Tindak Pidana Kesusilaan Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Kesusilaan

28 Pasal 81 menentukan : 1 Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 lima belas tahun dan paling singkat 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah. 2 Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 berlaku pula bagi setiap orang yang dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain. Pasal 82 menentukan : Setiap orang yang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, dipidana dengan pidana penjara 15 lima belas tahun dan paling singkat 3 tiga tahun dan denda paling banyak Rp 300.000.000,00 tiga ratus juta rupiah dan paling sedikit Rp 60.000.000,00 enam puluh juta rupiah. C. Pengertian Anak Pengertian dan batasan umur bagi seorang anak didalam beberapa hukum positif Indonesia adalah sebagai berikut : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pada Pasal 45 KUHP, anak adalah seseorang yang belum berusia 16 enam belas tahun. 2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Pada Pasal 330 KUH Perdata, orang yang belum dewasa adalah mereka yang belum genap mencapai umur 21 dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin. 29 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Berdasarkan ketentuan Pasal 47 Ayat 1 dan Pasal 50 Ayat 1 UU No. 1 Tahun 1974, batasan untuk disebut anak adalah belum mencapai umur 18 delapan belas tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan. 4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Pada Pasal 1 Ayat 2 UU No. 4 Tahun 1979 ditentukan bahwa yang dimaksud anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 dua puluh satu tahun dan belum pernah kawin. 5. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pada Pasal 1 Ayat 1 UU No. 3 Tahun 1997, anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 delapan tahun tetapi belum mencapai umur 18 delapan belas tahun dan belum pernah kawin. 6. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pada Pasal 1 Ayat 5 UU No. 39 Tahun 1999, anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 delapan belas tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. 7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pada Pasal 1 Ayat 1 UU No. 23 Tahun 2002, anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 30 8. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Pada Pasal 1 angka 3, 4, dan 5, yang disebut anak adalah seseorang yang telah mencapai umur 12 dua belas tahun tetapi belum mencapai umur 18 delapan belas tahun dan belum pernah kawin. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka yang akan penulis gunakan sebagai acuan mengenai pengertian dan batasan umur anak di dalam penelitian ini adalah pengertian anak didalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan yang digunakan dalam pembahasan penulisan penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan yang dilakukan dengan cara menelaah teori-teori, konsep-konsep serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan skripsi ini, sedangkan pendekatan yuridis empiris adalah pendekatan dengan melakukan penelitian lapangan field research, yaitu dengan melihat fakta-fakta yang ada dalam praktik yang ada di lapangan dengan tujuan melihat kenyataan atau fakta-fakta yang konkrit mengenai analisis putusan bebas pada perkara Nomor : 241Pid.B2011PN.Mgl tentang tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh anak di Menggala. Kedua pendekatan ini yaitu secara secara yuridis normatif dan yuridis empiris, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran yang sesungguhnya terhadap permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. 32

B. Sumber dan Jenis Data

Penulis menggunakan sumber data dalam rangka penyelesaian skripsi ini, bersumber pada dua jenis data, yaitu: 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden di lapangan. Penelitian lapangan terutama yang menyangkut pokok bahasan skripsi ini. Data ini diperoleh dengan melakukan wawancara dengan responden dan observasi yang terkait dengan putusan bebas pada perkara Nomor : 241Pid.B2011PN.Mgl tentang tindak pidana kesusilaan yang dilakukan oleh anak di Menggala. 2. Data Sekunder Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan cara membaca, mengutip, dan menelaah peraturan perundang-undangan, buku- buku, dokumen, kamus, artikel dan literatur hukum lainnya yang berkenaan dengan permasalahan yang akan dibahas, yang terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer Merupakan bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Dalam hal ini bahan hukum primer terdiri dari : 1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana KUHP; 2. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana KUHAP; 3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. 33 b. Bahan Hukum Sekunder Merupakan bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami bahan hukum primer, seperti literature dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini. Bahan hokum sekunder penelitian ini meliputi : 1. Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana 2. Putusan Pengadilan Negeri Menggala Nomor. 241Pid b2011PN. Mgl c. Bahan Hukum Tersier Merupakan bahan-bahan yang berguna untuk memberikan informasi, petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hokum sekunder seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, media massa, artikel, makalah, naskah, paper, jurnal, internet yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas atau diteliti dalam skripsi ini.

C. Penentuan Narasumber

Berkaitan dengan permasalahan penelitian, maka data lapangan akan diperoleh dari para narasumber. Narasumber adalah seseorang yang memberikan pendapat atas objek yang diteliti. 36 Narasumber ditentukan secara purposive yaitu penunjukan langsung narasumber tidak secara acak untuk mendapatkan data 36 Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, hlm.175.