capaian sertifikat akreditasi A; Tertib dokumentasi perangkat Renstra, RIPS, dan PKS; Tertib dokumentasi perangkat MOU kerjasama dengan
DUDI; Tertib tata kelola kebutuhan bahan ajar, sumber belajar, dan fasilitas belajar memenuhi SPM. Tertib tata kelola kebutuhan bahan ajar,
sumber belajar, dan fasilitas belajar memenuhi SPM; Tertib dokumentasi perangkat Profil Sekolah lengkap dengan capaian prestasi; Tertib tata
kelola kebutuhan bahan ajar, sumber belajar, dan fasilitas belajar memenuhi SPM; serta Capaian 75 tenaga kependidikan memiliki
sertifikasi keahlian melalui pendidikan dan pelatihan tingkat Kabupaten, Provinsi, dan nasional.
b. Peningkatan di bidang akademik mendukung kinerja komite sekolah yang
dibuktikan dengan diselenggarakannya program keahlian dengan standar kompetensi nasional dan internasional oleh SMK Negeri 1 Kalianda,
peningkatan capaian prestasi lulusan, minimal 4 empat mata diklat menggunakan bahasa inggris sebagai bahasa pengantar dan minimal 20
siswa praktek industri di luar provinsi atau di luar negeri; capaian kualifikasi akademik minimal sarjana S-1, D-IV atau memiliki Akta IV.
5.2 Saran
Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ketua Komite Sekolah dan pihak SMK Negeri 1 Kalianda hendaknya
meningkatkan kualitas anggota komite sekolah dengan cara memfasilitasi berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan kepada anggota komite sekolah,
khususnya dalam bidang akademik pengembangan KTSP. Hal ini didasarkan
pada hasil penelitian yang menunjukkan adanya keterbatasan kompetensi SDM Komite Sekolah dalam berperan serta di bidang akademik.
2. Ketua Komite dan Anggota Komite Sekolah di SMK Negeri 1 Kalianda
hendaknya mengupayakan berbagai sumber pendanaan organisasi dalam rangka meningkatkan kinerja. Selain itu sarana dan prasarana kantor
hendaknya dilengkapi agar para anggota dapat melaksanakan tugas dan pekerjaan dengan sebaik-baiknya.
3. Sesegara mungkin dilakukan pembentukan kepengurusan ulang komite
sekolah di SMK Negeri 1 Kalianda, sesuai dengan Kepmendiknas No.044U2002 yaitu kepengurusan ditentukan oleh orang tuawali murid
dengan komposisi pengurus yang representatif sesuai dengan kebutuhan, bukan dengan dasar penunjukan oleh Kepala Sekolah atau Ketua Komite
Sekolah.
4. Keanggotaan Komite Sekolah hendaknya mempertimbangkan kualifikasi
calon pengurus dari dunia usaha, hal ini sesuai dengan eksistensi SMK Negeri 1 Kalianda sebagai satuan pendidikan kejuruan dalam kategori satuan SMK
Bisnis dan Manajemen. Selain itu kualifikasi calon pengurus dari dunia usaha tersebut diharapkan mampu menanggulangi keterbatasan finansial organisasi
yang selama ini dihadapi oleh Komite Sekolah.
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belaksang Masalah
Peran serta masyarakat dalam pendidikan pada dasarnya bukan merupakan sesuatu yang baru, sebab sebelumnya legitimasi legal formal peran serta masyarakat
dalam pendidikan telah secara spesifik diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1992 Tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pendidikan Nasional.
Peran serta masyarakat dapat disebut sebagai reaksi kritis dan radikal atas dominasi birokrasi dalam tata kelola penyelenggaraan pendidikan, yang
faktualnya telah mengakumulasi menjadi titik nadir keprihatinan publik atas rendahnya mutu pendidikan. Artinya, berjalan seiring dengan laju kebijakan
regulasi kendali jaminan mutu dan perangkat standar pelayanan minimal pendidikan, bahwa reaktualisasi peran serta masyarakat dalam pendidikan menjadi
satu pilar paradigma baru tata kelola pendidikan nasional. Reaktualisasi peran serta masyarakat merepresentasikan bahwa kendali jaminan
mutu pendidikan dan kebijakan operasional desentralisasi pendidikan di bawah payung Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
perlu dilaksanakan secara konsisten, dikonstruksi berdasarkan atas spirit baru yang lebih demokratis, partisifatif, emansipatoris, dan akuntabel. Spirit baru tata
kelola sistem pendidikan nasional pada tingkat implementasinya telah diterbitkan seperangkat kebijakan regulasi bagi operasional standar nasional pendidikan,
sebagaimana diatur melalui Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Dapat dikatakan bahwa revitalisasi peran serta masyarakat dalam tata kelola
pendidikan, merupakan pilar alternatif bagi upaya perbaikan permasalah sistemik pendidikan dengan segala bentuk kompleksitasnya. Sumitro 1997: 3,
menyatakan bahwa untuk menanggulangi masalah-masalah pendidikan perlu upaya-upaya yang dilakukan secara integral antara faktor internal sekolah dan
faktor masyarakat yang berada di luar sekolah. Upaya menanggulangi masalah pendidikan yang bersifat tambal sulam dan hanya berfokus pada sekolah saja
sudah harus ditinggalkan, karena tanggung jawab pendidikan bukan hanya pada sekolah, tetapi juga menjadi tanggung jawab orang tua dan masyarakat luas.
Kaitan antara pranata pendidikan dengan pranata kehidupan, hubungan antar orang-orang yang berperan dalam sistem pendidikan dengan orang-orang dalam
masyarakat luas harus lebih berat, dan harus berlangsung terus menerus. Sesuai dengan visi baru desentralisasi pendidikan di era reformasi saat ini, maka
fenomena reaktualisasi peran serta masyarakat dalam konteks pemberdayaan mutu dan standar pelayanan minimal pendidikan adalah bersamaan dengan munculnya
konsep dan gagasan School Based Management atau Manajemen Berbasis Sekolah MBS. Konsep dan gagasan MBS ini dikategorikan sebagai satu
indikator pergeseran paradigma dalam pengelolaan pendidikan. Inti pokok konsep MBS adalah mengembalikan peran pengelolaan pendidikan kepada masyarakat
selaku pemiliknya, yang diharapkan akan lebih merasa bertanggungjawab kembali sepenuhnya terhadap pendidikan yang diselenggarakan di satuan pendidikan.
MBS merupakan langkah untuk meningkatkan otonomi kemandirian dan profesionalisasi tata kelola satuan pendidikan. Sisi penting MBS ini adalah untuk
mendorong proses pengambilan keputusan partisipatif dengan melibatkan semua elemen stakeholder di satuan pendidikan, sehingga tercipta rasa memiliki atau
sense of belonging. Menurut Miarso 2005: 169, justifikasi atas peran serta masyarakat terkait dengan
tuntutan pemberdayaan mutu pendidikan di era reformasi saat ini, tentu saja menjadi menarik untuk dikaji dan ditelaah. Hal ini, paling tidak, didasarkan pada
dua argumentasi utama. Pertama, bahwa revitalisasi peran komite sekolah sebagai representasi peran serta masyarakat dalam peningkatan mutu layanan di tingkat
satuan pendidikan sungguh memiliki relevansi dengan skema konseptual keilmuan teknologi pendidikan pembelajaran.
Relevansi utamanya dalam konteks ini tentu saja dicerminkan lewat titik taut
konseptual peran determinan komite sekolah dan kawasan teori dan praktek teknologi pendidikan. Apabila skema konseptual keilmuan teknologi pendidikan
pada pokoknya merepresentasikan karakteristik dan kinerja insan profesi dalam menggunakan kemampuannya mencapai hasil secara efektif dan produktif melalui
tindakan langsung, tangkas, dan berasas manfaat, sedangkan operasional komite sekolah sebagai institusi mandiri peran serta masyarakat di satuan pendidikan
pada pokoknya memiliki peran determinan dalam meningkatkan mutu layanan pendidikan. Legitimasi konseptual peran determinan komite sekolah pada
pokoknya dicerminkan lewat fungsinya dalam wilayah akademik berupa mengembangkan KTSP dan
silabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum
dan standar kompetensi lulusan. Selain itu, juga dicerminkan lewat fungsinya dalam akuntabilitas penilaian hasil belajar peserta didik, dan operasional perannya
pada wilayah manajerial non akademik di satuan pendidikan. Kedua, legitimasi operasional komite sekolah sebagai institusi mandiri di satuan
pendidikan telah semakin diperkuat secara legal formal melalui seperangkat kebijakan regulasi, namun faktual eksistensinya sebagai pilar kendali jaminan
mutu pendidikan belum seutuhnya mencerminkan peran determinannya, baik dalam wilayah manajerial non akademik maupun dalam wilayah akademik.
Setidaknya, secara umum bahwa revitalisasi peran determinan komite sekolah secara legal formal belum secara sungguh-sungguh tampak dalam operasional
fungsi-fungsi manajemen pengelolaan satuan pendidikan. Sementara itu, pada sisi lain mengenai akuntabilitas operasional komite sekolah
dalam pengelolaan satuan pendidikan juga masih merupakan sesuatu yang problematis dan masih perlu dikaji dan ditelaah lebih lanjut. Utamanya, dalam
konteks ini terkait dengan tingkat pemahaman para eksponen internal komite sekolah atas tugas dan tanggung jawabnya, hak dan kewajibannya dalam
menjalankan peran dan fungsi komite sekolah sebagai representasi peran serta masyarakat sejalan dengan tuntutan Standar Nasional Pendidikan.
Kedua argumentasi di atas diperkuat dengan argumentasi bahwa peran serta masyarakat melalui komite sekolah dalam perspektif kebijakan regulasi di bawah
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, tidak hanya pada bidang manajerial, tetapi mencakup bidang akademik berupa mengembangkan KTSP dan
silabusnya. Pada sisi lain, peran serta masyarakat melalui komite sekolah tidak sekedar berupa kewajiban memberikan dukungan sumber daya, melainkan juga
berhak berperan serta dalam perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi program pendidikan. Bahkan, tidak hanya berfungsi sebagai sumber, pelaksana,
dan pengguna hasil pendidikan, tapi pada saat yang bersamaan juga turut aktif menentukan dalam penjaminan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan.
Aspek lain yang berkaitan dengan kinerja komite sekolah adalah aspek proses dan prosedural pengisian komposisi keterwakilan masyarakat dalam Komite Sekolah,
dan parameter penentuan bobot keterwakilan peran serta masyarakat merupakan fakta lain yang masih perlu dikaji lebih lanjut. Tidak terkecuali di satuan
pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan SMK di Kalianda Kabupaten Lampung Selatan yang berjumlah 5 SMK, yaitu 2 SMK Teknologi yaitu SMK Negeri 2 dan
SMK Pembangunan serta 3 SMK Bisnis dan Manajemen, yaitu SMK Negeri 1, SMK Muhammadiyah dan SMK Yapri Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung
Selatan Tahun 2006. Jumlah siswa SMK di Kalianda Kabupaten Lampung Selatan adalah 2.078 orang,
terdiri atas 980 orang laki-laki 47,16 dan 1.098 orang perempuan 52,84 yang tersebar dalam 60 rombingan belajar. Jumlah siswa peserta Program Sistem
Ganda PSG sebanyak 660 tersebar dalam Program Keahlian Teknologi dan
Industri sebanyak 52 orang, program keahlian bisnis dan manajemen sejumlah 608 orang. Sementara itu jumlah sumber daya tenaga pendidik adalah 138 orang
guru, terdiri dari 120 orang Sarjana S-1 keguruan dan 18 orang non S-1, dengn rincian 8 orang Diploma Tiga D-3 non keguruan, dan 8 orang Sarjana Muda
keguruan dan 2 orang dengan kualifikasi akademik Sarjana S-1 non keguruan Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2006.
Kondisi umum fasilitas meliputi 60 ruang kelas dengan kondisi baik sebanyak 55
dan rusak ringan 5 kelas, fasilitas lain yang tersedia berupa 3 unit perpustakaan, 5 unit lapangan olahraga, 4 unit UKS, 2 unit laboratorium, dan 4 unit ruang
keterampilan. Faktualnya, tidak satupun di antaranya memiliki ruang BP, bengkel,
dan ruang praktek pada 10 wilayah kecamatan lain. Adapun kondisi penerimaan biaya tercatat hanya sejumlah Rp.290,280, dengan sumber penerimaan dari
pemerintah pusat sebesar Rp.165,600 57,05, dari orangtua sebesar Rp.124,680 42,95, sedangkan penerimaan dari pemerintah daerah Rp.0,- dari Yayasan dan
lainnya Rp.0,-. Dinas Pendidikan Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2006. Berdasarkan uraian di atas maka penelitian ini dilaksanakan untuk mengevaluasi
kinerja komite sekolah di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Kalianda Lampung Selatan. Evaluasi peran serta masyarakat tersebut didasarkan model
evaluasi CIPP yang terdiri dari empat komponen evaluasi yaitu Context, Input, Process, dan Product. Menurut Arikunto 2008: 40, Context evaluation artinya
evaluasi terhadap konteks, Input evaluation artinya evaluasi terhadap masukan, Proses evaluation artinya evaluasi terhadap proses, dan Product evaluation artinya
evaluasi terhadap hasil.
1.2 Identifikasi Masalah