Perancangan Heat Recovery Steam Generator (HRSG) Dengan Memanfaatkan Gas Buang Dari Satu Unit Turbin Gas Dengan Daya 130 Mw

(1)

Rendy Audy Sirait : Perancangan Heat Recovery Steam Generator (HRSG) Dengan Memanfaatkan Gas Buang

PERANCANGAN HEAT RECOVERY STEAM

GENERATOR (HRSG) DENGAN MEMANFAATKAN

GAS BUANG DARI SATU UNIT TURBIN

GAS DENGAN DAYA 130 MW

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

RENDY AUDY SIRAIT NIM. 04 0401 074

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini. Tugas Sarjana ini dibuat untuk memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Departemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.

Adapun tugas sarjana ini diambil dari bidang mata kuliah Sistem Pembangkit Tenaga dengan judul “ Perancangan Heat Recovery Steam Generator (HRSG) dengan Kapasitas 236 Ton Uap/ Jam yang Memanfaatkan Gas Buang dari Satu Unit Turbin Gas dengan Daya 130 MW”, dengan data yang dikumpulkan dari PT. PLN Sumatera Bagian Utara.

Dalam menyelesaikan tugas sarjana ini penulis banyak mendapat bimbingan dan dukungan dari dosen pembimbing bapak Ir. Isril Amir dan teman- teman di Derpartemen Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara, baik berupa saran dan nasehat serta ilmu pengetahuan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Kedua orang tua tercinta Ayahanda M. Sirait dan Ibunda N. Br. Sitorus yang telah berjuang untuk membimbing dan memberi yang terbaik buat penulis.

2. Bapak Ir. Isril Amir selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan banyak waktu serta menyumbangkan ilmu dan nasehat kepada penulis sepanjang mengerjakan tugas sarjana ini hingga selesai.

3. Bapak Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri selaku ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak/ Ibu dosen di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.yang telah mendidik penulis sepanjang kuliah. 5. Bapak/ Ibu staf pegawai yang telah menolong penulis sepanjang kuliah di

Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. 6. Kakak dan adik saya; Solita dan Richard yang telah mendukung penulis. 7. Rekan- rekan mahasiswa Teknik Mesin.


(3)

8. Kakak Vera, abang Rendra, Surendra, Ruben dan Surabaik, Erna serta teman-teman di UKM KMK UP FT USU yang telah mendukung penulis baik melalui doa dan buah pikiran selama kuliah dan pengerjaan tugas sarjana ini.

Penulis menyadari bahwa tugas sarjana ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca guna mendukung penyempurnaan tugas sarjana ini. Atas ketidaksempurnaan tersebut penulis memohon maaf yang sebesar - besarnya.

Medan, 5 Februari 2009 Penulis,

Rendy Audy Sirait NIM: 04 0401 074


(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR NOTASI... vi

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I. PENDAHULUAN. 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penulisan ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Metode Penulisan ... 2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1. Pengertian Siklus Gabung ... 4

2.2. Siklus Turbin Gas ... 6

2.3. Heat Recovery Steam Generator ( HRSG) ... 9

2.3.1. Komponen Utama HRSG ... 10

2.4. Alat Penukar Kalor ... 11

2.5. Proses Pembentukan Uap ... 13

2.6. Turbin Uap ... 14

BAB III. PERHITUNGAN TERMODINAMIKA. 3.1. Spesifikasi Teknis Perancangan ... 15

3.2. Analisa Termodinamika Turbin Gas ... 15

3.2.1. Kompresor ... 16

3.2.2. Turbin Gas ... 17

3.2.3. Proses Pada Ruang Bakar ... 19

3.2.4. Efisiensi Thermal ... 20

3.2.5. Generator ... 20

3.2.6. Laju Aliran Massa Udara Dengan Bahan Bakar... 21


(5)

3.3.1. Perhitungan Uap ... 23

3.3.2. Kesetimbangan Energi ... 28

3.3.3. Superheater ... 29

3.3.4. Evaporator ... 29

3.3.5. Ekonomiser ... 30

3.3.6. Preheater ... 30

3.4. Spesifikasi HRSG Yang Direncanakan ... 31

3.5. Daya Yang Dibangkitkan HRSG... 32

BAB IV. UKURAN- UKURAN UTAMA HRSG. 4.1. Perhitungan Parameter Pipa Superheater ... 34

4.1.1. Koefisien Perpindahan Panas Dalam Pipa ( hi) ... 37

4.1.2. Koefisien Perpindahan Panas Luar Pipa ( ho) ... 39

4.1.3. Pemilihan Pipa Superheater ... 45

4.1.4. Koefisien Pindahan Panas Menyeluruh ... 47

4.1.5. Luas Bidang Pindahan Panas ... 48

4.2. Perhitungan Parameter Pipa Evaporator ... 49

4.2.1. Koefisien Perpindahan Panas Dalam Pipa ( hi) ... 51

4.2.2. Koefisien Perpindahan Panas Luar Pipa ( ho) ... 53

4.2.3. Pemilihan Pipa Evaporator ... 58

4.2.4. Koefisien Pindahan Panas Menyeluruh ... 61

4.2.5. Luas Bidang Pindahan Panas ... 61

4.3. Perhitungan Parameter Pipa Ekonomiser... 62

4.3.1. Koefisien Perpindahan Panas Dalam Pipa ( hi) ... 64

4.3.2. Koefisien Perpindahan Panas Luar Pipa ( ho) ... 66

4.3.3. Pemilihan Pipa Ekonomiser ... 71

4.3.4. Koefisien Pindahan Panas Menyeluruh ... 73

4.3.5. Luas Bidang Pindahan Panas ... 73

4.4. Perhitungan Parameter Pipa Preheater ... 74

4.4.1. Koefisien Perpindahan Panas Dalam Pipa ( hi) ... 77


(6)

4.4.3. Pemilihan Pipa Preheater... 83

4.4.4. Koefisien Pindahan Panas Menyeluruh ... 86

4.4.5. Luas Bidang Pindahan Panas ... 86

4.5. Efisiensi HRSG………... 87

4.6. Perhitungan Penurunan Tekanan Pada Komponen Utama HRSG 87 4.7. Perhitungan Luas Penampang……….………... 90

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN. 5.1. Kesimpulan ... 91

5.2. Saran ... 93


(7)

DAFTAR NOTASI

Notasi Arti Satuan

A Luas Permukaan Perpindahan Panas. 2

m

Aa Luas Penampang Aliran. m 2

Ac Luas Penampang Pipa Bagian Dalam. m 2

AFR Perbandingan Udara Dan Bahan Bakar. -

Af Luas Permukaan Sirip. m 2

Ah Luas Total Permukaan Yang Menyerap Panas. m 2

Rw Tahanan Konduksi Pipa. 0C/W

Ai Luas Pipa Bagian Dalam. m 2

Ap Luas Permukaan Sirip Primer. m 2

p

C Kalor Jenis Pada Tekanan Konstan. J/kg. K

De Diameter Sirip. m

Di Diameter Dalam Pipa. m (inch)

Do Diameter Luar Pipa. m (inch)

Dh Diameter Hidrolik Pipa. m

DN Diameter Nominal. (inch)

h Enthalpi Jenis. kJ/kg

hi Koefisien Konveksi Bagian Dalam Pipa. W/m oC

ho Koefisien Konveksi Bagian Luar Pipa. W/m oC

k Konduktivitas Thermal. W/m oC

l Panjang Sirip. m

L Panjang Pipa. m

f

l Jarak Dua Buah Pipa. m

LMTD Beda Suhu Rata-Rata Logaritma. oC

LHV Nilai Kalor Bahan Bakar. kJ/kg

m a Laju Aliran Massa Udara. kg/s


(8)

m g Laju Aliran Massa Gas Buang. kg/s

u

m Laju Aliran Massa Uap. kg/s

n Jumlah Pipa Dalam Satu Baris. -

N Jumlah Lintasan. -

Nf Jumlah Sirip Perbatang -

NG Daya Semu Turbin. kVA

Nu Bilangan Nusselt. -

P Tekanan. Bar

P Daya Nyata Generator. W

Pr Bilangan Prandtl. -

PT Daya Turbin. kW

PT Daya Yang Disuplai Turbin ke Generator. kW

Q Laju perpindahan Kalor. J/s

ECO

Q KalorYang Dihasilkan Ekonomiser. kW

EVA

Q KalorYang Dihasilkan Evaporator. kW

PRE

Q KalorYang Dihasilkan Preheater. kW

q rb Kalor pada Ruang Bakar kJ/kg

SH

Q Kalor Yang Dihasilkan Superheater. kW

Re Bilangan Reynold. -

re Jari-Jari Luar Pipa Bersirip. m

ri Jari-Jari Dalam Pipa. m

ro Jari-Jari Luar Pipa. m

rp Rasio Tekanan. -

rpk Perbandingan Tekanan Pada Kompresor. -

S Tegangan Tarik Izin. N/m2

SD Jarak Diagonal. m

SL Jarak Longitudindal dua Buah Pipa. m

ST Jarak Tranversal Dua Buah Pipa. m

t Tebal Pipa. m (inch)

T Temperatur. oC


(9)

Tb Teperatur Gas Buang Masuk Superheater. oC

Tg Temperatur Gas Buang. oC

∆T2 Beda Suhu Maksimum. oC

∆T1 Beda Suhu Minimum. oC

U Koefisien Perpindahan Panas Total. W/m2 oC

v Volume Jenis Fluida. m3/kg

Vg Kecepatan Gas. m/s

V g maks Kecepatan Gas Maksimum Rangkuman Pipa. m/s

Vu Kecepatan Uap. m/s

WK akt Kerja Kompresor Aktual. kJ/kg

WP Kerja Pompa kJ/kg

WT akt Kerja Turbin Aktual. kJ/kg

X Kualitas Uap. -

f

η Efisiensi Sirip. %

G Efisiensi Generator. %

HRSG Efisiensi HRSG. %

o Efektifitas Sirip. -

th Efisiensi Thermal. %

rb Efisiensi Ruang Bakar. %

T Efisiensi Turbin. %

tr Efisiensi Transmisi. %

µ Viskositas Dinamik Fluida. kg/m.s

ρ Massa Jenis Fluida. kg/m3

γ Perbandingan Kalor Spesifik. - Cosϕ Faktor Daya Pada Generator. -


(10)

DAFTAR GAMBAR

No.Gambar Nama Gambar Halaman

1.1 Flowchart Penulisan Skripsi 3

2.1. Skema Pembangkit Daya Siklus Gabungan. 5

2.2. Siklus Turbin Gas Terbuka. 6

2.3. Diagram Siklus Bryton 7

2.4. Diagram P- V Turbin Gas. 7

2.5. HRSG 11

2.6. Diagram HRSG 11

2.7. Penukar Kalor Pipa Ganda. 11

2.8. Distribusi Temperatur Pada Alat Penukar Kalor. 12 2.9. Distribusi Temperatur Pada Proses Evaporasi. 13

2.10. Diagram Instalasi Gabung 14

3.1. Diagram Alir Turbin Gas. 15

3.2. Diagram T- s. 16

3.3. Daya Pada Generator. 20

3.4. Profil Diagram Temperatur Gas Buang dan Uap. 23

3.5. Siklus Perencanaan HRSG 24

3.6. Siklus Rankine yang Direncanakan. 26

3.7. Diagram Analisa Kesetimbangan Energi. 28

3.8. Diagram Instalasi Gabung 33

4.1. Sket Aliran Uap dan Gas Buang Pada Superheater. 35 4.2. Sketsa Rancangan Pipa- Pipa Superheater. 37

4.3. Susunan Pipa Selang - Seling. 39

4.4. Penampang Pipa Bersirip. 42

4.5. Profil Luas Penampang Area Superheater. 43

4.6. Grafik Efisiensi Sirip. 46

4.7. Sket Aliran Uap dan Gas Buang Pada Evaporator. 49 4.8. Sketsa Evaporator yang Direncanakan. 51

4.9. Susunan Pipa Selang- Seling. 53


(11)

4.11. Sket Aliran Uap dan Gas Buang Pada Ekonomiser. 62 4.12. Susunan Pipa Selang- Seling Ekonomiser. 66

4.13. Grafik Efisiensi Sirip. 71

4.14. Sket Aliran Uap dan Gas Buang Pada Preheater. 75 4.15. Susunan Pipa Selang-Seling Preheater. 78 4.16. Grafik Efisiensi Sirip 84


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kemajuan teknologi yang cepat dalam kehidupan manusia diikuti dengan meningkatnya kebutuhan energi, akan tetapi persediaan energi fosil semakin menipis dan harga yang semakin mahal .

Energi alternatif seperti surya, geothermal, nuklir merupakan energi andalan dimasa yang akan datang. Tetapi dalam perjalannya, energi altrnatif sulit untuk diterapkan karena membutuhkan biaya yang besar dan pengamanan yang sangat tinggi. Dalam hal ini alternatif lain dapat ditempuh dengan cara meningkatkan efisiensi suatu mesin sehingga dapat menghasilkan daya dengan pemakaian bahan bakar yang relatif lebih sedikit yaitu Teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) dimana gas buang dari Turbin gas dimanfaatkan kembali untuk menghasilkan uap yang akan digunakan pada Turbin Uap.

Dalam kaitannya dengan hal diatas, pada skripsi ini direncanakan pemamfaatan gas buang dari satu unit turbin gas dengan daya 130 MW dengan menggunakan HRSG ( Heat Recovery Steam Generator ).

Turbin gas dengan efisiensi dibawah 33 % menggunakan gas hasil pembakaran di ruang pembakaran sebagai fluida kerja. Sesudah diekspansikan didalam turbin gas untuk menghasilkan daya, gas asap meninggalkan turbin gas pada tekanan atmosfer, tetapi pada suhu tinggi, yaitu biasanya diatas 500oC (Yunus A Changel, 1998). Energi panas yang terkandung dalam gas asap ini tidak dapat dimanfaatkan secara langsung, tetapi masih dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi untuk menghasilkan uap, pada tekanan dan suhu yang cukup tinggi uap dapat digunakan sebagai fluida kerja pada siklus uap.

Dengan pemanfaatan sebagian energi terbuang dari turbin gas dan mengkorversikan menjadi kerja ( turbin uap ) dengan menggunakan HRSG yang dikenal dengan siklus gabungan dapat meningkatkan efisiensi termis.


(13)

1.2.Tujuan Penulisan

Secara umum tujuan penulisan ini adalah untuk merencanakan satu unit HRSG, dimana uap yang dihasilkan dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin uap.

Tujuan khusus penulisan ini adalah untuk mengetahui performansi dari HRSG secara teoritis serta menentukan dimensi komponen-komponen utama dari HRSG tersebut.

1.3.Batasan Masalah

Dalam tugas ini dirancang sebuah HRSG ( Heat Recovery Steam Generator ) yang memanfaatkan gas buang dari turbin gas dengan daya 130 MW , dimana uapnya mensuplai uap panas lanjut untuk sebuah turbin uap.

Adapun pembahasan meliputi : 1. Perhitungan Termodinamika

2. Perhitungan daya yang dihasilkan HRSG.

3. Perhitungan ukuran utama turbin HRSG yaitu ukuran-ukuran pipa dan bahan Preheater, Ekonomiser, Evaporator, Superheater.

4. Gambar penampang HRSG.

Dengan spesifikasi data-data yang diperoleh dari hasil survey yang digunakan dalam perencanaan HRSG adalah:

1. Daya maksimum turbin gas : 130 MW (130000 kW) 2. Temperatur air di tanki umpan : 1650C

3. Putran Turbin : 3000 rpm

4. Perbandingan tekanan pada kompresor : 10 5. Temperatur masuk kompresor : 30 oC 6. Tekanan Barometer : 1,013 bar 7. Temperatur gas buang turbin : 5670C

1.4 Metodologi Penulisan

Metode penulisan yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Survey lapangan, yakni berupa peninjauan langsung ke lokasi tempat unit pembangkit itu berada.


(14)

b. Studi literatur, yakni berupa studi kepustakaan, kajian dari buku-buku, dan tulisan-tulisan yang terkait.

c. Diskusi, yakni berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing, dosen pembanding yang nanti akan ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik Mesin – FT USU mengenai kekurangan-kekurangan didalam tulisan tugas sarjana ini.

Gambar 1.1 Flowchart Penulisan Skripsi Mulai

Survey Lapangan

Studi Literatur

Diskusi dengan Dosen

Penyusunan Skripsi


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Siklus Gabung

Siklus gabung adalah suatu siklus yang memanfaatkan gas buang dari turbin gas ( PLTG ) untuk memanaskan air dalam ketel, dalam hal ini disebut HRSG ( Heat Recovery Steam Generator ), dan uap yang dihasilkan HRSG tersebut digunakan untuk menggerakkan generator listrik.

Gas turbin dari turbin gas keluar pada tekanan dan suhu diatas 500oC. Disebabkan tekanan rendah, suhu tinggi ( entalpi tinggi ) ini, gas buang tidak dapat dimanfaatkan menjadi fluida kerja. Regenerator dapat digunakan untuk memanfaatkan gas terbuang ini dengan cara memanaskan gas keluar dari kompressor sebelum masuk ke ruang bakar.

Beberapa halangan penggunaan regenerator :

1. Regenerator mengakibatkan penurunan tekanan antara outlet kompressor dan inlet ruang bakar yang menyebabkan naiknya kerja kompressor karena untuk tekanan inlet turbin yang tertentu. Outlet kompressor tekanannya harus lebih tinggi.

2. Regenerator menimbulkan naiknya tekanan keluar ( back pressure ) turbin yang menyebabkan turunnya kerja turbin.

3. Regenerator sulit untuk melayani debit aliran yang tinggi.

Untuk menghindarkan hal-hal diatas maka untuk pemanfaatan panas terbuang dari turbin gas digunakan ketel dalam hal ini HRSG. Hal ini jelas dapat dipahami, dimana gas buang dari turbin gas relatif masih mengandung energi yang relatif tinggi, yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi siklus uap. Oleh karena itu, kedua siklus dapat saling melengkapi secara termodinamika, dengan demikian dapat digabungkan menjadi satu siklus gabungan terdiri dari turbin gas dan turbin uap yang masing-masing menggerakkan generator secara terpisah.

Gambar 2.1. berikut menampilkan skema pembangkit daya dengan menggunakan HRSG ( Heat Recovery Steam Generator ).


(16)

Keterangan :

P = Pompa

HRSG = Heat Recovery Steam Generator

TU = Turbin Uap

C = Condensor

K = Kompresor

RB = Ruang Bakar

TG = Turbin Gas

K TG

RB

HRSG

TU

C P

6

7

8 9

1 2

3

4

Gambar 2.1 Skema pembangkit daya siklus gabungan

Pembangkit daya seperti gambar 2.1 diatas, disamping menghasilkan efisiensi yang tinggi dan keluaran daya yang lebih besar, siklus gabung besifat luwes, mudah dinyalakan dengan beban tak penuh, cocok untuk operasi beban dasar dan turbin bersiklus dan mempunyai efisiensi yang tinggi dalam daerah beban yang luas. Kelemahannya berkaitan dengan keruwetannya, karena pada dasarnya instalasi ini menggabungkan dua teknologi di dalam satu kompleks pembangkit daya.

Dengan menggunakan daur kombinasi gas dapat diperoleh dua keuntungan utama yaitu: dapat menambah daya listrik dan dapat menghemat biaya bahan bakar. Penambahan daya listrik tanpa menambah bahan bakar juga berarti akan menaikkan efisiensi termal sistem dan dapat dinaikkan dari sekitar 24 % menjadi sekitar 42 %. Besarnya peningkatan efisiensi ini tergantung dari temperatur air pendingin yang digunakan pada PLTU dan besarnya temperatur gas buang PLTG. Makin dingin temperatur air pendingin dan semakin tinggi temperatur gas buangnya maka peningkatan efisiensinya juga semakin besar.

Alasan lain pemilihan PLTGU adalah waktu konstruksi yang cepat sehingga bila ada lonjakan permintaan tenaga listrik yang harus dipenuhi dalam


(17)

2

TURBIN GAS KOMPRESOR

RUANG BAKAR

GENERATOR

SIKLUS GAS

4 BAHAN BAKAR

1

3

waktu singkat dapat dibangun PLTGU secara bertahap. Tahap pertama dibangun PLTG untuk memenuhi lonjakan permintaan, sedangkan HRSG beserta PLTU dibangun dan dioperasikan kemudian bila permintaan tenaga listrik sudah meningkat. PLTGU dapat dioperasikan sebagai pembangkit untuk beban puncak maupun untuk beban dasar. Sebagai pembangkit untuk beban dasar yang perlu diperhatikan adalah kontinuitas air pendingin, sedangkan sebagai pembangkit untuk beban pencak perlu dipertimbangkan waktu start-up dari PLTGU. PLTG mempunyai waktu start-up yang cepat sedangkan untuk PLTU mempunyai waktu start-up yang lambat bila dalam kondisi cold start-up. Sehingga untuk melayani beban puncak perlu beroperasi secara warm start-up.

Dalam tugas sarjana perancangan ini, dipilih siklus gabungan dengan regenerasi karena siklus ini lebih efisien digunakan dibandingkan dengan siklus gabungan lainnya dalam menghasilkan daya listrik dengan mempergunakan masing-masing satu turbin gas dan turbin uap. Disamping itu juga, adanya pemanasan air umpan atau regenerasi akan lebih mengefektifkan kerja HRSG.

Pada siklus gabung sederhana, turbin gas terdiri dari kompressor udara, ruang bakar, turbin gas. Dipadukan dengan mengirim gas buang turbin gas ke HRSG sebagai pembangkit uap. Pembangkit uap ( satu tekanan ) terdiri dari turbin uap, kondensor, pompa kondensat, tangki air umpan. HRSG terdiri dari kondensat preheater, ekonomiser, drum, evaporator dan superheater. Gas keluar dari HRSG menuju cerobong. Dalam hal ini turbin gas dan turbin uap, keduanya menggunakan generator listrik masing-masing.

2.2. Siklus Turbin Gas

Turbin gas bekerja dengan siklus Brayton. Siklus ideal ini terdiri dari dua proses isobar yang terjadi di ruang bakar dan proses pembuangan gas bekas, serta dua proses isentropik yang terjadi pada kompressor dan ekspansi gas pada turbin.


(18)

Gambar 2.2. Siklus Gas Terbuka

1 2

3

4 T

s

Gambar 2.3. Siklus Bryton

1

2 3

4

V P

Gambar 2.4. Diagram P-V Turbin Gas

Jalannya proses dapat diterangkan sebagai berikut (Yunus A Changel, 1998): 1-2 : Merupakan proses kompressi isentropik dalam kompressor,

kondisi 1 adalah udara atmosfer, sedangkan temperatur udara hasil kompressi T2 dapat diketahui dari hubungan

T2 = T1. γ

γ−1

p

r

Dimana : rp = rasio tekanan P2 / P1

Qin

Qout

2


(19)

= perbandingan panas spesifik pada tekanan konstan dan panas spesifik pada volume konstan, untuk udara = 1,4.

2-3 : Proses penambahan panas pada tekanan konstan dalam ruang bakar, panas yang ditambahkan pada ruang bakar adalah :

Qin = Cp ( T3 – T2 )

3-4 : Proses ekspansi isentropik dalam turbin, temperatur gas keluar T4 dihitung dengan hubungan :

T4 = T3

γ γ 1

1

   

p

r

4-1 : Merupakan proses pelepasan kalor ke lingkungan pada tekanan konstan besarnya kalor yang dilepas dihitung dengan rumus :

Qout = Cp ( T4 – T1 )

Kerja netto turbin ( Wnet ) merupakan kerja berguna yang dihasilkan turbin

setelah kerja ekspansi dikurangi dengan kerja kompresi. Besar kerja netto turbin adalah (Vincent C, 1979):

Wnet = WT – WK

= ( h3 – h4 ) – ( h2 – h1 )

Daya netto turbin merupakan daya keluaran turbin ( daya yang dibutuhkan generator ) setelah memperhatikan kerugian-kerugian, maka daya netto turbin adalah (P.K Nag, 2002):

Pnet =m g.WT – m g.WK

Perbandingan kompresi optimum dicari untuk menghasilkan efisiensi termal yang maksimum atau kerja netto yang maksimum. Perbandingan kompresi optimum dapat diketahui dengan menggunakan rumus (P.K Nag, 2002):

rp max =

  

    −

+ 1 1 1

1

1 3

1 . 3

T K

T T

T T

η η

Perbandingan kompresi untuk menghasilkan kerja netto maksimum, maka besarnya kompresi optimum adalah (P.K Nag, 2002):


(20)

rp opt =

( )1

2 1

1

3 −

  

 γ

η η

T T

K

T

ketidakidealan yang terjadi menyebabkan adanya tekanan jatuh pada ruang bakar dan tekanan keluar turbin lebih besar dari tekanan atmosfer. Dengan kata lain, rasio tekanan melintas kompresor akan lebih besar daripada rasio tekanan melintas turbin. ( rpK > rpT ).

Kedua rasio tekanan optimum, yaitu untuk daya dan efisiensi tidak sama, sehingga dalam perancangan perlu dicari komprominya.

Kalor spesifik adalah selisih antara kalor yang dimasukkan dengan kalor yang keluar, secara matematis dapat dituliskan (P.K Nag, 2002):

qeff = qin - qout

= ( h3 – h2 ) – ( h4 – h1 )

Kerja spesifk siklus bersih ( Wnet ) adalah selisih kerja yagn dihasilkan

turbin dengan kerja yang dibutuhkan kompressor tiap kg gas, yang secara matematis dapat dtuliskan (Vincent C, 1979):

Wnet = WT – WK

= ( h3 – h4 ) – ( h2– h1 )

= (h3 – h2 ) – ( h4– h1 )

Efisiensi Siklus

Merupakan perbandingan antara jumlah kalor yang efektif dengan kalor yang dimasukkan ke sistem yaitu (Yunus A Changel, 1998):

ηsik =

in net

q W

= (h3 – h2) – ( h4 – h1 ) / (h3 – h2 )

= 1 -

  

 −− 1

2 3

1 1 4

h h

h h

2.3. Heat Recovery Steam Regenerator ( HRSG )

HRSG pada umumnya terdiri dari beberapa seri seksi-seksi superheater, evaporator, ekonomiser dan ditambah dengan kondensat preheater.


(21)

2.3.1. Komponen Utama HRSG

Komponen utama HRSG terdiri dari beberapa buah alat penukar kalor, yang berhubungan satu sama lain, komponen tersebut adalah :

1. Condensate preheater

Merupakan tempat pemanasan awal air sebelum masuk ke tangki air umpan yang akan didihkan mengalami kenaikan suhu. Umumnya condensate preheater menempati posisi bagian atas sekali daripada posisi pipa-pipa pemanas yang ada dan diikuti oleh pipa-pipa lainnya.

2. Ekonomiser

Adalah alat penukar kalor yang menaikkan suhu air yang keluar dari tangki air umpan yang tekanannya paling tinggi sampai ke suhu jenuh. Disini pemanasan dilakukan oleh gas yang keluar dari pemanas lanjut dan pipa penguap. Ekonomiser ini ada yang menggunakan pipa biasa dan pipa yang bersirip.

3. Evaporator

Air dari tangki melalui ekonomiser ke evaporator. Pada evaporator dengan adanya pipa penguap akan terjadi pembentukan uap, dimana media pemanasan dilakukan oleh gas yang keluar dari pemanas lanjut (superheater). Adapun jenis evaporator yang umum digunakan, seperti : evaporator bersirkulasi bebas (alami) dan evaporator sirkulasi paksa. 4. Superheater

Alat penukar kalor ini digunakan untuk mengubah uap jenuh pada evaporator menjadi uap kering. Gas dari buangan turbin gas mula-mula dilewatkan pada superheater untuk memanaskan uap pada pipa-pipa superheater. Selanjutnya uap dari superheater ini akan langsung diteruskan ke turbin uap. Selain komponen-komponen utama diatas,


(22)

Gambar 2.5. Penukar Kalor Pipa Ganda

HRSG juga dilengkapi dengan peralatan bantu yang fungsinya juga sangat menunjang kinerja HRSG, seperti drum uap HRSG dan cerobong (stack).

Gambar 2.5. HRSG Gambar 2.6. Diagram HRSG

2.4. Alat Penukar Kalor

Alat penukar kalor (heat exchanger) adalah sebuah pesawat tempat terjadinya perpindahan panas dari fluida yang temperaturnya tinggi ke fluida yang bertemperatur rendah atau sebaliknya. Jenis penukar kalor yang banyak digunakan antara lain penukar kalor pipa ganda, shell and tube dan lain-lain.

Kalor yang dilepas fluida panas sebesar :


(23)

qh =mh. Ch ( t h1 – t h2 )

Kalor yang diterima fluida dingin sebesar : qc =mc. Cc ( t c1 – t c2 )

Dimana kalor yang dilepas fluida panas sama dengan kaor yang diterima fluida dingin.

Subskrip h dan c masing-masing menandakan fluida panas dan dingin. Qg = m . c . dT

Dimana c = panas spesifik

Distribusi temperatur yang terjadi selama perpindahan panas berlangsung dapat dilihat pada gambar 2.8.

ToC ToC

Th1 Th1

Th2 Tc2 Th2 Tc2

Tc1

Tc1

L (m) L (m)

( a ) ( b )

Gambar 2.8. Distribusi temperatur pada alat penukar kalor a.Perpindahan panas dengan arah arus searah.

b.Perpindahan panas dengan arah berlaanan arah.

Laju pindahan panas dapat dinyatakan dengan beda temperatur rata-rata logaritmik LMTD :

Q = U . A . ( LMTD ) Dimana :

Q : Laju perpindahan panas ( J/s )

U : Koef. Perpindahan panas menyeluruh ( W/m2 oC ) A : Luas permukaan penukar kalor ( m2 )


(24)

LMTD : Beda temperatur logaritmik rata-rata ( oC ).

LMTD =

(

) (

)

(

) (

)

`

/

ln 1 1 2 2

2 2 1 1

c h c h

c h c h

t t t t

t t t t

− − −

Pada proses penguapan evaporasi dan pengembunan (kondensasi) salah satu fluida tidak mengalami perubahan suhu, walaupun perpindahan panas telah berlangsung diantara kedua fluida. Hal ini disebabkan kalor yang diterima dan yang dilepas oleh fluida (kalor laten) tidak digunakan untuk menaikkan temperatur tetapi digunakan untuk mengubah fase fluida. Distribusi temperatur evaporasi dapat dilihat pada gambar 2.9.

ToC ToC

Th1 Th1

Th2 Th2

Tc1 Tc2 Tc1 Tc2

L ( m ) L ( m )

( a ) ( b )

Gambar 2.9. Distribusi temperatur pada proses evaporasi a. Distribusi temperatur aliran sejajar.

b. Distribusi temperatur aliran silang. Maka beda suhu rata-rata logaritmik adalah :

LMTD =

(

) (

)

(

) (

)

`

/

ln 1 1 2 2

2 2 1 1

c h c h

c h c h

t t t t

t t t t

− − −

2.5. Proses Pembentukan Uap.

Gas buangan dari siklus gas masuk ke HRSG untuk mengubah air umpan menjadi uap kering yang akan digunakan untuk memutar sudu-sudu turbin uap


(25)

hingga dapat memutar beban dalam hal ini generator listrik. Setelah melalui beberapa tingkatan sudu turbin sebagian uap diekstraksikan ke pemanas awal tekanan tinggi dan pemanas tekanan rendah, sedangkan sisanya masuk ke kondensor dan dikondensasikan di kondensor, selanjutnya air dari kondensor dipompakan kembali ke HRSG melalui pemanas air tekanan tinggi, dari HRSG ini air umpan yang sudah menjadi uap kering dialirkan kembali ke turbin.

Gambar 2.10. Diagram Instalasi Gabungan

2.6. Turbin Uap

HRSG merupakan sumber atau penghasil uap yang akan bakerja pada Turbin Uap. Dengan kata lain pada instalasi turbin uap, HRSG berfungsi sama seperti boiler/ketel uap yaitu penghasil uap. Jadi pada PLTGU ini HRSG menggantikan fungsi ketel. Beberapa parameter desain yang penting berkaitan dengan turbin uap adalah tekanan uap masuk turbin. Mengambil tekanan uap masuk lebih tinggi akan menguntungkan, karena ukuran sudu-sudu akan menjadi lebih kecil, namun tekanan yang terlalu tinggi efisiensi akan menurun.

Parameter lain yang penting dari turbin uap adalah tekanan kondensor, dalam hal ini turbin uap dan kondensor akan disesuaikan dengan HRSGnya.

KONDENSOR

P1 TURB IN UAP

GENERATOR

GENERATOR

TURB IN GAS KOMPRESOR

RUANG BAKAR

UDARA ATMOSFER

SUP

SIKLUS UAP

SIKLUS GAS

GAS BUANG

B A H A N B A K A R

EVA EKO CPR

FWT

P2 H

R S G

SD

Keterangan :

P = Pompa air umpan

SUP = Superheater

EVA = Evaporator EKO = Ekonomiser

CPR = Condenstate preheater

FWT = Feed water tank


(26)

2

TURBIN GAS KOMPRESOR

RUANG BAKAR

GENERATOR

BAHAN BAKAR

1

3

HRSG

Air

4

BAB III

PERHITUNGAN TERMODINAMIKA

3.1. SPESIFIKASI TEKNIS PERANCANGAN

Parameter rancangan mengenai HRSG pada perencanaan ini mengacu dari hasil data survey yang dilakukan di PT. PLN ( Persero ) unit bisnis pembangkitan dan penyaluran Sumatera Bagian Utara Sektor Belawan.

Adapun spesifikasi data-data yang diperoleh dari hasil survey yang digunakan dalam perencanaan HRSG adalah:

a) Daya maksimum turbin gas : 130 MW (130000 kW) b) Temperatur air tangki umpan : 1650C

c) Putran Turbin : 3000 rpm

d) Perbandingan tekanan pada kompresor : 10 e) Temperatur masuk kompresor : 30 oC f) Tekanan Barometer : 1,013 bar g) Temperatur gas buang turbin : 5670C

3.2. ANALISA TERMODINAMIKA TURBIN GAS

Siklus turbin gas yang digunakan adalah siklus brayton sederhana tanpa reheating dan heat exchanger seperti gambar dibawah ini :


(27)

1 2

3

4 T

s

1

2'

4'

s

o

C

( kJ / kg.K ) ( )

Gambar 3.1. Diagram Alir Turbin Gas

Gambar 3.2. Diagram T – s

Sistem turbin gas dianalisa dengan menganalisis pada titik pada gambar, analisa ini didukung dengan menentukan beberapa harga yang ditentukan dengan mengacu pada effisiensi yang ada.

3.2.1. Kompresor

Perhitungan termodinamika pada Kompresor Keadaan pada titik 1, dimana :

T1 = 30 0 C

= 30 + 273,15 = 303,15 K P1 = 1,013 bar

Dari tabel udara diperoleh : h1 = 304,06 kJ/kg

Keadaan pada titik 2, dimana : rpk = 10 ( data dari survey )

P2 = P1 . rpk

= 1,013 bar . 10 P2 = 10,13 bar


(28)

T2 = T1 ( rpk ) γ

γ−1

T2 = 303,15 ( 10,13 ) 1,4

1 4 , 1 −

= 587,45 K

Sehingga harga h2 dapat diperoleh dari tabel udara ( lampiran III ) yakni sebesar

593,84 kJ/kg.

Maka dapat dihitung kerja spesifik kompresor ( WK )

WK akt =

K

h h

η 1

2 −

=

85 , 0

/ 06 , 304 /

84 ,

593 kJ kgkJ kg = 341,74 kJ/ kg

Kondisi aktual perencanaan ini ( 2' ) h2' = WK akt + h1

h2' = 341,74 kJ/kg + 304,06 kJ/kg

h2' = 645,1 kJ/kg

dari tabel udara dapat diperoleh : T2' = 636,10 K

3.2.2. Turbin Gas

Analisa termodinamika pada turbin gas dalam hal ini dimaksudkan untuk menentukan temperatur keluar turbin. Berbagai pertimbangan metallurgi membatasi temperatur pemasukan turbin bekerja pada sekitar 970oC (1243 K) sampai dengan 1080oC (1353 K), walaupun ada beberapa turbin gas dengan pendinginan sudu yang dapat beroperasi sampai temperatur 1350oC (1623 K). Hal ini untuk menghindari kerusakan sudu akibat kelebihan temperatur.

Dari hasil survey pada PT. PLN (Persero) sektor Belawan PLTGU P. Sicanang didapat bahwa temperatur gas buang turbin gas adalah sebesar 567oC. Adanya kerugian tekanan dalam ruang bakar akan mempengaruhi unjuk kerja turbin saat beroperasi.

Menurut Richard Harman diketahui bahwa perbandingan antara tekanan keluar turbin dengan udara atmosfer pada instalasi turbin gas siklus terbuka adalah 1,1 ÷ 1,2. Dalam perhitungan termodinamika ini diasumsikan 1,1


(29)

dengan alasan tekanan gas buang yang akan dihasilkan lebih besar dari tekanan atmosfer.

Perhitungan termodinamika pada Turbin Gas Temperatur gas aktual keluar turbin (T'

4)

T' 4= 567

0

C + 273,15 T'

4= 840,15 K, diperoleh h’4= 866,24 kJ/kg

Perbandingan antara tekanan keluar turbin dengan tekanan udara atmosfer pada instalasi turbin gas siklus terbuka diasumsikan 1,1, maka :

P4 = P1 ( 1,1 )

= 1,013 ( 1,1 ) P4 = 1,1143 bar

Diperkirakan faktor penurunan tekanan sebesar 0,03 pada ruang bakar: P3 = P2 ( 1 – Prb )

= 10,13 bar ( 1 – 0,03 ) P3 = 9,826 bar

Sehingga diperoleh harga rasio tekanan pada turbin : rpT =

4 3 P P

rpT =

1143 . 1 826 , 9

= 8,818

Kondisi pada titik 3 4) : T3 =

                        − − − γ γ η 1 3 4 4 1 1 P P T T

T3 =

                        − − − 35 , 1 1 35 , 1 826 , 9 1143 , 1 1 9 , 0 1 15 , 840 = 1,35


(30)

Dari tabel udara ( lampiran 3 ) diperoleh : h3 = 1483,204 kJ/kg

maka T4 = T3-

(

)

T

T T

η 4

3 −

= 1373,127-

(

)

90 , 0

15 , 840 123 , 1373 −

= 780.93 K dan pada T'

4= 840,15 K diperoleh

h'4= 866,24 kJ/kg Jadi diperoleh WT akt sebesar :

WT akt = h3 - h'4

= 1483,204kJ/kg - 866,24 kJ/kg WT akt = 616,964 kJ / kg

3.2.3. Proses Pada Ruang Bakar.

Analisa termodinamika pada ruang bakar turbin gas ini dipergunakan untuk menentukan perbandingan bahan bakar dengan udara aktual (FAR)akt.

Perhitungan proses pada ruang bakar, diasumsikan effisiensi ruang bakar ( rb)

adalah 0,98 dan kondisi masuk ruang bakar dianggap sama dengan kondisi keluar kompresor, maka panas yang disuplai adalah :

Perhitungan termodinamika pada Ruang Bakar q rb = h3 – h'2

= 1483,204 kJ/kg – 645,1 kJ/kg = 838,1 kJ/kg

Dari data survey diperoleh LHV bahan bakar gas adalah 45.700 kJ/kg, maka perbandingan bahan bakar terhadap udara adalah :

q rb = LHV . ( FAR )akt . rb

( FAR )akt =

rb rb

LHV q

η

. =

98 , 0 . 45700

10 , 838

kg b.bakar / kg udara ( FAR )akt = 0,018713 kg b.bakar / kg udara

Jadi perbandingan udara dengan bahan bakar adalah sebesar : ( AFR )akt = 53,438 udara / kg b.bakar


(31)

3.2.4. Effisiensi Thermal

th = x100%

q W W

rb K akt

Takt

th = 100%

10 , 883

74 , 341 964 , 616

x

th = 32,84 %

3.2.5. Generator

Didalam suatu proses perubahan arus bolak-balik ada 2 unsur yang terlibat pada proses konversi dasar, yaitu :

1. Daya nyata ( V I cos l ) diukur dengan Watt, besaran inilah yang terlihat pada proses konversi dasar.

2. Daya reaktif ( V I sin l ), tidak mempengaruhi proses konversi daya, tetapi suatu kebutuhan yang harus dilayani.

Gambar dibawah ini menunjukkan daya yang bekerja pada generator AC

Daya Nyata (P) Gambar 3.3. Daya pada Generator

Daya yang dibutuhkan generator adalah daya semu NG (Volt Ampere)

dan daya keluaran adalah P ( daya nyata ). P = NG . cos

NG =

ϕ

cos P

=

8 , 0 130000 NG = 162500 kW


(32)

Maka daya yang harus disuplai turbin ke generator adalah PT Nett :

PT Nett =

ϕ η ηG trcos

G

N

Dimana :

G = effisiensi generator ( direncanakan 0,92 )

tr = effisiensi transmisi = 1

transmisi yang digunakan untuk menyatukan poros turbin gas dengan poros generator adalah kopling tetap jenis kopling flens, diasumsikan tidak ada kehilangan kerja antara poros generator dengan poros turbin gas.

Maka : PT =

1 . 8 , 0 . 92 , 0

162500 PT = 220788 kW

3.2.6. Laju Aliran Massa Udara Dengan Bahan Bakar.

Dengan diperolehnya harga PT =220788 kW, maka untuk menghitung laju aliran massa udara dan bahan bakar dihitung dengan menggunakan prinsip kesetimbangan energi daya instalasi.

PT net = m g WT - m a . WK

m a =

(

)

K T a f

T

W W m m

P

nett

+ / .

1  

Dimana perbandingan laju aliran bahan bakar dengan laju aliran udara adalah:

m f / m a = ( FAR )akt

= 0,018339 kg b.bakar / kg udara Sehingga diperoleh :

m a =

(

)

kg s kJ kg kJ kg

kW

/ 74 , 341 /

964 , 661 . / 018713 ,

0 1

220788

− +

= 769,92 kg / s

m

f = m a . ( FAR )akt

= 769,92 kg / s . 0,018713 = 14,41 kg / s


(33)

m g = m a +

m

f

= 769,92 kg / s +14,41 kg / s = 784,33 kg / s

Secara analisa termodinamika, maka daya untuk masing-masing instalasi komponen-komponen untuk setiap unit adalah sebagai berikut :

1. Daya Kompresor PK = ma.WK

= 769,92 kg/s . 341,74 kJ/kg = 263320,92 kW

= 263,320 MW 2. Daya Turbin

PT = mg. WT

= 784,33 kg/s . 616,964 kJ/kg = 484106,97 kW

= 484,106 MW

3. Panas yang disuplai ruang bakar QRB = mg. qrb

= 784,33 kg/s . 838,10 kJ/kg = 657623,546 kW


(34)

Laju Pindahan Panas ( MW )

o

T

em

per

at

ur

C

Gas buang a

b y x

Evaporator Superheater

Ekonomiser

Kondensat Preheater Air / Uap

3.3. Parameter Dasar Perencanaan

Dalam perencanaan pemanfaatan gas buang dari turbin gas ini direncanakan menggunakan satu jenis tingkat tekanan. Parameter temperatur dan tekanan uap yang akan dihasilkan harus sesuai dengan kondisi gas buang turbin gas yang ada, dan penentuan turbin uap yang akan digunakan. Kondisi gas buang Turbin Gas hasil perhitungan termpodinamika pada turbin gas adalah:

p gas buang TG = 1,1143 bar

h gas buang TG = 866,24 kJ/kg

Tgas buang TG = 840,15 K = 567oC

3.3.1. Perhitungan Uap

Temperatur uap yang akan dihasilkan harus sesuai dengan temperatur gas buang. Perbedaan temperatur yang terkecil antara 2 aliran gas dengan uap, yang biasa disebut dengan titik penyempitan ( pinch point ) a-x dan b-y ( gambar 3 – 4 ) minimum 20oC (P. K Nag, 2002). Pada perancangan ini diambil titik penyempitan (pinch poin) sebesar 25oC.


(35)

Temperaatur gas buang yang masuk ke superheater diperkirakan akan mengalami penurunan sebesar 2% karena adanya kerugian yang terjadi pada saluran dari turbin gas ke superheater (P. K Nag, 2002). Maka temperatur gas buang masuk superheater ( diperkirakan ) :

T masuk superheater = Tgas buang TG x 98%

= 567 oC x 0,98 = 555,66 oC

Sesuai dengan hal diatas temperatur uap yang dihasilkan HRSG (Superheater) dengan pinchpoint 25 oC, adalah :

Tuap yang dihasilkan HRSG = 555,66 oC – 25 oC

= 530,66 oC

Dengan memperhitungkan adanya kehilangan panas sepanjang penyaluran uap dari HRSG hingga masuk turbin uap sebesar (0,97 ÷ 0,98 ), maka temperatur uap masuk turbin adalah :

Tmasuk turbin uap = 0,98.530,66 oC

= 520,0468 = 520 oC ( diambil )

KONDENSOR

P1 TURBIN UAP

GENERATOR

GENERATOR TURBIN GAS

SH

SIKLUS UAP

EVA EKO PRE

FWT

P2

HRSG

SD

567 oc

555,66 o

o o

530,66oC

Gas buang

520oC

p= 1,1143 bar h = 866,24 kJ/kg

Gambar 3.5. Siklus perencanaan HRSG

5

2 6

4

7

8 3

9


(36)

Turbin uap yang digunakan adalah turbin uap dengan kondensasi, dimana hasil ekspansi turbin uap akan dikondensasikan pada kondensor. Besarnya tekanan uap hasil ekspansi masuk kondensor menurut (Frietz Dietzell, 1992) adalah dibawah tekanan atmosfer, yaitu berkisar pada (0,04 ÷ 0,1) bar. Dalam hal ini, media pendingin yang akan digunakan adalah air dengan suhu ±30 oC. Temperatur uap hasil ekspansi turbin masuk kondensor direncanakan diatas 42 oC ( dari tabel dengan tekanan 10kPa, Tsat = 45,81 oC). Parameter yang lain mengenai

turbin uap, yaitu derajat kebasahan yang dapat diterima sehubungan dengan terjadinya erosi pada sudu, adalah sekitar 12%, yang artinya kualitas uap masuk kondensor (keluar turbin) sebesar 88%, dengan mempertimbangkan keamanan sudu turbin pada perencanaan ini kualitas uap masuk kondensor diambil 83%. Dari data diatas : Tmasuk turbin = 520 oC

Pmasuk kondensor = 0,1 bar

X ( kualitas uap ) = 83 % T = 85 %

maka dari diagram Mollier didapat Pmax (tekanan masuk turbin) sebesar 68 bar.

Dengan mempertimbangkan adanya penurunan tekanan sepanjang penyaluran uap mulai dari HRSG hingga masuk turbin sebesar 5 %, maka dalam perencanaan ini tekanan HRSG, yaitu :

Puap keluarHRSG = 100 / 95 x 68 bar

= 71,75 bar Sehingga dalam perancangan ini diperoleh :

1. Temperatur gas masuk superheater = 555,66oC 2. Uap yang dihasilkan HRSG

a. Temperatur = 530,66 oC

b. Tekanan = 71,57 bar

3. Kondisi uap masuk turbin

a. Temperatur = 520 oC

b. Tekanan = 68 bar

4. Kondisi uap hasil ekspansi turbin masuk kondensor a. Temperatur = 45,81 oC b. Tekanan = 0,1 bar


(37)

5

7 T( C )o

s ( kJ / kg.K ) 1

2 3 4

6

8

9a 9 0.1 bar

71,57 bar

68 bar

6,376bar

Gambar 3.6. Siklus Rankine yang direncanakan Keadaan titik 1 :

P1 = 0,1 bar

h1 = 191,83 kJ/kg

v1 = 0,001010 m3/kg

T1 = 45,81 oC

Keadaan titik 2 :

Wpompa = v1 . ( P2 – P1 )

= 0,0010102 m3/kg . ( 637,948 – 10 ) kPa = 0,634 kJ/kg

h2 = Wp + h1

= 0,634 kJ/kg + 191,83 kJ/kg = 192,464 kJ/kg

Keadaan titik 3 :

P3 = 6,376 bar

h3 = 680,76 kJ/kg


(38)

Keadaan titik 4 :

Wp = v3 . ( P4 – P3 )

= 0,0011033 m3/kg . ( 7157 – 637,6 ) kPa = 7,193 kJ/kg

h4 = Wp + h3

= 7,193 kJ/kg + 680,76 kJ/kg = 688,063 kJ/kg

Keadaan titik 5 :

P5 = 71,57 bar

h5 = hf = 1274,79 kJ/kg

T5 = 287,35 oC

Keadaan titik 6 :

P6 = 71,57 bar

h6 = hg = 2769,88 kJ/kg

Keadaan titik 7 :

T7 = 530,66 oC

P7 = 71,57 bar

h7 = 3482,57 kJ/kg

Keadaan titik 8 : P8 = 68 bar

T8 = 520 oC

h8 = 3460,744 kJ/kg

Keadaan titik 9 (kondisi ideal) : P9 = 0,1 bar

hf = 191,83 kJ/kg dan hfg = 2392,8 kJ/kg

X ( kualitas uap ) = 0,83 Maka : h9 = hf + x.hfg

h9 = (191,83+0.83.2392,8)kJ/kg = 2177,854 kJ/kg

Keadaan titik 9a (kondisi aktual): P9 = 0,1 bar dan T = 85 %

9 8

9 8

h h

h

h a

T

− − = η


(39)

Maka :

h9a = h8 – [ T ( h8 – h9)]

h9a = 3460,74 – [ 0,85 ( 3460,74 – 2177,85)] kJ/kg

h9a = 2370,28 kJ/kg

Maka: x =

fg f a

h h h9

=

kg kJ

kg kJ / 8 , 2392

/ ) 83 , 191 28 , 2370

( −

x = 0,91 = 91%

3.3.2. Kesetimbangan Energi :

Laju aliran massa uap dapat diperoleh dari hukum kesetimbangan kalor, dimana :

Quap = Qgas

mu( h7 – h5 ) = mg( hb – ha )

b

a

5

7 ` T( C )o

s ( kJ / kg.K )

Gambar 3.7. Diagram Analisa Kesetimbangan Energi Kondisi titik a (gas buang melewati evaporator):

Ta = T5 + 25 oC

T5 =287,35oC dari tabel sifat uap jenuh pada tekanan 71,57 bar

Ta = ( 287,35 + 30 )oC = 312,35oC

ha = 591,18 kJ / kg

Kondisi titik b ( gas buang masuk melewati superheater): Tb = 555,66 oC

hb = 853,715 kJ / kg

Jadi laju aliran massa uap dapat diperoleh sebesar :

u

m = mg( hb – ha ) / ( h7 – h5 )

6

Keterangan:

a = gas buang melewati evaporator b = gas buang melewati seperheater titik 5-6 = kondisi pada evaporator titik 6-7 = kondisi pada seperheater

6 5

7 a

b Evaporator


(40)

=

kg kJ

kg kJ s

kg

/ ) 79 , 1274 57 , 3482 (

/ ) 18 , 591 715 , 853 ( / 66 , 784

− −

u

m = 93,306 kg / s

3.3.3. Superheater

Uap panas lanjut yang dihasilkan superheater, yaitu pada tekanan 71,57 bar dan temperatur 530,66 oC. Maka kalor yang diserap pada superheater adalah :

Quap = mu.(h7−h6)

= 93,306 kg/s.(3482,57 kJ/kg – 2769,88 kJ/kg ) = 66498,25 kW

Dengan demikian jumlah kalor yang harus disediakan ( Qgas ) gas buang adalah

sebesar 66498,25 kW.

Qgas = mg(hinhout)

66498,25 kW = 784,66 kg/s ( 853,71 kJ/kg – hout )

hout = 750,96 kJ/kg

dari tabel udara ( lampiran 3 ) diperoleh : Tout = 734,93 K = 461,78oC

Maka temperatur gas buang keluar superheater adalah 461,78oC dan gas buang akan masuk ke evaporator.

3.3.4. Evaporator

Pada tekanan 71,57bar, dari tabel sifat uap jenuh diperoleh temperatur air mendidih pada 287,32 oC. Air akan mengalami penguapan pada evaporator. Besarnya kalor yang dibutuhkan untuk menguapkan air adalah :

Quap = mu.(h6−h5)

= 93,306 kg/s . (2769,88 kJ/kg – 1274,79 kJ/kg )

= 139500,86 kW

Jadi, jumlah kalor yang harus disediakan gas buang ( Qgas ), adalah sebesar

139500,86 kW.

Qgas = mg(hinhout)

139500,86 kW = 784,66 kg/s . ( 750,96 kJ/kg – hout )


(41)

dari tabel udara diperoleh :

Tout = 567,67 K = 294,52 oC

Maka temperatur gas buang keluar evaporator adalah 294,52 oC dan gas buang akan masuk ekonomiser.

3.3.5. Ekonomiser

Air masuk ke ekonomiser dari tangki air umpan yang dipompakan hingga tekanan 71,57 bar, dengan temperatur 165 oC yang akan dipanaskan hingga mencapai air jenuh dengan suhu 287,32 oC. Kalor yang dibutuhkan yaitu :

Quap = mu.(h5−h4)

= 93,306 kg/s . (1274,79 kJ/kg – 688,062 kJ/kg ) = 54745,24 kW

Dengan demikian jumlah kalor yang harus disediakan ( Qgas ) gas buang adalah

sebesar 54745,24 kW.

Qgas = mg(hinhout)

54745,24 kW = 784,66 kg/s . (573,17 kJ/kg – hout )

hout = 503,40 kJ/kg

dari tabel udara diperoleh :

Tout = 500,36 K = 227,21oC

Maka temperatur gas buang keluar ekonomiser adalah 227,21 oC dan gas buang akan masuk kondensat preheater.

3.3.6. Preheater

Air masuk kondensat preheater merupakan air kondensat yang dipompakan hingga tekanan 6,376 bar dengan suhu 45,81 oC, dipanaskan hingga keadaan jenuh ( tangki air umpan ) dengan suhu 161,2 oC.

Quap = mu.(h3−h2)

= 93,306 kg/s . ( 680,76 kJ/kg – 192,464 kJ/kg ) = 45560,94 kW


(42)

Dengan demikian jumlah kalor yang harus disediakan ( Qgas ) gas buang adalah

sebesar 45560,94 kW.

Qgas = mg(hinhout)

45560,94 kW = 784,66 kg/s . (503,40 kJ/kg – hout )

hout = 445,33 kJ/kg

dari tabel udara diperoleh :

Tout = 443,84K = 170,69 oC

Maka temperatur gas buang keluar preheater adalah 170,69 oC dan gas buang akan menuju cerobong.

3.4. Spesifikasi HRSG yang direncanakan

Dari perhitungan dan beberapa penentuan yang menjadi pertimbangan dalam rancangan diambil spesifikasi,yaitu :

1. Jenis HRSG yang direncanakan adalah HRSG pipa air sirkulasi alami. 2. Sumber panas pada HRSG berasal dari panas gas buang dari satu unit

turbin gas.

a. Temperatur gas masuk superheater = 555,66 oC b. Laju aliran massa gas buang masuk HRSG = 814,42 kg / s 3. Uap yang dihasilkan HRSG :

a. Temperatur = 530,66 oC

b. Tekanan = 71,57 bar

c. Laju aliran massa uap = 96,875 kg / s 4. Temperatur di tiap titik komponen HRSG :

a. Temperatur gas buang masuk superheater = 555,66 oC b. Temperatur gas buang masuk evaporator = 478,37 oC c. Temperatur gas buang masuk ekonomiser = 311,68 oC d. Temperatur gas buang masuk preheater = 244,594oC e. Temperatur gas buang keluar preheater = 188,024oC


(43)

3.5. Daya yang dibangkitkan HRSG

Berdasarkan uap yang dihasilkan HRSG, maka daya yang dihasilkan turbin uap tersebut adalah :

PT = ηT.mu( h8 – h9a )

= 0,85. 93,306 kg/s (3460,744 kJ/kg – 2370,28 kJ/kg) = 86484,80 kW = 86,484 MW


(44)

KONDENSOR

P1 TURBIN UAP

GENERATOR

GENERATOR TURBIN GAS

KOMPRESOR

RUANG BAKAR

UDARA ATMOSFER

SH

SIKLUS UAP

SIKLUS GAS

GAS BUANG

BAHAN BAKAR

EVA EKO PRE

FWT

P2

HRSG

SD

Keterangan :

LPH = Low pressure heater HPH = High pressure heater

P = Pompa air umpan

SH = Superheater

EVA = Evaporator

EKO = Ekonomiser

PRE = Preheater

FWT = Feed water tank

SD = Steam drum

567 oc

555,66 o

478,37 311,68

244,594 C o

188,024 oC o

530 oC


(45)

BAB IV

UKURAN-UKURAN UTAMA

4.1. Parameter Pipa Superheater

Superheater adalah pipa-pipa pemanas yang berfungsi untuk memanaskan uap yang berasal dari drum uap menjadi uap panas lanjut. Superheater ini terletak pada bagian bawah sekali daripada susunan komponen alat penukar kalor yang ada pada HRSG.

Sistem perpindahan panasnya adalah sistem konveksi berlawanan arah. Dimana uap mengalir dari atas ke bawah sementara gas buang mengalir dari bawah ke atas. Pada sistem perpindahan panas konveksi berlawan arah luas perpindahan panas yang dibutuhkan akan lebih kecil bila dibandingkan dengan sistem konveksi satu arah, karena untuk kondisi kapasitas dan temperatur yang sama besarnya harga beda suhu rata-rata logaritma ( LMTD ) pada sistem konveksi arus berlawanan arah adalah lebih besar daripada konveksi searah.

Besarnya luas permukaan perpindahan panas yang dibutuhkan diperoleh dari persamaan berikut (J.P Holman, 1998):

A =

) .(LMTD U

Q

Dimana :

A = Luas permukaan perpindahan kalor ( m2 ) Q = Besar perpindahan kalor ( J/s )

U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh ( W/m2 oC ) LMTD = Beda suhu rata-rata logaritma ( oC )

Besarnya harga LMTD sistem perpindahan panas pada superheater ini adalah seperti ditunjukkan pada gambar berikut :


(46)

555,66

530,66 461,78 287,35

Gambar 4.1. Sket aliran uap dan gas buang pada superheater Dimana sebelumnya telah diperoleh :

T6 = Temperatur uap masuk superheater = 287,35 0C

T7 = Temperatur uap keluar superheater = 530,66 0C

Tg1 = Temperatur gas buang masuk superheater = 555,66 0C

Tg2 = Temperatur gas buang keluar superheater = 461,78 0C

Dimana :

min max

min max

ln T T

T T

LMTD

∆−∆

∆ =

dimana :

∆Tmax = Tg1 – T7

= 555,66 0C – 530,66 0C = 25 oC

∆Tmin = Tg2 – T6

= 461,78 0C – 287,35 0C = 174,43 0C

Maka diperoleh harga LMTD : LMTD =

C C

C C

0 0

0 0

25 43 , 174 ln

25 43

,

174 −


(47)

Besarnya harga koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut (Incropera, 1981):

0 0.

1 .

1 1

h R

A A A h

U h w

h c i

η + +

   

=

dimana :

hi = Koefisien konveksi dalam pipa ( W/m2 0C )

Ac/Ah = Perbandingan luasan pipa bagian dalam dengan luasan pipa yang

menyerap kalor

Ah.Rw = Tahanan konduksi pipa Superheater ( m2 0C/W )

ho = Koefisien konveksi gas buang ( W/ m2 oC )

0

η = Efektivitas sirip bagian luar.

Pipa superheater dalam hal ini direncanakan menggunakan pipa baja dengan diameter kecil. Diambil ukuran pipa dari ukuran standart pipa untuk baja schedule 40 dengan diameter nominal ( DN ) 1 ½, bertujuan agar pembentukan uap dapat berlangsung lebih cepat.

Maka diambil ukuran- ukuran pipa sebagai berikut : Di : Diameter dalam = 1,9 in = 0,048 m

Do : Diameter luar = 1,61 in = 0,040894 m

t : Tebal pipa = 0,145 in = 0,003683 m

untuk menentukan banyaknya jumlah pipa yang dibutuhkan sesuai dengan kapasitas uap dan diameter pipa yang direncanakan, maka diambil suatu batasan sebagai berikut :

a. Panjang pipa uap aktif yang berhubungan dengan pipa – pipa = 7 m (dengan memperhitungkan standart panjang pipa yang ada )

b. Jarak antara dua buah pipa = 2 . Do = 0,084 m

c. Panjang pipa perbatang = 14,64 m

Penentuan panjang pipa berdasarkan pemilihan dari panjang pipa yang sering digunakan dengan panjang 4,88 m (Tunggul S, 1975).


(48)

Gambar 4.2 Sketsa rancangan pipa – pipa superheater. Sehingga jumlah pipa – pipa superheater yang dibutuhkan adalah :

1 096 , 0

7

+ =

=

m m ST

a panjangpip

n

= 74 batang dalam satu baris Dimana: ST = jarak antar dua titik pusat pipa

4.1.1. Koefisien Perpindahan Panas di dalam Pipa ( hi )

Koefisien pindahan panas dalam pipa ( hi ) seharusnya ditentukan pada

temperatur film. Dalam hal ini dapat juga ditentukan pada kondisi temperatur uap rata – rata superheater ( Tu=409 oC ) pada tekanan 71,57 bar. Dari tabel sifat- sifat air pada berbagai tekanan dan temperatur, (Lampiran 11) setelah diinterpolasi diperoleh data – data sebagai berikut :

µ = 2,577 . 10-5 kg/ m.s k = 0,0644 W/m 0C

ρ = 1/v = 25 kg/m3 Pr = 1,068

Cp = 2,67 J/kg.K

Kecepatan aliran uap pada superheater dihitung sebagai berikut (Sorensen, 1983):

i u u

A n m V

. .

.

ρ

=

dimana:

Vu = Kecepatan aliran uap dalam pipa ( m/s )

u


(49)

n = Jumlah pipa superheater = 74 batang

v = Volume jenis uap, dihitung atas dasar volume jenis uap rata- rata pada superheater dengan tekanan 71,57 bar.

Dimana: v6 = 0,02676 m3/kg

v7 = 0,04943m3/kg

= 0,038095m3/kg maka diperoleh harga kecepatan aliran uap:

2

) 0409 , 0 )( 4 / ( 74

306 , 93

π

=

u

V

= 36,565 m/s

Diperoleh kecepatan uap dalam pipa sebesar 36,565 m/s masih dalam batas kecepatan uap maksimum yang diijinkan untuk uap yaitu sebesar 50 m/s (M.J.Djokostyardjo, 1990).

Besarnya koefisien pindahan panas dianalisa berdasarkan harga bilangan Reynold (Bayazitogli, 1988):

Re =

Dimana: = massa jenis uap pada superheater (kg/m3) = Viskositas dinamika uap (kg/m.s)

Di = Diameter dalam (m)

Maka: Re = 5

10 . 577 , 2

) 0409 , 0 ).( 565 , 36 .( 25

= 14,50823. 105

Aliran yang terjadi adalah turbulen, Re >2300 (JP.Holman, 1998) , maka hi

dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ( Bayazitoglu, 1988):

i u i

D k N

h = .

Bilangan Nussselt dapat dihitung dengan (JP.Holman 1998):

4 , 0 8 , 0

. 023 ,

0 e r

u R P

N =

= 0,023 . ( 14,50823 . 105 ) 0,8 . ( 1,068 ) 0,4 = 2006,54


(50)

Dengan :

κ = 0,0644 W/m oC Di = 0,0409 m

Maka :

0409 , 0

) 0644 , 0 ).( 54 , 2006 (

=

i

h

hi = 3159,44 W/m2 oC

4.1.2 Koefisien Pindahan Panas di Luar Pipa ( ho )

Susunan pipa yang dirancang adalah susunan selang – seling. Seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.3 Susunan pipa selang – seling Dimana : ST = Jarak transversal ( transverse pitch ) ( m )

SL = Jarak longitudinal ( longitudinal pitch ) ( m )

SD = Jarak diagonal ( m )

A1 = Jarak antara 2 buah pipa secara transversal ( m )

A2 = Jarak antara 2 buah pipa secara diagonal ( m )

Direncanakan ST = SL = 2. Do = 0,096 m

Dalam perencanaan ini susunan pipa direncanakan selang – seling. Untuk mendapatkan besarnya koefisien konveksi terlebih dahulu ditentukan sifat – sifat gas buang. Sipat – sipat gas buang seharusnya dievaluasi pada temperatur film, dapat juga dievaluasi pada temperatur rata – rata ( pendekatan ) gas buang, yaitu :

2 478 66 ,

555 +

=

g

T


(51)

Dari tabel sipat – sipat udara ( lampiran 10 ) diperoleh :

κ = 0,05726 W/m 0K

µ = 3,596 .10-5 kg/ m.s ρ = 0,4465 kg/m3

Pr = 0,6884 Cp = 1,0954 J/kg. K

Maka dapat dihitung kecepatan gas maksimum ( Vg maks ) pada rangkuman pipa,

dimana dari gambar 4.3, maka kecepatan maksimum dapat terjadi pada A1 dan A2

a. Apabila pada A1, maka :

g O T T gmaks V D S S V . ) ( − =

...( Incropera, 1981) b. Apabila pada A2, maka :

g O D T gmaks V D S S V . ) ( 2 − =

...( Incropera, 1981) Vgmaks terjadi pada A2 apabila:

2 2 5 , 0 2

2 T T O

L D D S S S

S  < −

            + =

...( Incropera, 1981) 040894 , 0 648574783 , 0 . 0197427 , 422 = i h

0,107912636 > 0,07239 Maka dapat disimpulkan V g maks terjadi pada A1 :

g O T T gmaks V D S S V . ) ( − = dimana :

Vg = Kecepatan gas masuk pada rangkuman pipa diukur pada temperatur

gas buang masuk rangkuman pipa L n S m V T g g g . . . ρ  = 2 O T D D S S < +


(52)

dimana : mg : Laju aliran gas buang = 784,66 kg/s

ρg : Massa jenis gas buang pada T gas buang masuk = 555,66

o

C : = 828,81 K yaitu, sebesar 0,4257 kg/m3

ST : Jarak dua buah pipa = 0,096 m

n : Banyak pipa 1 baris = 74 batang L : Panjang pipa 1 batang = 14,64 m Maka :

) 64 , 14 ).( 74 ).( 096 , 0 .( 4257 , 0

66 , 784

=

g

V

= 17,723 m/s

Maka dapat diperoleh kecepatan gas maksimum (Vg maks ) sebesar :

723 , 17 . ) 048 , 0 096 , 0 (

096 , 0

− =

gmaks

V

= 35,45 m/s

Sehingga Bilangan Reynold maksimum untuk gas buang, adalah :

µ

ρ gmaks h

e

D V

R = . .

Dimana :

Re : Bilangan Reynold

ρ : Massa jenis gas pada suhu rata – rata ( kg/m3 ) Dh : Diameter hidrolik pipa ( m )

µ : Viskositas dinamik pada suhu rata – rata ( kg/m.s )

Dimana :

Dh =

h a f

A A . 4 .

1 ………(W.M. Kays, 1984)

Dimana :

1f : Jarak dua buah pipa = 0,084 m

Aa : Luas penampang aliran ( m2 )


(53)

Dan :

ho =

Dh k Nu.

Dimana : NU = Bilangan Nusselt

k = Konduktivitas gas buang ( W/m oC )

Pada perancangan pipa – pipa Superheater ini, dirancang menggunakan sirip untuk menyediakan luas permukaan pindahan panas yang dibutuhkan, ukuran sirip terlihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.4. Penampang pipa bersirip Dimana :

ro : Jari – jari luar pipa = 0,024 m

1 : Panjang sirip = 0,009 m

re : Jari –jari pipa bersirip =0,033 m

δ : Tebal sirip = 0,00046 m Nf : Jumlah sirip = 289 sirip/m

ri : jari-jari dalam pipa= 0,0204 m

Penentuan panjang, tebal dan jumlah sirip diperoleh dari lampiran 2, maka dapat dicari :

a. Luas permukaan sirip ( Af )

(

)

f e o

e

f D N

D D

A . . .

4 .

2 2 2

    

  

+ −


(54)

dimana :

Af : Luas permukaan sirip ( m2 )

De : Diameter sirip = 0,066 m

Do : Diameter luar pipa = 0,048 m

δ : Tebal sirip = 0,00046 m

Nf : jumlah sirip dalam 1 meter panjang pipa

Maka diperoleh luas permukaan sirip sebesar :

(

)

.(0,066).0,00046 .289

4

048 , 0 066 , 0 . .

2 2 2

   

 − +

= π π

f

A

= 0,959 m2 dalam 1 meter panjang pipa b. Luas permukaan primer ( Ap )

(

)

o f

t

p D L N N

A = π. −δ.

Dimana : Nt : 1, untuk 1 batang pipa.

(

)

[

.0,0481−0,00046.289

]

.1

= π

p

A

= 0,13075m2 untuk 1 meter panjang pipa

c. Luas total permukaan pipa yang menyerap panas untuk 1 meter panjang pipa ( Ah ) dan Ah = Af + Ap

Dimana :

Ah : Luas total permukaan pipa yang menyerap panas ( m2 )

Af : Luas permukaan sirip

Ap : Luas primer

Maka luas total permukaan pipa yang menyerap panas diperoleh sebesar : Ah =0,959 + 0,13075

= 1,08975 m2

d. Perhitungan Diameter hidraulik ( Dh ):

Luas penampang area aliran gas buang ( gambar 4.5 )


(55)

Dalam hal ini, Luas penampang area ( Aa ) merupakan luas penampang tanpa sirip

dalam 1 meter dikurangi luas sirip dalam 1 meter.

(

T O

)

(

f

)

a S D L N

A = − −21.δ.

= ( 0,096 – 0,048 ). 1 – 2 ( 0,009.0,00046.289) = 0,0456 m2

Maka dapat diperoleh harga diameter hidrolik ( Dh ):

Dh = 

     0893 , 1 0456 , 0 . 4 ). 096 , 0 (

= 0,016 m dalam 1 m panjang pipa Sehingga Bilangan Reynold :

5 10 . 596 , 3 ) 016 , 0 ).( 46 , 35 .( 4465 , 0 − = e R = 7042,68

2000 < Re < 40.000

Maka rumus mencari bilangan Nusselt (Incropera, 19981) adalah: Nu = 1,13. C1. Re m . Pr 0,33

Dimana: Nu = Bilangan Nusselt Re = Bilangan Reynold Pr = Bilangan Prandalt

Harga konstanta C1 dan m diperoleh dari tabel korelasi Grimson (lampiran

1) yang bergantung pada harga SL/Do dan ST/Do dari susunan pipa yang

direncanakan. 2 048 , 0 096 , 0 = = o L D S 2 048 , 0 096 , 0 = = o T D S

Dari tabel diperoleh : C1 = 0,482 dan m = 0,556,

3 1 556 , 0 ) 6884 , 0 ( ) 68 , 7042 ( 482 , 0 . 13 , 1 = Nu = 66,285


(56)

Maka dapat dicari koefisien pindahan panas di luar pipa ( ho )

Dh k Nu ho

.

=

=

016 , 0

) 05726 , 0 ).( 285 , 66 (

= 237,217 W/m2 oC

4.1.3. Pemilihan Pipa Superheater

Untuk dapat menjamin kekuatan pipa Superheater khususnya dalam menahan tekanan yang terjadi didalam pipa, maka kekuatan material pipa yang digunakan ditentukan dengan menggunakan rumus (Vincent Cavaseno, 1979):

2 . 2

. P

t D P

SO

Dimana :

P = Tekanan yang terjadi pada pipa, dalam hal ini sebesar 71,57 Bar = 1037,765 psi

S = Tegangan tarik yang diijinkan ( psi ) 2

765 , 1037 145

, 0 . 2

) 9 , 1 ).( 765 , 1037 (

− ≥

S

S 6280,2675 psi

Sehingga dengan tegangan yang diperoleh diatas, dipilih material yang memiliki tegangan ijin ( S ) diatas 6280,2675 psi dalam suhu maksimum yang terjadi. Dari tabel bahan pipa ( lampiran 7 ) direncanakan material pipa yang digunakan adalah terbuat dari Seamless Alloy Steel ( SA 176, 16 Cr-12Ni- 2Mo ) dimana pada temperatur 1100 oF masih memiliki tegangan ijin sebesar 10300 psi. Jadi cukup aman untuk digunakan pada superheater dengan suhu maksimum yang terjadi 1045,44 oF.

Mencari efisiensi sirip dengan menggunakan grafik efisiensi sirip (Incropera, 1981) seperti pada gambar dibawah ini.


(57)

Gambar 4.6. Grafik efisiensi sirip

Dari data – data sirip pada perhitungan sebelumnya maka dapat dihitung : a.

2

δ +

=L

Lc

=

2 00046 , 0 009 ,

0 +

= 0,00923 m b.

2

2

δ +

= e

c r

r

=

2 00046 , 0 033 ,

0 +

= 0,03323 m c. Ap=Lc

= ( 0,00923.0,00046 ) m = 0,4245. 10-5 m 2 d.

024 , 0

03323 , 0

2 =

o c

r r

= 1,3846

e. 2

1 2

3

) . / (h k Ap

Lc o

Dimana : k = konduktivitas bahan pipa ( Lampiran 9 ) Diperoleh = 21,33 w/m oC


(58)

2 1 5 2 3 ) 10 . 4245 , 0 .( 33 , 21 217 , 237 00923 , 0       − = 1,435

Dari grafik diperoleh harga efisiensi sirip ( ηf ) setelah diinterpolasi

diperoleh ηf = 45 %

Perbandingan luas bagian dalam pipa dengan luas total permukaan pipa yang menyerap panas dalam 1 meter ( Ac / Ah ).

08975 , 1

. .D L A

A i

h

c = π

= 08975 , 1 1 . 0409 , 0 . π = 0,1179 Efektivitas sirip :

(

f

)

h f o A A η

η =1− 1−

= 1 – ( 1 – 0,72 ) = 0,5160

Tahanan konduksi pada pipa superheater ( Ah. Rw )

        = h c i o i w h A A k D D D R A . 2 ln . = ) 1179 , 0 ).( 33 , 21 .( 2 04094 , 0 04826 , 0 ln 040894 , 0      

= 0,0013456 m2 oC / W

4.1.4. Koefisien Pindahan Panas Menyeluruh

o o w h h c i h R A A A h U . 1 . 1 1 η + +     = ) 217 , 237 ).( 516 , 0 ( 1 0013456 , 0 ) 1179 , 0 ).( 44 , 3159 ( 1 1 + + = U


(59)

0121998 ,

0 1

=

U

Maka : U = 81,96 W/m2 oC

4.1.5 Luas Bidang Pindahan Panas

Luas bidang perpindahan panas didapat dengan:

(

LMTD

)

U Q A

.

=

dimana :A = Luas permukaan perpindahan kalor ( m2 )

Q = Panas yang diserap superheater, pada perhitungan sebelumnya diperoleh = 66498250 W

U = Koefisien perpindahan kalor menyeluruh = 81,96 W/m2 0C LMTD = Beda suhu rata-rata logaritma = 76,63 0C

Maka :

) 63 , 76 ).( 96 , 81 (

66498250

=

A

A = 10587,89 m2

Lintasan yang dibutuhkan untuk menyerap panas dengan jumlah 74 batang pipa dalam 1 baris :

l A n

A N

h

.

=

Dimana :

N = jumlah lintasan

A = Luas permukaan pindahan panas yang dibutuhkan = 10587,89m2 Ah = Luas total permukaan pipa yang menyerap panas = 1,08975 m2

n = jumlah pipa perbaris = 74 batang / baris Maka :

) 64 , 14 ).( 08975 , 1 .( 74

89 , 10587

=

N

= 8,97 lintasan = 9 Lintasan


(60)

4.2 Perhitungan Parameter Pipa Evaporator

Evaporator adalah pipa-pipa pemanas yang berfungsi untuk menguapkan air dari keadaan cair jenuh menjadi uap yang hampir jenuh. Air jenuh berasal dari drum, dan akibat perbedaan massa jenis yang diakibatkan pemanasan terjadi sirkulasi, dan uap akan kembali ke drum. Sistem pindahan panas yang terjadi adalah sistem konveksi searah, dimana air mengalir dari bawah keatas demikian juga gas buang. Gas buang yang dimanfaatkan pada komponen ini berasal dari gas buang yang keluar dari Superheater.

Distribusi temperatur dan arah aliran fluida dapat dilihat seperti pada gambar. Besarnya harga LMTD sistem perpindahan panas pada Evaporator ini seperti ditunjukkan gambar dibawah ini.

478,37

311,68 287,35 287,35

Gambar 4.7. Sket aliran uap dan gas buang pada Evaporator

Dimana sebelumnya telah diperoleh :

T6 = Temperatur uap keluar Evaporator = 287,35 0C

T5 = Temperatur uap masuk Evaporator = 287,35 0C

Tg2 = Temperatur gas buang masuk Evaporator = 478,37 0C


(61)

Dimana :

min max

min max

ln T T

T T

LMTD

∆−∆

∆ =

dimana :

∆T max = Tg2 – T5

= 478,37 – 287,35,7 = 174,12 0C

∆T min = Tg3 – T6

= 311,68 – 287,35 = 24,330C

Maka diperoleh harga LMTD : LMTD =

33 , 24

12 , 174 ln

33 , 24 12 , 174 −

LMTD = 76,11 0C

Besarnya harga koefisien perpindahan kalor menyeluruh (U) dihitung dari persamaan berikut atas dasar bidang luas pipa, yaitu:

0 0.

1 .

1 1

h R

A A A h

U h w

h c i

η + +

   

=

dimana :

hi = Koefisien konveksi dalam pipa ( W/m2 0C )

Ac/Ah = Perbandingan luasan pipa bagian dalam dengan luasan pipa yang

menyerap kalor

Ah.Rw = Tahanan konduksi pipa Evaporator ( m2 0C/W )

ho = Koefisien konveksi gas buang ( W/ m2 oC )

0

η = Efektivitas sirip bagian luar.

Pipa Evaporator dalam hal ini direncanakan menggunakan pipa baja dengan diameter lebih besar dar pipa Superheater. Diambil ukuran pipa dari ukuran standart pipa untuk baja schedule 40 dengan diameter nominal ( DN ) 2.


(62)

Maka diambil ukuran- ukuran pipa Evaporator sebagai berikut : Di : Diameter dalam = 2,067 in = 0,0525 m

Do : Diameter luar = 2,375 in = 0,0603 m

t : Tebal pipa = 0,154 in = 0,0039 m

untuk menentukan banyaknya jumlah pipa yang dibutuhkan sesuai dengan kapasitas uap dan diameter pipa yang direncanakan, maka diambil suatu batasan seperti yang ada pada Superheater:

a. Panjang pipa uap aktif yang berhubungan dengan pipa – pipa = 7 m b. Jarak antara dua buah pipa = 2.Do = 0,0603 m

c. Panjang pipa perbatang = 14,64 m

Penentuan panjang pipa berdasarkan pemilihan dari panjang pipa yang sering digunakan dengan panjang 4,88 m (Tunggul S, 1975).

Jumlah pipa dalam 1 baris direncanakan sama seperti perancangan pada Superheater. Maka sket perancangan pipa Evaporator dapat dilihat pada gambar dibawah:

Gambar 4.8. Evaporator yang direncanakan Sehingga jumlah pipa – pipa Evaporator yang dibutuhkan adalah :

1 12065 , 0

7

+ =

=

m m ST

a panjangpip

n = 59 batang pipa dalam 1 baris

4.2.1. Koefisien Perpindahan Panas di dalam Pipa ( hi )

Koefisien pindahan panas dalam pipa ( hi ) seharusnya ditentukan pada

temperatur film. Dalam hal ini dapat juga ditentukan pada kondisi temperatur uap rata – rata Evaporator ( Tu =287,35 oC ) pada tekanan 71,57 Bar. Dari tabel sifat-


(63)

sifat air pada berbagai tekanan dan temperatur, (Lampiran 11) setelah diinterpolasi diperoleh data – data sebagai berikut :

κ = 0,4713 W/m 0C

µ = 8,259 . 10-5 kg/ m.s

ρ = 1/v = 37,45 kg/m3 Pr = 0,969

Cp = 4,879 J/kg.K

Kecepatan aliran uap pada pipa Evaporator dihitung sebagai berikut :

i u u

A n

v m V

.

.

=

Dimana:

Vu = Kecepatan aliran uap dalam pipa ( m/s )

u

m = Laju aliran uap = 93,306 kg/s

n = Jumlah pipa Evaporator = 59 batang

v = Volume jenis uap, dihitung atas dasar volume jenis uap rata- rata pada Evaporator dengan tekanan 71,57 bar

; 2

5

6 v

v

v = + dimana : pada71,57 Bar : v6 =vg = 0,0267 m3/kg

v5 =vf = 0,001356 m3/kg

2

001356 ,

0 0267 ,

0 +

=

v

= 0,014 m3/kg

Maka diperoleh harga kecepatan uap sebesar :

2

) 0525 , 0 )( 4 / .( 59

) 014 , 0 )( 306 , 93 (

π

=

u

V

= 10,23 m/s

Besarnya koefisien pindahan panas dianalisa berdasarkan harga bilangan Reynold, dihitung dari persamaan berikut :

R = 5

10 . 259 , 8

) 0525 , 0 ).( 23 , 10 ).( 45 , 37 (


(64)

Aliran yang terjadi adalah turbulen ( Re > 2100 ), maka hi dapat dihitung

dengan menggunakan persamaan berikut :

i u i

D k N h = .

Bilangan Nussselt dapat dihitung dengan :

4 , 0 8 , 0

. 023 ,

0 e r

u R P

N =

= 0,023 . (243533,83 ) 0,8 . ( 0,969 ) 0,4 = 462,92

Dengan :

κ = 0,4713 W/m oC Di = 0,0525 m

Maka :

0525 , 0

0,4713) .(

(462,92)

=

i

h

= 4155,699 W/m2 oC

4.2.2 Koefisien Pindahan Panas di Luar Pipa ( ho )

Susunan pipa Evaporator yang dirancang adalah susunan selang – seling. Seperti pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.9. Susunan pipa selang – seling Dimana direncanakan ST = SL = 2. Do = 0,12065 m

Sipat – sipat gas buang dievaluasi pada temperatur rata – rata :

2

68 , 311 34 ,

478 +

=

g


(1)

Dimana: V = Kecepatan gas sebelum masuk superheater = 17,723 m/s. g

Maka: A =

g Q V = 2 104 723 , 17 22 , 1843 m =

Maka lebar penampang HRSG: l = m

m m p A 1 , 7 64 , 14 104 2 = =

4.8. Cerobong Asap ( Chimney) HRSG

Kapasitas aliran gas masuk cerobong asap:

. g m Q ρ =

Dimana: ρ= Massa jenis gas buang pada saat setelah melewati preheater pada temperatur 188,0240C =461,174K = 0,7657 kg/m3

Maka: . g m Q ρ

= = 1024,76

7657 , 0 66 , 784 =

Maka luas penampang cerobong asap HRSG: Q = Vg.A

Maka: A =

g Q V

Dimana: V = Kecepatan gas melewati preheater = 10,99 m/s. g

Maka: A =

g Q V = 2 245 , 93 99 , 10 76 , 1024 m =

A = r2

r2 = 93,245 m2/ r = 5,45m Maka: m = v .

m = massa gas buang = 784,66 kg

v = volume gas buang

= (A=luas penampang cerobong asap)x(H=tinggi) = massa jenis gang buang

m = A.H.

Maka tinggi cerobong asap:

H= m x A m 11 89 , 10 7657 , 0 245 , 93 66 , 784


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari perhitungan-perhitungan yang dilakukan dalam perancangan HRSG, maka dapatlah dibuat beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. HRSG ( Heat Recovery Steam Generator ) yang dirancang adalah HRSG dengan satu tingkat tekanan. Sumber panas berasal dari gas buangan satu unit turbin gas yang mempunyai daya 130 MW dengan suhu gas buang dari turbin gas tersebut adalah 567 oC dan laju aliran gas buang sebesar 784,66 kg/s.

2. Kondisi uap yang dihasilkan dari HRSG adalah : a. Temperatur = 530,66 oC.

b. Tekanan = 71,57 Bar.

c. Laju aliran uap = 93,903 kg/s. 3. Neraca panas

Panas gas buang masuk HRSG = 639703,87 kW. Panas gas buang yang dimanfaatkan :

a. Panas yang diserap Superheater, QSH = 66498,25 kW. b. Panas yang diserap Evaporator, QEVA = 139500,86 kW. c. Panas yang diserap ekonomiser, QEKO = 54745,24 kW. d. Panas yang diserap Preheater, QPRE = 45560,94 kW. e. Panas gas yang terbuang = 333398,08 kW.

4. Pipa-pipa Superheater

a. Ukuran nominal = 1,5 in ( 0,0381m ). b. Diameter luar = 1,9 in ( 0,04826 m ). c. Dimater dalam = 1,61 in ( 0,0409 m ). d. Panjang pipa per baris = 14,64 m.

e. Jumlah pipa = 666 batang.

f. Jarak pipa dalam 1 baris = 0,09652 m g. Jarak setiap baris pipa = 0,09652 m


(3)

h. Bahan pipa = Seamless Alloy Steel ( SA 176, 16Cr-12Ni-2Mo ).

i. Susunan pipa-pipa = Selang-seling. j. Sistem aliran = Berlawanan arah. k. Temperatur uap masuk = 287,35 oC. l. Temperatur uap keluar = 530,66 oC. m. Temperatur gas masuk = 555,66 oC. n. Temperatur gas keluar = 461,78 oC. 5. Pipa-pipa Evaporator

a. Ukuran nominal = 2 in ( 0,0508 m ). b. Diameter luar = 2,375 in ( 0,0603 m ). c. Dimater dalam = 2,067 in ( 0,0525 m ). d. Panjang pipa per baris = 14,64 m.

e. Jumlah pipa = 1180 batang.

f. Jarak pipa dalam 1 baris = 0,1206 m. g. Jarak setiap baris pipa = 0,1206 m.

h. Bahan pipa = Seamless Alloy Steel (SA 176 18Cr-8Ni).

i. Susunan pipa-pipa = Selang-seling.

j. Sistem aliran = Searah.

k. Temperatur uap masuk = 287,35 oC. l. Temperatur uap keluar = 287,35 oC. m. Temperatur gas masuk = 478,37 oC. n. Temperatur gas keluar = 311,68 oC. 6. Pipa-pipa Ekonomiser

a. Ukuran nominal = 1,5 in ( 0,0508 m ). b. Diameter luar = 1,9 in ( 0,04826 m ). c. Dimater dalam = 1,61 in ( 0,0409 m ). d. Panjang pipa per baris = 14,64 m.

e. Jumlah pipa = 888 batang.

f. Jarak pipa dalam 1 baris = 0,09652 m. g. Jarak setiap baris pipa = 0,09652 m.


(4)

h. Bahan pipa = Seamless Alloy Steel ( SA 176 18Cr-8Ni ).

i. Susunan pipa-pipa = Selang-seling. j. Sistem aliran = Berlawanan arah. k. Temperatur uap masuk = 165 oC.

l. Temperatur uap keluar = 287,32 oC. m. Temperatur gas masuk = 311,685 oC. n. Temperatur gas keluar = 244,594 oC. 7. Pipa-pipa Preheater

a. Ukuran nominal = 1,5 in ( 0,0381m ). b. Diameter luar = 1,9 in ( 0,04826 m ). c. Dimater dalam = 1,61 in ( 0,0409 m ). d. Panjang pipa per baris = 14,64 m.

e. Jumlah pipa = 370 batang.

f. Jarak pipa dalam 1 baris = 0,09652 m. g. Jarak setiap baris pipa = 0,09652 m.

h. Bahan pipa = Seamless Alloy Steel ( SA 176,

18Cr – 8Ni ). i. Susunan pipa-pipa = Selang-seling. j. Sistem aliran = Berlawanan arah. k. Temperatur uap masuk = 45,81 oC.

l. Temperatur uap keluar = 161,2 oC. m. Temperatur gas masuk = 244,59 oC. n. Temperatur gas keluar = 188,1 oC

10. Efisiensi HRSG = 45 %

5.2. Saran

a. Dalam perancangan HRSG, penentuan temperatur pinch point harus diperhatikan, diusahakan agar tidak terlalu kecil ataupun terlalu besar nilainya, karena apabila temperatur pinch pointnya terlalu kecil, maka akan dibutuhkan luas permukaan yang lebih besar agar perpindahan panasnya optimal, sedangkan bila pinch pointnya terlalu besar maka nilai


(5)

kalor dari gas buang tidak akan terpakai dengan baik. Dalam perancangan ini, nilai pinch pointnya diambil sebesar 25oC.

b. Untuk penelitian/perancangan selanjutnya, sebaiknya dibuat dalam bentuk simulasi, sehingga dapat dibandingkan antara hasil simulasi dan hasil rancangan secara manual.

c. Saat menentukan tekanan masuk turbin melalui diagram Moiller harus dilakukan dengan sangat teliti. Dalam perancangan ini tekanan masuk turbin diperoleh sebesar 71,57 Bar.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Changel, Yunus A. and Michael A. Boles. 1998. Thermodynamics and Engineering Approach, rd

3 edition: Mc Graw Hill Company. Hal. 510.

Cavaseno,Vincent. 1979. Process Heat Exchange. 1stedition. New York: Mc Graw Hill Company. Hal. 295.

Nag, P. K. 2002. Power Plant Engineering, second edition. New York: Mc Graw Hill Company. Hal. 768.

Sorensen, Harry. A. 1983. Energy Conversion System. New York: Jhon Wiley and Sons. Hal. 198. Harman, Richard T. C. 1981. Gas Turbin Engineering Applications, Cyclus and

Characteristcs,1stpublished. London. Hal. 37.

Dietzell, Frietz dan Dakso Sayono.1992. Turbin Pompa dan Kompresor. Jakarta: Erlangga. Hal. 75.

Sitompul, Tunggul. M, M.Sc. 1975. Alat Penukar Kalor. Jakarta: Erlangga. Hal. 165.

Incropera, Frank. P dan David P.Dewit. 1981. Fundamental of Heat Transfer and Mass Transfer, second edition. New York: Jhon Wiley and Sons. Hal. 505.

Bayazitoglu, Yildiz dan M. Necati O. 1988. Elements of Heat Transfer: Mc Graw Hill Company. Hal. 283.

Kays, W. M and A. L. London. 1984. Compact Heat Exchanger,3rdedition. London: Mc Graw Hill Company. Hal. 8.