FABRIKASI DAN KARAKTERISASI KERAMIK KALSIUM ALUMINAT MENGGUNAKAN BAHAN DASAR KALSIUM KARBONAT DARI CANGKANG TELUR DAN ALUMINA KOMERSIAL DENGAN METODE REAKSI PADATAN

ABSTRAK

FABRIKASI DAN KARAKTERISASI KERAMIK KALSIUM ALUMINAT
MENGGUNAKAN BAHAN DASAR KALSIUM KARBONAT DARI
CANGKANG TELUR DAN ALUMINA KOMERSIAL DENGAN
METODE REAKSI PADATAN

Oleh
ADE FATHUROHMAN

Telah dilakukan fabrikasi dan karakterisasi keramik kalsium aluminat
menggunakan bahan dasar kalsium karbonat dari cangkang telur dan alumina
komersial dengan metode reaksi padatan. Hasil karakterisasi XRD menunjukkan
fasa yang terbentuk adalah corundum, grossite dan calcium aluminum oxide.
Hasil karakterisasi SEM menunjukkan mikrostruktur butiran partikel yang
terbentuk sudah terlihat jelas, pori-pori semakin berkurang dan lebih homogen.
Hasil karakterisasi FTIR menunjukkan ikatan yang terbentuk adalah Ca-O, Al-O
dan OH. Hasil karakterisasi sifat fisis menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu
sintering maka nilai densitas, penyusutan dan resistivitas sampel kalsium aluminat
akan semakin meningkat. Namun nilai porositas sampel kalsium aluminat
menurun, hal ini dikarenakan semakin tinggi suhu sintering maka kerapatan

butiran-butiran semakin meningkat.
Kata kunci: kalsium aluminat, reaksi padatan, XRD, SEM, FTIR, sifat fisis.

iii

ABSTRACT

FABRICATION AND CHARACTERIZATION OF CALCIUM
ALUMINATE CERAMICS USING RAW MATERIAL OF EGG SHELL
AND ALUMINA COMMERCIAL WITH SOLID STATE REACTION
TECHNIQUE

By
ADE FATHUROHMAN

In this research fabrication and characterization of calcium aluminate ceramics by
using raw material of egg shell and alumina commercial with a solid state reaction
technique was done. XRD characterization result showed that the formation of
calcium aluminate phase is formed corundum, grossite and calcium aluminum
oxide. SEM characterization result showed that grain boundaries disappeared,

pores that became small and homogeneous. FTIR characterization result showed
that the functional group is formed Ca-O, Al-O and OH. Then evaluation of
physical properties showed that if heating temperature that was applied in the
sample was higher, it causes density, shrinkage and resistivity will be more
increases where as the porosity of the sample decrease.
Key words: calcium aluminate, solid state reaction, FTIR, SEM, XRD, physical
properties.

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Pada mulanya material keramik hanya dikenal sebatas untuk barang seni, peralatan
rumah tangga dan bahan bangunan, yang selanjutnya keramik tersebut dikenal
sebagai keramik tradisional. Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka tuntunan
pemakaian keramik semakin meningkat, misalnya dipergunakan sebagai komponen
elektronik, pianti optik dan magnetik, biomaterial serta kmponen struktural/mekanik.
Material keramik untuk pemakaian bidang tersebut dinamakan sebagai keramik
maju/teknik.

Keramik merupakan material anorganik yang terdiri dari elemen logam dan nonlogam yang terikat bersama-sama secara ionik atau kovalen melalui proses
pembakaran (Smith, 1996). Komposisi kimia material keramik bervariasi yaitu mulai
dari senyawa yang sederhana sampai dengan campuran multi-fasa komplek yang
terikat bersama-sama. Keramik mempunyai sifat-sifat yang bervariasi disebabkan
oleh adanya perbedaan ikatan yang dimilikinya. Secara umum, keramik mempunyai
sifat yang keras, rapuh (brittle) dengan ketangguhan (toughness) dan sifat mudah
ditempa (ductility) yang rendah. Keramik biasanya mempunyai sifat isolator listrik
dan termal yang baik, hal ini disebabkan oleh keberadaan konduksi elektronnya.
Keramik juga memiliki suhu leleh dan stabilitas kimia yang tinggi dalam lingkungan
yang berlawanan karena ikatan kuat yang dimilikinya.

2

Secara umum, keramik yang digunakan dalam aplikasi rekayasa dapat dibedakan
menjadi dua yaitu keramik tradisional dan keramik maju. Keramik tradisional
biasanya terbuat dari tiga komponen dasar yaitu lempung (clay), silika, dan feldspar.
Contoh keramik tradisional misalnya batu bata dan keramik lantai yang digunakan
dalam industri konstruksi dan keramik porselin yang digunakan dalam industri
listrik. Sebaliknya, keramikm maju biasanya terdiri dari senyawa-senyawa murni
atau hampir murni seperti alumina (Al2O3), silikon karbida (SiC), dan silikon nitrida

(Si3N4). Salah satu contoh penggunaan keramik maju dalam teknologi tinggi adalah
sebagai komponen elektronik, piranti optik dan lain-lain.
Material keramik yang banyak digunakan saat ini terutama untuk aplikasi keramik
maju yang tak kalah pentingnya adalah keramik kalsium aluminat (CaAl2O4 atau
CA), yang dapat digunakan sebagai bahan refraktori suhu tinggi (Guigne et al,
2002). Pada saat ini kalsium aluminat menjadi perhatian banyak peneliti karena
keunikan sifat yang dimilikinya yaitu sifat kecocokannya secara termodinamik
dengan bahan keramik alumina (An et al, 1996). Disamping itu, kalsium aluminat
merupakan salah satu senyawa anfasa dalam sistem CaO-Al2O3 (Halstedt, 1998).
Karakter lain yang tak kalah pentingnya adalah morfologi butiran yang dihasilkannya
yaitu berbentuk equiaxed jika bahan baku yang digunakan adalah bubuk kalsium
aluminat yang telah dibuat sebelumnya baru dipress dan disinter dan berbentuk
elongated jika kalsium aluminat diperoleh dengan reaksi sintering (Criado et al,
1991).

3

Berdasarkan latar belakang diatas, akan dilakukan penelitian fabrikasi dan
karakterisasi keramik kalsium aluminat menggunakan bahan dasar kalsium karbonat
dari cangkang telur dan alumina komersial dengan metode reaksi padatan. Dengan

melakukan analisis karakterisasi keramik kalsium aluminat menggunakan X-Ray
Difraction (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Fourier Transform
Infra-Red (FTIR) dan uji sifat fisis keramik kalsium aluminat (densitas, porositas,
penyusutan dan resistivitas).

1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh suhu sintering terhadap gugus fungsional bahan keramik
kalsium aluminat menggunakan bahan dasar kalsium karbonat dari cangkang telur
dan alumina komersial dengan teknik FTIR.
2. Bagaimana pengaruh suhu sintering terhadap mikrostruktur bahan keramik
kalsium aluminat menggunakan bahan dasar kalsium karbonat dari cangkang telur
dan alumina komersial dengan teknik SEM.
3. Bagaimana pengaruh suhu sintering terhadap struktur kristal bahan keramik
kalsium aluminat menggunakan bahan dasar kalsium karbonat dari cangkang telur
dan alumina komersial dengan teknik XRD.
4. Bagaimana pengaruh suhu sintering terhadap uji fisis (densitas, porositas,
penyusutan, dan resistivitas) bahan keramik kalsium aluminat menggunakan
bahan dasar kalsium karbonat dari cangkang telur dan alumina komersial.


4

1.3 Batasan Masalah
Pada penelitian ini dilakukan pengujian dan pengamatan dengan batasan masalah
sebagai berikut: bahan keramik kalsium aluminat difabrikasi menggunakan bahan
dasar kalsium karbonat dari cangkang telur dan alumina komersial dengan
menggunakan metode reaksi padatan, bahan kalsium aluminat disintering pada suhu
1100oC, 1200oC, 1300oC dan 1400oC. Karakterisasi bahan keramik kalsium
aluminat menggunakan XRD, SEM, dan FTIR serta uji fisis meliputi densitas,
porositas, penyusutan, dan resistivitas.

1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui pengaruh suhu sintering terhadap gugus fungsional bahan keramik
kalsium aluminat menggunakan bahan dasar kalsium karbonat dari cangkang
telur dan alumina komersial dengan teknik FTIR.
2. Mengetahui pengaruh suhu sintering terhadap mikrostruktur bahan keramik
kalsium aluminat menggunakan bahan dasar kalsium karbonat dari cangkang
telur dan alumina komersial dengan teknik SEM.
3. Mengetahui pengaruh suhu sintering terhadap struktur kristal bahan keramik

kalsium aluminat menggunakan bahan dasar kalsium karbonat dari cangkang
telur dan alumina komersial dengan teknik XRD.
4. Mengetahui pengaruh suhu sintering terhadap sifat uji fisis (densitas, porositas,
penyusutan, dan resistivitas) bahan keramik kalsium aluminat menggunakan
berbahan dasar kalsium karbonat dari cangkang telur dan alumina komersial.

5

1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Dapat mengetahui gugus fungsi, mikrostruktur, struktur kristal dan mengevaluasi
sifat fisis bahan keramik kalsium aluminat menggunakan bahan dasar kalsium
karbonat dari cangkang telur dan alumina komersial.
2. Dapat dijadikan sumber referensi ilmiah bidang keramik khususnya dalam
pengembangan material keramik berbasis kalsium aluminat.
3. Dapat menambah pustaka dibidang fisika khususnya kelompok bidang keahlian
material mengenai keramik kalsium aluminat.

1.6 Sistematika Penulisan
Aspek-aspek yang dipaparkan dalam penelitian ini dicantumkan dengan sistematika

sebagai berikut:
BAB I

Pendahuluan menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah,
batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penelitian.

BAB II

Tinjauan Pustaka memaparkan informasi ilmiah tentang keramik,
alumina, kalsium karbonat cangkang telur, reaksi padatan, kalsium
aluminat, sintering, XRD, SEM, dan FTIR, serta uji sifat fisis (densitas,
porositas, penyusutan, dan resistivitas).

BAB III

Metode Penelitian berisi paparan tentang waktu dan tempat penelitian,
alat dan bahan, preparasi sampel, karakterisasi, dan diagram alir
penelitian.


6

BAB IV

Hasil dan Pembahasan memaparkan hasil penelitian yang diperoleh
berupa hasil fabrikasi keramik kalsium aluminat, hasil karakterisasi
menggunakan XRD, SEM, dan FTIR, serta hasil uji sifat fisis (densitas,
porositas, penyusutan, dan resistivitas).

BAB V

Kesimpulan dari hasil penelitian dan saran untuk perbaikan penelitian
selanjutnya.

7

II. TINJAUAN PUSTAKA

Bab II menjelaskan tentang beberapa konsep dasar teori yang mendukung topik
penelitian. Pembahasan dimulai dengan penjelasan mengenai keramik, alumina,

kalsium karbonat, cangkang telur, reaksi padatan, kalsium aluminat, sintering,
XRD, SEM, dan FTIR, serta uji fisis (densitas, porositas, penyusutan, dan
resistivitas).

2.1 Keramik
Secara umum, kata keramik berasal dari bahasa Yunani yaitu keramos yang
berarti tembikar (pottery) atau peralatan yang terbuat dari tanah liat melalui
proses pembakaran (Anonim A, 2011). Berdasarkan aplikasinya keramik dibagi
menjadi 2 yaitu keramik tradisional dan keramik maju (teknik). Keramik
tradisional yaitu keramik yang terbuat dari bahan alam antara lain kuarsa, tanah
liat, dan kaolin seperti barang pecah belah (dinnerware), keperluan rumah
tangga (ubin, batu bata), dan industri (gerabah, genteng, marmer, granit, dan
porselin). Sedangkan keramik maju adalah keramik yang dibuat dengan
menggunakan oksida-oksida logam, seperti alumina (Al2O3), silikon karbida
(SiC), silikon nitrida (Si3N4) dan magnesium oksida (MgO) (Smith, 1996) salah
satu contoh penggunaan keramik maju dalam teknologi tinggi adalah sebagai
komponen elektronik, piranti optik dan lain-lain.

8


2.2 Alumina (Al2O3)
Alumina adalah sebuah senyawa kimia yang terdiri dari aluminium dan oksigen,
dengan rumus kimia Al2O3. Nama mineralnya adalah alumina, dan dalam bidang
pertambangan, keramik dan teknik material senyawa ini lebih banyak disebut
dengan nama alumina (Anonim B, 2011).

Senyawa alumina (Al2O3) bersifat

polimorf, dengan tiga struktur yang berbeda dan dikenal sebagai alpha (α) Al2O3, gamma (γ) - Al2O3 dan beta (β)- Al2O3. Alumina dengan struktur alpha
(α) - Al2O3 sering disebut fasa korondum dan merupakan bentuk struktur yang
paling stabil pada suhu tinggi. Struktur dasar kristal korondum adalah tumpukan
padat heksagonal ( hexagonal closed packed-HCP) (Worral, 1986 and Walter,
1970).
Kation (Al-3) menepati 2/3 bagian dari sisipan oktahedral, sedangkan anionnya
(O2-) menempati posisi HCP. Bilangan koordinasi dari struktur korondum adalah
6, maka tiap ion Al+3 dikelilingi 6 ion O2-, dan tiap ion O2- dikelilingi oleh 4 ion
Al+3 untuk mencapai muatan yang netral (Worrall, 1986).

Bentuk struktur

kristal korundum ditunjukkan pada Gambar 1 dengan menggunakan program
PCW version 2.3 ( Kraus and Nozle, 1999).

9

Al
Al

Al

Al

O
O
Al
Al Al
O
O
O
O
Al Al
Al
O
O
O
Al
Al
O
Al O
O

Al

c
a

b

O

Al Al
O
O
O
Al Al
O

Al
O

O
Al
O
Al

O
Al
O
Al

Al

Gambar 1. Struktur kristal korundum alpha (α)- Al2O3), jari-jari
ionik 0,55 Å untuk Al3+ dan 1,35 Å untuk O2-, dengan
parameter kisi a=b=4,759 Å c=12,993 Å. Gambar
dibuat menggunakan program PCW, version 2.3
(Kraus dan Nolze, 1999).
Struktur γ- Al2O3 mempunyai struktur dasar spinel yaitu A3B6O12 atau AB2O4.
dengan A dan B masing – masing adalah kation valensi dua dan tiga. Struktur γAl2O3

jika dinyatakan dalam bentuk formula spinel adalah Al8O12 dan bila

dibandingkan dengan spinel A3B6O12, maka γ-Al2O3 hanya memiliki 8 kation
sedangkan pada spinel total kationnya harus 9. Jadi pada struktur kristal γAl2O3 kekurangan 1 kation dan hal ini merupakan bentuk cacat struktur (vacancy
defect) pada kristal tersebut (Walter, 1970).

Alumina (Al2O3) merupakan

senyawa yang stabil, kuat, keras dan memiliki titik lebur yang tinggi. Umumnya
memiliki sifat tahan kimia dan korosi pada suhu tinggi, keramik korundum murni
dibuat melalui suhu tinggi (1800-1900oC) dan mempunyai sifat mekanik yang
kuat sekali serta bersifat isolator listrik (Walter,1970).

Aplikasi banyak

digunakan sebagai bio-inert material. Sedangkan γ-Al2O3 yang sifatnya reaktif

10

dan stabil dan dibawah suhu 1000oC, aplikasinya banyak digunakan sebagai
reagen kimia dan bahan katalis. Sifat fisis dari keramik α- Al2O3 dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Sifat-sifat dan karakteristik α- Al2O3.
Densitas

3,96 g/cm3

Koefisien Thermal Ekspansi

8-9 × 10-6/oC

Kekuatan Patah

350 Mpa

Kekerasan (Vickers)

1500-1800 kgf/mm2

Titik Lebur

2050oC

Sumber: Walter (1970).

2.3 Kalsium Karbonat (CaCO3)
Kalsium karbonat adalah sebuah senyawa kimia dengan rumus kimia (CaCO3).
Material ini biasa digunakan dalam bidang kedokteran sebagai tambahan kalsium
atau sebagai antasid.

Kalsium karbonat merupakan unsur aktif dalam kapur

pertanian dan merupakan suatu zat yang biasa ditemukan sebagai batuan diseluruh
penjuru dunia, serta merupakan komponen utama dari kerang laut dan kulit keong
atau siput. Secara alamiah biasanya kalsium karbonat ditemukan dalam mineral
atau batuan aragonit, kalsit, chalk, batu kapur, maupun marble. Bentuk struktur
kristal kalsium karbonat (CaCO3) ditunjukkan pada Gambar 2 dengan
menggunakan program PCW, version 2.3 (Kraus and Nolze, 1999).

11

Ca
Ca

Ca

Ca

O CO O
Ca
C

CO
OC O
Ca

O

OC

O CO O
Ca
Ca
O CO O

Ca

Ca
O C O
CO
Ca

C O

c
a

b

Ca

OC O
O
Ca
Ca

Ca

OC

Ca

Gambar 2. Struktur kristal kalsium karbonat (CaCO3) dengan
parameter kisi a = 4,9623 Å, b = 7,6981 Å, c = 5,7429
Å Gambar dibuat menggunakan program PCW, version
2.3 (Kraus and Nolze, 1999).
Mayoritas yang sangat luas kalsium karbonat yang digunakan dalam industri
diperoleh dengan cara penggalian. Sedangkan kalsium karbonat murni misalnya
untuk makanan atau farmasi, dapat diproduksi dari sumber galian murni
biasanya marble atau marmer yang dibuat dengan melewatkan karbon dioksida
ke dalam suatu larutan kalsium hidroksida sehingga endapan kalsium karbonat
keluar dan proses pembuatan ini disebut sebagai proses lapisan endapan
(precipitate) dan disingkat sebagai PCC, reaksinya adalah sebagai berikut
(Anonim C, 2011).

Ca(OH)2 + CO2

CaCO3 + H2

(2.1)

12

Kalsium karbonat memiliki sifat kimia yang sama dengan karbonat-karbonat
yang lain, yaitu jika kalsium karbonat bereaksi dengan asam kuat, maka akan
melepaskan karbon dioksida, seperti persamaan berikut:
CaCO3 + HCL

CaCl2 + CO2 + H2O

(2.2)

Kalsium karbonat juga akan melepaskan karbon dioksida pada pemanasan diatas
825oC untuk membentuk kalsium oksida.
CaCO3

CaO + CO2

(2.3)

Jika kalsium karbonat bereaksi dengan air yang saturasinya dengan karbon
dioksida maka akan terbentuk larutan kalsium bikarbonat.
CaCO3 + CO2 + H2O

Ca(HCO3)

(2.4)

Penggunaan utama dari kalsium karbonat dalam industri konstruksi yaitu sebagai
material bangunan seperti marmer, agregat batu kapur untuk bangunan jalan,
sebagai bahan baku atau sebagai bahan dasar dalam pembuatan kalsit dengan
membakarnya dalam tungku pemanas. Kalsium karbonat secara luas digunakan
sebagai pengembang dalam pengecetan khususnya dalam bahan emulsi cat
dimana biasanya 30% berat cat adalah kapur atau marble.

2.4 Cangkang Telur
Cangkang telur merupakan sumber terkaya yang mengandung kalsium dan
merupakan 11% dari total berat telur dan mengandung 94% kalsium karbonat, 1%

13

kalsium fosfat, 4% bahan organik, dan 1% magnesium karbonat (Dasgupta et al,
2004).
Cangkang telur mengandung 1,6% air dan 98,4 bagian padat. Bagian padat ini
terdiri 3.3% protein, 0,03% lemak, dan 95,1% mineral. Jumlah mineral didalam
cangkang telur beratnya 2,25 gram yang terdiri dari 2,21 gram kalsium, 0,02 gram
magnesium, 0,02 gram phospor serta sedikit besi dan sulfur (Romanoff and
Romanoff, 1963).
Cangkang telur memiliki banyak manfaat, salah satunya yaitu peneliti dari
University of Calcutta, India menunjukkan bahwa membran yang melapisi
cangkang telur dapat menyerap gas rumah kaca karbon dioksida dari atmosfer,
bahkan hampir tujuh kali lipat dari berat telur itu sendiri (Rohmat, 2009).

2.5 Metode Reaksi Padatan
Metode reaksi padatan adalah cara yang dilakukan dengan mereaksikan padatan
dengan padatan tertentu pada suhu tinggi. Metode ini merupakan metode yang
paling banyak digunakan untuk sintesis bahan anorganik dengan tahapan yang
umumnya melibatkan pemanasan berbagai komponen pada temperatur tinggi
selama periode yang relatif lama. Reaksi ini melibatkan pemanasan campuran dua
atau lebih padatan untuk membentuk produk yang juga berupa padatan. Tidak
seperti pada fasa cairan atau gas, faktor pembatas dalam reaksi kimia padat
biasanya adalah difusi (Ismunandar, 2006).

14

Langkah-langkah dalam metode reaksi padatan sebagai berikut:
1. Memilih pereaksi yang tepat dengan cirri-ciri:
a. Serbuk yang berbutir kecil untuk memaksimalkan luas permukaan.
b. Reaktif untuk mempercepat reaksi.
c. Komposisinya terdefinisi baik.
2. Menimbang pereaksi dengan neraca analitik.
3. Mencampurkan berbagai pereaksi dengan menggunakan mortar dan pastel.
4. Mengubah campuran reaksi menjadi pellet dengan maksud:
a. Meningkatkan kontak antarpartikel.
b. Meminimalkan kontak dengan krusibelnya.
5. Memilih wadar reaksi, dalam memilih wadah reaksi, perlu dipertimbangkan
faktor kereaktifan, kekuatan, harga dan kerapuhan, misalnya Al2O3 dengan
temperatur maksimal 1950oC.
6. Memanaskan campuran yang telah terbentuk, untuk mencegah terjadinya
penguapan dan kemungkinan penghamburan pereaksi dari wadah reaksi,
dapat dilakukan dengan memanaskan campuran pada temperature yang lebih
rendah pada saat reaksi dimulai.
7. Menggerus dan menganalisis dengan difraksi sinar-X serbuk. Tahap ini
merupakan tahap untuk mengecek apakah produk telah terbentuk dan reaksi
telah selesai atau belum (Ismunandar, 2006).

15

2.6 Kalsium aluminat
Kalsium aluminat adalah sebuah senyawa kimia dengan rumus kimia CaOAl2O3. Material ini biasa digunakan dalam bidang material keramik sebagai
aplikasi refraktori suhu tinggi (Guigne et al, 2002). Kalsium aluminat telah
banyak digunakan dalam aplikasi semen dan industri beton, serta dalam
refraktori dan bahan keramik. Kalsium aluminat baru-baru ini telah banyak
digunakan di keramik optik dan struktural (Gaki et al, 2006). Dalam beberapa
tahun terakhir, kalsium aluminat berbasis bahan telah ditemukan dalam aplikasi
baru dibidang keramik maju sebagai keramik optik, katalis dukungan, detektor
api semen, gigi dan keramik struktural (Rivas Mercury et al, 2005). Kalsium
aluminat terdiri dari beberapa senyawa dalam sebuah sistem yaitu: kalsium
monoaluminat, kalsium dialuminat dan kalsium heksaluminat.

2.6.1 Kalsium monoaluminat (CaAl2O4)
Kalsium monoaluminat adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CaAl 2O4,
atau di singkat CA dengan C = CaO dan A = Al2O3. Kalsium monoaluminat
(CaAl2O4) merupakan senyawa suhu tinggi yang terletak pada sistem CaOAl2O3 yang meleleh pada suhu 1600oC. Kalsium monoaluminat (CaAl2O4)
adalah komponen mayoritas untuk pengerasan hidrolik dari semen alumina
tinggi (Rivas Mercury et al, 2005). Kalsium monoaluminat (CaAl2O4) banyak
digunakan dalam industri baja sebagai terak metalurgi, material keramik dan
teknologi semen (Guigne et al, 2002). Struktur Kristal CA atau kalsium
monoaluminat

(CaAl2O4)

telah

ditemukan

oleh

Doughil

(1957)

dan

16

mengkonfirmasikan bahwa struktur kristalnya serupa dengan β- tridinamit yaitu
susunan tiga dimensi AlO4 tetrahedral dengan Ca yang terletak dalam ruang dan
memiliki grup P21/n. Kemudian pada tahun 1976 Hokner dan Muller-Buscbaum
meneliti kembali struktur kristal ini dengan menggunakan data kristal tunggal
difraksi sinar-X. Hasil yang didapatkan adalah strukturnya mempunyai struktur
kristal monoklinik dengan grup ruang P21/n1, sel parameternya kisinya adalah a
= 8,700 Å, b = 8,0920 Å, c = 15,1910 Å dan α = γ = 90o, β= 90,2o seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3 dengan menggunakan program PCW version 2.3
(Kraus and Nozle, 1999).

Al
Al
0 O

O

0

Al
0
Al

O

c
a

b

0

0
Ca
Al

Al O
Ca
0
O

O0
Al
Al
Ca

O
Ca

0
Ca0
Al
Al
O
Al
0
O

0

0 0
AlCa
O 0

O

O
0
AlAl O 0 Al
Al
Al0Ca
Ca
0
0
0 O
0
Ca
Al
O
O
Al
Ca
0
0
0
O 0 O
Ca
0 Al
Ca
Al
O
0 Al
Al
0 O Al

Gambar 3. Struktur kristal kalsium monoaluminat (CaAl2O4) dengan
parameter kisi a= 8,700 Å, b= 8,0920 Å, c = 15,1910 Å.
Gambar dibuat menggunakan program PCW, version 2.3
(Kraus and Nolze, 1999).

2.6.2 Kalsium dialuminat (CaAl4O7)
Kalsium dialuminat adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CaAl4O7, atau
disingkat dengan CA2. Criado dan De Aza (1991) telah melaporkan bahwa

17

kalsium dialuminat menunjukkan ekspansi termal yang sangat rendah dan dapat
digunakan untuk tujuan refraktori. Jonas et al ,(1999) mempersiapkan CaAl4O7
dari bahan CaCO3 dan Al2O3, kemudian campuran oksida disintering pada suhu
1200oC,1300oC dan 1450oC. Struktur kristal CA2 atau kalsium dialuminat
(CaAl4O7) menurut Ponomarev yaitu mempunyai struktur kristal monoklinik
dengan grup ruang C12/c1 dan sel parameter kisinya adalah a = 12,866 Å, b =
8,8790 Å, c = 5,5440 Å dan α = γ= 90o, β = 106,8o. Gambar 4 menunjukkan
struktur kristal kalsium dialuminat (CaAl4O7) dengan menggunakan program
PCW version 2.3 ( Kraus and Nozle, 1999).

Ca
O
O
Al O
Al
O
O Al O
O
O
Al
O
O
Al
OAl
Ca
O
O
O
Ca
O O
Al
O
O
Al
OAl O Al CaO
O
Al
O
O
Al
O Al
O
O
O Al
OCaAl

Al
O
Ca
c
a

b

Gambar 4. Struktur kristal kalsium dialuminat (CaAl4O7) dengan
parameter kisi a= 12,866 Å, b= 8,8790 Å, c = 5,5440 Å.
Gambar dibuat menggunakan program PCW, version 2.3
(Kraus and Nolze, 1999).

2.6.3 Kalsium heksaluminat (CaAl12O19)
Kalsium heksaluminat adalah senyawa kimia dengan rumus kimia CaAl12O19,
atau dapat disingkat CA6 dengan C = CaO dan A = Al2O3 atau CaO.6Al2O3 yang
muncul di alam sebagai mineral hibonit (Utsunomiya et al 1988). Fasa ini dalam

18

sistem CaO-Al2O3 merupakan senyawa tingkat menengah yang terbanyak
mengandung alumina dan merupakan satu-satunya senyawa yang mempunyai
sifat termal yang terbaik.
Kalsium aluminat telah sukses dibuat dengan baik dengan teknik solid-state
maupun teknik sol-gel. Mendoza et al (1988) menemukan bahwa kalsinasi
optimum kalsium heksaluminat yang dibuat dari bahan bubuk alumina dan
kalsium hidroksida adalah pada suhu 1400oC. Cinibulk and Hay (1996)
mempelajari evolusi fasa kalsium heksaluminat yang dibuat dari bahan alumina
sol yang mengandung kalsium asetat. Hasil yang dilaporkan yaitu sesudah
pembakaran pada suhu 1200oC, fasa mayor yang teramati adalah CaAl12O19
dengan tambahan fasa minor α-Al2O3 dan CaAl4O7. Kemudian setelah
pembakaran pada suhu 1400oC, fasa yang didapat hampir fasa tunggal
CaAl12O19, dengan sedikit fasa α-Al2O3 dan CaAl4O7. Bentuk struktur kristal
kalsium heksaluminat ditunjukkan pada Gambar 5 dengan menggunakan
program PCW version 2.3 ( Kraus and Nozle, 1999).

19

Al O
O Al O
OAl OAl
O
O
O
O
O
Al Al
O
Ca
Al
Al O
O
Al Al
O
O
OAl O
O
O
OAl Al
O
O
O Al O
O

c
a

Gambar 5.

b

OAl O
O
Al O
Al O Al O
O
O
O
O
AlO Al
O
Ca
O Al
Al
O
Al
O Al
O
O
O
Al O
Al O
Al OO
O
O
OAl

Struktur kristal kalsium heksaluminat (CaAl12O19)
dengan parameter kisi a=b= 5,5640 Å, c = 21,8920
Å. Gambar dibuat menggunakan program PCW,
version 2.3 (Kraus and Nolze, 1999).

Kalsium heksaluminat digunakan dalam aplikasi material refraktori dan karena
morfologi mikrostruktur yang berbentuk elongated, maka kalsium aluminat juga
dipergunakan sebagai material penguat dalam material komposit berbasis
alumina (An et al, 1996).

2.7 Proses Fabrikasi Material Keramik
Kebanyakan keramik tradisional dan keramik maju diproduksi dengan cara
pemadatan bubuk atau partikel menjadi bentuk tertentu kemudian dilanjutkan
dengan pemanasan pada temperatur yang cukup tinggi untuk mengikat partikelpartikel tersebut. Tahapan dasar dalam proses pembuatan keramik dengan cara
aglomerasi atau pengelompokan partikel dapat dikelompokkan menjadi tiga
tahapan yaitu: preparasi serbuk, pembentukan dan pembakaran (Smith, 1996).

20

2.7.1 Preparasi Serbuk Keramik
Produk keramik pada umumnya dibuat dengan cara aglomerasi partikel, bahan
dasar dari produk-produk ini bervariasi, tergantung pada sifat-sifat dari produk
akhir yang diinginkan. Partikel dan bahan-bahan yang lain seperti pengikat
(binder) dan lubrikan dicampur dalam keadaan kering atau basah. Untuk produk
keramik yang tidak mempunyai sifat-sifat yang sangat kritis seperti batu bata,
pipa mandi dan produk berbasis clay yang lain, pencampuran dengan
menggunakan air merupakan cara biasa yang dilakukan.

Sedangkan untuk

beberapa produk keramik yang lainnya, bahan dasar digerus kering dengan
pengikat dan bahan aditif. Ada juga pemrosesan bahan dasar secara kombinasi
yaitu menggunakan bahan kering dan basah. Sebagai contoh, untuk
menghasilkan jenis alumina (Al2O3) tinggi untuk aplikasi isolator, bahan bubuk
dasar dicampur dengan air dengan pengikat sejenis lilin (wax) untuk membentuk
bubur yang selanjutnya diproses dengan teknik spray-dried untuk membentuk
pelet sferis kecil.

2.7.2 Proses Pembentukan Keramik
Produk keramik yang dibuat dengan cara aglomerasi partikel dapat dibentuk
dengan berbagai metode baik dalam keadaan kering, plastis atau cair.
Pemrosesan secara cold-forming merupakan proses yang utama dalam industri
keramik, tetapi pemrosesan secara hot-forming juga dilakukan secara luas.
Metode pembentukan produk keramik yang biasa digunakan adalah teknik
pengepresan, penuangan (slip casting) dan ektrusi.

21

Metode pembentukan yang akan digunakan dalam penelitian adalah metode
pengepresan kering (dry pressing). Pengepresan kering dapat didefinisikan
sebagai pengepakan uniaksial secara simultan dan pembentukan butiran bubuk
dengan bahan pengikat organik dalam sebuah cetakan (die). Gambar 6
menunjukkan proses pengepresan kering bubuk keramik menjadi sebuah bentuk
yang sederhana. Sesudah dicetak kemudian keramik dibakar atau disintering
untuk memperoleh kekerasan atau kekuatan yang diperlukan dan karakteristik
mikrostruktur.

Gambar 6 menunjukkan teknik pengepresan kering partikel

keramik.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 6. Teknik pengepresan kering partikel keramik, (a) dan (b) pengisian,
(c) pengepresan, dan (d) pelepasan (Smith, 1996).

2.7.3 Proses Pembakaran Keramik
Perlakuan pemanasan merupakan tahapan yang penting dalam pemrosesan produk
keramik. Terdapat tiga tahapan dalam perlakukan pemanasan yaitu pengeringan,
penghilangan pengikat dan sintering. Tujuan dari pengeringan keramik adalah
untuk menghilangkan air dari bodi plastik keramik sebelum dibakar pada suhu
tinggi. Pada umumnya, pengeringan untuk menghilangkan air dilakukan dibawah

22

suhu 100oC selama 24 jam. Bahan pengikat organik dalam bodi keramik dapat
dihilangkan dengan cara dipanaskan pada suhu 200-300oC, meskipun residu
hidrokarbon memerlukan suhu yang lebih tinggi. Tahapan selanjutnya adalah
sintering yaitu proses dimana partikel kecil dari material terikat bersama-sama
secara difusi solid-state. Dalam pembuatan keramik perlakuan pemanasan ini
menghasilkan sebuah transformasi padatan berpori menjadi padat.

2.8

Sintering

Sintering

adalah

suatu proses pemadatan atau konsolidasi dari sekumpulan

serbuk pada suhu tinggi hingga melebihi titik leburnya. Melalui proses ini terjadi
proses perubahan stuktur mikro seperti perubahan ukuran pori, pertumbuhan
butir (grain growth), peningkatan densitas, dan penyusutan massa. Sintering
umumnya dilakukan pada temperatur

konstan dengan waktu yang bervariasi

untuk mendapatkan hasil tertentu, sehingga tahapan sintering dikaitkan dengan
waktunya. Proses sintering dimulai dengan partikel halus yang kemudian
beraglomerasi menjadi bubuk yang dikehendaki, dilanjutkan dengan pembakaran
yang dapat mengikat partikel. Sintering memerlukan suhu tinggi agar partikel
halus dapat beraglomerasi menjadi bahan padat. Sintering menyebabkan butiranbutiran partikel saling mendekat sehingga menyebabkan pengurangan volume.
Perlakuan pemanasan ini menghasilkan sebuah transformasi padatan berpori
menjadi padat (Rahman, 1995). Sintering merupakan tahapan pembentukan
keramik yang sangat penting dan sangat menentukkan sifat-sifat keramik
yang dihasilkan. Adapun faktor-faktor yang menentukkan proses dan mekanisme

23

sintering antara lain adalah jenis bahan, komposisi, bahan pengotornya, dan
ukuran partikel. Proses sintering dapat berlangsung apabila terjadi transfer materi
diantara butiran yang disebut proses difusi dan terdapat sumber energi yang dapat
mengaktifkan transfer materi. Energi tersebut yang digunakan untuk menggerakan
butiran sehingga terjadi kontak dan ikatan yang sempurna (Ristic, 1989).
Gambar 7 menunjukkan proses sintering dalam suatu sampel. Proses
sintering dibagi menjadi tiga tahapan yaitu: tahapan awal, tahapan medium
(pertengahan), dan

tahapan akhir.

Selama tahap awal,

kontak titik

antar

partikel terus meningkat hingga membentuk pertumbuhan leher (neck growth).
Pada tahap pertengahan, penggabungan antar butir terus terjadi sehingga
membentuk saluran pori yang kontinu, rongga mulai hilang dari saluran silinder.
Pada tahap akhir, saluran pori yang kontinyu menghilang dan berubah bentuk
menjadi pori-pori individu (Barsoum, 1997).

Gambar 7. Tahapan terbentuknya pertumbuhan leher (neck growth)
dalam proses sintering.

24

2.9 Karakterisasi Material Keramik

2.9.1 X-Ray Diffraction (XRD)
Prinsip terjadinya difraksi sinar-X sangat berbeda dengan difraksi yang dikenal
pada umumnya (difraksi cahaya). Perbedaan tersebut dapat dilihat pada teori dan
kegunaannya. Pada teorinya dan kegunaanya, difraksi sinar-X menggunakan foton
dengan rentang panjang gelombang (λ) kurang dari 0,5-2,5 Å dan digunakan untuk
mengkarakterisasi struktur kristal logam, keramik, polimer dan komposit.
Sedangkan difraksi cahaya menggunakan cahaya tampak (monokromatik dan
polikromatik) dengan kegunaannya sebagai bidang

keoptikan.

Sebelumnya,

difraksi sinar-X telah dihipotesiskan oleh Von Loe yang mengatakan bahwa,
“kristal tersusun atas atom-atom dalam ruang teratur sehingga kristal dapat
berperan sebagai pusat-pusat penghamburan sinar-X. Kristal-kristal yang tersusun
tersebut diketahui memiliki celah yang sebanding dengan panjang gelombang sinarX sehingga dapat menimbulkan difraksi. Inilah yang disebut dengan syarat difraksi.
Hamburan sinar-X itulah yang akan ditangkap oleh detektor dalam bentuk
intensitas dengan arah difraksinya.
Pada umumnya, sampel berupa bubuk ditembakan dengan sinar-X dengan sudut
tertentu dan sinar-X tersebut masing-masing sebagian akan terdifraksi (saling
menguat) dan tereliminasi karena fasanya berbeda. Bentuk bubuk yang diketahui
berukuran mikrometer harus memiliki keseragaman sebab hamburan-hamburan
sinar-X tersebut diharapkan mengalami penguatan agar terdifraksi. Agar lebih
jelasnya dapat dilihat pada Gambar 8 yang menjelaskan tentang hipotesis Von Loe

25

dan hamburan-hamburan sinar-X yang terdifraksi pada atom-atom suatu sampel
bubuk (butiran) yang padat.

Gambar 8. Skema difraksi sinar-X oleh atom-atom kristal.
Gambar 8 dapat dilihat bahwa sinar-X yang menumbuk titik pada lapisan pertama
L akan terpantul dengan keadaan yang saling menguat sebab fasa gelombang pr
(warna merah) sama dengan fasa gelombang qk (warna merah). Untuk
membuktikan keadaan tersebut dapat ditunjukkan sebagai berikut.
cos θ 

qk
pr

pk pk

(2.5)

Dengan demikian, qk = pk cos θ dan pr = pk cos θ, sehingga beda fasanya
menghasilkan nol. Pada lapisan kedua (M), sinar-X yang kedua datang dan
menumbuk atom kedua (di bawah atom pertama) yang terletak di tengah-tengah
garis normal sehingga terpantulkan dan membentuk lintasan segitiga xky (warna
merah) dan segitiga zky (warna merah) yang mempunyai sudut yang sama. Dengan
mengetahui bahwa sudut mereka sama dan, maka panjang gelombang (λ) yang
melintasi xy dan yz adalah 2 d sin θ. Pada lapisan ketiga (N) peristiwanya sama

26

saja seperti pada lapisan kedua tetapi yang berbeda adalah posisinya yang mana
sinar-X menumbuk atom yang ketiga dan memantulkan membentuk lintasan
segitiga MkL (warna biru dan merah untuk k) dan segitiga NkL (warna biru dan
merah untuk k). Dengan cara yang sama, panjang gelombang yang melintasi ML
dan LN adalah 4 d sin θ. Dengan demikian seterusnya pada lapisan-lapisan yang
berikutnya sehingga didapatkan persamaan 24 yang dikenal sebagai hukum Bragg.
n λ  2 d sin θ

(2.6)

Dengan n adalah orde difraksi (n = 1, 2, 3, .............), λ = panjang gelombang sinarX (nm/ Å), d adalah jarak antara bidang, dan θ adalah sudut difraksi.

2.9.2 Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning Electron Microscopy (SEM) adalah suatu jenis mikroskop elektron yang
dapat menggambarkan permukaan sampel (image) dengan ukuran pori-pori
mikrometer dan nanometer. Mikroskop ini bekerja dengan mengandalkan tembakan
elektron yang dihasilkan dari tungsten (karena memiliki satu elektron valensi
teluar) dengan tegangan yang sangat tinggi yakni di atas 25 kV dengan kuat arus
sekitar 50-500 μ A. Elektron tersebut akan berinteraksi dengan atom pada sampel
bubuk. Secara lebih detail skematik alat SEM terdiri dari beberapa komponen
diantaranya sistem penembak electron (electron gun), sistem lensa, sistem deteksi,
sistem scanning dan sistem vacuum. Gambar 9 menunjukkan skematik alat
scanning elektron microscopy (SEM).

27

Gambar 9. Skematik alat Scanning Electron Microscopy (SEM) (Reed, 1993).

Ketika elektron tersebut menumbuk atom sampel dengan posisi yang tepat akibat
pengaruh lensa konduser dan kisi, maka elektron yang ada pada kulit terluar pada
atom tersebut akan terpental (tereksistasi) keluar dari orbitnya karena energi yang
dimilikinya lebih kecil daripada energi elektron yang datang. Dengan kenyataan
tersebut, atom teransang yang mengakibatkan elektron yang baru datang tersebut
dapat memberikan sisa energinya pada elektron-elektron dikulit K, L, M, N dan
seterusnya dengan cara menjatuhkan diri hingga menuju kulit yang terdekat dengan
inti dan elektron-elektron kulit-kulit di atasnya akan kelebihan energi dari
sebelumnya sehingga secara beraturan elektron-elektron tersebut masing-masing

28

akan naik menuju ke kulit terluar. Pada saat elektron kelebihan energi dan pindah ke
kulit atasnya itulah akan timbul sinar-X. Dengan melihat kejadian-kejadian tersebut,
mikroskop elektron tidak menggunakan sinar-X tetapi menggunakan elektron yang
tereksistasi. Elektron yang tereksistasi tersebut pada umumnya akan memiliki dua
sebutan akibat energinya yang terdeteksi pada posisi tertentu oleh detektor-detektor
yang didekatnya. Gambar 10 menunjukkan sistem alat deteksi Scanning Electron
Microscopy (SEM).

Gambar 10. Sistem alat deteksi Scanning Electron Microscopy (SEM) (Reed, 1993).
Data atau tampilan gambar dari topologi permukaan atau lapisan yang tebalnya
sekitar 20 µm yang berupa tonjolan dapat diperoleh dari penangkapan elektron
skunder yang dipancarkan oleh sampel pada posisi tertentu dengan menggunakan
secondary electron detector. Kemudian diolah dalam bentuk tegangan-tegangan
menjadi digital dan ditampilkan pada layar CRT (TV). Hal yang berbeda pada
eleketron terhambur balik (backscattered electron) yang mana akan menghasilkan
suatu gambar berupa komposisi (gambar yang termaksimumkan) akibat posisi
detektornya lebih dekat daripada detektor elektron sekunder sehingga akan
memberikan sinyal yang lebih besar.

29

2.9.3

Fourier Transform Infra Red (FTIR)

FTIR atau Fourier Transform Infra Red, lebih dikenal dengan metode spektrometer.
Pada metode spektrometer, radiasi IR dilewatkan melalui suatu sampel, beberapa
radiasi infrared diserap oleh sampel dan yang lainnya ditransmisikan. Spektroskopi
infrared telah menjadi teknik pekerja keras untuk analisis bahan di Laboratorium
selama lebih dari tujuh tahun. Suatu spektrum infrared merupakan sidik jari suatu
sampel dengan puncak serapan yang sesuai dengan frekuensi getaran ikatan atom
yang membentuk suatu bahan, karena setiap bahan yang berbeda merupakan
kombinasi dari dua atom maka tidak ada dua senyawa yang menghasilkan spektrum
infrared yang sama. Oleh karena itu, spektroskopi infrared dapat menghasilkan
identifikasi yang positif (analisis kualitatif) dari setiap jenis bahan yang berbeda.
Selain itu, ukuran puncak pada spektrum merupakan indikasi langsung dari jumlah
material yang ada. Pada dasarnya Spektrofotometer FTIR adalah sama dengan
Spektrofotometer IR dispersi, yang membedakannya adalah pengembangan pada
sistem optiknya sebelum berkas sinar infra merah melewati sampel. Beberapa radiasi
inframerah diserap oleh sampel dan sebagian dilewatkan (ditransmisikan). Spektrum
yang dihasilkan merupakan penyerapan dan transmisi molekul, mencipatakan bekas
molekul dari sampel. Seperti sidik jari tidak ada dua struktur molekul khas yang
menghasilkan spektrum inframerah sama (Thermo Nicolet, 2001).

2.10 Pengujian Sifat Fisis Keramik
Pengujian sifat fisis keramik yang dilakukan yaitu pengukuran densitas, pengukuran
porositas, pengukuran penyusutan, dan pengukuran resistivitas.

30

2.10.1 Pengukuran Densitas
Densitas merupakan salah satu sifat fisis yang didefinisikan sebagai massa persatuan
volume bahan, dan mengalami kenaikan dengan bertambahnya bilangan atom pada
setiap sub kelompok. Pengujian densitas suatu bahan bertujuan untuk melihat dan
menganalisa kerapatan antar partikel yang satu dengan partikel yang lain dalam
bahan. Perlakuan panas seperti sintering pada suatu bahan mempengaruhi proses
pembentukan dan pendeposisian partikel (butiran). Dengan penambahan waktu
sintering, densitas akan semakin meningkat dan ukuran butiran akan tersusun teratur
yang mengakibatkan jumlah pori (porositas) bahan semakin kecil. Densitas (ρ)
didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) persatuan volume (V) suatu
material dalam satuan gram/cm3 atau kg/m3. Persamaan untuk menghitung densitas
diberikan pada persamaan (2.7).

ρ=

( 2.7 )

dimana:
m = massa (gram).
V = Volume (cm3).
ρ = Densitas (g/cm3).

2.10.2 Pengukuran Porositas
Porositas suatu bahan menggambarkan ruang-ruang kososng (pori) pada bahan.
Porositas merupakan salah satu sifat fisis yang didefinisikan sebagai perbandingan

31

antara volume pori dengan volume total bahan. Nilai porositas dapat dinyatakan
dalam persen (%) atau desimal. Sejumlah material memiliki porositas secara
alamiah, sebagai contoh cast metal, spray coating atau keramik. Porositas
tergantung pada sifat material, material yang lunak dan getas dapat dengan mudah
berubah, karena itu porositas dapat diliputi oleh material berkerut. Persamaan untuk
mengetahui nilai porositas diberikan pada persamaan (2.8).

(2.8)

dimana:
ρ = massa jenis (g/cm3)
mb= massa basah (gram)
mk = massa kering (gram)
2.10.3 Pengukuran Penyusutan (shrinkage)
Penyusutan (shrinkage) merupakan persen (%) pengurangan massa dari padatan
keramik sebelum di sintering (Vo) terhadap produk keramik sesudah di sintering
(V), Penyusutan (S) terjadi karena proses pengurangan dan pemadatan pori setelah
di sintering. Bahan yang di sintering akan mengalami penyusutan. Penyusutan pada
keramik meliputi dimensi panjang, lebar, tebal, volume dan massa suatu bahan.
Besarnya penyusutan dapat dihitung dengan persamaan (2.9).

32

(2.9)
dimana:
Sv = Penyusutan volume (%)
Vo = Volume awal (m3)
V = Volume akhir (m3)

2.10.4 Pengukuran Resistivitas
Resistivitas adalah besarnya tegangan yang diberikan terhadap luas penampang
suatu bahan tertentu dibagi besarnya arus yang mengalir dari sepanjang bahan
tersebut. Besarnya penyusutan dapat dihitung dengan persamaan (2.10).

ρ

(2.10)

dimana:
ρ = resistivitas bahan (Ω cm).
I = panjang bahan (cm).
R = hambatan bahan (Ω ).
A = luas penampang bahan (cm2).
Resistivitas listrik suatu bahan merupakan ukuran kemampuan bahan tersebut
untuk mengirim muatan listrik di bawah pengaruh medan listrik. Standar isolator
listrik tegangan rendah berdasarkan resistivitasnya memiliki resistivitas ~10 7 Ω cm,
untuk isolator listrik tegangan menengah berdasarkan resistivitasnya memilki

33

resistivitas ~ 109 - 1014 Ω cm, dan isolator listrik tegangan tinggi maka
resistivitasnya harus memiliki resistivitas lebih besar dari 104 Ω cm (Indiani dan
Umiati, 2009).

34

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai bulan Agustus 2012. Penelitian
dilakukan di beberapa tempat yaitu preparasi sampel dan uji fisis dilakukan di
laboratorium Fisika Material FMIPA Unila. Sintering dilakukan di Laboratorium
Teknik Material ITB Bandung. Karakterisasi FTIR dilakukan di laboratorium Biomas
Kimia FMIPA Unila. Karakterisasi SEM dilakukan di laboratorium Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Bandung. Karakterisasi XRD dilakukan di
Laboratorium Teknik Pertambangan ITB Bandung.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah neraca digital, gelas kimia, batang
pengaduk/spatula, aluminium foil, mortar dan pastle, magnetic stirrer, oven, furnace,
ayakan, pressing hidrolik, alat cetak atau die, ayakan 38 μ m, cawan, kertas label, wadah
tertutup (container), plastik, X-Ray Difraction (XRD), Scanning Electron Microscopy
(SEM) dan Fourier Transform Infra-Red (FTIR). Sedangkan bahan-bahan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk alumina (Al2O3), pasta perak, cangkang
telur, etanol dan aquades.

35

3.3 Prosedur Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan
mengacu pada dua aspek utama dalam prinsip penelitian dan pengembangan material
baru yang saling berinteraksi satu sama lain. Dua aspek utama tersebut meliputi
fabrikasi dan karakterisasi keramik kalsium aluminat.

3.3.1 Fabrikasi kalsium aluminat
Proses fabrikasi bahan keramik kalsium aluminat menggunakan metode reaksi padatan.
Adapun proses fabrikasi bahan keramik kalsium aluminat sebagai berikut:
1. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Membersihkan dan mencuci peralatan gelas.
3. Menimbang dengan teliti massa Al2O3 dan CaCO3 dari cangkang telur yang
diperlukan sesuai perhitungan dengan menggunakan neraca digital (perhitungan
terlampir).
4. Mencampur Al2O3 dan CaCO3 dari cangkang telur yang telah ditimbang, selanjutnya
memasukkan campuran ke dalam gelas kimia 500 ml.
5. Melarutkan Al2O3 dan CaCO3 dari cangkang telur dengan ethanol hingga 200 ml.
6. Menyetirer campuran tersebut sampai 5 jam pada suhu ruang.
7. Membiarkan campuran tersebut secara terbuka selama beberapa waktu sampai
seluruh ethanol menguap.
8. Mengeringkan sampel didalam oven dengan suhu 100oC selama 24 jam.
9. Menggerus sampel yang telah kering menggunakan mortal dan pastel alumina
selama 1 jam.

36

10. Mengayak sampel dengan ayakan berukuran 38μ m.

3.3.2 Pressing (Pencetakan)
Serbuk sampel keramik kalsium aluminat yang telah melalui proses preparasi kemudian
dipress dengan tujuan untuk merubah bentuk sampel dari serbuk menjadi padatan dan
berbentuk pellet. Alat yang digunakan dalam proses pressing adalah penekan hidrolik
yang dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Alat cetak pompa hidrolik.
langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pressing adalah:
1. Menimbang sampel sebanyak 2 gram dengan menggunakan neraca digital.
2. Memasukkan sampel kedalam tabung silinder baja sebagai cetakan.
3. Memasukkan tabung silinder baja yang telah berisi sampel ke dalam alat penekan
(hidrolik).
4. Memberikan tekanan pada tabung silinder baja dengan menggunakan alat penekan
(hidrolik) dengan beban 2 ton.
5. Mengeluarkan sampel yang telah padat dari rongga tabung silinder.

37

6. Menyimpan sampel dalam wadah tertutup.
Sampel padat kalsium aluminat yang berupa pellet, selanjutnya akan digunakan pada
proses sintering.

3.3.3 Sintering
Proses sintering dilakukan dengan menggunakan tungku pembakaran atau furnace yang
dapat diatur sesuai dengan keinginan. Suhu yang digunakan pada penelitian ini adalah
1100oC, 1200oC, 1300oC dan 1400oC dengan waktu penahanan 5 jam, masing-masing
sampel diberi simbol KA 1100oC, KA 1200oC, KA 1300oC dan KA 1400oC yang dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Kode sampel keramik kalsium aluminat dari bahan dasar kalsium karbonat
(CaCO3) dari cangkang telur dan alumina (Al2O3) komersial.
Sampel
KA 1100

Keterangan
Sampel bahan keramik kalsium aluminat sintering 1100oC

KA 1200

Sampel bahan keramik kalsium aluminat sintering 1200oC

KA 1300

Sampel bahan keramik kalsium aluminat sintering 1300oC

KA 1400

Sampel bahan keramik kalsium aluminat sintering 1400oC

Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses sintering adalah:
1. Menyiapkan sampel yang akan disintering dengan memberi label pada sampel untuk
mempermudah pengambilan data, yang dapat dilihat pada Tabel 2.
2. Memasukkan sampel ke dalam furnace (tungku pembakaran) menggunakan cawan.
3. Menghidupkan furnace dengan menekan tombol ON.

38

4. Mengatur suhu yang diinginkan dengan kenaikkan 5oC/menit dan ditahan selama 5
jam.
5. Menekan tombol OFF setelah proses sintering.
6. Memutuskan aliran listrik dari furnace.
7. Mengeluarkan sampel dari furnace.
8. Menyimpan sampel pada wadah tertutup.
Proses sintering dapat dilihat pada Gambar 12, 13, 14 dan 15.

Gambar 12. Grafik proses sintering kalsium aluminat pada suhu 1100oC.

39

Gambar 13. Grafik proses sintering kalsium aluminat pada suhu 1200oC.

Gambar 14. Grafik proses sintering kalsium aluminat pada suhu 1300oC.

40

Gambar 15. Grafik proses sintering kalsium aluminat pada suhu 1400oC.

3.4 Karakterisasi
Karakterisasi sampel dilakukan menggunakan alat X-ray Diffraction (XRD), Fourier
Transform Infra-Red (FTIR) dan Scanning Electron Microscopy (SEM). Karakterisasi
dilakukan pada sampel kalsium aluminat yang disintering pada suhu 1100 oC, 1200oC,
1300oC dan 1400oC.

3.4.1 X-Ray Diffraction (XRD)
Karakterisasi dengan XRD bertujuan untuk mengetahui struktur kristal

dengan

komposisi dasar pembentuk senyawa keramik kalsium aluminat pada setiap sampel
setelah proses sintering. Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses karakterisasi
XRD adalah:

41

1. Menyiapkan sampel yang akan dianalisis, yaitu sampel KA1100, KA1200, KA1300 dan
KA1400. Kemudian direkatkan pada kaca dan dipasang pada tempatnya berupa
lempeng tipis berbentuk persegi panjang (sampel holder) dengan lilin perekat.
2. Memasang sampel yang telah disimpan pada sampel holder kemudian
diletakan pada sampel stand dibagian goniometer.
3. Memasukkan parameter pengukuran pada software pengukuran melalui
komputer pengontrol, yaitu meliputi penentuan scan mode, penentuan rentang
sudut, kecepatan scan cuplikan, memberi nama cuplikan dan memberi nomor
urut file data.
4. Mengoprasikan alat difraktometer dengan perintah “start” pada menu
komputer, dimana sinar-x akan meradiasi sampel yang terpancar dari target Cu
dengan panjang gelombang 1,5406 Å.
5. Melihat hasil difraksi pada komputer dan itensitas difraksi pada sudut 2 θ
tertentu dapat dicetak oleh mesin printer.
6. Mengambil sampel setelah pengukuran cuplikan selesai.
7. Data yang terekam berupa sudut difraksi (2 θ ), besarnya intensitas (I), dan
waktu pencatatan perlangkah (t).
Setelah data diperoleh analisis kualitatif dengan menggunakan search match analisys
yaitu membandingkan data yang diperoleh dengan data standard (data base PDF =
Power Diffraction File data base).

42

3.4.2

Fourier Transform Infra Red (FTIR)

Karakterisasi menggunakan FTIR dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi bahan
keramik kalsium aluminat pada sampel KA1100, KA1200, KA1300 dan KA1400. Langkahlangkah yang dilakukan dalam proses FTIR adalah:
1. Menimbang sampel halus sebanyak ± 0,1 gram
2. Menimbang sampel padat (bebas air) dengan massa ± 1% dari berat KBr.
3. Mencampur KBr dan sampel ke dalam mortal dan mengaduk hingga keduanya rata.
4. Menyiapkan cetakan pellet, mencuci bagian sampel, base dan tablet frame dengan
kloroform.
5. Memasukkan sampel KBr yang telah dicampur dengan set cetakan pellet.
6. Menghubungkan dengan pompa vakum untuk meminimalkan kadar air.
7. Meletakkan cetakan pompa hdrolik dan memberikan tekanan sebesar ± 8 gauge.
8. Menghidupkan pompa vakum selama 15 menit.
9.

Mematikan pompa vakum, kemudian menurunkan tekanan dalam cetakan dengan
cara membuka keran udara.

10. Melepaskan pellet KBr yang telah terbentuk dan menempatkan pellet KBr pada
tablet holder.
11. Menghidupkan alat dengan mengalirkan sumber arus listrik, alat interferometer dan
computer.
12. Mengklik”shortcut FTIR 8400” pada layar komputer yang menandakan program
interferometer.
13. Menempatkan sampel dalam alat interferometer, kemudian mengklik FTIR 8400
pada komputer dan mengisi data.

43

14. Mengklik “sampel star” untuk memulai dan untuk memunculkan harga bilangan
gelombang mengklik”Clac” pada menu, kemudian mengklik “peak table”
kemudian mengklik”OK”.
15. Mematikan komputer, alat interferometer dan sumber listrik.

3.4.3 Scanning Electron Microscopy (SEM)
Karakterisasi SEM dilakukan untuk mengetahui mikrostruktur

keramik kalsium

aluminat untuk sampel setelah sintering. Langkah-langkah dalam proses SEM adalah:
1. Memasukkan sampel yang akan dianalisa ke vacuum column, dimana udara akan
dipompa keluar untuk menciptakan kondisi vakum. Kondisi vakum ini diperlukan
agar tidak ada molekul gas yang dapat mengganggu jalannya elektron selama proses
berlangsung.
2. Elektr