PENGARUH JUMLAH KATALIS DAN WAKTU REAKSI

PENGARUH JUMLAH KATALIS DAN WAKTU REAKSI
TERHADAP PRODUKSI BIODIESEL DARI LIMBAH PANGASIUS
HYPOTHALAMUS
Rosdiana Moeksin *), Fitri Margaretha B., Eva Marisa
*) Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Jl. Raya Palembang Prabumulih Km. 32 Indralaya, OI, Sumatra Selatan 30662
E-mail: rosmoeksin@yahoo.co .id
Abstrak
Kebutuhan energi yang terus meningkat sementara cadangan energi fosil yang semakin menipis
menyebabkan perlunya energi alternatif yang dapat diperbaharui. Salah satu energi alternatif yang dapat
dikembangkan adalah biodiesel yang dapat dihasilkan dari minyak nabati dan lemak hewani. Industri
pengolahan ikan patin (Pangasius Hypothalamus) menghasilkan limbah yang tidak sedikit berupa kepala,
kulit, tulang dan lemak abdomen. Limbah lemak ikan patin tersebut dapat dimanfaatkan menjadi biodiesel
melalui reaksi transesterifikasi menggunakan metanol dengan bantuan katalis. Biodiesel digunakan
sebagai bahan campuran solar untuk mengurangi konsumsi BBM dan menghasilkan lebih sedikit emisi
daripada solar. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu reaksi dan jumlah katalis pada
persentase yield biodiesel dan kualitasnya. Bahan baku berupa minyak dari limbah lemak ikan patin
direaksikan pada temperatur 65oC dengan variasi jumlah katalis dan waktu reaksi. Kondisi optimal yang
diperoleh adalah waktu reaksi selama 2 jam dengan jumlah katalis 0,5 gram dengan persentase yield
73,59%. Kualitas biodiesel yang dihasilkan telah memenuhi standar SNI 04-7182-2006.
Kata kunci: Biodiesel, Lemak Patin, Transesterifikasi

Abstract
Increased energy needs while fossil energy reserves are dwindling so we are needed alternative renewable
energy. One of the alternative energy that can be developed is biodiesel that can be produced from
vegetable oils and animal fats. Industrial process of Iridescent shark (Pangasius hypothalamus) produces
a lot of waste like the head, skin, bones and abdominal fat. Waste iridescent shark fat can be utilized to
biodiesel through transesterification using methanol with the aid of a catalyst. Biodiesel can be used as a
mixture of diesel fuel to reduce fuel consumption and emission. The purpose of this research was to
determine the effect of the reaction time and the amount of catalyst in the percentage of biodiesel yield
and its quality. Iridescent shark waste fat will be reacted at temperatures of 65oC with variation of catalyst
and reaction time. Optimal conditions obtained during the reaction time is 2 hours with 0.5 grams of
catalyst and by the percentage yield of 73.59%. The biodiesel quality showed values according to SNI 047182-2006.
Keywords: , Biodiesel, Iridescent shark fat, Transesterification
1. PENDAHULUAN
Kebutuhan bahan bakar terus meningkat
sementara cadangan bahan bakar terus
berkurang. Menurut Kementrian Energi dan
Sumber Daya Mineral (2013) cadangan bahan
bakar minyak Indonesia akan habis dalam 23
tahun semenara kebutuhan energi terus
meningkat sampai 7,3% pada tahun 2035.

Biodiesel merupakan salah satu energi
alternatif yang dapat diproduksi dari minyak
nabati maupun lemak hewani. Biodiesel
menghasilkan lebih sedikit emisi daripada solar
dan dapat diperbaharui. Pemanfaatan biodiesel
dapat menghemat penggunaan energi fosil.
Ikan Patin atau spesies Pangasius

Hypothalamus merupakan spesies yang banyak
mengandung lemak dan produksinya terus
meningkat setiap tahun.
Agustine (2014)
menyatakan bahwa produksi ikan patin
sepanjang tahun 2010-2013 meningkat 95,57%.
Hasil
penelitian
Suryaningrum
(2008)
menyatakan bahwa industri pengolahan ikan patin
menghasilkan limbah mencapai 67% berupa

kepala, sirip, kulit, dan lemak abdomen. Bahkan
pada industri fillet ikan patin, limbah lemak dapat
mencapai 25%. Dengan demikian, lemak patin
potensial menjadi bahan baku biodiesel.
Penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya
oleh Harahap (2013) menyatakan bahwa kondisi
optimal pembuatan biodiesel dari limbah ikan
patin menggunakan katalis CaO adalah pada berat

katalis 0,5% dan rasio minyak dan metanol 1:3.
Penelitian lain yang pernah dilakukan Fatmawati
(2013) menyatakan bahwa biodiesel dari limbah
ikan dengan menggunakan katalis NaOH memiliki
kondisi optimal pada waktu 75 menit, berat katlis
3,5 gram dan perbandingan minyak dengan
metanol 1:6.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
rendemen limbah lemak ikan patin dan pengaruh
waktu reaksi dan jumlah katalis terhadap
persentase yield biodiesel dan kualitasnya.

Pemannfaatan limbah lemak ikan patin menjadi
biodiesel juga dapat mengurangi pencemaran
lingkungan yang ditimbulkan limbah ikan patin.

maka akan menyebabkan pembusukan pada
limbah dan menimbulkan bau serta menjadi
sumber penyakit yang dapat mengganggu
lingkungan sekitar.
Lemak ikan patin dapat diolah menjadi bahan
bakar minyak dengan berbagai macam proses
yang sederhana sehingga lemak tidak lagi
dianggap sebagai limbah. Selain itu, bahan bakar
yang dihasilkan dapat menghemat penggunaan
bahan bakar fosil.
Tabel 1. Hasil analisis GC-MS Minyak Limbah Ikan Patin

No.
1

Run time

(min)
14,988

2

17,173

3
4
5
6
7
8
9

17,404
18,108
19,278
19,459
20,518

20,703
20.933

10

21,109

11

21,305

12

22,540

2. TINJAUAN PUSTAKA
A. Ikan Patin
Ikan patin dengan nama latin Pangasius
hypophthalmus merupakan ikan yang habitatnya di
perairan yang tawar. Menurut penelitian budidaya

yang telah dilakukan sebelumnya, bahwa ciri-ciri
ikan patin biasanya memiliki panjang yang
biasanya mencapai 35 – 40 cm pada usianya
sekitar 6 bulan dan sangat memungkinkan untuk
mencapai panjang 120 cm. (Susanto dkk., 2002).
Produksi ikan patin dari tahun ke tahun
mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Budidaya tahun 2001, produksi ikan patin (baik
dari kolam, sawah dan keramba) sebesar 11.118
ton dan produksi meningkat menjadi 31.327 di
tahun 2006 (Anonim, 2007).
Banyak manfaat dari ikan patin yang dapat kita
peroleh, dengan kandungan gizi pada patin.
Beberapa manfaat yang terkandung dalam segi
mengkonsumsi ikan patin diantaranya adalah
 Dapat mencegah penyakit kardiovaskular atau
jantung
 Dapat meningkatkan kekuatan otot
 Dapat menjaga kesehatan tulang
 Dapat meningkatkan pertumbuhan pada bayi

 Dapat membantu pertumbuhan tulang dan gigi
serta sebagai penyedap masakan.
B. Lemak Patin
Komposisi kandungan lemak pada ikan
tergantung dari jenis ikan dan makanan ikan yang
dikonsumsinya, serta tempat tinggal ikan tersebut.
Ema Hastarini., dkk (2012) menyatakan bahwa
kadar lemak pada patin bahkan dapat mencapai
35,32% untuk jenis ikan patin Jambal karena ikan
jenis ini mempunyai bagian lemak abdomen yang
tersimpan pada bagian isi perutnya.
Penelitian
Dwi
Suryaningrum
(2007)
menyatakan bahwa industri ikan patin dapat
menghasilkan limbah ikan patin sebanyak 67%
yang terdiri dari kepala, tulang, kulit dan isi perut
ikan patin. Jika tidak dengan segera ditangani


Senyawa
Teridentifikasi
Asam Miristat
Asam
pentadekanoat
Asam Palmitat
Asam Oleat
Asam Palmitat
Asam arakidat
Asam oleat
Asam stearat
Asam oleat
Tridekanol
Asam
arakidonat
Asam linolenat
Asam palmitat
Asam
arakinonat
Asam oleat

Asam arakidat
Asam arakidat
Asam behenat
Decahydro
Cyclohexane

Luas Area
(%)
05,89

02,03
25,99
00,39
41,07
11,10
02,64
06,54
00,85

02,35

00,51
00,65

Sumber : Harahap, Fajrin, 2011

B. Metanol
Penggunaan metanol sebagai bahan bakar telah
dipakai beberapa waktu lalu pada mesin balap
Metanol sebagai bahan bakar memiliki
keuntungan yaitu metanol lebih murah harga
produksinya daripada energi terbarukan.
Metanol yang digunakan sebagai bahan bakar
tetap berpotensi bersifat mudah korosif pada
beberapa logam terutama aluminium sehingga
membuat biaya perawatan yang tinggi kemudian
oleh beberapa ahli bahan bakar metanol diyakini
memiliki keunggulan dalam reaksi pembuatan
biodiesel yang dapat di bakar kendaraan diesel
tanpa modifikasi yang mahal dan sukar.

Tabel 2. Sifat Kimia dan Fisika Metanol

Sifat Kimia
Mudah terbakar
Beracun
Mudah menguap
Tidak berwarna
Memiliki bau khas

Sifat Fisika
Berwarna bening
Massa Molar 32,04 g/mol
Densitas 0,7918 g/cm3
Titik Leleh -97oC
Titik Didih 64,7oC
Keasaman (PKa) ~15,5
Viskositas 0,59 mPa pada
20oC
Momen dipole 1,69

Sumber : (Anonim, 2011)

C. Katalis
Katalis basa memiliki kemampuan lebih baik
untuk mempercepat reaksi transesterifikasi pada
pembuatan biodiesel. Beberapa keunggulan katalis
basa menurut Haryanto (2002), antara lain kondisi
operasi reaksi yaitu temperature dan tekanannya
rendah dan konversi yang tinggi sampai dengan
98% dengan waktu yang singkat dan hasil
samping sedikit Katalis asam digunakan pada
reaksi esterifikasi bahan baku yang banyak
mengandung asam lemak bebas dan katalis basa
pada reaksi transesterifikasi.
D. Biodiesel
Biodiesel merupakan bahan bakar alternatif
yang berasal dari minyak tumbuh-tumbuhan atau
lemak hewan dan digunakan sebagai bahan
campuran bahan bakar yaitu solar pada mesin
diesel kendaraan bermotor. Saat ini biodiesel
berbahan baku kelapa sawit atau crude palm oil
(CPO) sudah dikomersilkan.
Proses pembuatan biodiesel dapat melalui reaksi
esterifikasi-transesterifikasi atau hanya reaksi
transesterifikasi. Proses reaksi transesterifikasi
dengan kadar asam lemak bebas bahan baku yang
rendah kurang dari 2%.

Gambar 1. Reaksi Penyabunan
Sumber: Anonim, 2015

E. Reaksi Transesterifikasi
Reaksi transesterifikasi merupakan reaksi
reversible atau dapat balik, sehingga apabila reaksi
telah mencapai kesetimbangan maka reaksi dapat
bergeser kembali ke arah reaktan. Pada reaksi
transesterifikasi dibutuhkan waktu yang lama dan
temperature yang tinggi sekitar 250 oC tanpa
bantuan katalis. Oleh karena itu katalis akan

membantu mempercepat laju reaksi pada reaksi
trsnsesterifikasi.

Gambar 2. Reaksi Transesterifikasi
Sumber: Utami, 2011

F. Reaksi Eseterifikasi
Reaksi esterifikasi merupakan reaksi antara
asam lemak dengan alkohol untuk menghasilkan
ester dan air dengan bantuan katalis asam. Reaksi
esterifikasi juga merupakan reaksi yang bersifat
reversible (dapat balik). Tujuan reaksi esterifikasi
adalah mengurangi kandungan asam lemak bebas
pada bahan.

Gambar 3. Reaksi Esterifikasi
Sumber: Utami, 2011

Biodiesel dapat digunakan sebagai campuran
solar karena dapat dicampur dengan solar dalam
komposisi berapapun dan dapat diaplikasikan
tanpa modifikasi mesin. Berikut merupakan
perbandingan karakteristik biodiesel dengan
minyak solar.
Tabel 3. Perbandingan Solar dan Biodiesel

Parameter
Densitas (kg/m3)
Angka setana
Viskositas kinematik
40oC (cst)
Titik nyala (oC)
Titik tuang (rating)
Titik embun (oC)
Korosi garis tembaga
(3jam 50oC)
Residu karbon (%m/m)
Sedimen dan air (%vol)
Tingkat keasaman (mgKOH/gram)
Kandungan debu sulfat
(%m/m)
Kandungan sulfur (ppm)
Kandungan fosfor (ppm)
90% (v/v) kembali ke
suhu destilasi (oC)
95% (v/v) kembali ke
suhu destilasi (oC)

Biodiesel
820-870
(45oC)
min. 51
2,3-6,0

Solar
820-870
(15oC)
min. 45
1,6-5,8

min. 100
maks. 18
maks. 3

min. 60
maks.18
maks. 1

maks. 0,05
maks. 0,05
maks. 0,8

maks. 0,05
maks. 0,6

maks 0,02

maks. 0,01

maks. 100

maks.
5000
-

maks. 10
maks. 360
-

maks. 370

Sumber: Suhendro, 2010 dikutip dari Nilawati, 2012

G. Faktor yang Mempengaruhi Pembuatan
Biodiesel
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan
biodiesel adalah sebagai berikut.
 Kandungan air dan asam lemak bebas bahan
baku.
 Rasio bahan baku dengan metanol
 Temperatur
 Kecepatan pengadukan
 Katalis
 Waktu reaksi
H. Standar Kualitas Biodiese
Terdapat beberapa standar di dunia yang
mengatur kualitas biodiesel misalnya ASTM
(American Society for Testing Material), EN
(European Commite for Standadization ), dan SNI
(Standar Nasional Indonesia). Di Indonesia,
standar yang berlaku untuk baku mutu kulitas
biodiesel adalah SNI.
Tabel 4. Persyaratan biodiesel SNI-04-7182-2006

Parameter
Densitas 40oC (kg/m3)
Viskositas kinematic 40 oC (cst)
Titik nyala (oC)
Titik kabut (oC)
Angka setana
Air dan sedimen (%-vol)
Angka asam (mg-KOH/gr)
Angka iodine (%-mass, g
I2/100g)
Korosi bilah tembaga (3jam, 50
o
C)
Residu karbon
dalam contoh asli
dalam 10% ampas distilasi
Temperatur distilasi 90% (oC)
Abu tersulfaktan ( %-mass)
Fosfor (ppm)
Belerang (ppm)
Gliserol bebas (%-mass)
Gliserol total (%-mass)
Kadar ester alkil (%-mass)
Uji Halphen

Batas nilai
850-890
2,3-6,0
min.100
maks.18
min.51
maks. 0,05
maks. 0,8
maks. 115
maks. No.
3
maks. 0,05
maks. 0,03
maks. 360
maks. 0,02
maks. 10
maks. 100
maks. 0,02
maks. 0,24
min. 96,5
negatif

Sumber: Soerawidjadja, 2006 dikutip dari Utami, A. R. , 2011

3. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan skala
laboratorium. Variabel tetap yang digunakan
dalam penelitian ini adalah rasio volume metanol
dengan bahan baku, konsentrasi metanol,
temperatur, kecepatan pengadukan, dan jenis
katalis. Sementara variable bebasnya adalah waktu
reaksi (1,2,3,4 jam) dan jumlah katalis (0,5; 1; 1,5
gram).

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah lemak ikan patin, metanol, KOH, alkohol
(etanol) 95%, dan indikator phenoftalein. Alat
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau,
talenan, kukusan, kuali, corong, kain botol kaca,
neraca
analitik,
spatula,
labu
pemisah,
thermometer, pipet tetes, buret, gelas ukur, beker
gelas, labu ukur, Erlenmeyer, labu leher empat,
pengaduk kaca, penutup gabus, magnetit stirrer ,
dan water bath serta kondensor.
A. Proses Persiapan Bahan Baku Lemak Ikan
Patin
1. Bahan baku berupa limbah lemak ikan patin
dibersihkan dengan air, kemudian dianginanginkan.
2. Menimbang lemak ikan patin.
3. Mengecilkan ukuran lemak ikan patin dengan
cara dipotong kecil-kecil menngunakan pisau
dan talenan sehingga lebih mudah untuk
memperoleh minyak.
4. Lemak ikan patin dikukus menggunakan
kukusan selama 3 jam / dipanaskan secara
langsung sampai menghasilkan minyak ikan.
5. Serat ikan dipres menggunakan tangan dan
kain untuk mengeluarkan sisa minyak ikan.
6. Minyak ikan ditampung dalam botol kaca
B. Analisa Kadar Asam Lemak Bebas
1. Ukur sebanyak 10 gram minyak ikan patin.
2. Tambahkan 25 ml alkohol netral, kemudian
panaskan selama 10 menit.
3. Tetesi dengan larutan indikator phenoftalein
sebanyak 2-3 tetes, guncang campuran.
4. Titrasi dengan KOH 0,1N sampai warna
larutan i konstan merah muda.
5. Menghitung kadar ALB yang terkandung
didalam minyak dengan menggunakan rumus
sebagai berikut :
Kadar ALB (%) =
x 100%
Keterangan :
V = Volume KOH yang diperlukan
dalam titrasi contoh (ml)
N = Normailtas larutan KOH
M = Bobot molekul asam lemak dominan
(asam oleat yaitu 282)
m = bobot contoh (gr)
C. Pembuatan Biodiesel (Transesterifikasi)
1. Campurkan minyak limbah ikan patin dengan
metanol dengan perbandingan 1:3 dan katalis
KOH sebanyak sesuai variabel yaitu 0,5 gram,
1 gram, 1,5 gram, dan 2 gram. Katalis terlebih
dahulu dilarutkan dalam metanol.
2. Campuran kemudian direaksikan dalam labu
leher empat, campuran diaduk menggunakan

%yield

pengaduk yang dirangkai dengan motor.
Campuran tersebut direaksikan dengan
pemanasan menggunakan waterbath pada
suhu 65 oC selama sesuai variabel yaitu 1 jam,
2 jam, dan 3 jam.
3. Hasil reaksi kemudian dipindahkan ke corong
pemisah. Kemudian tunggu sampai terbentuk
dua lapisan dan pisahkan top product yaitu
biodiesel dan bottom product yaitu gliserol.
4. Produk Biodiesel dicuci dengan menggunakan
aquades hangat bersuhu 60
sampai air
cucian memiliki pH netral.
5. Kemudian produk metil ester dipanaskan
pada suhu 120
selama ± 10 menit untuk
menghilangkan kadar air.
6. Analisa kualitas produk biodiesel.

85
80
75
70
65
60

Katalis
0,5 gram
Katalis 1
gram

1

2

3

Katalis
1,5 gram

4

Waktu Reaksi (Jam)

Gambar 5. Pengaruh Waktu Reaksi dan Jumlah Katalis
Terhadap Persentase Yield Biodiesel

Berdasarkan grafik tersebut maka dapat
diketahui bahwa semakin cepat waktu reaksi
persentase yield semakin meningkat karena adanya
reaksi reversible (dapat balik). Semakin banyak
jumlah katalis, semakin sedikit persentase yield
yang dihasilkan karena katalis basa berlebih dapat
menyebabkan reaksi penyabunan.

B. Analisa Persentse Konversi Biodiesel
Katalis
0,5
gram

%konversi

100
95
90
85
80

Katalis
1 gram

1

2

3

Katalis
1,5
gram

4

Waktu Reaksi (Jam)

Gambar 6. Pengaruh Waktu Reaksi dan Jumlah katalis
Terhadap Persentase Yield Biodiesel

4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat
diketahui bahwa Persentase rendemen minyak
limbah lemak ikan patin adalah 78,75% melalui
proses steam selama 3 jam dan 85,71% melalui
pemanasan langsung selama 30 menit. Kandungan
asam lemak bebas pada bahan baku dalam
penelitian ini adalah 1,53% sehingga tidak
memerlukan reaksi esterifikasi dalam proses
pembuatan biodiesel.
A. Analisa Persentse Yield Biodiesel

C. Analisa Densitas

Densitas (g/ml)

Gambar 4. Rangkaian Alat
Reaksi Transesterifikasi
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Berdasarkan grafik tersebut maka dapat
diketahui bahwa semakin cepat waktu reaksi
persentase yield semakin meningkat karena adanya
reaksi reversible (dapat balik). Semakin banyak
jumlah katalis, semakin sedikit persentase yield
yang dihasilkan karena katalis basa berlebih dapat
menyebabkan reaksi penyabunan.

Katalis
0,5
gram

0.89
0.87

Katalis
1 gram

0.85
0.83

1

2

3

4

Katalis
1,5
gram

Waktu Reaksi (Jam)
Gambar 7. Pengaruh Waktu Reaksi dan Jumlah Katalis
Terhadap Persentase Densitas Biodiesel

Berdasarkan grafik tersebut maka dapat
diketahui bahwa waktu reaksi tidak begitu
berpengaruh pada densitas biodiesel. Sementara
semakin banyak jumlah katalis, densitas biodiesel
yang dihasilkan cenderung menurun meskipun
hanya sedikit karena katalis berlebih menyebabkan
reaksi penyabunan yang membentuk gliserol yang
dinsitasnya lebih besar daripada densitas biodiesel.
Densitas biodiesel yang dihasilkan sesuai dengan
SNI (04-7182-2006).

D. Analisa Viskositas

Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui
bahwa angka setana biodiesel memenuhi standar
SNI (04-7182-2006) karena jauh lebih besar dari
51. Semakin banyak jumlah katalis yang
digunakan maka nilai angka setana semakin
berkurang karena katalis basa dengan cepat
memutus rantai asam lemak menjadi biodiesel
yang memiliki angka setana lebih tinggi dari asam
lemak. Semakin lama waktu reaksi, maka angka
setana semakin tinggi sampai batas optimum, hal
ini disebabkan reaksi transesterifikasi bersifat
dapat balik.
F. Analisa Titik Nyala

Katalis
0,5
gram

6
5

Katalis
1 gram

4
3
2

1

2

3

4

Titik Nyala (oC)

Viskositas (cSt)

7
Katalis
0,5 gr

200
175
150
125
100
75
50

Katalis
1,5
gram

Katalis
1 gr

1

2

3

4

Katalis
1,5 gr

Waktu Reaksi (jam)

Waktu Reaksi (Jam)

Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui
bahwa pengaruh waktu reaksi terhadap viskositas
biodiesel yang dihasilkan berfluktuasi membentuk
pola naik dan turun yang disebabkan oleh sifat
reaksi transesterifikasi yang dapat balik.
Sementara pengaruh jumlah katalis terhadap
viskositas biodiesel adalah penambahan jumlah
katalis cenderung menghasilkan biodiesel dengan
viskositas yang lebih rendah karena katalis cepat
bereaksi memutus ikatan karbon asam lemak yang
kemudian menjadi ikatan karbon metil ester yang
rantainya lebih pendek. Nilai viskositas yang
dihasilkan biodiesel tersebut memenuhi standar
SNI (04-7182-2006).

Angka Setana

E. Analisa Angka Setana
120
115
110
105
100
95

Katalis
0,5
gram
Katalis
1 gram

1

2

3

4

Katalis
1,5
gram

Waktu Reaksi (Jam)
Gambar 9. Pengaruh Waktu Reaksi dan Jumlah Katalis
Terhadap Angka Setana Biodiesel.

Gambar 10. Pengaruh Waktu Reaksi dan Jumlah Katalis
Terhadap Titik Nyala Biodiesel.

Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui
bahwa waktu reaksi berpengaruh fluktuatif
terhadap titik nyala biodiesel yang dihasilkan
karena reaksi transesterifikasi yang bersifat dapat
balik. Semakin banyak kandungan metil ester titik
nyala semakin rendah. Semakin banyak katalis
maka titik nyala semakin tinggi. Hal ini
disebabkan kandungan gliserol dalam biodiesel.
Biodiesel-biodiesel yang dihasilkan memiliki titik
nyala yang sesuai dengan SNI (04-7182-2006).

G. Analisa Nilai Kalor
11000
Nilai Kalor (Cal/gr)

Gambar 8. Pengaruh Waktu Reaksi dan Jumlah Katalis
Terhadap Persentase Viskositas Biodiesel

Katali
s 0,5
gr
Katali
s 1 gr

10500
10000
9500

Katali
s 1,5
gr

9000
8500
8000

1

2

3

4

Waktu (Jam)
Gambar 11. Pengaruh Waktu Reaksi dan Jumlah Katalis
Terhadap Nilai Kalor Biodiesel.

Berdasarkan grafik diatas, dapat diketahui
bahwa ada perbedaan pada nilai kalor terhadap
masing-masing perlakuan biodiesel namun tidak
terlalu signifikan. Nilai kalor dipengaruhi oleh
densitas dan komposisi penyusun asam lemak

bahan baku. Nilai kalor yang dihasilkan kurang
lebih mencapai 9500 kalori/gram dan nilai ini
sudah memenuhi persyaratan SNI (04-7182-2006).

2.

H. Analisa Kadar Air
Mutu biodiesel tergantung pada rendahnya nilai
kadar air karena jika nilai semakin tinggi maka
tidak akan dapat bekerja secara efisien pada
mesin. Semakin sedikit rendah kadar air biodiesel
maka semakin tinggi kualitas biodiesel.

3.

4.
Kadar Air (%)

0.1
Katalis
0,5 gr

0.08
0.06

Katalis
1 gr

0.04

Katalis
1,5 gr

0.02

5.

78,75% menggunakan steam dengan
kadar asam lemak bebas 1,53%.
Semakin lama waktu reaksi maka semakin
sedikit persentase yield dan konversi
biodiesel yang dihasilkan karena sifat
reaksi transesterifikasi yang reversible
(dapat balik).
Semakin banyak jumlah katalis maka
semakin sedikit persentase yield dan
konversi biodiesel yang dihasilkan karena
katalis basa berlebih dapat menyebabkan
reaksi penyabunan.
Kondisi optimal dari penelitian ini
didapati pada jumlah katalis 0,5 gram dan
waktu reaksi 2 jam dengan persentase
yield 73,59% dan persentase konversi
97,22%.
Biodiesel yang dihasilkan telah memenuhi
standar SNI (04-7182-2006).

0

1

2

3

DAFTAR PUSTAKA

4

Waktu reaksi (jam)
Grafik 10. Pengaruh Waktu Reaksi dan Jumlah Katalis
Terhadap Kadar Air (Konvensional)

Kadar Air (ppm)

2000
Katalis
0,5 gr

1500
1000

Katalis
1 gr

500
Katalis
1,5 gr

0

1

2

3

4

Waktu reaksi (jam)
Gambar 12. Pengaruh Waktu Reaksi dan Jumlah Katalis
Terhadap Kadar Air (MINIHYD)

Berdasarkan kedua grafik tersebut terlihat
bahwa waktu reaksi dan jumlah katalis tidak
begitu berpengaruh terhadap biodiesel yang
dihasilkan. Kadar air biodiesel lebih dipengaruhi
oleh kadar air pada bahan baku, ketelitian proses
pencucian pada corong pemisah, dan proses
penghilangan kadar air.
Berdasarkan
pengukuran
kadar
air
menggunakan metode konvensional biodiesel
telah memenuhi standar SNI (04-7182-2006).
Namun
pengukuran
kadar
air
dengan
menggunakan MINIHYD, kadar air belum
memenuhi persyaratan SNI biodiesel.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1.

Rendemen
minyak
limbah
lemak
Pangasius
Hypothalamus
diperoleh
85,71% melalui pemanasan langsung dan

Agustine, Irene. 2014. MEA 2015: Industri Ikan
Patin Indonesia Masih Tertinggal Dari
Vietnam. Industri Bisnis Indonesia , 15
Juli 2014.
Anonim. 2011. Material Pembahasan Tentang
Metanol. Jakarta : Universitas Indonesia
Anonim. 2015. Modul Operasi Teknik Kimia .
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Djariah, A. S., 2001.Pakan Ikan Alami. Kanisius.
Yogyakarta.
Fatmawati, Dewi dkk. 2013. Reaksi Metanolisis
Limbah Minyak Ikan Menjadi Metil Ester
Sebagai Bahan Bakar Biodiesel Dengan
Menggunakan Katalis NaOH . Jurnal
Teknologi Kimia dan Industri Volume 2
Nomor 2 Tahun 2013. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Handayani, Septi. Pembuatan Biodiesel dari
Minyak Ikan dengan Radiasi Gelombang
Mikro. Skripsi. Surakarta : Universitas
Sebelas Maret.
Hansen, Alan C. 2008. Combusition and Emisions
Characteristics of Biodiesel Fuel.
Urbana: University of Illinois.
Harahap, Muharram Fajrin dkk. 2013. Pengolahan
Limbah Ikan Patin Menjadi Biodiesel .
Riau: Pusat Penelitian Lingkungan Hidup
Universitas Riau.

Berbahan Dasar Kulit Telur . Bandung:
Universitas Prahayangan.

Haryanto, Bode. 2002. Bahan Bakar Alternatif
Biodiesel. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Hastarini.2012. Teknologi Pengolahan Biodiesel
Dari Minyak Goreng Bekas dengan
Teknik Mikrofiltrasi dan Transesterfikasi
Sebagai Alternatif Bahan Bakar Mesin
Diesel. Balai Riset dan Standardisasi
Industri Banjararu : Kalimantan Selatan
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.
2013. Indonesia Energy Outlook 2013 .
Jakarta : Pusat Data Teknologi dan
Informasi Energi dan Sumber Daya
Mineral Kementrian Energi dan Sumber
Daya Mineral.
Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral.
2014. Pemanfaatan Biodiesel Sebaga
Pengganti Solar Pada Kendaraan
Bermotor . Jakarta : Pusat Data Teknologi
dan Informasi Energi dan Sumber Daya
Mineral Kementrian Energi dan Sumber
Daya Mineral.
Kementrian Perdagangan Republik Indonesia.
2013. Ikan Patin Hasil Alam Bernilai
Ekonomi dan Berpotensi Ekspor Tinggi.
Warta Ekspor Edisi Oktober 2013.
Jakarta : Kementrian Perdagangan
Republik Indonesia.
Laksono, Tejo. 2013. Pengaruh jenis Katalis
NaOh dan KOH Serta Rasio Mol Lemak
Dengan Metanol Terhadap Kualitas
Biodiesel Berbahan Baku Lemak Sapi.
Skripsi.
Makasar
:
Universitas
Hassanudin.
Luthfiyati, Asna dkk. 2008. Kajian Pengaruh
Temperatur dan Kecepatan Pengadukan
Terhadap Konversi Biodiesel Dari
Minyak Sawit Menggunakan Abu Tandan
Kosong Kelapa Sawit Sebagai Katalis.
Yogyakarta Universitas Gadjah Mada.
Nilawati, Destya. 2012. Studi Awal Sintesis
Biodiesel Dari Lipid Mikroalga Chlorella
vulgaris Berbasis Medium Walne Melalui
Reaksi Esterifikasi dan Transesterifikasi.
Skripsi. Depok: Universitas Indonesia.
Rukmana, R. 2002. Bertanam Petsai dan Sawi.
Kanisius, Yogyakarta
Santoso, Herry dkk. 2013. Pembuatan Biodiesel
Menggunakan Katalis Basa Heterogen

Setyadji, Moch dkk. 2007. Pengaruh Penambahan
Biodiesel Dari Minyak Jelantah Pada
Solar Terhadap Opasitas dan Emisi Gas
Buang CO, CO 2, dan HC. Yogyakarta:
Pusat Teknologi Akselerator dan Proses
Bahan-BATAN.
Subaja. 2009. Karakterisasi Surimi Ikan Patin.
Bogor : Departemen Teknologi Hasil
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Suryaningrum, Th. Dewi. 2008. Ikan Patin:
Peluang
Ekspor,
Penanganan
Pascapanen, dan Diversifikasi Produk
Olahannya . Jurnal Squalen Volume 3
Nomor 1. Edisi Juni 2008. Balai Besar
Riset
Pengolahan
Produk
dan
Bioteknologi Kelautan dan Perikanan
Indonesia.
Sutanto, R., 2002. Penerapan Pertanian Organik.
Permasyarakatan
dan
Pengembangannya. Penerbit Kanisius.
Yogyakarta.
Sutapa.

2013. Biodiesel Production From
Bintanggur Oil Using Calsium Oxyde
(CaO) catalyst. Ambon : Universitas
Patimura

Utami, Anisa Rahmi. 2011. Kajian Proses
Biodiesel Dari Minyak Biji Bintaro
(Cerbera odollam Gaertn) Dengan
Metode Transesterifikasi. Skripsi. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.