Uang Untuk Perguruan Tinggi

  

“Lampu Petromaks” SBMPTN Meredup

Beni Kurnia Illahi

  Peneliti Muda Pusat Studi Kontitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas Seiring telah diumumkannya hasil Jalur undangan (SNMPTN) di Indonesia khususnya Sumatera Barat membuat para siswa/siswi SMA sederajat Sumbar yang lulus jalur tersebut merasa bahagia dan bersyukur, ketika perjuangannya 2 bulan yang lalu telah berbuah manis karena dinyatakan lulus berdasarkan nilai rafor SMA dari semester 1 hingga semester 5 yang diadakan pada tanggal 15 April 2013 yang lalu. Namun berbeda dengan hal ini, sungguh tidak ironi ketika jumlah pendaftar Perguruan Tinggi Negeri atau istilahnya sekarang (SBMPTN) jalur tertulis di Kota Padang mendapatkan grafik penurunan yang sangat drastis pada tahun 2013 ini, dibandingkan tahun 2012 yang lalu. Berdasarkan data yang dirilis oleh Humas Panlok SBMPTN 17 Padang menjelaskan, bahwasanya jumlah peserta yang mendaftar di Panitia lokal (Panlok) 17 Padang (UNP dan Unand), hanya berkisar 28.503 orang. Dimana dalam hal ini, Panlok Padang membagi kepada tiga kelompok ujian yaitu Saintek (IPA), Soshum (IPS), dan campuran (IPC). Berdasarkan data tersebut, tahun lalu Panlok Padang menerima sebanyak 38.000 peserta, namun berbeda dengan SBMPTN tahun ini, Panlok menerima pendaftar sebanyak 28.503 orang saja dan ujian tertulis akan diadakan tanggal 18 Juni 2013 mendatang.

  Kita sangat menyayangkan bahwa, disamping hasil kelulusan UN yang telah diraih oleh siswa/siswi tersebut akan terasa belum lengkap ketika mereka belum melanjutkan pendidikannnya ke Perguruan Tinggi khususnya PTN untuk meniti masa depan yang mereka cita-citakan.

  Putusan MK

  Problematika ini sepertinya dipicu oleh tidak adanya suatu titik terang atau kejelasan mengenai Undang-Undang Perguruan Tinggi (UUPT) yang telah diajukan permohonan uji materil (judicial review) oleh teman-teman mahasiswa Universitas Andalas pada tanggal 1 Oktober 2012 yang lalu ke Mahkamah Kontitusi (MK). Pasalnya, sampai saat sekarang ini MK belum kunjung mengabulkan gugatan yang diajukan oleh teman-teman mahasiswa Unand tersebut dengan nomor perkara 103/PUU-X/2012. dalam perkara ini Pemohon memohon kepada Majelis Hakim untuk menguji norma undang-undang, sebagaimana termaktub dalam Pasal 64, 65, 73, 74 ayat (1), 86 ayat (1), dan pasal 87 UUPT terhadap Pasal 28C ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (4), Pasal 31 ayat (1), ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945 dengan sejumlah argumentasi yuridis. Dimana, terkait upaya pembentuk undang- undang mendorong pengelolaan lembaga pendidikan tinggi secara mandiri/otonom melalui sebuah badan hukum pendidikan.

  Selanjutnya faktor kedua yang menyebabkan drastisnya penurunan minat siswa/siswi SMA di Sumbar untuk masuk ke PTN adalah adanya suatu kebijakan dari Dirjen Dikti terkait mengenai Uang Kuliah Tunggal atau disebut juga dengan UKT. Ironinya, Belum usai kontroversi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang UUPT, mahasiswa kembali terhenyak dengan adanya kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Memang bukan hal yang baru. Beberapa perguruan tinggi telah menerapkan kebijakan ini meskipun secara resmi, Dirjen Dikti baru mengetuk palu untuk tahun akademik 2013/2014. Termasuk Universitas Andalas telah menerima kebijakan tersebut pada tanggal 18 Mei 2013 untuk memberlakukan tarif UKT seiring dengan penerimaan mahasiswa baru di Bulan Juli mendatang.

  Tingginya biaya Perguruan Tinggi Negeri

  telah menjadi perbincangan yang cukup serius di PTN maupun dikalangan masyarakat, bahwasanya Dirjen Dikti telah mengeluarkan sebuah surat edaran Nomor 97/E/KU/2013 yang menyatakan bahwa sistem pembayaran uang kuliah tahun 2013/2014 untuk mahasiswa program S-1 (regular) yaitu melalui sistem UKT (Uang Kuliah Tunggal). Yang berartikan bahwa mahasiswa baru yang telah dinyatakan lolos SBMPTN maupun jalur undangan tahun 2013 ini tidak perlu membayar uang pangkal untuk masuk perguruan tinggi, tidak perlu membayar uang praktikum, transportasi, dan lain-lain, tetapi hanya dengan membayar uang semester dengan jumlah yang telah ditentukan kategorinya. Jika kita cermati, kebijakan yang dibuat oleh Dirjen Dikti untuk menerapkan kebijakan UKT adalah untuk meningkatkan tanggungjawab negara dalam pembayaran yang dibebankan kepada mahasiswa setiap tahunnya. Namun demikian, tentu saja kita tidak dapat taken for granted atas kebijakan tersebut.

  Menurut surat Dirjen Dikti Nomor: 272/E1.1/KU/2013 menetapkan bahwa dalam penyusunan UKT dibagi atas 5 kelompok/level yaitu terendah (level 1) dan tertinggi (level 5). Pertanyaannya, Adakah pihak yang bisa menjamin tidak adanya suatu modus manipulasi pekerjaan orang tua didalamnya? Wallahua’alam.. di Unand besaran Biaya tertinggi itu terdapat di Fakultas Kedokteran yaitu 11 juta, Fakultas Farmasi 5,5 juta, Fakultas Pertanian 4 juta, Fakultas Teknologi Informasi 5 juta. Fakultas Hukum dan Ekonomi 2,7 juta dan yang terendah 500 ribu berdasarkan penghasilan/jabatan orang tua. Disini kita dapat menganalogikan bahwa pembayaran UKT bagi mahasiswa baru bagaikan anak tangga, berjenjang-jenjang dan bersifat mengkotak-kotakan pendidikan, dan perlu kita ketahui Pendidikan tidak boleh lagi memilah dan memilih apa yang akan ia garap, Tidak boleh lagi mengkotak-kotakan rakyat dalam urusan pendidikan baik itu dari segi pekerjaan, jabatan, maupun finansial sekalipun. Dan ini akan menjadi animo bagi sebagian orangtua yang kurang mampu, dimana biaya pendidikan sekarang indak tajangkau lai , sedangkan pendapatannya Dapek Pagi Habihnyo Patang.