Studi Pemanfaatan Kalsium Oksida (CaO) dari Serbuk Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata L.) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Kadmium (Cd2+)

(1)

(Pomacea Canaliculata L.) SEBAGAI

ADSORBEN TERHADAP ION

KADMIUM (Cd

2+

)

SKRIPSI

MEY RINA EKASARI

100802002

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014


(2)

STUDI PEMANFAATAN KALSIUM OKSIDA (CaO) DARI SERBUK CANGKANG KEON MAS

(Pomacea Canaliculata L.) SEBAGAI ADSORBEN TERHADAP ION

KADMIUM (Cd2+)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar sarjana sains

MEY RINA EKASARI 100802002

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2014


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Studi Pemanfaatan Kalsium Oksida (CaO) dari

Serbuk Cangkang Keong Mas (Pomacea

Canaliculata L.) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Kadmium (Cd2+)

Kategori : Skripsi

Nama : Mey Rina Ekasari

Nomor Induk Mahasiswa : 100802002

Program Studi : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Agustus 2014

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2, Pembimbing 1,

Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc

NIP. 195308171983031002 NIP.195504051983031002

Disetujui oleh :

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan Nst, MS. NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

STUDI PEMANFAATAN KALSIUM OKSIDA (CaO) DARI SERBUK CANGKANG KEONG MAS

(Pomacea canaliculata L.) SEBAGAI ADSORBEN TERHADAP ION

KADMIUM (Cd2+)

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2014

MEY RINA EKASARI 100802002


(5)

PENGHARGAAN

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat, nikmat serta hidayah-Nya penelitian dan skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu persyaratan untuk meraih gelar Sarjana Sains pada jurusan Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara. Serta shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW sebagai sosok yang membawa kebenaran bagi umatnya.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyampaikan penghargaan, cinta kasih yang tulus kepada Ayahanda Syamsul Hadi dan Ibunda Lasmini atas segala bentuk dukungan moril dan materil serta segala pengorbanan dan doa yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan sampai sekarang. Serta untuk Adinda tersayang Rini Nurvita Sari dan seluruh keluarga besar yang tiada henti memberikan dorongan semangat kepada penulis.

Ucapan terima kasih penulis kepada Bapak Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc selaku dosen pembimbing 1 dan Bapak Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc, M.Phill selaku dosen pembimbing 2 yang telah memberikan arahan, bimbingan dan saran sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nst, MS dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku ketua dan sekretaris departemen Kimia FMIPA USU. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama masa studi penulis di FMIPA USU, terkhusus kepada Ibu Dra. Nurhaida Pasaribu, MS selaku dosen wali yang telah memberikan bimbingan demi kelancaran kuliah penulis, serta para asisten laboratorium departemen Kimia FMIPA USU yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama melakukan praktikum.

Kepada seluruh keluarga besar LIDA USU, Bapak Saharman Gea, Ph.D, dan kak Ayu atas segala fasilitas yang sudah diberikan. Seluruh asisten LIDA USU, serta semua pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan studi di sini. Semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda. Amin.


(6)

STUDI PEMANFAATAN KALSIUM OKSIDA (CaO) DARI SERBUK CANGKANG KEONG MAS

(Pomacea canaliculata L.) SEBAGAI ADSORBEN TERHADAP ION

KADMIUM (Cd2+)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai studi pemanfaatan kalsium oksida (CaO) dari serbuk cangkang keong mas (Pomacea canaliculata L.) sebagai adsorben terhadap ion kadmium (Cd2+). Pada penelitian ini serbuk cangkang keong mas dipreparasi dengan dihaluskan pada ukuran partikel lolos ayakan 100 mesh dan dipanaskan pada suhu 800 0C selama 3 jam, kemudian kalsium oksida dikarakterisasi menggunakan Difraksi Sinar-X. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses adsorpsi, diperoleh persentase optimum penyerapan terjadi pada pH 4 dan waktu pengadukan optimum selama 30 menit sebesar 93,47 %.


(7)

STUDY OF THE USE CALCIUM OXIDE (CaO) FROM SNAILSHELL (Pomacea canaliculata L.) POWDER

AS AN ADSORBENT OF CADMIUM (Cd2+) ION

ABSTRACT

The use of calcium oxide (CaO) from snailshell powder as an adsorbent to Cadmium (Cd2+) ion has been studied. In this research eggshell powder prepared by mashed on the particle size of 100 mesh pass sieves and heated at a temperature of 800 0C for 3 hours, then calcium oxide are characterized by X-Ray Diffraction. The results showed that in the process of adsorption, obtained the optimum percentage of adsorption occurs at pH 4 and optimum contact time for 30 minutes of 93.47 %.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

Bab 1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Pembatasan Masalah 3

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 4

1.6 Lokasi Penelitian 4

1.7 Metodologi Penelitian 4

Bab 2 TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Keong Mas (Pomacea canaliculata L.) 6

2.2 Kalsium Oksida 8

2.2.1 Penggunaan Kalsium Oksida 9

2.3 Pencemaran Logam Berat 10

2.3.1 Kadmium (Cd) 11

2.3.1.1 Pemanfaatan Kadmium 12

2.3.1.2 Efek Logam Kadmium dalam Tubuh 13

2.4 Adsorpsi 14

2.5 Hamburan Sinar-X 15

2.6 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 15

2.6.1 Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 15 2.6.2 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) 16

Bab 3 METODE PENELITIAN 19

3.1 Alat dan Bahan 19

3.1.1 Alat-alat 19

3.1.2 Bahan-bahan 20

3.2 Prosedur Penelitian 20

3.2.1 Preparasi dan Karakterisasi CaO dari Cangkang

Keong Mas 20

3.2.2 Pembuatan Pereaksi 20


(9)

3.2.2.2 Pembuatan Larutan NaOH 0,1M 21

3.2.3 Pembuatan Larutan Standar Cd2+ 21

3.2.3.1 Pembuatan Larutan Standar Cd2+ 1000 mg/L 21 3.2.3.2 Pembuatan Larutan Standar Cd2+ 100 mg/L 21 3.2.3.3 Pembuatan Larutan Standar Cd2+ 10 mg/L 21 3.2.3.4 Pembuatan Larutan Seri Standar Cd2+ 0,5;

1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 mg/L 22

3.2.3.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi Cd2+ 22

3.2.4 Adsorpsi Ion Cd2+ Menggunakan Serbuk Cangkang

Keong Mas 22

3.2.4.1 Penentuan pH Optimum Penyerapan 22

3.2.4.2 Penentuan Waktu Pengadukan Optimum 22

3.3 Bagan Penelitian 23

3.3.1 Preparasi dan Karakterisasi CaO dari Cangkang

Keong Mas 23

3.3.2 Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Standar 24

3.3.3 Adsorpsi Ion Cd2+ Menggunakan Serbuk Cangkang

Keong Mas 25

3.3.3.1 Penentuan pH Optimum Penyerapan 25

3.3.3.2 Penentuan Waktu Pengadukan Optimum 26

Bab 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 27

4.1 Hasil Penelitian 27

4.1.1 Karakterisasi Kalsium Oksida dalam Serbuk

Cangkang Keong Mas (Pomacea canaliculata L.) 27

4.1.2 Pengukuran Ion Kadmium (Cd2+) 27

4.1.2.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan

Metode Least Square 28

4.1.2.2 Penentuan Koefisien Korelasi 30

4.1.3 Adsorpsi Ion Kadmium (Cd2+) Menggunakan Kalsium Oksida (CaO) dari Serbuk Cangkang

Keong Mas 31

4.1.3.1 Data Penentuan pH Optimum 31

4.1.3.2 Data Penentuan Waktu Pengadukan

Optimum 32

4.1.4 Persentase Penurunan Kadar Ion Kadmium (Cd2+)

dalam Larutan (Penentuan Persen (%) Adsorpsi) 32

4.2 Pembahasan 33

4.2.1 Preparasi dan Karakterisasi Kalsium Oksida dalam Serbuk Cangkang Keong Mas

(Pomacea canaliculata L.) 33

4.2.2 Adsorpsi Ion Kadmium (Cd2+) Menggunakan Kalsium Oksida (CaO) dari Serbuk Cangkang

Keong Mas (Pomacea canaliculata L.) 34

4.2.3 Interaksi Serbuk Cangkang Keong Mas


(10)

Bab 5 KESIMPULAN DAN SARAN 38

5.1 Kesimpulan 38

5.2 Saran 38

Daftar Pustaka 39


(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

4.1 Data 2Ɵ Senyawa Kalsium Oksida dari JCPDS 27

4.2 Kondisi Alat SSA Merk Shimadzu Tipe AA-6300 28

4.3 Data Absorbansi Larutan Seri Standar Ion Kadmium (Cd2+) 28 4.4 Penurunan Persamaan Garis Regresi untuk Penentuan

Konsentrasi Ion Kadmium (Cd2+) Berdasarkan Pengukuran

Absorbansi Larutan Seri Standar Ion Kadmium (Cd2+) 29

4.5 Data Penentuan pH Optimum 32

4.6 Data Penentuan Waktu Pengadukan Optimum Adsorpsi 33

4.7 Data 2Ɵ Senyawa Kalsium Karbonat dan Kalsium Oksida


(12)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Keong Mas (Pomacea canaliculata L.) 6

2.2 Komponen-komponen Spektrofotometer Serapan Atom 16

4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Cd2+ 31

4.2 Persen (%) Adsorpsi pada Berbagai pH Larutan 35


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

Lamp

1. Karakterisasi Kalsium Oksida dalam Cangkang Keong Mas

(Pomacea canaliculata L.) 43

2. Persentase Penurunan Kadar Ion Kadmium (Cd2+) dalam

Larutan 44

3. Gambar Bahan Penelitian 45


(14)

STUDI PEMANFAATAN KALSIUM OKSIDA (CaO) DARI SERBUK CANGKANG KEONG MAS

(Pomacea canaliculata L.) SEBAGAI ADSORBEN TERHADAP ION

KADMIUM (Cd2+)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai studi pemanfaatan kalsium oksida (CaO) dari serbuk cangkang keong mas (Pomacea canaliculata L.) sebagai adsorben terhadap ion kadmium (Cd2+). Pada penelitian ini serbuk cangkang keong mas dipreparasi dengan dihaluskan pada ukuran partikel lolos ayakan 100 mesh dan dipanaskan pada suhu 800 0C selama 3 jam, kemudian kalsium oksida dikarakterisasi menggunakan Difraksi Sinar-X. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses adsorpsi, diperoleh persentase optimum penyerapan terjadi pada pH 4 dan waktu pengadukan optimum selama 30 menit sebesar 93,47 %.


(15)

STUDY OF THE USE CALCIUM OXIDE (CaO) FROM SNAILSHELL (Pomacea canaliculata L.) POWDER

AS AN ADSORBENT OF CADMIUM (Cd2+) ION

ABSTRACT

The use of calcium oxide (CaO) from snailshell powder as an adsorbent to Cadmium (Cd2+) ion has been studied. In this research eggshell powder prepared by mashed on the particle size of 100 mesh pass sieves and heated at a temperature of 800 0C for 3 hours, then calcium oxide are characterized by X-Ray Diffraction. The results showed that in the process of adsorption, obtained the optimum percentage of adsorption occurs at pH 4 and optimum contact time for 30 minutes of 93.47 %.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Hampir semua industri memiliki limbah berupa logam berat, namun penanggulangannya ini masih sangat minim. Limbah industri yang mengandung logam berat bisa berasal dari industri tekstil, industri cat, dan lain-lain. Pencemaran perairan akan memberikan dampak buruk bagi kehidupan makhluk hidup dan manusia, karena semua makhluk hidup memerlukan air untuk dapat bertahan hidup. Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat seperti kadmium, timbal dan tembaga yang berasal dari limbah industri sudah lama diketahui. Pencemaran karena logam berat dapat menyebabkan berbagai kelainan dan penyakit pada manusia (Permanasari, A dkk, 2010).

Ion kadmium (Cd) adalah salah satu ion logam berat yang penyebarannya sangat luas di alam dengan tingkat toksisitas di bawah logam merkuri dan timbal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 82 Tahun 2001, kandungan logam untuk timbal (Pb) dan kadmium (Cd) tidak boleh melebihi 0,03 ppm dan 0,01 ppm pada suatu perairan (Rahman, 2006).

Upaya mengatasi limbah logam berat telah dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan menggunakan adsorben. Beberapa penelitian antara lain telah dilakukan oleh Kusmiyati dkk (2012) dengan memanfaatkan karbon aktif arang batu bara, yang dilakukan dengan merendamnya dalam peroksida kemudian dilakukan pemanasan pada suhu 500 0C kemudian digunakan untuk menyerap logam berat yaitu Cu2+ dan Ag+, hasilnya menunjukkan semakin tinggi konsentrasi awal ion logam dalam cairan maka persentase ion logam yang terserap dalam adsorben semakin menurun. Mirwan dan Wijayanti (2011) melakukan penelitian terhadap penurunan ion Fe dan Mn menggunakan adsorben tanah lempung gambut yang diaktivasi secara fisika dengan pemanasan pada suhu 600

0

C dan aktivasi secara kimia dengan cara penambahan HCl 0,25 M, dan hasilnya menunjukkan tanah lempung gambut tersebut merupakan adsorben yang memiliki


(17)

daya serap yang cukup baik. Hanjaya dkk. (2013) menggunakan adsorben kitin terfosforilasi dari limbah cangkang bekicot (Achatina fulica) untuk mengadsorpsi ion Cd2+, hasil dari penelitian ini diperoleh kondisi optimum adsorpsi ion Cd2+ oleh kitin terfosforilasi terjadi pada pH 4, dan waktu kontak 60 menit dengan persen adsorpsi masing-masing 92,3 % dan 75,3 %. Krisnawati dkk. (2013) menggunakan cangkang telur bebek yang telah diaktivasi pada suhu 600 0C untuk menyerap ion Cd2+, dan adsorpsi paling maksimum sebesar 64,6667 % pada jumlah adsorben 1,5 gram.

Dari hasil penelitian terdahulu tentang penggunaan berbagai adsorben sebagai bahan penyerap logam, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pembuatan adsorben dari limbah cangkang keong mas (Pomacea canaliculata L.) yang telah dikalsinasi (CaO), karena selama ini pemanfaatan cangkang keong mas masih sangat terbatas.

Pemanfaatan kalsium oksida (CaO) telah banyak digunakan baik sebagai adsorben maupun sebagai katalis heterogen. Pembuatan kalsium oksida telah banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Mohadi dkk. (2013) melakukan penelitian tentang preparasi dan karakterisasi kalsium oksida (CaO) dari tulang ayam, dimana CaO dapat diperoleh dari pemanasan sampel pada suhu 800 0C, 900

0

C, 1000 0C, dan 1100 0C. Semakin tinggi suhu dekomposisi, maka kristalinitas CaO semakin baik. Lesbani et al. (2013) telah melakukan penelitian mengenai pembuatan CaO dari cangkang bekicot (Achatina fulica) dengan suhu dekomposisi selama 3 jam pada variasi temperatur 600 0C, 700 0C, 800 0C dan 900 0C. Serbuk cangkang bekicot yang telah dikalsinasi dianalisa menggunakan

X-ray Diffraction dan pola difraksi disesuaikan dengan pola XRD kalsium oksida standar dari Joint Committee on Powder Diffraction Standards (JCPDS). Hasil pola XRD menunjukkan cangkang bekicot yang didekomposisi pada suhu 700 0C mirip dengan pola XRD kalsium oksida standar dari JCPDS.

Dari uraian di atas, peneliti melakukan penelitian tentang penyerapan ion Cd2+ menggunakan cangkang keong mas (Pomacea canaliculata L.) yang telah didekomposisi selama 3 jam pada temperatur 800 0C kemudian dihaluskan sehingga menghasilkan serbuk cangkang keong dengan ukuran butir lolos ayakan 100 mesh. Penyerapan ion Cd2+ dilakukan dengan variasi pH dan waktu kontak


(18)

adsorben terhadap larutan yang mengandung logam Cd2+. Penentuan kadar ion Cd2+ sebelum dan setelah diadsorpsi dilakukan dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom(SSA).

1.2 Permasalahan

Berapakah pH optimum dan waktu pengadukan optimum untuk penyerapan ion Cd2+ menggunakan serbuk cangkang keong mas.

1.3PembatasanMasalah

Dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada:

1. Cangkang keong yang digunakan adalah cangkang keong mas (Pomacea canaliculata L.).

2. Ukuran serbuk keong mas yang digunakan adalah serbuk yang lolos ayakan 100 mesh.

3. Konsentrasi ion Cd2+ yang digunakan adalah 5 mg/L sebanyak 50 mL. 4. Temperatur dekomposisi cangkang keong mas adalah 800 0C selama 3

jam.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pH optimum dan waktu pengadukan optimum penyerapan ion Cd2+ menggunakan adsorben CaO dari serbuk cangkang keong mas.

1.5Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah bahwa kalsium oksida yang berasal dari serbuk cangkang keong mas (Pomacea canaliculata L.) dapat digunakan sebagai adsorben terhadap ion Cd2+ dari limbah


(19)

berbagai industri, sehingga keong mas yang merupakan hama bagi tanaman padi dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomis.

1.6Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar LIDA USU, analisa kualitatif kalsium oksida menggunakan X-Ray diffraction (XRD) di Laboratorium Fisika umum UNIMED dan analisia ion Cd2+ dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU.

1.7Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, yang meliputi beberapa tahapan : 1. Preparasi kalsium oksida dari cangkang keong mas (Pomacea canaliculata

L.).

2. Analisa kalsium oksida dalam cangkang keong mas setelah dikalsinasi menggunakan X-ray Diffraction (XRD).

3. Penentuan pH optimum untuk penyerapan ion Cd2+.

4. Penentuan waktu kontak optimum adsorben terhadap penyerapan ion Cd2+. 5. Penentuan konsentrasi ion Cd2+ sebelum dan setelah diadsorpsi


(20)

Adapun variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel tetap, meliputi :

a. Ion logam yang diserap oleh adsorben adalah ion Cd2+. b. Konsentrasi ion Cd2+ yang digunakan adalah 5 mg/L. c. Volume ion Cd2+ yang digunakan adalah 50 mL. d. Suhu dekomposisi cangkang keong mas yaitu 800 0C e. Berat adsorben yang digunakan adalah 0,5 g.

f. Ukuran butir adsorben yang digunakan adalah 100 mesh.

2. Variabel terikat, meliputi :

a. pH penyerapan ion Cd2+ yaitu 3, 4, 5, 6 dan 7 b. Waktu pengadukan yaitu 15, 30, 45, dan 60 menit.


(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keong Mas (Pomacea canaliculata L.)

Keong mas satu famili dengan keong lokal, yaitu keong gondang Pila ampullacea, famili Ampullariidae yang merupakan siput air tawar. Siput ini berbentuk bundar atau setengah bundar. Rumah siput berujung pada menara pendek dengan 4 hingga 5 putaran kanal yang dangkal. Pada mulut rumah siput terdapat penutup mulut yang disebut operculum yang kaku.keluarga siput Ampullariidae berukuran besar, rumah siput bisa mencapai 100 mm.

Menurut Cowie, R.H (2007), Pomacea canaliculata L. sama dengan P. insularum. Penamaan yang berbeda dari spesies yang sama tersebut karena P. canaliculata banyak ditemukan pada lahan yang tergenang, sedangkan P. insularum banyak ditemukan pada air dengan arus yang mengalir. Berdasarkan contoh keong mas yang diambil dari beberapa Negara di Asia Tenggara, keong mas termasuk P. canaliculata berasal dari beberapa daerah di Amerika Selatan, termasuk Argentina.

Keong mas (Pomacea canaliculata L.) termasuk golongan mollusca atau siput adalah golongan hewan bertubuh lunak dan tidak beruas. Binatang ini suka mengeluarkan lendir, dan aktif makan pada malam hari. Pada siang hari biasanya bersembunyi di tempat teduh dan lembab. Alat makannya berbentuk seperti lidah dengan permukaan kasar yang disebut dengan radula. Jenis mollusca ini menyerang tanaman dengan cara memakan atau merusak daun sehingga dalam waktu relatif singkat tanaman sudah gundul (Rukmana, 1997).

P. canaliculata secara morfologi ditandai oleh karakteristik rumah siput yang bundar dan menara pendek, rumah siput yang tebal, besar, lima sampai enam putaran di dekat menara dengan kanal yang dalam, mulut yang besar dengan bentuk bulat sampai oval, operculum tebal rapat menutup mulut, berwarna cokelat


(22)

sampai kuning muda, bergantung pada tempat berkembangnya, dagingnya lunak berwarna putih krem atau merah jambu keemasan atau kuning orange.

Gambar 2.1 : Keong Mas (Pomacea canaliculata L.) Klasifikasi ilmiah untuk keong mas adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Mollusca

Kelas : Gastropoda

Sub family : Ampullarioidea

Family : Ampullariidae

Genus : Pomacea

Spesies : Pomacea canaliculata

Keong mas mempunyai gizi yang tinggi, selain protein, kalori dan karbohidrat keong mas ini mengandung vitamin dan mineral, ini menjadi alasan mengapa bisa menjadi alternatif terpenting dalam pembuatan rangsum untuk pakan ternak. Habitat keong mas ini (khususnya di sumatera) berada pada rawa-rawa, persawahan daerah tropik dan sub tropik dengan suhu terendah 10 0C. Adapun rumah keong mas (cangkang) memiliki kandungan protein kasar, kalium, bahan kering (kalsium) dan sejumlah kecil nitrogen dan fosfor. Komposisi cangkang keong mas ini juga dipengaruhi oleh lingkungan tempat hidup keong mas tersebut.

Setiawan (2008) telah meneliti kandungan cangkang keong mas dengan kandungan CaCO3 sebanyak 95-99 %. Cangkang keong mas ini digunakan

sebagai energizer di dalam proses karburisasi padat pada baja karbon rendah. Komposisi pada cangkang keong mas hampir sama dengan jenis hewan mollusca

lainnya. Cangkang keong mas hampir seluruhnya dari kalsium karbonat. Kalsium fosfat, silikat, magnesium karbonat, besi dan zat organik lainnya membentuk sisa


(23)

komposisi protein struktural, dan senyawa fosfor (Gosu, 2011). Secara kimia abu cangkang keong mas terdiri dari oksida logam berupa 61,95 % CaO, 10,20 % SiO2, 3,15 % Fe2O3, 0,18 % MgO, 4,81 % Al2O3, 0,03 % SO3, 0,05 % K2O, 0,04

% Na2O, 0,01% P2O5, 0,01 %MnO3 dan 0,01 % TiO2 (Etuk dkk., 2012).

2.2 Kalsium Oksida

Kalsium oksida merupakan padatan kristal berwarna putih yang memiliki titik lebur 2572 0C. Kalsium oksida dapat dibuat dengan memanaskan limestone, coral,

kerang laut, atau kapur, yang sebagian besar disebut dengan CaCO3 pada suhu

500 – 6000C, untuk menghilangkan karbon dioksida. CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g)

Reaksi ini merupakan reaksi reversibel, kalsium oksida akan bereaksi dengan karbon dioksida untuk membentuk kalsium karbonat. Produksi kalsium oksida dari batu kapur merupakan salah satu transformasi kimia tertua yang diproduksi oleh manusia.

Kalsium oksida memiliki berbagai sebutan dalam bahasa kuno. Dalam bahasa latin, kalsium oksida disebut dengan abu yang diambil dari elemen kalsium. Dalam bahasa inggris kuno, namanya adalah lime, yang merupakan asal-usul nama komersial modern untuk kalsium oksida yaitu kapur. Banyaknya kapur di kerak bumi dan kemudahannya transformasi kalsium oksida cukup untuk menjelaskan mengapa kapur merupakan salah satu produk kimia tertua. Lime

memiliki banyak sifat yang membuatnya cukup berharga. Hal ini sangat berguna dan saat ini diproduksi industri dalam skala besar, lebih dari 22 juta ton yang diproduksi di Amerika Serikat pada tahun 2000.

Pada awal penggunaan lime, mengeksploitasi kemampuannya untuk bereaksi dengan karbon dioksida untuk membentuk kalsium karbonat. Ketika kapur dicampur dengan air dan pasir, hasilnya adalah mortar, yang digunakan dalam konstruksi untuk mengamankan batu bata. Campuran ini secara bertahap mengeras. Pada suhu kamar, reaksi kapur dengan karbon dioksida sangat lambat.


(24)

Hal ini dipercepat dengan mencampurkan kapur dengan air, membentuk kalsium hidroksida, yang disebut kapur mati.

CaO(s) + H2O(l) → Ca(OH)2(s)

Bahkan dengan kecepatan reaksi yang terus meningkat, mortar membutuhkan bertahun-tahun untuk dapat bereaksi dan reaksi tersebut dapat terjadi secara lengkap (http://en.wikipedia.org/wiki/Calcium_Oxide.html).

2.2.1 Penggunaan Kalsium Oksida

Kalsium oksida banyak digunakan sebagai adsorben untuk menyerap logam. Jasinda dkk. (2013) menggunakan cangkang telur bebek yang telah diaktivasi pada suhu 600 0C dan menggunakannya sebagai adsorben ion kadmium. Nilai persentase kemampuan adsorbsi cangkang telur bebek dalam menyerap logam adalah 64,6667 %.

Perkembangan katalis CaO menjadi katalis CaO super basa untuk reaksi transesterifikasi pembentukan biodiesel. Aktivitas katalis CaO dan katalis CaO super basa diuji melalui reaksi transesterifikasi di dalam reaktor gelas pada suhu 60-65 0C. kadar metal ester biodiesel yang dihasilkan mencapai 98,8 % (Fanny et al. 2012).

CaO juga merupakan bahan penting dalam pembuatan bahan kimia. Penggunaannya yang utama yaitu dalam memproduksi kalsium karbida, CaC2.

Kalsium karbida diproduksi dengan memanaskan kapur. Penggunaan yang kapur yang paling penting juga bergantung pada kemampuannya untuk membentuk larutan dengan silikat. Hampir 45 % dari kapur yang digunakan dalam industri baja. Baja dan besi yang dihasilkan dari bijih, yaitu batuan yang mengandung besi oksida. Bijih ini juga mengandung sejumlah besar silikat. Ketika kalsium oksida dicampur dengan bijih dan campuran meleleh, silikat ini bergabung dengan kapur, membentuk larutan cair.

Dalam industri kertas menggunakan kayu dalam pembuatan pulp, karena kalsium oksida sangat alkali, sehingga dapat digunakan untuk melarutkan lignin yang mengikat serat bersama-sama dalam kayu. Dalam pemurnian gula, kapur


(25)

menyebabkan koagulasi bahan tanaman, yang memungkinkan untuk lebih mudah dipisahkan dari sirup gula (http://en.wikipedia.org/wiki/Calcium_Oxide.html).

2.3 Pencemaran Logam Berat

Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai densitas <5 g/cm3 dalam air laut, logam berat terdapat dalam bentuk terlarut dan tersuspensi. Dalam kondisi alam ini, logam berat dibutuhkan oleh organism untuk pertumbuhan dan perkembangan hidupnya (Effendi, 2000).

Selain bersifat racun, logam berat juga terakumulasi dalam sedimen dan biota melalui proses biokonsentrasi, bioakumulasi dan biomagnifikasi oleh biota laut. Logam-logam berat yang masuk ke dalam tubuh hewan umumnya tidak dikeluarkan lagi dari tubuh mereka. Karena itu logam-logam cenderung untuk menumpuk dalam tubuh mereka. Sebagai akibatnya, logam-logam ini akan terus ada di sepanjang rantai makanan. Hal ini disebabkan karena predator pada satu trofik level yang lebih rendah yang telah tercemar (Hutabarat, 1991).

Logam berat biasanya ditemukan sangat sedikit sekali dalam air secara

alamiah, yaitu kurang dari 1 ηg/l. Bila terjadi erosi alamiah, konsentrasi logam

tersebut dapat meningkat. Dalam mempelajari konsentrasi dalam lingkungan perairan, terlebih dahulu perlu diketahui tujuan dan pengetahuan mengenai spesiasi logam. Idealnya penelitian tersebut harus terllebih dahulu mengetahui alur pergerakan logam yang diteliti, hubungan interaksi masing-masing logam terhadap logam lain, model distribusi logam dalam jaringan biota air, dan akumulasinya dalam setiap jaringan.

Logam juga dapat menyebabkan timbulnya suatu bahaya pada makhluk hidup. Hal ini terjadi jika sejumlah logam mencemari lingkungan. Logam-logam tertentu sangat berbahaya jika ditemukan dalam konsentrasi tinggi dalam lingkungan, karena logam tersebut mempunyai sifat merusak tubuh makhluk hidup. Di samping hal tersebut, beberapa logam sangat diperlukan dalam proses kehidupan makhluk hidup. Dalam hal ini logam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu logam esensial dan nonesensial. Logam esensial adalah logam yang sangat


(26)

membantu di dalam proses fisiologi makhluk hidup dengan jalan membantu kerja enzim atau pembentukan organ dari makhluk yang bersangkutan. Sedangkan logam non esensial adalah logam yang peranannya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui, kandungannya dalam jaringan hewan sangat kecil dan apabila kandungannya tinngi akan merusak organ tubuh makhluk yang bersangkutan (Vogel, A.I. 1994).

Toksisitas logam berat bisa dikelompokkan menjadi 3, yaitu bersifat toksik tinggi yang terdiri dari unsur-unsur Hg, Cd, Pb, Cu dan Zn; bersifat toksik sedang yang terdiri dari unsur-unsur Cr, Ni dan Co; dan bersifat toksik rendah yang terdiri atas unsure Mn dan Fe. Tingkat toksisitas logam berat terhadap hewan air, mulai dari yang paling toksik, adalah Hg, Cd, Zn, Pb, Cr, Ni dan Co. tingkat toksisitas terhadap manusia dari yang paling toksik adalah Hg, Cd, Ag, Ni, Pb, As, Cr, Sn, dan Zn (Widowati dkk. 2008).

2.3.1 Kadmium (Cd)

Kadmium merupakan salah satu unsur logam transisi golongan 2B yang berwarna putih perak dan mudah dibentuk.kadmium memiliki massa atom 112,41 sma, densitas 8,65 gram/cm3, dan memiliki titik lebur 594,26 K. Kadmium ditemukan di alam dalam mineral greenockite, dan dipisahkan dengan seng melalui penyulingan (destilasi) bertingkat atau melalui proses elektrolisis (Sunardi. 2006).

Unsur logam berat Kadmium (Cd) terdapat dalam tanah secara alami dengan kandungan rata-rata rendah yaitu 0,4 mg/kg tanah. Pada tanah yang bebas polusi kandungannya adalah 0,06-1,00 mg/kg tanah. Peningkatan kandungan kadmium dapat berasal dari asap kendaraan dan pupuk fosfat yang terakumulasi di tanah. Pada umumnya tanaman menyerap hanya sedikit (1-5 %) larutan kadmium yang ditambahkan ke dalam tanah. Akumulasi dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan kandungan kadmium dalam tanah dan tanaman yang sedang tumbuh. Sayuran mengakumulasi kadmium lebih banyak dibandingkan tanaman pangan lainnya (Subowo et al, 1999).


(27)

2.3.1.1 Pemanfaatan Kadmium

Logam kadmium digunakan untuk elektrolisis, bahan pigmen untuk industri cat, enamel dan plastik. Logam kadmium masuk ke dalam jaringan makhluk hidup melalui beberapa cara seperti pernapasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit (Darmono, 1999).

Kadmium merupakan logam yang sangat penting dan banyak kegunaannya, khususnya untuk electroplating (pelapisan elektrik) serta galvanisasi karena kadmium memiliki keistimewaan nonkorosif. Kadmium banyak digunakan dalam pembuatan alloy, pigmen warna pada cat, keramik, plastik, stabilizer plastik, katode untuk Ni-Cd pada baterai, bahan fotografi, pembuatan tabung TV, karet, sabun, kembang api, percetakan tekstil, dan pigmen untuk gelas dan email gigi (Widowati dkk. 2008).

Pemanfaatan kadmium dan persenyawaannya meliputi:

1. Senyawa CdS dan CdSeS yang banyak digunakan sebagai zat warna. 2. Senyawa Cd sulfat (CdSO4) yang digunakan dalam industry baterai

yang berfungsi sebagai pembuatan sel wseton karena memiliki potensial voltase stabil.

3. Senyawa Cd-bromida dan Cd-iodida yang digunakan untuk fotografi. 4. Senyawa dietil-Cd yang digunakan dalam pembuatan tetraetil-Pb. 5. Senyawa Cd-stearat untuk perindustrian polivinilklorida sebagai bahan

untuk stabilizer.

Kadmium dalam konsentrasi rendah banyak digunakan dalam industri pada proses pengolahan roti, pengolahan ikan, pengolahan minuman serta industri tekstil.

2.3.1.2 Efek Logam Kadmium dalam Tubuh

Kadmium sangat membahayakan kesehatan karena pengaruh racun akut dari unsur tersebut sangat buruk. Diantara penderita yang keracunan kadmium mengalami tekanan darah tinggi, kerusakan ginjal, kerusakan jaringan testicular, dan kerusakan sel-sel jaringan darah merah. Di jepang kontaminasi kadmium pada


(28)

beras yang berasal dari lahan sawah yang lama mengalami kekeringan telah menimbulkan penyakit itai-itai dengan gejala nyeri pada pinggang dan otot kaki (Subowo et al. 1999).

Jonak et al. (2004) menjelaskan bahwa kadmium tidak diketahui memiliki fungsi biologis di dalam sel tetapi memiliki sifat reaktif yang sangat tinggi dan dapat menginaktifkan berbagai macam aktivitas enzim yang diperlukan oleh sel. Setelah diabsorpsi, logam berat kadmium menimbulkan toksisitas (Rico et al. 2002). Di dalam ginjal, akumulasi kadmium terjadi umumnya di dalam tubulus proximal serta segmen-segmen nefron lainnya yang hanya terjadi pada akhir tahap intoksifikasi (Yokouchi et al. 2007).

Menurut Sudarmadji (2006), dalam tubuh manusia kadmium terutama dieliminasi melalui urin. Hanya sedikit yang diabsorbsi, yaitu 5-10 %. Absorbsi dipengaruhi oleh faktor diet seperti intake protein, kalsium, Vitamin D dan trace

logam seperti seng (Zn). Proporsi yang besar adalah absorbsi melalui pernapasan yaitu antara 10-40 % tergantung keadaan fisik. Uap kadmium sangan toksik dengan lethal close melalui pernapasan diperkirakan 10 menit terpapar sampai dengan 190 mg/m3 selama 240 menit akan dapat menimbulkan kematian. Gejala umum keracunan Cd adalah sakit di dada, nafas sesak, batuk-batuk dan lemah.

Terpapar akut oleh kadmium (Cd) menyebabkan gejala nausea (mual), muntah, diare, kram otot, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat, kerusakan ginjal dan hati dan gangguan kardiovaskuler, emphysema dan degenerasi

testicular. Perkiraan dosis mematikan akut adalah sekitar 500 mg/kg untuk dewasa dan efek dosis akan Nampak jika terabsorbsi 0,043 mg/kg per hari. Gejala akut keracunan kadmium adalah sesak dada, kerongkongan kering dan dada terasa sesak, nafas pendek, terengah-engah, distress dan bisa berkembang kearah penyakit radang paru-paru, sakit kepala dan menggigil, bahkan dapat diikuti dengan kematian. Gejala kronis keracunan kadmium adalah nafas pendek, kemampuan mencium bau menurun, berat badan menurun, gigi terasa ngilu dan berwarna kuning keemasan.


(29)

2.4 Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses akumulasi substansi adsorbat pada permukaan adsorben yang disebabkan oleh gaya tarik antar molekul atau interaksi kimia atau suatu akibat dari medan gaya pada permukaan padatan (adsorben). Proses ini dapat terjadi sebagai proses fisika yang melibatkan gaya van der Waals dan ikatan hydrogen, dan selanjutnya dikenal dengan fisisorpsi dan dapat juga terjadi proses kimia yang melibatkan pembentukan senyawa kimia melalui ikatan kimia yang lebih kuat dan dikenal sebagai kemisorpsi.

Adsorpsi kimia melibatkan ikatan koordinasi sebagai hasil penggunaan bersama pasangan electron oleh padatan (adsorben) dan adsorbat. Pada adsorpsi fisika ikatan pada permukaan adsorben lemah dan bersifat reversibel, sehingga molekul-molekul yang telah teradsorpsi mudah lepas dengan cara menurunkan tekanan gas atau konsentrasi zat terlarut (Oscik, 1982). Luas permukaan spesifik sangat mempengaruhi besarnya kapasitas adsorpsi dari adsorben (Saputra, 2008)

Berkat selektivitasnya yang tinggi, proses adsorpsi sangat sesuai untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang kecil dari campuran yang mengandung bahan lain yang berkonsentrasi tinggi. Bahan yang akan dipisahkan tentu saja harus dapat diadsopsi. Sebaliknya, untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang lebih besar lebih disukai proses pemisahan, karena mahalnya regenerasi adsorben (Bernasconi, 1995).

2.5 Hamburan Sinar-X

Sinar-x dihasilkan dalam tabung sinar katoda ketika elektron-elektron berenergi tinggi mengenai target-target logam. Ketika sinar-x difokuskan ke suatu sampel (dalam bentuk pellet atau silinder), maka terjadi dua tipe hamburan. Jika sampel tersebut kristal, sinar-x dihamburkan secara koheren, artinya tidak ada panjang gelombang atau fasa antara sinar-sinar insiden dan yang dihamburkan. Hamburan koheren umumnya dinyatakan sebagai difraksi sinar-x. jika sampel memiliki morfologi yang nonhomogen (semi kristal), hamburan tersebut tidak koheren, terjadi perubahan panjang gelombang dan fasa. Hamburan tidak koheren (juga disebut hamburan Compton) dinyatakan sebagai difraksi difusi atau yang sederhana sebagai hamburan (Stevens, M.P. 2001).


(30)

2.6 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

2.6.1 Prinsip Dasar Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Interaksi materi dengan berbagai energi seperti energi panas, energi radiasi, energi kimia, dan energi listrik selalu memberikan sifat-sifat yang karakteristik untuk setiap unsur (persenyawaan), dan besarnya perubahan yang terjadi biasanya sebanding dengan jumlah unsur atau persenyawaan . Di dalam kimia analisis yang mendasarkan pada proses interaksi itu antara lain cara analisis speltrofotometri atom yang berupa cara emisi dan cara absorbsi (serapan).

Pada cara emisi interaksi dengan energi menyebabkan eksitasi atom yang mana keadaan ini tidak berlangsung lama dan akan kembali ke tingkat semula dengan melepaskan sebagian atau seluruh energi eksitasinya dalam bentuk radiasi. Frekuensi radiasi yang dipancarkan bersifat karakteristik untuk setiap unsur dan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang tereksitasi dan yang mengalami proses de-eksitasi. Pemberian energi dalam bentuk nyala merupakan slaah satu cara untuk eksitasi atom ke tingkat yang lebih tinggi. Cara tersebut dikenal dengan nama spektrofotometri emisi nyala.

Pada absorbsi, jika pada populasi atom yang berada pada tingkat dasar dilewatkan suatu berkas radiasi maka akan terjadi penyerapan energi radiasi oleh atom-atom tersebut. Frekuensi radiasi yang paling banyak diserap adalah frekuensi radiasi resonan dan bersifat karakteristik untuk tiap unsur. Pengurangan intensitasnya sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat dasar.


(31)

2.6.2 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Sistem peralatan pada Spektrofotometri serapan atom adalah :

Gambar 2.2. Komponen-komponen spektrofotometer serapan atom (Day, 1998)

1. Sumber Sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga (hollow cathode lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon atau argon) dengan ttekanan rendah (10-15 torr). Neon biasanya paling sering dipakai karena memberikan intensitas pancaran yang lebih rendah. Bila antara katoda dan anoda diberikan tegangan yang tinggi (600 volt), maka katoda akan memancarkan berkas-berkas electron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron-elektron dengan energi tinggi ini dalam perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi.

Akibat dari tabrakan-tabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion-ion gas mulia yang bermuatan positif selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi yang tinggi pula. Sebagaimana disebutkan di atas, pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai dengan unsur yang akan dianalisis. Unsur-unsur ini akan

Tabung Katoda

berongga Pemotong berputar Nyala Monokromator Detektor Penguat arus Pencatat

Sumber

Tenaga Motor

Bahan


(32)

ditabrak oleh ion-ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar keluar dari permukaan katoda. Atom-atom unsur dari katoda ini kemudian akan mengalami eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis.

2. Tempat sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan gas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu :

a. Nyala (Flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi untuk mengeksitasikan atom dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi.

Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan, misalnya untuk gas batubara-udara, suhunya kira-kira sebesar 1800

0

C, gas alam-udara 1700 0C, asetilen-udara 2200 0C, dan gas asetilen-dinitrogen oksida (N2O) sebesar 3000 0C.

b. Tanpa nyala (Flameless)

Proses pengatoman tanpa nyala dapat dilakukan dalam tungku dari grafit seperti tungku yang dikembangkan oleh Masmann. Sistem pemanasan dengan tanpa nyala ini dapat melalui tiga tahap yaitu pengeringan (drying) yang membutuhkan suhu yang rendah, pengabuan (ashing) yyang membutuhkan suhu yang lebih tinggi karena untuk menghilangkan matriks kimia dengan mekanisme volatilitasi atau pirolisis, dan pengatoman (atomising). Pada umumnya waktu dan suhu pemanasan tanpa nyala dilakukan dengan cara terprogram.


(33)

3. Monokromator

Pada spektrofotometri serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Disamping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan

chopper.

4. Detektor

Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton (photomultiplier tube). Ada dua cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu yang memberikan respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu, dan yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi

5. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai sistem pencatat hasil. Pencatat hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu angka transmisi atau absorbs. Hasil pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi (Rohman, A. 2007).


(34)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat-Alat

− Spektrofotometer Serapan Atom Shimadzu AA-6300

− Difraksi Sinar-X Shimadzhu 6100

− Furnace Galenkamp

− Oven Carbolite

− Kertas Saring No. 42 Whatman

− Neraca Analitis AND

− Hotplate

− Alu dan Lumpang

− Botol Kaca

− Ayakan 100 Mesh

− Cawan Porselin

− Pengaduk magnet

− pH meter Trans Instrumen TI 9000

− Batang pengaduk

− Spatula

− Gelas Beaker Pyrex

− Pipet Volume Pyrex

− Pipet Skala Pyrex

− Labu Takar Pyrex

− Erlenmeyer Pyrex


(35)

3.1.2 Bahan-Bahan

− Cangkang Keong Mas

− Cd(NO3)2.5H2O p.a ( E. Merck )

− HCl(P) 65% p.a ( E. Merck )

− NaOH pellet p.a ( E. Merck )

− Akuades

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Preparasi dan Karakterisasi CaO dari Cangkang Keong Mas

Cangkang keong mas dicuci dengan air kemudian dibilas menggunakan akuades. Selanjutnya dikeringkan di dalam oven pada suhu 1100C selama 2 jam. Cangkang keong mas selanjutnya dipecah-pecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, kemudian di kalsinasi di dalam Furnace pada suhu 8000C selama 3 jam. Abu cangkang keong kemudian dihaluskan dan diayak hingga diperoleh serbuk cangkang dengan ukuran butir lolos ayakan 100 mesh dan ditentukan kandungan kalsium oksidanya secara kualitatif menggunakan X-Ray Diffraction (XRD).

3.2.2 Pembuatan Pereaksi

3.2.2.1 Pembuatan Larutan HCl 0,1M

Dimasukkan ± 50 mL akuades ke dalam labu takar 100 mL dan ditambahkan 8,3 mL HCl(P) 37% secara perlahan-lahan. Dibiarkan larutan hingga dingin, kemudian

ditambahkan akuades hingga garis batas dan dihomogenkan (HCl 1M). Selanjutnya dipipet sebanyak 10 mL larutan tersebut dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL lainnya. Ditambahkan akuades hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.2.2.2 Pembuatan Larutan NaOH 0,1M

Sebanyak 4 gram NaOH pellet dimasukkan ke dalam beaker glass dan dilarutkan menggunakan 50 mL akuades. Dimasukkan larutan NaOH tersebut ke dalam labu takar 100 mL dan ditambahkan dengan akuades hingga garis batas lalu dihomogenkan (NaOH 1M). Selanjutnya dipipet larutan tersebut sebanyak 10 mL


(36)

dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL lainnya. Ditambahkan akuades hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.2.3 Pembuatan Larutan Standar Cd2+

3.2.3.1 Pembuatan Larutan Standar Cd2+ 1000 mg/L

Sebanyak 2,9107 g Cd(NO3)2.5H2O dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 mL

yang berisi akuades, diaduk hingga seluruh kristal larut, dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL, ditambahkan akuades hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.2.3.2 Pembuatan Larutan Standar Cd2+ 100 mg/L

Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk Cd2+ 1000 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, kemudian ditambahkan akuades hingga garis batas dan dihomogenkan.

3.2.3.3 Pembuatan Larutan Standar Cd2+ 10 mg/L

Dipipet 10 mL larutan induk Cd2+ 100 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL, kemudian ditambahkan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.3.4 Pembuatan Seri Larutan Standar Cd2+ 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; dan 2,5 mg/L

Dipipet 2,5; 5,0; 7,5; 10 dan 12,5 mL larutan induk Cd2+ 10 mg/L dan dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL, kemudian ditambahkan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.3.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi Cd2+

Larutan blanko diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada λ = 228,8 nm dan dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar Cd2+ 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 dan 2,5 mg/L.

3.2.4 Adsorbsi Ion Cd2+ Menggunakan Serbuk Cangkang Keong Mas 3.2.4.1 Penentuan pH Optimum Penyerapan

Sebanyak 50 mL larutan standar Cd2+ 5 mg/L dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL dan diatur pada pH 3. Ditambahkan sebanyak 0,5 g serbuk CaO lalu diaduk menggunakan pengaduk magnet pada kecepatan 350 rpm selama 30 menit,


(37)

kemudian disaring menggunakan kertas saring whatman no. 42, dan filtratnya diukur kadar kadmiumnya menggunakan spektrofotometer serapan atom pada λ = 228,8 nm. Dilakukan hal yang sama dengan variasi pH larutan 4, 5, 6 dan 7.

3.2.4.2 Penentuan Waktu Pengadukan Optimum

Sebanyak 50 mL larutan standar Cd2+ 5 mg/L dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL dan diatur pada pH 4. Ditambahkan sebanyak 0,5 g serbuk CaO. Larutan kemudian diaduk menggunakan pengaduk magnet pada kecepatan 350 rpm selama 15 menit, kemudian disaring menggunakan kertas saring whatman no. 42, dan filtratnya diukur kadar kadmiumnya menggunakan spektrofotometer serapan atom pada λ = 228,8 nm. Dilakukan hal yang sama dengan variasi waktu pengadukan selama 30, 45 dan 60 menit.


(38)

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Preparasi dan Karakterisasi CaO dari Cangkang Keong Mas

Cangkang Keong Mas

Dicuci dengan air hingga bersih dan dibilas dengan akuades

Dikeringkan dalam oven pada suhu 1100C selama 2 jam

Dipanaskan menggunakan furnace pada suhu 8000C selama 3 jam

Dihaluskan dengan alu dan lumpang

Diayak hingga diperoleh serbuk cangkang keong mas dengan ukuran butir lolos ayakan 100 mesh Serbuk cangkang keong

mas

Dianalisa kandungan kalsium oksida menggunakan

X-Ray Diffraction (XRD) Hasil


(39)

3.3.2 Penentuan Kurva Kalibrasi Larutan Standar

Larutan standar Cd2+ 1000 mg/L

Dipipet sebanyak 10 mL

Dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL Diencerkan dengan akuades hingga garis batas

Dihomogenkan

Larutan standar Cd2+ 100 mg/L

Dipipet sebanyak 10 mL

Dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL Diencerkan dengan akuades hingga garis batas Dihomogenkan

Larutan standar Cd2+ 10 mg/L

Dipipet sebanyak 2,5; 5,0; 7,5; 10,0 dan 12,5 mL Dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan akuades hingga garis batas Dihomogenkan

Larutan seri standar Cd2+ 0,5; 1,0; 1,5; 2,0 dan 2,5 mg/L

Diukur absorbansinya menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom pada

λ = 228,8 nm Hasil


(40)

3.3.3 Adsorpsi Ion Cd2+ Menggunakan Serbuk Cangkang Keong Mas 3.3.3.1 Penentuan pH Optimum Penyerapan

Catatan : Perlakuan yang sama dilakukan pada pH larutan 4, 5, 6 dan 7 50 mL Larutan Standar Cd2+ 5 ppm

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL

Diatur pada pH 3

Ditambahkan 0,5 g serbuk cangkang keong mas ukuran butir lolos ayakan 80 mesh

Diaduk pada kecepatan 350 rpm selama 30 menit menggunakan magnetik stirer

Disaring menggunakan kertas saring whatman No. 42

Filtrat Residu

Dicek pH-nya hingga 3,50

Diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom pada λ = 228,8


(41)

3.3.3.2 Penentuan Waktu Pengadukan Optimum

Catatan : Perlakuan yang sama untuk variasi waktu pengadukan selama 30, 45 dan 60 menit

Dicek pH-nya hingga 3,50

Diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom pada λ = 228,8 nm 50 mL Lerutan Standar Cd2+ 5 ppm

Dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml

Diatur pada pH 4

Ditambahkan 0,5 g serbuk cangkang keong mas ukuran butir lolos ayakan 100 mesh

Diaduk pada kecepatan 250 rpm selama 15 menit menggunakan magnetik stirrer Disaring menggunakan kertas saring whatman No. 42

Filtrat Residu


(42)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Karakterisasi Kalsium Oksida dalam Serbuk Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata L.)

Karakterisasi kalsium oksida dalam serbuk cangkang keong mas dilakukan dengan menggunakan difraksi sinar-X (XRD), dimana pola hasil difraksi ini kemudian dicocokkan dengan pola difraksi kalsium oksida murni dari Joint Commite on Powder Diffraction Standards (JCPDS). Kandungan kalsium oksida dalam serbuk cangkang keong mas yang dikalsinasi pada suhu 800 0C dianalisa melalui pengamatan 2Ɵ.

Tabel 4.1 Data 2Ɵ senyawa kalsium oksida dari JCPDS

Sampel Temperatur

Dekomposisi 2Ɵ

Data JCPDS - 32,20 37,30 58,30 64,10 67,30 Serbuk

Cangkang Keong Mas

800 0C 32,10 37,30 58,30 - -

4.1.2. Pengukuran Ion Kadmium (Cd2+)

Kondisi alat spektrofotometer serapan atom (SSA) pada pengukuran ion kadmium (Cd2+) dapat dilihat pada tabel 4.2 dan data absorbansi larutan seri standar ion kadmium (Cd2+) dapat dilihat pada tabel 4.3.


(43)

Tabel 4.2 Kondisi alat SSA Merk Shimadzu tipe AA-6300

No Parameter Ion Kadmium (Cd2+)

1 Panjang Gelombang (nm) 228,8

2 Tipe Nyala Udara-C2H2

3 Kecepatan Aliran Gas Pembakar (L/min) 1,8

4 Kecepatan Aliran Udara (L/min) 15,0

5 Lebar Celah (nm) 0,7

6 Ketinggian Tungku (mm) 7,0

Tabel 4.3 Data Absorbansi Larutan Seri Standar Ion Kadmium (Cd2+)

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata-Rata (A)

0,0000 0,0036

0,5000 0,1791

1,0000 0,3078

1,5000 0,4913

2,0000 0,6642

2,5000 0,7934

4.1.2.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar ion Kadmium (Cd2+) pada Tabel 4.3 diplotkan terhadap konsentrasinya sehingga diperoleh suatu kurva kalibrasi berupa garis linear. Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi ini dapat diturunkan dengan metode Least Square dan dapat dilihat pada Tabel 4.4 berikut:


(44)

Tabel 4.4 Penurunan Persamaan Garis Regresi untuk Penentuan Konsentrasi Ion Kadmium (Cd2+) Berdasarkan Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standar Ion Kadmium (Cd2+)

No Xi Yi Xi-X Yi-Y (Xi-X)(Yi-Y) (Xi-X)2 (Yi-Y)

1 0,0000 0,0036 -1,2500 -0,4029 0,5036 1,5625 0,1623

2 0,5000 0,1791 -0,7500 -0,2274 0,1705 0,5625 0,0517

3 1,0000 0,3078 -0,2500 -0,0987 0,0246 0,0625 0,0097

4 1,5000 0,4913 0,2500 0,0848 0,0212 0,0625 0,0072

5 2,0000 0,6642 0,7500 0,2577 0,1932 0,5625 0,0674

6 2,5000 0,7934 1,2500 0,3869 0,4836 1,5625 0,1497

7,5000 2,4394 0,0000 0,0004 1,3967 4,3750 0,4480

Keterangan :

X = Data konsentrasi larutan seri standar

Y = Data absorbansi yang ditentukan menggunakan alat spektrofotometer serapan atom.

Nilai X dan Y dari data di atas dapat ditentukan dengan persamaan :

� =∑ ��

� =

7,5000

6 = 1,2500

� =∑ ��

� =

2,4394

6 = 0,4065

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan:

�=��+�

Dimana: � =���������


(45)

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least Square sebagai berikut :

�= ∑(�� − �)(�� − �)

∑(�� − �)2

� =1,3967

4,3750

� = 0,3192

Sehingga diperoleh harga slope (�) = 0,3192

Harga intersept (�) diperoleh melalui substitusi (�) ke persamaan berikut :

�= ��+�

�=� − ��

�= 0,4065−(0,3192)(1,2500)

�= 0,0075

Sehingga diperoleh garis regresi yang diperoleh adalah :

�= 0,3192�+ 0,0075

4.1.2.2 Penentuan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

�= ∑(�� − �)(�� − �)

�∑(�� − �)2 )((�� − �)2)

�= 1,3968

�(1,3750)(0,4480)

�= 1,3968

√1,9600

�=1,3968

1,400 = 0,9977


(46)

Kurva kalibrasi larutan seri standar Cd2+ dapat dilihat pada gambar 4.1 berikut:

Gambar 4.1 Kurva kalibrasi larutan seri standar Cd2+

4.1.3 Adsorpsi Ion Kadmium (Cd2+) Menggunakan Kalsium Oksida (CaO) dari Serbuk Cangkang Keong Mas

4.1.3.1 Data Penentuan pH Optimum

Penentuan pH optimum pada penelitian ini dilakukan mulai dari pH 3 sampai dengan pH 7. Data penentuan pH optimum dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut :

y = 0.319x + 0.007 r = 0.997

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3

A

bso

rba

nsi

R

a

ta

-r

at

a

(A

)


(47)

Tabel 4.5 Data Penentuan pH Optimum Adsorpsi pada 3 kali Pengukuran

No pH Larutan Konsentrasi Akhir Larutan Cd

2+

(mg/L)

X1 X2 X3 X

1 3 0,9275 0,9278 0,9274 0,9276

2 4 0,3388 0,3388 0,3390 0,3389

3 5 0,8350 0,8351 0,8349 0,8350

4 6 0,9625 0,9624 0,9629 0,9626

5 7 1,2221 1,2223 1,2222 1,2222

4.1.3.2 Data Penentuan Waktu Pengadukan Optimum

Penentuan waktu pengadukan optimum pada penenlitian ini dilakukan mulai dari waktu 15 menit sampai 60 menit, dimana pH larutan yang digunakan adalah pH 4 (pH optimum). Data penentuan waktu pengadukan optimum dapat dilihat pada Tabel 4.6 berikut:

Tabel 4.6 Data Penentuan Waktu Pengadukan Optimum Adsorpsi pada 3 kali Pengukuran

No Waktu Pengadukan (menit) Konsentrasi Akhir Larutan Cd

2+

(mg/L)

X1 X2 X3 X

1 15 0,7084 0,7087 0,7084 0,7085

2 30 0,3260 0,3259 0,3264 0,3261

3 45 0,6298 0,6299 0,62300 0,6299

4 60 0,6877 0,6876 0,6878 0,6877

4.1.4 Persentase Penurunan Kadar Ion Kadmium (Cd2+) dalam Larutan (Penentuan Persen (%) Adsorpsi)

Persentase penurunan kadar ion Cd2+ dalam larutan sebelum dan setelah diadsorpsi dapat ditentukan menggunakan persamaan berikut:


(48)

% �������� =��������������� − �������������ℎ��

��������������� × 100 %

Dari data hasil pengukuran yang terdapat pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6, maka penentuan % adsorpsi pada berbagai perlakuan dapat ditentukan sebagai berikut:

1. Pada penentuan pH optimum (pH 4) dengan waktu pengadukan selama 30 menit :

% �������� =5,0001−0,3389

5,0001 × 100 %

= 93,22 %

Data % adsorpsi pada penentuan pH optimum secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 2A.

2. Pada penentuan waktu pengadukan optimum (waktu 30 menit) dengan kondisi larutan pada pH 4 :

% �������� =5,0001−0,3261

5,0001 × 100 %

= 93,48 %

Data % adsorpsi pada penentuan waktu pengadukan optimum secara lengakap dapat dilihat pada Lampiran 2B.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Preparasi dan Karakterisasi Kalsium Oksida dalam Serbuk Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata L.)

Kalsium oksida yang merupakan kristal berwarna putih dapat dibuat dengan cara pemanasan batu kapur, batu koral dan cangkang-cangkang mollusca yang mengandung CaCO3 dengan melepaskan karbon dioksida. Reaksi tersebut bersifat

reversibel, dimana kalsium oksida bereaksi dengan karbon dioksida membentuk kalsium karbonat kembali. Berdasarkan hal tersebut, serbuk cangkang keong mas dikalsinasi pada suhu 800 0C untuk mendapatkan kalsium oksida.

Pada suhu 700 0C dekomposisi kalsium oksida belum terjadi, pada suhu ini kalsium karbonat belum terurai menjadi kalsium oksida. Berdasarkan karakterisasi menggunakan difraksi sinar-X, CaO terbentuk pada suhu pemanasan 800 0C. Berikut ini pada Tabel 4.7 dapat dilihat perbandingan suhu kalsinasi cangkang


(49)

keong mas pada suhu 700 0C dan 800 0C selama 3 jam dengan data 2Ɵ untuk CaCO3 dan CaO murni.

Tabel 4.7 Data 2Ɵ senyawa kalsium karbonat dan kalsium oksida dari JCPDS

Sampel Temperatur Senyawa 2Ɵ

Data

JCPDS -

CaO 32,20 37,30 58,30 64,10 67,30

CaCO3 29,40 39,40 43,20 47,40 48,50

Serbuk Cangkang

Keong Mas

700 0C CaO - - - - -

CaCO3 29,30 - - 47,40 48,40

800 0C CaO 32,1

0

37,30 58,30 - -

CaCO3 - - - - -

Dari data di atas, terlihat bahwa kalsium oksida dari cangkang keong mas dapat terbentuk pada suhu dekomposisi 800 0C selama 3 jam. Abu cangkang keong mas ini kemudian digunakan sebagai adsorben untuk menyerap logam.

4.2.2 Adsorpsi Ion Kadmium (Cd2+) Menggunakan Kalsium Oksida (CaO) dari Serbuk Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata L.)

Serbuk cangkang keong mas yang digunakan untuk mengadsorpsi ion Cd2+ pada penelitian ini adalah serbuk cangkang keong mas yang telah dipanaskan pada suhu 800 0C selama 3 jam dengan ukuran serbuk yang lolos ayakan 100 mesh. Dimana proses adsorpsi dilakukan dengan variasi pH penyerapan dan waktu kontak optimum penyerapan.

Salah satu parameter kontrol yang sangat penting dalam proses adsorpsi ion logam adalah derajat keasaman atau pH larutan. Hal ini dikarenakan setiap logam yang terkandung dalam limbah membutuhkan kondisi penyerapan yang berbeda. Pada penelitian ini, pH yang digunakan pada proses adsorpsi adalah pH 3-7. Konsentrasi ion Cd2+ yang digunakan 5 mg/L sebanyak 50 mL, dengan berat adsorben 0,50 g dan waktu pengadukan 30 menit (Bagan 3.3.4.1). Dimana data penentuan pH adsorpsi dapat dilihat pada Tabel 4.5.


(50)

Berdasarkan data tersebut dan data pada lampiran maka persentase adsorpsi pada berbagai pH dapat kita gambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.2 Persen (%) adsorpsi pada berbagai pH larutan.

Berdasarkan gambar 4.2, dapat kita lihat bahwa persen (%) Cd2+ yang teradsorpsi mengalami peningkatan dari pH 3 sampai 4, hal ini karena dipengaruhi oleh penambahan HCl. Pada pH 3 dan pH 4 penambahan HCl relatif banyak sehingga menyebabkan peningkatan jumlah ion H+ dalam larutan dan terjadi persaingan antara ion H+ dengan ion Cd2+ untuk berikatan dengan pasangan elektron bebas pada CaO.

Pada perlakuan variasi pH 3, 6 dan 7 menunjukkan perbedaan yang nyata pada persen Cd2+ teradsorpsi. Pada pH 7, persen Cd2+ teradsorpsi sangat kecil yaitu 75,56 % karena pada pH netral ion-ion logam mengalami reaksi hidrolisis dalam larutan sehingga logam tersebut tidak stabil dalam bentuk ion logam semula dan kemampuan menyerap adsorben menjadi menurun. Dari hasil analisis, perbedaan persen penyerapan pada pH 4 dan 5 paling dekat jika dibandingkan dengan variasi pH yang lainnya yaitu 93,22 % dan 83,30 %. Sehingga pH optimum penyerapan dalam penelitian ini adalah pada pH 4.

81.448 93.222 83.3 80.748 75.56 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

3 4 5 6 7

A d sor p si ( % )


(51)

Penentuan waktu pengadukan optimum dalam proses adsorpsi sangat penting untuk dilakukan, karena waktu pengadukan antara adsorben dan adsorbat dapat mempengaruhi kesetimbangan dan kestabilan CaO terhadap Cd2+ yang tersisa dalam larutan. Pada penelitian ini, variasi waktu pengadukan yang digunakan pada proses adsorpsi adalah 15, 30, 45 dan 60 menit. Konsentrasi ion Cd2+ yang digunakan adalah 5 mg/L sebanyak 50 mL dengan pH larutan 4, dan berat adsorben 0,50 g (Bagan 3.3.4.2), dengan waktu pengadukan optimum dapat dilihat pada tabel 4.6. Berdasarkan data tersebut dan data pada Lampiran maka persentase adsorpsi pada berbagai waktu pengadukan dapat dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.3 Persen (%) adsorpsi pada berbagai waktu pengadukan

Berdasarkan Gambar 4.3, dapat kita ketahui bahwa waktu pengadukan selama 15 menit dapat menyerap ion Cd2+ sebesar 85,83 %, dan mencapai optimum pada waktu 30 menit yaitu dengan penyerapan 93,47 %. Sedangkan pada pada waktu pengadukan 45 dan 60 menit didapatkan penurunan penyerapan. Hal ini dikarenakan permukaan aktif adsorben sudah cukup jenuh dan interaksi antara adsorben dan adsorbat yang lemah sehingga menyebabkan ion logam terlepas dari permukaan adsorben. 85.83 93.47 87.7 86.24 82 84 86 88 90 92 94 96

15 30 45 60

A d sor p si ( % )


(52)

4.2.3 Interaksi Serbuk Cangkang Keong Mas dengan Ion Kadmium (Cd2+)

Kandungan kalsium karbonat dalam cangkang keong mas sangat tinggi, dan dengan pemanasan pada suhu kalsinasi yang sesuai, maka kalsium karbonat tersebut dapat diubah menjadi kalsium oksida. Struktur CaO adalah bentuk kubik heksagonal dimana ada kisi-kisi di dalamnya terselingi oleh ion H+, Na+ dan lain-lain. Besarnya penyerapan serbuk abu cangkang keong mas disebabkan struktur abu yang terbuka akibat dari pemanasan pada suhu tertentu sehingga pori-pori abu cangkang berpotensi untuk menyerap ion-ion logam. Mekanisme yang terjadi dalam adsorpsi ion Cd2+ yaitu adanya ikatan van der Waals yang terjadi antara adsorben dan adsorbat merupakan ikatan yang lemah karena kesetimbangan adsorpsi reversibel (dapat terjadi reaksi balik) dan berlangsung cepat sehingga mudah untuk diganti dengan molekul yang lain. Mekanisme adsorpsi selanjutnya berdasarkan prinsip pertukaran ion (ion exchange).


(53)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa kalsium oksida dari serbuk cangkang keong mas yang telah dipanaskan pada suhu 800 0C selama 3 jam dapat digunakan untuk mengadsorpsi ion logam Cd2+ dalam larutan dengan pH optimum 4 dan waktu pengadukan selama 30 menit dengan persentase penyerapan sebesar 93,47 % dengan menggunakan adsorben sebanyak 0,5 g dalam 50 mL larutan Cd2+ 5 mg/L.

5.2 Saran

Pada penelitian ini abu serbuk cangkang keong mas hanya diaktivasi secara fisika sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan aktivasi serbuk cangkang keong mas secara kimia dan perbandingan ukuran serbuk adsorben untuk penyerapan beberapa jenis logam.


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Bernasconi, G. 1995. Teknologi Kimia. Cetakan Pertama. Jilid 2. Paradnya Paramita. Jakarta.

Cotton, F.A and Wilkinson, G. 1962. Advanced Inorganic Chemistry. John Wiley and Sons. New York.

Cowie, R.H. 2007. Global Advances in Ecology and Management of Golden Apple Snail. Ingnieria DICTUC and FAO. 1: 3-23.

Darmono. 1999. Kadmium (Cd) Dalam Lingkungan dan Pengaruhnya Terhadap Kesehatan dari Produktivitas Ternak. Wartazoa. 8 (1): 28-32.

Day, R.A.Jr., dan Underwood A.L. 1998. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga. Jakarta.

Effendi, H. 2000. Telaah Kualitas Air. IPB Press. Bogor.

Etuk, B. R., Etuk, I. F., and Asuquo. L.O. 2011. Feasibility of Using Sea Shell Ash as Admixtures for concrete. Journal of Environmental Science and Engineering. 1:121-127.

Fanny, W.A., Subagjo., dan Prakoso, T. 2012. Pengembangan Katalis Kalsium Oksida Untuk Sintesis Biodiesel. Jurnal Teknik Kimia Indonesia. 11 (2): 66-73.

2014

Hamzah. 2009. Studi Kualitas Air Lokasi Pertambangan Nikel Pomalaa Sulawesi Tenggara. [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Program Pasca Sarjana.

Hanjaya, S., Darjito., dan Purwonugroho, D. 2013. Pengaruh pH dan Waktu Kontak Pada Adsorpsi Cd(II) Menggunakan Adsorben Kitin Terfosforilasi dari Limbah Cangkang Bekicot (Achatina Fulica). Kimia Student Journal. 2 (2): 503-509.


(55)

Hutabarat, S dan S.M. Evans. 1986. Pengantar Osenografi. UI Press. Jakarta. Jonak, C., Nagami, H., and Hirt, H. 2004. Heavy Metal Stress. Activation

Mitogen-Activated Protein Kinase Pathways by Copper and Cadmium.

Plant Physiology. 136: 3276-3283.

Krisnawati., Jasinda., dan Iriany. 2013. Penyerapan Logam Kadmium (Cd2+) Dengan Adsorben Cangkang Telur Bebek Yang Telah Diaktivasi. Kimia Student Journal.

Kusmiyati., Puspita, A., dan Kunthi, P. 2012. Pemanfaatan Karbon Aktif Arang Batubara (KAAB) Untuk Menurunkan Kadar Ion Logam Berat Cu2+ dan Ag+ Pada Limbah Cair Industri. Reaktor. 14 (1): 51-60.

Lawrence, A. 2003. Effects of Pollutan On Fish Molecular Effects and Population Responses. Blackwell Science Ltd. Oxford.

Lesbani, A., Palita, T., Risfidian, M., and Fahmariyanti. 2013. Preparation Of Calcium Oxide From Achatina fulica As Catalyst For Production Of Biodiesel From Waste Cooking Oil. Indonesian Journal Chemistry. 13 (2): 176-180.

Mirwan, A. dan Wijayanti, H. 2011. Penurunan Ion Fe dan Mn Air Tanah Kota Banjarbaru Menggunakan Tanah Lempung Gambut Sebagai Adsorben.

Info Teknik. 1 (1).

Oscik, J. 1982. Adsorption. John Wiley and Sons. New York.

Permanasari, A., Wiwi, S., dan Irnawati, W. 2010. Uji Kinerja Adsorben Kitosan-Bentonit Terhadap Logam Berat dan Diazinon Secara Simultan. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia. 1 (2): 121-134.

Rahman, L.A. 2006. Kandungan Logam Berat Timbal (Pb) dan Kadmium (Cd) pada Beberapa Jenis Krustasea Di Pantai Batakan dan Takisung Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan. Bioscientiae. 3: 93-101.

Rico, L.G., Felix, C.F., Burguenso, R.R., and Marini, M.J. 2002. Determination of Cadmium and zinc and Its Relationship to Metalloghionein Level in Swine Kidney. Rev. In. Contact Ambient. 18: 157-162.

Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka pengajar. Yogyakarta.

Rukmana, R. 1997. Hama Tanaman dan Teknik Pengendalian. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Saputra, B.W. 2008. Desain Sistem Adsorpsi Dengan Dua Adsorber [Skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia, Program Sarjana.


(56)

Setiawan, D. 2008. Pemakaian Cangkang Bekicot (Achatina Fulica) dan Keong Mas (Pomacea Canaliculata Lamarck) Sebagai Energizer di dalam Proses Karburisasi Padat Pada Baja Karbon Rendah. [Skripsi]. Bandung: Institut Teknologi Bandung, Program Sarjana.

Stevens, M.P. 2001. Kimia Polimer. Cetakan pertama. Pradnya Parawita. Jakarta. Subowo., Mulyadi, S., Widodo., dan Asep Nugraha. 1999. Status dan Penyebaran

Pb, Cd, dan Pestisida pada Lahan Sawah Intensifikasi di Pinggir Jalan Raya. Puslittanak Bogor. Bogor.

Sudarmadji., J. Mukono., dan Corie, I.P. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2 (2): 129-142.

Sunardi. 2006. 116 Unsur Kimia Deskripsi dan Pemanfaatannya. Yrama Widya. Bandung.

Vogel, A.I. 1994. Buku Teks Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi Kelima. PT Kalman Media Pustaka. Jakarta.

Widowati, W., Sastiono, A., dan Jusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Yokouchi, M., Hiramatsu, N., Hakayawa, R., Kasal, A., Takano, Y., Yao, J and Kitamura, M. 2007. Atypical, Bidirection Regulation of Cadmium Induced Apoptosis Via Distinc Signaling of Unfolded Protein Response. Cell Death and Differentation, 14: 1467-1474.


(57)

(58)

Lampiran 1. Karakterisasi Kalsium Oksida dalam Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata L.)

Difraktogram kalsium oksida dari serbuk cangkang keong mas setelah dikalsinasi pada suhu 800 0C


(59)

Lampiran 2. Persentase Penurunan Kadar Ion Kadmium (Cd2+) dalam larutan

A. Data persen (%) adsorpsi penentuan pH optimum pada waktu pengadukan 30 menit dalam 50 mL larutan Cd2+ 5 ppm yang dilakukan sebanyak 3 kali pengukuran

No pH

Larutan

Konsentrasi Akhir (mg/L)

Absorbansi (A)

A1 A2 A3 A

1 3 0,9276 0,2981 0,2983 0,2979 0,2981

2 4 0,3389 0,1190 0,1191 0,1192 0,1191

3 5 0,8350 0,2675 0,2676 0,2674 0,2675

4 6 0,9626 0,3167 0,3166 0,3171 0,3168

5 7 1,2222 0,3990 0,3992 0,3991 0,3991

B. Data persen (%) adsorpsi penentuan waktu pengadukan optimum pada pH 4 dalam 50 mL larutan Cd2+ 5 ppm yang dilakukan sebanyak 3 kali pengukuran

No Waktu Pengadukan (menit)

Konsentrasi Akhir (mg/L)

Absorbansi (A)

A1 A2 A3 A

1 15 0,7085 0,2502 0,2505 0,2502 0,2503

2 30 0,3261 0,1159 0,1158 0,1163 0,1160

3 45 0,6299 0,2460 0,2461 0,2462 0,2461


(60)

Lampiran 3. Gambar Bahan Penelitian

Gambar cangkang keong mas (Pomacea canaliculata L. ) sebelum dan sesudah pemanasan pada suhu 8000C.

1. Cangkang Keong Mas sebelum 2. Serbuk Cangkang Keong Mas

Dipanaskan pada Suhu 800 0C Setelah Dipanaskan pada suhu 800 0C


(61)

Lampiran 4. Gambar Alat Penelitian

A. Gambar Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom Merk Shimadzu tipe AA-6300


(1)

Setiawan, D. 2008. Pemakaian Cangkang Bekicot (Achatina Fulica) dan Keong Mas (Pomacea Canaliculata Lamarck) Sebagai Energizer di dalam Proses Karburisasi Padat Pada Baja Karbon Rendah. [Skripsi]. Bandung: Institut Teknologi Bandung, Program Sarjana.

Stevens, M.P. 2001. Kimia Polimer. Cetakan pertama. Pradnya Parawita. Jakarta. Subowo., Mulyadi, S., Widodo., dan Asep Nugraha. 1999. Status dan Penyebaran

Pb, Cd, dan Pestisida pada Lahan Sawah Intensifikasi di Pinggir Jalan Raya. Puslittanak Bogor. Bogor.

Sudarmadji., J. Mukono., dan Corie, I.P. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2 (2): 129-142.

Sunardi. 2006. 116 Unsur Kimia Deskripsi dan Pemanfaatannya. Yrama Widya. Bandung.

Vogel, A.I. 1994. Buku Teks Anorganik Kualitatif Makro dan Semimikro. Edisi Kelima. PT Kalman Media Pustaka. Jakarta.

Widowati, W., Sastiono, A., dan Jusuf, R. 2008. Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Yokouchi, M., Hiramatsu, N., Hakayawa, R., Kasal, A., Takano, Y., Yao, J and Kitamura, M. 2007. Atypical, Bidirection Regulation of Cadmium Induced Apoptosis Via Distinc Signaling of Unfolded Protein Response. Cell Death and Differentation, 14: 1467-1474.


(2)

(3)

Lampiran 1. Karakterisasi Kalsium Oksida dalam Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata L.)

Difraktogram kalsium oksida dari serbuk cangkang keong mas setelah dikalsinasi pada suhu 800 0C


(4)

larutan

A. Data persen (%) adsorpsi penentuan pH optimum pada waktu pengadukan 30 menit dalam 50 mL larutan Cd2+ 5 ppm yang dilakukan sebanyak 3 kali pengukuran

No pH Larutan

Konsentrasi Akhir (mg/L)

Absorbansi (A)

A1 A2 A3 A

1 3 0,9276 0,2981 0,2983 0,2979 0,2981

2 4 0,3389 0,1190 0,1191 0,1192 0,1191

3 5 0,8350 0,2675 0,2676 0,2674 0,2675

4 6 0,9626 0,3167 0,3166 0,3171 0,3168

5 7 1,2222 0,3990 0,3992 0,3991 0,3991

B. Data persen (%) adsorpsi penentuan waktu pengadukan optimum pada pH 4 dalam 50 mL larutan Cd2+ 5 ppm yang dilakukan sebanyak 3 kali pengukuran

No Waktu Pengadukan (menit)

Konsentrasi Akhir (mg/L)

Absorbansi (A)

A1 A2 A3 A

1 15 0,7085 0,2502 0,2505 0,2502 0,2503

2 30 0,3261 0,1159 0,1158 0,1163 0,1160

3 45 0,6299 0,2460 0,2461 0,2462 0,2461


(5)

Lampiran 3. Gambar Bahan Penelitian

Gambar cangkang keong mas (Pomacea canaliculata L. ) sebelum dan sesudah pemanasan pada suhu 8000C.

1. Cangkang Keong Mas sebelum 2. Serbuk Cangkang Keong Mas

Dipanaskan pada Suhu 800 0C Setelah Dipanaskan pada suhu 800 0C


(6)

A. Gambar Peralatan Spektrofotometer Serapan Atom Merk Shimadzu tipe AA-6300


Dokumen yang terkait

Studi Pemanfaatan Kalsium Oksida (CaO) dari Serbuk Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata l.) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Zinkum (Zn2+) dan Ion Argentum (Ag+)

0 6 65

Studi Pemanfaatan Kalsium Oksida (CaO) dari Serbuk Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata L.) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Kadmium (Cd2+)

0 0 13

Studi Pemanfaatan Kalsium Oksida (CaO) dari Serbuk Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata L.) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Kadmium (Cd2+)

0 0 2

Studi Pemanfaatan Kalsium Oksida (CaO) dari Serbuk Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata L.) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Kadmium (Cd2+)

0 0 5

Studi Pemanfaatan Kalsium Oksida (CaO) dari Serbuk Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata L.) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Kadmium (Cd2+)

0 1 13

Studi Pemanfaatan Kalsium Oksida (CaO) dari Serbuk Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata L.) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Kadmium (Cd2+)

0 2 3

Studi Pemanfaatan Kalsium Oksida (CaO) dari Serbuk Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata L.) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Kadmium (Cd2+)

0 0 5

Studi Pemanfaatan Kalsium Oksida (CaO) dari Serbuk Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata l.) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Zinkum (Zn2+) dan Ion Argentum (Ag+)

0 0 13

Studi Pemanfaatan Kalsium Oksida (CaO) dari Serbuk Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata l.) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Zinkum (Zn2+) dan Ion Argentum (Ag+)

0 0 2

Studi Pemanfaatan Kalsium Oksida (CaO) dari Serbuk Cangkang Keong Mas (Pomacea Canaliculata l.) Sebagai Adsorben Terhadap Ion Zinkum (Zn2+) dan Ion Argentum (Ag+)

0 1 4