PENGARUH SUHU PEMANASAN, LAMA PEMANASAN DAN PENDINGINAN SECARA CEPAT TERHADAP SIFAT KETANGGUHAN PADA BAJA KARBON MEDIUM

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Baja merupakan material yang paling banyak digunakan sebagai bahan industri, karena
baja mempunyai sifat-sifat fisis dan mekanis yang bervariasi (Purboputro, 2009). Baja
sebagai material utama untuk menunjang berbagai keperluan industri terus meningkat,
dimulai dari industri otomotif, perkapalan, pemesinan, dan industri lainnya (Saefudin dan
Herianto, 2008). Baja adalah campuran dari besi dan karbon, dimana unsur karbon
menjadi dasar campurannya. Dengan penambahan atau pengurangan kadar karbon atau
unsur paduan lain akan diperoleh kekuatan baja sesuai yang diinginkan (Amanto dan
Daryanto, 1999).

Dalam aplikasinya baja karbon medium yang banyak digunakan sebagai baja konstruksi
mesin, poros, roda gigi, rantai, dan lainnya (Sidney, 1992). Untuk menghasilkan baja
karbon medium yang mempunyai kekerasan dan kekuatan yang tinggi sesuai dengan apa
yang diharapkan, sehingga baja karbon medium dapat diberikan perlakuan panas (heat
treatment) untuk merubah sifat mekanik.

Proses perlakuan panas (heat treatment) yang dapat membentuk (mengubah) sifat besi
atau baja dari yang mudah patah menjadi lebih kuat atau juga dapat merubah sifat baja

dari yang lunak menjadi sangat keras. Heat treatment merupakan proses kombinasi
antara pemanasan dan pendinginan terhadap logam atau paduan dalam keadaan padat
untuk memperoleh sifat pada logam atau paduan. Pembentukan sifat inilah yang sangat
diperlukan untuk memperoleh material bahan industri yang sesuai dengan kebutuhan dan
fungsinya. Selama ini pengrajin besi membuat alat dari baja hanya berdasarkan pada

pemanasan temperatur yang tidak ditentukan, sehingga hasil produksi yang dihasilkan
tidak memiliki nilai ketangguhan yang maksimal. Maka perlu adanya penelitian terhadap
temperatur, lamanya penahanan, dan pendinginan secara cepat agar dihasilkan bahan
dengan nilai ketangguhan yang terbaik. Selain itu juga perlu dilihat hubungan nilai
ketangguhan terhadap struktur mikro setelah heat treatment.

Dalam penelitian ini baja dipanaskan dalam berbagai temperatur dan lamanya pemanasan
dengan harapan mendapatkan sifat ketangguhan (impact) yang maksimal. Baja
dipanaskan pada temperatur 780, 830 dan 880 oC dengan setiap tingkat temperatur diberi
lama pemanasan 20, 40 dan 60 menit kemudian langsung didinginkan secara cepat
(quenching) dan dilakukan uji ketangguhan dengan metode charpy. Baja karbon medium
tersebut juga akan dilakukan uji struktur mikro dengan mikroskop optik. Hasil dari uji
ketangguhan akan dihubungkan dengan struktur mikro baja berdasarkan dari variasi
temperatur, lamanya pemanasan dan komposisi kimia.


1.2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana persentase komposisi kimia sebagai bahan utama penyusun baja.
2. Bagaimana pengaruh variasi suhu pemanasan, lama pemanasan, dan pendinginan
terhadap struktur sifat mekanis baja.

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Metode yang digunakan dalam pengujian ketangguhan (impact) baja karbon medium
adalah metode charpy.

2. Baja karbon medium dipanaskan pada temperatur 780, 830 dan 880 oC dengan lama
pemanasan 20, 40 dan 60 menit. Selanjutnya langsung didinginkan (quenching).
3. Pengujian yang dilakukan adalah uji ketangguhan (impact), uji struktur mikro dan uji
komposisi kimia.
4. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah baja pegas daun.
5. Media pendinginan cepat (quenching) adalah air.


1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui persentase komposisi kimia sebagai bahan utama penyusun baja.
2. Untuk mengetahui pengaruh variasi suhu pemanasan, lama pemanasan, dan
pendinginan terhadap sifat mekanis baja.

1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Dapat mengetahui komposisi kimia, strukturmikro dan nilai ketangguhan baja karbon
medium dari bahan dasar baja pegas daun yang diberi temperatur austenisasi 780, 830
dan 880 oC dengan waktu tahan 20, 40 dan 60 menit.
2. Sebagai informasi/ referensi untuk pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian
mengenai baja karbon medium.
3. Dapat memberikan informasi kepada dunia industri dalam perlakuan panas baja untuk
pengembangan produk yang lebih baik.

1.6. Sistematika Penelitian


Aspek-aspek yang dipaparkan dalam penelitian ini dicantumkan dalam lima bab dengan
sistematika sebagai berikut:

BAB I

PENDAHULUAN
Menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Baja

Baja merupakan bahan dasar vital untuk industri. Semua segmen kehidupan, mulai dari
peralatan dapur, transportasi, generator, sampai kerangka gedung dan jembatan
menggunakan baja. Ekploitasi besi baja menduduki peringkat pertama diantara barang
tambang logam dan produknya melingkupi hampir 95% dari produk barang berbahan
logam yang dimanfaatkan dalam kehidupan manusia. Baja adalah logam paduan antara

besi (Fe) dan karbon (C), dimana besi sebagai unsur dasar dan karbon sebagai unsur
paduan utamanya. Kandungan karbon dalam baja berkisar antara 0,2%-0,7% berat sesuai
gradenya. Dalam proses pembuatan baja akan terdapat unsur-unsur lain selain karbon
yang akan tertinggal di dalam baja seperti mangan (Mn), silicon (Si), cromium (Cr),
vanadium (V) dan unsur lainnya (Bolton, 1998). Baja banyak digunakan karena baja
mempunyai sifat mekanis lebih baik daripada besi, sifat baja antara lain:
• Tangguh dan ulet.
• Mudah ditempa.
• Mudah diproses.
• Sifatnya dapat diubah dengan mengubah karbon.
• Sifatnya dapat diubah dengan perlakuan panas.
• Kadar karbon lebih rendah disbanding besi.
• Banyak dipakai untuk berbagai bahan penelitian.
1.1.1. Klasifikasi Baja

Menurut ASM handbook vol.1:329 (1993), baja dapat diklasifikasikan berdasarkan
komposisi kimianya seperti kadar karbon dari paduan yang digunakan. Berikut ini
klasifikasi baja berdasarkan komposisi kimianya:
1. Baja Karbon
Baja karbon terdiri dari besi dan karbon. Karbon merupakan unsur pengeras besi

yang efektif dan murah. Oleh karena itu, pada umumnya sebagian besar baja hanya
mengandung karbon dengan sedikit unsur paduan lainnya. Perbedaan persentase
kandungan karbon dalam campuran logam baja menjadi salah satu pengklasifikasian
baja. Berdasarkan kandungan karbon, baja dibagi ke dalam tiga macam yaitu:

a. Baja karbon rendah (Low carbon steel)
Baja karbon rendah adalah baja yang mengandung karbon kurang dari 0,3% C.
Baja karbon rendah merupakan baja yang paling murah diproduksi diantara
semua karbon, mudah dilas, serta keuletan dan ketangguhannya sangat tinggi
tetapi kekerasannya rendah dan tahan aus. Sehingga pada penggunaannya, baja
jenis ini dapat digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan komponen bodi
mobil, struktur bangunan, pipa gedung, jembatan, kaleng, pagar dan lain-lain.

b. Baja karbon sedang (Medium carbon steel)
Baja karbon sedang adalah baja yang mengandung karbon dengan persentase
sebesar 0,3%-0,6% C. Baja karbon sedang memiliki kelebihan jika dibandingkan
dengan baja karbon rendah yaitu kekerasannya lebih tinggi daripada baja karbon
rendah, kekuatan tarik dan batas regang yang tinggi, tidak mudah dibentuk oleh
mesin, lebih sulit dilakukan untuk pengelasan dan dapat dikeraskan (diquenching)
dengan baik. Baja karbon sedang banyak digunakan untuk poros, rel kereta api,


roda gigi, pegas, baut, komponen mesin yang membutuhkan kekuatan tinggi dan
lain-lain.

c. Baja karbon tinggi (High carbon steel)
Baja karbon tinggi merupakan baja yang mengandung karbon sebesar 0,6%-1,7%
C dan memiliki tahan panas yang tinggi, kekerasan tinggi, tetapi keuletannya
lebih rendah. Baja karbon tinggi mempunyai kuat tarik paling tinggi dan banyak
digunakan untuk material tools. Salah satu aplikasi dari baja tersebut adalah
dalam pembuatan kawat baja dan kabel baja. Berdasarkan jumlah karbon yang
terkandung di dalam baja maka baja karbon ini banyak digunakan dalam
pembuatan pegas dan alat-alat perkakas seperti palu, gergaji, atau pahat potong.
Selain itu, baja jenis ini banyak digunakan untuk keperluan industri lain seperti
pembuatan kikir, pisau cukur, mata gergaji dan lainnya.

2. Baja Paduan
Baja paduan didefinisikan sebagai suatu baja yang dicampur dengan satu atau lebih
unsur campuran seperti nikel, mangan, molybdenum, cromium, vanadium dan
wolfram yang berguna untuk memperoleh sifat-sifat baja yang dikehendaki seperti
sifat kekuatan, kekerasan dan keuletannya. Paduan dari beberapa unsur yang berbeda

memberikan sifat khas dari baja. Misalnya baja yang dipadu dengan Ni dan Cr akan
menghasilkan baja yang mempunyai sifat keras dan ulet. Berdasarkan kadar
paduannya, baja paduan dibagi menjadi tiga macam yaitu:
• Low alloy steel

Low alloy steel merupakan baja paduan dengan kadar unsur paduan rendah
(kurang dari 10%), mempunyai kekuatan dan ketangguhan lebih tinggi daripada
baja karbon dengan kadar karbon yang sama atau mempunyai keuletan lebih
tinggi daripada baja karbon dengan kekuatan yang sama. Misalnya unsur Cr, Mn,
Ni, S, Si, P dan lain-lain.
• High alloy steel
High alloy steel merupakan baja paduan dengan kadar unsur paduan tinggi lebih
dari 10% wt, mempunyai sifat khusus tertentu. Misalnya unsur Cr, Mn, Ni, S, Si,
P (Mulyanti, 1996).

1.2. Baja Pegas Daun

Pegas daun merupakan salah satu komponen utama yang digunakan untuk

meredam


getaran atau guncangan yang ditimbulkan oleh eksitasi-eksitasi gaya luar saat kendaraan
bergerak. Pegas daun banyak digunakan sebagai suspensi kendaraan darat, khususnya
untuk kendaraan roda empat atau lebih. Bahan pegas daun termasuk ke dalam golongan
baja pegas, yang sebenarnya tidak mempunyai kekerasan yang tinggi. Baja tersebut dapat
dikeraskan dan ditingkatkan keuletannya dengan beberapa cara, antara lain melalui
proses perlakuan panas (Anonim A, 2012).

1.3. Diagram Fasa Fe-C

Fasa didefinisikan sebagai bagian dari bahan yang memiliki struktur atau komposisi
tersendiri. Diagram fasa Fe-C atau biasa disebut diagram kesetimbangan besi karbon

merupakan diagram yang menjadi parameter untuk mengetahui segala jenis fasa yang
terjadi di dalam baja dengan segala perlakuannya. Konsep dasar dari diagram fasa adalah
mempelajari bagaimana hubungan antara besi dan paduannya dalam keadaan setimbang.
Hubungan ini dinyatakan dalam suhu dan komposisi, setiap perubahan komposisi dan
perubahan suhu akan mempengaruhi struktur mikro.

Pada diagram fasa Fe-C di bawah ini muncul larutan padat (δ, α, γ) atau disebut besi

delta (δ), austenit (γ) dan ferit (α). Ferit mempunyai struktur kristal BCC (Body Centered
Cubic) dan austenit mempunyai struktur kristal FCC (Face Centered Cubic) sedangkan
besi delta (δ) mempunyai struktur kristal FCC pada suhu tinggi. Apabila kandungan
karbon melebihi batas daya larut, maka akan membentuk fasa kedua yang disebut
karbida besi atau sementit. Karbida besi mempunyai komposisi kimia Fe3C yang sifatnya
keras dan getas. Peningkatan kadar karbon pada baja karbon akan meningkatkan sifat
mekanik baja tersebut, terutama kekerasan karena sifat yang dimiliki oleh endapan
sementit yang keras. Gambar 1 di bawah ini merupakan gambar diagram fasa Fe3C.

Gambar 1. Diagram Fasa Fe3C (ASM handbook vol.4:4, 1991).

Berdasarkan gambar di atas, menunjukkan bahwa pada temperatur sekitar 727 oC terjadi
temperatur transformasi austenit menjadi fasa perlit (gabungan fasa ferit dan sementit).
Transformasi fasa ini dikenal sebagai reaksi eutectoid dan merupakan dasar proses
perlakuan panas pada baja. Kemudian pada temperatur antara 912 oC dan 1394 oC
merupakan daerah besi gamma (γ) atau disebut austenit. Pada kondisi tersebut biasanya
austenit bersifat stabil, lunak, ulet, mudah dibentuk dan memiliki struktur kristal FCC
(Face Centered Cubic). Besi gamma tersebut dapat melarutkan karbon dalam jumlah
besar yaitu sekitar 2,11% maksimum pada temperatur sekitar 1148 oC. Besi BCC dapat
melarutkan karbon dalam jumlah yang sangat rendah, yaitu sekitar 0,77% maksimum

pada temperatur 727 oC. Larutan dari intensitas karbon di dalam besi ini disebut juga besi

alpha (α) atau fasa ferit. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan di dalam diagram fasa
Fe-C yaitu perubahan fasa ferit atau besi alpha (α), austenit atau besi gamma (γ),
sementit atau karbida besi, perlit dan martensit. Berikut ini uraiannya:

 Ferit atau besi alpha (α)
Ferit merupakan modifikasi struktur besi murni pada temperatur ruang, dimana ferit
menjadi lunak dan ulet. Karena ferit memiliki struktur BCC (Body Centered Cubic),
maka ruang antar atom-atomnya adalah kecil dan padat sehingga atom karbon yang
dapat tertampung hanya sedikit sekali.

 Austenit atau besi gamma (γ)
Austenit adalah modifikasi struktur besi murni dengan struktur FCC yang memiliki
jarak atom lebih besar dibandingkan dengan ferit. Meskipun demikian, rongga-rongga
pada struktur FCC hampir tidak dapat menampung atom karbon dan penyisipan atom
karbon akan mengakibatkan tegangan dalam struktur sehingga tidak semua rongga
dapat terisi, dengan kata lain daya larutnya menjadi terbatas sekali.

 Karbida besi atau sementit
Karbida besi adalah paduan besi karbon, dimana pada kondisi tersebut karbon
melebihi batas larutan sehingga membentuk fasa kedua atau karbida besi yang
memiliki komposisi Fe3C. Karbida pada ferit akan meningkatkan kekerasan pada baja.
Sifat dasar sementit adalah sangat keras.

 Perlit
Perlit merupakan campuran antara ferit dengan karbida (sementit). Laju pendinginan
yang lambat dapat menghasilkan perlit kasar dengan sifat kekerasan dan
ketangguhannya yang rendah. Sedangkan apabila laju pendinginan cepat dapat

menghasilkan perlit halus yang bersifat keras dan lebih tangguh. Perlit memiliki
bentuk seperti plat-plat yang disusun bergantian antara sementit dan ferit. Pada laju
hypoeutectoid, strukturmikro terdiri dari daerah-daerah perlit yang dikelilingi oleh
ferit.

1.4. Pengaruh Unsur Paduan

Baja karbon dapat mencapai kekuatan yang tinggi dengan menaikkan kadar karbonnya,
tetapi ini sangat menurunkan keuletan dan ketangguhannya. Kekuatannya akan banyak
berkurang jika bekerja pada temperatur yang cukup tinggi. Pada temperatur rendah
ketangguhannya menurun cukup drastis. Unsur paduan sengaja ditambahkan ke dalam
baja dengan tujuan untuk mencapai salah satu dari tujuan berikut:
1. Menaikkan hardenability.
2. Memperbaiki kekuatan pada temperatur biasa.
3. Memperbaiki sifat mekanik pada temperatur rendah atau tinggi.
4. Memperbaiki ketangguhan pada tingkat kekuatan atau kekerasan tertentu.

Sebagian dari unsur paduan di dalam baja cenderung membentuk karbida, ada yang
kecenderungan tinggi ada pula yang rendah, bahkan ada yang tidak pernah dijumpai
membentuk karbida. Unsur paduan yang mempunyai kecenderungan kuat untuk larut
dalam ferit biasanya tidak membentuk karbida. Sebaliknya yang mempunyai
kecenderungan kuat untuk membentuk karbida kelarutannya di dalam ferit lebih terbatas.

Kelompok unsur paduan dalam baja menurut kecenderungannya larut dalam ferit atau
membentuk karbida adalah sebagai berikut:
1. Unsur Karbon (C)

Karbon merupakan unsur yang paling banyak selain besi (Fe) yang terdapat pada
sebuah baja, unsur ini berfungsi meningkatkan sifat mekanis baja seperti kekuatan dan
kekerasan yang tinggi meskipun demikian karbon juga dapat menurunkan keuletan,
ketangguhan, dan mampu tempa, serta berpengaruh juga terhadap pengolahan baja
selanjutnya seperti pada proses perlakuan panas, proses pengubahan bentuk dan
lainnya.

2. Unsur Mangan (Mn)
Semua baja mengandung mangan karena sangat dibutuhkan dalam proses pembuatan
baja. Kandungan mangan lebih kurang 0,6% masih belum juga mempengaruhi sifat
baja. Penambahan unsur mangan dalam baja dapat menaikkan kuat tarik tanpa
mengurangi atau sedikit mengurangi regangan, sehingga baja dengan penambahan
mangan memiliki sifat kuat dan ulet.

3. Unsur Silicon (Si)
Silicon dalam baja dapat meningkatkan kekuatan, kekerasan, kekenyalan, ketahanan
aus, dan ketahanan terhadap panas dan karat. Unsur silicon merupakan pembentuk
ferit, tetapi bukan pembentuk karbida. Silicon cenderung membentuk partikel oksida
sehingga memperbanyak pengintian kristal dan mengurangi pertumbuhan akibatnya
struktur butir semakin halus.

4. Unsur Nikel (Ni)
Nikel memberikan struktur butiran yang halus dan menghasilkan keuletan yang tinggi,
menurunkan temperatur kritis dan kecepatan pendinginan.

5. Unsur Chrom (Cr)

Chrom merupakan unsur paduan setelah karbon. Chrom dapat membentuk karbida
(tergantung pada jenis perlakuan yang diterapkan dan kadarnya). Chrom juga
meningkatkan

temperatur

austenisasi.

Chrom

terutama

digunakan

untuk

meningkatkan mampu keras baja, kekuatan tarik, ketangguhan dan ketahanan abrasi.
Penambahan chrom pada baja menghasilkan struktur yang lebih halus.
Kelompok unsur paduan sesuai dengan fungsinya adalah sebagai berikut:
1. Austenite stabilizer
Austenite stabilizer merupakan unsur paduan yang membuat austenit menjadi lebih
stabil pada temperatur yang lebih rendah. Unsur yang terpenting dalam kelompok ini
adalah Ni dan Mn.

2. Carbide forming elements
Carbide forming elements merupakan unsur paduan yang di dalam baja dapat
membentuk karbida. Unsur yang terpenting di dalam kelompok ini adalah Cr, W, Mo,
V, Ti, Nb, Ta, dan Zr.

3. Carbide stabilizer
Carbide stabilizer merupakan unsur paduan yang membuat karbida menjadi lebih
stabil, tidak mudah terurai dan larut ke dalam suatu fasa. Unsur dalam kelompok ini
adalah Co, Ni, W, Mo, Mn, Cr, V, Ti, Nb
dan Ta.

4. Nitride forming elements
Nitride forming elements merupakan unsur yang dapat membentuk nitrida. Al dan Ti
memiliki pengaruh paling kuat untuk menaikkan kekerasan setelah nitriding
(Widyatmadji, 2001).

1.5. Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Diagram Fasa

Unsur paduan ini akan mempengaruhi diagram fasa, dan secara umum titik eutektoid
akan digeser kesebelah kiri. Dengan bergesernya titik eutektoid ini kadar karbon di
dalam perlit akan berkurang dari 0,8%. Austenit stabilizer cenderung menurunkan
temperatur eutektoid, sedangkan unsur yang berfungsi sebagai ferit stabilizer akan
menaikkan temperatur eutektoid kecuali Ni dan Mn. Dengan kadar chrom yang semakin
tinggi daerah austenit digambarkan semakin sempit. Unsur paduan penstabil austenit
akan memperluas daerah austenit digambarkan dengan semakin luasnya daerah austenit
dari baja dengan kadar mangan yang semakin besar. Hal ini tentunya harus
diperhitungkan dalam melakukan perlakuan panas terhadap baja paduan (Halling, 1989).
Pengaruh unsur paduan terhadap temperatur eutektoid dan kadar karbon dapat dilihat
pada Gambar 2 di bawah ini.

Gambar 2. Pengaruh unsur paduan terhadap temperatur dan kadar karbon dalam eutektoid
(Halling, 1989).

1.6. Perlakuan Panas

1.6.1. Temperatur Austenisasi
Temperatur austenisasi yang dianjurkan untuk melakukan hardening adalah 25-50 oC di
atas temperatur kritis atas A3 untuk baja hypoeutektoid dan
25-50 oC di atas temperatur kritis bawah A1 untuk baja hypereutektoid. Temperatur
pemanasan yang hanya di bawah temperatur eutektoid tidak akan menghasilkan
kenaikan kekerasan yang berarti karena pada pemanasan tersebut tidak akan terjadi
austenit, sehingga pada pendinginan tidak akan didapat martensit. Pemanasan yang
hanya sampai antara temperatur A1 dan A3 memang sudah menghasilkan austenit, tetapi
masih terdapat ferit yang apabila didinginkan kembali ferrit tersebut masih tetap berupa
ferit yang lunak. Kekerasan yang optimum hanya dapat dicapai dengan pemanasan
seperti yang dianjurkan. Apabila pemanasan diteruskan ke temperatur yang lebih tinggi,
maka akan diperoleh austenit dengan butiran yang terlalu kasar, sehingga jika
didinginkan kembali akan ada kemungkinan terjadi struktur yang terlalu getas dan juga
tegangan yang terlalu besar yang dapat menimbulkan distorsi bahkan juga retak
(Sidney, 1992). Temperatur austenisasi dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.

Gambar 3. Temperatur austenisasi untuk pengerasan (Sidney, 1992).

1.6.2. Homogenitas Austenit

Pemanasan yang dilakukan secara equilibrium akan diperoleh struktur yang memiliki
komposisi yang homogen, karena pada pemanasan yang sangat lambat tersebut atomatom akan dapat berdifusi secara sempurna untuk mencapai keadaan homogen. Pada
pemanasan yang lebih cepat, difusi yang terjadi belum sempurna, sehingga keadaan
yang homogen masih belum tercapai. Apabila austenit yang belum homogen tersebut
didinginkan cepat (di quenching) akan diperoleh martensit dengan kekerasan yang
berbeda, karena masing-masing berasal dari austenit dengan kadar karbon yang
berbeda.

Untuk membuat austenit menjadi lebih homogen, maka perlu diberi kesempatan kepada
atom-atom untuk berdifusi secara sempurna, artinya pada saat pemanasan perlu diberi
waktu tahan (holding time) yang cukup untuk dapat mencapai austenit yang homogen.

Lamanya waktu tahan (holding time) tersebut tergantung pada laju pemanasan, semakin
tinggi laju pemanasan maka semakin panjang waktu tahan (holding time) yang harus
diberikan. Pemanasan dengan menggunakan dapur listrik biasa tidak memerlukan
waktu tahan (holding time) yang lama, karena difusi sudah berlangsung cukup banyak
selama pemanasan mendekati temperatur austenisasi (Dieter, 1986).

1.7. Pendinginan

Apabila baja eutektoid didinginkan dengan kecepatan pendinginan yang tinggi dari
daerah austenit dan tidak menyentuh hidung kurva transformasi isothermal maka akan
diperoleh suatu fasa baru yang disebut martensit. Martensit merupakan struktur dalam
keadaan lewat jenuh dari kelarutan atom-atom karbon di dalam ferit. Seharusnya di besi
ferit yang setimbang kelarutan dari atom-atom karbon tidak lebih dari 0,025%.
Sedangkan di dalam struktur martensit kelarutan atom-atom karbon tersebut kurang lebih
sama dengan jumlah kelarutan atom-atom karbon di dalam austenit. Keadaan seperti ini
terjadi karena proses transformasi yang terjadi sangat cepat sehingga atom-atom karbon
di dalam austenit tidak sampai berdifusi (Callister, 2007). Gambar 4 di bawah ini
menunjukkan pendinginan yang dilakukan dari daerah austenit tanpa menyentuh hidung
karena kurva untuk memperoleh struktur martensit.

Gambar 4. Skema pendinginan quenching (Callister, 2007).

1.7.1. Transformasi Martensit

Transformasi martensit berlangsung dengan kecepatan yang tinggi sehingga tidak
terjadi perubahan komposisi dan difusi ketika austenit mencapai temperatur cukup
rendah karena kecepatan pendinginan yang sangat tinggi, atom-atom karbon yang larut
di dalam austenit tidak mempunyai waktu untuk berdifusi menjadi sementit dan ferit,
atom-atom ini akan terperangkap pada temperatur yang rendah yang menghasilkan
larutan yang lewat jenuh. Karakteristik transformasi martensit yang penting adalah
sebagai berikut:

 Transformasi martensit terjadi tanpa proses difusi, karena transformasi austenit
berlangsung dengan kecepatan tinggi.
 Transformasi martensit terjadi tanpa adanya perubahan komposisi kimia dari fasa
awalnya. Posisi dari atom-atom karbon terhadap atom-atom besi di dalam struktur
martensit adalah sama keadaannya seperti di dalam austenit.

 Jenis martensit yang dihasilkan sangat tergantung kepada jumlah kandungan karbon
di dalam baja. Apabila kandungan karbonnya rendah maka jenis martensit yang
terbentuk adalah lath martensit. Apabila kadar karbonnya sedang akan terbentuk
martensit campuran, pada baja dengan kadar karbon yang tinggi akan terbentuk plate
martensit.

 Di dalam transformasi martensit tidak terjadi proses difusi dan penambahan
komposisi kimia (Anderson, 2003).

1.7.2. Sifat-sifat Mekanis Struktur Martensit

Struktur martensit di dalam baja merupakan struktur yang mempunyai kekerasan yang
paling tinggi dan merupakan dasar untuk memperoleh kekuatan yang didinginkan
melalui proses perlakuan panas yang sesuai.

Kekerasan martensit yang tinggi diperoleh karena transformasi geser yang terjadi,
sehingga atom-atom karbon yang larut di dalam austenit tidak sempat berdifusi. Atomatom yang tidak sempat berdifusi karena kecepatan pendinginannya yang tinggi akan
terperangkap pada kedudukan austenisasi di dalam struktur martensit yang
menyebabkan terjadinya tegangan di dalam struktur. Tegangan dan distorsi akan
menyebabkan pergerakan dislokasi menjadi sulit dan martensit mempunyai kekerasan
yang lebih tinggi
(Smith, 1996).

Kekerasan dari martensit juga dipengaruhi oleh besarnya kandungan karbon di dalam
baja. Kekerasan martensit sangat sensitif terhadap kandungan karbon di bawah 0,2%.
Kenaikan kekerasan martensit sampai dengan kandungan karbon 0,4% masih cukup

tinggi, tetapi di atas 0,4% karbon kenaikan kekerasannya menurun. Hal ini terjadi
karena dengan kadar karbon yang semakin tinggi akan menyebabkan retained
austenisasi semakin banyak, sehingga dapat mengurangi kenaikan kekerasan.
Kekerasan yang terjadi banyak tergantung pada beberapa hal yaitu tingginya temperatur
austenisasi, homogenitas dari austenit, laju pendinginan, kondisi permukaan benda
kerja, ukuran benda kerja dan hardenability dari baja
(Smallman, 2000).

1.7.3. Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Temperatur Pembentukan Martensit.

Pengaruh unsur paduan terhadap temperatur awal pembentukan martensit (Ms) tidak
dapat diubah dengan mengubah kecepatan pendinginan. Temperatur pembentukan
martensit tergantung dari unsur paduan yang terdapat di dalam baja. Pada umumnya
semua unsur paduan kecuali cobalt (Co) akan menurunkan temperatur Ms. Sebagian
besar baja dengan kandungan karbon lebih dari 0,5% mencapai temperatur Mf di
bawah temperatur ruang. Hal ini menyatakan bahwa setelah proses pengerasan selesai
dilakukan, pada baja tersebut selalu mengandung sejumlah austenit sisa. Hal ini berarti
jika kita bekerja pada temperatur ruang pada baja-baja dengan kandungan karbon
sekitar 0,5% karbon, transformasi austenit ke martensit belum selesai dengan sempurna
(Suratman, 1994).

1.8. Waktu Penahanan (Holding Time)

Pada saat penahanan temperatur kritis atas, struktur sudah hampir seluruhnya austenit.
Tetapi pada saat itu austenit masih berbutir halus dan kadar karbon serta unsur
paduannya belum homogen dan biasanya masih terdapat karbida yang belum larut.

Untuk itu baja perlu ditahan pada temperatur austenit beberapa saat untuk memberikan
kesempatan larutnya karbida dan lebih homogen austenit dan lamanya waktu penahan
tersebut tergantung pada:
a. Tingkat kelarutan karbida.
b. Ukuran butir yang diinginkan.
c. Laju pemanasan.
d. Ketebalan sampel.

1.9. Pengujian Ketangguhan (Impact)

Pengujian ketangguhan dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis suatu logam dan
paduannya. Benda uji disiapkan secara khusus, ukuran dan bentuknya ditentukan sesuai
standar. Pengujian ketangguhan menggunakan beban sentakan (tiba-tiba). Metode yang
sering digunakan adalah metode charphy. Pengujian ketangguhan berdasarkan pada
prinsip hukum kekekalan energi yang menyatakan jumlah energi mekanik konstan. Besar
energi yang diserap tergantung pada keuletan bahan uji. Bahan yang ulet menunjukkan
nilai ketangguhan (impact) yang besar. Suatu bahan yang diperkirakan ulet ternyata
dapat mengalami patah getas. Patah getas ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara
lain: adanya takikan (nocth), kecepatan pembebanan yang tinggi yang menyebabkan
kecepatan regangan yang tinggi pula dengan temperatur yang sangat rendah (Surdia,
2005).

Suatu bahan yang akan beroperasi pada temperatur yang sangat rendah, misalnya pada
suatu instalasi cryogenic perlu diuji ketangguhan (impact). Khususnya untuk mengetahui
temperatur transisi antara ulet dan getas, sifat peretakan dapat terjadi dalam tiga bentuk:

• Keretakan getas atau keretakan bersuara biasanya mempunyai permukaan yang kilap.
Jika potongan-potongan disambungkan lagi ternyata keretakan atau kepatahan tidak
diikuti dengan deformasi bahan, tipe ini memiliki pukulan takik yang rendah.
• Patahan liat, patahan ini mempunyai permukaan yang tidak rata dan tampak seperti
buram dan berserat. Tipe ini mempunyai pukulan yang tinggi.
• Patahan campuran merupakan patahan yang sebagian getas dan sebagian liat. Patahan
ini paling banyak terjadi.

1.10. Mikroskop Optik

Mikroskop Optik merupakan salah satu alat yang digunakan untuk mengamati struktur
mikro dari bahan. Pada prinsipnya mikroskop optik terdiri dari tiga bagian, yaitu:
 Cermin, untuk memantulkan permukaan logam.
 Lensa objektif, mempunyai daya pisah.
 Lensa mata, lensa okuler untuk memperbesar bayangan yang terbentuk oleh lensa
objektif.

Berkas horizontal cahaya dari sumber cahaya dipantulkan dengan memakai reflektor
kemudian melalui lensa objektif sinar diteruskan ke atas permukaan sampel. Beberapa
cahaya dipantulkan dari permukaan sampel akan diperbesar melalui lensa objektif dan
okuler yang biasanya digambarkan pada puncak lensa yang terhubung dengan
komputer ketika mengambil foto struktur mikro didapat hasil yang presisi. Gambar 5 di
bawah ini menunjukkan gambar dari mikroskop optik.

Gambar 5. Mikroskop Optik.
1.11. Tempering

Baja yang telah dipanaskan bersifat rapuh dan kurang cocok digunakan. Dengan proses
temper, kekerasan dan kerapuhan dapat diturunkan sampai memenuhi syarat
penggunaan. Proses temper terdiri dari pemanasan kembali baja yang telah dipanaskan
pada temperatur di bawah temperatur kritis disusul dengan pendinginan. Temper
dimungkinkan oleh karena sifat struktur martensit yang tidak stabil. Struktur logam
yang tidak stabil tidak berguna untuk tujuan penggunaan karena dapat mengakibatkan
pecah. Dengan proses temper tegangan dan kegetasan diperlunak dan kekerasan sesuai
dengan penggunaan. Penemperan harus dilakukan setelah pendinginan karena tegangan
kekerasan pada umumnya baru timbul beberapa saat setelah pendinginan. Jika
penemperan tidak dapat langsung mengikuti pendinginan maka bahaya pembentukan
retak dapat dikurangi dengan jalan memasukkan benda kerja ke dalam air yang
mendidih untuk beberapa jam lamanya (Haryadi, 2006).

Baja yang dikeraskan (quench) bersifat rapuh dan tidak cocok digunakan akibat
pengejutan akan menjadi sangat keras dan getas. Melalui proses temper kekerasan dan
kerapuhan dapat diturunkan sampai syarat penggunaan karena beban yang kecil saja
dapat menyebabkan pecah

(Yudiono, 2006).

1

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2012.
Preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Fisika Material FMIPA
Universitas Lampung. Uji ketangguhan dan struktur mikro dilakukan di
Laboratorium Material Institut Teknologi Bandung (ITB), uji komposisi
kimia dilakukan di Politeknik Manufaktur Bandung.

3.2. Peralatan dan Bahan

3.2.1 Peralatan

Penelitian bahan baja pegas daun ini menggunakan alat-alat seperti: mesin
pemotong sampel, mesin milling, furnace, penjepit sampel, mikroskop
optik, mesin poles, mesin amplas, mesin charpy, mikrometer sekrup,
cetakan PVC, OES (optical emision spectroscopy) digunakan untuk uji
komposisi kimia.

3.2.1. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: baja pegas
daun, 2 ml HNO3 dalam 0,8 alkohol, kain beludru, kertas amplas, air.

2

3.3. Preparasi Sampel

Preparasi sampel diawali dengan pemotongan baja pegas daun di
laboratorium fisika material. Baja pegas daun tersebut dipotong menjadi
30 sampel. Untuk sampel uji ketangguhan dibuat berdasarkan
SUP-JIS No 1249 dengan ukuran tinggi dan lebar masing-masing 10 mm dan
panjangnya 55 mm serta takik V sedalam 2mm, pemberian takik
menggunakan mesin milling. Gambar 6 di bawah ini merupakan gambar
sampel untuk uji ketangguhan (impact).

450
2 mm
10 mm

55mm

10 mm
Gambar 6. Sampel uji ketangguhan (Impact).

Setelah proses preparasi selesai masing-masing sampel diberi kode. Kode
sampel baja pegas daun seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1 di bawah ini,
yaitu:
Tabel 1. Pengkodean sampel baja pegas daun.
Temperatur (0C)

Waktu Tahan
20 menit

40 menit

60 menit

3

780 0C

A1

B1

C1

830 0C

A2

B2

C2

880 0C

A3

B3

C3

Selanjutnya baja pegas daun diberi perlakuan panas. Perlakuan panas yang
diterapkan dalam penelitian ini adalah perlakuan panas pengerasan yang
dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

1. Preheating
Sebelum dilakukan pemanasan hingga temperatur austenisasi dilakukan
pemanasan awal untuk menghindari terjadinya keretakan pada sampel
akibat adanya shock temperatur. Proses pemanasan ini dilakukan pada
temperatur 600 oC dengan waktu tahan 30 menit.

2. Austenisasi
Setelah proses pemanasan awal, pemanasan dilanjutkan sampai temperatur
austenisasi dengan temperatur 780, 830 dan 880 oC. Untuk masing-masing
temperatur diberi waktu tahan selama 20, 40 dan 60 menit.

3. Pendinginan Cepat (Quenching)
Proses pendinginan cepat segera dilakukan setelah mencapai temperatur
dan waktu tahan yang diinginkan.
4. Pengujian Ketangguhan (impact)
Pada pengujian ketangguhan (impact) dilakukan dengan menggunakan
metode pengujian carphy. Pengujian ini dilakukan pada temperatur suhu

4

ruang dan beban impact yang digunakan sebesar 300 joule. Energi yang
diserap bahan sisa dapat dilihat secara langsung pada skala alat uji. Harga
ketangguhan (impact) dinyatakan sebagai jumlah energi yang diserap
bahan sampai terjadi perpatahan di bagi dengan luas penampang benda uji.

Ketangguhan dirumuskan dengan persamaan:

HI =

E
A

(3.1)

Keterangan:
HI = harga impact
E = energi yang diserap
A = luas penampang benda

1. Pengamatan Strukturmikro
Untuk mengetahui strukturmikro dari sampel digunakan alat mikroskop
optik. Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
 Sampel dilakukan mounting (pembingkaian) terlebih dahulu.
 Pengamplasan dengan #100, #200, #400, #600, #800, # 1000, #1200,
#1500.
 Setelah diamplas sampel dilakukan pemolesan untuk meratakan dan
menghaluskan cuplikan/sampel logam.
 Mengetsa dengan menggunakan nital yang dibuat dari campuran etanol
dan asam nitrit. Kemudian dilakukan pengamatan struktur mikro.
Pembesaran yang dilakukan yaitu 10x, 20x, dan 40x.

2. Uji Komposisi Kimia.

5

Uji

komposisi

kimia

dilakukan

dengan

menggunakan

metode

spektroskopi. Sebelum pengujian dilakukan, terlebih dahulu permukaan
material dibersihkan dengan pengikiran, pengampelasan dan kemudian
dilakukan kalibrasi peralatan. Selanjutnya sampel ditempatkan pada dudukan
dan divakumkan. Setelah itu spektrometer dijalankan sampai terjadi busur
listrik yang mengakibatkan terbakarnya sampel, sehingga memancarkan
cahaya dan panjang gelombang serta intensitas tertentu. Cahaya yang timbul
akibat pembakaran diubah menjadi cahaya monokromatik yang kemudian
dilewatkan pada kaca prisma, sehingga terdifraksi menjadi cahaya dengan
panjang gelombang dan intensitas tertentu pula, dan akan dideteksi oleh
detektor unsur, sehingga dapat diketahui unsur yang terdapat pada material
tersebut.

3.4. Siklus Perlakuan Panas Baja Pegas Daun

Temperatur
Austenisasi
880 -------------------------------------------------- 20 menit 40 menit 60 menit

6

830--------------------------------------------------- 20 menit 40 menit 60 menit
780 -------------------------------------------------- 20 menit 40 menit 60 menit

Preheating 30’

Quench Quench Quench

600 oC

Waktu
Gambar 7. Siklus perlakuan panas pada baja pegas daun.

3.5. Diagram Alir Peneitian

Baja Pegas Daun
Uji Komposisi
Persiapan Sampel

7

Pre-Heating (600 oC)

Austenisasi
780 oC (20’, 40’, 60’)
830 oC (20’, 40’, 60’)
880 oC (20’, 40’, 60’)

Quenching

Pengujian

Impact

Struktur Mikro

Data

Pembahasan

Kesimpulan
Gambar 8. Diagram alir penelitian.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Memaparkan hasil penelitian yang diperoleh berupa hasil preparasi baja pegas daun, hasil
komposisi kimia, hasil pengujian ketangguhan serta hasil strukturmikro

ABSTRAK

PENGARUH SUHU PEMANASAN, LAMA PEMANASAN DAN
PENDINGINAN SECARA CEPAT TERHADAP SIFAT KETANGGUHAN
PADA BAJA KARBON MEDIUM

Oleh

FITRI

Telah dilakukan penelitian menggunakan bahan baja pegas daun dengan metode
charpy. Baja pegas daun dilakukan pemanasan dengan temperatur austenisasi
780, 830 dan 880 oC dengan waktu tahan 20, 40 dan 60 menit. Pengujian baja
pegas daun menggunakan uji komposisi kimia, uji ketangguhan dan struktur
mikro. Hasil uji komposisi kimia, baja pegas daun termasuk ke dalam baja karbon
medium (C = 0,58%). Hasil uji ketangguhan tertinggi (paling liat) pada sampel
yang dipanaskan dengan temperatur 780 oC dengan waktu tahan 40 menit yaitu
sebesar 0,07 J/mm2. Hal ini karena atom-atom karbon dalam fasa austenit
bertambah banyak sehingga menjadi homogen selain itu juga disebabkan
banyaknya atom-atom yang berdifusi sehingga atom-atom yang terperangkap
ketika melewati fasa quenching distorsinya juga akan mengalami peningkatan.
Sedangkan untuk strukturmikro fasa yang terbentuk pada proses quenching adalah
fasa martensit.

Kata kunci: Baja Pegas Daun, Metode charpy, Uji Ketangguhan, Strukturmikro.

ABSTRACT

EFFECT OF TEMPERATURE HEATING, HEATING AND COOLING IN
OLD QUICK PROPERTIES OF CARBON STEEL IN MEDIUM
TOUGHNESS

By

FITRI

studies have been conducted using leaf spring steel material with Charpy method.
steel leaf springs with temperatures warming underway austenisasi 780, 830 and
880 0C with a time of lasting 20, 40 and 60 minutes. testing using a leaf spring
steel chemical composition test, test toughness and microstructure. test results of
chemical composition, steel leaf springs included in the medium carbon steel (C =
0.58%). Highest toughness test results (the clay) in the sample is heated to a
temperature of 780 0C lasting 40 minutes is equal to 0.07 J/mm2. this is because
the carbon atoms in the austenite phase multiply so that it becomes homogeneous.
it is also because many of the diffusing atoms that were trapped atoms when
passing phase quenching distortion will also increase. whereas for phase
microstructure formed after the quenching process is martensite phase.

Key Word: Leaf Spring Steel, Method Charpy, Testing Toughness, Microstructure

PENGARUH SUHU PEMANASAN, LAMA PEMANASAN DAN
PENDINGINAN SECARA CEPAT TERHADAP SIFAT KETANGGUHAN
PADA BAJA KARBON MEDIUM
(Skripsi)

Oleh

FITRI
0717041038

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012
i

Semakin tinggi temperatur perlakuan maka atom karbon semakin banyak yang terperangkap pada bagian permukaan. Hal ini
sangat jelas terlihat pada permukaan spesimen yang mengalami proses quenching, dimana pada umumnya atom karbon yang
terperangkap pada bagian permukaan spesimen mengakibatkan terbentuknya martensit dan terdapat austenit sisa sehingga
lapisan menjadi keras seperti pada Gambar 5. Pada Gambar tersebut terlihat semakin tinggi temperatur pengarbonan, matriks
martensit semakin rapat sehingga nilai kekerasan lapisan akan semakin tinggi.

Pengaruh kadar mangan (Mn) dan perlakuan panas terhadap
sifat
mekanis dan struktur mikro paduan baja mangan Austenit
Juriah Mulyanti
Deskripsi Dokumen: http://lontar.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=80050&lokasi=lokal

----------------------------------------------------------------------------------------Abstrak
Paduan Baja Mangan Austenit adalah salah satu baba komersial yang banyak digunakan dalam
industri
karena memiliki kekerasan dan ketangguhan yang cukup tinggi. Kekerasan dan ketangguhan baja
sangat
dipengaruhi oleh kandungan Mn dan proses perlakuan panas yang diterapkan.

Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kandungan Mn dalam paduan baja mangan austenit,
maka
dilakukan penelitian dengan membandingkan paduan baja mangan austenit dengan kandungan
Mn masingmasing
10%, 11%, 12%, 13% dan 14%. Sedangkan untuk mengetahui perlakuan panas yang sesuai,
dilakukan perlakuan austenisasi dengan variasi temperatur 970°C, 1010°C, 1050°C, 1090°C dan
1130°C
selama 45 menit yang diilcuti pencelupan air. Proses temper dilakukan untuk separuh sampel
dengan
pemanasan pada temperatur 300°C selama 60 menit.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pada kondisi as cast, penambahan Mn akan meningkatkan
nilai
kekerasan tetapi menurunkan harga impak. Pada. proses perlakuan panas, kenaikan temperatur
austenisasi
menyebabkan turunnya nilai kekerasan dan naiknya harga impak, sementara proses temper
menyebabkan
naiknya kekerasan meski tidak terlalu besar. Pada penelitian ini kekerasan dan ketangguhan yang
optimum
diperlihatkan pada paduan baja mangan austenit dengan kandungan 13% Mn yang mengalami
perlakuan

panes dengan temperatur austenisasi 970°C selama 45 menit, pencelupan air, tanpa temper.

45 0
2 mm
55 mm
10 mm

10 mm

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Segala puji hanya milik Allah SWT, pencipta alam semesta yang senantiasa
menganugrahkan ilmu pengetahuan kepada manusia serta kesempatan sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Pengaruh Suhu Pemanasan,
Lama Pemanasan, dan Pendinginan Secara Cepat Terhadap Sifat
Ketangguhan Pada Baja Karbon Medium” sebagai salah satu persyaratan
untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains dari Universitas Lampung. dan juga
melatih mahasiswa agar berusaha untuk berfikir cerdas dan kreatif serta terbiasa
dalam menulis karya ilmiah. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kita
semua.

Bandar Lampung, 8 November 2012
Penulis,

Fitri

Motto

Harapan itu bagiku adalah mimpi yang tidak
pernah tidur.

Hiduplah semaksimal mungkin karena hidup itu
berharga.

Seorang perempuan akan bisa memancarkan aura
yang baik sehingga mampu memberi warna bagi
orang di sekitarnya.

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang
pernah dilakukan orang lain, dan sepanjang sepengetahuan saya juga tidak
terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali
yang tertulis diacu dalam naskah sebagaimana disebut dalam daftar pustaka, selain
itu saya menyatakan pula bahwa skripsi ini dibuat oleh saya sendiri.

Apabila pernyataan saya ini tidak benar maka saya bersedia dikenai sanksi sesuai
hukum yang berlaku.

Bandar Lampung, 8 November 2012

Fitri
NPM.0717041038

Dengan Ketulusan, Ku Persembahkan Karya Ini
Untuk:

Kedua Orang Tua Tercinta
Ayahku Herni
Ibuku Emyati

Sunti Maryuli dan Ohti Muri

Adikku Rosma dan Rozi Al-Qomar

Serta

Almamater Tercinta

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 7 Mei 1989 yang merupakan
anak ketiga pasangan Bapak Herni dan Ibu Emyati.

Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 5 Labuhan
Ratu pada tahun 2001, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) di SLTP Negeri
8 Bandar Lampung pada tahun 2004, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA
Bina Mulya pada tahun 2007. Penulis melanjutkan pendidikan pada tahun 2007
dan diterima di Universitas Lampung, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Jurusan Fisika melalui jalur SNMPTN.

Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi anggota Gamafi (Generasi
Muda Himafi) dan Amar (Anggota Muda Rohis) pada tahun 2007/2008. Selain itu
penulis juga aktif di organisasi Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) periode
2009/2010 sebagai Sekretaris biro kesekretariatan. Penulis juga pernah mengikuti
Kemah Wisata Ilmiah (KWI) pengabdian masyarakat di desa Mekar Jaya
Kecamatan Merbau Mataram, selain itu penulis juga menjadi peserta Lomba
Senam Aerobik Universitas Lampung pada tanggal 4 Oktober 2009 dan penulis
pernah mengikuti talkshow pertamina goes to campus pada tanggal 26 Oktober
2009. Penulis pernah menjadi asisten praktikum fisika dasar dan pernah praktik
kerja lapangan di LIPI Tanjung Bintang pada Januari 2011.

SANWACANA

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang selalu tulus
mendukung, membantu, membimbing dan mendoakan dalam menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Bapak Drs. Ediman Ginting, M.Si. sebagai pembimbing pertama, yang selalu
membimbing dengan tulus, sabar, menerangkan semua materi penelitian
dengan detail dan bersedia meluangkan waktunya.

2.

Bapak Drs. Pulung Karo Karo, M.Si. sebagai pembimbing kedua, yang
pengertian dan selalu memberikan arahan dan pemahaman mengenai
penelitian ini.

3.

Ibu Dra. Dwi Asmi, M.Si., Ph.D. sebagai pembahas yang telah memberikan
masukan dan memperbaiki skripsi ini.

4.

Bapak Posman Manurung, Ph.D. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan nasehat-nasehat terbaiknya.

5.

Ibu Dr. Yanti Yulianti, M.Si. selaku ketua jurusan Fisika FMIPA Unila.

6.

Ibu Sri Wahyu Suciyati, M.Si. selaku sekretaris jurusan Fisika FMIPA Unila.

7.

Seluruh dosen Fisika yang telah memberikan ilmunya selama ini.

8.

Bapak Dr. Ir. Aditianto Ramelan yang telah memberikan kesempatan
pengujian dalam pembebasan biaya selama penelitian.

9.

Seluruh teknisi laboratorium material Institut Teknologi Bandung (ITB) yang
telah membantu selama proses pengujian.

10. Bapak Prof. Suharso, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
11. Kedua orang tuaku, atas segala pengorbanan, kesabaran, kasih sayang dan
doa tulus selama ini sehingga mendapat yang terbaik dalam hidup ini.
12. Teman penelitianku Tanti yang selalu menyemangati dan membantu selama
penelitian.
Bandar Lampung, November 2012
Penulis,

Fitri

SANWACANA

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang selalu tulus
mendukung, membantu, membimbing dan mendoakan dalam menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1.

Bapak Drs. Ediman Ginting, M.Si. sebagai pembimbing pertama, yang selalu
membimbing dengan tulus, sabar, menerangkan semua materi penelitian
dengan detail dan bersedia meluangkan waktunya.

2.

Bapak Drs. Pulung Karo Karo, M.Si. sebagai pembimbing kedua, yang
pengertian dan selalu memberikan arahan dan pemahaman mengenai
penelitian ini.

3.

Ibu Dra. Dwi Asmi, M.Si., Ph.D. sebagai pembahas yang telah memberikan
masukan dan memperbaiki skripsi ini.

4.

Bapak Posman Manurung, Ph.D. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan nasehat-nasehat terbaiknya.

5.

Ibu Dr. Yanti Yulianti, M.Si. selaku ketua jurusan Fisika FMIPA Unila.

6.

Ibu Sri Wahyu Suciyati, M.Si. selaku sekretaris jurusan Fisika FMIPA Unila.

7.

Seluruh dosen Fisika yang telah memberikan ilmunya selama ini.

8.

Bapak Dr. Ir. Aditianto Ramelan yang telah memberikan kesempatan
pengujian dalam pembebasan biaya selama penelitian.

9.

Seluruh teknisi laboratorium material Institut Teknologi Bandung (ITB) yang
telah membantu selama proses pengujian.

10. Bapak Prof. Suharso, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam.
11. Kedua orang tuaku, atas segala pengorbanan, kesabaran, kasih sayang dan
doa tulus selama ini sehingga mendapat yang terbaik dalam hidup ini.
12. Sunti, ohti, rosma, rozi yang selalu mendukung dan mendoakan. Terima kasih
untuk semuanya selama ini.
13. Teman penelitianku Tanti yang selalu menyemangati dan membantu selama
penelitian.
14. Kimi, nevi, lia, dian, unuy, echa, arin, lisna, zhien, ely, ulfah, desi yang telah
memberi warna dalam keseharianku dan canda tawa kalian semua.
15. Teman-teman seperjuangan Fisika 2007: Betmen, Reka, Eva, Mardi, Arum,
Mifta, Een, Juju, Richa, Meta, Aan, Ade, Ali, Kis, Benhard, Eko, Rohmanto,
Bentar, Feri, Satya, Cici Pascoli, Fikri, Hendrew, Sahtoni, Muhajir, Ridwan.
Terima kasih atas semua kenangan terindah dan cerita perjuangan selama di
bangku kuliah.

Bandar Lampung, November 2012
Penulis,

Fitri

PENGARUH SUHU PEMANASAN, LAMA PEMANASAN DAN
PENDINGINAN SECARA CEPAT TERHADAP SIFAT KETANGGUHAN
PADA BAJA KARBON MEDIUM

Oleh
FITRI

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA SAINS
Pada
Jurusan Fisika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2012

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. Dari hasil pengujian komposisi kimia, baja pegas daun tergolong ke dalam
baja karbon medium (C=0,58%) dengan unsur penyusun utamanya yaitu
besi (Fe=97,60%), mangan (Mn=0,72%), chrom (Cr=0,69%).
2. Dari hasil strukturmikro tanpa pemanasan didapatkan fasa ferit dan perlit.
3. Hasil uji ketangguhan menunjukkan bahwa pada temperatur 780 oC
memiliki nilai ketangguhan yang besar yaitu 0,07 J/mm2, sedangkan nilai
ketangguhan yang paling rendah terdapat pada temperatur 830 oC yaitu
sebesar 0,04 J/mm2.
4. Pada temperatur 780 oC dengan waktu tahan 40 menit memiliki nilai
ketangguhan tertinggi karena atom-atom karbon dalam fasa austenit
bertambah banyak dan sudah mulai terjadi proses difusi sehingga menjadi
homogen, sedangkan pada temperatur 830 oC dengan waktu tahan
40 menit mempunyai nilai ketangguhan rendah hal ini dikarenakan dalam
fasa austenit sudah banyak atom-atom karbon yang terperangkap sehingga
membuat baja keras dan getas.

5. Untuk strukturmikro hasil yang paling baik terdapat pada temperatur
780 oC dengan waktu tahan 20 menit. Dimana pada temperatur tersebut
strukturmikro lebih halus dan martensit merata di semua permukaan.

5.2. Saran

Berdasarkan hasil yang diperoleh dari penelitian ini, maka untuk penelitian
ini yang akan dilaksanakan di masa mendatang disarankan untuk:
1. Melakukan proses tempering setelah quenching agar diperoleh nilai
ketangguhan yang lebih tinggi untuk menetralisir kerapuhan pada baja.
2. Melakukan kembali pengujian komposisi kimia setelah proses austenisasi
untuk mengetahui kadar karbon setelah proses austenisasi.