Kajian Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada Lahan Perkebunan di Hulu DAS Batang Pane Kabupaten Padang Lawas Utara

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan
Lahan adalah suatu lingkungan fisik terdiri atas tanah, iklim, relief,
hidrologi, vegetasi, dan benda-benda yang ada di atasnya yang selanjutnya semua
faktor-faktor tersebut mempengaruhi penggunaan lahan.Termasuk di dalamnya
juga hasil kegiatan manusia, baik masa lampau maupun sekarang, sedangkan
penggunaan lahan (land use) dapat diartikan sebagai setiap bentuk campur tangan
(intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya
baik material maupun spiritual (FAO. 1975, dalam Arsyad, 1989).
Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar,
yaitu

penggunaan

lahan

pertanian

dan


penggunaan

lahan

bukan

pertanian.Penggunaan lahan pertanian dibedakan secara garis besar ke dalam
macam penggunaan lahan berdasarkan penyediaan air dan lahan yang
diusahakan.Berdasarkan hal itu dikenal macam penggunaan lahan seperti sawah,
tegalan, kebun, kebun campuran, lalang, perkebunan dan hutan. Penggunaan lahan
bukan pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa
(pemukiman), industri, rekreasi dan sebagainya (Arsyad, 2000).
Penggunaan lahan di Kabupaten Padang Lawas Utara berupa pertanian,
perkebunan rakyat, perkebunan pemerintah dan perkebunan swasta. Kegiatan
perkebunan merupakan subsektor penyumbang pendapatan daerah yang cukup
besar. Komoditi utama dari kegiatan perkebunan di Padang Lawas Utara adalah
kelapa sawit, karet, kelapa, cokelat, tembakau, aren dan pinang. Komoditi hasil
perkebunan yang paling penting di Kabupaten Padang Lawas Utara adalah kelapa

7

Universitas Sumatera Utara

8

sawit dan karet.Luas penyebaran penggunaan lahan perkebunan dan hasil
produksi pada tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Luas Lahan dan Produksi Tanaman Perkebunan Kelapa Sawit, Karet dan
Cokelat
Luas
Luas lahan di
Produksi
Produksi lahan di
Jenis
di DAS
Kabupaten Paluta
(%)
(%)
DAS
Tanaman
(Ha)

(ton)
(Ha)
(ton)
Kelapa
25.722
60.130,3
7.775
30.23
20.15
0.03
Sawit
Karet

38.866

38.023

9.528

24.52


9.393

24.7

Cokelat

19.453

23.142

2.498

12.84

2.971

12.8

Sumber : Dinas Perkebunan dan Kehutanan Paluta (2011).


2.2. Pengertian DAS
Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah bentang lahan yang dibatasi oleh
pembatas topografi (Topography devide) yang mengalirkan air kepada satu titik
(danau atau laut) dan merupakan kesatuan ekosistem yang unsur utamanya terdiri
atas sumberdaya alam berupa tanah, air dan vegetasi serta sumberdaya manusia
(aspek sosial kultural) sebagai pelaku pemanfaat sumberdaya alam tersebut yang
saling mempengaruhi secara sistematis (Hidayat, 2011), sedangkan menurut
Asdak (1995) DAS adalah suatu wilayah daratan yang menerima, menampung
dan menyimpan untuk kemudian menyalurkan ke laut atau danau melalui satu
sungai utama. Dengan demikian, akan dipisahkan dari wilayah DAS lain di
sekitarnya oleh batas alam (topografi) berupa bukit atau gunung, sehingga seluruh
wilayah daratan habis berbagi ke dalam unit-unit Daerah Aliran Sungai (DAS).
Seyhan (1993) menyatakan bahwa karakteristik DAS disusun dari faktorfaktor yang bersifat statis (relatif sulit berubah), antara lain hujan sebagai
masukan utama, morfometri, dan geologi; dan faktor yang bersifat dinamis

Universitas Sumatera Utara

9


(cenderung mudah berubah), yaitu penggunaan lahan yang mencakup pengelolaan
vegetasi, tanah, dan relief, secara menyeluruh dari hulu sampai hilir. Dengan
demikian, karakteristik DAS merupakan bahan baku utama bagi pengelola untuk
melakukan rangkaian pendekatan perencanaan, pelaksanaan maupun pemantauan,
dan evaluasi pengelolaan DAS secara efektif dan efisien, disamping memberikan
peringatan dini terhadap kemungkinan terjadinya bencana alam pada setiap
tingkatan pengelolaan DAS (Paimin, 2005).
Antoko et al (2005) menyatakan bahwa potensi permasalahan yang ada
pada suatu kawasan DAS merupakan suatu bentuk ancaman bagi kawasan
tersebut jika tidak diikuti dengan adanya upaya-upaya antisipasi, baik pada sistem
hidrologi maupun masukan terhadap lahan. Sifat alami yang sudah terdapat pada
wilayah penelitian dan bersifat relatif statis (sulit untuk berubah), seperti geologi
yang didominasi oleh batuan, sistem lahan yang dominan perbukitan, lereng yang
curam antara 40-60% serta curah hujan yang relatif tinggi akan berpotensi
menyebabkan terjadinya bencana alam, seperti tanah longsor dan banjir bandang
jika penggunaan lahan dan kegiatan manusia tidak mendukung upaya mitigasi
bencana yang akan terjadi.
2.3. Erosi dan Sedimentasi pada Suatu DAS
Erosi dan sedimentasi merupakan proses penting dalam pembentukan
suatu daerah aliran sungai (DAS) serta memiliki konsekuensi ekonomi dan

lingkungan yang penting di DAS tersebut. Erosi dan sedimentasi secara alami
akan mempengaruhi pembentukan landskap suatu DAS dan sebaliknya bentuk
dan kondisi fisik suatu DAS akan sangat berpengaruh terhadap laju erosi dan
sedimentasi (Linsley, dkk, 1996).

Universitas Sumatera Utara

10

Pengukuran besarnya erosi dapat dilakukan dengan beberapa cara,
diantaranya pengamatan perubahan permukaan tanah, pengukuran langsung
dengan percobaan, penggunaan peta topografi dan foto udara, ataupun pendekatan
melalui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap erosi. Pengukuran erosi secara
langsung di lapangan pada DAS yang besar banyak mengalami kendala
diantaranya dibutuhkan waktu dan biaya yang tinggi, beberapa daerah sulit
dijangkau secara terrestrial, dan pengukurannya selalu tergantung dari iklim
(Nuarsa, 1998).
Menurut Asdak (2002), proses erosi terdiri atas tiga bagian yang
berurutan: pengelupasan (detachment), pengangkutan (transportation), dan
pengendapatan (sedimentation). Erosi permukaan (tanah) disebabkan oleh air

hujan dan juga dapat terjadi karena tenaga angin dan salju. Beberapa tipe erosi
permukaan yang umum dijumpai di daerah tropis adalah:
a. Erosi percikan adalah proses terkelupasnya partikel-partikel tanah bagian
atas oleh tenaga kinetic air hujan bebas atau sebagai air lolos
b. Erosi kulit adalah erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah
di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air aliran (runoff)
c. Erosi alur adalah pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan
partikel-partikel tanah oleh aliran air larian yang terkonsentrasi di dalam
saluran-saluran air
d. Erosi selokan/parit adalah erosi yang membentuk jajaran parit yang lebih
dalam dan lebar serta merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur
e. Erosi tebing sungai adalah pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai dan
penggerusan dasar sungai oleh aliran air sungai.

Universitas Sumatera Utara

11

2.3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Erosi
Schwab et al(1981) dalam Sutiyono (2006) mengemukakan empat faktor

yang mempengaruhi erosi yang dinyatakan dalam bentuk sebagai berikut:
� = �(�, �, �, �, �)

dimana:
E = erosi

v

= vegetasi

i

= iklim

s

= tanah

r


= topografi

m = manusia

a. Faktor Iklim
Di daerah beriklim basah, faktor iklim yang menyebabkan terdispersinya
agregat

tanah, aliran permukaan dan erosi adalah hujan (Sinukaban,

1986).Menurut Arsyad (1989), besarnya curah hujan serta intensitas dan distribusi
butir hujan menentukan kekuatan dispersi hujan terhadap tanah, jumlah dan
kecepatan aliran permukaan, dan erosi. Air yang jatuh menimpa tanah-tanah
terbuka akan menyebabkan tanah terdispersi, selanjutnya sebahagian dari air
hujan yang jatuh tersebut akan mengalir di atas permukaan tanah. Banyaknya air
yang mengalir di atas permukaan tanah tergantung pada kemampuan tanah untuk
menyerap air (kapasitas infiltrasi).
Besarnya hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal
tertentu.Oleh karena itu, besarnya curah hujan dapat dinyatakan dalam meter
kubik per satuan luas atau secara lebih umum dinyatakan dalam tinggi air yaitu

milimeter.Besarnya curah hujan dapat dimaksudkan untuk satu kali hujan atau
masa tertentu seperti per hari, per bulan, per tahun atau per musim.

Universitas Sumatera Utara

12

b. Faktor Topografi
Lereng yang lebih curam, selain memerlukan tenaga dan biaya yang lebih
besar dalam penyiapan dan pengelolaan, juga menyebabkan lebih sulitnya
pengaturan air dan lebih besar masalah erosi yang dihadapi. Di samping itu,
lereng-lereng dengan bentuk yang seragam dan panjang memerlukan pengelolaan
yang berbeda dengan lereng-lereng pada kemiringan yang sama, tetapi
mempunyai bentuk yang tidak seragam dan pendek. Pada lereng yang panjang dan
seragam, air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di lereng bawah
sehingga makin besar kecepatannya daripada di lereng bagian atas. Akibatnya
tanah lereng bagian bawah mengalami erosi lebih besar daripada lereng bagian
atas, sebaliknya lereng yang panjang dan tidak seragam biasanya diselingi oleh
lereng datar dalam jarak pendek.Akibatnya aliran air yang terkumpul di lereng
bawah tidak begitu besar dan erosi yang terjadi lebih kecil dibandingkan dengan
lereng yang panjang dan seragam (Arsyad, 1989).


Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng dinyatakan dalam derajat atau persen.Dua titik yang
berjarak horizontal 100 m yang mempunyai selisih tinggi 10 m
membentuk lereng 10%.Kecuraman lereng 100% sama dengan kecuraman
45º. Dengan makin curamnya lereng, jumlah butir-butir tanah yang
terpercik oleh tumbukan butir hujan semakin banyak (Sinukaban, 1986).



Panjang Lereng
Panjang lereng dihitung mulai dari titik pangkal aliran permukaan sampai
suatu titik air masuk ke dalam saluran atau sungai.Semakin banyak air

Universitas Sumatera Utara

13

yang mengalir maka semakin besar kecepatannya sehingga di bagian
bawah lereng mengalami erosi lebih besar daripada di bagian
atas.Akibatnya adalah tanah-tanah di bagian bawah lereng mengalami
erosi lebih besar daripada bagian atas.Makin panjang lereng permukaan
tanah, makin tinggi potensial erosi(Wischmeier and Smith, 1978).
c. Faktor Vegetasi
Pengaruh vegetasi terhadap aliran permukaan dan erosi dapat dibagi dalam
lima bagian, yakni (a) intersepsi hujan oleh tajuk tanaman, (b) mengurangi
kecepatan aliran permukaan dan kekuatan perusak air, (c) pengaruh akar dan
kegiatan-kegiatan biologi yang berhubungan dengan pertumbuhan vegetatif, (d)
pengaruhnya terhadap stabilitas struktur dan porositas tanah, dan (e) transpirasi
yang mengakibatkan kandungan air berkurang (Arsyad, 2000).
Pola pertanaman dan jenis tanaman yang dibudidayakan sangat
berpengaruh terhadap erosi dan aliran permukaan karena berpengaruh terhadap
penutupan tanah dan produksi bahan organik yang berfungsi sebagai pemantap
tanah. Menurut Sinukaban (1986) pergiliran tanaman terutama dengan tanaman
pupuk hijau atau tanaman penutup tanah lainnya, merupakan cara konservasi
tanah yang sangat penting. Tujuannya adalah memberikan kesempatan pada tanah
untuk mengimbangi periode pengerusakan tanah akibat penanaman tanaman
budidaya secara terus-menerus.Keuntungan dari pergiliran tanaman adalah
mengurangi erosi karena kemampuannya yang tinggi dalam memberikan
perlindungan oleh tanaman, memperbaiki struktur tanah karena sifat perakaran,
dan produksi bahan organik yang tinggi.

Universitas Sumatera Utara

14

d. FaktorTanah
Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbedabeda.Kepekaan erosi tanah adalah mudah tidaknya tanah tererosi yang merupakan
fungsi dari berbagai interaksi sifat-sifat fisika dan kimia tanah.Sifat-sifat tanah
yang mempengaruhi kepekaan erosi adalah (1) sifat-sifat tanah yang
mempengaruhi laju infiltrasi; (2) sifat-sifat tanah yang mempengaruhi ketahanan
struktur tanah terhadap dispersi dan pengikisan oleh butir-butir hujan yang jatuh
dan aliran permukaan (Barus, 2010).
Menurut Arsyad (2000), ada beberapa sifat tanah yang mempengaruhi
erosi, diantaranya:


Tekstur Tanah
Tekstur adalah ukuran tanah dan proporsi kelompok ukuran butir-butir
primer bagian mineral tanah.Tanah-tanah bertekstur kasar seperti pasir dan
pasir berkerikil mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi. Tanah-tanah
bertekstur pasir halus juga mempengaruhi kapasitas infiltrasi cukup tinggi,
akan tetapi jika terjadi aliran permukaan, butir halus akan mudah
terangkut. Tanah-tanah yang mengandung liat dalam jumlah yang tinggi
dapat tersuspensi oleh butir-butir hujan yang jatuh menimpanya dan poripori lapisan permukaan akan tersumbat oleh butir-butir liat tersebut.
Harjadi (1997) mengatakan bahwa tekstur tanah berpengaruh pada
erodibilitas tanah yaitu semakin kasar tekstur tanah, maka nilai Kakan
semakin besar yang berarti bahwa semakin tinggi nilai K maka tanah
tersebut akan semakin peka terhadap erosi. Klasifikasi kelas tekstur tanah
dapat dilihat pada Tabel 3.

Universitas Sumatera Utara

15

Tabel 3. Klasifikasi Kelas Tekstur Tanah
No. Tekstur
Pasir (%)
1
Pasir
85 - 100
2
Lempung liat berpasir 45 - 80
3
Pasir berlempung
70 - 90
4
Lempung berpasir
43 - 80
5
Lempung
23 - 52
6
Lempung berdebu
0 - 50
7
Debu
0 - 20
8
Lempung liat berdebu 0 - 20
9
Lempung berliat
20 - 45
10 Liat berpasir
45 - 65
11 Liat berdebu
0 - 20
12 Liat
0 - 45


Debu (%)
0 - 15
0 - 28
0 - 39
0 - 50
28 - 50
50 - 88
88 - 100
40 - 73
15 - 53
0 - 20
40 - 60
0 - 40

Liat (%)
0 - 10
20 - 35
20 - 35
0 - 20
7 - 27
0 - 27
0 - 12
27 - 40
27 - 40
35 - 45
40 - 60
40 - 100

Sumber: Arsyad (2006).

Struktur Tanah
Menurut Sarief (1989) struktur tanah merupakan ikatan butir primer
kedalam butiran sekunder atau agregat.Terdapat dua aspek struktur yang
penting dalam hubungannya dengan erosi.Pertama adalah sifat-sifat fisikakimia liat yang menyebabkan terjadinya flokulasi dan yang kedua adalah
adanya bahan pengikat butir-butir primer sehingga terbentuk agregat yang
mantap.Harkat struktur tanah dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Harkat Struktur Tanah
Kode Struktur Tanah
No.
1
Granular sangat halus
2
Granular halus
3
Granular sedang sampai kasar
4
Gumpal, lempeng, pejal



Harkat
1
2
3
4

Sumber: Arsyad (2006).

Bahan Organik
Menurut Winarso (2005), bahan organik tanah merupakan sisa-sisa
tanaman dan hewan di dalam tanah pada berbagai pelapukan. Banyaknya
bahan organik yang terdapat di dalam tanah akan menentukan tingkat

Universitas Sumatera Utara

16

kesuburan serta kondisi fisik maupun kimiawi tanah. Bahan organik tanah
itu sendiri dapat mempengaruhi nilai K karena terkait dengan fungsi bahan
organik sebagai bahan perekat tanah dalam pembentukan agregat
tanah.Bahan organik berupa daun, ranting dan sebagainya yang belum
hancur yang menutupi permukaan tanah merupakan pelindung tanah
terhadap kekuatan perusak butir-butir hujan yang jatuh.Bahan organik
yang telah mulaimengalami pelapukan mempunyai kemampuan menyerap
dan menahan air yang tinggi.Pengaruh bahan organik dalam mengurangi
aliran permukaan terutama berupa perlambatan aliran permukaan,
peningkatan infiltrasi dan pemantapan agregat tanah.


Kedalaman Tanah
Tanah-tanah yang dalam dan permeable kurang peka terhadap erosi
daripada tanah yang permeable, tetapi dangkal.Kedalaman tanah sampai
lapisan kedap air menentukan banyaknya air yang dapat diserap tanah dan
dengan demikian mempengaruhi besarnya aliran permukaan.



Sifat Lapisan Bawah
Sifat lapisan bawah tanah yang menentukan kepekaan erosi tanah adalah
permeabilitas lapisan tersebut.Permeabilitas merupakan kemampuan tanah
untuk dilewati lengas tanah.Permeabilitas dipengaruhi oleh tekstur dan
struktur tanah.Tanah yang lapisan bawahnya berstruktur granular dan
permeable kurang peka terhadap erosi dibandingkan dengan tanah yang
lapisan bawahnya padat dan permeabilitasnya rendah.Harkat permeabilitas
tanah dapat dilihat pada Tabel 5.

Universitas Sumatera Utara

17

Tabel 5. Harkat Permeabilitas Tanah
No. Kelas Kecepatan Permeabilitas Tanah
1
Sangat lambat (65

Sumber: Arsyad (2006).

Faktor penutup vegetasi (C)
Faktor pengelolaan tanah dan tanaman penutup tanah (C) serta faktor
teknik konservasi tanah (P) diprediksi berdasarkan hasil pengamatan
lapangan dengan mengacu kepada pustaka hasil penelitian tentang nilai C
dan nilai P pada kondisi yang identik. Di samping itu juga akan ditentukan
besarnya laju erosi yang masih dapat ditoleransi dan indeks bahaya
erosi.Nilai faktor penutup vegetasi (C) pada berbagai tipe pengelolaan
tanaman dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Nilai Faktor C untuk Berbagai Tipe Pengelolaan Tanaman
Jenis tanaman
C
Padi sawah
0,01
Tebu
0,2-0,3
Padi gogo (lahan kering)
0,53
Jagung
0,64
Sorgum
0,35
Kedelai
0,4
Kapas
0,7
Tembakau
0,4-0,6
Jahe dan sejenisnya
0,8
Cabe, bawang, sayuran lain
0,7
Pisang
0,4
Kopi
0,6
Coklat
0,3
Kelapa
0,7
Kelapa sawit
0,3
Cengkeh
0,5
Karet
0,2
Kacang tanah
0,4
Kacang hijau
0,35

Universitas Sumatera Utara

21

Ubi Kayu
Talas
Kentang
Ubi Jalar


0,7
0,7
0,35
0,4

Sumber: Abdurrachman et al. (1984); Ambar dan Syafrudin dikutip oleh BPDAS Wampu
Sei Ular (2005) dan Rahmawaty (2009).

Faktor pengendali/konservasi lahan (P)
Faktor ini mempertimbangkan segi pengelolaan lahan.Termasuk dalam
pengelolaan ini adalah campur tangan manusia.Nilai faktor P pada
berbagai tindakan konservasi lahan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai Faktor P untuk Berbagai Tindakan Konservasi Tanah
Tindakan Khusus Konservasi Tanah
No.
1 Tanpa tindakan pengendalian erosi
2 Teras bangku
Konstruksi baik
Konstruksi sedang
Konstruksi kurang baik
Teras tradisional
3 Strip tanaman
Rumput bahia
Clotaria
Dengan kontur
4 Teras tradisional
5 Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur
Kemiringan 0-8%
Kemiringan 8-20%
Kemiringan > 20%
6 Penggunaan sistem kontur
7 Penggunaan sistem strip (2-4 m lebar)
8 Penggunaan mulsa jerami (6 ton/ha)
9 Penggunaan pemantap tanah (60 gr/l/m²) (CURASOL)
10 Padang rumput
11 Strip cropping dengan clotaria (jarak antar strip 4,5 m)
12 Penggunaan sistem strip (lebar 2 m - 4 m)
13 Penggunaan mulsa jerami (4 - 6 ton/ha)
14 Penggunaan mulsa kadang-kadang (4-6 ton/ha)

Nilai P
1,00
0,04
0,15
0,35
0,40
0,40
0,64
0,20
0,40
0,50
0,75
0,90
0,10-0,020
0,10 - 0,30
0,01
0,20 - 0,50
0,10 - 0,50
0,64
0,20
0,06 - 0,20
0,20 - 0,40

Sumber: Arsyad (2006), Kartasapoetra (1990), Seta (1991).

Universitas Sumatera Utara

22

2.3.2. Dampak dan Bencana Erosi
Pada kenyataannya bahwa kerusakan akibat erosi yang ditimbulkan oleh
pengaruh kegiatan manusia lebih besar dari pada kerusakan akibat erosi yang
disebabkan oleh kekuatan alam. Maka dapat dipastikan bahwa selama manusia
belum mengetahui dan menyadari bahaya yang ditimbulkan erosi, seperti tidak
akan ada artinya segala usaha yang dilakukan untuk menanggulangi erosi dengan
cara-cara lain (PU. Pengairan, 1997).
Secara umum, dampak yangditimbulkan oleh erosi permukaan merupakan
awal dari proses terjadinya sedimenmelalui aliran sedimen dari permukaan lahan
yang telah terkikis. Hal ini akanberpengaruh pada kapasitas tampungan sungai
yang akan semakin berkurang, sehingga pada akhirnya akan mengakibatkan
kerugian

bagi

manusia

dan

lingkungan

jika

terjadibanjir,

sedangkan

dampakkhusus yangditimbulkan oleh erosi berupa kerusakan permukaan lahan
(tanah) sepertimenurunnya permeabilitas tanah, hilangnya unsur hara ataupun
berkurangnyainfiltrasi air permukaan kedalam tanah.
2.3.3. Pengendalian Erosi
Suatu tindakan dan kesadaran mempertahankan keberadaan vegetasi
penutuptanah adalah cara yang paling efektif dan ekonomis dalam usaha
mencegah terjadinyadan meluasnya erosi permukaan. Menurut Chay Asdak
(2002) berikut ini adalahbeberapa tuntunan praktis tentang cara melakukan
pencegahan erosi:
1. Menghindarkan praktek bercocok tanam yang bersifat menurunkan
permeabilitas tanah

Universitas Sumatera Utara

23

2. Mengusahakan agar permukaan tanah sedapat mungkin dilindungi oleh
vegetasiberumput atau semak selama dan serapat mungkin
3. Menghindari pembalakan hutan dan penggembalaan ternak berlebihan di
daerah dengan kemiringan lereng terjal
4. Merencanakan dengan baik pembuatan jalan di daerah rawan erosi/tanah
longsorsehingga aliran air permukaan tidak mengalir ke selokan-selokan di
tempat rawan tersebut
5. Menerapkan teknik-teknik pengendali erosi pada lahan pertanian,
danmengusahakan peningkatan laju infiltrasi.
2.4

Teknik Konservasi yang dapat Diterapkan di Kawasan hulu DAS
Ada beberapa jenis teknik konservasi lahan yang dapat diterapkan di

kawasan hulu suatu DAS dalam upaya mencegah dan menanggulangi resiko
terjadinya bencana berupa banjir, erosi dan tanah longsor di sepanjang kawasan
DAS itu sendiri. Adapun teknik konservasi yang diterapkan di kawasan DAS
dapat secara vegetatif, mekanis dan kimia.
Teknik konservasi secara vegetatif dapat dilakukan dengan penanaman
cover crop pada kawasan perkebunan tahunan dengan tujuan untuk menahan
tumbukan air hujan secara langsung ke permukaan tanah, menambah kesuburan
tanah (pupuk hijau), mengurangi pengikisan tanah oleh air dan meningkatkan
produktivitas tanah (Seloliman, 1997).
Teknik konservasi secara mekanis dapat diterapkan dengan pembuatan
teras sederhana maupun teras konvensional pada kawasan perkebunan dengan
kemiringan lereng yang relatif curam dengan tujuan untuk mengurangi kecepatan

Universitas Sumatera Utara

24

dan jumlah aliran permukaan dan memungkinkan penyerapan air oleh tanah dapat
dipercepat (Arsyad, 1989).
Teknik konservasi yang dilakukan secara kimia berupa pemanfaatan soil
conditioner dalam memperbaiki kemantapan struktur tanah yang merupakan salah
satu sifat tanah yang menentukan tingkat kepekaan erosi, sehingga diharapkan
tanah akan resisten terhadap erosi (Kartasapoetra dan Sutedjo, 1985).
2.5. Laju Erosi Ditoleransikan (T)
Batas Toleransi Erosi adalah batas maksimal besarnya erosi yang masih
diperkenankan terjadi pada suatu lahan.Besarnya batas toleransi erosi dipengaruhi
oleh kedalaman tanah, batuan asal pembentuk tanah, iklim, dan permeabilitas
tanah.Evaluasi bahaya erosi merupakan penilaian atau prediksi terhadap besarnya
erosi tanah dan potensi bahayanya terhadap sebidang tanah.Evaluasi bahaya erosi
ini didasarkan dari hasil evaluasi lahan dan sesuai dengan tingkatannya.Menurut
Arsyad (2000) evaluasi bahaya erosi atau disebut juga tingkat bahaya erosi
ditentukan berdasarkan perbandingan antara besarnya erosi tanah aktual dengan
erosi tanah yang dapat ditoleransikan (tolerable soil loss).Untuk mengetahui
kejadian erosi pada tingkat membahayakan atau suatu ancaman degradasi lahan
atau tidak, dapat diketahui dari tingkat bahaya erosi dari lahan tersebut.
Besarnya erosi ditoleransikan (T) secara sederhana dapat dikatakan bahwa
tidak boleh melebihi proses pembentukan tanah. Sebagai bahan perbandingan
ditentukan laju erosi yang masih dapat ditoleransikan untuk setiap penggunaan
lahan yang sedang diukur tingkat bahaya erosinya (Utomo, 1989).
Untuk menghitung nilai laju erosi yang masih dapat ditoleransikan
dipergunakan rumus Hammer (1981)sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

25

�=

�� .��


× �� ………………………...………………………. (9)

T

: Laju erosi dapat ditoleransi (ton/ha.thn)

de

: faktor kedalaman tanah

df

: kedalaman efektif tanah (cm)

W

: resource life (400 tahun)

BD : bulk density (kerapatan massa) (gr/cm³)
2.6. Tingkat Bahaya Erosi (TBE)
Tingkat bahaya erosi adalah perkiraan kehilangan tanah maksimum
dibandingkan dengan tebal solum tanahnya pada setiap unit lahan bila teknik
pengelolaan tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan.Penentuan
tingkat bahaya erosi menggunakan pendekatan tebal solum tanah yang telah ada
dan besarnya erosi sebagai dasarnya.Semakin dangkal solum tanahnya, berarti
semakin sedikit tanah yang boleh tererosi, sehingga tingkat bahaya erosinya sudah
cukup besar meskipun tanah yang hilang belum terlalu besar.
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) ditentukan dengan membandingkan erosi
potensial (A) dengan erosi yang masih dapat ditoleransikan (T) di DAS Batang
Pane dengan rumus:


��� = � …………………………………………………………………....... (10)
Kriteria indeks bahaya erosi disajikan pada Tabel 9berikut ini:
Tabel 9. Kriteria Tingkat Bahaya Erosi
Nilai
< 1,0
1,01 – 4,0
4,01 – 10,0
>10,01

Kriteria TBE
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi

Sumber: Arsyad (2006).

Universitas Sumatera Utara