Kajian Spasial Pedagang Kaki Lima Dalam Pemanfaatan Ruang Publik Kota Studi Kasus: Koridor Jalan Arif Rahman Hakim Jalan Aksara Pasar Sukaramai Kelurahan Sukaramai I Kecamatan Medan Area Medan

KAJIAN SPASIAL PEDAGANG KAKI LIMA DALAM
PEMANFAATAN RUANG PUBLIK KOTA
STUDI KASUS: KORIDOR JALAN ARIF RAHMAN HAKIM
JALAN AKSARA PASAR SUKARAMAI KELURAHAN
SUKARAMAI I KECAMATAN MEDAN AREA MEDAN

TESIS

Oleh
JONNI DANIEL PANDAPOTAN LUBIS
077020004/AR

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

ii

iii


KAJIAN SPASIAL PEDAGANG KAKI LIMA DALAM
PEMANFAATAN RUANG PUBLIK KOTA
STUDI KASUS: KORIDOR JALAN ARIF RAHMAN HAKIM
JALAN AKSARA PASAR SUKARAMAI KELURAHAN
SUKARAMAI I KECAMATAN MEDAN AREA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Magister Teknik Dalam Program Studi Magister
Teknik Arsitektur Pada Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara

Oleh

Jonni Daniel Pandapotan Lubis
077020004/AR

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2010

iv

PERNYATAAN

TESIS

KAJIAN SPASIAL PEDAGANG KAKI LIMA DALAM
PEMANFAATAN RUANG PUBLIK KOTA
STUDI KASUS : KORIDOR JALAN ARIF RAHMAN HAKIM
JALAN AKSARA PASAR SUKARAMAI KELURAHAN
SUKARAMAI I KECAMATAN MEDAN AREA MEDAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang
pernah diajukan untuk memperoleh gelar keserjanaan di suatu perguruan tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang

pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan,

Maret 2010

Jonni DP. Lubis
077020004

v

Judul Tesis

Nama Mahasiswa
Nomor Pokok
Program Studi

: KAJIAN SPASIAL PEDAGANG KAKI LIMA
DALAM

PEMANFAATAN
RUANG
PUBLIK
KOTA STUDI KASUS: KORIDOR JALAN ARIF
RAHMAN HAKIM JALAN
AKSARA
PASAR
SUKARAMAI
KELURAHAN SUKARAMAI I
KECAMATAN MEDAN AREA MEDAN
: Jonni Daniel Pandapotan Lubis
: 077020004
: Teknik Arsitektur

Menyetujui
Komisi Pembimbing

A/Prof. Julaihi Wahid, Dipl.Arch, B.Arch, M. Arch, PhD
Ketua


Ketua Program Studi,

(Ir. Dwira N. Aulia, M.Sc, PhD)

Tanggal Lulus: 25 Pebruari 2010

Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc
Anggota

Dekan

(Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng)

vi

Telah diuji pada
Tanggal 25 Pebruari 2010

PANITIA PENGUJI
Ketua


: A/Prof. Julaihi Wahid, Dipl. Arch, B.Arch, M.Arch, Phd

Anggota

: 1. Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc
2. Beny O.Y. Marpaung, ST, MT, PhD
3. Ir. Morida Siagian, MURP
4. Salmina W. Ginting, ST, MT

ABSTRAK

Pedagang kaki lima merupakan kegiatan urban yang perkembangannya
sangat fenomenal karena keberadaannya semakin mendominasi ruang kota.
Kesulitan dalam menangani pedagang kaki lima dipengaruhi oleh sangat banyak
aspek, yang membuat penataan itu sendiri menjadi suatu masalah yang sangat
kompleks. Tujuan dari Kajian Spasial Perilaku Pedagang Kaki Lima Dalam
Pemanfaatan Ruang Publik Kota pada koridor Jalan Arif Rahman Hakim dan
Jalan Aksara adalah untuk mengetahui bagaimana perilaku pedagang kaki lima
yang memanfaatkan ruang publik kota sebagai tempat berdagang dan untuk

mengetahui dampak yang disebabkan oleh pedagang kaki lima terhadap ruang
publik yang ada.
Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan mengidentifikasi dan
memahami kondisi perebutan ruang dalam penentuan lokasi pedagang kaki lima
serta meneliti perilaku pedagang kaki lima melalui pengamatan langsung di
lapangan dan wawancara dengan menggunakan kuisioner kepada responden
sebagai alat pengumpul data. Data-data ini dianalisa dengan perangkat lunak (soft
ware) SPSS versi 12 (Statistic Product And Service Solutions) digunakan analisis
crosstab dan chi-square.
Dari hasil penelitian dan analisis data dapat disimpulkan antara lain suku
dan kekerabatan merupakan faktor bertambahnya jumlah pedagang kaki lima,
pedagang kaki lima dibedakan atas pedagang bergerak dan pedagang menetap,
jenis dagangan (buah-buahan, sayur-sayuran, hasil laut, daging/ayam dan bahan
kebutuhan rumah tanggal lainnya), lokasi berdagang (di badan jalan, trotoar dan
bahu jalan), alat bantu berdagang (meja, kereta dorong, lapak dan beca barang).
Karena terbatasnya ruang menyebabkan tidak ada batas yang jelas antar satu
pedagang dengan pedagang yang lain. Alasan pedagang kaki lima menggunakan
ruang publik adalah karena pembeli yang banyak. Keberadaan pedagang kaki lima
menyebabkan kemacetan, penyebab banjir dan menghilangkan keindahan wajah
kota. Di sisi lain keberadaan pedagang kaki lima berdampak positif yaitu

membuka lapangan pekerjaan dan masih perlu dipertahankan.
Kata kunci: spasial kota, pedagang kaki lima, ruang publik kota

i

ii

ABSTRACT
Street vendors is an urban activities with phenomenal development because of its
presence increasingly dominates the city. Difficulties in handling vendors are
affected by many aspects, which makes the arrangement itself becomes a very
complex problem. The purpose of the Spatial Study of vendors Behavior in use of
city public space in the corridor of Arif Rahman Hakim Street and Aksara Street
script is to see how the behavior of vendors who use city public space as a trading
place and to determine the impact caused by street vendors to public space.
Quantitative research conducted to identify and understand the conditions of
struggle in determining the location of the vendor and the examine the behavior of
vendors through direct field observations and interviews with the respondents
using the questionnaire as a means of collecting data. These data were analyzed
with the software SPSS version 12 (Statistic Product And Service Solutions) used

crosstab analysis and chi-square.
From the results of research and data analysis it can be concluded that between
other tribes and kinship is a factor increasing number of street hawkers, street
vendors are distinguished for mobile merchants and settled traders, the type of
merchandise (fruits, vegetables, seafood, meat / chicken and material needs of
other households), the location of trade (on the road, sidewalk and curb), trading
tools (table, stroller, shanties and beca barang) because the limited space caused
no clear boundaries between a merchant with other merchants . Reasons vendors
are using public space for a lot of buyers. The presence of street vendors cause
congestion, flooding and eliminate the beauty of the city. On the other hand the
presence of street vendors has a positive effect of making jobs field and still need
to be maintained.
Keywords: spatial city, street vendors, city public space

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunianya penulis
dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan

jenjang pendidikan Strata 2 pada Program Studi Magister Teknik Arsitektur
Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan tesis ini penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. dr. Chairudin P. Lubis, DTM & Sp. A (K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara Medan.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Chairun Nisa B, M.Sc. selaku Direktur Sekolah Pasca
Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan.
3. Bapak Prof. Dr. Armansyah Ginting, M.Eng selaku Dekan Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara Medan.
4. Ibu Ir. Dwira N. Aulia, MSc, PhD selaku Ketua Program Studi Magister
Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara serta
Bapak dan Ibu dosen yang selama ini memberikan pengajaran dan ilmu
yang sangat berharga bagi penulis.
5. Komisi Pembimbing, yaitu A/Prof. Julaihi Wahid, Dipl. Arch, B. Arch, M.
Arch, PhD. Dan Ir. Nurlisa Ginting, M.Sc. yang selalu membimbing dan
memberi saran-saran hingga selesainya tesis ini.

iv


6. Komisi Pembanding dan Penguji yang banyak memberikan saran dan
masukan untuk penyempurnaan tesis ini.
7. Rekan-rekan mahasiswa/i Strata 2 Program Studi Magister Teknik
Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Angkatan Tahun
2007 yang memberikan motivasi dan kerjasama dalam penyelesaian tesis
ini.
8. Teristimewa buat orang tua dan keluarga tercinta, istri dan anak atas
dorongannya dalam penyelesaian pendidikan Strata 2 Program Studi
Magister Teknik Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Saya menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna dan
membutuhkan kritik dan masukan untuk perbaikan tesis ini. Untuk itu saya
ucapkan terima kasih.

Medan,

Maret 2010

Jonni DP. Lubis

v

RIWAYAT HIDUP

Nama

: Jonni Daniel Pandapotan Lubis, ST.

Tempat/tanggal lahir

: Medan, 14 Oktober 1973

Agama

: Kristen Protestan

Alamat

: Jalan Pagar Batu Balige Kab. Toba Samosir

RIWAYAT PENDIDIKAN

Tahun 1979 – 1985

: SD Methodist-1 Hang Tuah Medan

Tahun 1985 – 1988

: SMP Methodist-1 Hang Tuah Medan

Tahun 1988 – 1991

: SMA Methodist-1 Hang Tuah Medan

Tahun 1991 – 1998

: Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sumatera Utara Medan

Tahun 2007 – 2010

: Sekolah Pasca Sarjana Program Studi Manajemen
Pembangunan Kota Jurusan Arsitektur Fakultas
Teknik Universitas Sumatera Utara Medan

RIWAYAT PEKERJAAN

Tahun 2000 – 2010

: PNS di Kabupaten Toba Samosir

vi

DAFTAR ISI
Halaman

ABSTRAK ....................................................................................................

i

ABSTRACT .................................................................................................

ii

KATA PENGANTAR ................................................................................

iii

RIWAYAT HIDUP .....................................................................................

v

DAFTAR ISI ................................................................................................

vi

DAFTAR TABEL .......................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

x

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................

1

1.1

Latar Belakang ..............................................................................

1

1.2

Perumusan Masalah ......................................................................

4

1.3

Batasan Masalah ...........................................................................

4

1.4

Tujuan Penelitian ..........................................................................

5

1.5

Manfaat Penelitian ........................................................................

5

1.6

Kerangka Berpikir .......................................................................... 6

vii

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................
2.1

7

Ruang (Space) ................................................................................ 7

2.2 Ruang Publik (Public Space) .........................................................

8

2.3 Ruang Publik Kota ........................................................................ 10
2.4

Ruang Manfaat Jalan Sebagai Ruang Publik ............................... 13

2.5

Perilaku Pedagang Kaki Lima Sebagai Pengguna Ruang Publik

16

2.6 Kajian Spasial ................................................................................ 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 29
3.1

Lokasi Penelitian ............................................................................ 29

3.2

Jenis Penelitian ............................................................................... 29

3.3

Populasi Dan Sampel ..................................................................... 29

3.4 Jenis Dan Sumber Data .................................................................. 31
3.5

Variabel Penelitian ......................................................................... 32

3.6

Metode Pengukuran ....................................................................... 32

3.7

Metode Analisa Dan Penafsiran Data ............................................ 34

3.8

Jadwal Penelitian ............................................................................ 36

viii

BAB IV KAWASAN PENELITIAN ........................................................ 37
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................... 37
4.2 Generator Aktifitas ......................................................................... 37
4.3 Tempat Pedagang Kaki Lima Berdagang ....................................... 38
4.4 Jenis Ruang Publik ......................................................................... 48
4.5 Jenis Barang Dagangan ................................................................... 49
4.6 Alat Bantu Berdagang Pedagang Kaki Lima ................................. 50
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 53
5.1 Hasil ................................................................................................ 53
5.2 Pembahasan .................................................................................... 68
5.3 Kondisi Pasca Penggusuran Pedagang Kaki Lima ......................... 93

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 98
6.1

Kesimpulan ..................................................................................... 98

6.2

Saran ............................................................................................... 100

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 101
LAMPIRAN

ix

DAFTAR TABEL
Nomor

Judul

Halaman

2.1 Lebar Trotoar Minimum ................................................................

14

2.2 Kondisi Kepadatan Ruang Publik .................................................

15

2.3 Teori Pedagang Kaki Lima ............................................................

21

2.4 Teori Kajian Spasial ......................................................................

28

3.1 Data Pedagang Kaki Lima Di Lokasi Penelitian ...........................

30

4.1 Dimensi Jalan Lokasi Penelitian ...................................................

48

5.1 Data Pedagang Kaki Lima Di Lokasi Penelitian ...........................

54

5.2 Crosstab Lokasi Berdagang dengan Suku/Kekerabatan ...............

72

5.3 Chisquare Lokasi Berdagang dengan Suku/Kekerabatan .............

72

5.4 Crosstab Lokasi Berdagang dan Keberadaan PKL ......................

75

5.5 Chisquare Lokasi Berdagang dan Keberadaan PKL ....................

75

5.6 Crosstab Lokasi Berdagang dengan Alasan Berjualan Di Ruang
Publik Kota ................................................................................

78

5.7 Chisquare Lokasi Berdagang dengan Alasan Berjualan Di Ruang
Publik Kota ................................................................................

78

5.8 Crosstab Lokasi Berdagang dengan Jenis Dagangan ...................

86

5.9 Chisquare Lokasi Berdagang dengan Jenis Dagangan .................

86

5.10 Crosstab Lokasi Berdagang dengan Jenis Alat Bantu Berdagang

88

5.11 Chisquare Lokasi Berdagang dengan Alat Bantu Berdagang ......

88

x

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Judul
Halaman

1.1

Bagan Tahapan Penelitian ................................................................

6

4.1

Peta Kota Medan .............................................................................

39

4.2

Peta Kecamatan Kota Medan ..........................................................

40

4.3

Foto Udara Lokasi Penelitian ..........................................................

41

4.4

Peta Lokasi Penelitian ......................................................................

42

4.5

Generator Aktifitas ..........................................................................

42

4.6

Lokasi Penelitian Simpang Pasar Sukaramai ...................................

43

4.7

Penampang Melintang Jalan ............................................................

44

4.8

Trotoar Sebagai Lokasi Berdagang .................................................

45

4.9

Bahu Jalan Sebagai Lokasi Berdagang ............................................

46

4.10

Badan Jalan Sebagai Lokasi Berdagang ..........................................

46

4.11

Pedagang Menutup Badan Jalan Sebagai Lokasi Berdagang ..........

47

4.12

Pedagang Sayur-Mayur dan Buah-Buahan .....................................

49

4.13

Pedagang dengan Menggunakan Gerobak Dorong ........................

50

4.14

Tenda Sebagai Tempat Berdagang ..................................................

51

4.15

Lapak Sebagai Tempat Berdagang ..................................................

51

4.16

Gerobak Sebagai Tempat Berdagang ..............................................

52

4.17

Becak Sebagai Tempat Berdagang ..................................................

52

xi

Karakteristik Responden Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok
Umur .................................................................................................

55

5.2

Karakteristik Responden Menurut Suku ..........................................

56

5.3

Karakteristik Responden Menurut Lama Berdagang Di Lokasi ......

57

5.4

Karakteristik Responden Menurut Keuntungan/Hari .......................

58

5.5

Alasan Responden Berjualan Di Ruang Publik ................................

59

5.6

Dampak Keberadaan Pedagang Kaki Lima .....................................

61

5.7

Kemacetan Yang Disebabkan Pedagang Kaki Lima ........................

61

5.8

Karakteristik Responden Menurut Lokasi Berdagang .....................

62

5.9

Badan Jalan Sebagai Tempat Berdagang .........................................

63

5.10

Trotoar/Bahu Jalan Sebagai Tempat Berdagang ..............................

63

5.11

Penampang Melintang Jalan dan Penyebaran Pedagang Kaki Lima

63

5.12

Peta Penyebaran Pedagang Kaki Lima .............................................

64

5.13

Karakteristik Responden Menurut Alat Bantu Berdagang ...............

66

5.14

Alat Bantu Berdagang Responden (Meja dan Kereta Dorong) .......

67

5.15

Jenis Dagangan Responden ..............................................................

68

5.16

Karakteristik Responden Menurut Suku ..........................................

69

5.17

Dampak Keberadaan Pedagang Kaki Lima .....................................

71

5.18

Alasan Responden Berjualan Di Ruang Publik ................................

76

5.19

Batas Ruang Publik dan Daerah Teritori PKL Tidak Jelas .............

80

5.20

Penampang Melintang Jalan dan Penyebaran Pedagang Kaki Lima

80

5.1

xii

5.21

Peta Penyebaran Pedagang Kaki Lima .............................................

81

5.22

Jenis Dagangan Responden ..............................................................

84

5.23

Karakteristik Responden Menurut Alat Bantu Berdagang ...............

85

5.24

Penggunaan Ruang Publik Yang Tak Terkendali ............................

90

5.25

Lokasi Penelitian Sebelum Ditertibkan ............................................

96

5.26

Lokasi Penelitian Sesudah Ditertibkan ............................................

97

ABSTRAK

Pedagang kaki lima merupakan kegiatan urban yang perkembangannya
sangat fenomenal karena keberadaannya semakin mendominasi ruang kota.
Kesulitan dalam menangani pedagang kaki lima dipengaruhi oleh sangat banyak
aspek, yang membuat penataan itu sendiri menjadi suatu masalah yang sangat
kompleks. Tujuan dari Kajian Spasial Perilaku Pedagang Kaki Lima Dalam
Pemanfaatan Ruang Publik Kota pada koridor Jalan Arif Rahman Hakim dan
Jalan Aksara adalah untuk mengetahui bagaimana perilaku pedagang kaki lima
yang memanfaatkan ruang publik kota sebagai tempat berdagang dan untuk
mengetahui dampak yang disebabkan oleh pedagang kaki lima terhadap ruang
publik yang ada.
Penelitian dilakukan secara kuantitatif dengan mengidentifikasi dan
memahami kondisi perebutan ruang dalam penentuan lokasi pedagang kaki lima
serta meneliti perilaku pedagang kaki lima melalui pengamatan langsung di
lapangan dan wawancara dengan menggunakan kuisioner kepada responden
sebagai alat pengumpul data. Data-data ini dianalisa dengan perangkat lunak (soft
ware) SPSS versi 12 (Statistic Product And Service Solutions) digunakan analisis
crosstab dan chi-square.
Dari hasil penelitian dan analisis data dapat disimpulkan antara lain suku
dan kekerabatan merupakan faktor bertambahnya jumlah pedagang kaki lima,
pedagang kaki lima dibedakan atas pedagang bergerak dan pedagang menetap,
jenis dagangan (buah-buahan, sayur-sayuran, hasil laut, daging/ayam dan bahan
kebutuhan rumah tanggal lainnya), lokasi berdagang (di badan jalan, trotoar dan
bahu jalan), alat bantu berdagang (meja, kereta dorong, lapak dan beca barang).
Karena terbatasnya ruang menyebabkan tidak ada batas yang jelas antar satu
pedagang dengan pedagang yang lain. Alasan pedagang kaki lima menggunakan
ruang publik adalah karena pembeli yang banyak. Keberadaan pedagang kaki lima
menyebabkan kemacetan, penyebab banjir dan menghilangkan keindahan wajah
kota. Di sisi lain keberadaan pedagang kaki lima berdampak positif yaitu
membuka lapangan pekerjaan dan masih perlu dipertahankan.
Kata kunci: spasial kota, pedagang kaki lima, ruang publik kota

i

ii

ABSTRACT
Street vendors is an urban activities with phenomenal development because of its
presence increasingly dominates the city. Difficulties in handling vendors are
affected by many aspects, which makes the arrangement itself becomes a very
complex problem. The purpose of the Spatial Study of vendors Behavior in use of
city public space in the corridor of Arif Rahman Hakim Street and Aksara Street
script is to see how the behavior of vendors who use city public space as a trading
place and to determine the impact caused by street vendors to public space.
Quantitative research conducted to identify and understand the conditions of
struggle in determining the location of the vendor and the examine the behavior of
vendors through direct field observations and interviews with the respondents
using the questionnaire as a means of collecting data. These data were analyzed
with the software SPSS version 12 (Statistic Product And Service Solutions) used
crosstab analysis and chi-square.
From the results of research and data analysis it can be concluded that between
other tribes and kinship is a factor increasing number of street hawkers, street
vendors are distinguished for mobile merchants and settled traders, the type of
merchandise (fruits, vegetables, seafood, meat / chicken and material needs of
other households), the location of trade (on the road, sidewalk and curb), trading
tools (table, stroller, shanties and beca barang) because the limited space caused
no clear boundaries between a merchant with other merchants . Reasons vendors
are using public space for a lot of buyers. The presence of street vendors cause
congestion, flooding and eliminate the beauty of the city. On the other hand the
presence of street vendors has a positive effect of making jobs field and still need
to be maintained.
Keywords: spatial city, street vendors, city public space

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Pembangunan kota merupakan sarana untuk menuju perbaikan kualitas

kehidupan bangsa secara bertahap. Pembangunan mempunyai tujuan mulia untuk
meningkatkan

kemakmuran

seluruh

rakyat

Indonesia.

Perencanaan

dan

perancangan kota harus dapat berbuat banyak bagi kepentingan masyarakat luas.
Persoalan yang ada dalam perkembangan kehidupan kota harus menjadi sesuatu
yang mendesak untuk ditemukan jalan keluarnya. Dewasa ini pengelolaan ruang
di kawasan perkotaan cenderung mengalami tantangan yang cukup berat akibat
tingginya arus urbanisasi. Sementara disisi lain, daya dukung lingkungan dan
sosial yang ada juga menurun, sehingga tidak dapat mengimbangi kebutuhan
akibat tekanan kependudukan. Wacana urbanitas saat ini menjadi salah satu
persoalan yang sangat penting baik dalam konteks Indonesia maupun global. Pada
tingkatan dunia, dalam 25 tahun (1980-2004), jumlah penduduk urban dunia telah
meningkat dua kali lipat dari sekitar 1,5 milyar menjadi lebih dari 3 milyar
,Santoso (2006).
Salah satu permasalahan dalam

penggunaan keruangan perkotaan di

Indonesia adalah sektor informal yang sering disebut pedagang kaki lima.
Pedagang kaki lima merupakan kegiatan urban yang perkembangannya sangat
fenomenal karena keberadaannya semakin mendominasi ruang kota. Dalam
konteks tersebut, ruang publik urban menjadi aspek yang sangat menentukan
karena kehidupan keseharian dan kehidupan sosial terjadi di ruang publik.

1

2

Kegiatan ini dipahami sebagai kegiatan yang belum terwadahi, sehingga ruang
publik menjadi salah satu tempat untuk melakukan kegiatan tersebut. Penggunaan
ruang publik telah menjadi suatu karakteristik yang identik dengan eksistensi
pedagang kaki lima. Kesulitan dalam menangani pedagang kaki lima dipengaruhi
oleh sangat banyak aspek, yang membuat penataan itu sendiri menjadi suatu
masalah yang sangat kompleks. Problematik dalam penataan fisik pedagang kaki
lima adalah bahwa jumlah mereka sangat banyak dan memerlukan ruang yang
cukup besar untuk kegiatannya. Ruang yang besar itu harus berada di ruang publik
atau tempat keramaian karena tempat itulah yang mendatangkan keuntungan.
Tetapi ruang publik juga digunakan oleh kelompok pengguna yang lain, yang juga
memerlukan ruang untuk kegiatan mereka di ruang publik, sehingga munculah
konflik antara kelompok pengguna ruang terbuka publik tersebut.
Kurangnya ruang untuk mewadahi kegiatan pedagang kaki lima di
perkotaan karena cenderung mengabaikan tuntutan ruang untuk sektor informal.
Konsep perencanaan ruang perkotaan yang tidak didasari oleh pemahaman
informalitas perkotaan sebagai bagian yang menyatu dengan sistem perkotaan
akan berfungsi secara komersial. Dalam perkembangannya, fungsi jalan ternyata
telah melebar dan kini mengenali ruang jalan dengan fungsi yang beragam, sebab
jalan termasuk ruang publik. Bahkan di seantero Asia mengenali jalan sebagai
area publik untuk melakukan transaksi berjualan seperti pedagang informal di
koridor kaki lima (trotoar) dan badan/bahu jalan di depan ruko yang berjajar itu
menjadi daya tarik utama bagi masyarakat yang melintasi jalan tersebut.

3

Permasalahan yang terkait dengan pedagang informal di perkotaan
Indonesia adalah mereka berjualan di ruang publik seperti ruang manfaat jalan
(trotoar jalan, bahu jalan, badan jalan dan median jalan), di taman-taman kota, di
jembatan penyeberangan dan lain-lain. Sehingga menyebabkan ruang publik yang
ada menjadi sesak dan sempit. Hal ini menyebabkan kemacetan lalu lintas,
berkurangnya daerah untuk pedestrian ataupun merusak keindahan kota.
Kota-kota utama di negara sedang berkembang seperti Indonesia memiliki
konsentrasi penduduk yang tinggi dan kontribusi terhadap tumbuhnya tenaga
kerja informal (Riddel, 1997; Lyons and Snoxell, 200, dalam Sektor Informal
yang Terorganisasi, Haryo Winarso dan Gede Budi). Menurut laporan yang
disusun oleh World Bank pada tahun 1993, sektor formal terhitung kurang dari
32% dari populasi tenaga kerja, sementara 68% bekerja di sektor informal (Frank
Weibe, 199 dalam Sektor Informal yang Terorganisasi, Haryo Winarso dan Gede
Budi). Peran sektor informal di perkotaan sangat strategis sebagai katub
pengaman pengangguran karena tidak dapat tertampung pada sektor formal.
Berdasarkan pemaparan di atas penulis melakukan penelitian dengan judul
Kajian Spasial Pedagang Kaki Lima dalam Pemanfaatan Ruang Publik Kota
dengan lokasi penelitian di simpang Jalan Arif Rahman Hakim-Jalan Aksara Pasar
Sukaramai Kelurahan Sukaramai I Kecamatan Medan Area.
Di sepanjang Jalan Arif rahman Hakim tersebut terdapat ruko–ruko dan
Pasar Sukaramai yang menjadi generator terjadinya pelimpahan pedagang kaki
lima yang menempati daerah manfaat jalan. Keberadaan pedagang kaki lima yang
ada di lokasi penelitian adalah pedagang tradisional, dimana adanya kelompok

4

pedagang kaki lima yang melakukan aktifitas seharian dengan komoditas utama
kebutuhan bahan pokok sehari-hari. Kegiatan ini sudah berlangsung puluhan
tahun dengan mengambil tempat di trotoar/bahu jalan dan bahkan sampai
menggunakan badan jalan, sehingga selalu terjadi kemacetan lalu lintas.
Pemerintah Kota Medan selalu menertibkan pedagang yang berada di badan jalan,
tetapi kembali lagi apabila petugas penertiban tidak ada di tempat.
1.2

Perumusan Masalah
Sebagai upaya untuk menjadikan pedagang kaki lima sebagai salah satu

motor penggerak dinamika perkembangan perekonomian suatu kota, maka
diperlukan adanya lokasi (ruang) bagi Pedagang Kaki Lima untuk dapat
beroperasi secara optimal dan efisien dan dapat melayani kebutuhan masyarakat.
Permasalahan yang sering terjadi adalah pedagang kaki lima dalam menempati
ruang publik kota sebagai tempat berdagang akibat kurangnya ruang untuk
mewadahi kegiatan mereka di perkotaan, sehingga mengganggu pengguna ruang
tersebut.
1.3

Batasan Masalah
Pedagang kaki lima (sektor informal) banyak menempati ruang publik

tanpa mengindahkan fungsi dari ruang publik itu sendiri. Untuk memudahkan
penelitian mengenai Kajian Spasial Pedagang Kaki Lima dalam Pemanfaatan
Ruang Publik Kota, maka permasalahan dibatasi hanya untuk ruang publik pada
daerah ruang manfaat jalan di persimpangan Pasar Sukaramai di koridor Jalan
Arif Rahman Hakim dan Jalan Aksara Kelurahan Sukaramai I Kecamatan Medan
Area yaitu badan jalan, trotoar, bahu jalan dan median.

5

1.4

Tujuan Penelitian
Tujuan dari

Kajian Spasial Pedagang Kaki Lima dalam Pemanfaatan

Ruang Publik Kota adalah:
a.

Untuk mengetahui bagaimana pedagang kaki lima memanfaatkan ruang
publik yang menjadi jalur lalu lintas dan pejalan kaki sebagai tempat
berdagang.

b.

Untuk mengetahui dampak yang disebabkan oleh pedagang kaki lima
terhadap ruang publik yang menjadi jalur lalu lintas dan pejalan kaki.

1.5

Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan bagi perancang kota bahwa terbentuk

sebuah fenomena dualistik formal dan informal dalam sebuah ruang yang sama,
sehingga para perancang harus mampu mengakomodir keduanya dalam
merancang kota. Para pedagang informal/pedagang kaki lima meskipun
merupakan noda yang merusak wajah kota, namun perlu penanganan untuk
mengatasinya sehingga kehadirannya memerlukan sentuhan tangan-tangan para
pakar tata kota bukannya menjadi kejaran petugas. Pusat kota ibarat sebuah ruang
keluarga besar dimana semua anggota masyarakat bertemu dan beraktifitas.

6

1.6

Kerangka Berfikir
Kerangka berfikir pada penelitian ini sebagai berikut :

Permasalahan
Perilaku Pedagang Kaki Lima dalam
Pemanfaatan Ruang Publik Kota
- Ruang manfaat jalan

Pengumpulan Data

Data Skunder
-

Data Primer
- Pengamatan terhadap perilaku
Pedagang Kaki Lima
- Wawancara/quisioner terhadap
Pedagang Kaki Lima

Studi literature/buku
Hasil penelitian sejenis
Klipping koran

Analisis

Hasil

Kesimpulan/Saran
Gambar 1.1 Bagan tahapan penelitian

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Ruang (Space)
Ruang atau space dapat terdiri dari ruang daratan, ruang lautan dan ruang

udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lainnya hidup
dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya, bersifat 3
dimensi (UU 26 tahun 2007). Kota adalah satuan organik yang terus tumbuh
melalui proses kompromi dari berbagai heterogenitas yang hidup di dalamnya,
memiliki ciri dan karakteristik yang khas dimana setiap individu yang berbeda
memiliki posisi yang sama penting dalam menentukan arah kebijakan bersama.
Pada dasarnya ruang kota harus dibedakan oleh suatu karakteristik yang
menonjol, seperti kualitas pengolahan detail dan aktivitas yang berlangsung di
dalamnya. Sebuah ruang kota dapat diolah dengan lansekap yang indah sebagai
taman kota yang tenang. Dalam hal ini sebuah tempat tertentu dalam kota
berfungsi sebagai lokasi suatu aktivitas penting, tetapi tidak mempunyai
pelingkup fisik dan lantai yang semestinya. Ruang demikian adalah oase di dalam
kota. Ruang Kota (urban space), terbentuk oleh muka bangunan dengan lantai
kota baik berupa jalan, plaza atau ruang terbuka lainnya.
Ruang terbuka merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan
akan tempat-tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Pengertian
ruang terbuka tidak terlepas dari pengertian tentang ruang, menurut filosof
Immanuel Kant, (Budiyono, 2006) ruang bukanlah sesuatu yang objektif sebagai

7

8

hasil pikiran dan perasaan manusia. Sedangkan menurut Plato (Budiyono, 2006),
ruang adalah suatu kerangka atau wadah dimana objek dan kejadian tertentu
berada. Sedangkan kata terbuka sendiri berarti tidak mempunyai penutup,
sehingga bisa terjadi intervensi sesuatu dari luar terhadapnya, seperti air hujan dan
terik matahari. Dengan demikian ruang terbuka merupakan suatu wadah yang
menampung aktivitas manusia dalam suatu lingkungan yang tidak mempunyai
penutup dalam bentuk fisik.

2.2

Ruang Publik (Public Space)
Secara umum public space dapat didefinisikan dengan cara membedakan

arti katanya secara harfiah terlebih dahulu. Public merupakan sekumpulan orangorang tak terbatas siapa saja, dan space atau ruang merupakan suatu bentukan tiga
dimensi yang terjadi akibat adanya unsur-unsur yang membatasinya (Ching,
1992). Unsur-unsur tersebut berupa bidang-bidang linier yang saling bertemu
yaitu, bidang-bidang dasar/alas, bidang-bidang vertikal dan bidang-bidang
penutup (atap). Sedangkan public space yang terbentuk di luar ruangan yang
dibatasi oleh unsur buatan disebut juga urban space.
Menurut bentuk dan aktifitas yang terjadi pada urban space, Lynch (1987)
mengkategorikannya menjadi 2 (dua), yaitu lapangan (square) dan jalur/jalan (the
street). Ruang kota, baik berupa lapangan maupun koridor/jaringan, merupakan
salah satu elemen rancang kota yang sangat penting dalam pengendalian kualitas
lingkungan ekologis dan sosial (Shirvani, 1985). Namun pada kenyataannya,
dewasa ini semakin terdesak oleh kepentingan ekonomi.

9

Dalam pengertian yang paling umum, ruang publik dapat berupa taman,
tempat bermain, jalan, atau ruang terbuka. Ruang publik kemudian didefinisikan
sebagai ruang atau lahan umum, dimana masyarakat dapat melakukan kegiatan
publik fungsional maupun kegiatan sampingan lainnya yang dapat mengikat suatu
komunitas,

baik

melalui

kegiatan

sehari-hari

atau

kegiatan

berkala.

(Kusumawijaya, 2006).
Ruang publik kota sebagai ruang yang dapat diakses oleh setiap orang
dengan sendirinya

harus memberikan kebebasan bagi penggunanya. Sedang

menurut Lynch dan Carr (1981), penggunaan ruang publik sebagai ruang bersama
merupakan bagian integral dari tata tertib sosial, sehingga perlu adanya
pengendalian terhadap kebebasan tersebut. Pengendalian dalam penggunaan ruang
publik berkaitan dengan toleransi akan kepentingan orang lain yang juga
menggunakan ruang publik tersebut.
Ruang publik ditandai oleh tiga hal yaitu responsif, demokratis dan
bermakna (Putnam, 1993) yang mempunyai arti:
1.

Responsif dalam arti ruang publik harus dapat digunakan untuk berbagai
kegiatan dan kepentingan luas.

2.

Demokratis berarti ruang publik seharusnya dapat digunakan oleh
masyarakat umum dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi dan
budaya serta aksesibilitas bagi berbagai kondisi fisik manusia.

3.

Bermakna yang berarti ruang publik harus memiliki tautan antara manusia,
ruang, dunia luas dan konteks sosial.

10

Dengan karakteristik ruang publik sebagai tempat interaksi warga
masyarakat, tidak diragukan lagi arti pentingnya dalam menjaga dan
meningkatkan kualitas kapital sosial. Ruang-ruang publik tersebut yang selama ini
menjadi tempat warga melakukan interaksi, baik sosial, politik maupun
kebudayaan tanpa dipungut biaya. Tetapi kebanyakan ruang publik kota diduduki
secara intens atau menetap dan selama tidak ada yang keberatan maka penguasaan
itu akan semakin kuat. Seperti menduduki pedestrian sebagai tempat berdagang,
sedangkan pedestrian adalah ruang publik untuk tempat pejalan kaki.

2.3

Ruang Publik Kota
Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan,

termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu
lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api,
jalan lori dan jalan kabel. Jaringan jalan merupakan salah satu pembentuk struktur
kota, menjadi aspek penting dalam pembangunan wilayah, ekonomi, sosial dan
politik. Melalui fungsinya sebagai sarana transportasi, jaringan jalan memiliki
keterkaitan yang erat dengan pola penggunaan lahan perkotaan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2006 tentang
Jalan menyatakan ruang publik kota meliputi badan jalan, saluran tepi jalan, dan
ambang pengamannya. Ruang publik kota merupakan ruang sepanjang jalan yang
dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh
penyelenggara jalan yang bersangkutan berdasarkan pedoman yang ditetapkan
oleh Menteri. Ruang manfaat jalan hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan

11

jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang
pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan
bangunan pelengkap lainnya. Trotoar hanya diperuntukkan bagi lalu lintas pejalan
kaki. Badan jalan hanya diperuntukkan bagi pelayanan lalu lintas dan angkutan
jalan. Saluran tepi jalan hanya diperuntukkan bagi penampungan dan penyaluran
air agar badan jalan bebas dari pengaruh air. Setiap orang dilarang memanfaatkan
ruang publik kota yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan.
Tiap ruas jalan memiliki bagian-bagian jalan, dimana masing-masing
memiliki fungsi khusus. Bagian-bagian jalan terdiri dari:
a.

Ruang publik kota adalah ruang yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan
dan terdiri atas badan jalan, saluran tepi jalan, serta ambang pengamannya.
Badan jalan meliputi jalur lalu lintas (dengan atau tanpa jalur pemisah),
bahu jalan dan jalur pejalan kaki. Ambang pengaman jalan terletak
dibagian paling luar dari ruang publik kota yang digunakan untuk
mengamankan bangunan jalan.

b.

Ruang milik jalan (right of way) adalah sejalur tanah tertentu di luar ruang
publik kota yang masih menjadi bagian dari ruang milik jalan yang
dibatasi oleh tanda batas ruang milik jalan yang dimaksudkan untuk
memenuhi persyaratan keluasan keamanan penggunaan jalan antara lain
untuk keperluan pelebaran ruang publik kota pada masa yang akan datang.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalu

lintas dan angkutan jalan menyatakan bahwa, transportasi jalan diselenggarakan
dengan tujuan untuk mewujudkan lalu lintas dan angkutan jalan dengan selamat,

12

aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan
moda transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan, untuk
menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas sebagai pendorong, penggerak
dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya yang terjangkau oleh daya
beli masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 14 Tahun 2006
tentang Manajemen dan Rekayasa Lalu-lintas di Jalan, beberapa indikator yang
harus dipenuhi dalam transportasi antara lain keamaman, ketertiban dan
kelancaran. Kendaraan bermotor, kendaraan tidak bermotor dan pejalan kaki
seyogyanya menempati bagian-bagian yang telah ditentukan. pedagang kaki lima
senantiasa mendekati tempat-tempat yang menjadi lalu-lalang orang. Lalu lintas
kendaraan bermotor dan pejalan kaki sudah tentu menjadi incaran pasar bagi
pedagang kaki lima, sehingga bagian-bagian jalan berupa trotoar cenderung
ditempati oleh pedagang kaki lima. Bahkan jalur lambat, jalur hijau dan bahu
jalan tak luput dari incaran pedagang kaki lima. Kemacetan lalu-lintas merupakan
permasalahan yang hampir selalu dijumpai pada kota-kota di Indonesia.
Kemacetan lalu-lintas berakibat pada bertambahnya waktu tempuh dan biaya
operasi kendaraan (user cost) bagi pengguna jalan serta meningkatkan polusi
udara, sehingga kota menjadi sangat tidak nyaman. Dalam jangka panjang, akan
menghambat perkembangan kota, baik ditinjau dari aspek ekonomi, sosial,
lingkungan fisik maupun pariwisata.

13

2.4

Ruang Manfaat Jalan Sebagai Ruang Publik
Menurut Donald Elliott (1981), ruang publik terbagi dari tiga yaitu jalan,

pedestrian/trotoar dan non trotoar (tanah kosong, taman baik dipelihara oleh
perorangan maupun pemerintah). Dari ketiga bentuk tersebut jalan sebagai inti
dari ruang publik dimana terjadi pergerakan manusia tempat bergantung
kehidupan kota. Sedang menurut Depertemen Pekerjaan Umum pengertian jalur
pejalan kaki adalah semua bangunan yang disediakan untuk pejalan kaki guna
memberikan pelayanan kepada pejalan kaki sehingga dapat meningkatkan
kelancaran, keamanan dan kenyamanan pejalan kaki. Jalur pejalan kaki termasuk
trotoar dan bahu jalan yang sering dipakai pedagang sebagai tempat kegiatannya
setiap hari.
Trotoar, yang dimaksud dengan trotoar adalah jalur pejalan kaki yang
terletak pada daerah milik jalan, diberi lapisan permukaan, diberi elevasi yang
lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan, dan pada umumnya sejajar dengan
jalur lalu lintas kendaraan. Untuk pejalan kaki merasa nyaman, perencanaannya
pun dibuat sedemikian yaitu:
a.

Trotoar pada ruas jalan yang terdapat volume pejalan kaki lebih dari 300
orang per 12 jam (jam 6.00-jam 18.00) dan volume lalu lintas lebih dari
1.000 kendaraan per 12 jam (jam 6.00-jam 18.00).

b.

Ruang bebas trotoar tidak kurang dari 2,5 meter dan kedalaman bebas
tidak kurang dari satu meter dan permukaan trotoar. Kebebasan samping
tidak kurang dari 0,3 meter. Perencanaan pemasangan utilitas selain harus

14

memenuhi ruang bebas trotoar juga harus memenuhi ketentuan-ketentuan
dalam buku petunjuk pelaksanaan pemasangan utilitas.
c.

Lebar trotoar harus dapat melayani volume pejalan kaki yang ada. Lebar
minimum trotoar sebaiknya seperti yang tercantum dalam Tabel 2.1 sesuai
dengan klasifikasi jalan. Untuk lebih jelasnya lihat pada Tabel 2.1 lebar
trotoar minimum.
Tabel 2.1 Lebar Trotoar Minimum
Standar

Lebar Minimum
(Pengecualian)

Kelas I

Minimum (m)
3.0

Kelas II

3.0

1,5

Kelas III

1.5

1,0

Klasifikasi Jalan Rencana

Tipe II

1,5

Sumber: Depertemen Pekerjaan Umum, 1995

Pejalan kaki membutuhkan berjalan dengan leluasa tanpa terganggu
dengan pejalan kaki yang lain, dari itu membutuhkan ruang yang beda tergantung
dari tujuan berjalan dan kecepatan berjalan kaki. Jan (1987) menyatakan sangat
penting bagi pejalan kaki untuk berjalan dengan leluasa tanpa terganggu, baik
karena ada benda penghalang maupun karena keberadaan orang lain yang
memaksa pejalan kaki bergerak untuk menghindar. Pada saat pelalu kegiatan
berkumpul di suatu tempat maka tercipta kondisi kepadatan ruang publik, dapat
dilihat pada Tabel 2.2 dibawah ini yang menunjukkan kemampuan bergerak
secara leluasa dari pejalan kaki sangat tergantung dari kondisi sekitarnya atau dari
keberadaan orang lain bersama-sama di ruang publik.

15

Pejalan kaki sebagai istilah aktif, adalah orang yang bergerak atau
berpindah dari suatu tempat titik tolak ke tempat tujuan tanpa menggunakan alat
yang bersifat mekanis (kecuali kursi roda). Jalur pedestrian atau jalur pejalan kaki,
adalah tempat jalur khusus bagi para pejalan kaki. Pedestrian dapat berupa trotoar,
alun-alun dan sebagainya. Baik Shirvani (1985) maupun Lynch (1987)
mengemukakan bahwa pedestrian bagian dari public space dan merupakan aspek
penting sebuah urban space, baik berupa square (lapangan-open space) maupun
street (jalan-koridor).
Tabel 2.2 Kondisi Kepadatan Ruang Publik
Kondisi
Tanpa
halangan

Jarak Antar
Orang (m)

Luas Per
Orang (m)

1.2

1.2
0.9 – 1.2

Ada
Halangan

1.0 – 1.2
0.7 - 0.9

Terdesak

0.6

0.3 – 0.7

Padat

0.6

0.2 – 0.3

Berdesakdesakan

0

0.2

Keterangan
Sirlukasi antar pejalan kaki mungkin
terjadi tanpa saling mengganggu.
Sirkulasi antar pejalan kaki yang
sedang berdiri.
Nyaman buat berdiri tetapi berjalan
diantara orang yang sedang berdiri
akan
menimbulkan
sedikit
gangguan.
Pejalan kaki yang sedang berdiri
tidak saling bersentuhan tetapi
berada dalam jarak yang kurang
nyaman, sirkulasi sama sekali
terhalang.
Kontak tubuh sulit dihindari,
sirkulasi antar manusia tidak
mungkin terjadi.
Orang yang berdiri penuh sesak,
tidak mungkin terjadi gerakan atau
sirkulasi apapun.

Sumber: Boris S. Pushkarev with Jeffrey M.Zupan (1978)

16

2.5

Perilaku Pedagang Kaki Lima Sebagai Pengguna Ruang Publik
Perilaku pedagang Kaki Lima (PKL) selalu saja menjadi masalah bagi

kota-kota yang sedang berkembang apalagi bagi kota-kota besar yang sudah
mempunyai predikat metropolitan. Kuatnya magnet bisnis kota-kota besar ini
mampu memindahkan penduduk dari desa berurbanisasi ke kota dalam rangka
beralih profesi dari petani menjadi pedagang kecil-kecilan.

2.5.1

Defenisi dan Klasifikasi Pedagang Kaki Lima
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta

istilah kaki lima adalah lantai yang diberi atap sebagai penghubung rumah dengan
rumah, arti yang kedua adalah lantai (tangga) di muka pintu atau di tepi jalan. Arti
yang kedua ini lebih cenderung diperuntukkan bagi bagian depan bangunan rumah
toko, dimana di jaman silam telah terjadi kesepakatan antar perencana kota bahwa
bagian depan (serambi) dari toko lebarnya harus sekitar lima kaki dan diwajibkan
dijadikan suatu jalur dimana pejalan kaki dapat melintas. Namun ruang selebar
kira-kira lima kaki itu tidak lagi berfungsi sebagai jalur lintas bagi pejalan kaki
(trotoar), melainkan telah berubah fungsi menjadi area tempat jualan barangbarang pedagang kecil, maka dari situlah istilah pedagang kaki lima
dimasyarakatkan. Di atas trotoar selebar lima kaki inilah para pedagang tepi jalan
melakukan usahanya, yang kemudian dikenal sebagai pedagang kaki lima, Lili N.
(1985). Pedagang kaki lima

merupakan jenis perdagangan informal yang

termasuk khas sebab dapat menjadikan batu loncatan untuk kondisi sosial yang
lebih baik.

17

Sektor informal kini menjadi kebijakan eksplisit dalam pembangunan
nasional, yang mana sektor informal diharapkan dapat berperan sebagai katup
penyelamat dalam menghadapi masalah lapangan kerja bagi angkatan kerja yang
tidak dapat terserap dalam sektor modern/formal. Salah satu wujud dari sektor
informal adalah kegiatan pedagang kaki lima, kegiatan ini timbul karena tidak
terpenuhinya kebutuhan pelayanan oleh kegiatan formal yang mana kegiatan
mereka sering menimbulkan gangguan terhadap lingkungannya. Keberadaan
pedagang kaki lima di tempat–tempat (badan jalan, jalur pejalan kaki) yang
berpotensi untuk mendapatkan pembeli, tetapi menimbulkan anggapan bahwa
kegiatan mereka tidak tertampung atau mereka tidak mempunyai lokasi berjualan
resmi (pasar).
Menurut Wirosandjojo (1985) dalam Harris Koentjoro (1994), sektor
informal merupakan bagian dari kegiatan ekonomi marginal (kecil-kecilan), yang
memiliki ciri-ciri antara lain:
a.

Pola kegiatannya tidak teratur, baik waktu, permodalan maupun
penerimaan.

b.

Modal, peralatan dan perlengkapan maupun omsetnya kecil dan
diusahakan berdasar hitungan harian.

c.

Umumnya tidak memiliki tempat usaha yang permanen dan terpisah dari
tempat tinggalnya.

d.

Tidak memiliki keterkaitan dengan usaha lain yang besar.

18

e.

Umumnya dilakukan oleh dan melayani masyarakat yang berpenghasilan
rendah.

f.

Tidak membutuhkan keahlian atau ketrampilan khusus, sehingga secara
luwes dapat menyerap bermacam-macam tingkat pendidikan dan
ketrampilan kerja.

g.

Umumnya tiap-tiap satuan usaha mempekerjakan tenaga yang sedikit dan
dari kerabat keluarga, kenalan atau berasal dari daerah yang sama.

h.

Tidak mengenal sistem perbankan, pembukuan dan perkreditan formal.

2.5.2

Permasalahan Pedagang Kaki Lima
Pembahasan sektor informal khususnya pedagang kaki lima menunjukkan

bahwa di satu sisi pedagang kaki lima memberikan kontribusi yang cukup besar
kepada pemerintah, namun dalam waktu yang bersamaan keberadaan mereka juga
dianggap menimbulkan permasalahan bagi pemerintah maupun masyarakat
lainnya.
Berdasarkan hasil identifikasi, terdapat dua permasalahan pokok yang
ditimbulkan oleh keberadaan pedagang informal. Pertama, adalah permasalahan
yang dihadapi oleh pedagang kaki lima itu sendiri yaitu:
a.

Kecilnya modal usaha yang dimiliki;

b.

Rendahnya latar belakang pendidikan;

c.

Rendahnya keterampilan yang dimiliki;

Kedua, permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah atas keberadaan
pedagang kaki lima yaitu:

19

a.

Menyebabkan kesemrawutan kota;

b.

Mengurangi keindahan kota;

c.

Menyebabkan kekumuhan kota;

d.

Menimbulkan kerawanan sosial, kenyamanan lalu lintas dan mengganggu
aktivitas ekonomi pedagang lain yang memiliki tempat resmi.
Permasalahan tersebut timbul dikarenakan pedagang kaki lima di Kota

Medan umumnya menggunakan fasilitas umum antara lain trotoar, di atas parit
pada ruas-ruas jalan utama, di depan pertokoan pada pusat kawasan perdagangan,
dan di lingkungan pasar-pasar tradisional. Pedagang kaki lima ini melakukan
kegiatan usahanya dengan menggunakan gerobak, lapak, dan bangunan semi
permanen. Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah, namun hasilnya belum
memuaskan, bahkan ada kecenderungan penyebaran semakin meluas dan
jumlahnya semakin bertambah. Meningkatnya jumlah pedagang kaki lima ini
tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukung antara lain terbatasnya
lapangan kerja baru, krisis ekonomi yang berkepanjangan berdampak pada
pemutusan hubungan kerja, urbanisasi semakin meningkat, keterbatasan
kemampuan untuk memiliki tempat usaha yang tetap, penegakan hukum yang
masih lemah serta belum dilaksanakannya operasi penertiban secara kontiniu dan
konsisten.

2.5.3

Perilaku Pedagang Kaki Lima
Terkait dengan sejarah munculnya peristilahan pedagang kaki lima, dalam

perkembangan pola penyebaran pedagang kaki lima juga sangat dipengaruhi oleh

20

aktifitas pedestrian. Pedagang kaki lima di pedestrian hampir dijumpai pada
semua fungsi kawasan, baik dengan fungsi utama perkantoran, pendidikan,
kesehatan, perumahan maupun perdagangan. Secara umum, faktor utama pemicu
hadirnya pedagang kaki lima adalah pejalan kaki. Jika kemudian p