fenomenologi, peneliti tidak pernah berusaha mencari pendapat dari informan, apakah hal ini
benar atau salah. Akan tetapi dalam penelitian fenomenologi peneliti berusaha “mereduksi”
kesadaran informan
dalam memahami
fenomena tersebut. Peneliti melihat perilaku komunikasi orang
yang berambut gimbal di kota Bandung cukup menjadi fenomena baik di dalam keluarganya
sendiri maupun di masyarakat. Mengingat bagaimana orang berambut gimbal berinteraksi
di lingkungan masyarakat yang bisa disebut sebagai kaum minoritas, hal tersebut berindikasi
pada pembentukan karakter dan kepribadian baru dari orang yang berambut gimbal itu
sendiri serta bagaimana mereka mencoba menghilangkan citra negatif orang berambut
gimbal di kalangan masyarakat secara umum. Penelitian ini menemukan beberapa hal
tentang penggunaan komunikasi verbal yang dilakukan oleh orang yang berambut gimbal di
kota Bandung. Terdapat beberapa perbedaan ketika
orang berambut
gimbal sedang
berkomunikasi dengan sesama orang berambut gimbal dengan orang tua, istri dan dengan
teman serta masyarakat di sekitarnya. Dalam serta identitas terhadap setiap masing-masing
individu berupa nama alias. Berdasarkan hal diatas peneliti akan
membahas satu persatu mengenai penggunaan komunikasi verbal yang digunakan oleh orang
bermbut gimbal di kota Bandung.
A. Penggunaan Bahasa Indonesia dan
Bahasa Sunda
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang peneliti lakukan, ada
perbedaan dalam penggunaan bahasa yang digunakan oleh orang berambut
gimbal, baik pada saat berkomunikasi dengan sesama orang berambut gimbal,
dengan teman atau sahabat, dengan istrisaudara dan dengan orang tua.
Peneliti mengklasifikasikan berdasarkan perbedaannya sebagai berikut:
1. Ketika orang berambut gimbal
sedang berkomunikasi dengan sesama orang berambut gimbal
di kota Bandung, bahasa yang mereka
pergunakan lebih
dominan bahasa Sunda daripada bahasa Indonesia.
2. Ketika orang berambut gimbal
sedang berkomunikasi dengan teman, sahabat serta masyarakat
umum bahasa yang mereka pergunakan
lebih dominan
bahasa Indonesia
daripada bahasa Sunda.
3. Ketika orang berambut gimbal
sedang berkomunikasi dengan orang tua atau istrisaudara
mereka menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa utama.
B. Penggunaan Bahasa Prokem Serta
Adanya Nama Alias
Orang berambut gimbal di kota Bandung juga terbiasa menggunakan
istilah-istilah atau bahasa prokem dalam berkomunikasi sehari-hari. Hal tersebut
sudah menjadi kebiasaan bagi beberapa orang
berambut gimbal
berbicara dengan bahasa atau istilah-istilah yang
seperti itu. Perilaku komunikasi verbal yang berupa nama alias atau panggilan
lain terbentuk karena bentuk rambut gimbal yang khas. Kebanyakan orang
yang berambut gimbal, mendapatkan nama alias baru atau panggilan lain
bersamaan dengan penempilan rambut gimbal mereka yang tergolong unik.
Nama alias
ini terjadi
dengan sendirinya,
yang menggagaskan
biasanya adalah orang-orang di sekitar mereka. Dalam penggunaan bahasa
seperti itu terdapat perbedaan ketika orang
berambut gimbal
sedang berkomunikasi dengan sesama orang
berambut gimbal,
dengan teman,
sahabat, istri dan dengan orang tua. Peneliti mengklasifikasikan berdasarkan
perbedaannya sebagai berikut: 1.
Ketika orang berambut gimbal sedang berkomunikasi dengan
sesama orang berambut gimbal mereka tidak segan-segan untuk
menggunakan istilah-istilah atau bahasa
prokem ,misalnya
“aslining”, “stungta”, “woles”, “yoman”, “uye”, “uka”,”umak”,
“henam”, “lego”, “stingak”.
Serta tidak jarang juga mereka dipanggil dengan nama alias
seperti seperti Dellu Uye, Gimz, Rasta dan Man.
2. Ketika orang berambut gimbal
sedang berkomunikasi dengan teman, sahabat dan masyarakat
mereka cenderung
tidak menggunakan
istilah-istilah dalam berkomunikasi namun
terkadang sesekali
suka terucapkan.
Mereka juga
biasanya dipanggil dengan nama alias, walaupun ada juga yang
hanya memanggil nama asli. 3.
Ketika orang berambut gimbal sedang berkomunikasi dengan
orang tua
mereka tidak
menggunakan bahasa istilah- istilah
dalam berkomunikasi
serta biasanya dipanggil dengan nama asli.
C. Penggunaan Komunikasi Non Verbal