Penentuan Waktu Reaksi dan Konsentrasi Katalis untuk Sintesis Mono-Diasilgliserol

PENENTUAN WAKTU REAKSI DAN KONSENTRASI
KATALIS UNTUK SINTESIS MONO-DIASILGLISEROL

MELAN AULIYA ANDRIANI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Waktu
Reaksi dan Konsentrasi Katalis untuk Sintesis Mono-Diasilgliserol adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Melan Auliya Andriani
NIM F34090055

ABSTRAK
MELAN AULIYA ANDRIANI. Penentuan Waktu Reaksi dan Konsentrasi
Katalis untuk Sintesis Mono-diasilgliserol. Dibimbing oleh DWI
SETYANINGSIH.
Mono-diasilgliserol
merupakan
emulsifier
yang
mengandung
monogliserida dan digliserida, yang dibuat dengan mereaksikan gliserol dan asam
lemak dengan bantuan katalis kimia. Penelitian ini bertujuan untuk memproduksi
mono-diasilgliserol dari gliserol hasil samping produksi biodiesel dan palm fatty
acid distillate hasil samping produksi minyak goreng serta mengetahui waktu
reaksi dan konsentrasi katalis terbaik untuk menghasilkan mono-diasilgliserol
melalui proses esterifikasi. Tahapan yang dilakukan pada penelitian ini terdiri dari

pemurnian gliserol, karakteristik hasil pemurnian gliserol dan palm fatty acid
distillate. Setelah itu dilanjutkan dengan penentuan waktu reaksi (60, 75, dan 90
menit) dan konsentrasi katalis (1.5%, 2%, dan 2.5%) untuk produksi monodiasilgliserol, serta karakteristik produk mono-diasilgliserol. Katalis yang
digunakan adalah methyl ester sulphonic acid. Produk mono-diasilgliserol yang
terbaik yaitu mono-diasilgliserol dari perlakuan konsentrasi katalis 1.5% dan
waktu reaksi 75 menit. Kondisi tersebut menghasilkan mono-diasilgliserol dengan
rendemen 30.20%, persentase fraksi monoasilgliserol 16.21%, diasilgliserol
31.00%, titik leleh 57 oC, nilai pH 4, stabilitas emulsi 85.94%, bilangan asam
23.18 mg KOH/g sampel, serta tekstur agak padat, kering, dan berwarna putih
kecokelatan.
Kata kunci: gliserol, asam lemak, emulsifier, mono-diasilgliserol, esterifikasi

ABSTRACT
MELAN AULIYA ANDRIANI. Determination of Reaction Time and
Concentration of Catalysts for Synthesis of Mono-Diacylglycerol. Supervised by
DWI SETYANINGSIH.
Mono-diacylglycerol is an emulsifier that containing monoglycerides and
diglycerides, which is made by reacting glycerol and fatty acids with the help of a
chemical catalyst. This research was aimed to produce mono-diacylglycerol from
glycerol, by-product of biodiesel production and palm fatty acid distillate, byproduct of frying oil production, and to know the best reaction time and

concentration of catalyst to produce mono-diacylglycerol through esterification
process. The steps consisted of glycerol purification, characterization of purified
glycerol and palm fatty acid distillate. This was followed by determinating the
reaction time (60, 75, and 90 minute) and concentration of catalysts (1.5%, 2%,
and 2.5%) for production of mono-diacylglyserol, and characterization of monodiacylglycerol which has been producted. In this research was used a methyl ester
sulphonic acid as the catalyst. The best products was mono-diacylglycerol with
catalyst concentration of 1.5% and reaction time 75 minutes. This condition
producted M-DAG with yield 30.20%, the percentage fraction of
monoacylglycerol 16.21%, diacylglycerol 31.00%, melting point of 57 oC, pH 4,

emulsion stability 85.94%, acid value 23.18 mg KOH/g sample, texture rather
dense, quite dry, and whitey-brown color.
Keywords : glycerol, fatty acids, emulsifiers, mono-diacylglycerol, esterification
.

PENENTUAN WAKTU REAKSI DAN KONSENTRASI
KATALIS UNTUK SINTESIS MONO-DIASILGLISEROL

MELAN AULIYA ANDRIANI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Penentuan Waktu Reaksi dan Konsentrasi Katalis untuk Sintesis
Mono-Diasilgliserol
Nama
: Melan Auliya Andriani
NIM
: F34090055

Disetujui oleh


Dr Dwi Setyaningsih, STP MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judu] Skripsi: Penentuan Wakru e 'si dan Konsentrasi Katalis untuk Sintesis
Mono-Dia ilgli_. ro1
Nama
: Melan Auliya .-\ ndr iani
: F34090055
NIM

Disetujui oleh


Tanggal Lulus:

12 1 FP") 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
mono-diasilgliserol, dengan judul Penentuan Waktu Reaksi dan Konsentrasi
Katalis untuk Sintesis Mono-diasilgliserol.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Dr Dwi Setyaningsih, STP MSi selaku Pembimbing Akademik yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penelitian dan penyusunan
skripsi.
2. Dr Ir Ika Amalia Kartika, MT dan Dr Endang Warsiki, STP MSi selaku dosen
penguji yang telah memberikan saran dalam perbaikan skripsi.
3. Seluruh staf dan teknisi Laboratorium Teknologi Industri Pertanian IPB yang
telah banyak membantu selama kuliah dan penelitian.
4. Seluruh staf dan teknisi SBRC – LPPM IPB dan Technopark IPB yang telah
banyak membantu selama penelitian.

5. Bapak Dadi Ramdhani yang telah membantu dan meminjamkan alat pemanas
reaktor untuk proses sintesis mono-diasilgliserol.
6. PT Asianagro Agung Jaya yang telah memberikan PFAD untuk bahan baku
penelitian ini.
7. Laboratorium SEAFAST Center IPB yang telah memberikan sampel M-DAG
sebagai standar baku dalam penelitian ini.
8. Keluarga yang selalu memberikan dukungan, kasih sayang, doa dan semangat
kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan di IPB.
9. Devina Kurniati selaku teman sebimbingan yang saling membantu selama
penelitian dan penyusunan skripsi.
10. Seluruh teman-teman TIN IPB angkatan 46 yang selalu memberi motivasi dan
doa selama penelitian.
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Melan Auliya Andriani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah


2

Tujuan Penelitian

2

METODE

3

Bahan

3

Alat

3

Prosedur


3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Pemurnian Gliserol

4

Karakteristik Bahan Baku

7

Proses Produksi dan Karakteristik Mono-Diasilgliserol (M-DAG)

8

SIMPULAN DAN SARAN


17

Simpulan

17

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

LAMPIRAN

21

RIWAYAT HIDUP

31

DAFTAR TABEL
1. Karakteristik gliserol kasar dan gliserol murni
2. Karakteristik bahan baku pada PFAD

6
7

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Mekanisme terbentuknya asam lemak bebas
Mekanisme terbentuknya garam K3PO4
Lapisan yang terbentuk setelah penambahan asam fosfat
Gliserol kasar (kiri) dan gliserol murni (kanan)
Reaksi esterifikasi antara gliserol dan tiga molekul asam lemak
M-DAG yang belum dimurnikan dengan waktu reaksi 60, 75, dan 90
menit: a) Konsentrasi katalis 1.5%, b) Konsentrasi katalis 2%, c)
Konsentrasi katalis 2.5%
7. Rendemen hasil pemurnian M-DAG pada waktu reaksi 60, 75, dan 90
menit dan konsentrasi katalis 1.5%, 2%, dan 2.5%
8. M-DAG yang telah dimurnikan
9. Hasil pengembangan elusi KLT pada M-DAG konsentrasi 1.5%
10. Persentase luas area masing-masing fraksi M-DAG pada waktu reaksi
60, 75, dan 90 menit dan konsentrasi katalis 1.5%, 2%, dan 2.5%
11. Persentase antara fraksi MAG+DAG dan TAG+ALB pada M-DAG
pada waktu reaksi 60, 75, dan 90 menit dan konsentrasi katalis 1.5%,
2%, dan 2.5%
12. Nilai pH M-DAG sebelum dan setelah dimurnikan dengan kondisi
waktu reaksi 60, 75, dan 90 menit dan konsentrasi katalis 1.5%, 2%,
dan 2.5%
13. Titik leleh M-DAG sebelum dan setelah dimurnikan dengan kondisi
waktu reaksi 60, 75, dan 90 menit dan konsentrasi katalis 1.5%, 2%,
dan 2.5%
14. Stabilitas emulsi M-DAG sebelum dan setelah dimurnikan dengan
kondisi waktu reaksi 60, 75, dan 90 menit dan konsentrasi katalis 1.5%,
2%, dan 2.5%

5
5
5
5
9

9
10
11
12
12

13

14

15

16

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.

Prosedur analisis hasil pemurnian gliserol
Prosedur analisis karakeristik PFAD
Prosedur karakteristik dari hasil produksi M-DAG
Karakteristik fisik M-DAG sebelum dan setelah pemurnian
Hasil analisis M-DAG sebelum dan setelah pemurnian

21
22
23
24
29

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Industri biodiesel merupakan salah satu industri yang akan berkembang di
masa mendatang, terutama yang berbasiskan dari minyak kelapa sawit. Hal ini
terjadi karena biodiesel sebagai bahan bakar alternatif yang memiliki gas buang
yang tidak bersifat beracun (Ahn et al. 1995). Biodiesel merupakan hasil reaksi
transesterifikasi minyak nabati dengan metanol dalam suatu kondisi tekanan dan
suhu tertentu dengan menggunakan katalis basa. Reaksi transesterifikasi ini
menghasilkan senyawa metil ester yang merupakan biodiesel itu sendiri dan
gliserol sebagai produk sampingnya. Gliserol kasar ini banyak mengandung
metanol, katalis basa, dan sabun. Hasil samping produksi biodiesel yang cukup
besar adalah gliserol kasar yang jumlahnya kurang lebih 12% dari produk (Ahn et
al. 1995). Gliserol akan menjadi sumber limbah pada industri pembuatan
biodiesel, jika tidak diolah menjadi bahan yang bermanfaat. Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (2012) menyatakan produksi biodiesel di Indonesia
pada 2012 sebesar 2 juta ton. Jumlah produksi biodiesel diperkirakan akan
meningkat menjadi 3.4 juta ton pada 2014. Gliserol hasil samping produksi
biodiesel memiliki nilai ekonomi yang rendah karena masih mengandung
pengotor. Untuk itu, perlu adanya pengolahan residu gliserol tersebut untuk
dijadikan produk yang bernilai tinggi. Salah satu caranya yaitu dengan melakukan
pemurnian gliserol.
Palm Fatty Acid Distilate (PFAD) merupakan produk samping proses
pemurnian minyak sawit dalam industri minyak goreng. Tahapan proses
pemurnian minyak adalah pemisahan gum (degumming), pemisahan asam lemak
bebas (netralisasi), pemucatan (bleaching), dan penghilangan bau (deodorasi).
Pada proses deodorasi ini PFAD dihasilkan. Pemisahan asam lemak bebas penting
dilakukan di industri minyak goreng karena kandungan asam lemak bebas yang
tinggi pada minyak akan menyebabkan minyak mudah teroksidasi. PFAD banyak
mengandung asam lemak bebas yaitu sebesar 80% dengan komposisi terbesar
asam palmitat dan asam oleat. Jumlah PFAD yang dihasilkan pada proses
pengolahan sawit di Indonesia tahun 2010 mencapai 891.000 ton (Direktorat
Jenderal Perkebunan 2010). Jumlah ini akan terus bertambah karena produksi
minyak kelapa sawit di Indonesia terus meningkat dan pada tahun 2013
diperkirakan mencapai 28 juta ton (GAPKI 2013). Selama ini, PFAD hanya
digunakan dalam industri sabun dan cat. Sebagai sumber asam lemak, PFAD
dapat dimanfaatkan untuk pembuatan emulsifier campuran mono-diasilgliserol
(M-DAG) melalui reaksi esterifikasi dengan gliserol.
Emulsifier merupakan bahan yang digunakan untuk mengurangi tegangan
permukaan antara dua fase yang dalam keadaan normal tidak saling bercampur,
sehingga keduanya dapat teremulsi. Emulsifier memiliki gugus hidrofilik maupun
lipofilik atau gugus yang suka air dan lemak dalam satu molekul. Salah satu
emulsifier yang paling banyak digunakan adalah mono-diasilgliserol (M-DAG).
M-DAG banyak digunakan sebagai penstabil emulsi pada produk pangan dan
non-pangan, seperti farmasi dan kosmetik. M-DAG memiliki dua gugus yaitu
gugus hidrofilik dan lipofilik. Gugus hidroksil bebas bersifat hidrofilik yang dapat

2
berikatan dengan air, sedangkan asam lemak sebagai gugus teresterifikasi
merupakan gugus lipofilik yang dapat berinteraksi dengan fase minyak atau lemak.
Dengan adanya dua gugus tersebut, M-DAG bersifat sebagai bahan surface active
(surfaktan) yang dapat digunakan sebagai emulsifier.
Proses produksi M-DAG dapat melalui proses hidrolisis, esterifikasi asam
lemak dengan gliserol, serta gliserolisis. Secara industri proses produksi M-DAG
dilakukan melalui gliserolisis pada suhu tinggi minimal 220 oC dengan
menggunakan katalis alkali pada kondisi atmosfer nitrogen dan gliserol berlebih.
Sedangkan proses hidrolisis pada umumnya disebabkan oleh aktifitas enzim dan
mikroba, dimana penggunaan enzim membutuhkan biaya yang cukup mahal.
Untuk mengatasi masalah tersebut, perlu dilakukan suatu alternatif proses untuk
memproduksi M-DAG tanpa menggunakan energi dan biaya yang tinggi yaitu
melalui proses esterifikasi asam lemak dengan gliserol.
Pada penelitian ini digunakan bahan baku untuk produksi M-DAG dengan
menggunakan gliserol dari hasil pemurnian limbah biodiesel dan PFAD dari
limbah industri minyak goreng. Produksi M-DAG ini melalui proses esterifikasi
asam lemak dan gliserol dengan bantuan katalis. Jenis-jenis katalis yang dapat
digunakan diantaranya adalah katalis basa, katalis asam, dan katalis enzim.
Umumnya dalam pembuatan M-DAG secara komersial menggunakan katalis
enzim. Namun, penggunaan katalis enzim membutuhkan biaya yang mahal,
sehingga diperlukan suatu alternatif untuk memproduksi M-DAG dengan biaya
yang terjangkau dan bermutu tinggi. Salah satu caranya yaitu dengan
menggunakan katalis kimia. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian
mengenai pengaruh waktu reaksi dan konsentrasi katalis kimia yang terbaik untuk
memproduksi M-DAG melalui proses esterifikasi. Katalis yang digunakan adalah
methyl ester sulfonic acid (MESA). Katalis ini dihasilkan dari sulfonasi metil ester
minyak kelapa sawit.

Perumusan Masalah
Perumusan masalah penelitian ini meliputi:
1. Karakteristik gliserol dan PFAD yang digunakan sebagai bahan baku produksi
mono-diasilgliserol.
2. Waktu reaksi dan konsentrasi katalis terbaik untuk memproduksi monodiasilgliserol.
3. Karakteristik produk mono-diasilgliserol yang dihasilkan.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Memproduksi mono-diasilgliserol dari gliserol hasil samping produksi
biodiesel dan PFAD hasil samping produksi minyak goreng.
2. Mengetahui waktu reaksi dan konsentrasi katalis terbaik untuk menghasilkan
mono-diasilgliserol melalui proses esterifikasi.
3. Mengetahui karakteristik produk mono-diasilgliserol yang dihasilkan.

3

METODE
Bahan
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini adalah gliserol hasil
samping proses produksi biodiesel dan methyl ester sulfonic acid (MESA) yang
ada di Laboratorium SBRC (Surfactant and Bioenergy Research Center) LPPM
IPB, PFAD dari PT Asianagro Agung Jaya dan M-DAG dari SEAFAST
(Southeast Asia Food and Agriculture Science and Technology) Center IPB.
Bahan kimia yang digunakan diantaranya yaitu asam fosfat, aquades, indikator
biru bromtimol, H2SO4, NaOH, NaIO4, etilena glikol, alkohol netral 95%, KOH
0.1 N, indikator phenolphthalein 1%, campuran petroleum eter, dietil eter, asam
asetat glasial, dan minyak goreng.

Alat
Peralatan yang digunakan untuk proses pemurnian gliserol dan analisis
karakteristiknya diantaranya yaitu peralatan gelas, neraca analitik, penyaring
vakum, kertas saring, corong Buchner, cawan porselen, lemari asam, tanur,
desikator, sudip, aluminium foil, penangas air, dan penjepit gegep. Peralatan yang
digunakan untuk proses produksi M-DAG yaitu sebuah reaktor berukuran 1 liter
yang dilengkapi dengan pemanas yang dapat dikendalikan suhunya, motor
pengaduk dan pengaduk, alat untuk menampung air, dan mesin vakum. Produk
M-DAG yang dihasilkan dianalisis dengan menggunakan peralatan gelas,
aluminium foil, neraca analitik, kertas pH universal, tabung kapiler, termometer,
plat kaca, dan kolom KLT.

Prosedur
Pemurnian gliserol kasar
Prosedur pemurnian gliserol ini mengacu pada penelitian Farobie (2009)
dan Fanani (2010) yaitu gliserol kasar sebanyak 600 ml dalam gelas piala
ditambah dengan larutan asam fosfat 85% sebanyak 5% (v/v) dan diaduk selama
30 menit. Campuran tersebut didinginkan dan didiamkan selama 1 jam sampai
terbentuk tiga lapisan (endapan garam, asam lemak, gliserol murni). Ketiga
lapisan tersebut dipisahkan dengan penyaring vakum dan kertas saring. Kemudian
lapisan tengah dan lapisan atas dipisahkan dengan menggunakan corong pemisah
sehingga dihasilkan gliserol murni. Hasil pemurnian gliserol tersebut kemudian
dilakukan analisis karakteristiknya meliputi: kadar abu, kadar gliserol, dan pH.
Prosedur analisis ini disajikan pada Lampiran 1.
Karakteristik Bahan Baku
Analisis yang dilakukan terhadap PFAD meliputi titik leleh, pH, dan kadar
asam lemak bebas. Prosedur analisis ini disajikan pada Lampiran 2.

4

Pembuatan Mono-Diasilgliserol (M-DAG)
Gliserol dan PFAD dengan rasio volume 1:4 dimasukkan ke dalam reaktor,
lalu ditambahkan katalis MESA dengan variasi konsentrasi 1.5%, 2%, dan 2.5%
dari volume PFAD. Kemudian dipanaskan di dalam reaktor berpengaduk pada
suhu 160 oC dalam keadaan vakum. Pada proses esterifikasi digunakan trap untuk
menangkap air yang terbentuk sehingga tidak merusak mono-diasilgliserol yang
dihasilkan. Proses esterifikasi ini berlangsung dalam variasi waktu 60, 75, dan 90
menit.
M-DAG yang diperoleh, kemudian dilakukan pencucian dengan heksan
untuk memisahkan TAG dan ALB yang masih terkandung di dalamnya. Setelah
itu, dilakukan pengendapan dengan memasukkan sampel M-DAG ke dalam
refrigerator dengan suhu 7 oC selama 24 jam dan dilakukan penyaringan dengan
kertas saring Whatman no. 42 dan dikeringkan hingga diperoleh berat endapan
yang stabil. Endapan hasil pengeringan disebut sebagai berat produk M-DAG.
Analisis yang dilakukan terhadap M-DAG adalah analisis penampakan
tekstur, komposisi gliserida dengan KLT, titik leleh, pH, dan stabilitas emulsi.
Standar M-DAG yang digunakan yaitu M-DAG dari SEAFAST. Setelah diperoleh
M-DAG yang terbaik, dilakukan analisis lanjut berupa bilangan asam. Prosedur
analisis ini disajikan pada Lampiran 3.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemurnian Gliserol
Gliserol merupakan gula alkohol dan mempunyai tiga gugus hidroksil yang
bersifat hidrofilik sehingga dapat larut dalam air. Rumus kimia gliserol adalah
C3H8O3 dengan nama kimia propane-1,2,3-triol. Gliserol memiliki berat molekul
92.10 g/mol dan massa jenis 1.261 g/cm3 (Winarno 2002).
Proses produksi biodiesel akan menghasilkan metil ester (biodiesel) dan
gliserol kasar. Gliserol kasar hasil samping produksi biodiesel memiliki kualitas
rendah akibat adanya zat pengotor. Residu gliserol ini jumlahnya bisa mencapai
lebih kurang 12% dari jumlah produk (Ahn et al. 1995). Residu gliserol
merupakan gliserol kasar yang berwarna gelap karena masih mengandung metanol,
katalis, sabun, dan bahan-bahan pengotor yang berasal dari minyak sebagai bahan
baku biodiesel, sehingga diperlukan pemurnian gliserol untuk memisahkan zat
pengotor tersebut.
Proses pemurnian gliserol mengacu pada penelitian Farobie (2009) dan
Fanani (2010) yaitu dengan penambahan asam fosfat (H3PO4) teknis sebanyak 5%
(v/v) pada gliserol kasar. Penambahan asam juga untuk mengubah sabun yang
terbentuk pada reaksi pembuatan biodiesel menjadi asam lemak bebas (Gambar 1).
Selain itu penambahan asam juga mengikat sisa katalis yaitu KOH sehingga
membentuk garam K3PO4 yang berwujud padat (Gambar 2). Akibatnya akan
terbentuk tiga lapisan yang tidak saling bercampur yang terdiri dari lapisan atas
yaitu asam lemak, lapisan tengah yaitu gliserol, serta lapisan bawah yaitu garam
K3PO4.

5
RCOOK
+ H3PO4
RCOOH
+
K3PO4
Sabun
Asam fosfat
FFA
Garam
Gambar 1 Mekanisme terbentuknya asam lemak bebas
H3PO4
+
3KOH
K3PO4
+
3H2O
Asam fosfat
Katalis
Garam
Air
Gambar 2 Mekanisme terbentuknya garam K3PO4
Penambahan asam fosfat ke dalam gliserol kasar menyebabkan terbentuknya
tiga lapisan yaitu asam lemak, gliserol, dan endapan garam (Gambar 3). Berikut
ini merupakan persentase masing lapisan yang terbentuk yaitu sebagai berikut :
a. Lapisan atas yaitu asam lemak sebanyak 25-30%
b. Lapisan tengah yaitu gliserol sebanyak 50-58%
c. Lapisan bawah yaitu endapan garam K3PO4 sebanyak 10-25%

Asam lemak bebas
Gliserol
Endapan garam
Gambar 3 Lapisan yang terbentuk setelah penambahan asam fosfat
Setelah terbentuk tiga lapisan, pemisahan fase padat dengan fase cair
dilakukan dengan penyaringan secara vakum menggunakan menggunakan corong
Buchner dan kertas saring Whatman 41. Bagian yang tidak tersaring merupakan
endapan garam, sedangkan hasil penyaringannya berupa campuran antara asam
lemak dan gliserol. Endapan garam ini tidak semuanya berbentuk padatan karena
masih mengandung gliserol di dalamnya. Pemisahan asam lemak bebas dari
gliserol dilakukan dengan cara pengendapan secara gravitasi pada labu pemisah.
Lapisan atas yang terbentuk adalah sisa asam lemak bebas dan lapisan bawahnya
merupakan gliserol. Gliserol hasil pemurnian tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Gliserol kasar (kiri) dan gliserol murni (kanan)

6
Gambar 4 menunjukkan bahwa gliserol yang telah dimurnikan mengalami
perubahan warna menjadi kuning jernih. Warna gliserol disebabkan oleh bahan
baku pembuatan biodiesel yaitu CPO (Crude Palm Oil). CPO mengandung zat
warna alami berupa α dan β-karoten, xantofil, klorofil, dan antosianin yang
menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan
kemerah-merahan. Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh
karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Warna gelap pada gliserol kasar
disebabkan karena zat warna dari hasil degradasi zat warna alami dan suhu
pemanasan yang tinggi sehingga minyak mengalami reaksi oksidasi (Ketaren
2008). Hasil karakteristik gliserol kasar dan gliserol murni ditunjukkan dalam
Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik gliserol kasar dan gliserol murni
Parameter
Rendemen (%)
Kadar Abu (%)
pH
Kadar Gliserol (%)

Gliserol Kasar
5.52
11
40 – 50

Gliserol Murni
52.69
1.14
5
73 – 81

Gliserol murni memiliki rendemen 52.69%. Nilai tersebut cukup tinggi
dibandingkan dengan asam lemak dan endapan garam. Gliserol kasar masih
mengandung senyawa-senyawa pengotor seperti metanol, sabun, dan sisa katalis.
Ketika senyawa pengotor tersebut diberi penambahan asam fosfat maka akan
terbentuk asam lemak dan endapan garam yang jumlahnya hanya sedikit.
Kadar abu menggambarkan jumlah senyawa anorganik yang terdapat di
dalam gliserol. Kadar abu gliserol hasil samping produksi biodiesel sebesar 5.52%.
Kandungan abu dalam gliserol tersebut berasal dari sabun, asam lemak, dan
katalis KOH dari reaksi transesterifikasi minyak sawit. Kadar abu menjadi salah
satu faktor penting untuk menilai kualitas gliserol. Hal ini disebabkan gliserol
merupakan bahan organik yang terdiri atas atom C, H, dan O (dengan rumus
kimia C3H8O3) yang menjadi gas CO2 dan uap H2O ketika bahan organik
diabukan. Oleh karena itu, salah satu tujuan pemurnian gliserol adalah
menurunkan kadar abu gliserol. Kadar abu gliserol setelah proses pemurnian
sebesar 1.14%, nilai tersebut lebih rendah dibandingkan gliserol sebelum proses
pemurnian. Adanya abu di dalam gliserol membuat kualitas gliserol menjadi turun.
Uji pH menunjukkan bahwa gliserol hasil samping produksi biodiesel
mempunyai pH 11. Tingkat derajat keasaman (pH) gliserol menunjukkan sifatnya
yang basa. Hal ini disebabkan adanya kandungan KOH dan sabun kalium. Sabun
kalium merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dengan basa kalium.
Uji pH gliserol murni menunjukkan bahwa nilai pH sebesar 5. Setelah diberi
penambahan asam fosfat pada gliserol, nilai pH gliserol menjadi turun. Reaksi
asam fosfat dalam gliserol akan menurunkan pH. Hal ini terjadi karena ion kalium
dari basa dan sabun berikatan dengan ion fosfat sehingga membentuk garam. Ion
OH- yang menyebabkan tingginya pH berikatan dengan H+ dari asam mineral
menghasilkan air.
Gliserol hasil samping biodiesel mempunyai kadar gliserol sebesar 40-50%.
Setelah pemurnian gliserol, kadar gliserolnya berhasil ditingkatkan sekitar 73-

7
81%. Hal ini terjadi karena reaksi pemisahan gliserol dari basa dan sabun terlarut.
Basa dinetralkan menjadi garam dan air. Sabun dipecah menjadi garam dan asam
lemak bebas. Garam mengendap dalam gliserol karena kelarutannya rendah.
Asam lemak bebas tidak larut dalam gliserol dan membentuk lapisan terpisah di
atas lapisan gliserol. Terpisahnya asam lemak bebas dan garam kalium
meningkatkan kemurnian gliserol.

Karakteristik Bahan Baku
Palm Fatty Acid Distilate (PFAD) merupakan produk samping proses
pemurnian minyak sawit dalam industri minyak goreng. Pada produksi minyak
kelapa sawit akan menghasilkan PFAD sebesar 4% dari minyak sawit yang
dimurnikan (Rahman dan Hermawan 2000). PFAD mengandung asam lemak
bebas sekitar 80% terutama dari jenis asam lemak palmitat dan oleat, 14.5%
asilgliserol (campuran mono, di, dan triasilgliserol), 0.4% sterol (β-sitosterol,
stigmasterol dan kolesterol) serta 1.5% hidrokarbon (squalen). Menurut Atmadja
(2000), asam lemak yang banyak terkandung dalam PFAD adalah asam palmitat
(47.58%) dan asam oleat (34.75%). Selain itu, PFAD juga mengandung asam
linoleat (10.35%) dan asam stearat (5.14%). Asam lemak bebas merupakan salah
satu faktor penentu mutu minyak sawit dan juga merupakan salah satu indikator
dalam kerusakan minyak. Asam lemak bebas dalam minyak tidak dikehendaki
karena degradasi asam lemak bebas tersebut menghasilkan rasa dan bau yang
tidak disukai, oleh karena itu dalam pengolahan minyak diupayakan kandungan
asam lemak bebas serendah mungkin (Ketaren 2008).
Tabel 2 Karakteristik bahan baku pada PFAD
Parameter
Titik leleh
pH
Kadar ALB

Satuan
o
C
%

Nilai
49
4
84.30

Tabel 2 menunjukkan karakteristik PFAD yang digunakan dalam produksi
mono-diasilgliserol. Titik leleh minyak dan lemak dipengaruhi oleh asam lemak
penyusunnya. Titik leleh PFAD yaitu sebesar 49 oC. Hal ini disebabkan karena
pada PFAD terdiri dari berbagai macam asam lemak jenuh terutama asam palmitat
(C16:0) dan asam lemak tak jenuh berupa asam oleat (C18:1), sehingga titik
lelehnya relatif tinggi bila dibandingkan dengan minyak sawit. Pada suhu ruang,
PFAD berbentuk padat dan berwarna kuning kecokelatan, sedangkan ketika
dipanaskan akan berubah warna menjadi cokelat tua. PFAD memiliki nilai pH
sebesar 4. Tingkat derajat keasaman (pH) gliserol menunjukkan sifatnya yang
asam.
Kadar asam lemak bebas pada PFAD yaitu sebesar 84.30%. Nilai tersebut
mendekati kadar asam lemak jenuh PFAD hasil analisis dari PT Asianagro yaitu
sebesar 89.95% (dihitung sebagai asam palmitat). Kedua nilai tersebut juga telah
sesuai dengan SNI, persyaratan kadar asam lemak bebas PFAD minimal 80%
(SNI 1987). Kadar asam lemak bebas PFAD tinggi, karena pada tahapan

8
pemurnian minyak sawit terjadi proses deodorisasi untuk menghilangkan rasa dan
bau dari minyak. Komponen yang dapat menimbulkan rasa dan bau dari minyak
antara lain asam lemak bebas, aldehida, keton, hidrokarbon dan senyawa aromatis
(Ketaren 1986). Prinsip dari proses deodorisasi yaitu destilasi minyak oleh uap
dalam keadaan hampa udara. Deodorisasi dilakukan dengan cara menguapkan
komponen-komponen volatil, proses ini dilakukan secara kontinu pada suhu 245265 oC dalam keadaan vakum 1-2 tor (Siswanto 2000). Pada proses deodorisasi
ini destilat asam lemak minyak sawit dihasilkan.
Kadar air PFAD hasil analisis PT Asianagro sebesar 0.03%. Dalam SNI
tahun 1987 tentang PFAD disebutkan persyaratan kadar air yang terkandung
dalam PFAD maksimal 1%. Hal ini menunjukkan bahwa mutu PFAD yang
digunakan mendekati standar yang disyaratkan.
Katalis yang digunakan untuk produksi mono-diasilgliserol yaitu methyl
ester sulphonic acid (MESA). MESA merupakan jenis surfaktan anionik. MESA
diperoleh dari metil ester sulfonat yang tidak dilakukan tahap netralisasi. MESA
merupakan senyawa aktif yang bersifat ramah lingkungan, karena disintesis dari
metil ester dan direaksikan dengan senyawa SO3. Apabila dilakukan proses
bleaching dan netralisasi terhadap MESA, maka akan dihasilkan MES (Metil
Ester Sulfonat).

Proses Produksi dan Karakteristik Mono-Diasilgliserol (M-DAG)
Mono-diasilgliserol (M-DAG) merupakan emulsifier yang mengandung
monogliserida dan digliserida, yang dibuat dengan mereaksikan gliserol dan
lemak atau minyak yang spesifik (Igoe dan Hui 1996). M-DAG dapat berupa ester
yang padat dan mempunyai titik leleh tinggi, ester yang berbentuk cair pada suhu
ruang, maupun ester berbentuk plastis yang bersifat antara padat dan cair (O’Brien
2009). Bentuk emulsifier M-DAG dipengaruhi asam lemak penyusunnya, semakin
banyak asam lemak yang mengandung ikatan rangkap dan semakin tidak
jenuhnya asam lemak penyusunnya, maka bentuk emulsifier akan semakin lunak.
M-DAG memiliki struktur molekul yang terdiri dari bagian hidrofilik pada gugus
OH dan bagian lipofilik pada gugus ester asam lemak.
Menurut Susi (2010), M-DAG dapat diproduksi dengan tiga proses yang
berbeda yaitu teknik hidrolisis, gliserolisis, dan esterifikasi. Proses hidrolisis yaitu
proses pembentukan gliserol dan asam lemak bebas melalui pemecahan molekul
lemak dan penambahan elemen air (Hartley 1977). Proses hidrolisis pada
umumnya disebabkan oleh aktivitas enzim dan mikroba. Sedangkan proses
gliserolisis yaitu proses transesterifikasi minyak (trigliserida) dengan gliserol, bisa
dengan bantuan katalis kimia maupun katalis enzim. Proses gliserolisis yang
menggunakan katalis alkali anorganik menggunakan suhu yang sangat tinggi
(220-250 oC). Penelitian yang dilakukan oleh Christina (2000) yaitu memproduksi
M-DAG dari PFAD dan gliserol melalui reaksi esterifikasi dengan enzim lipase
Rhizomucor miehei pada suhu 60 oC selama 4 jam. Dalam penelitian ini M-DAG
diproduksi melalui proses esterifikasi asam lemak dan gliserol dengan bantuan
katalis asam dengan suhu 160 oC dan waktu reaksinya (60, 75, dan 90 menit).
Esterifikasi merupakan reaksi antara asam karboksilat dan alkohol untuk
membentuk ester. Jika metil alkohol yang dipakai adalah gliserol dan asam lemak

9
sebagai sumber gugus ester, maka reaksi keseluruhannya akan membentuk satu
mol trigliserida dan tiga mol air dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Reaksi esterifikasi antara gliserol dan tiga molekul asam lemak
Jika reaksi tidak berjalan secara keseluruhan atau dalam bentuk produk
antara, yaitu jika tidak semua gugus OH pada gliserol digantikan oleh gugus asam
lemak, maka akan terbentuk gliserol monogliserida, gliserol digliserida, dan air
(Bernardini 1985). Proses esterifikasi diawali dengan mencampurkan gliserol dan
PFAD dengan rasio volume 1:4 pada suatu reaktor, kemudian ditambahkan katalis
MESA dengan konsentrasi katalis MESA (1.5%, 2%, dan 2.5%). Proses
esterifikasi ini berlangsung pada suhu 160 oC dengan waktu reaksi (60, 75, dan 90
menit). Penentuan rasio volume antara gliserol dan PFAD, serta suhu reaksi yang
digunakan mengacu pada penelitian Kurniati (2014). Keadaan reaktor yang
digunakan harus dalam keaadan vakum. Reaktor perlu dihubungkan dengan mesin
vakum agar tidak terjadi reaksi oksidasi dan dilengkapi dengan trap untuk
menangkap air agar tidak terjadi reaksi hidrolisis. Hal ini disebabkan, karena air
yang dihasilkan dapat memecah ester menjadi asam lemak bebas kembali. Hasil
esterifikasi dengan berbagai perlakuan penambahan konsentrasi katalis MESA
dan waktu reaksi dapat dilihat pada Gambar 6.

(a)
(b)
(c)
Gambar 6 M-DAG yang belum dimurnikan dengan waktu reaksi 60, 75, dan 90
menit: a) Konsentrasi katalis 1.5%, b) Konsentrasi katalis 2%, c)
Konsentrasi katalis 2.5%
Gambar 6 menunjukkan produk yang belum dimurnikan umumnya
berwarna cokelat. Secara visual dapat dilihat bahwa terjadi pemekatan warna
seiring dengan meningkatnya konsentrasi katalis MESA dan waktu reaksi yang
digunakan. Produk yang dihasilkan berwarna gelap karena katalis MESA yang
digunakan berwarna hitam. Semakin banyak katalis yang digunakan, semakin
gelap warna produk yang dihasilkan.

10

Rendemen (%)

M-DAG yang belum dimurnikan umumnya masih terdapat sedikit sisa
gliserol yang tidak larut dalam proses esterifikasi. Semakin kecil konsentrasi
katalis yang digunakan, semakin banyak pula sisa gliserol di dalamnya. Namun
dengan adanya peningkatan waktu reaksi, maka dapat mengurangi sisa gliserol di
dalamnya. Dari segi tekstur, M-DAG dengan waktu reaksi 60 menit dan
konsentrasi katalis 1.5%, 2%, dan 2.5% memiliki tekstur yang agak keras dengan
butiran kecil halus merata dan tidak terlalu berminyak. Teksturnya berbeda
dengan M-DAG pada waktu reaksi 75 dan 90 menit dengan konsentrasi katalis
1.5% memiliki tekstur yang agak lunak dengan butiran yang tidak halus dan
cukup berminyak. M-DAG pada waktu reaksi 75 dan 90 menit dengan konsentrasi
katalis 2% dan 2.5% memiliki tekstur yang lunak dengan butiran yang sangat
halus dan cukup berminyak (Lampiran 4).
M-DAG yang telah dihasilkan dari proses esterifikasi masih mengandung
senyawa-senyawa pengotor seperti sisa gliserol, asam lemak bebas, triasilgliserol,
dan katalis MESA. Untuk itu perlu dilakukan proses lebih lanjut agar M-DAG
tersebut menjadi murni yaitu proses pemurnian M-DAG.
Dalam penelitian ini, bahan baku yang digunakan adalah PFAD, yang
sebagian besar mengandung asam lemak jenuh palmitat, sehingga untuk proses
pemurnian M-DAG dapat menggunakan pelarut organik seperti heksan. Pelarut
yang bersifat non polar seperti heksan merupakan salah satu pelarut yang cukup
baik dalam proses pemurnian M-DAG, karena M-DAG memiliki sifat relatif
sedikit polar sehingga akan membentuk endapan dan terpisah dari pelarut pada
suhu rendah. Proses pengendapan berlangsung pada suhu 7 oC karena M-DAG
akan mengalami pengkristalan dan mengendap pada suhu rendah sehingga dapat
dipisahkan dari pelarutnya. Setelah dilakukan pengendapan pada suhu 7oC,
dilakukan penyaringan untuk memisahkan M-DAG dengan triasilgliserol dan
asam lemak bebas yang larut dengan pelarut heksan. M-DAG yang telah
dimurnikan tersebut kemudian ditimbang, lalu dihitung rendemen yang dihasilkan
(Lampiran 5).
50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
60

75
1.5

90

60

75
2

90

60

75
2.5

90

Waktu reaksi
(menit)
Konsentrasi
katalis (%)

Gambar 7 Rendemen hasil pemurnian M-DAG pada waktu reaksi 60, 75, dan 90
menit dan konsentrasi katalis 1.5%, 2%, dan 2.5%

11
Gambar 7 menunjukkan bahwa rendemen hasil pemurnian M-DAG berada
pada kisaran 22-46%. Produk yang memiliki rendemen tertinggi yaitu M-DAG
pada konsentrasi 2.5% dengan waktu reaksi 90 menit (46.07%) dan waktu reaksi
75 menit (40.77%). Namun nilai tersebut belum bisa dikatakan tertinggi karena
teksturnya agak berminyak, sehingga bobotnya cukup berat. Dari hasil
penyaringan, M-DAG yang memiliki tekstur kering yaitu M-DAG pada
konsentrasi katalis 1.5%. M-DAG tersebut juga memiliki rendemen yang cukup
tinggi yaitu kisaran 30-36%. Semakin tinggi konsentrasi katalis dan waktu reaksi,
maka semakin sukar dilakukan penyaringan sehingga sulit untuk dihitung berat
konstannya.

Gambar 8 M-DAG yang telah dimurnikan
Penampakan tekstur dan warna di atas sangat berbeda, setelah M-DAG
dilakukan pemurnian dengan pelarut heksan. M-DAG yang telah dimurnikan
warnanya berubah menjadi putih kecokelatan, teksturnya lebih padat dan cukup
kering, namun dengan tingkatan yang berbeda-beda (Lampiran 4). Pada M-DAG
konsentrasi katalis 2% dengan waktu reaksi 90 menit dan konsentrasi katalis 2.5%
dengan waktu reaksi 75, dan 90 menit umumnya berwarna putih kecokelatan yang
agak gelap, dengan tekstur yang tidak terlalu padat dan agak berminyak.
Walaupun demikian, sebagian besar M-DAG setelah dimurnikan berwarna putih
kecokelatan yang cukup terang, dengan tekstur yang agak padat, cukup kering,
dan tidak terlalu berminyak.
Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan salah satu teknik kromatografi
sederhana yang dapat memisahkan campuran minyak dan lemak yang memiliki
perbedaan polaritas dalam sekali elusi (Hamilton dan Rossel 1987). Campuran
pelarut yang digunakan untuk mengelusi hasil kristalisasi M-DAG adalah
petroleum eter, dietil eter dan asam asetat glasial dengan perbandingan 90:10:0.1
(v/v/v). Dengan menggunakan campuran pelarut tersebut masing-masing fraksi
dapat dipisahkan berdasarkan polaritasnya.
Fraksi yang bersifat lebih non polar akan terelusi terlebih dahulu, sedangkan
fraksi yang bersifat lebih polar akan tertahan lebih lama oleh adsorben yang juga
bersifat polar. Triasilgliserol adalah fraksi yang bersifat lebih non polar
dibandingkan fraksi lainnya (ALB, DAG, dan MAG) sehingga pada saat
pengembangan triasilgliserol akan terelusi pada bagian atas lempeng KLT dan
disusul berturut-turut oleh ALB, DAG dan MAG. Hasil pemisahan fraksi TAG,
ALB, DAG, dan MAG dapat dilihat pada Gambar 9.

12

TAG
ALB
DAG
MAG
Minyak

PFAD standar

60

75

90 menit

Gambar 9 Hasil pengembangan elusi KLT pada M-DAG konsentrasi 1.5%
Hasil pengembangan elusi pada lempeng KLT (Gambar 9) diambil
gambarnya, lalu hasil gambar tersebut dihitung luas area spot masing-masing
fraksinya menggunakan software ImageJ, sehingga dapat diketahui luas area
fraksi TAG, ALB, DAG, dan MAG. Setelah diperoleh luas area masing-masing
fraksi, kemudian diubah menjadi persentase luas area masing-masing fraksi.
60.00

Persentase (%)

50.00
MAG
40.00

DAG
TAG

30.00

ALB
20.00
10.00
60

75
1,5

90

60

75
2

90

60

75
2,5

90

Waktu
reaksi (menit)
Standar Konsentrasi
katalis (%)

Gambar 10 Persentase luas area masing-masing fraksi M-DAG pada waktu reaksi
60, 75, dan 90 menit dan konsentrasi katalis 1.5%, 2%, dan 2.5%
Gambar 10 menunjukkan persentase luas area secara relatif dalam suatu
sampel M-DAG yang terdiri atas fraksi MAG, DAG, TAG, dan ALB. Dari hasil
penelitian, PFAD memiliki nilai yang tinggi, kemudian disusul oleh TAG. Hal ini

13
disebabkan karena proses pemurnian M-DAG belum berlangsung dengan baik.
Pelarut heksan tidak dapat spesifik melarutkan TAG dan ALB, namun ada
sebagian MAG dan DAG yang larut dalam heksan. PFAD terdiri dari berbagai
macam jenis asam lemak jenuh dan tidak jenuh yang mengandung gugus polar
dan gugus non polar, sehingga tidak semua asam lemak dalam produk M-DAG
dapat larut dalam pelarut heksan. Hasil tersebut tidak sesuai dengan M-DAG
Standar. Persentase tertinggi M-DAG Standar dimiliki oleh fraksi DAG dan MAG,
kemudian disusul oleh fraksi TAG dan ALB. Hal ini terjadi karena pada M-DAG
Standar telah terjadi pemurnian dan proses pemisahan fraksi yang sempurna
sehingga hanya sedikit sisa fraksi TAG dan ALB yang terkandung dalam produk.
M-DAG dengan konsentrasi katalis 1.5% memiliki persentase MAG sebesar
14.26-16.21% dan DAG sebesar 29.14–31.00%. Persentase tersebut cukup tinggi
dibandingkan dengan M-DAG konsentrasi katalis 2% dan 2.5%.
90.00
80.00

Presentase (%)

70.00
60.00
50.00

MAG+DAG

40.00

TAG+ALB

30.00
20.00
10.00
60

75
1,5

90

60

75
2

90

60

75
2,5

90

Waktu
reaksi (menit)
Standar Konsentrasi
katalis (%)

Gambar 11 Persentase antara fraksi MAG+DAG dan TAG+ALB pada M-DAG
pada waktu reaksi 60, 75, dan 90 menit dan konsentrasi katalis 1.5%,
2%, dan 2.5%
Pada Gambar 11, hampir semua produk memiliki persentase MAG+DAG
lebih kecil dibandingkan TAG+PFAD. Nilai tersebut tidak sesuai dengan M-DAG
Standar, seharusnya berat PFAD dan TAG bernilai rendah karena pada pemurnian
M-DAG fraksi PFAD dan TAG sudah dihilangkan. Dari hasil penelitian,
persentase M-DAG yang terbaik yaitu M-DAG dengan konsentrasi katalis 1.5%
dan waktu reaksi 75 menit karena memiliki persentase MAG+DAG (47.21%)
yang cukup tinggi dibandingkan dengan produk M-DAG yang lainnya, meskipun
persentase TAG+PFAD (52.79%) juga masih tinggi.

14
7
6

Nilai pH

5

pH sebelum
dimurnikan

4
3

pH setelah
dimurnikan

2
1
0
60

75
1.5

90

60

75
2

90

60

75
2.5

90

Waktu
reaksi (menit)
Standar Konsentrasi
katalis (%)

Gambar 12 Nilai pH M-DAG sebelum dan setelah dimurnikan dengan kondisi
waktu reaksi 60, 75, dan 90 menit dan konsentrasi katalis 1.5%, 2%,
dan 2.5%
Pengujian pH dilakukan menggunakan kertas indikator pH universal.
Pengujian pH dari M-DAG dimaksudkan untuk mengetahui tingkat keasaman
produk tersebut. Gambar 12 menunjukkan semua M-DAG sebelum dimurnikan
memiliki pH 4 yang menandakan bahwa M-DAG yang dihasilkan berada pada
suasana asam. Hal ini terjadi karena pada M-DAG tersebut masih ada sisa asam
lemak yang belum bereaksi dengan gliserol. Selain itu, suasana asam tersebut juga
dipengaruhi oleh bahan yang digunakan dalam proses esterifikasi, dimana gliserol
memiliki pH 5 dan katalis MESA yang sangat asam, sehingga pH M-DAG yang
dihasilkan semakin bersifat asam.
M-DAG setelah dimurnikan memiliki pH mula-mula sebesar 4 pada
konsentrasi 1.5%, kemudian pHnya menurun menjadi 3 seiring dengan
peningkatan konsentrasi katalis dan waktu reaksi. Hal ini terjadi karena pada
proses pemurnian M-DAG, masih ada sisa asam lemak dan katalis MESA yang
tidak larut dalam pelarut heksan, sehingga asam lemak dan katalis tersebut tidak
ikut tersaring dengan heksan. Akibatnya, sisa asam lemak dan katalis MESA
tersebut mengendap dalam produk M-DAG dan pH M-DAG berubah menjadi
sangat asam. Nilai pH M-DAG hasil penelitian sangat berbeda dengan pH MDAG Standar. M-DAG Standar memiliki pH 6. Hal ini disebabkan proses
pemurnian M-DAG Standar telah sempurna, sehingga asam lemak dan TAG telah
larut dalam pelarut. Selain itu, tingginya pH M-DAG Standar juga dipengaruhi
oleh bahan baku yang digunakan dalam pembuatan M-DAG yaitu asam stearat,
sedangkan M-DAG hasil penelitian ini menggunakan PFAD yang banyak
mengandung berbagai jenis asam lemak. Semakin tinggi konsentrasi katalis
MESA yang digunakan, maka akan semakin rendah nilai pH produk M-DAG
setelah dimurnikan.
Titik leleh adalah suhu pada saat suatu bahan berubah menjadi cair
sempurna (O’Brien 2009). Sama halnya dengan lemak dan minyak, M-DAG tidak
meleleh dengan tepat pada suatu suhu tertentu. Titik leleh M-DAG dipengaruhi

15
oleh sifat asam lemak penyusunnya. Titik leleh M-DAG masing-masing perlakuan
dapat dilihat pada Gambar 13.
70

Titik Leleh (oC)

60
50
Sebelum
dimurnikan

40

30

Setelah
dimurnikan

20
10
0
60

75
1.5

90

60

75
2

90

60

75
2.5

Waktu
reaksi (menit)

90
Standar ALB

Konsentrasi
katalis (%)

Gambar 13 Titik leleh M-DAG sebelum dan setelah dimurnikan dengan kondisi
waktu reaksi 60, 75, dan 90 menit dan konsentrasi katalis 1.5%, 2%,
dan 2.5%
Gambar 13 menunjukkan semua produk M-DAG sebelum dan setelah
dimurnikan masing-masing mempunyai titik leleh yang lebih tinggi dari titik leleh
PFAD pada suhu rata-rata 49oC. Hasil tersebut sesuai dengan Gustone and Padley
(1997) yang menyatakan bahwa monoasilgliserol memiliki titik leleh yang lebih
tinggi dibandingkan dengan bentuk triasilgliserolnya. Hal ini menunjukan bahwa
semua produk M-DAG telah mengalami perubahan struktur dari asam lemak
menjadi mono dan diasilgliserol. Titik leleh M-DAG setelah dimurnikan memiliki
titik leleh yang lebih tinggi dibandingkan dengan titik leleh M-DAG yang belum
dimurnikan. Hal ini terjadi karena pada M-DAG setelah dimurnikan telah terjadi
pencucian dengan heksan untuk menghilangkan sisa asam lemak dan TAG yang
terkandung di dalamnya, sehingga terjadi perubahan konsentrasi MAG dan DAG.
Menurut Gunstone et al. (1994), MAG memiliki dua ikatan hidrogen di dalam
molekulnya, sedangkan DAG hanya memiliki satu ikatan hidrogen dan TAG tidak
memiliki ikatan tersebut. Dengan adanya gugus hidrogen, maka diperlukan energi
lebih besar untuk memecah ikatan tersebut.
Berdasarkan Gambar 13 terlihat bahwa titik leleh M-DAG yang telah
dimurnikan pada konsentrasi 1.5% mengalami penurunan seiring dengan
peningkatan waktu reaksinya. Sebaliknya pada konsentrasi 2% titik lelehnya
mengalami kenaikan seiring dengan peningkatan waktu reaksinya. Namun, pada
konsentrasi 2.5% mengalami penurunan dari waktu 60 menit hingga 75 menit,
kemudian mengalami kenaikan dari 75 menit hingga 90 menit. Hal ini dapat
terjadi karena pengaruh dari masing-masing perlakuan. Semakin tinggi waktu
reaksi esterifikasi, maka titik lelehnya semakin menurun. Namun jika konsentrasi
katalis dan waktu reaksinya ditingkatkan, maka titik lelehnya akan meningkat pula.

16
Nilai titik leleh tertinggi dari M-DAG pada penelitian ini adalah 58.5 oC,
yaitu M-DAG konsentrasi 1.5% dengan waktu reaksi 60 menit. Namun demikian,
titik leleh M-DAG hasil penelitian berada dibawah titik leleh M-DAG Seafast
yaitu 61oC. Hal ini disebabkan M-DAG Standar telah mengalami pemurnian yang
sempurna sehingga umumnya terdiri dari MAG dan DAG yang mempunyai titik
leleh diatas TAG. Sedangkan pemurnian produk M-DAG hasil penelitian ini
masih kurang sempurna, sehingga pada produk masih mengandung banyak TAG
dan asam lemak yang bisa menurunkan titik lelehnya. Semakin tinggi titik
lelehnya maka tekstur M-DAG yang dihasilkan akan semakin padat dan semakin
rendah titik lelehnya maka tekstur M-DAG akan semakin lunak. Hal ini terlihat
pada tekstur M-DAG Standar yang berbentuk bubuk halus, sehingga memiliki
titik leleh yang tinggi.
Uji selanjutnya yaitu uji stabilitas emulsi. Bila dua larutan murni yang tidak
saling bercampur seperti minyak dan air, dicampurkan, lalu dikocok kuat-kuat,
maka keduanya akan membentuk sistem dispersi yang disebut emulsi. Secara fisik
terlihat seolah-olah salah satu fasa berada di sebelah dalam fasa yang lainnya. Bila
proses pengocokkan dihentikan, maka dengan sangat cepat akan terjadi pemisahan
kembali, sehingga kondisi emulsi yang sesungguhnya muncul dan teramati pada
sistem dispersi terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Untuk itu diperlukan
suatu zat penstabil yang disebut zat pengemulsi atau emulsifier. Pada penelitian
ini, uji stabilitas emulsi dilakukan dengan mencampurkan minyak dan air dengan
rasio volume yang sama dan ditambahkan dengan M-DAG sebelum dan sesudah
pemurnian, kemudian dilakukan pengadukan sampai rata. Setelah pengadukan,
terbentuk tiga lapisan yaitu minyak (atas), bagian yang teremulsi (tengah), dan air
(bawah). Hasil pengujian stabilitas emulsi dapat dilihat pada Gambar 14.
100
90
Stabilitas emulsi (%)

80

70
60
Sebelum
dimurnikan

50

40

Setelah
dimurnikan

30
20

10
0

60

75
1.5

90

60

75
2

90

60

75
2.5

90

Waktu
reaksi (menit)
Standar Konsentrasi
katalis (%)

Gambar 14 Stabilitas emulsi M-DAG sebelum dan setelah dimurnikan dengan
kondisi waktu reaksi 60, 75, dan 90 menit dan konsentrasi katalis
1.5%, 2%, dan 2.5%

17
Pada Gambar 14 terlihat bahwa stabilitas emulsi M-DAG sebelum
dimurnikan memiliki nilai yang lebih rendah dari M-DAG yang telah dimurnikan.
Hal ini terjadi karena pada M-DAG yang belum dimurnikan masih mengandung
sisa asam lemak dan gliserol yang tidak larut dalam proses esterifikasi sehingga
ketika ditambahkan ke dalam campuran minyak dan air, M-DAG tersebut
sebagian besar hanya larut dalam minyak dan emulsi yang terbentuk hanya sedikit.
M-DAG yang memiliki nilai stabilitas emulsi yang paling tinggi yaitu M-DAG
pada konsentrasi 1.5% dengan waktu reaksi 75 menit sebesar 85.94%. M-DAG
tersebut juga melebihi stabilitas emulsi M-DAG Standar (75.80%). Hal ini
menandakan bahwa M-DAG tersebut bisa mengikat gugus hidrofilik dan gugus
lipofilik dalam satu molekul dalam kondisi yang cukup sempurna.
Dari analisis yang telah dilakukan, M-DAG terbaik ditentukan berdasarkan
pertimbangan hasil analisis terhadap karakeristik produk M-DAG yang dihasilkan
yaitu M-DAG dengan konsentrasi katalis 1.5% dan waktu reaksi 75 menit. MDAG tersebut memiliki rendemen yang cukup tinggi yaitu 30.20%, teksturnya
kering dan cukup padat bila dibandingkan dengan perlakuan M-DAG lain yang
memiliki rendemen tinggi, namun teksturnya masih agak berminyak. Walaupun
M-DAG tersebut memiliki rendemen yang tidak terlalu tinggi, dari hasil analisis
komposisi gliserida dengan KLT, M-DAG tersebut memiliki persentase fraksi
MAG dan DAG yang cukup tinggi dibandingkan dengan produk M-DAG yang
lain. Selain itu, M-DAG tersebut juga memiliki nilai pH 4, titik leleh cukup tinggi
yaitu 57oC, dan tingkat stabilitas emulsi yang tinggi dibandingkan produk MDAG yang lainnya.
Analisis selanjutnya terhadap sampel yang terbaik yaitu bilangan asam.
Bilangan asam dinyatakan sebagai jumlah mililiter KOH yang digunakan untuk
menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam setiap gram minyak atau
lemak. Bilangan asam digunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang
terdapat dalam lemak. Semakin besar angka ini berarti kandungan asam lemak
bebas semakin tinggi. Sebelum dilakukan pemurnian, bilangan asam pada MDAG konsentrasi 1.5% dengan waktu reaksi 75 menit sebesar 56.75 mg KOH/g
sampel, kemudian setelah dilakukan pemurnian, bilangan asam tersebut
mengalami penurunan menjadi 23.18 mg KOH/g sampel. Hal ini disebabkan
karena sebagian asam lemak dan TAG telah larut dalam pelarut heksan ketika
proses pemurnian M-DAG, sehingga kandungan asam lemak bebas yang terdapat
dalam produk hanya sedikit.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Mono-diasilgliserol dapat diproduksi dengan mereaksikan gliserol dan
PFAD melalui proses esterifikasi menggunakan katalis MESA pada suhu 160 oC.
Rasio volume gliserol dan PFAD yang digunakan yaitu 1:4. Semua perlakuan
konsentrasi katalis dan waktu reaksi dapat menghasilkan produk M-DAG yang
memiliki karakteristik yang cukup mirip satu sama lain. Semakin tinggi

18
konsentrasi katalis dan waktu reaksi yang digunakan, tekstur mono-diasilgliserol
yang dihasilkan semakin lunak dan masih banyak mengandung asam lemak dan
triasilgliserol. Produk M-DAG yang terbaik yaitu M-DAG dengan konsentrasi
katalis 1.5% dan waktu reaksi 75 menit. Produk tersebut dipilih berdasarkan
pertimbangan dari karakteristik produk M-DAG yang dihasilkan cukup sesuai
dengan standar produk M-DAG. Kondisi tersebut menghasilkan M-DAG dengan
rendemen 30.20%, persentase fraksi MAG 16.21%, persentase fraksi DAG
31.00%, titik leleh 57 oC, nilai pH 3, stabilitas emulsi 85.94%, bilangan asam
23.18 mg KOH/g sampel, serta tekstur agak padat, agak kering dan berwarna
putih kecokelatan.

Saran
Perlu dilakukan proses penghilangan sisa asam lemak dan TAG yang masih
terkandung pada produk M-DAG. Selain itu, dapat juga dilakukan penelitian lebih
lanjut mengenai proses untuk menghilangkan sisa katalis MESA agar M-DAG
tersebut dap