Penentuan Suhu Reaksi dan Rasio Volume Gliserol dan Palm Fatty Acid Distillate untuk Sintesis Mono-Diasilgliserol

PENENTUAN SUHU REAKSI DAN RASIO VOLUME
GLISEROL DAN PALM FATTY ACID DISTILLATE
UNTUK SINTESIS MONO-DIASILGLISEROL

DEVINA KURNIATI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penentuan Suhu Reaksi
dan Rasio Volume Gliserol dan Palm Fatty Acid Distillate untuk Sintesis MonoDiasilgliserol adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
.
Bogor, Februari 2014
Devina Kurniati
NIM F34090078

ABSTRAK
DEVINA KURNIATI. Penentuan Suhu Reaksi dan Rasio Volume Gliserol dan
Palm Fatty Acid Distillate untuk Sintesis Mono-Diasilgliserol. Dibimbing oleh
DWI SETYANINGSIH.
Mono-diasilgliserol (M-DAG) merupakan salah satu emulsifier yang dapat
diperoleh dengan mengesterifikasi gliserol dan asam lemak bebas. Gliserol yang
digunakan adalah gliserol hasil samping produksi biodiesel, sedangkan asam
lemak bebas yang digunakan adalah Palm Fatty Acid Distillate (PFAD). Tujuan
utama dari penelitian ini adalah menentukan rasio volume antara gliserol dan
PFAD, serta suhu terbaik untuk sintesis M-DAG. Penelitian diawali dengan
pemurnian gliserol kasar yang menghasilkan gliserol yang memiliki kadar gliserol
73-81%, kadar abu 1.14% dan pH 5. Gliserol dan PFAD direaksikan dengan
menggunakan katalis methyl ester sulfonic acid 2% selama 60 menit, lalu
dianalisis karakteristiknya. Suhu dan rasio volume yang baik adalah pada suhu

160 °C dengan rasio volume 1:3 dan 1:4. Kondisi ini menghasilkan M-DAG
dengan rendemen 32.60% dan 27.20%, jumlah M-DAG 61.99% (24.68% MAG,
37.31% DAG) dan 49.92% (20.27% MAG, 29.66% DAG), stabilitas emulsi
70.97% dan 71.19%, titik leleh 55 °C dan 56 °C, nilai pH 3, bilangan asam
40.01% dan 39.01%, serta karakteristik fisik yang kering dan berwarna putih
kecokelatan.
Kata kunci: gliserol, PFAD, emulsifier, mono-disilgliserol, M-DAG

ABSTRACT
DEVINA KURNIATI. Determination of Temperature Reaction and Volume Ratio
of Glycerol and Palm Fatty Acid Distillate for the Synthesis of MonoDiacylglycerol. Supervised by DWI SETYANINGSIH.
Mono-diacylglycerol (M-DAG) is one of emulsifiers which can be obtained
by esterification of glycerol and free fatty acids. Glycerol are used is glycerol
byproduct of biodiesel production, while the free fatty acids that are used is Palm
Fatty Acid Distillate (PFAD). The main objective of this research is to determine
the volume ratio of glycerol and PFAD, also the best temperature for the synthesis
of M-DAG. The research began with the purification of crude glycerol that
produced glycerol which had 73-81% glycerol content, 1.14% ash content, and pH
5. Glycerol and PFAD were reacted using 2% of methyl ester sulfonic acid
catalyst for 60 minutes then the result’s characteristic was analyzed. The best

temperature and volume ratio is at 160 °C with ratio between 1:3 and 1:4. This
condition resulting M-DAG with yield 32.60% and 27.20%, amount of M-DAG
was 61.99% (24.68% MAG, 37.31% DAG) and 49.92% (20.27% MAG, 29.66%
DAG), 70.97% and 71.19% emulsion stability, 55 °C and 56 °C melting point, pH
3, 40.01% dan 39.01% acid value, and also dry and whitey-brown physical
characteristic.
Keywords: glycerol, PFAD, emulsifier, mono-diacylglycerol, M-DAG

PENENTUAN SUHU REAKSI DAN RASIO VOLUME
GLISEROL DAN PALM FATTY ACID DISTILLATE
UNTUK SINTESIS MONO-DIASILGLISEROL

DEVINA KURNIATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian


DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Penentuan Suhu Reaksi dan Rasio Volume Gliserol dan Palm Fatty
Acid Distillate untuk Sintesis Mono-Diasilgliserol
Nama
: Devina Kurniati
NIM
: F34090078

Disetujui oleh

Dr Dwi Setyaningsih, STP MSi
Pembimbing

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Penentuan Suhu Reaksi dan Rasio Volume Gliserol dan Palm Fatty
Acid Distillate untuk Sintesis Mono-Diasilgliserol
Nama
: Devina Kurniati
: F34090078
NIM

Disetujui oleh

,t )

セ@

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

i?

i

FE

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret – Desember
2013 adalah sintesis mono-diasilgliserol, dengan judul Penentuan Suhu Reaksi
dan Rasio Volume Gliserol dan Palm Fatty Acid Distillate untuk Sintesis MonoDiasilgliserol.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Dr Dwi Setyaningsih, STP MSi selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan ide dan membimbing penulis selama penelitian dan penyusunan
skripsi.
2. Dr Endang Warsiki, STP MSi dan Ir Andes Ismayana, MT selaku dosen

penguji yang telah memberikan saran dalam perbaikan skripsi.
3. Seluruh staf dan teknisi Laboratotium Teknologi Industri Pertanian IPB yang
telah banyak membantu selama kuliah dan penelitian.
4. Seluruh staf dan teknisi SBRC – LPPM IPB dan Technopark IPB yang telah
banyak membantu selama penelitian.
5. Bapak Dadi Ramdhani yang telah membantu dan meminjamkan reaktor untuk
proses sintesis mono-diasilgliserol.
6. PT. Asianagro Agungjaya yang telah memberikan PFAD untuk bahan baku
utama penelitian ini.
7. Keluarga yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi, dan doa kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan di IPB.
8. Melan Auliya Andriani selaku teman sebimbingan yang selalu saling
membantu selama penelitian dan penyusunan skripsi.
9. Sendy, Vincentia Smaratika, dan seluruh teman-teman TIN IPB angkatan 46
yang selalu memberi motivasi dan doa selama penelitian.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat untuk proses produksi monodiasilgliserol berbahan baku gliserol hasil samping biodiesel dan PFAD hasil
samping industri minyak goreng sawit.

Bogor, Februari 2014

Devina Kurniati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE


2

Bahan

2

Alat

3

Prosedur

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Pemurnian Gliserol Kasar


4

Karakteristik Bahan Baku

5

Pembuatan dan Karakteristik Mono-Diasilgliserol

8

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

30

DAFTAR TABEL
1. Hasil analisis karakteristik gliserol kasar dan gliserol murni
2. Hasil analisis karakteristik PFAD

5
7

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.

Mekanisme terbentuknya asam lemak bebas (a) dan garam K3PO4 (b)
Tiga lapisan dalam pemurnian gliserol
Gliserol sebelum pemurnian (kiri) dan setelah pemurnian (kanan)
Produk M-DAG pada berbagai (v/v) gliserol : PFAD sebelum
pemurnian pada suhu (a) 150 °C, (b) 160 °C, dan (c) 170 °C.
5. Produk M-DAG setelah pemurnian: (a) bertekstur kering dan (b)
berminyak.
6. Rendemen M-DAG setelah pemurnian pada berbagai rasio volume
gliserol dan PFAD dan suhu reaksi
7. Persentase luas area masing-masing fraksi pada berbagai rasio volume
gliserol dan PFAD dan suhu reaksi.
8. Bobot (gram) masing-masing fraksi pada berbagai rasio volume gliserol
dan PFAD dan suhu reaksi.
9. Stabilitas emulsi M-DAG sebelum (▧) dan setelah (□) pemurnian
pada berbagai rasio volume gliserol dan PFAD dan suhu reaksi
10. Titik leleh M-DAG sebelum (▧) dan setelah (□) pemurnian pada
berbagai rasio volume gliserol dan PFAD dan suhu reaksi
11. Nilai pH M-DAG sebelum (▧) dan setelah (□) pemurnian pada
berbagai rasio volume gliserol dan PFAD dan suhu reaksi

4
5
6
9
10
10
12
12
13
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.

Prosedur analisis karakteristik gliserol
Prosedur Analisis Karakteristik PFAD
Prosedur analisis karakteristik M-DAG
Karakteristik fisik M-DAG sebelum dan setelah pemurnian
Hasil analisis produk M-DAG

19
20
21
23
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan industri di Indonesia mengalami peningkatan setiap tahun,
khususnya pada industri pangan maupun non pangan. Salah satu bahan yang
dibutuhkan oleh berbagai jenis industri namun sebagian besar merupakan bahan
impor adalah emulsifier. Emulsifier merupakan bahan untuk mengurangi tegangan
permukaan pada interfasial dua fase yang dalam keadaan normal tidak saling
bercampur sehingga menyebabkan keduanya dapat bercampur dan membentuk
emulsi. Emulsifier mengandung gugus hidrofilik dan lipofilik dalam satu molekul
yang sama. Senyawa ini akan meningkatkan kestabilan emulsi dengan
menurunkan tegangan antar muka antara fase minyak dan air (O’Brien 2009).
Salah satu emulsifier yang paling banyak digunakan adalah emulsifier
mono-diasilgliserol (M-DAG). M-DAG termasuk salah satu produk diversifikasi
minyak yang bernilai ekonomi relatif tinggi dan memiliki prospek pasar yang
baik. Campuran M-DAG merupakan emulsifier yang banyak digunakan dalam
industri pangan, kosmetika, dan farmasika. Emulsifier ini dapat diperoleh dengan
mereaksikan gliserol dan asam lemak bebas.
Gliserol dapat diperoleh dari hasil samping produksi biodiesel. Menurut
Ahn et al. (1995), residu gliserol yang dihasilkan dari proses produksi biodiesel
cukup besar, yaitu kurang lebih 12% dari produk. Gliserol hasil ini masih bersifat
kasar atau banyak mengandung pengotor, sehingga gliserol harus dimurnikan
terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk sintesis M-DAG.
Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) adalah limbah industri minyak goreng
sawit. Produksi kelapa sawit di Indonesia selalu meningkat dengan pertumbuhan
1.84% dari tahun 2011 ke tahun 2012 (Direktorat Jendral Perkebunan). Oleh
karena itu, produksi minyak goreng sawit juga akan meningkat sehingga PFAD
yang dihasilkan semakin banyak. Pada umumnya, PFAD banyak digunakan dalam
industri sabun, pakan ternak, dan oleokimia (Ping dan Yusof 2009). Menurut
Hambali et al. (2007), PFAD memiliki kandungan asam lemak bebas (ALB)
sekitar 81.7%, gliserol 14.4%, squalene 0.8%, vitamin E 0.5%, sterol 0.45%, dan
lain-lain 2.2%. Banyaknya kandungan ALB dalam PFAD, maka PFAD dapat
dimanfaatkan sebagai sumber asam lemak dalam sintesis M-DAG.
Dengan mempertimbangkan potensi dari jumlah gliserol hasil samping
biodiesel, PFAD limbah industri minyak goreng, dan kebutuhan emulsifier MDAG yang tinggi, maka dilakukan pengembangan dan penelitian lebih lanjut
tentang proses produksi emulsifier M-DAG. Adanya penelitian ini diharapkan
dapat mengurangi kebutuhan impor akan emulsifier. Proses yang akan digunakan
dalam pembuatan emulsifier ini adalah esterifikasi menggunakan katalis kimia.
Untuk mendapatkan hasil emulsifier M-DAG yang terbaik maka variabel bebas
yang menjadi faktor operasi dalam penelitian ini adalah suhu reaksi dan rasio
volume gliserol dan PFAD.

2
Perumusan Masalah
1. Karakteristik gliserol dan PFAD yang dapat digunakan sebagai bahan baku
produksi mono-diasilgliserol.
2. Rasio volume antara gliserol dan PFAD untuk produksi mono-diasilgliserol.
3. Suhu reaksi untuk produksi mono-diasilgliserol.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui suhu reaksi dan jumlah rasio
volume gliserol dan PFAD untuk proses produksi mono-diasilgliserol secara
esterifikasi menggunakan katalis kimia.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi mengenai penggunaan
gliserol dan PFAD sebagai bahan baku untuk sintesis mono-diasilgliserol secara
esterifikasi menggunakan katalis kimia, serta memberi informasi suhu dan rasio
volume gliserol dan PFAD terbaik untuk sintesis mono-diasilgliserol

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini meliputi pemurnian gliserol kasar hasil
samping produksi biodiesel, karakterisasi bahan baku (gliserol dan PFAD), serta
pencarian suhu dan rasio volume gliserol dan PFAD untuk sintesis monodiasilgliserol skala laboratorium secara esterifikasi menggunakan katalis kimia
(methyl ester sulfonic acid) sebanyak 2% selama 60 menit.

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gliserol dari hasil
samping proses produksi biodiesel di SBRC (Surfactant and Bioenergy Research
Center) IPB Baranangsiang, Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) dari PT.
Asianagro Agungjaya, katalis methyl ester sulfonic acid (MESA), asam fosfat
(H3PO4), heksan teknis, kertas saring Whatman 41 dan 42. Untuk analisis
digunakan aquades, indikator biru bromtimol, larutan NaOH 0.05 N, NaIO4,
etilena glikol, larutan H2SO4 0.2 N, larutan H2SO4 50%, petroleum eter, dietil eter,
asam asetat glasial, heksan, HCl, etanol netral 95%, indikator PP 1%, minyak
goreng, M-DAG dari SEAFAST (Southeast Asian Food and Agricultural Science
and Technology) Center IPB, plat KLT kaca, tabung kapiler, dan kertas pH
universal.

3

Alat
Peralatan yang digunakan pada tahap pemurnian gliserol adalah peralatan
gelas, spatula, labu pemisah, pompa vakum, erlenmeyer vakum, dan corong
Buchner. Pada proses produksi emulsifier M-DAG digunakan reaktor berukuran
400 ml yang dilengkapi dengan pemanas yang dapat dikendalikan suhunya, motor
pengaduk, pengaduk, dan mesin vakum. Untuk analisis bahan baku dan produk
M-DAG yang dihasilkan adalah peralatan gelas, buret, pompa vakum, penangas
air, oven, tanur, desikator, neraca analitik, dan kolom KLT.

Prosedur
Pemurnian Gliserol Kasar
Pemurnian gliserol kasar dilakukan menggunakan metode Farobie (2009)
dan Fanani (2010). Langkah pertama adalah penambahan asam fosfat 85%
sebanyak 5% (v/v) pada gliserol kasar dan diaduk selama 30 menit. Setelah itu,
dilakukan pengendapan selama 60 menit sampai terbentuk tiga lapisan, yaitu
endapan garam, gliserol murni, dan asam lemak. Langkah selanjutnya adalah
pemisahan antara endapan garam dan gliserol dengan cara penyaringan
menggunakan kertas saring Whatman 41 dan pompa vakum, serta pemisahan
antara gliserol dan asam lemak dengan cara pengendapan secara gravitasi
menggunakan labu pemisah.
Karakteristik Bahan Baku
Analisis karakteristik yang dilakukan pada gliserol sebelum dan setelah
pemurnian adalah uji kadar abu, kadar gliserol, dan pH, sedangkan analisis
karakteristik yang dilakukan pada PFAD adalah analisis kadar asam lemak bebas
(ALB), pH, dan titik leleh. Prosedur untuk analisis karakteristik gliserol dan
PFAD dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
Pembuatan dan Karakteristik Mono-Diasilgliserol
Proses pembuatan mono-diasilgliserol dilakukan menggunakan metode
Zaelani (2007) yang dimodifikasi. Proses dimulai dengan mereaksikan gliserol
dan PFAD dengan perbandingan (v/v) (1:3, 1:4, 1:5, dan 1:6), serta katalis MESA
sebanyak 2% pada reaktor berpengaduk secara vakum. Kemudian dipanaskan
selama 60 menit pada suhu yang telah ditentukan (150 °C, 160 °C, dan 170 °C).
Sebanyak 40 gram M-DAG kasar yang diperoleh dilarutkan dalam 150 ml
heksan teknis untuk menghilangkan TAG dan gliserol yang tersisa, lalu dilakukan
pengendapan pada suhu 7 °C selama 24 jam, dan dilakukan penyaringan vakum
menggunakan kertas saring Whatman 42. Hasil saringan dikeringkan hingga
diperoleh berat yang stabil.
Analisis yang dilakukan terhadap produk M-DAG adalah analisis
karakteristik fisik produk, komposisi M-DAG dengan KLT, stabilitas emulsi, pH,
dan titik leleh. Dari hasil analisis tersebut, ditentukan dua yang terbaik untuk
dilakukan analisis bilangan asam. Analisis dilakukan terhadap M-DAG sebelum
dan sesudah pemurnian dengan heksan. Dalam analisis digunakan M-DAG dari

4
SEAFAST Center IPB sebagai kontrol. Prosedur analisis untuk M-DAG dapat
dilihat pada Lampiran 3.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pemurnian Gliserol Kasar
Gliserol adalah senyawa yang terdiri dari tiga gugus hidroksil (-OH) yang
berikatan pada masing-masing tiga atom karbon (C) sehingga sering disebut
dengan gula alkohol. Keberadaan gugus hidroksil ini menyebabkan gliserol
memiliki sifat larut dalam air (hidrofilik). Gliserol memiliki rumus kimia C 3H8O3
dengan nama kimia 1,2,3-propanatriol. Berat molekul gliserol 92.10 g/mol dengan
massa jenis 1.23 g/cm3 (Winarno 2002).
Gliserol merupakan senyawa yang telah banyak digunakan di berbagai
industri, baik industri pangan maupun non pangan. Gliserol sering digunakan
sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk monoasilgliserol, diasilgliserol,
dan triasilgliserol terstruktur. Menurut Kongjao et al. (2010), gliserol merupakan
produk komersial penting dari hasil samping proses produksi biodiesel yang
diperoleh dengan mereaksikan trigliserida dan alkohol secara transesterifikasi.
Menurut Ahn et al. (1995), residu gliserol yang dihasilkan dari proses produksi
biodiesel cukup besar, yaitu jumlahnya kurang lebih 12% dari produk. Residu
gliserol ini masih merupakan gliserol kasar yang berwarna gelap (cokelat tua)
karena masih mengandung sisa metanol, sisa katalis, dan bahan-bahan pengotor
yang berasal dari minyak sebagai bahan baku biodiesel, sehingga diperlukan
pemurnian gliserol untuk memisahkan bahan pengotor yang tersisa. Pemurnian
gliserol kasar dilakukan dengan penambahan asam yang bertujuan untuk
memecah sabun menjadi asam lemak bebas dan garam (Carmona et al. 2008).
Proses pemurnian gliserol dilakukan sesuai penelitian Farobie (2009) dan
Fanani (2010), yaitu dengan penambahan asam fosfat 85% sebanyak 5% (v/v) dari
jumlah gliserol kasar. Penambahan asam fosfat untuk pemurnian gliserol kasar
akan menyebabkan reaksi yang memisahkan gliserol dari basa dan sabun terlarut.
Basa dinetralkan menjadi garam dan air, sedangkan sabun terlarut akan dipecah
menjadi garam dan asam lemak bebas (Gambar 1). Oleh karena itu, setelah
penambahan asam fosfat akan terbentuk tiga lapisan yaitu garam (bagian bawah),
gliserol (bagian tengah), dan asam lemak bebas (bagian atas) seperti pada Gambar
2.
RCOOK +
H3PO4
Sabun
Asam fosfat

RCOOH
ALB

+ K3PO4
Garam

K3PO4
Garam

+ 3H2O
Air

(a)
H3PO4 +
Asam fosfat

3KOH
Katalis

(b)
Gambar 1 Mekanisme terbentuknya asam lemak bebas (a) dan garam K3PO4 (b)

5

Asam lemak bebas
Gliserol
Endapan garam
Gambar 2 Tiga lapisan dalam pemurnian gliserol
Pemisahan fase padat (endapan) dan fase cair dilakukan dengan penyaringan
secara vakum menggunakan kertas saring Whatman 41 pada corong Buchner.
Bagian yang tidak tersaring merupakan endapan garam, sedangkan bagian yang
tersaring merupakan campuran antara gliserol dan asam lemak bebas. Pemisahan
asam lemak bebas dari gliserol dilakukan dengan cara pengendapan secara
gravitasi pada labu pemisah. Gliserol akan berada di bagian bawah pada labu
pemisah, sedangkan asam lemak akan berada di bagian atas. Rendemen dari
masing-masing fase dapat diperoleh setelah dilakukan pemisahan tiga fase
tersebut. Rendemen yang diperoleh dari hasil pemurnian gliserol kasar pada
penelitian ini adalah 10-25% endapan garam, 25-30% asam lemak bebas, dan 5058% gliserol. Rata-rata dari rendemen gliserol murni yang diperoleh dari proses
pemurnian gliserol adalah 52.69%
Karakteristik Bahan Baku
Gliserol hasil pemurnian dilakukan pengujian dan dibandingkan dengan
gliserol sebelum pemurnian. Pengujian yang dilakukan adalah kadar gliserol,
kadar abu, dan pH. Perbandingan hasil analisis karakteristik gliserol sebelum dan
sesudah pemurnian dapat dilihat di Tabel 1.
Tabel 1 Hasil analisis karakteristik gliserol kasar dan gliserol murni
Jenis Uji
Kadar Gliserol (%)
Kadar Abu (%)
Nilai pH
Warna

Gliserol Kasar
40-50
5.52
11
Cokelat

Gliserol Murni
73-81
1.14
5
Kuning

Gliserol Komersial*
99.2-99.98
< 0.002
7
Tidak berwarna

* Mohtar 2001

Kadar gliserol merupakan parameter penting untuk melihat tingkat
kemurnian dari gliserol. Semakin tinggi nilai kadar gliserol maka semakin tinggi
tingkat kemurnian gliserol. Berdasarkan SNI 06-1564-1995, kadar gliserol
minimum yang diperbolehkan untuk dikomersialkan adalah 80%. Berdasarkan
Tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar gliserol mengalami peningkatan setelah

6
dilakukan pemurnian, yaitu dari 40-50% menjadi 73-81%. Peningkatan ini terjadi
karena adanya pemisahan garam dan asam lemak dari gliserol kasar, sehingga
menyebabkan gliserol semakin murni. Kadar gliserol setelah pemurnian masih
berada dibawah kadar gliserol komersial, yaitu 99.2-99.8%. Pada umumnya,
pembuatan M-DAG dilakukan dengan menggunakan gliserol komersial yang
memiliki kadar gliserol yang tinggi. Chetpattananondh dan Tongurai (2008) telah
melakukan penelitian mengenai sintesis monogliserida berbahan baku gliserol
kasar dan asam stearat secara gliserolisis. Berdasarkan proses tersebut didapatkan
hasil rendemen dan kemurnian monogliserida yang hampir sama dengan
penggunaan gliserol murni, yaitu rendemen sebesar 61% monogliserida dengan
kemurnian 62%.
Semakin tinggi kadar gliserol, maka warna gliserol akan semakin terang dan
jernih. Pada Gambar 3 dapat dilihat perbedaan warna antara gliserol sebelum dan
sesudah pemurnian. Warna gliserol disebabkan oleh bahan baku pembuatan
biodiesel. Pada penelitian ini, pembuatan biodiesel berbahan baku CPO (Crude
Palm Oil) yang memiliki warna cokelat kemerahan. Zat warna dalam minyak
terdiri dari zat warna alami dan zat warna hasil degradasi zat warna alami. Zat
warna alami terdiri dari karoten, xanthofil, klorofil, gossypol, dan antosianin,
sehingga menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecokelatan, kehijauhijauan, dan kemerah-merahan. Warna gelap terjadi karena suhu pemanasan yang
cukup tinggi sehingga terjadi reaksi oksidasi (Ketaren 2008)

Gambar 3 Gliserol sebelum pemurnian (kiri) dan setelah pemurnian (kanan)
Kadar abu merupakan salah satu parameter untuk melihat kualitas gliserol
dengan menunjukan kandungan zat mineral atau anorganik dalam suatu bahan.
Gliserol merupakan bahan organik yang terdiri atas atom C, H, dan O sehingga
ketika dilakukan proses pengabuan, gliserol akan terpecah menjadi CO2 dan H2O
yang akan menguap. Gliserol yang baik memiliki nilai kadar abu yang rendah,
artinya kandungan anorganik dalam gliserol berjumlah sedikit. Bagian yang
tersisa setelah proses pengabuan merupakan bahan anorganik seperti garam dari
sisa katalis dalam pembuatan biodiesel. Pada Tabel 1, kadar abu gliserol sebelum
pemurnian sebesar 5.52% dan mengalami penurunan setelah dilakukan pemurnian
menjadi sebesar 1.14%. Hal ini dikarenakan penambahan asam fosfat
menyebabkan pengendapan kalium hidroksida dan sabun kalium menjadi kalium
fosfat yang dapat dipisahkan, sehingga kandungan anorganik menjadi berkurang.
Tingkat derajat keasaman (pH) pada gliserol juga mengalami penurunan,
yaitu sebelum pemurnian memiliki pH 11 dan setelah pemurnian menjadi pH 5.

7
Gliserol kasar bersifat basa karena masih banyak mengandung katalis KOH dan
sabun kalium. Penurunan nilai pH dikarenakan oleh penggunaan asam fosfat 85%
dalam proses pemurnian gliserol, sehingga menyebabkan ion kalium dari katalis
kalium hidroksida yang bersifat basa berikatan dengan ion fosfat dan membentuk
garam kalium fosfat, sedangkan sabun terpecah menjadi asam lemak bebas dan
garam.
Bahan baku yang digunakan pada penelitian ini selain gliserol adalah PFAD
(Palm Fatty Acid Distillate). PFAD merupakan hasil samping pemurnian minyak
sawit mentah (CPO) dalam industri minyak goreng. Proses pengolahan minyak
sawit menghasilkan PFAD sebesar 4% (Rahman dan Hermawan 2000). Pada suhu
ruang, PFAD berbentuk padat dan berwarna cokelat muda, sedangkan ketika
dipanaskan akan berubah warna menjadi cokelat tua. PFAD memiliki kandungan
asam lemak bebas sekitar 81.7%, gliserol 14.4%, squalene 0.8%, vitamin E 0.5%,
sterol 0.45, dan lain-lain 2.2% (Hambali et al. 2007). Asam lemak bebas yang
banyak terkandung dalam PFAD adalah asam lemak palmitat (C16:0) dan oleat
(C18:1) (Ping dan Yusof 2009). Dengan melihat komposisinya yang sebagian
besar mengandung asam lemak bebas, maka PFAD digunakan sebagai sumber
asam lemak bebas dalam sintesis M-DAG. Hasil analisis karakteristik PFAD
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil analisis karakteristik PFAD
Jenis Uji
Kadar asam lemak bebas (%)
Titik leleh (°C)
Nilai pH
Kadar air (%)

Hasil
84.30
89.95*
49
5
0.03*

SNI 01-0015-1987
min. 80

maks. 1.0

* PT. Asianagro Agungjaya

Berdasarkan Tabel 2, kadar ALB hasil analisis adalah 84.30%, sedangkan
dari PT. Asianagro Agungjaya 89.95%. Kandungan ALB dalam PFAD masih
memenuhi persyaratan kadar ALB pada SNI. Kandungan yang terbanyak dalam
PFAD ini adalah asam palmitat. Tingginya nilai ALB menunjukkan bahwa PFAD
dari PT. Asianagro Agungjaya dapat digunakan sebagai sumber asam lemak bebas
dalam pembuatan mono-diasilgliserol.
Titik leleh produk M-DAG tergantung pada sifat asam lemak penyusunnya,
sehingga titik leleh PFAD perlu diketahui. Titik leleh adalah suhu pada saat suatu
bahan berubah menjadi cair sempurna (O’Brien 2009). Titik leleh PFAD yang
digunakan pada penelitian ini adalah 49 °C. Nilai titik leleh yang cukup tinggi
dikarenakan PFAD terdiri dari campuran asam lemak jenuh dan asam tidak jenuh.
Menurut hasil penelitian Christina (2000), PFAD terdiri dari 60.45% asam lemak
jenuh (asam palmitat 54.28%) dan 39.55% asam lemak tidak jenuh (asam oleat
30.34%).
Tingkat derajat keasaman (pH) pada PFAD juga perlu diketahui karena
PFAD akan digunakan sebagai bahan baku utama dalam produksi M-DAG. Nilai
pH PFAD yang digunakan pada penelitian ini adalah 5. Nilai pH ini bersifat asam
karena kandungan asam lemak bebas dalam bahan sangat besar, yaitu 84.30%.

8
Kadar air PFAD yang digunakan sebesar 0.03%. Hal ini menunjukkan
bahwa kadar air PFAD yang digunakan telah memenuhi persyaratan kadar air
PFAD dalam SNI yaitu maksimal 1%. Kadar air dalam PFAD bernilai sangat
kecil, hal ini dikarenakan kandungan air pada minyak dan lemak dapat
mengakibatkan kerusakan pada miyak dan lemak tersebut.
Pembuatan dan Karakteristik Mono-Diasilgliserol
Emulsifier merupakan bahan yang digunakan untuk mengurangi tegangan
permukaan pada interfasial dua fase yang tidak saling bercampur, sehingga
menyebabkan keduanya dapat bercampur dan membentuk emulsi. Menurut
Winarno (2002), emulsifier dapat menjaga butiran minyak tetap tersuspensi dalam
air karena bagian molekul yang bersifat non polar larut dalam lapisan luar butirbutir lemak dan bagian yang polar berhadapan dengan pelarut air (continous
phase).
Salah satu jenis emulsifier yang paling banyak digunakan dalam industri
pangan adalah campuran mono-diasilgliserol (O’Brien 2009). M-DAG dalam
industri pangan digunakan sebagai emulsifier pada produk-produk pangan
berlemak seperti margarin, mentega, es krim, biskuit, dan roti. Selain di bidang
pangan, M-DAG juga digunakan dalam bidang farmasetika dan kosmetika (Ling
et al 2007). Menurut Hermansyah et al (2010), M-DAG juga dapat digunakan
dalam mencegah penyakit yang disebabkan oleh kadar lemak dalam darah dan
obesitas. M-DAG berfungsi sebagai emulsifier karena struktur molekulnya terdiri
dari bagian hidrofilik pada gugus OH dan bagian lipofilik pada gugus ester asam
lemak.
Sintesis M-DAG dapat dilakukan dengan menggunakan tiga metode, yaitu
esterifikasi sederhana antara asam lemak dan gliserol, hidrolisis dari minyak
dalam emulsi mikro, dan transesterifikasi yang berupa reaksi transfer asil antara
ester asam lemak atau minyak dengan alkohol seperti etanolisis atau gliserolisis.
Seluruh metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan katalis inorganik
(bahan kimia) atau katalis organik (enzim).
Pada penelitian ini digunakan metode esterifikasi dengan katalis kimia.
Penggunaan bahan kimia dikarenakan bernilai lebih ekonomis daripada
penggunaan enzim dan memerlukan waktu reaksi yang lebih singkat. Katalis
kimia yang digunakan adalah methyl ester sulfonic acid (MESA) yang merupakan
katalis asam.
Esterifikasi antara gliserol dengan asam lemak akan menghasilkan
monogliserida, digliserida, dan trigliserida dengan komposisi yang berbeda.
Komposisi produk yang dihasilkan tergantung dari perbandingan gliserol dan
asam lemak, jenis asam lemak, dan kondisi reaksi yang digunakan dalam proses.
Asam lemak bebas yang digunakan adalah PFAD. Faktor perbandingan yang
digunakan adalah suhu reaksi dan rasio volume antara gliserol dan PFAD.
Perlakuan suhu reaksi yang digunakan adalah 150 °C, 160 °C, dan 170 °C,
sedangkan rasio volume gliserol dan PFAD yang digunakan adalah 1:3, 1:4, 1:5,
dan 1:6 (atau rasio molar 1:2.1, 1:2.8, 1:3.4, 1:4.2).
Proses sintesis M-DAG dilakukan dengan cara memanaskan gliserol,
PFAD, dan katalis MESA pada sebuah reaktor secara vakum selama 60 menit

9
pada suhu yang telah ditentukan. Campuran yang telah direaksikan selanjutnya
dimurnikan. Menurut Susi (2010), pemurnian suatu bahan dapat dilakukan dengan
cara kristalisasi, destilasi, dan berdasarkan polaritas suatu bahan. Pada penelitian
ini, pemurnian dilakukan berdasarkan polaritas suatu bahan menggunakan heksan.
Heksan merupakan pelarut yang bersifat non polar sehingga memiliki kemampuan
untuk melarutkan TAG dan asam lemak yang bersifat lebih non polar daripada
MAG dan DAG. Campuran yang telah dilarutkan dengan heksan kemudian
disimpan pada suhu 7 °C selama 24 jam sehingga dihasilkan endapan putih, lalu
disaring dengan menggunakan kertas saring Whatman nomor 42. Hasil yang
tersaring kemudian dikeringkan hingga diperoleh berat yang konstan.
Produk M-DAG sebelum pemurnian dapat dilihat pada Gambar 4,
sedangkan produk M-DAG setelah dilakukan pemurnian dapat dilihat pada
Gambar 5. Sebelum pemurnian dengan heksan dapat dilihat bahwa produk masih
berwarna cokelat dan terjadi perubahan warna menjadi putih atau putih
kecokelatan setelah dilakukan pemurnian. Hal ini dikarenakan pada produk
sebelum pemurnian masih banyak terkandung asam lemak bebas dan sisa katalis.
Berdasarkan Gambar 4 dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu reaksi dan rasio
volume, produk M-DAG akan berwarna semakin gelap atau cokelat tua,
sedangkan gliserol yang tersisa menjadi semakin sedikit. Jumlah gliserol yang
tersisa paling banyak terdapat pada suhu 150 °C dengan rasio volume 1:3. Hal ini
menunjukkan bahwa masih terdapat banyak gliserol yang belum bereaksi pada
kondisi reaksi tersebut.

1:3

1:4

1:5

1:6

1:3

1:4

(a)

1:5

1:6

(b)

1:3

1:4

1:5

1:6

(c)
Gambar 4 Produk M-DAG pada berbagai (v/v) gliserol : PFAD sebelum
pemurnian pada suhu (a) 150 °C, (b) 160 °C, dan (c) 170 °C.
Penambahan heksan yang bertujuan untuk menghilangkan TAG dan PFAD
akan membuat warna produk menjadi semakin terang seperti pada Gambar 5.
Produk M-DAG setelah dilakukan pemurnian juga memiliki karakteristik fisik
yang lebih kering daripada produk M-DAG sebelum pemurnian. Gambar 5(a)
merupakan penampakan dari salah satu produk yang bertekstur kering, sedangkan
Gambar 5(b) merupakan penampakan dari salah satu produk yang bertekstur

10
berminyak. Semakin tinggi suhu reaksi dalam produksi M-DAG, produk yang
dihasilkan akan berwarna lebih gelap dan bertekstur lebih berminyak.
Karakteristik fisik produk yang diinginkan adalah bertekstur kering, karena jika
produk memiliki tekstur berminyak menunjukkan bahwa jumlah TAG yang
terbentuk dalam produk tinggi. M-DAG yang memiliki tekstur berminyak seperti
M-DAG pada suhu 170 °C memiliki warna putih kecokelatan, sedangkan M-DAG
pada suhu 150 °C dan 160 °C memiliki warna putih atau putih agak kecokelatan.
Karakteristik fisik secara lengkap dari M-DAG sebelum dan setelah pemurnian
dapat dilihat pada Lampiran 4.

(a)
(b)
Gambar 5 Produk M-DAG setelah pemurnian: (a) bertekstur kering dan (b)
berminyak.

Rendemen (%)

Tekstur produk M-DAG yang dihasilkan berpengaruh terhadap rendemen
yang dihasilkan. Tekstur produk yang berminyak akan membuat nilai rendemen
menjadi lebih besar. Rendemen M-DAG setelah dilakukan pemurnian diperoleh
dari perhitungan bobot hasil yang tersaring pada kertas saring yang telah
dilakukan pengeringan hingga beratnya konstan. Grafik dari rendemen M-DAG
setelah pemurnian dapat dilihat pada Gambar 6.
40
30
20
10
0
1:3 1:4 1:5 1:6 1:3 1:4 1:5 1:6 1:3 1:4 1:5 1:6
150

160

170

Rasio (v/v)
Suhu (°C)

Gambar 6 Rendemen M-DAG setelah pemurnian pada berbagai rasio volume
gliserol dan PFAD dan suhu reaksi
Nilai rendemen cenderung mengalami penurunan ketika rasio volume antara
gliserol dan PFAD meningkat, sedangkan semakin tinggi suhu, jumlah rendemen
juga semakin tinggi. M-DAG yang memiliki nilai rendemen terbesar adalah MDAG pada suhu 170 °C dengan rasio volume 1:3, yaitu sebesar 39.58%. Namun
M-DAG yang terbentuk pada suhu 170 °C mempunyai karakteristik fisik yang

11
lebih berminyak dibandingkan M-DAG pada suhu 150 °C dan 160 °C. Hal ini
menyebabkan nilai rendemen pada suhu 170 °C cenderung lebih besar dari
rendemen pada suhu lainnya. Produk M-DAG diharapkan memiliki tekstur yang
kering, karena jika produk memiliki tekstur berminyak menunjukkan bahwa
banyak terbentuk TAG. Oleh karena itu, rendemen tertinggi pada karakteristik
fisik yang kering adalah pada suhu 160 °C dengan rasio volume 1:3 yaitu 32.60%,
sedangkan yang terendah adalah M-DAG pada suhu 150 °C dengan rasio volume
1:6 yaitu 15.68%.
Komposisi M-DAG dapat diketahui melalui analisis dengan menggunakan
Kromatografi Lapis Tipis (KLT). KLT merupakan salah satu teknik kromatografi
sederhana yang dapat memisahkan campuran minyak dan lemak yang memiliki
perbedaan polaritas dalam sekali elusi (Hamilton dan Rossel 1987). Prinsip dari
analisis ini adalah masing-masing fraksi dapat dipisahkan berdasarkan derajat
polaritasnya. Fraksi yang bersifat paling non polar seperti TAG akan terelusi lebih
dahulu dan terletak di paling atas, sedangkan fraksi yang bersifat sedikit polar
seperti MAG akan tertahan lebih lama. KLT mempunyai beberapa keunggulan,
yaitu kemudahan pengoperasian, sensitivitas, kecepatan, dan kemampuan untuk
mendeteksi semua komponen organik. Namun kelemahan dari KLT adalah hasil
perhitungan komposisi yang relatif lebih kasar dibandingkan metode kromatografi
lain.
Pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah petroleum eter, dietil
eter, dan asam asetat glasial dengan perbandingan 90:10:0.1 (v/v/v). Hasil KLT
dapat dilihat pada Lampiran 5. Spot yang terbentuk pada lempeng KLT
dibandingkan dengan melihat komposisi luas area dari masing-masing fraksi,
yaitu MAG, DAG, TAG, dan ALB menggunakan software ImageJ.
Hasil yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah MAG dan DAG dengan
jumlah yang tinggi, sedangkan TAG dan ALB berjumlah rendah. Dari Gambar 7
dapat dilihat bahwa jumlah MAG dan DAG yang tinggi dan jumlah TAG dan
ALB yang rendah terbentuk pada suhu reaksi 160 °C. Pada suhu 150 °C dan suhu
170 °C, jumlah MAG dan DAG yang terbentuk juga cukup tinggi, namun pada
suhu 150 °C masih terkandung ALB dalam jumlah yang besar, yaitu 37.6149.64%, sedangkan pada suhu 170 °C masih terkadung TAG dalam jumlah yang
cukup besar, yaitu 15.33-25.60%. Jumlah ALB yang masih banyak pada suhu 150
°C menunjukkan bahwa PFAD masih belum bereaksi secara sempurna pada suhu
tersebut, sedangkan jumlah TAG yang besar pada suhu 170 °C menunjukkan
bahwa produk telah berubah menjadi minyak. Oleh karena itu, suhu terbaik untuk
produksi MAG dan DAG adalah pada suhu 160 °C. Pada suhu 160 °C dihasilkan
MAG sebesar 18.78-24.68%, DAG 29.66-38.95%, TAG 10.52-17.7%, dan ALB
27.49-30.68%.
Pada Gambar 7, MAG dan DAG dengan jumlah tertinggi terletak pada rasio
volume yang berbeda dalam setiap tingkatan suhu. Oleh karena itu, untuk
penentuan rasio volume gliserol dan PFAD terbaik dapat dilihat pada Gambar 8
yang menunjukkan bobot gram setiap fraksi MAG, DAG, TAG, dan ALB pada
setiap suhu dan rasio volume gliserol dan PFAD. Perhitungan bobot dilakukan
dengan mengalikan antara persentase masing-masing fraksi terhadap bobot atau
rendemen sampel (gram). Pada suhu 150 °C, jumlah MAG dan DAG terbesar
adalah pada rasio 1:3 dan 1:5, sedangkan pada suhu 160 °C dan 170 °C adalah
pada rasio 1:3 dan 1:4.

Luas area (%)

12

50
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
1:3

1:4

1:5

1:6

1:3

150

1:4

1:5

1:6

1:3

1:4

160

1:5

Rasio
(v/v)

1:6

MK Suhu
(°C)

170

Gambar 7 Persentase luas area masing-masing fraksi pada berbagai rasio volume
gliserol dan PFAD dan suhu reaksi. MAG ( ), DAG (▧), TAG ( ),
dan ALB (⊠)

Bobot per fraksi (g)

Jumlah produk MAG dan DAG tertinggi terbentuk pada suhu 170 °C
dengan rasio volume 1:3 yaitu MAG 4.39 gram dan DAG 7.41 gram. Namun
produk pada suhu 170 °C memiliki karakteristik fisik yang berminyak dan
berwarna putih kecokelatan. Oleh karena itu, yang memiliki jumlah produk MAG
dan DAG tinggi dengan karakteristik fisik yang diinginkan adalah produk MDAG pada suhu reaksi 160 °C dengan rasio volume 1:3. Jumlah MAG yang
terbentuk pada suhu tersebut sebesar 3.22 gram, sedangkan DAG yang terbentuk
sebesar 4.87 gram, sehingga total M-DAG yang terbentuk adalah 8.08 gram atau
61.99% (Lampiran 5).
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
1:3

1:4

1:5

1:6

1:3

150

Gambar 8

1:4

1:5

160

1:6

1:3

1:4

1:5

170

1:6

Rasio
(v/v)

Suhu
(°C)

Bobot (gram) masing-masing fraksi pada berbagai rasio volume
gliserol dan PFAD dan suhu reaksi. MAG ( ), DAG (▧), TAG
( ), dan ALB (⊠)

13

Stabilitas emulsi (%)

Uji selanjutnya adalah stabilitas emulsi. Ketika dua larutan murni yang tidak
saling terlarut, seperti air dan minyak, maka keduanya akan dapat dicampurkan
ketika dilakukan penambahan bahan pengemulsi dan diaduk secara kuat. Pada
penelitian ini, uji stabilitas emulsi dilakukan dengan cara mencampurkan air dan
minyak dengan perbandingan jumlah yang sama dan ditambahkan dengan MDAG sebelum dan sesudah pemurnian. Setelah pengadukan, kedua bahan tersebut
dapat bersatu dengan sisa minyak yang tidak teremulsi di bagian atas, sisa air di
bagian bawah, dan bagian tengah merupakan bagian yang teremulsi.
Pada Gambar 9, dapat dilihat bahwa M-DAG sebelum pemurnian memiliki
tingkat stabilitas emulsi yang rendah, kecuali pada suhu 170 °C rasio 1:3. Pada
suhu 150 °C, tingkat stabilitas emulsi sebelum pemurnian adalah sebesar 3.0816.92% dan meningkat menjadi 20.33-55.74%, emulsi pada suhu 160 °C , tingkat
stabilitas emulsi sebelum pemurnian sebesar 3.28-34.92% dan meningkat menjadi
70.97-80%, dan pada suhu 170 °C, sebelum pemurnian sebesar 47.54-73.01%
menjadi 63.16-76.67%. M-DAG kontrol memiliki nilai stabilitas emulsi sebesar
86.21%. Rendahnya nilai stabilitas emulsi sebelum pemurnian dikarenakan pada
M-DAG sebelum pemurnian masih mengandung banyak asam lemak bebas dan
trigliserida. Tingkat stabilitas emulsi tertinggi terjadi pada suhu 160 °C, yaitu
70.97-80%.
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

1:3 1:4 1:5 1:6 1:3 1:4 1:5 1:6 1:3 1:4 1:5 1:6
150

160

170

Rasio (v/v)
MK Suhu (°C)

Gambar 9 Stabilitas emulsi M-DAG sebelum (▧) dan setelah (□) pemurnian
pada berbagai rasio volume gliserol dan PFAD dan suhu reaksi
Uji selanjutnya terhadap M-DAG adalah uji titik leleh. Titik leleh
merupakan salah satu sifat fisik yang penting dari emulsifier, terutama dalam
kaitannya dengan pengaplikasian pada suatu produk. Menurut O’Brien (2009),
titik leleh adalah suhu pada saat suatu bahan berubah menjadi cair sempurna.
Penilaian titik leleh pada M-DAG tergantung pada sifat asam lemak penyusunnya.
Pada penelitian ini, asam lemak yang digunakan adalah PFAD yang memiliki nilai
titik leleh pada suhu 49 °C. Pada Gambar 10, M-DAG setelah pemurnian
memiliki nilai titik leleh yang lebih tinggi daripada sebelum pemurnian, yaitu
pada sebelum pemurnian nilai titik leleh sebesar 47-52.5 °C dan setelah
pemurnian meningkat jadi 51-57 °C. Peningkatan ini terjadi karena saat produk

14
dilarutkan di heksan, asam lemak akan larut, sehingga persentase MAG dan DAG
meningkat. Menurut Gunstone dan Partley (1994), MAG memiliki dua ikatan
hidrogen di dalam molekulnya, sedangkan DAG hanya memiliki satu ikatan
hidrogen dan TAG tidak memiliki ikatan tersebut. Dengan adanya gugus
hidrogen, maka diperlukan energi lebih besar untuk memecah ikatan tersebut.
Pada suhu 150 °C terjadi peningkatan titik leleh yang sebanding dengan
peningkatan rasio, yaitu 51 °C, 56 °C, 56.5 °C, dan 59 °C. Hal ini dikarenakan
semakin meningkatnya jumlah MAG dan DAG dalam produk tersebut. Pada suhu
160 °C, peningkatan terjadi hingga rasio volume 1:4, yaitu 55 °C dan 56 °C, lalu
menurun menjadi 51.5 °C pada rasio volume 1:5, dan meningkat lagi menjadi 57
°C pada rasio 1 : 6. Pada suhu 170 °C, nilai titik leleh tidak beraturan, yaitu pada
rasio volume 1:3 sebesar 57 °C, lalu menurun jadi 55.5 °C, 56.5 °C, dan 55.5 °C
pada rasio volume 1:4, 1:5, dan 1:6.
Nilai titik leleh tertinggi dari M-DAG pada penelitian ini adalah 59 °C, yaitu
M-DAG yang terbentuk pada suhu reaksi 150 °C dengan rasio volume 1:6. Nilai
titik leleh M-DAG pada penelitian ini masih dibawah nilai titik leleh M-DAG
kontrol, yaitu 61 °C. Hal ini dikarenakan pemurnian M-DAG penelitian ini masih
kurang sempurna, sehingga pada produk masih banyak terkandung TAG dan ALB
yang memiliki titik leleh lebih rendah daripada MAG dan DAG.
70

Titik leleh (°C)

60
50
40
30
20
10
0

1:3 1:4 1:5 1:6 1:3 1:4 1:5 1:6 1:3 1:4 1:5 1:6
150

160

170

Rasio (v/v)
MKPFAD Suhu (°C)

Gambar 10 Titik leleh M-DAG sebelum (▧) dan setelah (□) pemurnian pada
berbagai rasio volume gliserol dan PFAD dan suhu reaksi
Uji selanjutnya adalah pH, pH merupakan salah satu nilai untuk melihat
derajat keasaman dari suatu bahan. Pengukuran pH pada penelitian ini dilakukan
menggunakan kertas pH universal. Pada Gambar 11, dapat dilihat bahwa nilai pH
terhadap M-DAG sebelum pemurnian adalah 4 dan 5, sedangkan setelah
dilakukan pemurnian, nilai pH menurun menjadi 3. Nilai pH yang bersifat asam
dikarenakan penggunaan katalis asam yaitu MESA sebesar 2%. Menurut
penelitian dari Utami (2013), katalis MESA memiliki pH 3.5 pada konsentrasi
0.1% dalam aqua demineralisasi. Produk sebelum pemurnian memiliki nilai pH
yang lebih besar dikarenakan masih terdapat sisa gliserol yang tidak bereaksi
dengan pH 5 dan PFAD dengan pH 5. Setelah pemurnian, jumlah gliserol dan

15
PFAD yang memiliki nilai pH lebih besar menjadi berkurang, sehingga produk
M-DAG yang dihasilkan menjadi lebih asam.
6

Nilai pH

5
4
3

2
1
0
1:3 1:4 1:5 1:6 1:3 1:4 1:5 1:6 1:3 1:4 1:5 1:6
150

160

170

Rasio (v/v)
G PFAD Suhu (°C)

Gambar 11 Nilai pH M-DAG sebelum (▧) dan setelah (□) pemurnian pada
berbagai rasio volume gliserol dan PFAD dan suhu reaksi
Berdasarkan dari analisis yang telah dilakukan terhadap sampel M-DAG
sebelum dan sesudah pemurnian, pemilihan M-DAG terbaik dapat ditentukan
dengan melihat hasil analisis terhadap karakteristik fisik, KLT, rendemen, dan
stabilitas emulsi. Nilai pH dan titik leleh tidak menunjukan perbedaan hasil yang
signifikan. M-DAG yang terbaik terjadi pada suhu reaksi 160 °C. Hal ini
dikarenakan pada suhu ini, sampel bertekstur kering dan berwarna putih atau putih
agak kecokelatan, jumlah MAG dan DAG cukup tinggi, dan tingkat stabilitas
emulsi tinggi. Produk M-DAG yang dihasilkan pada suhu 150 °C masih memiliki
ALB yang tinggi dan tingkat stabilitas emulsi rendah, sedangkan M-DAG pada
suhu 170 °C memiliki karakteristik fisik yang tidak bagus, yaitu berminyak dan
berwarna gelap (putih kecokelatan). Jika dilihat dari rasio, rasio yang terbaik
adalah antara rasio 1:3 dan 1:4, karena pada setiap tingkatan suhu, M-DAG yang
dihasilkan pada kedua rasio ini memiliki jumlah rendemen yang tinggi, jumlah
MAG dan DAG yang tinggi, jumlah TAG dan ALB yang rendah, serta tingkat
stabilitas emulsi tinggi.
Dua produk yang yang baik pada penelitian ini, yaitu M-DAG pada suhu
reaksi 160 °C dengan rasio volume 1:3 dan 1:4 dilakukan uji bilangan asam.
Bilangan asam merupakan jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk
menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak (Ketaren
2008). Bilangan asam yang tinggi menunjukkan bahwa kandungan asam lemak
bebas dalam produk tersebut tinggi. Suatu produk emulsifier diharapkan memiliki
asam lemak bebas yang rendah, karena berpengaruh terhadap kualitas produk.
Asam lemak bebas yang tinggi dapat menyebabkan produk memiliki bau yang
tidak disukai dan menurunkan daya emulsifikasi. Menurut Mulyana (2007),
emulsifier yang memiliki asam lemak bebas tinggi akan bertekstur berminyak,
berwarna agak gelap, dan lengket. Asam lemak bebas yang tinggi pada produk

16
akan mempermudah pembentukan senyawa peroksida, aldehida, keton, dan
polimer sehingga mengakibatkan bau tengik, pencokelatan minyak, dan dapat
menimbulkan keracunan (Ketaren 2008).
Sebelum dilakukan pemurnian, produk memiliki bilangan asam sebesar
66,24% dan 80,23%. Penambahan heksan bertujuan untuk menghilangkan
kandungan TAG dan ALB, sehingga setelah pemurnian bilangan asam mengalami
penurunan, yaitu menjadi 40.01% dan 39.01%. Walaupun sudah mengalami
penurunan, bilangan asam masih sangat tinggi dikarenakan pemurnian masih
kurang baik, sehingga jumlah fraksi TAG dan ALB dalam produk banyak.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Mono-diasilgliserol dapat diperoleh dengan mengesterifikasi gliserol dan
PFAD menggunakan katalis MESA dengan konsentrasi 2% selama 60 menit.
Perbedaan suhu reaksi dan rasio volume gliserol dan PFAD berpengaruh terhadap
hasil M-DAG. Suhu yang rendah menghasilkan rendemen dan tingkat stabilitas
emulsi rendah, sedangkan suhu tinggi memproduksi TAG sehingga produk
berwarna lebih gelap dan berminyak. Semakin tinggi rasio volume antara gliserol
dan PFAD, rendemen dan jumlah MAG dan DAG dalam produk semakin kecil.
Suhu dan rasio volume terbaik adalah suhu 160 °C pada rasio 1:3 dan 1:4.
Pada rasio 1:3 dihasilkan M-DAG dengan rendemen yang tinggi, yaitu 32.60%,
jumlah M-DAG 61.99%, stabilitas emulsi 70.97%, titik leleh 55 °C, nilai pH 3,
bilangan asam 40.01%, dan karakteristik fisik yang kering dan berwarna putih
agak kecokelatan. Pada rasio 1:4 dihasilkan M-DAG dengan rendemen yang
tinggi, yaitu 27.20%, jumlah M-DAG 49.92%, stabilitas emulsi 71.19%, titik leleh
56 °C, nilai pH 3, bilangan asam 39.01%, dan karakteristik fisik kering dan
berwarna putih.

Saran
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan rendemen dan mutu
mono-diasilgliserol, yaitu dengan melakukan pemurnian secara destilasi
molekular dan mencari alternatif pelarut lain untuk pemurnian M-DAG.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Methods of
Analysis of AOAC International. Washington DC (US): AOAC.
Ahn E, Koncar M, Mittelbach M, Marr R. 1995. A low-waste process for the
production of biodiesel. Separation Science and Technol. 10(7-8):2021-2023.

17
Carmona M, Valverde JL, Perez A, Warchol J, Rodriguez JF. 2008. Purification
of glycerol / water solutions from biodiesel synthesis by ion exchange: sodium
removal part 1. J Chem Technol Biotechnol. 84:738-744.
Chetpattananondh P, Tongurai C. 2008. Synthesis of high purity monoglycerides
from crude glycerol and palm stearin. Songklanakarin J. Sci. Technol.
30(4):515-521.
Christina D. Karakterisasi dan Aplikasi Emulsifaier Campuran Mono dan
Diasilgliserol dari Destilat Asam Lemak Minyak Sawit [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013. Produksi Kelapa Sawit Menurut Provinsi
di Indonesia 2008 - 2012. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan.
Fanani. 2010. Kajian Pemurnian Gliserol Hasil Samping Biodiesel Jarak Pagar
Menggunakan Asam Nitrat, Sulfat, dan Fosfat [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Farobie O. 2009. Pemanfaatan Gliserol Hasil Samping Produksi Biodiesel sebagai
Bahan Penolong Penghancur Semen. [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Gunstone FD, FB Padley. 1997. Lipid Technologies and Applications. New York
(US): Marcel Dekker Inc.
Hambali E, Suryani A, Dadang, Hariyadi, Hanafie H, Reksowardojo IK, Rivai M,
Ihsanur M, Suryadarma P, Tjitrosemitro S et al. 2007. Jarak Pagar Tanaman
Penghasil Biodiesel. Cetakan IV. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Hamilton RJ, Rossel JB. 1987. Analysis of Oil and Fats. England
(GB): Elsevier Science.
Hermansyah H, Utami TS, Arbianti R, Achmadi F. 2010. Simulasi reaksi
esterifikasi asam lemak bebas dan gliserol untuk menghasilkan minyak
diasilgliserol. Reaktor. 13(2):95-102.
Ketaren, S. 2008. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID):
UI Pr.
Kongjao S, Damronglerd S, Hunsom M. 2010. Purification of crude glycerol
derived from waste used-oil methyl ester plant. Korean J. Chem. Eng.
27(3):944-949.
Ling ZC, Chin PT, Long K, Yusoff MSA, Arifin N, Seong KL, Oi ML. 2007.
Production of a diacylglycerol-enriched palm olein using lipase catalyzed
partial hydrolysis: optimization using response surface methodology. Food
Chem. 193:265-275.
Mohtar Y. 2001. The chemical and physical characteristics of oleochemicals
produced in Malaysia. Palm Oil Developments. 28:1-20.
Mulyana, R. 2007. Sintesis Mono dan Diasilgliserol dari Minyak Kelapa dengan
Cara Gliserolisis Kimia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
O’Brien RD. 2009. Fats and Oil: Formulating and Processing for Application. Ed
ke-3. Boca Raton (US): CRC Pr.
Ping BTY, Yusof M. 2009. Characteristics and properties of fatty acid distillates
from palm oil. Oil Palm Bull. 59:5-11.
Rahman RA, Herawan T. 2000. Properties of biosurfactant enzymatically
prepared from fructose and palm fatty acid. J. of Oil Palm Research.
12(1):117-122.

18
Sherma J, Fried B. 2005. Handbook of Thin Layer Chromatography, Third
Edition, Revised and Expanded. New York (US): Marcel Dekker Inc.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1987. SNI 01-0015-1987: Crude Palm Fatty
Acid Distillate. Jakarta: SNI.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. SNI 06-1564-1995: Gliserol Kasar.
Jakarta: SNI.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 1998. SNI 01-3555-1998: Minyak dan Lemak.
Jakarta: SNI.
Susi. 2010. Potensi Pemanfaatan Minyak Sawit sebagai Emulsifier
Monoasilgliserol. Agroscientiae. 17(3):156-163.
Suryani A, Sailah I, Hambali E. 2000. Teknologi Emulsi. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Utami A. 2013. Pemgaruh Konsentrasi Katalis Methyl Ester Sulfonic Acid
terhadap Sifat Fisikokimia Gliserol Ester Oleat yang Dihasilkan [s