Teknik Ekstraksi Terbaik untuk Isolasi Kaempferol dan Kuersetin dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava)

TEKNIK EKSTRAKSI TERBAIK UNTUK ISOLASI
KAEMPFEROL DAN KUERSETIN DARI DAUN JAMBU BIJI
(Psidium guajava)

NURUL SRI WULANDARI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Teknik Ekstraksi Terbaik
untuk Isolasi Kaempferol dan Kuersetin dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava)
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2014
Nurul Sri Wulandari
NIM G44124021

ABSTRAK
NURUL SRI WULANDARI. Teknik Ekstraksi Terbaik untuk Isolasi Kaempferol
dan Kuersetin dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava). Dibimbing oleh
IRMANIDA BATUBARA dan IRMA HERAWATI SUPARTO.
Daun jambu biji mengandung beragam senyawa yang memiliki aktivitas
hayati, diantaranya kaempferol dan kuersetin sebagai antikanker. Dalam upaya
mengisolasi kaempferol dan kuersetin, dilakukan 12 macam ekstraksi guna mencari
teknik ekstraksi terbaik untuk mengisolasi kaempferol dan kuersetin dari daun
jambu biji. Ekstrak yang dihasilkan diuji toksisitasnya terhadap larva Artemia
salina. Semua ekstrak bersifat toksik karena memiliki nilai LC50 kurang dari 1000
ppm kecuali ekstrak soxhletasi langsung daun jambu, dan ekstrak sonikasi dan
soxhletasi residu n-heksana. Ekstrak dengan kandungan total fenolik dan total
flavonoid yang tinggi, kandungan tanin yang rendah, warna noda kromatografi lapis
tipis yang pekat dipilih untuk analisis kromatorafi cair kinerja tinggi guna

mengetahui kadar kaempferol dan kuersetinnya. Maserasi langsung daun dengan
bantuan sonikasi dipilih sebagai teknik ekstraksi terbaik untuk mengisolasi dengan
kandungan kaempferol 0.03% dan kuersetin 2.15%. Selain kandungan kaempferol
dan kuersetin yang tinggi, teknik ekstraksi maserasi dengan bantuan sonikasi
langsung daun jambu dipilih karena waktu ekstraksinya yang singkat, jumlah
senyawa pengotornya yang lebih sedikit, dan memiliki toksisitas yang tinggi.
Kata kunci: daun jambu biji, kaempferol, kromatografi cair kinerja tinggi, kuersetin

ABSTRACT
NURUL SRI WULANDARI. The Best Extraction Technique for Kaempferol and
Quercetin Isolation from Guava Leaves (Psidium guajava). Supervised by
IRMANIDA BATUBARA and IRMA HERAWATI SUPARTO.
Guava leaves contain various compounds that have biological activity such
as kaempferol and quercetin as anticancer. Twelve extraction techniques were
performed to obtain the best extraction technique to isolate kaempferol and
quercetin from the guava leaves. Toxicity of extracts was tested against Artemia
salina larvae. All extracts were toxic (LC50 value less than 1000 ppm) except extract
of direct soxhletation on guava leaves, and extract of sonication and soxhletation
using n-hexane. The extract with high content of total phenols and total flavonoids,
low content of tannins, intense color of spot on thin layer chromatogram was

selected for high performance liquid chromatography analysis. Direct sonication of
guava leaves was chosen as the best extraction technique with kampferol and
quercetin content of 0.02% and 2.15%, respectively. In addition to high content of
kaempferol and quercetin, direct sonication was chosen due to the shortest
extraction time, lesser impurities and high toxicity.
Keywords: guava leaves, high performance liquid chromatography, kaempferol,
quercetin

TEKNIK EKSTRAKSI TERBAIK UNTUK ISOLASI
KAEMPFEROL DAN KUERSETIN DARI DAUN JAMBU BIJI
(Psidium guajava)

NURUL SRI WULANDARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Teknik Ekstraksi Terbaik untuk Isolasi Kaempferol dan Kuersetin
dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava)
Nama
: Nurul Sri Wulandari
NIM
: G44124021

Disetujui oleh

Dr Irmanida Batubara, MSi
Pembimbing I

Dr dr Irma Herawati Suparto, MS
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Segala puji dan rasa syukur Penulis panjatkan atas segala karunia kesehatan
dan kemudahan yang dilimpahkan oleh Allah SWT selama proses penyusunan
karya ilmiah dengan judul “Teknik Ekstraksi Terbaik untuk Isolasi Kaempferol dan
Kuersetin dari Daun Jambu Biji (Psidium guajava)“. Karya ilmiah ini disusun
berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan Desember 2013 hingga
Agustus 2014 di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Bersama,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, dan
Pusat Studi Biofarmaka IPB, Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Irmanida Batubara, MSi. dan
Dr dr Irma Herawati Suparto, MS. selaku pembimbing yang telah memberikan
arahan, bimbingan, motivasi, dan doa selama penelitian. Penulis juga mengucapkan

terima kasih kepada Pusat Studi Biofarmaka dan pemberi bantuan dan kegiatan
BOPTN PSB tahun 2014 Program Penguatan dan Upaya Menjaga Kesinambungan
Program LITBANG RAP Pusat Unggulan.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ayah, Ibu, dan adik yang
telah memberikan doa, semangat, kasih sayang, dan dukungan selama masa studi
hingga proses penyusunan karya ilmiah ini. Tak lupa juga terima kasih kepada
Wenny Nurwendari dan staf Kependidikan Laboratorium Kimia Analitik, yaitu
Bapak Eman Suherman dan Ibu Nunung yang turut membantu dan memberikan
semangat selama penelitian berlangsung. Semoga Allah SWT memberikan balasan
atas segala amal yang diperbuat dan senantiasa menyertai hamba-Nya dengan kasih
dan sayang-Nya.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat.
Bogor, Desember 2014
Nurul Sri Wulandari

10

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian

2

2
2

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Sampel dan Ekstraksi
Kadar Fenol dan Tanin
Kadar Flavonoid
Toksisitas BSLT
Profil KLT
Kadar Kaempferol dan Kuersetin Ekstrak Terpilih

5
5
6
7
8
9
11

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Saran

12
12
12

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP

20

11


DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Rendemen ekstrak
Kadar fenol dan tanin total
Kadar flavonoid
LC50 terhadap larva A. Salina dari tiap ekstrak
Penentuan konsentrasi kaempferol dan kuersetin dengan KCKT

6
7
8
8
11


DAFTAR GAMBAR
1 Kromatogram penentuan eluen terbaik fase diam silika gel dengan
n-heksana:etil asetat (a) 2:98, (b) 5:95, (c) 7:93, (d) 1:9, (e) 2:8, dan (f) 0:100 9
2 Kromatogram pemisahan ekstrak dan standar kaempferol diamati pada
UV 254 nm
9
3 Kromatogram pemisahan ekstrak dan standar keamferol diamati pada
UV 366 nm
10
4 Struktur senyawa (a) mirisetin, (b) kuersetin, dan (C) kaempferol
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Diagram alir penelitian
Hasil determinasi daun jambu biji
Perhitungan kadar air
Perhitungan % rendemen
Perhitungan konsentrasi kaempferol dan kuersetin pada sampel

15
17
18
18
19

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jambu biji (Psidium guajava) merupakan buah daerah tropis yang memiliki
nama lain jambu klutuk atau jambu batu. Jambu biji berupa tanaman semak atau
perdu yang memiliki daging buah berwarna merah atau putih. Daunnya memiliki
bentuk menyirip dengan tepi daun yang rata. Daun jambu biji sering digunakan
masyarakat sebagai obat tradisional untuk mengobati luka, diare, batuk, sariawan,
dan demam berdarah (Syaefudin 2008). Ekstrak daun jambu biji dilaporkan
memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Chen dan Yen 2007), penghambat reaksi
nonenzimatik gula pereduksi pada penderita hiperglikemia (Wu et al. 2009),
antiinflamasi (Jang et al. 2013), dan antikoagulan (Hsieh et al. 2007). Beberapa
penelitian menunjukkan ekstrak daun jambu biji mengandung senyawa fenolik
seperti asam ferulat, dan flavonoid seperti katekin, kuersetin, kaempferol, dan asam
galat (Wu et al. 2009).
Penelitian mengenai kaempferol dan kuersetin pada jambu biji belum banyak
dilakukan, padahal kaempferol diketahui memiliki banyak aktivitas farmakologi
seperti antioksidan, antimikrob (Teffo et al. 2010), antidiabetik (Zang et al. 2011),
antiinflamasi, dan analgesik (Parveen et al. 2007), sedangkan kuersetin diketahui
memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Duenas et al. 2009), antibakteri (Arima dan
Danno 2002), dan antivirus (Agustinus 2009). Aktivitas kaempferol dan kuersetin
dapat diuji menggunakan bioassay Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Uji ini
biasa digunakan sebagai uji pendahuluan untuk mengetahui potensi aktivitas
farmakologi suatu senyawa bahan alam karena dianggap sebagai metode alternatif
yang murah untuk uji sitotoksisitas. Senyawa yang diduga memiliki aktivitas
farmakologi biasanya diujikan terlebih dahulu menggunakan larva udang Artemia
salina sebagai bioindikator (Krishnaraju et al. 2005). Metode ini merupakan
penapisan awal yang dapat disempurnakan oleh uji hayati lainnya yang lebih
spesifik setelah senyawa aktif dari suatu bahan uji dapat diisolasi.
Berbagai macam teknik ekstraksi kaempferol dan kuersetin telah banyak
dikembangkan. Menurut Tang et al. (2001), kaempferol dan kuersetin telah berhasil
diisolasi dari daun Ginko biloba dengan rendemen masing-masing 0.0204 mg/g
sampel dan 0.0371 mg/g sampel. Teknik ekstraksi yang digunakan ialah maserasi
dengan bantuan sonikasi menggunakan metanol-air (85:15). Ekstraksi kaempferol
(0.0007 mg/g sampel) dari daun Sideroxylon foetidissimum menurut Erosa-Rejon
et al. (2010) dilakukan dengan cara mengekstraksi daun dengan etanol secara
maserasi selama 1 minggu. Ekstraksi kaempferol (613 mg/g sampel) dari daun
kedelai menurut Zang et al. (2011) dilakukan dengan cara merefluks daun dengan
metanol 70% selama 3 jam. Adapun Loizzo et al. (2007) telah berhasil
mengekstraksi kaempferol (0.12 mg/g sampel) dan kuersetin (0.085 mg/g sampel)
dari daun Ailanthus excelsa dengan soxhletasi menggunakan metanol 70%.
Beragamnya teknik ekstraksi mengakibatkan rendemen kaempferol dan kuersetin
yang dihasilkan juga berbeda-beda. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
menggunakan beragam teknik ekstraksi untuk menentukan teknik ekstraksi terbaik
yang paling sederhana, murah, dan cepat serta menghasilkan rendemen yang
maksimum.

2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan menentukan teknik ekstraksi terbaik untuk isolasi
kaempferol dan kuersetin pada daun jambu biji serta menentukan aktivitasnya
dengan metode BSLT.
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2013 sampai Agustus 2014
di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Bersama, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor, dan Pusat Studi Biofarmaka,
Bogor.
METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, oven, neraca analitik,
penguap putar, sumur uji, bejana kromatografi, lampu UV, sonikator, instrumen
kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) Shimadzu Prominence 20A, dan
spektrofotometer UV Hitachi U-2000. Bahan-bahan yang digunakan adalah daun
jambu biji (Psidium guajava) yang diambil dari kebun biofarmaka Cikabayan,
etanol, metanol 70%, n-heksana, etil asetat, HCl 4 M, asetonitril tingkat KCKT,
buffer KH2PO4 0.025 M pH 2.5, pelat kromatografi lapis tipis (KLT) silika gel 60
F254, standar kaempferol dan kuersetin, telur Artemia salina, air laut, dan akuades.
Lingkup kerja
Metode penelitian yang dilakukan mengikuti diagram alir (Lampiran 1) yang
meliputi penentuan kadar air dengan metode AOAC 2006, ekstraksi, uji toksisitas
dengan metode BSLT, dan isolasi kaempferol.
Ekstraksi Daun Jambu Biji
Daun jambu biji dibagi menjadi 2 bagian, bagian pertama langsung
diekstraksi dengan 4 macam teknik, yakni maserasi (M1), maserasi dengan sonikasi
(Sn1), refluks (R1), dan soxhletasi (S1). Bagian kedua disoxhletasi dengan nheksana, kemudian residu yang dihasilkan dibagi lagi menjadi 2 bagian. Bagian
pertama langsung diekstraksi dengan 4 macam teknik, yakni maserasi (M2),
maserasi dengan sonikasi (Sn2), refluks (R2), dan soxhletasi (S2). Bagian kedua
disoxhletasi lebih lanjut dengan etil asetat; residunya lalu diekstraksi dengan 4
macam teknik, yakni maserasi (M3), maserasi dengan sonikasi (Sn3), refluks (R3),
dan soxhletasi (S3). Seluruh ekstrak yang didapatkan (M1, M2, M3, Sn1, Sn2, Sn3,
R1, R2, R3, S1, S2, dan S3) dihitung rendemennya dan diuji aktivitasnya dengan
BSLT.

3
Rendemen % =
Keterangan:
a: bobot ekstrak (g)
b: bobot sampel kering (g)
Ka: kadar air

a
× 100%
b(1-Ka)

Teknik ekstraksi 1: Maserasi (Erosa-Rejon et al. 2010)
Sampel daun diekstraksi dengan etanol pada suhu ruang selama 1 minggu.
Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali. Ekstrak selanjutnya dipekatkan dengan
penguap putar.
Teknik ekstraksi 2: Maserasi dengan sonikasi (Tang et al. 2001)
Sampel daun diekstraksi dengan metanol-air (85:15) dengan bantuan sonikasi
selama 3 jam. Ekstraksi diulang sebanyak 3 kali. Ekstrak kemudian dipekatkan
dengan penguap putar hingga bebas pelarut.
Teknik ekstraksi 3: Refluks (Zang et al. 2011)
Sampel daun ditambahkan dengan metanol 70% kemudian direfluks pada
suhu 60-70ºC selama 3 jam. Ekstrak yang didapatkan selanjutnya dipekatkan
dengan penguap putar.
Teknik ekstraksi 4: Soxhlet (Loizzo et al. 2007)
Sampel daun ditambahkan dengan metanol 70%. Sampel daun selanjutnya
disoxhlet. Ekstrak kemudian dipekatkan dengan penguap putar.
Penentuan kadar fenol total (Murtijaya dan Lim 2007)
Standar fenol yang digunakan ialah asam galat. Larutan induk asam galat
dibuat dengan cara melarutkan 25 mg asam galat dengan 0.25 mL etanol lalu
dipindahkan ke dalam labu takar 50 mL dan ditera dengan akuades. Larutan induk
diencerkan dan dihasilkan deret standar asama galat dengan konsentrasi 10, 20, 30,
40, 50, dan 60 ppm. Masing-masing ekstrak ditimbang sebanyak 25 mg lalu
dilarutkan dengan metanol:air (1:1) dan disaring ke dalam labu takar 25 ml. Larutan
standar dan ekstrak dipipet sebanyak 0.9 mL ke dalam tabung reaksi terpisah
kemudian ditambahkan 4.5 mL pereaksi Folin-Ciocalteau, dikocok dengan vorteks
dan didiamkan selama 3 menit. Masing-masing larutan selanjutnya ditambahkan
3.6 mL Na2CO3 7.5%, dikocok dan diinkubasi kembali selama 1 jam. Absorbans
dari larutan standar dan sampel diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 765 nm. Kadar fenol total sampel ditentukan menggunakan
persamaan regresi dari standar asam galat.
Penentuan kadar tanin (Sulastri 2009)
Ekstrak sebanyak 0.5 g ditimbang dan dilarutkan dengan DMSO dalam gelas
piala. Ekstrak kemudian ditambahkan 10 mL akuades dan dipanaskan pada suhu
40-60°C selama 30 menit. Larutan setelah dingin disaring ke dalam labu takar 50
mL dan ditera dengan akuades. Masing-masing larutan ekstrak diambil sebanyak 5
mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan 5 mL larutan indigokarmin.
Larutan selanjutnya dititrasi dengan larutan KMnO4 0.1 N hingga warna berubah

4

4

dari biru menjadi kuning emas. Titrasi dilakukan triplo. Penetapan blangko
dilakukan dengan cara 5 mL akuades ditambahkan 5 mL larutan indigokarmin lalu
dititrasi. Kadar tanin ditentukan dengan rumus berikut:
% Tanin =

10 A-B × N × 0.00416
× 100%
bobot ekstrak (g)

Keterangan:
A: volume KMnO4 untuk titrasi sampel (mL)
B: volume KMnO4 untuk titrasi blangko (mL)
N: konsentrasi KMnO4 setelah standardisasi
1 mL KMnO4 setara dengan 0.00416 g tanin.

Penentuan kadar flavonoid total (BPOM 2004)
Ekstrak daun jambu biji ditimbang sebanyak 200 mg, lalu ditambah 1 mL
larutan heksametilentetramina (HMT) 0.5%, 20 mL aseton, dan 2 mL larutan HCl,
kemudian campuran dihidrolisis dengan cara direfluks selama 30 menit. Campuran
disaring kemudian filtrat dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Campuran filtrat
ditambah dengan aseton sampai volume 100 mL. Filtrat diambil sebanyak 20 mL
dan dimasukkan ke dalam corong pisah, kemudian ditambah 20 mL air dan 15 mL
etil asetat, lalu dikocok. Fraksi etil asetat dikumpulkan dalam labu ukur 50 mL.
Ekstraksi diulangi dengan menambahkan 10 mL etil asetat. Fraksi etil asetat ditera
dengan etil asetat sampai volume mencapai 50 mL. Selanjutnya 10 ml dari
campuran tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 25 ml dan ditambahkan dengan
1 mL AlCl3 2% dan ditera dengan asam asetat glasial 5% dalam metanol. Campuran
dihomogenkan dan didiamkan 15-30 menit. Nilai absorbansnya pada panjang
gelombang 425 nm dengan spektrofotometer UV-VIS. Kadar flavonoid total
ditentukan dengan rumus berikut:
mg A×B×10 ×10-3 L/mL
Kadar flavonoid total ( ) =
g
bobot sampel (g)
Keterangan:
A: volume sampel (mL)
B: konsentrasi sampel (mL)
10: faktor pengenceran
Uji toksisitas dengan BSLT (Krishnaraju et al. 2005)
Pengujian dilakukan dengan cara 10 ekor larva dimasukkan ke dalam sumur
uji hingga 1 mL, kemudian ditambahkan larutan ekstrak sebanyak 1 mL. Larutan
ekstrak yang digunakan dibuat dengan variasi konsentrasi dari 200-14000 μg/ml.
Pengujian dilakukan pada suhu ruang. Setiap konsentrasi dilakukan pengulangan
sebanyak 3 kali dan digunakan 1 kontrol tanpa penambahan ekstrak. Pengamatan
dilakukan setelah 1 hari (24 jam) dengan cara menghitung jumlah larva udang yang
mati kemudian dihitung nilai LC50 dengan rumus berikut:
% kematian =

jumlah larva mati-jumlah larva kontrol mati
× 100%
jumlah larva uji

5
Nilai % kematian diubah ke dalam nilai probit. Persamaan regresi y=a+bx dibuat
antara log konsentrasi ekstrak (x) dan nilai probit (y) lalu ditentukan nilai LC50
dengan cara dimasukkan nilai y=5.
Penentuan ekstrak terbaik
Eluen terbaik untuk pemisahan ekstrak ditentukan. Eluen yang digunakan
ialah n-heksana:etil asetat dengan berbagai perbandingan. Masing-masing ekstrak
selanjutnya dianalisis dengan KLT terhadap standar kaempferol menggunakan
eluen terbaik. Noda yang dihasilkan diamati pada lampu UV 254 dan 366 nm.
Ekstrak yang mengandung flouresens dan nilai Rf yang sama dengan standar
kaempferol dan kuersetin akan dianalisis lebih lanjut.
Penentuan kadar kaempferol (Wang dan Helliwell 2001)
Preparasi standar dan sampel
Larutan stok standar kaempferol dan kuersetin 5 ppm dibuat dengan cara
melarutkan standar dalam metanol. Masing-masing ekstrak terpilih sebanyak 30 mg
ditambahkan 2 mL HCl 4 M, dikocok dan dipanaskan selama 30 menit. Larutan
ditambahkan 2 mL etil asetat lalu dikocok kembali. Fraksi etil asetat dipisahkan.
Larutan dibilas dengan 1 mL etil asetat sebanyak 2 kali. Fraksi etil asetat yang
terkumpul diuapkan hingga kering lalu dilarutkan dengan metanol dan ditepatkan
dalam labu 10 mL. Larutan standar dan sampel kemudian disaring dengan membran
mikro 0.45 µm dan diinjeksikan sebanyak 20 µl pada KCKT untuk dianalisis. Kadar
kaempferol dan kuersetin dalam sampel ditentukan dengan rumus:
Konsentrasi dalam sampel =

luas puncak sampel
× konsentrasi standar
luas puncak standar

Kondisi KCKT
Kondisi KCKT yang digunakan (Wang dan Helliwel 2001) ialah kolom C18,
detektor UV dengan λ 370 nm, suhu oven 30ºC, fase gerak asetonitril 30% dalam
buffer KH2PO4 0.025 M pH 2.5 dengan elusi isokratik, laju alir 1 ml/mnt, dan
volume injeksi 20 µL. Kandungan kaempferol dan kuersetin dibandingkan dengan
standar.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Sampel dan Ekstraksi
Daun jambu biji yang digunakan merupakan daun jambu biji merah hasil
determinasi Herbarium Bogoriense (Lampiran 2). Sampel daun ditentukan kadar air
terlebih dahulu untuk koreksi rendemen hasil ekstraksi. Kadar air adalah persentase
kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan bobot basah bahan.
Hasil pengukuran kadar air dapat dilihat pada Lampiran 3. Kadar air sampel daun
biji yang didapatkan sebesar 5.31%. Menurut KEPMENKES (1994) mengenai
persyaratan obat tradisional, suatu sediaan obat tradisional seperti serbuk simplisia
tidak boleh memiliki kadar air di atas 10% karena dikhawatirkan dapat berkurang

6

6

kualitasnya akibat jamur atau bakteri. Berdasarkan syarat tersebut maka kadar air
sampel dapat dikatakan sudah memenuhi standar karena di bawah 10%.
Sampel daun jambu biji diekstraksi dengan 4 macam teknik, yakni maserasi,
maserasi dengan sonikasi, refluks, dan soxhletasi. Total ekstrak yang dihasilkan
sebanyak 12 ekstrak, yakni ekstraksi langsung daun jambu biji dengan 4 macam
teknik (ekstrak M1, Sn1, R1, dan S1), ekstrak dari residu n-heksana (M2, Sn2, R2,
dan S2), dan ekstrak dari residu etil asetat (M3, Sn3, R3, dan S3). Perbedaan
perlakuan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh teknik ekstraksi terhadap
kandungan kaempferol dan kuersetin terbanyak. Soxhletasi dengan n-heksana
bertujuan untuk menghilangkan lemak yang terikat pada jaringan daun sehingga
diharapkan lebih mudah untuk mengekstraksi kaempferol yang bersifat polar.
Soxhletasi dengan etil asetat bertujuan menghilangkan komponen-komponen yang
bersifat semipolar sehingga ketika diekstraksi dengan metanol atau etanol hanya
komponen polar yang terekstraksi. Tabel 1 memperlihatkan bahwa semakin
panjang tahap ekstraksi, semakin kecil nilai % rendemen yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil ekstraksi didapatkan ekstrak dengan % rendemen tertinggi adalah
ekstrak M2 sebesar 43.38%. Perhitungan % rendemen dapat dilihat pada Lampiran
4.
Tabel 1 Rendemen ekstrak daun jambu dari berbagai macam teknik ekstraksi
Cara
Nama
Cara
Nama
% rendemen
% rendemen
ekstraksi ekstrak
ekstraksi ekstrak
M1
22.82
R1
14.22
Maserasi
M2
43.38
Refluks
R2
13.49
M3
13.95
R3
14.18
Sn1
20.05
S1
35.44
Maserasi
dengan
Sn2
10.78
Soxhletasi
S2
24.57
sonikasi
Sn3
6.60
S3
14.36

Kadar Fenol dan Tanin
Senyawa fenol meliputi seluruh senyawa metabolit sekunder yang memiliki
cincin aromatik yang mengandung satu atau lebih gugus hidroksil. Kadar fenol total
menyatakan banyaknya senyawa fenol yang terkandung dalam suatu sampel.
Analisis kadar fenol total menggunakan asam galat sebagai standar. Tanin
merupakan golongan senyawa fenol yang banyak terdapat dalam kulit batang, daun
dan beberapa jenis buah yang belum matang. Tanin dalam jambu biji merupakan
tanin terkondensasi karena jambu biji merupakan tanaman angiospermae (Harborne
2006). Penentuan kadar tanin menggunakan titrasi permanganometri, yakni titrasi
menggunakan KMnO4 yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Senyawa
tanin dalam titrat akan dioksidasi oleh KMnO4. Kelebihan KMnO4 dalam titrat akan
mengoksidasi indigokarmin sehingga terjadi perubahan warna dari biru menjadi
kuning emas. Tanin yang akan dioksidasi oleh KMnO4 ialah tanin secara total
(Hamidah 2006).
Tabel 2 memperlihatkan bahwa ekstrak yang mengandung senyawa fenol
tertinggi ialah ekstrak S1 sebesar 957.8 mg/g yang menyatakan terdapat 956.4 mg
senyawa fenol setara asam galat dalam 1 g ekstrak. Ekstrak M1 memiliki kadar

7
tanin tertinggi dari semua ekstrak sebesar 15.81%. Tingginya senyawa fenol pada
ekstrak S1 menunjukkan bahwa senyawa fenol dapat diesktraksi secara optimal
dengan soxhletasi langsung daun jambu biji. Tahap soxhletasi langsung daun
jambu juga terbukti paling efektif karena jika tahapan soxhletasi terlalu banyak
diduga dapat merusak senyawa fenol akibat pemanasan yang berulang-ulang.
Tabel 2 Kadar fenol dan tanin total ekstrak daun jambu
Nama
Kadar fenol total
Cara Ekstraksi
Kadar tanin (%)
ekstrak
(mg/g)
831.13±3.41
M1
15.81 ± 0.51
Maserasi
M2
758.70±4.66
8.56 ± 0.10
M3
843.35±8.07
6.21 ± 0.06
753.34±3.41
Sn1
7.31 ± 0.08
Maserasi dengan
557.95±3.95
Sn2
6.98 ± 0.14
sonikasi
Sn3
868.19±6.38
6.47 ± 0.06
Refluks
R1
837.68±5.33
8.91 ± 0.08
R2
877.82±4.67
7.63 ± 0.07
R3
910.58±2.11
8.20 ± 0.12
S1
957.77±4.94
6.02 ± 0.10
Soxhletasi
S2
807.49±4.90
7.78 ± 0.15
S3
729.16±2.66
5.75 ± 0.06
Menurut Guimarães-Beelen et al. (2006) tanin dapat terekstraksi secara optimal
dengan maserasi menggunakan pelarut etil asetat dan air. Ekstrak M1 merupakan
hasil ekstraksi menggunakan metanol:air sehingga kadar tanin yang dihasilkan
paling tinggi. Ekstrak lainnya memiliki kadar tanin yang rendah karena telah
mengalami tahap ekstraksi yang panjang dan berasal dari residu etil asetat.
Kadar Flavonoid
Flavonoid merupakan golongan senyawa fenol yang dapat diekstraksi
menggunakan senyawa organik polar seperti metanol dan etanol (Loizzo et al.
2007). Senyawa flavonoid yang banyak terkandung dalam ekstrak daun jambu biji
ialah kuersetin, keampferol, asam galat, dan katekin yang biasanya terikat dengan
glikosidanya (Wu et al. 2009). Kadar flavonoid total daun jambu biji ditentukan
menggunakan standar kuersetin.
Tabel 3 menunjukkan bahwa ekstrak yang mengandung kadar flavonoid total
terbanyak adalah ekstrak M1 sebesar 21.4 ± 0.3 mg/g yang setara dengan 21.4 mg
kuersetin/1 g ekstrak. Banyaknya flavonoid yang terkandung dapat disebabkan oleh
teknik ekstraksi yang digunakan. Ekstrak M1 menggunakan teknik maserasi dengan
etanol tanpa disoxhletasi terlebih dahulu sehingga meminimalkan kerusakan
senyawa flavonoid yang terkandung.

8

8

Cara
Ekstraksi
Maserasi
Maserasi
dengan
sonikasi

Tabel 3 Kadar flavonoid total ekstrak daun jambu
Kadar
Kadar
Nama
Cara
Nama
flavonoid
flavonoid
ekstrak
Ekstraksi ekstrak
total (mg/g)
total (mg/g)
21.43 ± 0.28
11.24 ± 0.12
M1
R1
20.54 ± 0.59
4.44 ± 0.02
M2
Refluks
R2
11.49 ± 0.63
3.19 ± 0.02
M3
R3
16.22 ± 0.29
4.67 ± 0.05
Sn1
S1
9.75 ± 0.16
3.85 ± 0.03
Sn2
Soxhletasi
S2
5.09 ± 0.04
3.55 ± 0.04
Sn3
S3

Toksisitas BSLT
Brine Shrimp Lethality Test (BSLT) adalah suatu metode penelusuran untuk
menentukan bioaktivitas suatu ekstrak ataupun senyawa terhadap larva udang
Artemia salina. Sifat sitotoksik senyawa aktif dapat diketahui berdasarkan jumlah
kematian larva udang pada konsentrasi tertentu dan biasanya dinyatakan dalam nilai
LC50 (Lethal Concentration 50%), yaitu suatu nilai yang menunjukkan konsentrasi
zat toksik yang dapat menyebabkan kematian hewan uji sampai 50% (Meyer et al.
1982). Data % kematian larva yang diperoleh kemudian diolah dengan analisis
probit dengan memasukkan nilai probit 5 untuk menentukan nilai LC50. Analisis
probit merupakan salah satu analisis regresi untuk mengetahui hubungan
konsentrasi-respon (persentase kematian sel) agar diperoleh persamaan garis lurus
sehingga dapat digunakan untuk menentukan harga LC50 dengan lebih akurat
(Nurrochmad 2001).
Senyawa kimia berpotensi bioaktif jika mempunyai nilai LC50 kurang dari
1000 ppm (Meyer et al. 1982). Berdasarkan nilai LC50 yang ditunjukkan pada Tabel
4, hampir ekstrak dikatakan toksik kecuali ekstrak Sn2, S1, dan S2 yang memiliki
nilai LC50 lebih besar dari 1000 ppm. Pengamatan terhadap kadar fenol, kadar tanin,
dan kadar flavonoid total terhadap ketiga ekstrak ini menunjukkan bahwa ketiganya
memiliki tanin dan flavonoid total yang tidak terlalu tinggi dari tiap jenis ekstraksi
sehingga dapat diduga bahwa adanya senyawa fenol lain dalam daun jambu selain
tanin dan flavonoid, seperti asam protokatekuat (Kim et al. 2011), tidak terlalu
berpengaruh pada toksisitas ekstrak.
Tabel 4 LC50 terhadap larva A. salina dari tiap ekstrak
Teknik
Nama
Teknik
Nama
LC50 (ppm)
LC50 (ppm)
ekstraksi ekstrak
ekstraksi esktrak
526.24 ± 58.60
31.22 ± 4.92
M1
R1
281.52 ± 39.50
Refluks
36.34 ± 7.47
Maserasi
M2
R2
100.03 ± 17.00
70.76 ± 19.63
M3
R3
41.21 ± 9.84
1340.81 ± 156.47
Maserasi
Sn1
S1
Soxhletasi
1095.52 ± 85.80
dengan
Sn2 3862.62 ± 104.80
S2
745.54 ± 206.76
132.13 ± 26.53
sonikasi
Sn3
S3

9
Profil KLT
Penentuan eluen terbaik menggunakan n-heksana dan etil asetat dengan
berbagai perbandingan. Profil kromatogram pada Gambar 1 menunjukkan bahwa
n-heksana:etil asestat (2:98) merupakan eluen terbaik karena noda yang dihasilkan
banyak dengan keterpisahan yang baik.

a

b

c

d

e

f

Gambar 1 Kromatogram penentuan eluen terbaik fase diam silika gel dengan nheksana:etil asetat (a) 2:98, (b) 5:95, (c) 7:93, (d) 1:9, (e) 2:8, dan (f)
0:100.
Analisis selanjutnya ialah KLT dari masing-masing ekstrak dengan standar
kaempferol menggunakan eluen terbaik. Kromatogram pemisahan ekstrak dan pada
Gambar 2 menunjukkan bahwa semua ekstrak menghasilkan noda yang hampir
sama. Pemisahan standar kaempferol menghasilkan nilai Rf sebesar 0.87 sedangkan
standar kuersetin sebesar 0.83. Perbandingan noda dari masing-masing ekstrak
terhadap nilai Rf standar memperlihatkan bahwa semua ekstrak memiliki nilai Rf
yang sama seperti standar.

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11 12 13

14

Gambar 2 Kromatogram pemisahan ekstrak dan standar diamati pada UV 254 nm;
berurutan dari 1-14: standar kuersetin, standar kaempferol, M1, M2,
M3, Sn1, Sn2, Sn3, R1, R2, R3, S1, S2, dan S3.

10

10

Penampakan dengan UV 366 nm pada Gambar 3 menunjukkan bahwa baik
standar kaempferol maupun standar kuersetin memiliki flouresens hijau.
Penampakan noda pada ekstrak bila dibandingkan dengan standar kaempferol
terlihat adanya flouresens biru. Tidak adanya warna flouresens hijau pada Rf yang
sama dapat diasumsikan bahwa senyawa kaempferol dalam ekstrak terhalang oleh
senyawa flouresens biru karena memiliki sifat kepolaran yang mirip sehingga
terelusi bersama dengan kaempferol. Hal lain terlihat dari penampakan noda sampel
terhadap standar kuersetin, yakni sama-sama memiliki penampakan flouresens
hijau, hanya berbeda intensits.
Noda
standar

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11 12

13

14

Gambar 3 Kromatogram pemisahan ekstrak dan standar diamati pada UV 366 nm;
berurutan dari 1-14: standar kuersetin, standar kaempferol, M1, M2,
M3, Sn1, Sn2, Sn3, R1, R2, R3, S1, S2, dan S3.
Pemisahan sampel (Gambar 3) menunjukkan bahwa ekstrak yang berasal dari
ekstraksi maserasi dan maserasi dengan sonikasi langsung sampel daun dan residu
n-heksana (M1, M2, Sn1, Sn2) merupakan ekstrak yang memiliki noda terbanyak.
Noda ini berasal dari senyawa selain kaempferol dan kuersetin. Ekstrak yang
berasal dari refluks dan soxhletasi langsung sampel daun dan residu n-heksana (R1,
R2, S1, S2) memperlihatkan berkurangnya noda sampel, sedangkan semua ekstrak
yang berasal dari residu etil asetat (M3, Sn3, R3, S3) memperlihatkan noda yang
paling sedikit. Makin sedikitnya noda ini dapat disebabkan oleh telah hilangnya
senyawa-senyawa lain akibat tahapan ekstraksi yang semakin panjang.
Kadar Kaempferol dan Kuersetin pada Ekstrak Terpilih
Pemilihan ekstrak untuk analisis dengan KCKT berdasarkan pada intensitas
flouresens pada KLT, kadar fenol total, kadar tanin total, dan kadar flavonoid total.
Ekstrak yang dipilih untuk analisis lanjutan ialah Sn1, Sn2, S1, dan S3. Ekstrak
yang dipilih memiliki intensitas flouresens yang tinggi, kadar tanin total yang
rendah, dan kadar fenol dan flavonoid total yang tinggi. Tanin sama seperti
flavonoid, yakni termasuk ke dalam golongan senyawa fenol. Keberadaan tanin
yang tinggi dalam ekstrak dikhawatirkan dapat memengaruhi hasil analisis
sehingga dipilih ekstrak yang memiliki kadar tanin yang rendah.

11
Analisis dengan KCKT dari keempat ekstrak terpilih menggunakan sistem
fase terbalik dengan fase diam kolom C-18 dan fase gerak yang berssifat polar
sehingga senyawa yang terelusi lebih dulu bersifat lebih polar dibandingkan yang
lainnya. Tabel 5 menunjukkan bahwa pada pemisahan standar kuersetin terelusi
lebih dulu dengan waktu retensi sekitar 5.6 menit dari pada kaempferol dengan
waktu retensi sekitar 9.2 menit. Pemisahan keempat ekstrak juga menunjukkan
puncak-puncak dengan hasil yang serupa sehingga dapat dikatakan bahwa keempat
ekstrak mengandung kaempferol dan kuersetin. Perhitungan konsentrasi
kaempferol dan kuersetin pada sampel dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 5 Penentuan konsentrasi kaempferol dan kuersetin pada sampel dengan
KCKT
Waktu retensi
Luas puncak
Konsentrasi (%)
(menit)
Ekstrak
KaemKuerKaemKuerKaemKuerferol
setin
ferol
setin
ferol
setin
Standar
9.246
5.625
317897
390065
0.98
1.02
Sn1
9.582
5.804
42617
5074195
0.02
2.15
Sn2
9.713
5.863
39871
4662754
0.02
1.97
S1
9.888
5.941
49672
4663839
0.03
1.98
S3
9.503
5.816
13201
2705852
0.01
1.14
Ekstrak yang mengandung kaempferol terbanyak ialah ekstrak S1 yakni
0.03% (mg kaempferol/mg ekstrak), sedangkan ekstrak dengan kandungan
kuersetin terbanyak ialah ekstrak Sn1 yakni 2.15% (mg kuersetin/mg ekstrak).
Kandungan kaempferol pada ekstrak Sn1 tidak jauh berbeda dengan S1, tetapi
memiliki nilai LC50 yang jauh berbeda. Ekstrak Sn1 memiliki nilai LC50 sebesar
41.21 ± 9.84 ppm, sedangkan ekstrak S1 memiliki nilai LC50 sebesar 1340.81 ±
156.47 ppm. Perbedaan yang besar antara kedua nilai LC50 tersebut menunjukkan
bahwa ekstrak Sn1 lebih toksik dari pada ekstrak S1 sehingga pemilihan ekstrak
Sn1 dianggap lebih baik karena memiliki nilai LC50 yang jauh lebih kecil dari pada
ekstrak S1 dengan perbedaan kadar kaempferol yang tidak jauh berbeda. Hasil
tersebut memperlihatkan bahwa maserasi langsung daun jambu biji dengan bantuan
sonikasi menggunakan pelarut metanol-air (85:15) merupakan teknik ekstraksi
terbaik untuk isolasi kaempferol dan kuersetin pada daun jambu biji.
Selain puncak kaempferol dan kuersetin, terdeteksi pula puncak lain pada
waktu retensi sekitar 2.8 menit. Menurut Wang dan Helliwell (2001) yang telah
menganalisis ekstrak teh dengan KCKT pada kondisi yang serupa juga
memperlihatkan tiga buah puncak yang mirip dengan keempat ekstrak, dengan
puncak pertama terelusi sebagai mirisetin, puncak kedua sebagai kuersetin, dan
puncak ketiga sebagai kaempferol. Mirisetin terelusi lebih dulu karena memiliki 3
buah gugus hidroksil pada cincin B dari struktur flavonoidnya (Gambar 4),
sedangkan kuersetin hanya memiliki 2 gugus hidroksil dan kaempferol hanya
memiliki 1 gugus hidroksil (Wang dan Helliwell 2001).

12

(a)
(b)
(c)
Gambar 4 Struktur senyawa (a) mirisetin, (b) kuersetin, dan (C) kaempferol
Penelitian sebelumnya, Koo dan Mohamed (2011) menyatakan bahwa dalam
buah jambu biji terkandung mirisetin sebanyak 549.5 mg/kg sampel kering, dan
penelitian Wang et al. (2010) menyatakan bahwa daun jambu biji mengandung
senyawa flavonoid seperti kaempferol, guaijaverin, mirisetin, dan apigenin. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa puncak yang pertama terelusi pada
keempat ekstrak diduga merupakan senyawa mirisetin.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Teknik ekstraksi terbaik untuk mengisolasi kaempferol dan kuersetin dari
daun jambu biji adalah maserasi dengan bantuan sonikasi menggunakan pelarut
metanol-air (85:15) dengan kandungan kaempferol sebesar 0.02% dan kuersetin
sebesar 2.15%.
Saran
Perlu dilakukan fraksionasi terhadap ekstrak terbaik agar diperoleh senyawa
kaempferol dan kuersetin murni dan dilakukan pengukuran kadar kaempferol hasil
fraksionasi dengan KCKT sehingga diketahui kadar kaempferol sebelum dan sesudah
fraksionasi.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] The Association of Official Analytical Chemist. 2006. Official Methods
of Analysis. Ed ke-18. Washington DC (US): Association of Official
Analytical Chemist.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan
Obat Indonesia. Jakarta (ID): BPOM RI.
[KEPMENKES] Keputusan Menteri Kesehatan. 1994. Persyaratan Obat
Tradisional. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

13
Arima H, Danno G (2002). Isolation of antimicrobial compounds from guava
(Psidium guajava L.) and their structural elucidation. Biosci Biotechnol
Biochem. 66(8):1727-1730.
Agustinus. 2009. Studi hematologis potensi metabolik jambu biji merah (Psidium
guajava L.) pada penderita demam berdarah dengue [skripsi]. Bogor(ID):
Institut Pertanian Bogor.
Chen HY, Yen GC. 2007. Antioxidant activity and free radical-scavenging capacity
of extract from guava (Psidium guajava L.) leaves. Food Chem. 101:689-694.
Duenas M, Manzano SO, Paramas AG, Buelga SC. 2009, Antioxidant evaluation
of O-methylated metabolites of catechins, epicatechin, and quersetin. J
Pharm Biomed Anal. 51:443-449.
Erosa-Rejon G, Pena-Rodriguez LM, Sterner O. 2010. Isolation of kaempferol-3rutinoside from the leaf extract of Sideroxylon foetidissimum Subsp. Gaumeri.
Rev Latinoamer Quim. 38(1):8-11.
Guimarães-Beelen PM, Berchielli TT, Beelen R, Filho JA, de Oliveira SG. 2006.
Characterization of condensed tannins from native legumes of the brazilian
northeastern semi-arid. Sci Agric. 6(36):522-528.
Hamidah S. 2006. Rendemen dan kadar tanin kulit kayu bakau (Rhizophora
mucronata Lamck) dari daerah Takisung. JHT.18:15-23.
Harborne JB. 2006. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung(ID): ITB Pr.
Terjemahan dari: Phytochem Methods.
Hsieh CL, Lin YC, Yen GC, Chen HY. 2007. Preventive effects of guava (Psidium
guajava L.) leaves and its active compounds against α-dicarbonyl
compounds-induced blood coagulation. Food Chem. 103:528-535.
Jang M, Jeong SW, Cho SK, Ahn KS, Kim BK, Kim JC. 2013. Anti-inflammatory
effects of 4 medicinal plant extracts in lipopolysaccharide-induced RAW
264.7 cells. Food Sci Biotechnol. 22(5):213-220.
Kim SH, Cho SK, Hyun SH, Park HE, Kim YS. 2011. Metabolic profiling and
predicting the free radical scavenging activity of guava (Psidium guajava L.)
leaves according to harvest time by 1H-nuclear magnetic resonance
spectroscopy. Biosci Biotechnol Biochem. 75:1090-1097.
Krishnaraju AV, Rao TVN, Sundararaju D, Vanisree M, Tsay HS, Subbaraju GV.
2005. Assessment of bioactivity of Indian medicinal plants using brine shrimp
(Artemia salina) lethality assay. Int J Appl Sci Eng. 3(2):125-134.
Koo HM, Mohamed S. 2001. Flavonoid (myricetin, quercetin, kaempferol, luteolin,
and apigenin) content of edible tropical plants. J Agric Food Chem. 49(6):
3106–3112.
Loizzo MR, Said A, Tundis R, Rashed K, Statti GA, Hufner A, Menichini F. 2007.
Inhibition of Angiotensin Converting Enzyme (ACE) by flavonoids isolated
from Ailanthus excelsa (Roxb) (Simaroubaceae). Phytother Res. 21:32-36.
Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobson LB, Nichols DE, McLaughlin JL.
1982. Brine shrimp: a convenient general bioassay for active plant
constituents. Planta Med. 45:31-34.
Murtijaya J, Lim YY. 2007. Antioxidant properties of Phylanthus amarus extracts
as affected by different drying methods. Food Sci Technol. 40:1664-1669.
Nurrochmad A. 2001. Sintesis Kurkumin, Bisdemetoksi kurkumin, bisdemetoksidehidroksi kurkumin, dan pentagamavunon serta uji ketoksikannya terhadap

14

14

sel myeloma, dan sel mononuklear normal secara in vitro [tesis]. Yogyakarta
(ID): Universitas Gajah Mada.
Parveen Z, Deng Y, Saeed MK, Dai R, Ahamad W, Yu YH. 2007.
Antiinflammatory and analgesic activities of Thesium chinense turez extracts
and its major flavonoids, kaempferol and kaempferol-3-O-glucoside.
Yakugaku Zasshi. 127(8):1275-1279.
Rao YK, Geethangili M, Chan HS, Wu WS, Tzeng YM. 2009. High-performance
liquid chromatographic determination of kaempferol glucosides in
Cinnamomum osmophloeum leaves. Intr J Appl Sci Eng. 7(1):1-9.
Sulastri T. 2009. Analisis kadar tanin ekstrak air dan ekstrak etanol pada biji
pinang sirih (Areca Catechu. L). J Chem. 10(1):59-63
Syaefudin. 2008. Aktivitas antioksidan formula ekstrak jati belanda (Guazuma
ulmifolia Lamk.), jambu biji (Psidium guajava Linn.), dan salam (Eugenia
polyantha Wight.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tang Y, Lou F, Wang J, Li Y, dan Zhuang S. 2001. Coumaryl flavonol glycosides
from the leaves of Ginko biloba. Phytochemistry. 58:1251-1256.
Teffo LS, Aderogba MA, Eloff JN. 2010. Antibacterial and antioxidant activities
of four kaempferol methyl ethers isolated from Dodonaea viscosa Jacq. Var.
angustifolia leaf extracts. S Afr J Bot. 76:25-29.
Wang H, Du YJ, Song HC. 2010. α-Glucosidase and α-amylase inhibitory activities
of guava leaves. Food Chem. 123:6-13.
Wang H, Helliwel K. 2001. Determination of flavonols in green and black tea leaves
and green tea infusions by high-performance liquid chromatography. Food
Res Int. 34:223-227.
Wu JW, Hsieh CL, Wang HY, Chen HY. 2009. Inhibitory effects of guava (Psidium
guajava L.) leaf extracts and its active compounds on the glycation process
of protein. Food Chem. 113:78-84.
Yen CT, Hsieh PW, Hwang TL, Lan YH, Chang FR, Wu YC. 2009. Flavonol
glycosides from Muehlenbeckia platyclada and their anti-inflammatory
activity. Chem Pharm Bull. 57(3):280-282.
Yu SF, Sun CT, Chen TM, Chen YH. 2006. 3-O-β-D-Glucosyl-(1→6)-β-DGlucosyl-kaempferol isolated from Sauropus androgenus reduces body
weight gain in wistar rats. Bio Pharm Bull. 29(12):2510-2513.
Zang Y, Sato H, Igarashi K. 2011. Anti-diabetic effect of a kaempferol glycosiderich fraction from unripe soybean (Edamame, Glycine max L. Merrill.
‘Jindai’) leaves on KK-A mice. Biosci Biotechnol Biochem. 75(9):1677-1684.

15

LAMPIRAN

Lampiran 1 Diagram alir penelitian
Daun jambu
biji
Kadar Air (AOAC 2006)

Ekstraksi
Maserasi+sonikasi 3 jam
MeOH-H2O
(85:15)

Maserasi
1 minggu
EtOH

Refluks
MeOH
70% 3 jam
(60-70ºC)

Soxhletasi dengan
n-heksana

Soxhletasi
MeOH
70%

Residu

Ekstraksi

Soxhletasi
dengan EtOAc
Ekstraksi
Maserasi+sonikasi 3 jam
MeOH-H2O
(85:15)

Maserasi
1 minggu
EtOH

Refluks
MeOH
70% 3 jam
(60-70ºC)

Soxhletasi
MeOH
70%

Ekstrak

Maserasi+sonikasi 3 jam
MeOH-H2O
(85:15)

Maserasi
1 minggu
EtOH

Refluks
MeOH
70% 3 jam
(60-70ºC)

Soxhletasi
MeOH
70%

16

16
Lanjutan Diagram alir penelitian
Ekstrak
Uji BSLT

Kadar fenol
total

Kadar tanin
total

Silika gel (n-heksana-etil asetat
2:98)
KLT
Ekstrak
terpilih
KCKT (asetonitril 30% dalam
buffer KH2PO4 0.025 M pH 2.5)
Kadar kaempferol
dan ekstrak terbaik

Kadar
flavonoid total

17
Lampiran 2 Hasil determinasi daun jambu biji

18

18

Lampiran 3 Perhitungan data kadar air daun jambu biji
Bobot daun
Bobot daun
Ulangan
awal (g)
akhir (g)
1
3.0011
2.8381
2
3.0012
2.8438
3
3.0010
2.8430
rerata

Kadar air
(%)
5.43
5.24
5.26
5.31

Contoh perhitungan kadar air
A-B
Kadar air % =
x 100%
A
3.0011-2.8381
Kadar air % =
x 100%
3.0011
Kadar air % = 5.34%
5.34%+5.24%+5.26%
Rerata kadar air % =
=5.31%
3
Lampiran 4 Perhitungan % rendemen
Cara
ekstrksi
Maserasi
Maserasi
dengan
sonikasi
Refluks

Soxhletasi

Nama
ekstrak

Bobot
sampel

Bobot
ekstrak

M1
M2
M3
Sn1
Sn2
Sn3
R1
R2
R3
S1
S2
S3

100.0069
24.7720
25.0002
100.0020
49.4786
25.0002
100.0844
24.7064
25.0003
24.9998
24.9243
99.9047

21.6113
10.1764
3.3029
18.9856
5.0525
1.5628
13.4778
3.1566
3.3568
8.3904
5.7978
13.5834

Intensitas Intensitas
%
kaempferol kuersetin
Rendemen
dalam
dalam
KLT
KLT
++
+
22.82
+++
++
43.38
+++
+
13.95
+++
++
20.05
+++
++
10.78
+++
++
6.60
++
+
14.22
+++
++
13.49
++
+
14.18
+++
++
35.44
+++
++
24.57
+++
++
14.36

Keterangan: banyaknya (+) menunjukkan intensitas noda kaempferol dan
kuersetin pada KLT
Contoh perhitungan (ekstrak M1)
 % rendemen
Bobot sampel daun: 100.0069 g
Bobot ekstrak: 21.6113 g
a
× 100%
Rendemen % =
b(1-Ka)

19
Rendemen % =

21.6113
× 100% = 22.82%
100.0069 1-0.0531

Lampiran 5 Perhitungan konsentrasi kaempferol dan kuersetin pada sampel
Contoh perhitungan (ekstrak Sn1)
luas puncak sampel
Konsentrasi kaempferol =
× konsentrasi standar
luas puncak standar
42612
×5 ppm
Konsentrasi kaempferol =
317897
Konsentrasi kaempferol = 0. 03 ppm
 Konsentrasi kaempferol (%)

konsentrasi (ppm)×volume×10-3 L/mL
×100%
bobot estrak (mg)
0. 03 mg/L ×10 mL×10-3 L/mL
=
×100%
30.2 mg
= 0.02%
=

Contoh perhitungan (ekstrak Sn1)
luas puncak sampel
Konsentrasi kuersetin =
× konsentrasi standar
luas puncak standar
5074195
×5 ppm
Konsentrasi kuersetin =
390065
Konsentrasi kuersetin = 65.0429 ppm


Konsentrasi kuersetin (%)
konsentrasi (ppm)×volume×10-3 L/mL
=
×100%
bobot estrak (mg)
65.0429 mg/L ×10 mL×10-3 L/mL
=
×100%
30.2 mg
= 2.15%

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 27 November 1991 sebagai putri
pertama dari Bapak Supardiyono dan Ibu Nunuk Parmini. Penulis lulus dari SMA
Negeri 1 Pamulang pada tahun 2009 dan pada tahun yang sama diterima di Analisis
Kimia Program Diploma Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis lulus dari Diploma
IPB dengan predikat Sangat Memuaskan pada tahun 2012 dan melanjutkan
pendidikan S1 melalui Program Alih Jenis Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam IPB pada tahun 2012.
Selama menjalani masa perkuliahan S1 IPB, Penulis pernah mengikuti
kegiatan Pelatihan Pengenalan HACCP SNI CAC/RCP 1:2011. Penulis melakukan
Praktik Kerja Lapang di LIPI Kimia Puspiptek Serpong dengan judul laporan
“Isolasi Senyawa-Senyawa dalam Ekstrak Metanol Garcinia latissima Miq.”