Dana Alokasi Umum DAU

34 daerah. DAU suatu daerah ditentukan atas dasar besar-kecilnya celah fiskal fiscal gap suatu daerah yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah fiscal need dengan potensi daerah fiscal capacity. Alokasi DAU bagi daerah yang potensi fiskalnya besar, tetapi kebutuhan fiskalnya kecil akan memperoleh alokasi DAU relatif kecil. Sebaliknya, daerah yang potensi fiskalnya kecil, tetapi kebutuhan fiskalnya besar akan memperoleh alokasi DAU relatif besar. Secara implisit, prinsip tersebut menegaskan fungsi DAU sebagai faktor pemerataan fiskal. Kebutuhan DAU = Kebutuhan Daerah – Potensi Penerimaan Daerah Sumber : Kemenkeu RI, 2013. Kebutuhan daerah dihitung dengan memperhatikan beberapa faktor yaitu jumlah penduduk, luas wilayah, indeks harga bangunan, dan jumlah penduduk miskin. Sedangkan potensi penerimaan daerah dapat diketahui dengan memperhatikan variabel-variabel potensi yaitu produk domestik regional brutto PDRB sektor sumber daya alam primer, PDRB sektor industri dan jasa lainnya non-primer, dan besarnya angkatan kerja.

2. Dana Bagi Hasil DBH

Untuk mengatasi kurangnya sumber pajak daerah, Undang-Undang 33 Tahun 2004 menyediakan dana bagi hasil yang dibagi berdasarkan persentase tertentu bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pendapatan pemerintah pusat dari eksploitasi sumber daya alam, seperti minyak dan gas, pertambangan, dan kehutanan dibagi dalam proporsi yang bervariasi antara pemerintah pusat, provinsi, kota, dan kabupaten. Hal ini merupakan karakteristik utama kesepakatan 35 pembiayaan yang mempunyai implikasi penting terhadap distribusi sumber daya fiskal antar pemerintah daerah. Pajak penghasilan pribadi kemudian juga menjadi subjek peraturan pembagian pajak. Penerimaan negara yang dibagi-hasilkan terdiri atas : 1. Penerimaan Pajak yang meliputi : a Pajak Bumi dan Bangunan PBB, b Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTB, dan c Pajak Penghasilan PPh Orang Pribadi. 2. Penerimaan sumber daya alam SDA meliputi: a kehutanan, b pertamba- ngan umum, c perikanan, d pertambangan minyak bumi, e pertambangan gas bumi, f pertambangan panas bumi. Persentase DBH Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan UU No. 25 Tahun 1999 adalah sebesar 84 untuk kabupatenkota, sisanya untuk pusat dan provinsi. Sementara itu, berdasarkan UU No.33 Tahun 2004, untuk kabupatenkota hanya 64,8, provinsi 16,2, dan pusat 10, sedangkan sisanya sebesar 9 dialokasikan pada biaya pemungutan. Bagi hasil untuk PPh Pasal 2529 dan Pasal 21 berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004 adalah 80 pusat, 8 provinsi, dan 12 untuk kabupatenkota. Bagi hasil PPh ini tidak diterapkan pada UU No. 25 Tahun 1999. Iuran hak pengusahaan hutan berdasarkan UU No. 25 Tahun 1999 diterapkan masing-masing 32 untuk kabupatenkota penghasil dan kabupatenkota lainnya dalam provinsi tersebut. Sementara itu berdasarkan UU No. 33 Tahun 2004, iuran hak peusahaan hutan adalah 64 untuk kabupatenkota penghasil, serta sisanya 16 provinasi dan 20 pusat. Sementara itu, bagi hasil untuk provisi sumber 36 daya hutan pada UU Nomor 25 Tahun 1999 adalah 64 bagi kabupatenkota penghasil, 16 provinsi, dan 20 pusat. Namun, pada UU Nomor 33 Tahun 2004, persentase bagi hasilnya sebesar 32 untuk setiap kabupatenkota penghasil dan kota lain dalam provinsi tersebut. Dana reboisasi pada UU Nomor 25 Tahun 1999 merupakan bagian DAK, namun pada UU Nomor 33 Tahun 2004, terdapat persentase bagi hasil dana reboisasi sebesar 60 pusat dan 40 kabupatenkota penghasil. Bagi hasil untuk pertambangan minyak bumi pada dasarnya tidak terdapat perubahan signifikan, di mana persentasenya adalah 85 pusat, 3 provinsi, dan 6 masing-masing untuk kabupatenkota penghasil dan kabupatenkota lainnya dalam provinsi tersebut. Hanya saja, pada UU Nomor 33 Tahun 2004, persentase untuk pusat dikurangi menjadi 84,5 saja, sedangkan sisnya 5 dialokasikan untuk anggaran pendidikan dasar. Hal ini juga berlaku pada pertambangan gas, di mana bagi hasil untuk pusat pada UU Nomor 25 Tahun 1999 sebesar 70, tetapi pada UU Nomor 33 Tahun 2004 menjadi 69,5. Untuk pertambangan panas bumi baru ada pada UU Nomor 33 Tahun 2004 dengan persentase bagi hasil 20 pusat, 16 provinsi, dan 32 masing-masing untuk kabupatenkota penghasil dan kabupatenkota lainnya dalam provinsi tersebut. Selain itu, berdasarkan UU Nomor 33 Tahun 2004, persentase bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan PBB, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan BPHTH, dan dana reboisasi untuk pusat dibagikan ke seluruh daerah dan kabupatenkota. Untuk NAD dan Papua, terdapat pengecualian persentase DBH berdasarkan Undang-Undang Otonomi Khusus. 37 Tabel 2.1. Persentase DBH untuk Pusat, Provinsi, dan KabupatenKota NO JENIS UU No. 332004 UU No. 251999 PUSAT PROVINSI KABUPATENKOTA PUSAT PROVINSI KABUPATENKOTA SEMUA KABKOTA LAIN DLM PROV KABKOTA PENGHASIL SEMUA TANPA SUMBER DAYA DGN SUMBER DAYA 1 Pajak Bumi dan 10 16,2 64,8 - - 10 6 84 - - Bangunan 2 Bea Perolehan Hak atas Tanah 20 16 64 - - 20 16 64 - - dan Bangunan 3 PPh Pasal 2529 dan 80 8 12 - - - - - - - Pasal 21 4 Iuran Hak Pegusahaan 20 16 - - 64 20 16 - 32 32 Hutan 5 Provisi Sumber Daya 20 16 - 32 32 20 16 - 64 Hutan 6 Dana 60 - - - 40 - - - - - Reboisasi 7 Iuran Eksplorasi dan Eksploitasi 20 16 - 32 32 20 16 - 32 32 Pertambangan Royalti 8 Land Rent 20 16 - - 64 20 16 - 64 Pertambangan 9 Pertambangan 84,5 3 - 6 6 85 3 - 6 6 Minyak Bumi 10 Pertambangan 69,5 6 - 12 12 70 6 - 6 12 Gas 11 Pertambangan 20 16 - 32 32 - - - - - Panas Bumi 12 Perikanan 20 - 80 - - 20 - 80 - - Sumber : UU No. 25 Tahun 1999 dan UU No. 33 Tahun 2004