Penyamakan Khrom Kulit Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer) Dikombinasi dengan Ekstrak Biji Pinang terhadap Karakteristik Fisik Kulit

1

PENYAMAKAN KHROM KULIT IKAN KAKAP PUTIH
(Lates calcalifer) DIKOMBINASI DENGAN EKSTRAK BIJI
PINANG TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK KULIT

ADE KOMALASARI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Penyamakan Khrom

Kulit Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer) Dikombinasi dengan Ekstrak Biji
Pinang terhadap Karakteristik Fisik Kulit” adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2014

Ade Komalasari
NIM C34100044

2

ABSTRAK
ADE KOMALASARI. Penyamakan Khrom Kulit Ikan Kakap Putih
(Lates calcalifer) Dikombinasi dengan Ekstrak Biji Pinang terhadap Karakteristik
Fisik Kulit. Dibimbing oleh BUSTAMI IBRAHIM dan ELLA SALAMAH.
Penyamakan adalah proses konversi protein kulit mentah menjadi kulit

samak yang stabil, tidak mudah membusuk, dan cocok untuk beragam kegunaan.
Penggunaan bahan penyamak nabati dalam proses penyamakan kulit belum
banyak dilakukan. Bahan nabati yang digunakan dapat berasal dari buah pinang.
Tanaman ini mengandung tanin yang merupakan substansi utama pada proses
penyamakan kulit. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh penggunaan
ekstrak biji pinang terhadap mutu fisik kulit kakap tersamak. Biji pinang diekstrak
menggunakan etanol untuk mendapatkan tanin sebagai bahan penyamak.
Penambahan ekstrak biji pinang mempengaruhi sifat fisik kulit. Sifat fisik yang
dipengaruhi antara lain ketebalan, kemuluran, kekuatan sobek, serta kekuatan
jahit. Konsentrasi 10% memberikan pengaruh yang paling baik untuk keempat
sifat fisik yang dianalisis.
Kata kunci: bahan nabati, biji pinang, penyamakan, tanin

ABSTRACT
ADE KOMALASARI. Chrome Tanning Leather of Giant Sea Perch
(Lates calcalifer) Combined with Seed Extract Areca Nut on the Physical
Characteristics. Supervised by BUSTAMI IBRAHIM and ELLA SALAMAH.
Leather tanning is a process of converting of skin or hide protein into leather
with adequate strength properties, resistance to various biological and physical
agents, and capable of being used for a wide range of purposes. The use of

vegetable tanning process leather tanning hasn't been much done. Vegetable
materials used are derived from areca nut. This plant contains tannins which are
the main substances in the process of leather tanning. The purpose of this research
is to know the influence of the use of areca seed extract against physical quality
Giant sea perch. Areca seed extracted using ethanol to get tanner tannins as an
ingredient. The addition of areca seed extract affects physical properties of the
skin. The physical properties are influenced, among others, thickness, elongation,
tear strength, and sewing strength. Concentration of 10% gives the best effect for
the four physical properties are analyzed.
Keywords: areca nut, leather tanning, vegetable tanning

3

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

4

5

PENYAMAKAN KHROM KULIT IKAN KAKAP PUTIH
(Lates calcalifer) DIKOMBINASI DENGAN EKSTRAK BIJI
PINANG TERHADAP KARAKTERISTIK FISIK KULIT

ADE KOMALASARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

6

7

Penyamakan Khrom Kulit Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer)
Dikombinasi dengan Ekstrak Biji Pinang terhadap
Karakteristik Fisik Kulit

Judul Skripsi

:

Nama

: Ade Komalasari


NIM

: C34100044

Program Studi

: Teknologi Hasil Perairan

Disetujui oleh

Dr Ir Bustami, MSc
Pembimbing I

Dra Ella Salamah, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

8

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2013 ini ialah
pemanfaatan hasil samping perikanan, dengan judul “Penyamakan Khrom Kulit
Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer) Dikombinasi dengan Ekstrak Biji Pinang
terhadap Karakteristik Fisik Kulit”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dorongan selama penelitian ini:
1 Dr Ir Bustami Ibrahim, MSc dan Dra Ella Salamah, MSi selaku dosen
pembimbing atas segala saran, arahan, perbaikan, motivasi serta semua
ilmu yang telah diberikan.
2 Ir Heru Sumaryanto, MSi selaku dosen penguji atas segala saran, arahan,
perbaikan, motivasi dan semua ilmu yang telah diberikan.
3 Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil

Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
4 Dr Ir Iriani Setyaningsih, MS selaku Ketua Program Studi Departemen
Teknologi Hasil Perairan.
5 Nurul Hak, BSc selaku pembimbing lapangan atas segala bantuan, tenaga,
pikiran, dan semua ilmu yang telah diberikan.
6 Ayahanda dan Ibunda tercinta atas segala doa dan apapun yang telah
diberikan kepada penulis yang tak terhitung banyaknya.
7 Kakak serta keluarga yang selalu mendukung dan mendoakan penulis
sampai saat ini.
8 Teman-teman THP 47 yang selalu memberikan bantuan tenaga, pikiran,
motivasi dan doa untuk membantu penulis dari penelitian hingga
penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2014
Ade Komalasari

9

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ii
PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
Latar Belakang .................................................................................................. 1
Perumusan Masalah .......................................................................................... 2
Tujuan Penelitian .............................................................................................. 2
Manfaat Penelitian ............................................................................................ 2
Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................. 3
METODE PENELITIAN ..................................................................................... 3
Bahan................................................................................................................ 3
Alat ................................................................................................................... 3
Prosedur Penelitian ........................................................................................... 4
Ekstraksi biji pinang.......................................................................................... 4
Proses penyamakan kulit (Modifikasi Hak et al. 2000) ...................................... 4
Prosedur Pengujian ........................................................................................... 7
Kekuatan tarik (BSN 1990a).......................................................................... 7
Kekuatan regang (kemuluran) (BSN 1990a) .................................................. 7
Kekuatan sobek (BSN 1990b)........................................................................ 8
Kekuatan jahit (BSN 1989) ........................................................................... 8
Analisis statistik ............................................................................................ 9

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 9
Kadar Tanin Ekstrak Biji Pinang ....................................................................... 9
Karakteristik Fisik Kulit Ikan Kakap Putih Tersamak ...................................... 10
Kekuatan tarik ............................................................................................ 12
Kekuatan regang (kemuluran) ..................................................................... 13
Kekuatan sobek .......................................................................................... 15
Kekuatan jahit ............................................................................................. 17
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 19
Kesimpulan ..................................................................................................... 19
Saran............................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 19
LAMPIRAN ...................................................................................................... 25

10

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

5
6
7
8
9
10
11
12
13

Diagram alir proses penyamakan kulit ikan kakap putih ................................ 5
Ekstrak biji pinang ............................................... ........................................ 10
Karakteristik kulit ikan kakap tersamak ....................................................... 11
Grafik batang ketebalan kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi
biji pinang (secara membujur)........................................................................ 12
Grafik batang ketebalan kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi
biji pinang (secara melintang)........................................................................ 12
Grafik batang kekuatan tarik kulit ikan kakap putih tersamak dengan
konsentrasi biji pinang (secara membujur).................................................... 13
Grafik batang kekuatan tarik kulit ikan kakap putih tersamak dengan
konsentrasi biji pinang (secara melintang)..................................................... 14
Grafik batang kemuluran kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi
biji pinang (secara membujur)........................................................................ 14
Grafik batang kemuluran kulit ikan kakap putih tersamak dengan konsentrasi
biji pinang (secara melintang)........................................................................ 15
Grafik batang kekuatan sobek kulit ikan kakap putih tersamak dengan
konsentrasi biji pinang (secara membujur).....................................................16
Grafik batang kekuatan sobek kulit ikan kakap putih tersamak dengan
konsentrasi biji pinang (secara melintang)..................................................... 17
Grafik batang kekuatan jahit kulit kakap tersamak dengan konsentrasi biji
pinang (secara membujur).............................................................................. 18
Grafik batang kekuatan jahit kulit kakap tersamak dengan konsentrasi biji
pinang (secara melintang)...................................................................................... 18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Dokumentasi penyamakan ........................................................................... 25
Cuplikan uji kekuatan tarik .......................................................................... 26
Cuplikan uji kekuatan regang ...................................................................... 26
Cuplikan uji kekuatan sobek ........................................................................ 27
Cuplikan uji kekuatan jahit .......................................................................... 27
Analisis ragam ketebalan secara membujur........ .......................................... 27
Analisis ragam ketebalan secara melintang........ .......................................... 28
Analisis ragam kekuatan tarik secara membujur..... ..................................... 28
Analisis ragam kekuatan tarik secara melintang........................................... 28
Analisis ragam kekuatan regang secara membujur........ ............................... 28
Analisis ragam kekuatan regang secara melintang ....................................... 29
Analisis ragam kekuatan sobek secara membujur......................................... 29
Analisis ragam kekuatan sobek secara melintang....... .................................. 29
Analisis ragam kekuatan jahit secara membujur....... ................................... 29
Analisis ragam kekuatan jahit secara melintang....... .................................... 30

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki industri penyamakan kulit yang
sudah berkembang pesat, terutama penyamakan yang menggunakan kulit yang
berasal dari hewan darat seperti kerbau, sapi, kambing dan domba. Data Badan
Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan ekspor produk kulit hewan darat
Indonesia antara tahun 2006 mencapai 1,4 miliar dolar AS, yang kemudian
meningkat pada tahun 2008 menjadi 1,7 miliar dolar AS. Namun, pada tahun 2009
nilai ekspor Indonesia menurun menjadi 1,5 miliar dolar AS, yang kemudian
meningkat tajam menjadi 2,0 miliar dolar AS pada tahun 2010 (BPS 2012).
Industri pengolahan nonmigas menurut Direktorat Basis Industri Manufaktur
(Dirjen BIM) telah memberikan kontribusi sebesar 23,84% pada tahun 2012
terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dengan ditopang oleh industri tekstil,
kulit, serta alas kaki sekitar 2,1%. Nilai ekspor industri alas kaki dan penyamakan
kulit mencapai 3,5 miliar dolar AS pada tahun 2012 (Kemenperin 2013).
Keterbatasan bahan baku kulit hewan darat di Indonesia, mendorong
industri untuk mencari alternatif lain dengan memanfaatkan kulit ikan sebagai
bahan baku penyamakan untuk mengurangi impor kulit hewan darat. Kulit ikan
sebagai bahan baku penyamakan saat ini sudah banyak dilakukan namun belum
berkembang secara optimal. Kulit ikan yang telah digunakan sebagai bahan baku
penyamakan adalah kulit ikan pari, hiu, kakap merah, tuna, lemadang, dan kakap
putih (Hak et al. 2000). Ikan kakap putih adalah salah satu komoditas perikanan
yang diproduksi dari penangkapan di alam dan budidaya. Produksi spesies ikan
kakap putih di dunia dari kegiatan budidaya tahun 2010 mencapai 0,1 juta ton
(FAO 2012). Produksi ikan kakap di Indonesia pada tahun 2013 diperkirakan
mencapai 7.500 ton dan target produksi pada tahun 2014 sebesar 8.500 ton
(KKP 2011). Ikan kakap putih dapat dijadikan sebagai bahan baku penyamakan
karena memiliki ukuran tubuh yang besar, bekas buangan sisik yang indah, dan
memiliki serat kulit yang baik (Hak et al. 2000).
Penyamakan adalah proses konversi protein kulit mentah menjadi kulit
samak yang stabil, tidak mudah membusuk, dan cocok untuk beragam kegunaan
(Roigl et al. 2012). Penyamakan kulit dapat dilakukan dengan menggunakan
bahan penyamak nabati, mineral maupun sintetis. Selama ini kebanyakan proses
penyamakan kulit hanya menggunakan bahan penyamak krom yang merupakan
bahan mineral. Penyamakan dengan krom ini memiliki beberapa kelebihan
diantaranya: kulit yang dihasilkan akan lebih lemas, tahan terhadap panas yang
tinggi dan kekuatan tariknya lebih tinggi (Yazicioglu and Boler 1983). Akan
tetapi, krom merupakan salah satu sumber umum polutan logam di lingkungan
oleh pemakaian limbah penyamakan langsung ke sistem pembuangan limbah
(Chakir 2001).
Penyamakan nabati dilakukan dengan menggunakan bahan penyamak
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Kulit yang disamak nabati penggunaannya

2

terbatas, hanya cocok untuk yang dikerjakan dengan tangan seperti ikat pinggang
dan tas. Sifat kulit samak yang dihasilkan oleh bahan nabati agak kaku tetapi
empuk, ketahanan fisiknya terhadap panas kurang baik dibandingkan kulit yang
disamak dengan krom (Yazicioglu and Boler 1983). Bahan nabati yang digunakan
dapat berasal dari kayu akasia, bakau, mahoni, manggis, teh, pinang, dan pisang.
Bahan penyamak pinang berasal dari tanaman palm yaitu biji pinang.
Pinang sirih (Areca catechu L.) merupakan bahan obat langka di Cina, populer
sebagai tanaman kunyah di beberapa negara Asia termasuk Indonesia
(Zhang and Reichart 2007). Tanaman ini mengandung berbagai zat aktif seperti
arekolin dan tanin yang merupakan substansi utama pada proses penyamakan
kulit. Bagian yang banyak mengandung tanin pada tumbuhan ini adalah pada
bagian biji dan bunga (Zhang et al. 2009).
Penggunaan bahan penyamak nabati dalam penyamakan kulit akan
mempengaruhi karakteristik fisik kulit, baik itu kekuatan tarik, kekuatan sobek
maupun karakter fisik lainnya. Penelitian Alfindo (2009) menunjukkan bahwa
bahan penyamak akasia dapat membentuk struktur kulit menjadi padat, kompak,
dan berisi. Semakin tinggi konsentrasi bahan penyamak yang ditambahkan
semakin kaku kulit yang didapatkan.
Perumusan Masalah
Penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang cukup berkembang
pesat di Indonesia, namun terbatas hanya pada kulit hewan darat. Penyamakan
kulit dengan berbahan dasar kulit ikan saat ini belum berkembang pesat salah satu
alasannya ukuran kulit ikan yang tidak terlalu lebar sehingga pemanfaatannya
terbatas. Salah satu ikan yang mempunyai ukuran tubuh besar adalah ikan kakap
putih. Kulit ikan kakap putih digunakan sebagai bahan baku penyamakan untuk
meningkatkan nilai tambah. Penggunaan bahan nabati sebagai bahan penyamak
sudah banyak dilakukan, namun mutu yang dihasilkan kurang baik. Salah satu
bahan nabati yang dapat digunakan sebagai bahan penyamak adalah biji pinang.
Penambahan biji pinang sebagai bahan nabati akan dikombinasikan dengan bahan
mineral yaitu krom untuk menghasilkan mutu yang lebih baik. Selain itu,
penambahan biji pinang dalam industri penyamakan belum banyak dilakukan. Hal
ini yang membuat perlu dilakukannya penyamakan kulit ikan dengan bahan
penyamak nabati, yaitu biji pinang.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik fisik kulit
ikan kakap putih tersamak. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1 Mengamati dan menganalisis pengaruh penggunaan bahan penyamak nabati
yang berasal dari ekstrak biji pinang terhadap karakteristik fisik kulit ikan
kakap putih (Lates calcalifer) tersamak.
2 Mencari konsentrasi terbaik dari penggunaan ekstrak biji pinang.

32

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
penyamakan kulit ikan dengan menggunakan bahan nabati dan pengaruh
penambahan ekstrak biji pinang terhadap mutu fisik kulit yang dihasilkan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pengambilan sampel, preparasi,
ekstraksi, analisis kadar tanin, penyamakan kulit, analisis fisik kulit yang
dihasilkan (kekuatan tarik, kekuatan regang, kekuatan jahit, dan kekuatan sobek),
pengolahan data, dan penulisan laporan.

METODE PENELITIAN
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 sampai Januari 2014
bertempat di Laboratorium Biofarmaka IPB, Bogor dan Laboratorium
Pengolahan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta. Analisis sampel dilakukan di
Laboratorium Uji Sepatu, Kulit, dan Karet, Unit Industri Kerajinan, Balai
Perindustrian dan Energi Provinsi DKI Jakarta.
Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah kulit ikan kakap putih
(Lates calcalifer Bloch) yang diperoleh dari limbah fillet ikan kakap di perusahaan
fillet ikan Kota Tangerang dan biji pinang (Areca catechu L) yang diperoleh dari
Kecamatan Buahdua, Sumedang, Jawa Barat. Kulit ikan yang digunakan harus
sesuai dengan mutu fisik kulit (mutu A, mutu B, dan mutu C). Kulit mutu A
merupakan kulit yang mutlak bebas cacat fisik. Kulit mutu B merupakan kulit
yang memiliki kurang dari lima buah cacat. Kulit mutu C merupakan kulit yang
memiliki cacat lebih dari mutu B. Bahan kimia dalam pembuatan ekstrak biji
pinang adalah etanol 96%. Bahan-bahan kimia pembantu yang digunakan pada
proses penyamakan antara lain: air, Na2S, Ca(OH)2, Pancreol (oropon), asam
formiat (HCOOH), (NH4)2SO4, garam dapur NaCl, bahan penyamak krom
(Cr2O3), natrium karbonat (Na2CO3), cat dasar, minyak, dan antijamur.
Alat
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi peralatan untuk
proses ekstraksi, penyamakan dan proses analisis antara lain: Soxhlet dan labu
takar untuk proses ekstraksi, ember plastik, pisau, sikat, timbangan, corong,
selang plastik, papan triplek dan kertas pH yang merupakan alat-alat untuk proses
penyamakan. Alat-alat untuk analisis diantaranya: penggaris, cutter, alat pengukur
ketebalan (thickness dumb bell digital), dan mesin uji tarik.

4

Prosedur Penelitian
Tahapan penelitian yang dilakukan meliputi pembuatan ekstrak, analisis
kadar tanin biji pinang (Meiyanto et al. 2008) dan proses penyamakan kulit kakap
putih (Modifikasi Hak et al. 2000).
Ekstraksi biji pinang
Biji pinang (Areca catechu L) sebanyak 2 kg diambil bijinya dengan
menghilangkan serabut menggunakan golok, lalu dicuci bersih dan dikeringkan di
bawah sinar matahari selama satu minggu. Biji yang telah kering dihancurkan
menggunakan martil, kemudian diekstraksi dengan Soxhlet dengan pelarut etanol
96%. Proses ekstraksi biji pinang yang dilakukan sesuai dengan penelitian
Meiyanto et al. (2008) yaitu biji pinang yang telah hancur ditimbang sebanyak 50
gram dan dimasukkan ke dalam selongsong yang dilapisi kertas saring. Pelarut
etanol 96% dipanaskan (50 ºC) selama 6 jam dalam labu didih sehingga
menghasilkan uap kemudian masuk ke kondesor melalui pipa kecil dan keluar
dalam fase cair. Kemudian pelarut masuk ke dalam selongsong berisi serbuk biji
pinang. Cairan akan turun kembali ke labu takar melalui pipa ketika cairan pelarut
telah sampai pada permukaan sifon hingga terjadi sirkulasi. Hasil ekstraksi
didinginkan dan disaring lalu didestilasi di dalam labu destilasi untuk memisahkan
pelarut dengan tanin. Kemudian dilakukan uji kadar tanin pada hasil ekstrak.
Pengujian kadar tanin dilakukan dengan metode titrimetri.
Proses penyamakan kulit (Modifikasi Hak et al. 2000)
Kulit dibersihkan terlebih dahulu dari kotoran-kotoran berupa daging
maupun darah yang masih melekat. Pembersihan kulit ini dilakukan dengan cara
merendam kulit menggunakan campuran 3% Ca(OH)2, 500% air, dan 3% natrium
sulfida selama tiga hari. Kemudian, dibersihkan dengan air mengalir untuk
menghilangkan endapan kapur selama proses pengapuran. Pembuangan kapur
dilakukan dengan menambahkan 500% air, 0,5% ammonium sulfat (30 menit),
0,5% asam formiat (30 menit), dan 2% enzim Oropon (90 menit). Pengasaman
sampai pH 3 dilakukan dengan penambahan 200% air, 20% garam dapur (20
menit), dan 4% asam formiat (60 menit). Lalu, ditambahkan 10% chromosal B
(120 menit) sebagai penyamakan krom dan 2% natrium karbonat (180 menit).
Penelitian ini tidak dilakukan kontrol positif maupun negatif. Setelah itu, kulit
yang telah disamak dinetralisasi menggunakan 200% air (suhu 45 ºC) dan 2%
natrium karbonat (120 menit). Kulit yang telah netral, kemudian ditambahkan
200% air (suhu 45 ºC) dan ekstrak biji pinang (5%, 10%, dan 15%) selama 60
menit sebagai proses retanning. Kemudian, kulit tersebut ditambahkan 2%
pewarna kulit (60 menit), 8% minyak (60 menit) agar permukaan kulit halus, 1%
asam formiat (30 menit) dan setiap perlakuan memiliki warna yang berbeda.
Selanjutnya adalah proses finishing, yaitu pembentangan dan penghalusan. Tahap
utama proses penyamakan kulit ikan kakap putih dapat dilihat pada Gambar 1 dan
dokumentasi kegiatan penyamakan dapat dilihat pada Lampiran 1.

5

Kulit ikan kakap putih
Pengapuran (1 - 3 hari)
Pembuangan kapur dan bating
(Pengikisan protein)
Pengasaman (pickling)
Penyamakan krom
Netralisasi
Penyamakan
ulang*
Pewarnaan dan
peminyakan
Finishing
Kulit tersamak
Keterangan: * modifikasi

Gambar 1 Diagram alir proses penyamakan kulit ikan kakap putih
Pengapuran
Proses pengapuran bertujuan untuk membengkakan kulit agar zat-zat kulit
yang bukan kolagen larut dalam air, menghilangkan epidermis dan mempermudah
pembuangan daging dan sisik karena dengan adanya daging pada kulit dapat
menghalangi masuknya zat penyamak ke dermis (Purnomo 1985). Bahan yang
digunakan dalam proses pengapuran adalah asam sulfide dan Ca(OH) 2. Sulfida
tidak mempunyai daya membuka tenunan kulit sehingga ditambahkan hidroksida
dari Ca yang berfungsi sebagai penghidrolisis. Hidroksida dari Ca mempunyai
daya melepas epidermis yang besar (Hak et al. 2000). Proses pengapuran yang
kurang sempurna akan menghambat masuknya zat penyamak (Mann 1981).
Pembuangan kapur dan pengikisan protein
Pembuangan kapur bertujuan untuk membuang kapur bebas dan kapur
terikat dalam kulit, mengurangi pembengkakan kulit akibat proses pengapuran,
menetralkan kulit dari suasana basa mendekati pH netral, menghindari pengerutan
kulit, dan menghindari timbulnya endapan kapur yang bereaksi dengan bahan
penyamak sehingga kulit menjadi kaku. Pembuangan kapur bebas dilakukan

6

dengan mencuci kulit menggunakan air bersih. Kapur terikat dihilangkan dengan
menggunakan garam ammonium sulfat. Kapur yang tidak dihilangkan akan
menimbulkan endapan CaCO3 (Purnomo 1991).
Proses pengikisan protein bertujuan untuk menghilangkan sisa-sisa lemak
yang tidak tersabun, menghilangkan zat-zat kulit yang tidak diperlukan, serta
menghilangkan sisa-sisa kapur yang masih tertinggal dalam kulit. Bahan kimia
yang digunakan pada proses pengikisan protein adalah enzim oropon. Oropon
merupakan agensia bating yang mampu menguraikan protein dan melarutkan
protein globular, elastin, dan sebagainya (Purnomo 1992).
Pengasaman
Pengasaman bertujuan untuk menyempurnakan proses pembuangan kapur,
membantu membuang sisa-sisa lendir dan zat mucoid yang masih tertinggal, dan
membersihkan kulit secara mekanis. Bahan kimia yang digunakan pada proses
pengasaman adalah garam dan asam formiat. Garam berfungsi sebagai larutan
penyangga, sedangkan asam formiat dapat menyebabkan kulit menjadi halus
(Hak et al. 2000).
Penyamakan krom
Prinsip dari penyamakan krom adalah mengusahakan agar Cr 2O3 dapat
masuk dan berikatan dengan protein kolagen kulit. Ikatan silang yang terbentuk
selama proses penyamakan akan menyebabkan perubahan sifat kulit samak
menjadi tahan terhadap pengaruh fisik dan kimia. Penambahan natrium karbonat
berfungsi meningkatkan pH larutan, basisitas atau mengembangkan partikelpartikel krom yang telah berikatan sehingga molekul krom tidak keluar dari
tenunan kulit (Mann 1981).
Netralisasi
Netralisasi bertujuan agar reaksi pengikatan zat warna tidak terlalu cepat
dan melindungi substansi kulit tersamak dari asam-asam yang terikat maupun
bebas karena dengan adanya asam-asam tersebut makaproses pewarnaan tidak
sempurna. Asam yang tidak dinetralisir pada waktu proses peminyakan akan
mengakibatkan emulsi minyak sehingga minyak tidak dapat meresap ke
penampang kulit (Hak et al. 2000).
Penyamakan ulang dengan ektrak biji pinang
Penyamakan ulang dengan penambahan ekstrak biji pinang dapat
memperbaiki sifat-sifat kulit menjadi lebih baik, yaitu lebih padat, lebih berisi,
dan lebih halus. Biji pinang memiliki kandungan tannin yang bersifat astringent
dan amorf sehingga menghasilkan kulit yang lebih padat dan berisi serta lebih
lemas (Purnomo 1992).
Pewarnaan dan peminyakan
Pewarnaan bertujuan untuk memberikan penampilan kulit yang lebih
menarik, mempertinggi nilai guna dan nilai ekonomis kulit jadi, menyamarkan
cacat kulit pada bagian rajah (Purnomo 1992).
Peminyakan bertujuan untuk memberikan pelican pada jaringan kulit
sehingga kulit menjadi tahan terhadap tarikan dan elastis, serta menambah daya
tahan kulit terhadap air serta menjaga serat-serat kulit agar tidak lengket satu sama

7

lain. Minyak yang digunakan adalah minyak sulfonasi yang bisa larut dalam air
(Sharpouse 1989).
Finishing
Proses finishing bertujuan untuk meningkatkan keindahan kulit dengan
member efek warna, membentang kulit agar dicapai luasan maksimal, dan
mengkilapkan warna (Hak et al. 2000).
Prosedur Pengujian
Analisis yang dilakukan terhadap kulit kakap putih tersamak meliputi
analisis kekuatan tarik (BSN 1990a), kekuatan regang (kemuluran) (BSN 1990a),
kekuatan sobek (BSN 1990b) dan kekuatan jahit (BSN 1989), serta analisis data
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).
Kekuatan tarik (BSN 1990 a )
Uji kekuatan tarik dilakukan sesuai dengan SNI 06-1795-1990, yaitu
membuat cuplikan pada RH 63-67%, suhu 25±5 ºC selama 24±2 jam. Tebal
cuplikan diukur pada tiga tempat dengan alat ukur tebal kulit. Ambil yang paling
kecil dari ketiga ukuran tersebut. Hasil yang terkecil tersebut dinyatakan sebagai
tebal cuplikan. Kemudian, lebar cuplikan diukur pada tiga tempat dengan jangka
sorong. Ambil yang paling kecil dari ketiga ukuran tersebut. Hasil yang terkecil
tersebut dinyatakan sebagai lebar cuplikan. Setelah itu, pasang cuplikan pada
penjepit dengan jarak yang sesuai dan kuatkan dengan kunci pengeras yang
tersedia. Atur jarum skala penunjuk beban pada angka nol. Kemudian mesin
dijalankan dan penarikan dilakukan sampai kulit putus. Gambar cuplikan uji
kekuatan tarik dapat dilihat pada Lampiran 2. Cara perhitungan kekuatan tarik
adalah sebagai berikut:
Kekuatan tarik =
Keterangan:
G
A

G
A

kgf/cm2

= beban maksimal tarikan (kgf); 1 kgf = 9,8066 N
= luas penampang cuplikan (panjang x lebar)

Kekuatan regang (kemuluran) (BSN 1990 a )
Uji kekuatan regang dilakukan sesuai dengan SNI 06-1795-1990, yaitu
membuat cuplikan pada RH 63-67%, suhu 25±5 ºC selama 24±2 jam. Tebal
cuplikan diukur pada tiga tempat dengan alat ukur tebal kulit. Ambil yang paling
kecil dari ketiga ukuran tersebut. Hasil yang terkecil tersebut dinyatakan sebagai
tebal cuplikan. Kemudian, lebar cuplikan diukur pada tiga tempat dengan jangka
sorong. Ambil yang paling kecil dari ketiga ukuran tersebut. Hasil yang terkecil
tersebut dinyatakan sebagai lebar cuplikan. Setelah itu, pasang cuplikan pada
penjepit dengan jarak yang sesuai dan kuatkan dengan kunci pengeras yang
tersedia. Atur jarum skala penunjuk beban dan skala kemuluran pada angka nol.
Kemudian mesin dijalankan dan penarikan dilakukan sampai kulit putus. Gambar

8

cuplikan uji kekuatan regang dapat dilihat pada Lampiran 3. Cara perhitungan
kekuatan regang adalah sebagai berikut:

Li -Lo

Kekuatan regang kulit =

Lo

x 100%

Keterangan:
Li
= panjang pada waktu putus
Lo
= panjang semula
Kekuatan sobek (BSN 1990 b )
Uji kekuatan sobek dilakukan sesuai dengan SNI 06-1794-1990, yaitu
membuat cuplikan dengan arah pemotongan sejajar dan tegak lurus dengan garis
punggung, masing-masing 3 buah cuplikan. Potongan cuplikan dengan ukuran
10 x 2 cm, kemudian membuat lobang X dengan diameter 0,2 cm yang berjarak
2,5 cm dari E ke X, kemudian membuat irisan dari lobang X memanjang ke F
sehingga cuplikan memanjang dan berbetuk lidah (Lampiran 4). Cuplikan
dikondisikan pada RH 65±2%, suhu 25±5 ºC selama 24±2 jam. Tebal cuplikan
diukur pada tiga tempat dengan alat ukur tebal kulit. Ambil yang paling kecil dari
ketiga ukuran tersebut. Hasil yang terkecil tersebut dinyatakan sebagai tebal
cuplikan. Kemudian mesin dijalankan dan penarikan dilakukan sampai cuplikan
tersobek sempurna. Cara perhitungan kekuatan sobek adalah sebagai berikut:
Kekuatan sobek =
Keterangan:
G
t

G
t

kgf/cm

= beban tarikan (kg f); 1 kgf = 9,8066 N
= tebal cuplikan (cm)

Kekuatan jahit (BSN 1989)
Uji kekuatan jahit dilakukan sesuai dengan SNI 06-1117-1989, yaitu
membuat cuplikan dengan arah pemotongan sejajar dan tegak lurus dengan garis
punggung, masing-masing 3 buah cuplikan. Potongan cuplikan dengan ukuran
5 x 2,5 cm, kemudian membuat lobang X dan Y dengan diameter 0.2 cm yang
masing-masing berjarak 0,95 cm dari garis AB dan DC, serta masing-masing
lobang berjarak 0,6 cm dari garis AD (Lampiran 5). Cuplikan dikondisikan pada
RH 63-67%, suhu 25±5 ºC selama 24±2 jam. Kawat dibengkokkan sampai
berbentuk huruf U, dimasukkan pada lobang X dan Y. Kemudian mesin
dijalankan dan penarikan dilakukan sampai cuplikan tersobek sempurna. Cara
perhitungan kekuatan jahit adalah sebagai berikut:

Kekuatan jahit kulit =

G
t

kgf/cm2

9

Keterangan:
G
t

= beban tarikan (kg f); 1 kgf = 9,8066 N
= tebal cuplikan (cm)

Analisis statistik
Analisis statistik dilakukan terhadap data-data yang diperoleh pada
pengujian fisik dengan menggunakan perhitungan berdasarkan tingkat
kepercayaan 95%. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak
lengkap (RAL), yang terdiri dari satu faktor dan tiga taraf dengan tiga kali
ulangan. Kemudian data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam.
Hasil yang diperoleh apabila menunjukan adanya pengaruh yang berbeda nyata
maka akan dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan. Hipotesis yang digunakan
adalah sebagai berikut:
Ho : Perbedaan konsentrasi ekstrak biji pinang pada penyamakan kulit ikan
kakap tidak berpengaruh terhadap kualitas fisik kulit.
H1 :
Perbedaan konsentrasi ekstrak biji pinang pada penyamakan kulit ikan
kakap berpengaruh terhadap kualitas fisik kulit.
Rancangan yang digunakan adalah sebagai berikut:
Yij = μ + τi +εij
Keterangan:
Yij
= Hasil mutu ke-j dengan konsentrasi ekstrak biji pinang ke-i
μ
= Pengaruh rata-rata dari konsentrasi ekstrak biji pinang
τi
= Pengaruh konsentrasi ekstrak biji pinang ke-i
εij
= Galat percobaan
i
= Variasi konsentrasi ekstrak biji pinang (5%, 10% dan 15%)
j
= Ulangan (1, 2, dan 3)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Tanin Ekstrak Biji Pinang
Pinang sirih (Areca catechu L.) merupakan bahan obat langka di Cina,
populer sebagai tanaman kunyah di beberapa negara Asia termasuk Indonesia
(Zhang and Reichart 2007). Tanaman ini dikatakan sebagai tanaman serbaguna
karena mulai dari daun, batang, serabut, dan biji dapat dimanfaatkan. Daun
tanaman tersebut, banyak mengandung minyak atsiri, biji buahnya banyak
mengandung tanin dan alkaloid sebagai obat dan penyamak pada industri kulit.
Biji buah pinang mengandung alkaloid, seperti arekolin (C8H13NO2), arekolidine,
arekain, guvakolin, guvasine dan isoguvasine (Zhang et al. 2009). Hasil ekstrak
biji pinang dapat dilihat pada Gambar 2. Ekstrak etanolik biji buah pinang
mengandung tanin terkondensasi, tanin terhidrolisis, flavonoid, dan senyawa
fenolik, asam galat, getah, lignin, minyak menguap dan tidak menguap, serta
garam (Sulastri 2009). Tanin adalah salah satu senyawa yang terkandung dalam
buah pinang yang kadarnya cukup tinggi. Tanin diperoleh dengan cara ekstraksi
dengan pelarut air dan etanol karena tanin dapat larut dalam pelarut tersebut.
Tanin merupakan senyawa yang sangat penting penggunaannya dalam bidang
kesehatan dan bidang industri (Dur 2013).

10

Gambar 2 Ekstrak biji pinang
Biji pinang yang diekstrak menggunakan Soxhlet memiliki kandungan
tanin sebesar 8,29%. Kadar tanin yang dianalisis lebih rendah apabila
dibandingkan dengan hasil penelitian Sulastri (2009) yaitu sebesar 8,53%.
Perbedaan kadar tanin diduga karena wilayah pengambilan sampel yang tidak
sama. Kandungan yang berbeda-beda pada suatu wilayah disebabkan oleh faktor
keadaan iklim dan faktor lingkungan tempat tumbuhnya (Sulastri 2009). Faktor
iklim seperti keadaan suhu, cuaca dan curah hujan. Faktor lingkungan seperti jenis
tanah, kesuburan tanah, ketinggian tempat tumbuh dan pemeliharaan tanaman.
Faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi tanin dari buah pinang antara lain
suhu proses, waktu proses, dan jenis pinang. Jika suhu proses tinggi maka tanin
yang diperoleh akan maksimal tetapi tidak boleh melebihi titik didih dari pelarut
yang digunakan. Waktu proses yang semakin lama akan meningkatkan massa
tanin, sedangkan jenis pinang yang lebih baik adalah pinang putih dibanding
pinang lain (Dur 2013).
Biji pinang yang digunakan adalah pinang tua karena memiliki kulit kuning
kecoklatan dan sulit untuk dihancurkan. George dan Robert (2006) mengatakan
bahwa perbedaan antara buah pinang muda dan pinang tua yakni buah pinang tua
berkulit kuning kecoklatan serta memiliki konsistensi buah yang keras, sedangkan
pinang muda berkulit hijau muda hingga hijau tua serta memiliki konsistensi buah
yang lunak. Kadar tanin juga dapat dipengaruhi oleh umur pinang. Semakin tua
umur pinang maka kadar taninnya akan semakin tinggi (Dur 2013).
Karakteristik Fisik Kulit Ikan Kakap Putih Tersamak
Karakteristik fisik kulit samak merupakan sifat yang sangat mempengaruhi
penggunaan kulit pada suatu produk. Karakteristik fisik kulit samak yang baik
akan meningkatkan kualitas produk (Pahlawan dan Kasmudjiastuti 2012). Sifat
fisik adalah kemampuan suatu bahan untuk melakukan perubahan fisik, dimana
identitas dasarnya masih tetap (Adijuwana 1997). Sunarto (2001) mengatakan
bahwa tujuan pengujian fisik yaitu untuk mengetahui sifat-sifat fisik dari kulit
yang diuji dengan menggunakan alat-alat mekanis dan hasilnya bersifat objektif.
Kekuatan fisik kulit adalah kekuatan terhadap pengaruh lingkungan
(Balai Penelitian Kulit 1971). Sifat fisik yang sangat dominan dalam menentukan
kualitas suatu produk kulit adalah kekuatan tarik, kekuatan regang, dan kekuatan

11

yang mempunyai kekuatan tarik dan kekuatan sobek yang tinggi, dan kemuluran
yang rendah (Pahlawan dan Kasmudjiastuti 2012). Kulit ikan kakap putih
(Lates calcalifer) tersamak dapat dilihat pada Gambar 3.

(a)

(b)

(c)
Keterangan: (a) Perlakuan 5% ekstrak biji pinang (b) Perlakuan 10% ekstrak pinang (c)
Perlakuan 15% ekstrak biji pinang

Gambar 3 Kulit ikan kakap putih (Lates calcalifer) tersamak
Ketebalan
Analisis ketebalan kulit kakap tersamak dilakukan dengan dua arah, yaitu
arah membujur dan melintang. Kedua analisis tersebut menunjukkan hasil yang
sama. Analisis ketebalan kulit kakap tersamak secara membujur dapat dilihat pada
Gambar 4 dan analisis ketebalan kulit kakap tersamak secara melintang dapat
dilihat pada Gambar 5.
Hasil analisis ragam (Lampiran 6) menunjukkan konsentrasi ekstrak biji
pinang yang berbeda pada proses penyamakan nabati memberikan pengaruh yang
nyata (P0,05) terhadap rata-rata ketebalan kulit kakap samak secara melintang.
Hasil rata-rata pengukuran ketebalan kulit ikan secara melintang dengan
konsentrasi yang berbeda yaitu 0,1217 cm telah mendekati standar yang
ditetapkan oleh BSN (1998) yang menyatakan ketebalan rata-rata kulit tersamak
minimal 0,2 mm (0,02 cm).

Rata-rata kekuatan tarik
(kg/cm2)

Kekuatan tarik
Kekuatan tarik adalah besarnya gaya maksimal yang diperlukan untuk
menarik kulit sampai putus yang dinyatakan dalam kg/cm2 atau N/cm2
(BSN 1990a). Sifat kuat tarik kulit menggambarkan kuatnya ikatan antara serat
kolagen penyusun kulit dengan zat penyamak. Proses penyamakan yang baik akan
menghasilkan
kulit
dengan
kekuatan
tarik
yang
tinggi
(Pahlawan dan Kasmudjiastuti 2012). Kekuatan tarik yang diukur secara
membujur dapat dilihat pada Gambar 6 dan secara melintang dapat dilihat pada
Gambar 7.
245 241,77±90,29 a
240
235
230

225,54±43,83 a

225

228,15±69,12a

220
215
5%

10%

15%

Konsentrasi biji pinang

Gambar 6 Grafik batang kekuatan tarik kulit ikan kakap putih tersamak dengan
konsentrasi biji pinang (secara membujur)
Hasil analisis ragam (Lampiran 8) menunjukkan konsentrasi ekstrak biji
pinang yang berbeda pada proses penyamakan nabati memberikan pengaruh yang
tidak nyata (P>0,05) terhadap kekuatan tarik kulit kakap samak secara membujur.
Hasil rata-rata pengukuran kekuatan tarik kulit ikan secara membujur dengan
konsentrasi yang berbeda yaitu 231,82 kg/cm2 telah mendekati standar yang
ditetapkan oleh BSN (1998) yang menyatakan kekuatan tarik rata-rata kulit
tersamak minimal 1000 N (101,9721 kg/cm2).
Hasil analisis ragam (Lampiran 9) menunjukkan konsentrasi ekstrak biji
pinang yang berbeda pada proses penyamakan nabati memberikan pengaruh yang
tidak nyata (P>0,05) terhadap kekuatan tarik kulit kakap samak secara melintang.
Hasil rata-rata pengukuran kekuatan tarik kulit ikan secara melintang dengan
konsentrasi yang berbeda yaitu 164,60 kg/cm2 telah mendekati standar yang
ditetapkan oleh BSN (1998) yang menyatakan kekuatan tarik rata-rata kulit
tersamak
minimal
minimal
1000
N
(101,9721
kg/cm2).

14

228,01±93,73 a

250
Rata-rata kekuatan tarik
(kg/cm2)

200
150

154,48±50,27 a
111,31±63,99 a

100

50
0
5%

10%

15%

Konsentrasi biji pinang

Gambar 7 Grafik batang kekuatan tarik kulit ikan kakap putih tersamak dengan
konsentrasi biji pinang (secara melintang)
Kekuatan tarik yang dihasilkan dengan pengukuran yang dua arah
menunjukkan hasil yang sama, yaitu penambahan ekstrak biji pinang tidak
memberikan pengaruh yang nyata. Apabila dilihat dari rata-rata kedua pengukuran
yang berbeda, yaitu rata-rata pada arah membujur 231,82 kg/cm2 dan rata-rata
pada arah melintang 164,60 kg/cm2, kulit tersebut dapat dijadikan sebagai bahan
dasar pembuatan alas kaki bagian atas karena memiliki nilai rata-rata yang
mendekati standar yang telah ditetapkan oleh BSN (2009), minimal 163,1554
kg/cm2.

Rata-rata kemuluran (%)

Kekuatan regang (kemuluran)
Kemuluran menurut Pahlawan dan Kasmudjiastuti (2012) adalah
pertambahan panjang kulit pada saat ditarik sampai putus, dibagi panjang semula
dan dinyatakan dalam persen (%). Kekuatan regang menunjukan kemampuan
mulur kulit, semakin panjang ukuran kulit pada saat putus, maka nilai kekuatan
regang yang dihasilkan semakin besar, yang menandakan bahwa kualitas kekuatan
regangnya baik. Kekuatan regang yang diukur secara membujur dapat dilihat pada
Gambar 8 dan secara melintang dapat dilihat pada Gambar 9.
140 120,67±14,11 a
120
100
80
57,40±19,75
60
b
40
20
0
5%
10%

62±5,90 b

15%

Konsentrasi biji pinang

Gambar 8 Grafik batang kemuluran kulit ikan kakap putih tersamak dengan
konsentrasi biji pinang (secara membujur)
Hasil analisis ragam (Lampiran 10) menunjukkan konsentrasi ekstrak biji
pinang yang berbeda pada proses penyamakan nabati memberikan pengaruh yang
nyata (P