Kerangka Teoritis Kerangka Teoritis dan Konseptual

perkembangan Hukum Pidana mengenai peranan hukum pidana terhadap pendistribusian obat tanpa keahlian dan kewenangan yang dapat mengancam keselamatan konsumen. b. Kegunaan Praktis Penulisan ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan kepada praktisi hukum khususnya, serta kepada masyarakat umumnya untuk mengetahui dan turut serta berpartisipasi dalam penanggulangan pendistribusian obat-obatan tanpa keahlian dan kewenangan.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep-konsep yang merupakan abstraksi dari hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasar nya bertujuan untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi- dimensi sosial yang relevan oleh peneliti Soerjono Soekanto, 1981: 116. Pengertian kebijakan hukum pidana dapat pula disebut dengan istilah “politik hukum pidana”. Dalam kepustakaan asing istilah ini sering dikenal dengan beberapa istilah, antara lain “penal policy”, “criminal law policy” atau “strafrechtspolitiek” Pengertian kebijakan hukum pidana atau politik hukum pidana menurut Sudarto dikutip oleh Barda Nawawi Arief 2002: 24 adalah: 1. Usaha untuk mewujudkan peraturan-peraturan yang baik sesuai dengan keadaan dan situasi pada suatu saat. 2. Kebijakan dari Negara melalui badan-badan yang berwenang untuk menetapkan peraturan- peraturan yang dikehendaki yang diperkirakan bias digunakan untuk mengekspresikan apa yang terkandung dalam masyarakat dan untuk mencapai apa yang dicita-citakan. Pengertian kebijakan hukum pidana atau “penal policy” menurut Marc Ancel secara singkat dapat dinyatakan sebagai suatu ilmu sekaligus seni yang bertujuan untuk memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara lebih baik. Kebijakan hukum pidana atau “Strafrechtspolitiek” menurut A. Mulder adalah garis kebijakan untuk menentukan: 1. Seberapa jauh ketentuan-ketentuan pidana yang berlaku perlu diubah atau diperbaharui; 2. Apa yang dapat diperbuat untuk mencegah terjadinya tindak pidana; 3. Cara bagaimana penyidikan, penuntutan, peradilan dan pelaksanaan pidana harus dilaksanakan. Definisi Mulder bertolak dari pengertian system hukum pidana menurut Marc Ancel yang menyatakan bahwa yang terorganisir memiliki system hukum pidana yang terdiri dari: 1. Peraturan-peraturan hukum pidana dan sanksinya; 2. Suatu prosedur hukum pidana; 3. Suatu mekanisme pelaksanaan pidana. Usaha dan kebijakan untuk membuat peraturan hukum pidana yang baik pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari tujuan penanggulangan kejahatan. Kebijakan atau politik hukum pidana juga merupakan bagian dari politik kriminal. Usaha penanggulangan kejahatan dengan hukum pidana pada hakikatnya juga merupakan bagian dari usaha penegakan hukum khususnya penegakan hukum pidana. Penegakan hukum pidana dilakukan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Penegakan hukum pidana menurut teori yang dikemukakan oleh G.P Hoefnagel yaitu penanggulangan kejahatan pendistribusian obat-obatan tanpa keahlian dan kewenangan yang dapat mengancam kesehatan masyarakat melalui jalur “non-penal” yang menitik beratkan sifat “preventif” pencegahan sebelum kejahatan terjadi dan melalui jalur “penal” hukum pidana yang menitik beratkan sifat “represif” pemberantasan setelah kejahatan terjadi Barda Nawawi Arif, 2002: 42 Hukum merupakan alat yang sangat ampuh dalam mengatasi masalah-masalah kejahatan ditengah masyarakat. Tujuan penegakan hukum pidana adalah untuk mengamankan agar hukum dapat diselenggarakan dengan baik untuk mengayomi serta bertugas melindungi tertib Negara Pancasila, dimana keseimbangan kepentingan masyarakat dan kepentingan perorangan dengan menanggulangi perbuatan yang merintangi tujuan hukum dengan memberikan sanksi-sanksi pidana sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dan melihat pada ketentuan dalam Undang-Undang 7 tahun 1963 tentang Farmasi. Serta akan membahas mengenai BPOM yang mengawasi penjualan obat-obatan tanpa keahlian dan kewenangan yang saat ini banyak beredar di masyarakat dan para aparat penegak hukum yang berperan dalam penegakan hukum dalam upaya penanggulangan kejahatan yang terjadi ditengah masyarakat. Untuk menjawab permasalahan faktor penghambat penanggulangan peredaran obat-obatan tanpa keahlian dan kewenangan yang mengancam kesehatan konsumen mendasarkan pada pendapat paradigma hukum Ferdinan, bahwa penegakan hukum terhadap pendistribusian obat tanpa keahlian dan kewenangan terdiri dari tiga faktor: a. Faktor perundang-undangan, substansi hukum Bahwa semakin memungkinkan penegakannya, sebaliknya semakin tidak baik suatu peraturan hukum akan semakin sulit menegakkannya. Secara umum bahwa peraturan hukum yang baik adalah peraturan hukum yang berlaku secara yuridis, sosiologis dan filosofi. b. Faktor Penegak Hukum Bahwa faktor penegak hukum ini menentukan proses penegakan hukum yaitu pihak-pihak yang menerapkan hukum tersebut. Adapun pihak-pihak ini yang langsung berkaitan dengan proses penegakan hukum pidana terhadap pendistribusian obat-obat keras tanpa keahlian dan kewenangan yang dapat mengancam kesehatan konsumen. c. Faktor kesadaran hukum Bahwa ini merupakan bagian terpenting dari masyarakat yang menentukan penegakan hukum dan kesadaran hukum merupakan pandangan yang hidup dalam masyarakat tentang apa hukum itu, sedangkan kesadaran masyarakat yang memungkinkan untuk dilaksanakannya penegakan hukum itu Soerjono Soekanto, 1983: 5 Pembagian ketiga faktor ini dapat di kaitkan dengan masalah penegakan hukum pidana dan kebijakan kriminal dengan melihat dari teori yang dikemukakan oleh G.P Hoefnagel sebenarnya terletak pada faktor yang mempengaruhinya Soerjono Soekanto, 1983: 5 yaitu: 1. Faktor hukumnya sendiri atau peraturan itu sendiri. 2. Faktor penegak, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun penerapan hukum. 3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum. 4. Faktor masyarakat, yaitu faktor lingkungan dimana hukum tersebut diterapkan. 5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta rasa didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup. Kelima faktor tersebut di atas saling berkaitan, karena merupakan esensi dari penegakan hukum guna menanggulangi kejahatan pendistribusian obat-obat tanpa keahlian dan kewenangan.

2. Konseptual