadap beberapa indikator kinerja dengan  dibawah 5% yang
berarti tidak signifikan untuk kategori masa kerja dan pendidikan terhadap
kuantitas kerja. Hasil analisis chi square kontingensi menunjukkan tidak ada
hubungan signifikan antara jenis kelamin dengan kinerja. Hasil analisis
evaluasi model pengukuran variabel insentif menunjukan bahwa indikator
promosi jabatan memberikan kontribusi paling besar dalam membentuk
insentif. Hasil analisis evaluasi model pengukuran variabel kinerja
menunjukan bahwa kualitas kerja mempunyai kontribusi paling besar dalam
membentuk kinerja. Hasil analisis evaluasi model struktural menunjukan
bahwa variabel insentif berpengaruh positif terhadap variabel kinerja secara
signifikan.
Kata kunci: Insentif, Kinerja, Structural EquationModeling (SEM), Partial
Least Square (PLS), SPSS, Korelasi , Chi square kontingensi.
ABSTRACT
TETY RAKHMA SARI. Analysis of Incentives Effect to Employee’s
Performance in PT RJW. Supervised by MOHAMMAD SYAMSUL

MAARIF and MUHAMMAD ARIF DARMAWAN.
Provided incentives for employees gives a considerable impact to the
employee’s performance. The objective of this study is to identify the
dominant factor of incentives and performance, to analyze the affecting the
incentives provision to the performance and to analyze the Spearman
correlation of characteristic of respondents to the performance of employees in
PT RJW. The methods used in this research is Structural Equation Modeling

(SEM) with Partial Least Square (PLS) by using SmartPLS and SPSS
software for Spearman correlation analysis. Correlation coefficient from
Spearman correlation test (rho) that is close to zero indicates that there is no
significant relationship between two test variable and produce  above 5%,
which meanssignificant for the age category of the performance indicators.
Then the period of employment and education categories to later category to
several indicators with  below 5%, which mean sinsignificant for the period
of employment and education categories to performance quantity. Chi square
contingency analysis result showed no significant relationship between gender
with performance. The measurement model evaluation of incentives variable
shows that job promotion indicator gives the most significant contribution in
shaping performance. The result of structural model evaluation shows that

incentives variable has a significant positive impact to performance variable.

Keywords: Incentives, Performance, Structural Equation Modeling (SEM),
Partial Least Square (PLS), SPSS, Spearman correlation, Chi
square contingency .

ANALISIS PENGARUH PEMBERIAN INSENTIF TERHADAP
KINERJA KARYAWAN PT RJW

TETY RAKHMA SARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia dan
rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi dengan judul Analisis Pengaruh
Pemberian Insentif Terhadap Kinerja Karyawan PT RJW ini berhasil diselesaikan.
Pada kesempatan kali ini penulis ingin memberikan ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. M. Syamsul Maarif, M.Eng dan M. Arif Darmawan, S.TP
M.T selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
saran dalam penelitian dan penulisan skripsi sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini.
2. Ayahanda Suprayitno dan Ibunda Dwi Emi Rihati serta adikku Aditya
Dwi Prayogo yang selalu mendukung dan memberikan doa serta kasih
sayang kepada penulis.
3. Ibu Mahmudah serta manajemen dan seluruh karyawan PT RJW atas
bantuan selama penulis melaksanakan penelitian.
4. Teman-teman satu bimbingan Harba Kautsar, Hanif Pramudya, M.
Irham Raenaldi atas semangat dan kerjasamanya selama proses
penyusunan skripsi.
5. Kepada Diah Fitriani, Fitrika Fridanova, Try M Subiha, Atika Hermanda

dan M. Fajar Nur Iman atas doa dan semangat yang telah dicurahkan
untuk penulis.
6. Keluarga TIN 48 yang telah berjuang sekuat tenaga dan bekerja sama
dalam menyelesaikan studi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, 29 Juni 2015

Tety Rakhma Sari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv

DAFTAR LAMPIRAN


xiv

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Kerangka Pemikiran


2

Metode Penelitian

4

Instrument Penelitian

5

Prosedur Analisis Data

5

Analisis korelasi karakteristik responden

5

PLS-SEM (Partial Least Square-Structural Equation Modeling)


6

Waktu dan Tempat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Responden

8
8
9

Analisis koefisien korelasi karakteristik responden dengan variabel endogen 10
Jenis kelamin terhadap kuantitas kerja

12

Jenis kelamin terhadap kualitas kerja

13


Jenis kelamin terhadap pemanfaatan waktu

13

Jenis kelamin terhadap kehadiran

13

Jenis kelamin terhadap kerjasama

13

Evaluasi Model Structural Equation Modeling – Partial Least Square

14

Evaluasi Outer Model (Model Pengukuran)

14


Evaluasi Inner Model (Model Struktural)

15

Analisis Indikator Dominan Pembentuk Insentif dan Kinerja

16

Variabel Laten Eksogen (Insentif)

16

Variabel Laten Endogen (Kinerja)

17

Implikasi Manajerial Perusahaan
SIMPULAN DAN SARAN

18
19

Simpulan

19

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1 Tingkat hubungan korelasi
2 Chi square
3 Karakteristik responden
4 Korelasi Spearman
5 Kontingensi
6 Kontingensi baru
7 Nilai AVE dan Communality
8 Nilai Cronbach’s Alpha dan Composit Reliability
9 Nilai R-squares
10 Nilai Path Coefficient

5
6
9
10
11
12
14
15
15
15

DAFTAR GAMBAR
1 Hubungan variabel dengan indikator
2 Hasil Analisis Model PLS

3
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data responden berdasarkan jenis kelamin
2 Data responden usia
3 Data responden berdasarkan pendidikan terakhir
4 Data responden berdasarkan masa kerja
5 Nilai outer loading insentif
6 Nilai outer loading kinerja
7 Nilai cross loading
8 Kuesioner penelitian

23
23
24
24
25
25
25
26

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Manajemen sumber daya manusia merupakan satu bidang manajemen yang
khusus mempelajari hubungan dan peranan manusia dalam organisasi yang dapat
mewujudkan tujuan organisasi dan kepuasan kerja karyawan. Manajemen sumber
daya manusia yang dikelola dengan baik akan menghasilkan kinerja karyawan
yang optimal dalam sebuah perusahaan. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
penilaian kinerja dan pemberian balas jasa dalam setiap individu anggota
organisasi sesuai dengan kemampuan kerjanya.
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penentu kesuksesan
perusahaan yang dapat dilihat dari sejauh mana tujuan perusahaan dapat tercapai
yang didukung oleh kemampuan karyawan dalam bekerja. Menurut Robbins
(2010) upaya mendukung karyawan agar dapat bekerja dengan optimal yaitu
dengan memenuhi hak-hak karyawan yang salah satunya melalui pemberian
insentif. Pemberian insentif yang besarnya proporsional dan juga bersifat
progresif, artinya sesuai dengan jenjang karier, sangat diperlukan untuk memacu
kinerja karyawan agar selalu optimal sesuai dengan tingkat kemampuannya
masing-masing.
PT RJW merupakan perusahaan yang memiliki sistem pemberian insentif
yang terdiri dari insentif finansial dan insentif non finansial. Permasalahan yang
timbul dalam usaha meningkatkan kinerja yaitu rendahnya hasil evaluasi kinerja
perseorangan pada aspek tugas dan sasaran kerja. Hal ini karena kurangnya
motivasi dan inovasi yang dimiliki karyawan sehingga karyawan merasa jenuh
terhadap pekerjaannya. Adapun insentif diberikan kepada karyawan sebagai
sarana motivasi dalam menciptakan inovasi yang dilakukan karyawan selama
melakukan perkerjaannya. Ketepatan nominal, non nominal, dan waktu dalam
pemberian insentif akan meningkatkan kinerja karyawan sehingga tujuan
perusahaan dapat tercapai.
Secara umum karyawan bekerja karena didorong untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya. Dengan demikian karyawan akan semakin giat bekerja jika
hasil yang dicapai dari pekerjaan yang dilakukannya menghasilkan imbalan atau
balas jasa yang memuaskan (Hasibuan 2003). Pemberian insentif yang tepat akan
membuat karyawan merasa dihargai sesuai dengan kemampuan dan kinerja
mereka. Insentif dapat juga meningkatkan semangat kerja karyawan sehingga
kinerja dapat tercapai secara optimal. Oleh karena itu, penelitian ini diperlukan
agar dapat diketahui sejauh mana pemberian insentif yang diberikan PT RJW
berpengaruh terhadap kinerja karyawannya.
Penelitian sejenis pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu dari
Syamsuddinnor (2014) dengan judul Pengaruh Pemberian Insentif dan Disiplin
Kerja Terhadap Kinerja Karyawan pada PT Ben Line Agenceis (BLA). Hasil
analisis linier berganda menggunakan software SmartPLS menunjukkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara variabel insentif terhadap kinerja. Selain
itu penelitian terdahulu juga pernah dilakukan oleh Rahmanda (2013) dengan
judul Pengaruh Insentif Terhadap Motivasi dan Kinerja Karyawan pada PT
Jamsostek (Persero). Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian

2

insentif memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan. Penulis
melakukan penelitian dengan mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh
pemberian insentif terhadap kinerja karyawan di PT RJW.

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Menganalisis korelasi karakteristik responden terhadap kinerja.
2. Mengidentifikasi faktor yang paling dominan pembentuk insentif.
3. Mengidentifikasi faktor yang paling dominan pembentuk kinerja.
4. Menganalisis pengaruh insentif terhadap kinerja.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam bentuk studi kasus di sebuah perusahaan
dengan responden karyawan di perusahaan tersebut. Penelitian ini ditekankan
pada analisis dampak pemberian insentif terhadap kinerja karyawan. Faktor yang
mempengaruhi insentif adalah bonus, tunjangan lembur, tunjangan kesehatan,
promosi jabatan, dan fasilitas kesejahteraan sosial. Indikator yang digunakan
untuk mengukur kinerja adalah kuantitas kerja, kualitas kerja, pemanfaatan waktu,
kehadiran, dan kerja sama.

METODE

Kerangka Pemikiran
Pada sebuah perusahaan, faktor sumber daya manusia memiliki peran yang
sangat penting dalam berbagai aktivitas perusahaan dalam mencapai tujuan-tujuan
yang telah ditetapkan. Pencapaian tujuan-tujuan perusahaan dapat dilihat dari
seberapa banyak output perusahaan yang dicapai dan dapat dilihat dari
peningkatan kinerja karyawan. Terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
peningkatan kinerja karyawan diantaranya yaitu pemberian insentif finansial dan
non finansial kepada karyawan.
Menurut Sarwoto (1996) jenis insentif yang umum diberikan kepada
karyawan yaitu insentif finansial. Insentif finansial merupakan insentif yang
diberikan kepada karyawan atas hasil kerja mereka dan diberikan dalam bentuk
uang yang berupa bonus, tunjangan lembur, dan dalam bentuk jaminan sosial
(tunjangan pensiun dan tunjangan kesehatan).
Sarwoto (1996) juga mengemukakan jenis insentif kedua yang umum
diberikan kepada karyawan yaitu insentif non finansial. Insentif non finansial
merupakan insentif yang diberikan kepada karyawan atas hasil kerja mereka dan
diberikan dalam bentuk bukan uang yang berupa promosi jabatan kepada
karyawan yang baik selama masa tertentu serta dianggap mampu dan fasilitas
kesejahteraan sosial (hiburan).

3

Mathis dan Jackson (2002) mengemukakan bahwa aspek-aspek yang dinilai
dalam kinerja adalah sebagai berikut :
1. Kuantitas kerja, yaitu volume kerja yang dihasilkan dalam kondisi normal.
Indikatornya adalah : jumlah hasil kerja, dan produktivitas.
2. Kualitas kerja, yaitu dapat berupa kerapian ketelitian dan keterkaitan hasil
dengan tidak mengabaikan volume pekerjaan. Indikatornya adalah :
potensi diri, hasil kerja yang optimal, dan proses kerja.
3. Pemanfaatan waktu, yaitu penggunaan masa kerja yang disesuaikan
dengan kebijaksanaan perusahaan atau lembaga pemerintahan.
Indikatornya adalah : produktifitas, keterampilan.
4. Kerjasama, yaitu kemampuan menangani hubungan dengan orang lain
dalam pekerjaan. Indikatornya adalah : pemecahan masalah, dan kerja
sama.
5. Kehadiran, yaitu kedisiplinan dalam mematuhi tingkat absensi yang telah
disesuikan dengan kebijakan perusahaan. Indikatornya adalah : absensi,
masuk dan pulang sesuai waktu.
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pengaruh
insentif terhadap kinerja karyawan. Pada model kerangka pemikiran penelitian ini,
insentif merupakan variabel eksogen yang dipengaruhi oleh lima indikator antara
lain bonus (X1), tunjangan lembur (X2), tunjangan kesehatan (X3), promosi
jabatan (X4), dan fasilitas kesejahteraan sosial (X5). Kinerja merupakan variabel
endogen yang dipengaruhi oleh lima indikator yaitu kuantitas kerja (Y1), kualitas
kerja (Y2), pemanfaatan waktu (Y3), kehadiran (Y4), dan kerjasama (Y5).
Bonus (X1)
Kuantitas
Pekerjaan (Y1)

Tunjangan
Lembur (X2)
Tunjangan
Kesehatan (X3)
Promosi
(X4)

jabatan

Fasilitas
kesejahteraan
sosial (X5)

Insentif (X)

Kinerja (Y)

Kualitas
Pekerjaan (Y2)
Pemanfaatan
Waktu (Y3)

Kehadiran
(Y4)

Kerjasama
(Y5)

Gambar 1 Hubungan variabel dengan indikator

4

Metode Penelitian
Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu penentuan judul dan tujuan
penelitian, tinjauan pustaka, identifikasi variabel penelitian, teknik pengumpulan
data, penentuan sampel dan subyek penelitian, dan perumusan hipotesis.
1. Identifikasi Variabel
Berdasarkan permasalahan yang dianalisis, ditetapkan variabel-variabel
dalam penelitian ini yang mewakili variabel manifest/indikator dan variabel laten.
Variabel laten eksogen adalah insentif dan variabel laten endogen adalah kinerja.
Variabel laten eksogen terdiri dari lima variabel manifest/indkator antara lain
bonus (X1), tunjangan lembur (X2), tunjangan kesehatan (X3), promosi jabatan
(X4), dan fasilitas kesejahteraan sosial (X5). Variabel laten endogen terdiri dari
lima variabel manifest/indikator antara lain kuantitas kerja (Y1), kualitas kerja
(Y2), pemanfaatan waktu (Y3), kehadiran (Y4), dan kerjasama (Y5).
2.

Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data
sekunder. Data primer berupa data skala dari insentif dan kinerja yang diperoleh
dari hasil pengisian kuesioner oleh pihak-pihak terkait. Data sekunder diperoleh
dari studi literatur-literatur baik itu dari buku, jurnal atau sumber lain yang relevan
dengan penelitian.
3.

Penentuan Sampel
Menurut Latan dan Ghozali (2012) SmartPLS merupakan software yang
dapat mengolah data dengan jumlah yang sedikit. Besarnya sampel minimal untuk
SmartPLS tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh
variabel laten yang dikalikan lima. Berhubung jumlah variabel manifest
(indikator) dalam penelitian ini sebanyak 10 variabel maka jumlah minimum
sampel yang dapat digunakan adalah 50. Penelitian ini menggunakan sampel
sebanyak 65 berdasarkan jumlah kuesioner yang dikembalikan oleh perusahaan
kepada peneliti.
4. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan studi pustaka yang dilakukan hipotesis yang disusun dalam
penelitian ini adalah :
a. H-1: karakteristik responden berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja.
b. H-2: bonus, tunjangan lembur, tunjangan kesehatan, promosi
jabatan, dan fasilitas kesejahteraan sosial membentuk insentif.
c. H-3: insentif berpengaruh terhadap kinerja karyawan.
d. H-4: kuantitas kerja, kualitas kerja, pemanfaatan waktu, kehadiran,
dan kerja sama membentuk kinerja karyawan.
5. Penyusunan Kuesioner dan Skala Pengukuran
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan insentif
dan kinerja yang dibagikan kepada karyawan perusahaan yang pernah
mendapatkan insentif, skala pengukuran yang digunakan adalah mengacu pada
aturan likert yang dimodifikasi untuk menghindari adanya data yang bias karena

5

banyak responden yang memilih jawaban netral, yaitu pemberian skala SS (Sangat
Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), STS (Sangat Tidak Setuju).
Instrument Penelitian
Untuk mempermudah perhitungan peneliti menggunakan beberapa
software terkait dengan perhitungan analisis yaitu, SmartPLS: software ini
digunakan untuk perhitungan analisis regresi linear berganda dan SPSS: software
yang digunakan untuk mencari korelasi.

Prosedur Analisis Data
Analisis korelasi karakteristik responden
Analisis korelasi merupakan salah satu teknik statistik yang digunakan
untuk menganalisis hubungan antara dua variabel atau lebih yang bersifat
kuantitatif. Ukuran yang digunakan untuk mengetahui hubungan linear antar
variabel disebut koefisien korelasi. Analisis korelasi tidak menunjukkan hubungan
fungsional atau tidak membedakan antara variabel dependen dengan variabel
independen (Suliyanto 2011). Terdapat dua analisis korelasi karakteristik
responden yang digunakan yaitu analisis korelasi Spearman untuk data responden
usia, masa kerja, dan pendidikan dan analisis chi square untuk data responden
jenis kelamin. Analisis korelasi Spearman disimbolkan dengan ρ (dibaca: rho).
Nilai korelasi Spearman berada diantara -1< ρ < 1. Bila nilai korelasi sama dengan
nol berarti tidak ada korelasi atau hubungan antara variabel dependen dan
independen. Nilai ρ sama dengan +1 berarti terdapat hubungan yang positif antara
variabel independen dan vatiabel dependen. Nilai ρ sama dengan -1 berarti
terdapat hubungan yang negatif antara variabel independen dan variabel dependen.
Maka dari itu tanda positif dan negatif menunjukkan arah hubungan diantara
variabel yang sedang dioperasionalkan. Rentang nilai korelasi Spearman dapat
dilihat pada tabel 1.
Tabel 1 Tingkat hubungan korelasi
Nilai koefisien
0.00-0.19
0.20-0.39
0.40-0.59
0.60-0.79
0.80-1.00

Makna
Hubungan sangat lemah
Hubungan lemah
Hubungan moderat
Hubungan kuat
Hubungan sangat kuat

Sumber: Martono (2010)
Analisis korelasi chi square kontingensi merupakan alat uji statistik yang
digunakan untuk menguji hubungan atau pengaruh dua variabel nominal dan
mengukur kuatnya hubungan antara variabel yang satu dengan variabel nominal
lainnya. Metode perhitungan chi square menggunakan rumus chi square dengan
pengambilan kesimpulan pada uji ini yaitu bila nilai chi square hitung yang
dihasilkan dari perhitungan lebih besar dari nilai chi square tabel maka H-0
ditolak (Mason dan Douglas 1999). Karakteristik chi square terdiri dari.
1. Nilai chi square selalu positif.

6

2. Terdapat beberapa keluarga distribusi chi square yaitu distribusi chi
square dengan derajat kebebasan sama dengan 1, 2, 3 dan seterusnya.
3. Bentuk distribusi chi square adalah menjulur positif.
Langkah-langkah pengujian menurut Mason dan Douglas (1999) terdiri dari.
1. Menulis hipotesis H0 dan H1.
2. Membuat tabel kontingensi.
3. Mencari nilai frekuensi yang diharapkan (fe).
4. Mengisikan nilai fe ke dalam tabel kontingensi.
5. Menghitung nilai chi square.
6. Menentukan kriteria pengujian.
7. Menentukan nilai χ2 (chi square) tabel.
8. Membandingkan nilai χ2 hitung dengan χ2 tabel.
Nilai tabel chi square untuk alfa 5% dan 10% dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Chi square
dk
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

5%
3.8415
5.9915
7.8147
9.4877
11.0705
12.5916
14.0617
15.5073
16.919
18.307
19.6751
21.0261
22.362
23.6848
24.9958
26.2962
27.5871
28.8692
30.1435
31.4104

10%
2.71
4.61
6.25
7.78
9.24
10.64
12.02
13.36
14.68
15.99
17.28
18.55
19.81
21.06
22.31
23.54
24.77
25.99
27.2
28.41

Sumber: Santoso (2004)
PLS-SEM (Partial Least Square-Structural Equation Modeling)
Model Persamaan Struktural (Structural Equation Modeling) adalah
generasi kedua teknik analisis multivariat yang memungkinkan peneliti untuk
menguji hubungan antara variabel yang kompleks untuk memperoleh gambaran
menyeluruh mengenai keseluruhan model (Ghozali 2005). Partial Least Square
merupakan metoda analisis untuk menguji teori yang lemah dan data yang lemah
seperti sampel sampel yang kecil atau terdapat masalah dalam normalitas data
(World 1982). Walaupun PLS digunakan untuk menjelaskan ada atau tidaknya
hubungan antar variabel laten, PLS juga digunakan untuk mengkonfirmasi teori
(Chin dan Newsted 1999). Sebagai teknik prediksi, PLS mengasumsikan bahwa
semua ukuran varian adalah varian yang berguna untuk dijelaskan sehingga
pendekatan estimasi variabel laten dianggap sebagai kombinasi linier dari

7

indikator dan menghindarkan masalah factor indeterminacy. Selain untuk menguji
hubungan prediktif antar konstruk dengan melihat apakah ada hubungan atau
pengaruh antar konstruk tersebut, PLS-SEM melakukan pengujian dengan
mengabaikan beberapa asumsi (non-parametrik) dan parameter ketepatan model
prediksi dilihat dari nilai koefisien determinasi (R-square). Dengan demikian
PLS-SEM sangat tepat digunakan pada penelitian yang bertujuan untuk
mengembangkan teori.
Analisis data hasil penghitungan penelitian dilakukan dengan evaluasi
partial least square yaitu dengan menilai outer dan inner model. Evaluasi model
pengukuran atau outermodel dilakukan untuk menilai validitas dan reliabilitas
model. Validitas merupakan tingkat keandalan dan kesahihan alat ukur yang
digunakan, dikatakan valid berarti menunjukkan alat ukur yang dipergunakan
untuk mendapatkan data itu valid atau dapat digunakan untuk mengukur apa yang
seharusnya diukur (Sugiyono 2004). Outermodel dengan indikator refleksif
dievaluasi melalui validitas konvergen dan diskriminan dari indikator pembentuk
konstruk latennya. Validitas konvergen dilihat dari nilai loading faktor pada
variabel laten dengan indikator-indikatornya dengan nilai loading faktor minimum
0.6, selain itu dilihat juga dari nilai Average Variance Extracted (AVE) ) harus
lebih besar daripada 0.5 yang berarti bahwa 50% atau lebih variance dari
indikator dapat dijelaskan, serta dilihat juga dari nilai communality yang nilainya
harus lebih besar dari 0.5 (Ghozali 2012). Selain validitas konvergen terdapat
validitas diskriminan yang dapat dilihat dari nilai cross loading. Nilai ini
digunakan untuk melihat korelasi antara indikator dengan variabel latennya harus
memiliki korelasi yang lebih besar dari variabel laten lainnya. Nilai cross loading
harus lebih besar dari 0.7 (Ghozali 2012).
Model pengukuran juga dilakukan untuk menguji reliabilitas suatu konstruk.
Reliabilitas merupakan ukuran yang menunjukkan bahwa alat ukur yang
digunakan dalam ketelitian mempunyai keandalan sebagai alat ukur, diantaranya
di ukur melalui konsistensi hasil pengukuran dari waktu ke waktu jika fenomena
yang diukur tidak berubah (Zulganef 2006). Uji reliabilitas dilakukan untuk
membuktikan akurasi, konsistensi dan ketepatan instrumen dalam mengukur
konstruk. PLS-SEM merupakan metode untuk mengukur reliabilitas suatu
konstruk dengan indikator refleksif dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan
cronbach’s alpha dan composit reliability. Namun demikian penggunaan
cronbach’s alpha untuk menguji reliabilitas konstruk akan memberikan nilai lebih
rendah (under estimate) sehingga lebih disarankan untuk menggunakan composit
reliability dalam menguji reliabilitas suatu konstruk. Rule of thumb yang biasanya
digunakan untuk menilai reliabilitas konstruk yaitu nilai composit reliability harus
lebih dari 0.6 (Ghozali 2012).
Evaluasi model struktural atau innermodel dilakukan dengan tujuan
memprediksi hubungan antara variabel laten. Innermodel dievaluasi dengan
melihat besarnya presentase variance yang dijelaskan yaitu dengan melihat Rsquare dan path cefficient. Nilai R-square merupakan koefisien determinasi pada
konstruk laten endogen. Nilai R-Squares untuk setiap variabel laten endogen
digunakan sebagai kekuatan prediksi dari model structural. Menurut Hair et al
(2010) nilai R-square sebesar 0.75 (kuat), 0.5 (moderat), dan 0.25 (lemah). Path
cefficient merupakan nilai koefisien jalur untuk melihat besarnya pengaruh
variabel laten eksogen terhadap variabel endogen (Ghozali 2012).

8

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan dari bulan Maret sampai dengan
April 2015 dimana pada bulan pertama dilakukan studi pustaka dan pembuatan
instrumen penelitian. Pada bulan kedua dilakukan pengambilan data di PT RJW
dan pengolahan data.

HASIL DAN PEMBAHASAN
PT RJW memberikan insentif kepada karyawan yang bertujuan untuk
mensejahterakan karyawan sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan.
Mekanisme pemberian insentif yang berlaku di PT RJW sebagai berikut:
1. Bonus terdiri dari
a) Insentif tahunan (jasa produksi) adalah insentif yang diterima oleh
karyawan pimpinan (staf) dan karyawan pelaksana (non staf) pada
saat akhir tahun yang merupakan hasil keuntungan perusahaan
selama satu tahun.
b) Insentif akhir giling adalah insentif yang diterima oleh karyawan
musiman dan karyawan borong sejumlah satu kali gaji pada saat
selesai giling.
c) Insentif tunjangan jabatan adalah insentif yang diterima oleh
karyawan yang mengemban tugas dimana tugas tersebut seharusnya
dikerjakan oleh golongan diatasnya.
2. Tunjangan lembur terdiri dari
a) Lembur teratur adalah lembur yang diadakan karena sifat pekerjaan
membutuhkan lebih dari 7 jam kerja dan bersifat tetap.
b) Lembur isidentil adalah lembur yang diadakan karena pekerjaan
yang perlu segera diselesaikan dalam waktu tertentu sedangkan
jam kerja yang berlaku tidak mencukupi.
3. Tunjangan kesehatan
a) Pekerja tetap mendapatkan tanggungan biaya berobat dan rawat
inap untuk rumah sakit rujukan perusahaan.
b) Pekerja tidak tetap mendapatkan jaminan kesehatan melalui
jaminan sosial tenaga kerja.
4. Promosi jabatan
Pekerja yang dapat menciptakan inovasi yang menurut penilaian
perusahaan dapat memberikan manfaat lebih akan dipromosikan jabatannya
yang dilihat juga dari prestasi, potensi, dan kompetensi yang dimiliki.
5. Fasilitas kesejahteraan sosial
Perusahaan memberikan fasilitas rekreasi seperti darmawisata kepada
seluruh pekerja setelah periode masa giling selesai. Darmawisata merupakan
satu-satunya fasilitas kesejahteraan sosial yang dapat dinikmati bersama
oleh seluruh jenis karyawan. Pemberian hiburan, tempat penginapan, dan

9

uang belanja di dalam darmawisata menjadi bagian yang paling dinanti
seluruh karyawan.
Profil Responden
Responden yang dijadikan sampel pada penelitian adalah karyawan PT RJW
yang berjumlah 65 orang. Karakteristik responden berupa jenis kelamin, usia,
pendidikan terakhir dan masa kerja. Adapun karakteristik dari responden dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3 Karakteristik responden
No
1

Karakteristik

Uraian

Jenis Kelamin

2

Usia

Laki-laki
Perempuan
21-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
>51 tahun

Presentase (%)

83
17
12
28
46
14

3

Pendidikan

4

Masa Kerja

SMP
SMA
S0
S1
S2
1-5 tahun
6-10 tahun
>10 tahun

5
55
6
32
2
9
23
68

Sumber: Data Primer 2015

Berdasarkan jenis kelamin mayoritas responden berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 83% dan berjenis kelamin perempuan sebanyak 17%, presentase ini
mewakili karyawan perusahaan yang dominan adalah laki-laki. Berdasarkan usia
mayoritas responden berusia antara 21-30 tahun sebanyak 12%, kemudian usia
31-40 tahun sebanyak 28%, lalu usia 41-50 tahun sebanyak 46% dan usia lebih
dari 50 tahun sebanyak 14%. Presentase berdasarkan usia ini menunjukan bahwa
usia dominan terdapat pada usia 41-50 tahun, meskipun masih termasuk rentan
usia produktif hanya saja berdasarkan kemampuan yang diharapkan pada usia
tersebut kurang begitu baik meskipun dalam hal pengalaman sudah cukup
menguasai.
Berdasarkan data pendidikan terakhir responden mayoritas adalah SMA
sebanyak 55% kemudian S1 sebanyak 32% lalu S0 sebanyak 6%, SMP sebanyak
5%, dan S2 sebanyak 2%. Berdasarkan data masa kerja responden dapat diketahui
bahwa rata-rata karyawan di PT RJW memiliki tingkat pendidikan relatif
menengah. Menurut data jumlah responden berdasarkan masa kerja dengan
mayoritas >10 tahun sebanyak 68% kemudian 6-10 tahun sebanyak 23% dan
antara 1-5 tahun sebanyak 9%. Lamanya masa kerja akan mempengaruhi
pengalaman kerja karyawan, dengan pengalaman yang banyak akan memiliki
pengetahuan yang baik tentang perusahaan.

10

Analisis koefisien korelasi karakteristik responden dengan variabel endogen
Metode yang digunakan yaitu metode statistik non parametric dengan
metode korelasi Spearman (rho), uji ini tidak membutuhkan suatu pengukuran
dengan tingkat ketelitian yang tinggi bila dibandingkan dengan uji parametrik.
Korelasi Spearman adalah uji statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis
asosiatif dua variabel bila data yang digunakan berskala ordinal (ranking). Berikut
merupakan hasil korelasi dan signifikasi antara masing-masing pasang indikator
menggunakan software SPSS.
Tabel 4 Korelasi Spearman
Y1
Y2
Y3
Y4
Y5
(Kuantitas (kualitas (pemanfaatan (kehadiran) (kerjasama)
kerja)
kerja)
waktu)
Spearman’s USIA
rho
Correlation
-,008
,192
,168
coefficient
MASA
KERJA
Correlation
-,266*
,120
,014
coefficient
PENDIDIKAN
Correlation
-,263*
,154
,166
coefficient
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

,181

,162

,104

-,155

,205

,211

Sumber: Data Primer 2015
Berdasarkan analisis korelasi Spearman dengan software SPSS dihasilkan
bahwa koefisien korelasi usia terhadap kuantitas kerja (Y1) bernilai negatif,
menurut Sugiyono (2007) nilai negatif ini menunjukkan arah berlawanan, artinya
semakin tinggi usia maka kuantitas kerja akan semakin menurun. Menurut
Winardi (2001) kuantitas kerja berhubungan dengan kemampuan kerja untuk
menghasilkan pekerjaan sesuai dengan target perusahaan yang tercermin dari
jumlah hasil kerja, maka dari itu diperlukan kondisi tubuh yang selalu sehat dan
kuat. Penurunan kuantitas kerja disebabkan oleh penurunan kesehatan rata-rata
responden yang didukung dengan peningkatan usia. Kemudian koefisien korelasi
usia terhadap kualitas kerja (Y2). Pemanfaatan waktu (Y3), kehadiran (Y4), dan
kerjasama (Y5) bernilai positif, menurut Sugiyono (2007) nilai positif
menunjukkan hubungan yang searah, artinya semakin tinggi usia maka kualitas
kerja, pemanfaatan waktu, kehadiran , dan kerjasama juga akan meningkat.
Selanjutnya untuk koefisien korelasi masa kerja terhadap kuantitas kerja
(Y1) bernilai negatif, menurut Sugiyono (2007) nilai negatif ini menunjukkan
arah berlawanan, artinya semakin tinggi masa kerja maka kuantitas kerja akan
semakin menurun. Menurut Sastrohadiwiryo (2002) menyatakan bahwa semakin
tinggi masa kerja maka pengalaman yang dihasilkan semakin banyak sehingga
meningkatkan keterampilan kerja secara kuantitatif. Penurunan kuantitas kerja
terhadap masa kerja yang tinggi karena kurangnya kepedulian perusahaan
terhadap dedikasi karyawan yang memiliki masa kerja yang tinggi yang dapat
diberikan dalam bentuk penghargaan. Kemudian koefisien korelasi masa kerja

11

terhadap kerjasama (Y5) juga bernilai negatif, menurut Sugiyono (2007) nilai
negatif ini menunjukkan arah berlawanan, artinya semakin tinggi masa kerja maka
kerjasama akan semakin menurun. Menurut Perry dan Mankin (2004) masa kerja
yang tinggi mempengaruhi tingkat kepercayaan, dengan kepercayaan yang tinggi
akan memperlancar hubungan kerjasama. Penurunan kerjasama dapat terjadi
karena rasa jenuh yang dialami karyawan. Ketika karyawan merasa jenuh
kemudian saat terjadi kesenjangan dengan sesama rekan kerja maka akan
menurunkan hubungan kerjasama. Selanjutnya koefisien korelasi masa kerja
terhadap kualitas kerja (Y2), pemanfaatan waktu (Y3), dan kehadiran (Y4)
bernilai positif, menurut Sugiyono (2007) nilai positif menunjukkan hubungan
yang searah, artinya semakin tinggi masa kerja maka kualitas kerja, pemanfaatan
waktu, dan kehadiran juga akan meningkat.
Selanjutnya yang terakhir untuk koefisien korelasi pendidikan terhadap
kuantitas kerja (Y1) bernilai negatif, menurut Sugiyono (2007) nilai negatif ini
menunjukkan arah berlawanan, artinya semakin pendidikan maka kuantitas kerja
akan semakin menurun. Tingkat pendidikan yang semakin tinggi tidak berkorelasi
tinggi terhadap kuantitas kerja, karena kuantitas kerja berarti melihat jumlah hasil
kerja, yang berarti faktor kecepatan kerja yang akan meningkatkan kuantias kerja.
Selanjutnya koefisien korelasi pendidikan terhadap kualitas kerja (Y2),
pemanfaatan waktu (Y3), kehadiran (Y4), dan kerjasama (Y5) bernilai positif,
menurut Sugiyono (2007) nilai positif menunjukkan hubungan searah, artinya
semakin tinggi pendidikan maka akan meningkatkan kualitas kerja, pemanfaatan
waktu, kehadiran, dan kerjasama.
Metode kedua yang digunakan yaitu analisis chi square kontingensi untuk
data responden jenis kelamin dengan variabel endogen yaitu kinerja. Chi square
adalah analisis untuk mengetahui apakah distribusi data seragam atau tidak, uji ini
disebut juga uji keselarasan atau goodness of fit test. Teknik analisis ini
memudahkan peneliti dalam menilai kemungkinan memperoleh perbedaan
frekuensi yang nyata dengan frekuensi yang diharapkan dalam kategori-kategori
tertentu (Sugiarto 2002). Berikut merupakan hasil analisis chi square kontingensi
menggunakan tabel kontingensi.
1. Hipotesis H0 dan H1
 H0: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin
dengan kinerja.
 H1: terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin
dengan kinerja.
2. Nilai kontingensi antara jenis kelamin dengan kinerja yaitu Y1
(kuantitas kerja), Y2 (kualitas kerja), Y3 (pemanfaatan waktu), Y4
(kehadiran), dan Y5 (kerjasama) dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5 Kontingensi
Jenis kelamin
Laki-laki

Y1
36

Y2
42

Kinerja
Y3
Y4
47
33

Perempuan
Total

10
46

5
47

8
55

Sumber: Data primer 2015

7
40

Total
Y5
41

199

11
52

41
240

12

3. Nilai frekuensi yang diharapkan (fe)
Nilai fe untuk setiap sel diperoleh dari
4. Nilai kontingensi baru setelah penambahan nilai fe dapat dilihat pada
tabel 6.

Tabel 6 Kontingensi baru
Jenis
kelamin
Laki-laki
Perempua
n
Total

Kinerja
Y1
Y2
fo fe
fo
fe
36 38.1 4
38.9
4
2 7

Total

Y3
fo fe

Y4
fo fe

Y5
fo fe

4
7
8

45.
6
9.4

3
3
7

33.1
6
6.84

55

4
0

40

4
1
1
1
5
2

1 7.86 5 8.03
0
4 46
4 47
5
6
7
5
Sumber: Data Primer 2015
5. Nilai chi square
Diperoleh dengan rumus χ 2=



43.1
1
8.89
52

fo
19
9
41

fe
19
9
41

20
0

20
0

, sehingga diperoleh nilai chi

square sebesar 2.91
6. Kriteria pengujian
Jika χ 2 hitung lebih kecil dari χ2 tabel maka Ho diterima dan jika χ 2
hitung lebih besar dari χ2 tabel maka Ho ditolak.
7. Nilai χ2 tabel
Taraf signifikansi (α) = 0.05
Derajat kebebasan
= (baris-1) (kolom-1)
= (2-1) (5-1)
=4
2
Maka χ tabel = 9.49
8. Hasil perbandingan
Berdasarkan hasil perbandingan antara χ2 hitung denganχ2 tabel diperoleh
nilai sebesar 2.91, dengan nilai chi square tabel sebesar 9.49. χ2 hitung lebih
kecil daripada χ2 tabel maka tidak terdapat hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan kinerja (kuantitas kerja, kualitas kerja, pemanfaatan waktu,
kehadiran, dan kerjasama).
Jenis kelamin terhadap kuantitas kerja
Adanya perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi kinerja seseorang.
Secara umum tingkat kinerja laki-laki lebih tinggi jika dibandingkan dengan
perempuan, sehingga jumlah hasil kerja (kuantitas kerja) yang dihasilkan laki-laki
lebih tinggi jika dibandingkan dengan perempuan. Hal tersebut dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang dimiliki perempuan seperti kemampuan fisik yang kurang
memadai dan faktor biologis lainnya seperti harus cuti ketika melahirkan (Amron
2009). Hal ini berbanding terbalik dengan keadaan nyata di perusahaan bahwa
jenis kelamin tidak mempengaruhi kuantitas kerja dikarenakan di PT RJW
masing-masing karyawan berdasarkan jenis kelamin telah ditempatkan pada porsi

13

pekerjaannya yang sesuai, sehingga tidak mengalami tumpang tindih pekerjaan
yang akan mempengaruhi kuantitas kerja.
Jenis kelamin terhadap kualitas kerja
Kualitas kerja dipengaruhi juga oleh jenis kelamin, laki-laki biasanya
mempunyai spesialisasi dalam bidang pekerjaan tertentu dibanding wanita seperti
mengolah tanah untuk pekerjaan laki-laki dan menanam untuk pekerjaan wanita
(Soekartawi 2003). Perbedaan spesialisasi bidang pekerjaan laki-laki dan
perempuan tidak mempengaruhi kualitas pekerjaan yang dihasilkan karyawan PT
RJW karena pembagian tenaga kerja spesialisasi telah merata di seluruh bagian
produksi dan perkantoran.
Jenis kelamin terhadap pemanfaatan waktu
Manajemen waktu individu dengan individu lainnnya berbeda tergantung
skala prioritas yang dimiliki masing-masing individu. Menurut Taylor dan Russell
(1998) perempuan lebih cenderung dapat memanfaatkan waktu luang yang
dimilikinya untuk melakukan aktivitas atau pekerjaan yang harus dikerjakan bila
dibandingkan dengan laki-laki. Pemanfaatan waktu karyawan PT RJW dalam
bekerja berdasarkan jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan karena setiap
bagian atau divisi telah mempunyai target kerja yang jelas yaitu kapan pekerjaan
harus dimulai dan diselesaikan tepat waktu.
Jenis kelamin terhadap kehadiran
Komitmen organisasi merupakan salah satu perilaku dalam organisasi yang
membutuhkan karyawan dengan komitmen organisasi yang tinggi agar organisasi
dapat terus berjalan dengan baik. Menurut Greenberg dan Baron (1993) karyawan
dengan rasa komitmen yang tinggi akan lebih stabil dan produktif dalam bekerja
sehingga menguntungkan perusahaan. Sementara itu terdapat sisi lain dari
komitmen organisasi yang tinggi yaitu penurunan tingkat absensi karyawan.
Menurut Angel dan Perry (1981) menemukan bahwa perempuan memiliki
komitmen organisasi yang lebih tinggi dibanding laki-laki, sedangkan Mathieu
dan Zajac (1990) justru menemukan bahwa karyawan laki-laki memiliki
komitmen organisasi yang lebih tinggi daripada perempuan. Kehadiran karyawan
pada PT RJW tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin karyawan karena tingkat
kehadiran karyawannya sudah cukup tinggi dilihat dari daftar absensi (ketepatan
jam datang dan pulang kerja) serta masa kerja yang sudah lebih dari 10 tahun.
Jenis kelamin terhadap kerjasama
Perbedaan mendasar antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan terletak
pada kemampuan spasial dan verbal, dalam aspek spasial otak laki-laki cenderung
lebih berkembang dan memiliki spasial yang lebih kompleks seperti terlihat dalam
perancangan mekanis. Aspek verbal wanita lebih menonjolkan perasaannya ketika
berbicara dibanding laki-laki. Menurut Wrigttsman dan Daux (1981) karakteristik
yang dimiliki laki-laki yaitu agresif, kompetitif, percaya diri dan independen,
sedangkan karakteristik yang dimiliki perempuan yaitu mahir berbahasa,
memiliki sensori awarness, dan kesadaran sosial untuk berhubungan dengan pihak
lain, sehingga kemampuan perempuan dalam kerjasama lebih baik jika dibanding
laki-laki. Kerjasama karyawan pada PT RJW tidak dipengaruhi oleh jenis kelamin
karena kesadaran dan kepedulian antar sesama rekan kerja sudah tinggi dibuktikan
dengan hubungan komunikasi antar sesama rekan kerja yang terjalin dengan baik.

14

Evaluasi Model Structural Equation Modeling – Partial Least Square
Evaluasi Outer Model (Model Pengukuran)
Penelitian ini dilakukan dengan evaluasi terhadap model untuk menilai
validitas dan reliabilitas model. Ukuran suatu indikator dikatakan valid apabila
nilai faktor loading lebih dari 0.6, jika ada nilai faktor loading suatu indikator
kurang dari 0.6 maka indikator harus dibuang (drop) karena mengindikasikan
bahwa indikator tersebut tidak cukup baik untuk menjelaskan varibel laten secara
tepat. Berikut adalah gambar hasil analisis outer model dan inner model.

Gambar 2 Hasil Analisis Model PLS
Untuk indikator pembentuk insentif, berdasarkan hasil output outer loading
dapat dilihat bahwa kelima nilai faktor loading variabel insentif memenuhi syarat
dimana nilainya berada diatas 0.6. Indikator bonus (X1), tunjangan lembur (X2),
tunjangan kesehatan (X3), promosi jabatan (X4), dan fasilitas kesejahteraan sosial
(X5) menghasilkan nilai faktor loading diatas 0.6 yang berarti lima indikator
pembentuk insentif tersebut adalah valid, sedangakan untuk indikator pembentuk
kinerja, berdasarkan hasil output outer loading dapat dilihat bahwa kelima nilai
faktor loading untuk variabel kinerja memenuhi syarat nilai faktor loading diatas
0.6. Indikator kuantitas kerja (Y1), kualitas kerja (Y2), pemanfaatan waktu (Y3),
kehadiran (Y4), dan kerjasama (Y5) memenuhi syarat nilai faktor loading diatas
0.6 yang berarti kelima indikator pembentuk kinerja tersebut adalah valid.
Berdasarkan Lampiran 7, nilai cross loading menunjukan bahwa korelasi
masing-masing konstruk dengan indikatornya lebih tinggi dibanding korelasi
indikator dengan yang bukan konstruknya. Hal ini menunjukan bahwa konstruk
laten memprediksi indikator pada bloknya lebih baik dibandingkan dengan
indikator pada blok lainnya.
Tabel 7 Nilai AVE dan Communality
No
Variabel Laten
1
Insentif
2
Prestasi Kerja
Sumber : Data Primer 2015

Nilai AVE

Nilai Communality

0.519
0.613

0.519
0.613

15

Tabel 7 menunjukan nilai AVE dan communality yang dihasikan oleh
semua konstruk yaitu di atas 0.5, sehingga dapat dikatakan dengan nilai tersebut
bahwa model ini memenuhi persyaratan validitas konvergen.
Tabel 8 Nilai Cronbach’s Alpha dan Composit Reliability
No Variabel Laten
Nilai Cronbach’s Alpha
1
Insentif
0.769
2
Kinerja
0.844
Sumber: Data Primer 2015

Nilai Composit Reliability

0.843
0.887

Begitu juga dengan nilai Cronbach’s Alpha dan Composit Reliability
berdasarkan pada hasil analisis di tabel 3, nilai yang dihasilkan semua konstruk
sangat baik yaitu di atas 0.6, sehingga dapat disimpulkan bahwa semua indikator
konstruk memenuhi uji reliabilitas.
Evaluasi Inner Model (Model Struktural)
Selanjutnya melakukan analisis model pengukuran atau inner model,
dimulai dengan melihat R-Squares untuk setiap variabel laten endogen sebagai
kekuatan prediksi dari model struktural. Hasil analisis perhitungan dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 9 Nilai R-squares
No
Variabel Laten
1
Insentif
2
Kinerja
Sumber: Data Primer 2015

Nilai R-squares

0.000
0.351

Berdasarkan pada tabel nilai R-squares yaitu sebesar 0.351, hal ini berarti
tingkat kontribusi insentif dalam menjelaskan kinerja sebesar 35% dan nilai RSquares dari variabel endogen yang diperoleh dalam model struktural
mengindikasikan bahwa model ini adalah moderat. Kemudian dilakukan analisis
path coefficient untuk melihat hubungan antar variabel laten, berikut hasil
analisisnya:
Tabel 10 Nilai Path Coefficient
No Variabel
1
Insentif =>Kinerja
Sumber: Data Primer 2015

Original Sample (O)

T-Statistics

0.592

8.624

Berdasarkan hasil analisis bootsrapping diketahui bahwa nilai estimasi path
coefficient kinerja yang mempengaruhi peningkatan kinerja sebesar 0.592dengan
T-Statistik sebesar 8.624 yang menunjukan bahwa pengaruh insentif terhadap
kinerja adalah signifikan karena T-Statistik > 1.96.
Sesuai dengan hasil evaluasi konstruk insentif dapat diartikan bahwa
pemberian insentif yang dilakukan perusahaan untuk karyawan telah cukup dan
memenuhi prosedur atau ketetapan perusahaan terkait mekanisme pemberian
insentif. Hal ini berpengaruh signifikan terhadap kinerja dari karyawan yang telah
diberikan insentif.

16

Analisis Indikator Dominan Pembentuk Insentif dan Kinerja
Variabel Laten Eksogen (Insentif)
Variabel laten eksogen (insentif) diukur dengan lima indikator antara lain
bonus (X1), tunjangan lembur (X2), tunjangan kesehatan (X3), promosi jabatan
(X4), dan fasilitas kesejahteraan sosial (X5). Kelima indikator tersebut
berpengaruh dalam membentuk insentifkarena memiliki faktor loading lebih dari
0.6. Hasil analisis menggunakan SmartPLS 2.0 menunjukan bahwa indikator
promosi jabatan (X4) memiliki kontribusi paling besar terhadap insentif dan
indikator tunjangan lembur (X2) memberikan kontribusi paling kecil terhadap
insentif.
Indikator tunjangan lembur (X2) memberikan pengaruh paling kecil diantara
kelima indikator lain terhadap variabel insentif dengan nilai faktor loading sebesar
0.650. Meskipun begitu, perusahaan harus tetap memperhatikan faktor pemberian
tunjangan lembur kepada karyawan yang melaksanakan lembur karena menurut
Siagian (1995) faktor penentu kepuasan terhadap kompensasi yang digunakan
oleh karyawan adalah rasa keadilan dan harapan. Jadi pada prinsipnya apabila
tunjangan lembur yang diterima dirasakan adil, tepat waktu dan sesuai dengan
harapan karyawan, maka karyawan akan merasa puas sehingga kinerja karyawan
akan meningkat.
Diantara kelima indikator pembentuk insentif, indikator promosi jabatan
(X4) memiliki nilai faktor loading paling tinggi yaitu sebesar 0.786, dengan nilai
yang paling tinggi menunjukan bahwa dalam pemberian salah satu bentuk insentif
non finansial yang berupa promosi jabatan telah memberikan pengaruh paling
besar dalam pemberian insentif kepada karyawan oleh perusahaan. Adanya
promosi jabatan akan membuat karyawan termotivasi untuk bekerja lebih giat,
bersemangat, disiplin dan meningkatkan prestasi kerja yang akan berdampak
positif pada kinerja yang dihasilkan, karena karyawan merasa kinerjanya
diperhatikan dan dihargai oleh perusahaan (Hasibuan 2005). Dengan demikian
perusahaan perlu memperhatikan tingkat pemahaman dan ketepatan pemilihan
karyawan terkait persyaratan mendapatkan promosi jabatan agar perusahaan dapat
memenuhi pemberian insentif dalam bentuk non finansial tersebut dengan baik.
Indikator fasilitas kesejahteraan sosial (X5) mempunyai nilai faktor loading
cukup tinggi yaitu sebesar 0.736. Hal ini menunjukan bahwa indikator fasilitas
kesejahteraan sosial memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap pemberian
insentif non finasial di perusahaan. Selaras dengan pernyataan Panggabean dan
Mutiara (2002) pemberian insentif baik finansial maupun non finansial menjamin
bahwa karyawan akan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuan perusahaan
yang berdampak positif pada peningkatan kinerja. Pemberian sarana hiburan
(rekreasi) kepada karyawan dengan baik dan tepat waktu akan memberikan
kepuasan atas hak yang diperoleh karyawan, sehingga perusahaan perlu
melakukan evaluasi dalam rangka perbaikan sarana hiburan (rekreasi) agar
karyawan merasa puas terhadap pemberian insentif non finansial berupa
kesejahteraan sosial dalam bentuk sarana hiburan (rekreasi).
Indikator tunjangan kesehatan (X3) memiliki nilai faktor loading yang tidak
terlalu besar yaitu 0.716. Hal ini menunjukkan bahwa tunjangan kesehatan tidak
begitu memberikan pengaruh yang besar terhadap pemberian insentif di
perusahaan. Meskipun begitu perusahaan harus tetap memperhatikan jaminan

17

pelayanan kesehatan dengan tepat untuk seluruh karyawan. Menurut Simamora
(2004) kompensasi dalam bentuk finansial salah satunya tunjangan kesehatan
adalah sesuatu yang penting bagi karyawan, sebab dengan bentuk tunjangan
kesehatan ini mereka dapat memenuhi kebutuhan dalam jaminan kesehatan secara
langsung, sehingga dengan begitu karyawan akan merasa puas terhadap
pemberian insentif finansial berupa tunjangan kesehatan.
Indikator bonus (X1) memiliki nilai faktor loading yang tidak besar yaitu
0,711. Hal ini menunjukkan bahwa bonus tidak memberikan pengaruh yang besar
terhadap pemberian insentif di perusahaan. Meskipun begitu perusahaan harus
tetap memperhatikan pemahaman karyawan mengenai persyaratan mendapatkan
bonus dan ketepatan pemberian bonus berdasarkan beberapa kriteria yang ada dan
berlaku di perusahaan yaitu golongan, pendidikan, dan masa kerja karyawan.
Menurut Makmun (2003) bahwa pemberian kompensasi dalam bentuk upah atau
bonus yang sesuai akan menumbuhkan stimulasi kerja yang mengarah pada
peningkatan kerja, sehingga dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut
karyawan merasa adil terhadap pemberian insentif finansial berupa bonus.
Variabel Laten Endogen (Kinerja)
Variabel laten endogen (kinerja) diukur dengan lima indikator antara lain
kuantitas kerja (Y1), kualitas kerja (Y2), pemanfaatan waktu (Y3), kehadiran (Y4)
dan kerjasama (Y5). Kelima indikator tersebut memenuhi persyaratan faktor
loading 0.6 dan dapat dikatakan berpengaruh dalam membentuk prestasi kerja.
Hasil analisis menggunakan SmartPLS 2.0 menunjukan bahwa kualitas kerja (Y2)
memiliki nilai faktor loading paling tinggi diantara indikator pembentuk kinerja
dan indikator pemanfaatan waktu (Y3) memiliki kontribusi paling kecil dalam
membentuk kinerja dengan nilai faktor loading paling rendah.
Diantara kelima indikator pembentuk kinerja, indikator kualitas kerja (Y2)
memiliki nilai faktor loading paling tin