Kajian pengeringan lapisan tipis pada Umbi Talas Bogor (Colocasia esculenta L. Schoot)

KAJIAN PENGERINGAN LAPISAN TIPIS PADA UMBI
TALAS BOGOR (Colocasia esculenta L. Schoot)

CARTAM

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Pengeringan
Lapisan Tipis pada Umbi Talas Bogor (Colocasia esculenta L. Schoot) adalah
benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Cartam
NIM F14080010

ABSTRAK
CARTAM. Kajian Pengeringan Lapisan Tipis pada Umbi Talas Bogor (Colocasia
esculenta L. Schoot). Dibimbing oleh SRI MUDIASTUTI.
Tujuan penelitian ini adalah mengetahui karakteristik fisik, karakteristik
termal, dan karakteristik pengeringan lapisan tipis talas bogor (Colocasia
esculenta L. Schoot). Perlakuan suhu dan RH yang diberikan pada pengeringan
dengan oven masing-masing adalah 35 oC, 45 oC, dan 55 oC dan RH 40.1%
sampai 86.5%. Perlakuan suhu tersebut ditentukan setelah melakukan penelitian
pendahuluan dengan infrared beberapa kali ulangan dengan variasi suhu 75 oC, 65
o
C, dan 55 oC hasilnya kurang efektif. Talas bogor memiliki nilai rata-rata
konduktivitas panas 0.5072 W/m K, panas jenis 3.21084 kJ/kg K, massa jenis
1149.5 kg/m3, dan difusivitas panas 1.374 x 10-9 m2/s. Laju penurunan kadar air
paling tinggi 0.03633 g H2O/menit. Kecepatan udara pengeringan antara 0.60 m/s
sampai 1.10 m/s. Nilai konstanta pengeringan 0.003172/menit pada suhu 35 oC,

0.0043445/menit pada suhu 45 oC, dan 0.006456/menit pada suhu 55 oC.
Kata kunci: kadar air, lapisan tipis, umbi talas

ABSTRACT
CARTAM. Study on Thin Layer Drying Study Bogor Taro Tubers (Colocasia
esculenta L. Schoot). Supervised by SRI MUDIASTUTI.
The purpose of the study was to determine the physical and thermal
properties, and the thin layer drying characteristics of bogor taro (Colocasia
esculenta L. Schoot). Drying temperature treatment is 35 °C, 45 °C, and 55 °C
whereas relative humidity (RH) in the drying oven is 40.1% to 86.5%.
Temperature is determined after a preliminary research with infrared for multiple
replications with temperature variations of 75 °C, 65 °C, and 55 °C, but the result
has less effective. Bogor Taro has an average value of thermal conductivity of
0.5072 W/m K, specific heat is 3.21084 kJ/kg K, density is 1149.5 kg/m3, and the
thermal diffusivity is 1.374 x 10-9 m2/s. The highest drying rate of the water
content is 0.03633 g H2O/minute. The drying air velocity is between 0.60 m/s to
1.10 m/s. Drying constant value is 0.003172/min at 35 oC, 0.0043445/min at a
temperature of 45 oC, and 0.006456/min at 55 oC.
Keywords: taro tubers, thin layer, water content


KAJIAN PENGERINGAN LAPISAN TIPIS PADA UMBI
TALAS BOGOR (Colocasia esculenta L. Schoot)

CARTAM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknik Mesin dan Biosistem

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Kajian Pengeringan Lapisan Tipis pada Umbi Talas Bogor
(Colocasia esculenta L. Schoot)
Nama

: Cartam
NIM
: F14080010

Disetujui oleh

Dr Ir Sri Mudiastuti M.Eng
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Desrial M. Eng
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha kaya akan
ilmu dan pengetahuan, shalawat serta salam semoga tercurah pada nabi
Muhammad SAW, keluarga serta sahabatnya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Pengeringan Lapisan Tipis pada
Umbi Talas Bogor (Colocasia esculenta L. Schoot)” yang dilaksanakan sejak
Februari 2013 sampai November 2013.
Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dr. Ir. Sri Mudiastuti, M.Eng selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan, arahan, masukan, dan motivasi yang berharga bagi
penulis.
2. Dr. Ir. Lilik Pujantoro Eko Nugroho, M.Agr dan Dr. Ir. Dyah Wulandani, M.Si
selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada
penulis.
3. Keluarga penulis tercinta yang telah memberikan dukungan.
4. Bapak Ahmad, mas Firman, dan bapak Suharto selaku teknisi yang telah
membantu dalam menyelesaikan penelitian.
5. Teman-teman yang mewarnai hari-hari dengan penuh persahabatan dan
kekeluargaan.
6. Seluruh dosen dan jajaran rektorat atas perhatian dan kerjasamanya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan.
Oleh karena ini, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Mohon
maaf atas segala kekurangan dan kesalahan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014
Cartam

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

DAFTAR SIMBOL


vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

2

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Talas Bogor

2

Karakteristik Fisik Talas

3

Karakteristik Termal Talas


4

Karakteristik Kimia Talas

4

Proses Pindah Panas pada Pengeringan

5

Teori Pengeringan

6

Kadar Air Kesetimbangan

8

Konstanta Pengeringan


9

Model Pengeringan Lapisan Tipis

10

Energi Pengeringan

10

Pengeringan Talas

11

METODE

11

Waktu dan Tempat


11

Bahan

12

Alat

12

Prosedur Penelitian

13

Parameter yang Diukur

14

Perlakuan dan Pengulangan

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

15

Karakteristik Bahan Talas

15

Karakteristik Fisik Talas

15

Karakteristik Termal

16

Penentuan Suhu Pengeringan

16

Pengukuran Kadar Air Menggunakan Oven

16

Karakteristik Pengeringan

17

Suhu

17

Kelembaban

18

Laju Penurunan Kadar Air

18

Kecepatan Udara Pengeringan

19

Energi Pengeringan

19

Kadar Air Kesetimbangan

20

Konstanta Pengeringan

21

SIMPULAN DAN SARAN

21

Simpulan

21

Saran

22

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

24

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi talas bogor
3
2 Karakteristik fisik talas
3
3 Kandungan gizi yang terdapat pada 100 gram umbi talas menurut Direktorat
Gizi Depkes RI 1981
5
4 Karakteristik fisik talas
15
5 Nilai karakteristik termal talas dan kentang (Mukarom 2008)
16
6 Kadar air basis basah (% bb) dan kadar air basis kering (% bk)
17
7 Perbedaan suhu oven, suhu luar, dan suhu talas
17
8 Laju penurunan kadar air rata-rata tiap sampel
18
9 Kecepatan udara pengeringan (v)
19
10 Energi untuk memanaskan talas (Q1)
19
11 Energi yang tersedia dari oven
20
12 Energi yang dibutuhkan tiap kg air yang diuapkan (Q)
20
13 Nilai kadar air kesetimbangan (Me)
20
14 Nilai konstanta pengeringan (k)
21

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Aneka jenis talas bogor
Kurva pengeringan
Kurva karakteristik pengeringan
Kurva nisbah kadar air terhadap waktu pengeringan
Peralatan yang digunakan
Talas bogor
Diagram alir penelitian

1
7
7
10
12
13
13

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Prosedur penggunaan Thermal Conduktivity Meter
Posisi talas di dalam oven
Perhitungan nilai cp talas
Perhitungan difusivitas panas talas, rumus-rumus pengeringan, dan
gambar program psycoPro
Grafik hubungan Moisture Ratio (Ln MR) dan waktu (x) pengeringan
dan grafik hubungan drying rate dan waktu selama pengeringan
Persamaan hubungan Moisture Ratio (Ln MR = y) dan waktu (x)
pengeringan
Persamaan hubungan laju pengeringan (drying rate = y) dan waktu (x)
selama pengeringan
Dokumentasi penelitian

24
25
27
28
29
35
37
39

DAFTAR SIMBOL
Simbol
A
Ar
cp
dM
e
Hv
h
Kabb
Kabk
k
L
Me
Mo
MR
m
mo
mt
n
P
Q
Q1
Q2
RH
T
t
V
v
Xvi
λi
α
β
λ

Subskrip
bb
bk
e
i
o
t
v
d

Kepanjangan
Koefisien bentuk
Luas penampang
Panas jenis
Perubahan kadar air dari pada i = 1,2,3
Koefisien emisivitas
Panas laten penguapan
Koefisien pindah panas
Kadar air basis basah
Kadar air basis kering
Konstanta pengeringan
Jarak antar material
Kadar air kesetimbangan
Kadar air awal
Rasio kadar air
Massa sampel
Massa awal bahan
Massa bahan setelah dikeringkan
Koefisien pengeringan
Daya
Energi
Energi untuk memanaskan bahan
Energi untuk menguapkan air
Kelembaban udara pengering
Suhu pengeringan
Waktu pengeringan
Dimensi (volume)
Kecepatan udara pengeringan
Fraksi volume setiap komponen
Konduktivitas komponen penyusun bahan
Diffisivitas panas
Koefisien volumetrik ekspansi panas
Konduktivitas termal
Konstanta Stevan-Boltsman 5.67 x 10-8
Massa jenis

Basis basah
Basis kering
Equilibrium (kesetimbangan)
Initial
Awal
Akhir
Uap air yang diuapkan produk
Perubahan

Satuan
(tidak berdimensi)
(m2)
(kJ/kg K)
(tidak berdimensi)
(tidak berdimensi)
(kJ/kg)
(J/m2 s K)
(%bb)
(%bk)
(1/menit)
(m)
(%)
(%)
(tidak berdimensi)
(kg)
(kg)
(kg)
(tidak berdimensi)
(W)
(W)
(kJ)
(kJ)
(%)
(0C)
(jam)
(m3)
(m/s)
(m3)
(W/m K)
(m2/s)
(tidak berdimensi)
(W/m K)
(W/m2 K4)
(kg/m3)

PENDAHULUAN
Talas bogor (Colocasia esculenta L. Schoot) adalah bahan pangan
yang sangat bermanfaat karena mengandung karbohidrat, protein, dan lemak,
umbi memiliki beberapa unsur mineral dan vitamin juga dapat sebagai
pensubstitusi terigu. Di Indonesia yang terkenal jumlah produksi terbanyak
adalah Kota Bogor dan Malang yang menghasilkan beberapa jenis talas
dengan rasa yang tidak kalah enaknya dengan umbi-umbian lain seperti
singkong dan ubi jalar. Talas bogor sudah terkenal dan menjadi makanan
khas. Di daerah lain talas dimakan sebagai makanan tambahan setelah
diolah menjadi beragam penganan, seperti kue-kue, minuman, atau hanya
dimakan begitu saja sebagai talas rebus, talas kukus atau talas goreng.
Gambar 1 menyajikan aneka jenis talas bogor.

Gambar 1 Aneka jenis talas bogor
Pengeringan merupakan proses pengurangan kadar air bahan sampai
kadar air tertentu sehingga dapat menghambat laju kerusakan bahan akibat
dari aktivitas biologis dan kimia. Selama proses pengeringan terjadi dua
proses, yakni proses pindah panas dan pindah massa air yang terjadi secara
simultan (Hall 1957). Kadar air suatu bahan menunjukkan jumlah air yang
terkandung dalam bahan tersebut, baik berupa air bebas maupun air terikat
(Henderson dan Perry 1976). Teori pengeringan ini digunakan pada
pengeringan irisan talas bogor. Dengan mengetahui karakteristik termal
bahan maka proses pengeringan akan menjadi lebih efisien dan efektif
sehingga talas dapat sebagai pensubstitusi terigu. Pengeringan talas
berkaitan dengan thermal properties yang dibatasi oleh nilai konduktivitas,
kapasitas jenis, berat jenis, dan difusivitas panas yang akan menghantarkan
pindah panas ke talas.
Talas dikeringkan agar dapat dibuat tepung, dengan demikian tepung
diolah menjadi aneka kue dengan rasa yang khas, sehat, dan disukai oleh
khalayak serta tepung talas dapat sebagai pensubstitusi terigu dikarenakan
terigu sudah menjadi bahan pangan pokok kedua setelah beras. Adapun
kebutuhan tepung terigu untuk tiga tahun terakhir, yakni tahun 2009
sebanyak 3.9 metrik ton, tahun 2010 sebanyak 4.3 metrik ton, tahun 2011
sebanyak 4.7 metrik ton, dan pada tahun 2012 naik 6% dari tahun 2011
(Kostaman 2011).

2
Perumusan Masalah
Umbi talas bogor memiliki daya tahan dan keawetan yang kurang baik
sehingga perlu dikaji sifat fisik dan termal serta karakteristik pengeringan untuk
melihat bagaimana hubungan pemberian panas dengan karakteristik pengeringan.
Sehingga diperoleh hasil akhir kadar air talas yang paling baik dan diperoleh talas
kering yang memiliki umur simpan lebih lama.

Tujuan Penelitian
1) Mengkaji karakteristik fisik dan termal dari lapisan tipis talas bogor.
2) Mengkaji karakteristik pengeringan lapisan tipis talas.

Manfaat Penelitian
1) Mengetahui hubungan suhu dengan waktu pengeringan.
2) Menjadi dasar pengembangan aplikasi pengeringan dalam skala yang lebih
besar berupa informasi kondisi pengeringan yang optimum untuk memenuhi
standar mutu yang dipersyaratkan.
3) Penerapan metode yang lebih mutakhir dalam menganalisis proses pengolahan
hasil pertanian yang melibatkan sistem termal seperti pengeringan.
4) Mengetahui nilai konstanta terbaik sehingga waktu pengeringan menjadi lebih
efektif.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah melakukan kajian karakteristik fisik,
termal, dan karakteristik pengeringan lapisan tipis talas, dengan perlakuan suhu 35
⁰C, 45 ⁰C, dan 55 ⁰C dan RH 40.1% sampai 86.5%. Hasil kajian dilakukan untuk
melihat hubungan pemberian panas dan karakteristik pengeringan lapisan tipis
umbi talas.

TINJAUAN PUSTAKA
Talas Bogor
Talas bogor dalam bahasa latin biasa disebut Colocasia esculenta L. Schoot
termasuk dalam suku talas-talasan atau Araceae yang terdiri dari 100 lebih genus
dan lebih dari 1500 spesies (Rubatzky 1998). Lebih jelasnya klasifikasi talas
bogor disajikan pada Tabel 1 berikut.

3
Tabel 1 Klasifikasi talas bogor
Kingdom
Class
Subclass
Super Division
Division
Order
Super Family
Family
Genus
Species
Subspecies

Plantae
Liliopsida
Arecidae
Spermatophyta
Magnoliophyta
Arales
Acridoidea
Araceae
Colocasia
Colocasia esculenta
Colocasia esculenta L. Schoot

Bogor juga terkenal memiliki jenis talas mentega (talas gambir atau talas
hideung), talas balitung, talas kutil, talas laja, talas sutera dan talas bentul atau
talas ketan.

Karakteristik Fisik Talas
Bentuk umbi talas sangat beragam, hal ini akan mempengaruhi kemudahan
dalam pengemasan atau pengepakan umbi untuk kepentingan transportasi,
maupun kemudahan dalam proses pengolahannya. Talas dengan bentuk yang
tidak berlekuk lebih mudah dikupas dan menghasilkan jumlah rendemen hasil
kupasan yang lebih tinggi dibandingkan umbi talas yang bentuknya tidak
beraturan (Samsyir 2012). Karakteristik fisik beberapa jenis talas dapat dilihat
pada Tabel 2 berikut.
Tabel 2 Karakteristik fisik talas
Warna
daun

Ciri fisik
Warna
Ukuran
batang
umbi

Gambir
atau
Hideung

Unggu
gelap

Ungu
gelap

Sutera

Hijau

Kecoklat
an

Bentul
atau
Ketan

Hijau tua
kemeraha
n

Jenis
talas

Ungu

Warna
daging umbi

Umur
panen
(bulan)

Massa
(gram)

Massa
rata-rata
(gram)

Sedangbesar

Kuning
muda

6–8

95–932

446

Sedangbesar

Putih
kekuningan

5–6

95–932

446

Putih
kekuningan

8–10

95–932

446

Lebih
besar dari
talas
sutera

4
Karakteristik Termal Talas
Karakteristik termal bahan hasil pertanian sangat penting untuk diketahui
dalam kaitannya dengan pengolahan bahan sehubungan dengan pindah panas yang
terjadi dari lingkungan ke bahan serta proses dalam bahan itu sendiri. Proses
dalam pengolahan bahan pertanian meliputi pemanasan dengan maksud untuk
pengawetan atau menghambat terjadinya kerusakan bahan. Di dalam proses
pemanasan bahan terjadi pindah panas dikarenakan proses konduksi dan konveksi.
Proses tersebut meliputi: panas spesifik, konduktivitas panas, berat jenis, dan
difusivitas panas. Faktor-faktor di dalam pemanasan dan pengeringan produk
pertanian yaitu mengetahui suhu yang tepat dan waktu yang diperlukan agar tidak
mengalami kerusakan (Hall 1978).
a. Panas spesifik (Specific heat)
Panas spesifik merupakan jumlah energi panas yang diserap atau dilepaskan
oleh suatu berat bahan dalam suatu perubahan suhu, tanpa terjadi perubahan fasa
bahan atau jumlah panas yang diperlukan untuk menaikkan suhu1 kg bahan sebesar 1
o
C. Persamaan umum dari panas spesifik adalah sebagai berikut:
........................................................................................................... (1)
b. Konduktivitas termal (Thermal conductivity)
Konduktivitas termal merupakan jumlah panas yang dialirkan tiap satuan luas
dan satuan ketebalan dari suatu bahan dalam satuan waktu dengan perubahan sebesar satu
satuan suhu. Nilai konduktivitas termal suatu bahan hasil pertanian ditentukan
oleh komposisinya dan juga dari persentase ruang kosong, bentuk, ukuran, dan
susunan ruang kosong serta faktor-faktor lain yang membatasi aliran panas.
Menurut Choi dan Okos dalam Toledo (1991) konduktivitas termal bahan hasil
pertanian ditentukan dengan persamaan :

.................................................................................................. (2)
c. Massa jenis
Besarnya massa terhadap dimensi bahan itu sendiri. Massa jenis termal
bahan hasil pertanian ditentukan dengan persamaan:
................................................................................................................ (3)

d. Difusivitas panas
Besarnya nilai konduktivitas panas persatuan massa jenis dan panas
jenisnya.
............................................................................................................... (4)

Karakteristik Kimia Talas
Ketika akan mengolah talas sebagai bahan pangan harus dilakukan dengan
hati-hati karena akan timbul rasa gatal pada saat dikonsumsi. Hal ini disebabkan
oleh kalsium oksalat yang ada di dalam talas (Samsyir 2012).

5
Oksalat di dalam umbi talas tidak tersebar secara merata, maka agar aman
dikonsumsi harus dibuang, melalui dengan proses perebusan atau perendaman
dalam air hangat untuk mengurangi jumlah oksalat yang terlarut. Air rebusan
membuang senyawa yang terlarut. Selain itu, perendaman dalam air hangat,
perkecambahan, dan fermentasi juga dapat dilakukan untuk menurunkan kadar
oksalat terlarut. Talas mengandung gizi yang tinggi seperti pada Table 3 berikut.
Tabel 3 Kandungan gizi yang terdapat pada 100 g talas
menurut Direktorat Gizi Depkes RI 1981
Kandungan gizi
Energi
Protein
Lemak
Hidrat arang total
Serat
Abu
Kalsium
Phospor
Zat besi
Vitamin B
Vitamin C
Air
Bagian yang dapat dimakan

Satuan
Kalori
gram
gram
gram
gram
gram
mg
mg
mg
mg
mg
gram
%

Mentah
120
1.50
0.30
28.20
0.70
0.80
31.00
67.00
0.70
0.05
2.00
69.20
85.00

Rebus
108
1.40
0.40
25.00
0.90
0.80
47.00
67.00
0.70
0.06
4.00
72.40
100

Kandungan protein daun talas lebih tinggi dari umbinya. Kandungan protein
pada berat kering daun talas bogor, talas semir, dan talas bentul adalah 4.24%
sampai 6.99% sedangkan pada umbinya sekitar 0.54% sampai 3.55%.

Proses Pindah Panas pada Pengering
Soegijanto (1999) menyatakan bahwa bangunan akan mendapatkan panas
dan mengeluarkan atau kehilangan panas ke lingkungan sekitarnya, perolehan dan
pengeluaran panas dapat terjadi melalui peristiwa perpindahan panas. Proses
pindah panas pada bangunan tersebut terjadi melalui beberapa jenis pindah panas,
yaitu radiasi, konveksi, dan konduksi.
1. Pindah panas radiasi
Radiasi adalah proses transfer energi melalui gelombang elektromagnet.
Radiasi tidak merambat pada suatu material dan terjadi pada ruang hampa.
Radiasi merupakan bagian dari energi yang dapat dinilai berdasarkan besarnya
suhu. Besarnya energi radiasi bergantung pada suhu permukaan dari partikel
tersebut.
.............................................................................................. (5)

6
2. Pindah panas konveksi
Konveksi adalah transfer panas dari satu bagian fluida ke beberapa bagian
lain dengan suhu rendah dari pencampuran partikel fluida. Pergerakan fluida dapat
terjadi karena adanya paksaan ataupun secara alami. Apabila pergerakan fluida
disebabkan oleh perbedaan tekanan maka kondisi itu disebut konveksi paksa
(Tiwari 1998).
Davis, Morris (2004) menyatakan bahwa pada proses percepatan sentrifugal
gravitasi perlu digantikan posisinya sesuai dengan posisi fluida, gaya-gaya
pergerakan akibat viskositas ini dapat diabaikan. Pada dua plat dengan perbedaan
perubahan suhu yang kecil dimana salah satu plat diberikan pendingin maka akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan aliran udara pada posisi tersebut,
sehingga kondisi ini disebut Rayleigh Number.
........................................................................................................ (6)
3. Pindah panas konduksi
Konduksi adalah perpindahan panas yang merambat dari material satu ke
material lain atau merambat dari satu partikel ke partikel lain. Pindah panas
konduksi terjadi pada daerah lantai dan lapisan dinding. Besarnya perpindahan
panas karena konduksi digambarkan oleh persamaan berikut:
......................................................................................................... (7)

Teori Pengeringan
Hall (1957) menyatakan pengeringan merupakan proses pengurangan kadar
air bahan sampai kadar air tertentu sehingga dapat menghambat laju kerusakan
bahan karena aktivitas biologis dan kimia. Dasar proses pengeringan adalah
terjadinya penguapan air bahan ke udara karena perbedaan kandungan uap air
antara udara dan bahan yang dikeringkan, agar suatu bahan dapat kering, maka
udara harus memiliki kandungan uap air atau kelembaban nisbi yang lebih rendah
dari bahan yang akan dikeringkan. Selama proses pengeringan terjadi dua proses,
yakni proses pindah panas dan pindah massa air yang terjadi secara simultan.
Panas dibutuhkan untuk menguapkan air bahan yang akan dikeringkan.
Penguapan terjadi karena suhu bahan lebih rendah daripada suhu udara di
sekelilingnya. Proses pindah panas diperlukan untuk memindahkan massa uap air
dari permukaan ke udara. Pindah panas terjadi karena tekanan uap air di dalam
bahan lebih tinggi dari pada udara. Teori mekanisme pengeringan diterangkan
melalui perubahan tekanan uap air yang terdiri dari air bebas dan air terikat. Air
bebas berada di permukaan bahan dan pertama kali mengalami penguapan. Bila
air permukaan telah habis, maka terjadi migrasi air pada bagian dalam dan ke luar
karena adanya perbedaan tekanan (Henderson dan Perry 1976). Penjabaran proses
pengeringan dari bahan oleh udara pengering di dalam ruang pengering dapat
disajikan dengan grafik psikometrik. Migrasi tersebut dinyatakan dengan
perubahan kadar air dari suatu bahan yang ditunjukkan dengan jumlah air yang
dikandung dalam bahan tersebut, baik berupa air bebas maupun air terikat
(Henderson dan Perry 1976). Pada proses pengeringan, yang pertama mengalami
penguapan adalah air bebas dan setelah air bebas maka penguapan selanjutnya
terjadi pada air terikat.

7
Laju pengeringan
tetap
B
C
A

Laju pengeringan
menurun

AB

M

LP

C
D

D
E

E

M

t

Gambar 2 Kurva pengeringan

Gambar 3 Kurva karakteristik pengeringan

Keterangan Gambar 3:
A-B Periode pemanasan
B-C Laju pengeringan konstan
C
Kadar air kritis
C-D Periode penurunan laju pengeringan pertama
D-E Periode penurunan laju pengeringan kedua
Proses pengeringan mengalami dua laju pengeringan, yaitu laju pengeringan
konstan dan laju pengeringan menurun. Grafik laju pengeringan disajikan pada
Gambar 2. Laju pengeringan konstan terjadi karena gaya perpindahan air internal
lebih kecil dari perpindahan uap air pada permukaan bahan (Brooker et al. 1974).
Laju pengeringan konstan terjadi pada awal proses pengeringan yang
kemudian diikuti oleh laju pengeringan menurun. Periode ini dibatasi oleh kadar
air kritis (critical moisture content) (Henderson dan Perry 1976).
Kadar air kritis adalah kadar air dimana laju air bebas dari dalam bahan ke
permukaan tidak terjadi lagi. Pada biji-bijian umumnya kadar air ketika
pengeringan dimulai lebih kecil dari kadar air kritis, sehingga pengeringan yang
terjadi adalah proses pengeringan menurun.
Laju pengeringan semakin lama akan semakin menurun (Gambar 3).
Besarnya laju pengeringan berbeda pada setiap bahan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi laju pengeringan tersebut adalah:
1. Bentuk bahan, ukuran, volume, dan luas permukaan.
2. Sifat termofisik bahan, seperti: panas spesifik dan konduktivitas termal.
3. Komposisi kimia bahan, misalnya kadar air awal dan kadar air akhir untuk
memperoleh keseimbangan kadar air (Me).
4. Keadaan di luar bahan, seperti suhu.
Terdapat dua cara pengeringan yang umum dipergunakan yaitu:
1. Pengeringan Alami (tidak dilakukan).
2. Pengeringan Buatan.
Pengeringan talas dengan cara mekanis
Dengan kemajuan dan perkembangan teknologi modern, meningkatkan
permintaan talas berkualitas tinggi, kapasitas besar, dan serba cepat maka
dibuatlah usaha pengeringan mekanis yang lebih efektif dan lebih efisien daripada
pengeringan udara.

8
Rachmawan (2001) menyatakan bahwa pengeringan mekanis memiliki
kelebihan diantaranya:
1. Pengeringan jadi lebih singkat dan dapat diatur sesuai jadwal yang dinginkan.
2. Suhu bisa dikendalikan dan panas merata.
3. Terjadinya cacat dan kerusakan pada talas akibat pengeringan dapat dihindari.
4. Kualitas hasil lebih baik, lebih bersih, dan dapat meningkatkan nilai ekonomis.
5. Tidak bergantung cuaca.
6. Kapasitas pengeringan dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan.
7. Tidak memerlukan tempat yang luas.
8. Kondisi pengeringan dapat dikontrol.
9. Masa simpan menjadi lama.
10. Pekerjaan menjadi lebih mudah.
Adapun beberapa kekurangan yang diakibatkan oleh pengeringan mekanis:
1. Memerlukan investasi atau modal yang besar.
2. Memerlukan tenaga ahli dan pengalaman dalam pengoperasian alat atau mesin.
3. Talas yang akan dikeringkan memiliki sortimen tertentu.
4. Membutuhkan biaya operasional dan perawatan alat atau mesin.

Kadar Air Kesetimbangan
Kadar air kesetimbangan merupakan kadar air suatu bahan pada saat bahan
tersebut mengalami tekanan uap air yang seimbang dengan lingkungannya
(Heldman dan Singh 1981). Pada saat terjadi kesetimbangan kadar air, jumlah air
yang menguap sama dengan jumlah air yang diserap oleh bahan. Konsep kadar air
kesetimbangan diperlukan dalam analisis sistem penyimpanan dan pengeringan
hasil pertanian, karena kadar air kesetimbangan menentukan tingkat kadar air
minimum yang dapat dicapai pada suatu kondisi pengeringan tertentu. Kadar air
kesetimbangan suatu bahan merupakan sifat spesifik yang besarnya dipengaruhi
oleh kelembaban relatif dan suhu lingkungan, jenis bahan, dan tingkat
kematangan bahan (Manalu 2001).
Penurunan kadar air suatu bahan yang diletakkan di dalam suatu ruang
dengan kelembaban relatif rendah dan suhu tinggi disebut desorpsi. Sebaliknya
bila suatu bahan yang relatif kering menyerap air dari lingkungan yang
mempunyai kelembaban relatif lebih tinggi dan suhu rendah, dikatakan bahwa
bahan tersebut mencapai kadar air kesetimbangannya melalui adsorpsi. Proses
desorpsi dan adsorpsi ini disebut juga sorpsi isotermis (Henderson dan Perry
1976). Perbedaan yang nyata antara kadar air desorpsi dan adsorpsi pada kondisi
suhu dan RH yang sama yaitu bahwa kadar air kesetimbangan desoprsi lebih
tinggi dari pada kadar air kesetimbangan adsorpsi. Fenomena ini disebut histerisis
(Christensen 1974 di dalam Manalu 2001).
Plot antara kadar air dan RH pada suhu tertentu dikenal sebagai kurva kadar
air kesetimbangan pada suhu tetap atau sorpsi isotermis. Untuk produk pertanian
kurvanya berbentuk sigmoid (berbentuk S) (Manalu 2001).
Menurut Brooker et al. (1981) ada dua cara atau metode untuk menentukan
kadar air kesetimbangan yaitu metode statis dan dinamis. Pada metode statis
bahan dibiarkan dalam keadaan tenang untuk mencapai kesetimbangannya
biasanya dipergunakan larutan kimia agar RH lingkungannya tetap.

9
Untuk mencapai kesetimbangan diperlukan waktu beberapa hari. Pada
metode dinamis ada mekanisme pergerakan udara, cara ini lebih cepat akan tetapi
memiliki kendala pada pengendalian RHnya. Metode dinamis pada umumnya
dipakai pada analisis pengeringan sedangkan metode statis untuk analisis
penyimpanan.
Perhitungan data hasil penelitian RH menggunakan software psycPro
dengan nilai suhu bola basah dan suhu bola kering sebagai titik acuan.

Konstanta Pengeringan
Konstanta pengeringan merupakan karakteristik bahan dalam
mempertahankan air yang terkandung didalamnya terhadap pengaruh udara panas.
Konstanta pengeringan dinyatakan sebagai persatuan waktu (1/menit atau 1/jam).
Makin tinggi nilai konstanta pengeringan makin cepat suatu bahan membebaskan
airnya.
Konstanta pengeringan (k) merupakan fungsi dari difusivitas massa dan
geometri bahan dan merupakan penyederhanaan dalam memecahkan persamaan
difusi. Konstanta pengeringan dapat ditentukan dengan beberapa cara, yaitu
dengan menggunakan metoda empiris dan metoda grafik.
Perhitungan metode empiris didasarkan pada hukum pengeringan Newton,
yaitu:
.......................................................................................... (8)
Konstanta pengeringan bervariasi terhadap suhu mengikuti persamaan
Arrhenius (Brooker et al. 1981) sebagai berikut:
[ ] .............................................................................................. (9)
Perhitungan metode grafik berdasarkan pada integrasi Persamaan 8 sehingga
didapatkan:
e-kt ....................................................................................... (10)
Koefisien A dan k dapat dideduksi dengan melogaritmakan kedua ruas
persamaan sehingga menjadi persamaan linier berikut:
.......................................................................................... (11)
Sehingga persamaan untuk mencari konstanta pengeringan sebagai berikut:
................................................................................................ (12)
Barker dan Arkema (1992) menyatakan bahwa (A) merupakan koefisien
yang bergantung dari bentuk partikel.
Fungsi eksponensial pada Persamaan (10), jika digambarkan pada kertas
grafik semi logaritma seperti pada Gambar 4 berikut:

10
1

M-Me
M0-Me Δ

Y
Δt
0.1
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
t

Gambar 4 Kurva nisbah kadar air terhadap waktu pengeringan

Model Pengeringan Lapisan Tipis
Menurut Henderson dan Perry (1976) pengeringan lapisan tipis adalah
pengeringan dimana seluruh bahan tersebut dapat menerima langsung aliran udara
pengering yang melewatinya dengan kelembaban relatif dan suhu konstan.
Luikov (1966) dalam Broker dan Arkema (1992) telah mengembangkan
model matematik dalam bentuk persamaan didefinisikan untuk menggambarkan
proses pengeringan lapisan tipis. Hasil penggandaan adalah kombinasi dari efek
kadar air, suhu, energi, dan pindah massa total.
Pengeringan buatan berada pada suatu kondisi menurut penyederhanaan
persamaan pengeringan dari Luikov. Contohnya, penurunan kadar air karena
perbedaan tekanan hanya terjadi saat suhu bahan di atas suhu yang digunakan
pada pengeringan biji-bijian. Hal ini berarti pengaruh tekanan dapat diabaikan dari
sistem persamaan Luikov.
Karena gradien tekanan total dan suhu dapat diabaikan dalam praktek
pengeringan (Broker et al. 1974) maka dapat disederhanakan menjadi:
................................................................................................. (13)
Pada umumnya pergerakan air dalam bahan dapat dianggap berlangsung
secara difusi, maka koefisien K11 disebut koefisien difusivitas.
Hal tersebut dipengaruhi oleh koefisien fenomena dari perubahan kadar air
per luas permukaan pada saat perubahan energi, kadar air, suhu, dan pindah massa
total.

Energi Pengeringan
Energi pengeringan adalah energi yang digunakan untuk memanaskan bahan
dan menguapkan air dari bahan. Energi pengeringan merupakan penjumlahan
antara energi yang digunakan untuk memanaskan bahan (Q1) dan energi untuk
menguapkan air dari bahan (Q2), dimana:
.................................................................................................. (14)
..................................................................................................... (15)

11
Pengeringan Talas
Rangkaian kegiatan pengeringan talas adalah proses pengeluaran air yang
terdapat dalam talas dengan cara memperkecil ketebalan lapisan pengeringan yang
disebut dengan lapisan tipis dengan melakukan pengirisan agar terjadi
pengeringan yang akurat dalam menentukan konstanta pengeringan dan hal ini
sangat berguna untuk industri (Hall 1957).
Pengeringan talas dilakukan secara buatan. Pengeringan metode mekanis
dipengaruhi oleh kecepatan pengeringan dengan faktor-faktor yaitu: suhu,
kelembaban, dan sirkulasi udara yang dapat diatur.
Penggunaan oven adalah untuk membatasi lingkungan sekitar dengan
asumsi kondisi oven mewakili kondisi lingkungan pada saat itu, sehingga bahan
dapat mengering dengan cepat dan bisa mencapai kadar air kesetimbangan
(Hadikusumo 1994 dan Barker and Arkema 1992).
Proses pengeringan talas
Udara dari kipas pada oven terdistribusi merata ke seluruh bagian yang ada
di dalam oven termasuk ke bagian talas. Pada awal proses pengeringan talas,
udara mula-mula mengenai bagian bawah talas dan terus bergerak ke bagian atas
(terjadi penguapan kadar air dan pengurangan massa talas) sampai suhu bagian
bawah dan bagian atas sama besar dengan suhu oven. Ketika udara merata ke
seluruh bagian talas, maka proses pengeringan atau pengurangan massa berhenti
dan mencapai titik kesetimbangan antara suhu talas dan suhu oven.
Dua gradien ada di daerah pengeringan:
1. Kadar air gradien dari Me, Mo
2. Gradien suhu dari Ta ke Tg. Analisis sederhana, talas diasumsikan memiliki
suhu yang sama dengan udara pada setiap lokasi.
Jika kecepatan pengeringan rendah, maka daerah pengeringan dapat
diperpanjang sepenuhnya. Kelembaban rata-rata akhir yang diinginkan dapat
dicapai sebelum lapisan bawah bahan telah mencapai kesetimbangan dengan
udara pengering (Barker and Arkema 1992).

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Februari 2013 sampai dengan November
2013. Pengukuran kadar air talas dilakukan di Laboratorium Kekuatan Bahan,
pengukuran panas jenis, konduktivitas panas, massa jenis, dan difusivitas panas
dilakukan di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Pertanian Departemen Teknik
Mesin dan Biosistem.

12
Alat dan Bahan
Persiapan peralatan
Persiapan peralatan terdiri dari kalibrasi alat ukur, pemasangan alat ukur
pada oven, dan pengecekan alat. Adapun peralatan yang digunakan dalam
pengujian pengeringan talas adalah sebagai berikut:
1. Oven merk Tanifuji TG-112D. Suhu operasi hingga 300 oC, beroperasi secara
otomatis, memuat 5 rak, dengan dimensi panjang, lebar dan tinggi berturutturut 125 cm, 66 cm, dan 70 cm dan digunakan untuk mengeringkan talas.
2. Recorder hybrid merek Yokogawa tipe MV 1000 dengan 24 titik input, memori
penyimpanan 200 MB, rentang pengukuran hingga 75 hari berturut-turut,
penyimpanan data dalam flask memory USB dan tampilan layar digital untuk
menyimpan hubungan suhu dan waktu.
3. Timbangan digital merek AND tipe HL-100 dengan kapasitas timbangan
maksimal 100 gram, ketelitian hingga 0.01 gram, beroperasi dengan 6 batang
baterai AA dan adaptor, suhu 10 oC sampai 40 oC, RH 85%, berfungsi untuk
mengukur massa talas selama pengeringan.
4. Thermal Conductivity Meter merek Kemtherm QTM D3 untuk mengukur
konduktivitas panas irisan talas. Prosedur penggunaan alat tersebut terdapat
pada Lampiran 1 a.
5. Kalorimeter untuk mengukur panas jenis irisan talas.
6. Anemometer untuk mengukur kecepatan udara dalam oven.
7. Pipa U dengan ketelitian 1 mm untuk mengukur tekanan udara di dalam oven.
8. Termometer bola basah dan bola kering untuk mengukur suhu.
9. Obeng dengan berbagai ukuran untuk memasang termokopel pada recorder.
10. Penggaris untuk mengukur panjang.
11. Blender untuk menghaluskan talas menjadi bubur talas.
12. Jangka sorong untuk mengukur dimensi sampel.
13. Selotip untuk menempelkan peralatan pada oven.
14. Gelas ukur untuk mengukur massa jenis.
15. Tang untuk membengkokkan dan memotong termokopel.
16. Pisau untuk keperluan memotong selama penelitian.
17. Plastik untuk menyimpan contoh uji talas yang telah dipotong agar air yang
dikandung talas tidak cepat keluar. Semua peralatan yang digunakan selama
penelitian dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.

Gambar 5 Peralatan yang digunakan
Bahan yang digunakan adalah irisan talas bogor, air, dan alkohol 90%.
Gambar 6 menyajikan talas bogor sebagai bahan penelitian.

13

Gambar 6 Talas bogor (Colocasia esculenta L. Schoot)

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode studi pustaka dan tinjauan langsung
di laboratorium. Gambar 7 berikut menyajikan diagram alir penelitian.
Talas
Persiapan Bahan

Persiapan Peralatan
Pengukuran Karakteristik Talas

a. Pengukuran Karakteristik Fisik
- Pengamatan warna
- Penimbangan massa
- Pengukuran dimensi
b. Pengukuran Karakteristik Termal
- Pengukuran konduktivitas panas
- Pengukuran panas jenis
- Pengukuran difusivitas panas

-

Penentuan KarakteristikPengeringan Lapisan Tipis dengan Oven
Pengukuran kecepatan udara pengeringan
Pengukuran suhu
Pengukuran RH
Pengukuran laju penurunan kadar air
Penentuan konstanta pengeringan
Perhitungan Energi Pengeringan
Gambar 7 Diagram alir penelitian

14
1. Persiapan bahan
a. Bahan untuk uji konduktivitas termal
Sampel yang digunakan adalah balok talas dengan ukuran panjang 9.8 cm,
lebar 6.5 cm, dan tebal 2 cm sebanyak 3 potong untuk tiga kali ulangan.
b. Bahan untuk uji panas jenis talas
Bahan yang digunakan adalah talas cincang. Talas dicincang kecil-kecil
dengan berat rata-rata 25 gram, pengukuran dilakukan sebanyak sembilan
kali. Prosedur pengukuran tersebut terdapat pada Lampiran 1 b.
c. Bahan untuk uji massa jenis
Bahan yang digunakan adalah potongan talas dengan berat rata-rata 20 gram
dan pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali.
d. Bahan untuk uji kadar air
Bahan yang digunakan adalah irisan tipis sebanyak 54 sampel dengan massa
dan ukuran tertentu dan dilakukan sebanyak 2 kali ulangan untuk masingmasing suhu.

Parameter yang Diukur
1. Massa bahan
Massa bahan diukur pada awal proses, selama proses dan pada akhir proses
pengeringan.
2. Pengukuran massa dan kadar air irisan talas
Talas yang telah disiapkan diukur dimensi dan masaa awalnya untuk
mendapatkan posisi awal kadar air bahan. Lalu siapkan 9 irisan talas untuk
dimasukkan ke dalam oven yang akan dibagi dalam tiga rak, sehingga tiap rak
disusun 3 irisan talas. Terdiri dari 3 irisan talas untuk penurunan kadar air dan 1
irisan talas untuk suhu talas. Irisan talas dibungkus menggunakan alumunium foil
agar hanya bagian atas sampel yang terkena panas dari sumbernya dan tidak
terkena panas langsung dari rak besi. Pengukuran massa dan kadar air dilakukan
setiap 30 menit selama proses pengeringan berlangsung hingga berat irisan talas
konstan. Lampiran 2 menyajikan posisi sampel pada oven.
3. Pengukuran sifat panas talas
Pengukuran sifat panas talas terdiri dari 3 proses, yaitu pengukuran
konduktivitas panas, pengukuran panas spesifik, dan pengukuran massa jenis.
Lampiran 1 a, menyajikan prosedur penggunaan Thermal Conductivity Meter dan
Lampiran 1 b, menyajikan prosedur pengukuran panas spesifik.
4. Pengukuran kadar air
Dilakukan setiap 30 menit selama pengeringan berlangsung. Pengeringan
dilakukan dua kali pengulangan dengan perlakuan suhu yang berbeda.
Pengukuran suhu dilakukan secara otomatis oleh recorder. Pengukuran kadar air
meliputi kadar air basis basah, kadar air basis kering, kadar air awal, kadar air
akhir, dan kadar air kesetimbangan sampai proses pengeringan berakhir.
Pengukuran kadar air dilakukan dengan cara mengukur massa bahan sebelum dan
sesudah dikeringkan. Kadar air bahan dihitung dengan persamaan:
.................................................................................. (16)
................................................................................... (17)

15
5. Suhu dan RH
Suhu yang diukur adalah suhu oven, suhu bola basah dan bola kering, suhu
bangunan pengering, dan suhu lingkungan. Pengukuran suhu dilakukan setiap
setengah jam untuk mengawasi suhu agar tetap konstan. Nilai RH didapat dengan
menggunakan software PsycoPro dengan suhu bola basah dan bola kering sebagai
titik acuan. Seperti pada Lampiran 4 c.
6. Laju penurunan kadar air
Dapat dihitung dengan rumus berikut:
........................................................................................... (18)

Perlakuan dan Pengulangan
Perlakuan pada proses pengeringan talas ini dilakukan dengan menggunakan
dua metoda yaitu dengan mengunakan alat pengering ERK dan mesin pengering
berakuasisi dengan terdiri dari tiga faktor, yaitu faktor suhu, kelembaban relatif
(RH), dan kecepatan udara. Kecepatan udara yang digunakan antara 0.60 m/s
sampai 1.10 m/s.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Talas Bogor
Karakteristik Fisik
Secara fisik talas dapat diidentifikasi karena dapat dilihat dengan pancaindra
terutama indra penglihatan dan indra peraba. Hasil penelitian karakteristik fisik
talas rata-rata sebelum dan setelah pengeringan disajikan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4 Karakteristik fisik talas rata-rata

Suhu
(oC)
35
35
45
45
55
55

Ulangan

Massa awal (g)
sebelum
pengeringan

Massa akhir
(g) setelah
pengeringan

I
II
I
II
I
II

45.44
24.28
40.05
23.81
31.23
19.01

25.93
9.25
16.81
10.35
13.43
5.55

Dimensi (cm3)
Awal
Akhir
sebelum setelah
pengerin pengeri
gan
ngan
30.97
27.03
22.55
10.68
41.07
23.63
21.95
9.61
33.42
28.39
11.86
6.77

Warna kulit
sebelum
pengeringan
Kecoklatan
Kecoklatan
Kecoklatan
Kecoklatan
Kecoklatan
Kecoklatan

16
Karakteristik Termal
Sebelum melakukan proses pengeringan dalam oven dilakukan pengujian
nilai konduktivitas panas, panas jenis, massa jenis, dan difusivitas panas dengan
masing-masing tiga kali ulangan dan diambil nilai rerata seperti pada Tabel 5
berikut.
Tabel 5 Nilai rerata karakteristik termal talas dan kentang (Mukarom 2008)
Karakteristik panas
Konduktivitas panas
Panas jenis
Massa jenis
Difusivitas panas
*Mukarom 2008

Nilai
Talas
Kentang*
0.5072
0.648
3.21084
3.520
1149.5
1083
1.374 x 10-9
1.711 x 10-9

Satuan
W/m K
kJ/kg K
kg/m3
m2/s

Talas yang digunakan untuk pengeringan memiliki konduktivitas panas
rerata 0.5072 W/m K. Perhitungan panas jenis dengan kalorimeter didapat rerata
3.21084 kJ/kg K, massa jenis rerata 1149.5 kg/m3 dan nilai difusivitas panas
sebesar 1.374 x 10-9 m2/s. Lampiran 3 dan Lampiran 4 a, menunjukkan hasil
perhitungan tersebut.
Kentang memiliki nilai konduktivitas panas sebesar 0.648 W/m K, panas
jenis sebesar 3.52 kJ/kg K, massa jenis sebesar 1083 kg/m3, dan difusivitas panas
sebesar 1.711 x 10-9 m2/s (Mukarom 2008). Kentang dipilih sebagai pembanding
talas karena memiliki karakteristik yang hampir sama.

Penentuan Suhu Pengeringan Menggunakan Infrared
Penelitian pendahuluan dilakukan dengan pemanasan infrared untuk
menentukan suhu terbaik sebelum melakukan proses pengeringan di dalam oven,
mula-mula suhu yang digunakan adalah 75 oC, 65 oC, dan 55 oC diperoleh hasil
yang kurang baik sehingga dilakukan penurunan suhu, dipilih suhu 55 oC, 45 oC,
dan 35 oC hasil menunjukkan penurunan kadar air cukup mudah diketahui dan
bahan tidak sampai gosong dengan waktu yang tepat.

Pengukuran Kadar Air Menggunakan Oven
Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui nilai kandungan air pada bahan
dan penurunan massa bahan selama proses pengeringan, diperoleh nilai seperti
pada Tabel 6 berikut.

17
Tabel 6 Kadar air bahan dalam basis basah (% bb) dan basis kering (% bk)
Suhu (oC)

Ulangan

35
35
Rata-rata
45
45
Rata-rata
55
55
Rata-rata

I
II

Waktu
(menit)
910
835

I
II

595
755

I
II

490
435

Kadar air (bb)
Awal Akhir
88.9
5.2
73.8
5.2
81.4
5.2
65.6
8.1
75.1
13.2
70.3
15.2
74.1
3.6
88.9
9.3
81.5
6.4

Kadar air (bk)
Awal
Akhir
804.2
5.5
281.1
5.5
542.6
5.5
190.5
8.8
301.3
15.2
245.9
11.9
285.5
3.7
804.2
10.2
544.8
6.9

Kadar air talas berkisar 3.6% sampai 88.9% basis basah dan 3.7% sampai
804.2% basis kering.

Karakteristik Pengeringan
Suhu
Selama proses pengeringan terjadi peningkatan suhu yang disebabkan oleh
aliran udara panas dari oven. Perbedaan suhu hasil penelitian disajikan pada Tabel
7 berikut:
Tabel 7 Perbedaan suhu oven, suhu luar, dan suhu talas
Suhu
(oC)
35
35
45
45
55
55

Suhu talas (oC)

o

Ulangan

Suhu luar ( C)

I
II
I
II
I
II

28.89
29.28
28.74
28.59
28.97
28.99

Rak 1

Rak 2

Rak 3

34.37
34.40
42.31
42.06
47.48
47.57

33.92
33.81
41.36
41.75
46.58
46.60

32.76
32.95
40.33
40.12
42.63
42.72

Suhu talas
Rata-rata
(oC)
33.68
33.72
41.33
41.31
45.56
45.21

Suhu lingkungan dan suhu pada ruang pengering memperlihatkan hasil
bahwa pada setiap percobaan, suhu ruang pengering selalu lebih tinggi
dibandingkan suhu lingkungan.
Dari Tabel 6 diambil suatu hubungan antara suhu dan waktu pengeringan,
semakin tinggi suhu pengeringan semakin sedikit waktu yang dibutuhkan untuk
mencapai kadar air kesetimbangan. Dari hubungan di atas dapat disimpulkan
bahwa waktu pengeringan berbanding terbalik dengan suhu pengeringan.

18
Hal di atas dapat diterangkan bahwa pada waktu yang sama konsentrasi air
dalam bahan yang dikeringkan dengan suhu tinggi selalu lebih kecil dari bahan
yang dikeringkan dengan suhu rendah, sehingga ikatan air dengan bahan semakin
kuat, selisih tekanan uap semakin kecil sehingga penguapan yang berlangsung
semakin rumit.
Pada awal proses pengeringan laju pengeringan berlangsung cukup tinggi,
karena masih terdapat air yang cukup banyak di permukaan bahan setelah itu laju
pengeringan semakin menurun dalam jangka waktu yang relatif lama. Hal ini
disebabkan oleh terjadinya mekanisme pengeringan difusi, yaitu terjadi
perpindahan uap air dari dalam bahan ke permukaan bahan kemudian ke udara
bebas. Mekanisme tersebut terjadi karena adanya perbedaan tekanan uap air antara
bahan yang dikeringkan dengan udara luar. Menurut Hall (1957) aliran atau
migrasi air dari tempat yang bertekanan uap tinggi ke tempat yang bertekanan
rendah adalah sebanding dengan selisih tekanan uapnya.
Kelembaban
Nilai RH diperoleh dengan menggunakan software PsycoPro dengan suhu
bola basah dan bola kering sebagai titik acuan seperti pada Lampiran 4 c. Nilai
RH penelitian disajikan pada Tabel 13. Hasil penelitian diperoleh nilai RH
berkisar antara 40.1% sampai 86.5%.

Laju Penurunan Kadar Air
Prinsip pengeringan pada dasarnya adalah mengeringkan bahan sampai
kadar air bahan mendekati nol atau telah mencapai kadar air kesetimbangannya.
Dari hasil perhitungan diperoleh laju penurunan kadar air seperti pada Tabel 8
berikut.
Tabel 8 Laju penurunan kadar air rata-rata (
)
(
)
Suhu (oC) Ulangan
(g H2O/menit)
35
I
0.02144
35
II
0.01800
45
I
0.03077
45
II
0.02056
55
I
0.03633
55
II
0.03093
Laju penurunan kadar air rata-rata paling tinggi adalah 0.03633 g H2O/menit,
terjadi pada suhu 55oC dan paling rendah 0.01800 g H2O/menit pada suhu 35oC.
Jadi semakin tinggi suhu maka semakin cepat laju pengeringannya. Hal ini
ditunjukkan dengan grafik hubungan laju pengeringan (drying rate = y) dan
waktu (x) selama pengeringan pada Lampiran 5 dan persamaan hubungan laju
pengeringan (drying rate = y) dan waktu (x) selama pengeringan pada Lampiran 7.

19
Kecepatan Udara Pengeringan
Kecepatan udara pengeringan diukur untuk mengetahui seberapa besar
kecepatan udara yang dikeluarkan oleh kipas pada pengering dan hasilnya
ditunjukkan pada Tabel 9.
Tabel 9 Kecepatan udara pengeringan (v)
Suhu
(oC)
35
35
45
45
55
55

Ulangan
I
II
I
II
I
II

v Maksimum
(m/s)
0.80
1.10
0.86
0.89
0.88
0.90

v Minimum
(m/s)
0.60
0.70
0.77
0.78
0.86
0.85

v Rata-rata
(m/s)
0.76
0.89
0.89
0.86
0.86
0.85

Diperoleh nilai kecepatan pengeringan berkisar antara 0.60 m/s sampai 1.10
m/s dengan luas penampang outlet kipas sekitar 164 cm2.

Energi Pengeringan
Energi untuk memanaskan talas
Besarnya energi yang dibutuhkan untuk memanaskan talas agar uap air yang
terkandung pada talas mengalami kesetimbangan kadar air atau tidak terjadi lagi
penurunan massa talas. Tabel 10 menyajikan nilai energi untuk memanaskan talas.
Tabel 10 Nilai energi untuk memanaskan talas (Q1)
Suhu (oC)

Q1 (kJ)

35

0.465785

45

0.948633

55

1.132224

Tabel 10 menunjukan bahwa suhu berbanding lurus dengan nilai energi
pengeringan sesuai dengan Persamaan 14.
Energi yang tersedia dari oven
Energi yang digunakan pada penelitian ini berasal dari energi listrik.
Kebutuhan energi listrik berdasarkan daya pemanas dan kipas dikalikan dengan
waktu penggunaannya selama pengeringan. Listrik yang digunakan memiliki
tegangan 220 Volt, pemanas yang digunakan memiliki daya 1600 Watt dan kipas
memiliki daya 240 Watt.

20
Energi paling besar digunakan pada pengeringan suhu 35 oC, dan paling
kecil suhu 55 oC. Hal ini dikarenakan pengeringan 55 oC membutuhkan waktu
yang jauh lebih singkat dibandingkan pengeringan lainnya, sehingga akumulasi
energi yang digunakan lebih sedikit.
Pengeringan suhu 55 oC membutuhkan waktu yang singkat dan RH
pengeringan yang berbeda sehingga pengeringan suhu 55 oC mengeluarkan air
dari bahan dengan lebih efisien. Hasilnya disajikan pada Tabel 11 berikut.
Tabel 11 Energi yang tersedia dari oven
Suhu (oC)
35
45
55

Waktu (menit)
872.5
675.0
462.5

Waktu (detik)
52167.5
40877.5
27967.5

Energi dari Oven (kJ)
83468
65404
44748

Energi total
Energi total adalah jumlah energi yang tersedia dari oven untuk memanaskan
talas tiap kg air yang diuapkan. Tabel 12 menyajikan data energi total.
Tabel 12 Energi yang dibutuhkan tiap kg air yang diuapkan (Q)
Suhu (oC)
35
45
55

Waktu (menit)
872.5
675.0
462.5

Massa uap air (kg)
0.01460
0.01924
0.01914

Q (kJ/kg uap air)
5713073.24
3399376.30
2337931.03

Kadar Air Kesetimbangan
Nilai kadar air kesetimbangan dinamis diperoleh berdasarkan penurunan
kadar air selama pengeringan sampai tidak terjadi lagi penurunan massa (massa
konstan) atau dengan kata lain tidak terjadi lagi penguapan uap air dari bahan.
Pada penelitian ini dihasilkan nilai pengukuran kadar air kesetimbangan yang
disajikan pada Tabel 13 berikut.
Tabel 13 Nilai kadar air kesetimbangan (Me)
Suhu (oC)
35
35
45
45
55
55

Ulangan
I
II
I
II
I
II

T (oC)
33.68
33.72
41.33
41.31
45.56
45.21

RH (%)
79.2
79.3
54.1
66.3
48.4
44.1

Me (%)
3.4
3.6
3.3
3.4
3.3
3.2

21
Konstanta Pengeringan
Konstanta pengeringan merupakan paduan unsur-unsur RH, Suhu,
difusivitas massa dan bentuk benda. Pada penelitian ini nilai konstanta (k)
diperoleh dari penurunan kadar air. Hasil percobaan disajikan pada Tabel 14.
Tabel 14 Nilai konstanta pengeringan (k)
Suhu
(oC)
35
35
45
45
55
55

Waktu
Ulangan pengeringan k (1/menit)
(menit)
I
910
0.002555
II
835
0.003789
I
595
0.004189
II
755
0.004500
I
490
0.004956
II
435
0.007956

k rata-rata
(1/menit)
0.0031720
0.0043445
0.006456

Sebagian peneliti beranggapan bahwa konstanta pengeringan merupakan
fungsi suhu, kadar air, difusivitas massa, dan kelembaban relatif. Dengan
mengetahui konstanta pengeringan, akan diketahui laju penguapan dari suatu
bahan yang dikeringkan. Karena semakin tinggi nilai konstanta pengeringan maka
semakin cepat suatu bahan membebaskan kandungan airnya sehingga waktu yang
dibutuhkan semakin singkat seperti ditunjukkan pada Tabel 14 di atas. Ha

Dokumen yang terkait

Uji Aktivitas Penyembuhan Luka Bakar Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) Pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

4 21 107

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol Umbi Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var. antiquorum) terhadap Penyembuhan Luka Terbuka pada Tikus Putih (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley

0 35 120

Formulasi dan Evaluasi Fisik Mikroemulsi Ekstrak Umbi Talas Jepang (Colocasia esculenta (L.) Schott var antiquorum) sebagai Anti-Aging

13 76 98

Penanganan Awal dan Pengeringan Umbi Talas (Colocasia esculenta (L.) Schoot) menggunakan Sunbeam Food Dehydrator Tipe DT5600

18 115 109

KAJIAN KARAKTERISTIK TEPUNG UMBI TALAS (Colocasia esculenta L. Schott) VARIETAS BENTUL DAN SUTERA.

0 0 3

PEMANFAATAN TALAS BOGOR ( Colocasia esculenta (L) Schoot) SEBAGAI LARVASIDA NYAMUK

0 3 6

RANCANG BANGUN MESIN PENGUPAS KULIT TALAS (Colocasia esculenta L.) Design of Talas (Colocasia esculenta L.) Skin Peeling Machine

0 0 8

Faktor Ragi Roti dan Waktu Fermentasi Tepung Umbi Talas (Colocasia Esculenta [L] Schoot) Menjadi Bioetanol The Factor of Bread Yeast And Fermentation Time of Taro Tuber Starch (Colocasia Esculenta [L] Schoot) to Produce Bioethanol

0 1 12

Karakteristik Umbi Plasma Nutfah Tanaman Talas (Colocasia esculenta)

0 2 7

UJI INDEKS GLIKEMIK UMBI TALAS UNGU (Colocasia esculenta L) DAN UMBI TALAS JEPANG (Colocasia esculenta Var Antiquorum) PADA MENCIT JANTAN (Mus musculus)

0 2 91