Seleksi In Vitro Dengan Menggunakan Peg Pada Beberapa Varietas Tomat Terhadap Kondisi Cekaman Kekeringan

(1)

SELEKSI IN VITRODENGAN MENGGUNAKAN PEG PADA BEBERAPA VARIETAS TOMAT TERHADAP

KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN

SKRIPSI

OLEH:

ERNI ROYANI HARAHAP

070307007/BDP-PEMULIAAN TANAMAN

DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

ABSTRACT

ERNI ROYANI HARAHAP: Resistence Test Of Tomato Varieties On Drought Stress Condition in In-Vitro Selection, supervisied by LUTHFI A. M. SIREGAR and EVA SARTINI BAYU.

This study aims to create drought tolerant plant of tomato varieties. The research has done in Tissue Culture Laboratory Fakultuty Agriculture Univercity Nort Sumatera, Medan since Juli-September 2012. Using a completely randomized design with two factors, that is Polyethylene Glicol (PEG) (0,5,10,15,20%) and Tomato varieties (TO-244, Niki, Kartika, Mio, Super Hawai) with four replications. , Observation variable is living planlets percentation, root forming initiation, bud forming initiation, high of plant, total of leaf, total of root, high of roott and drought sensitivity index.

The result of research has shown that PEG is significant for root forming time, bud forming time, high of plant, total of leaf, and high of root, but not significant for living planlet percentation and total of root. The Tomato varieties is significant for high of lant but not significant for living planlet percentation, root forming time, bud forming time, total of leaf, total of root and high of root, Treatment interaction is significant for high of plant but not significant for living planlets percentation, root forming time, bud forming time, total of leaf, total of root and high of root.


(3)

ABSTRAK

ERNI ROYANI HARAHAP: Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tomat Terhadap Cekaman Kekeringan Pada Seleksi In-Vitro, dibimbing oleh LUTHFI A. M SIREGAR dan EVA SARTINI BAYU.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan varietas tomat yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada Juli-September 2012. Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor perlakuan yaitu pemberian Polietilen glikol (PEG) (0,5,10,15,20%) dan varietas tomat (TO-244,NIKI,Kartika,Mio,Super Hawai) dengan 4 ulangan. Parameter yang diamati adalah persentase planlet hidup, waktu inisiasi akar, waktu inisiasi tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, dan indeks sensivitas kekeringan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian PEG berpengaruh nyata terhadap waktu inisiasi akar, waktu inisiasi tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, dan panjang akar, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase planlet hidup dan jumlah akar. Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase eksplan hidup, waktu inisiasi akar, waktu inisiasi tunas, jumlah daun, panjang akar, dan jumlah akar. Interaksi perlakuan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase eksplan hidup, waktu inisiasi akar, waktu inisiasi tunas, jumlah daun, panjang akar, dan jumlah daun. Berdasarkan perhitungan indeks sensivitas kekeringan diperoleh bahwa semua varietas yang diuji adalah varietas toleran cekaman kekeringan.


(4)

RIWAYAT HIDUP

Erni Royani Harahap dilahirkan di Balakka pada tanggal 01 Juni 1989 dari Ayahanda Muallim Rofii Harahap dan Ibunda Maksa Ritonga. Penulis merupakan putri Bungsu dari 9 bersaudara.

Adapun pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah SD Inpres Batugana lulus tahun 2001, SMPN. 3 Padang Bolak Julu lulus tahun 2004, SMAN. 1 Padang Bolak Julu lulus tahun 2007. Terdaftar sebagai mahasiswi Pemuliaan Tanaman Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada tahun 2007.

Pada tahun 2011 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PTPN. 4 Dolok Sinumbah, Pematang Siantar.


(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tomat Terhadap Cekaman Kekeringan Pada Seleksi In-Vitro” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Luthfi A. M. Siregar, SP, MSc, PhD selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Ir. Eva Sartini Bayu, MP selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.

Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada orang tua saya, Ayahanda Muallim Rofii Harahap, Ibunda Maksa Ritonga dan seluruh keluarga tercinta atas segala doa dan dukungannya. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ramadhan Siregar, kakanda Asni Azhari, SP dan teman-teman di Departemen Budidaya Pertanian USU, dan teman-teman sekost Fikoh, Juli, Zuroh, Nurul, Putri, Adel, Zakiah dan Syukron yang telah memberikan bantuan maupun semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin

Medan, November 2012


(6)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman ... 5

Syarat Tumbuh ... 7

Iklim... 7

Tanah... 7

Cekaman Kekeringan Pada Tanaman...8

Polietilen Glikol (PEG) ... 12

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat ... 15

Metode Penelitian ... 15

PELAKSANAAN PENELITIAN Sterilisasi Alat ... 18

Pembuatan Larutan Stok... 18


(7)

Aplikasi PEG ... 19

Sterilisasi Biji Tomat ... 19

Penanaman Biji Tomat ... 20

Pemeliharaan ... 20

Pengamatan Parameter ... 20

Persentase Planlet Hidup (%) ... 20

Waktu Inisiasi Akar (hari) ... 20

Waktu Inisiasi Tunas (hari) ... 21

Tinggi Tanaman (cm) ... 21

Jumlah Daun (lembar) ... 21Ju mlah Akar (helai) ... 21

Panjang Akar (cm) ... 21

Indeks Sensitivitas Kekeringan (S) ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 23

Persentase Planlet Hidup (%) ... 23

Waktu Inisiasi Akar (hari) ... 24

Waktu Inisiasi Tunas (hari) ... 26

Tinggi Tanaman (cm) ... 27

Jumlah Daun (lembar) ... 29Ju mlah Akar (helai) ... 30

Panjang Akar (cm) ... 31

Indeks Sensitivitas Kekeringan (S) ... 32

Pembahasan ... 34

Pengaruh pemberian PEG terhadap ketahanan tanaman tomat pada kondisi cekaman kekeringan ... 34

Pengaruh varietas tomatterhadap ketahanan pada kondisi cekaman kekeringan ... 37

Interaksi pemberian PEG dan varietas terhadap ketahanan tanaman cabai pada kondisi cekaman kekeringan ... 39

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 41

Saran ... 41

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

ABSTRACT

ERNI ROYANI HARAHAP: Resistence Test Of Tomato Varieties On Drought Stress Condition in In-Vitro Selection, supervisied by LUTHFI A. M. SIREGAR and EVA SARTINI BAYU.

This study aims to create drought tolerant plant of tomato varieties. The research has done in Tissue Culture Laboratory Fakultuty Agriculture Univercity Nort Sumatera, Medan since Juli-September 2012. Using a completely randomized design with two factors, that is Polyethylene Glicol (PEG) (0,5,10,15,20%) and Tomato varieties (TO-244, Niki, Kartika, Mio, Super Hawai) with four replications. , Observation variable is living planlets percentation, root forming initiation, bud forming initiation, high of plant, total of leaf, total of root, high of roott and drought sensitivity index.

The result of research has shown that PEG is significant for root forming time, bud forming time, high of plant, total of leaf, and high of root, but not significant for living planlet percentation and total of root. The Tomato varieties is significant for high of lant but not significant for living planlet percentation, root forming time, bud forming time, total of leaf, total of root and high of root, Treatment interaction is significant for high of plant but not significant for living planlets percentation, root forming time, bud forming time, total of leaf, total of root and high of root.


(9)

ABSTRAK

ERNI ROYANI HARAHAP: Uji Ketahanan Beberapa Varietas Tomat Terhadap Cekaman Kekeringan Pada Seleksi In-Vitro, dibimbing oleh LUTHFI A. M SIREGAR dan EVA SARTINI BAYU.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan varietas tomat yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan pada Juli-September 2012. Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan 2 faktor perlakuan yaitu pemberian Polietilen glikol (PEG) (0,5,10,15,20%) dan varietas tomat (TO-244,NIKI,Kartika,Mio,Super Hawai) dengan 4 ulangan. Parameter yang diamati adalah persentase planlet hidup, waktu inisiasi akar, waktu inisiasi tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar, dan indeks sensivitas kekeringan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian PEG berpengaruh nyata terhadap waktu inisiasi akar, waktu inisiasi tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, dan panjang akar, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase planlet hidup dan jumlah akar. Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase eksplan hidup, waktu inisiasi akar, waktu inisiasi tunas, jumlah daun, panjang akar, dan jumlah akar. Interaksi perlakuan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase eksplan hidup, waktu inisiasi akar, waktu inisiasi tunas, jumlah daun, panjang akar, dan jumlah daun. Berdasarkan perhitungan indeks sensivitas kekeringan diperoleh bahwa semua varietas yang diuji adalah varietas toleran cekaman kekeringan.


(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman tomat berasal dari kawasan Meksiko sampai Peru. Pada masa sekarang tomat sudah sedemikian berkembang, kultivar-kultivar modern atau hibrida dapat tumbuh dengan baik dan berproduksi di lingkungan iklim yang jauh berbeda dari tempat asalnya. Buah tomat adalah komoditas yang multiguna, berfungsi sebagai sayuran, bumbu masak, buah meja, minuman, bahan pewarna makanan, sampai bahan komestik dan obat-obatan (Anonimus, 2008).

Cekaman kekeringan merupakan satu kendala dalam budidaya tanaman tomat. Pada berbagai tanaman cekaman kekeringan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan produksi. Krizek (1985) menyebutkan terjadinya cekaman kekeringan pada fase pertumbuhan vegetatif menurunkan indeks luas daun, perkembangan tunas baru, dan nisbah tajuk-akar. Pada kedelai, cekaman kekeringan pada fase pertumbuhan vegetatif menurunkan tinggi tanaman, jumlah nodus, panjang akar, bobot kering akar dan tajuk (Riduan dan Sudarsono, 2004).

Cekaman kekeringan menjadi masalah yang perlu diperhatikan dalam budidaya tomat karena penanaman tomat biasanya di lahan sawah dilakukan pada akhir musim hujan. Kondisi musim kemarau atau penanaman di lahan tegal menyebabkan ketersediaan air tidak selalu terjamin sepanjang musim tanam. Lahan pertanaman yang mengalami kekurangan air akan mengakibatkan fungsi dan pertumbuhan akar sebagai bagian tanaman yang penting akan terganggu. Akibatnya pertumbuhan seluruh tanaman akan ikut terganggu sehingga akan


(11)

berefek juga pada perkembangan tanaman tomat, akhirnya mutu dan produksi tomat akan merosot (Tarigan dan Wiryanta,2003).

Penanaman kultivar tomat yang toleran terhadap cekaman kekeringan dan yang berdaya hasil tinggi menawarkan harapan dapat mengembangkan budidaya tomat di lahan kering. Toleransi terhadap cekaman kekeringan dapat terjadi jika tanaman dapat bertahan terhadap kondisi yang terjadi dan adanya toleransi atau mekanisme yang memungkinkan menghindari dari situasi cekaman tersebut. Tanaman mempunyai toleransi yang berbeda terhadap cekaman kekeringan karena perbedaan dalam mekanisme morfologi,fisiologi,biokimia dan molekuler (Perez-Molphe-Balch dkk,1996).

Agen penyeleksi yang digunakan untuk mencari varietas yang toleran terhadap kekeringan adalah berupa senyawa osmotikum. Senyawa osmotikum yang banyak digunakan untuk mensimulasi cekaman kekeringan akhir-akhir ini adalah senyawa Polietilena glikol (PEG) (Sutjahjo,2007). Senyawa PEG dengan berat molekul 6000 dipilih karena mampu bekerja lebih baik pada tanaman daripada PEG dengan berat molekul yang lebih rendah (Michel dan Kaufman,1973).

Konsentrasi agen penyeleksi mempengaruhi identifikasi sel/jaringan varian. Konsentrasi yang terlalu rendah akan sulit mengidentifikasi sel/jaringan varian. Sedangkan konsentrasi yang terlalu tinggi akan menghilangkan sel/jaringan karena tidak mampu untuk bertahan hidup (Widoretno dkk, 2003 ).

Pada teknik in vitro, seleksi ketahanan terhadap cekaman abiotik seperti kekeringan, keracunan Al, pH tanah rendah, dan salinitas dapat digabungkan dalam media kultur in vitro dan digunakan untuk menumbuhkan varian somaklon


(12)

yang diperoleh. Tanaman hasil regenerasi jaringan pada kultur in vitro kemungkinan akan mempunyai fenotip yang toleran terhadap kondisi seleksi. Seleksi in vitro lebih efisien karena kondisi seleksi dapat dibuat homogeny, tempat yang dibutuhkan relative sedikit, dan efektifitas seleksi tinggi. Oleh karena itu, kombinasi antara induksi variasi somaklonal dan seleksi in vitro merupakan alternative teknologi yang efektif dalam menghasilkan individu dengan karakter yang spesifik (Kadir, 2007).

Penggunaan in vitro akan menghasilkan populasi sel varian melalui seleksi pada media yang sesuai. Intensitas seleksi dapat diperkuat dan dibuat lebih homogen. Populasi jaringan atau sel tanaman dapat diseleksi dalam media seleksi sehingga akan meningkatkan frekuensi varian dengan sifat yang diinginkan (Biswan dkk, 2002).

Di Cina dan Korea, kombinasi kultur in vitro dan mutagen fisik merupakan teknik perbaikan varietas yang diprioritaskan untuk dikembangkan (Yunchang dan Liang, 1997). Dilaporkan bahwa kombinasi kedua perlakuan tersebut lebih efektif dan lebih efisien dibandingkan perlakuan tunggal. Melalui seleksi in vitro telah dihasilkan varietas baru tanamn yang tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik dengan sifat yang diwariskan (Remoti dkk, 1995). Beberapa gen seleksi dapat digunakan pada teknik in vitro untuk menghasilkan tanaman yang toleran cekaman abiotik seperti kekeringan, keracunan Al, pH tanah rendah, dan salinitas.

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian untuk menghasilkan varietas toleran, tahan, dan moderat sebagai alternatif dalam


(13)

budidaya tanaman tomat di daerah lahan kering karena lebih efisien dan praktis penerapannya.

Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan varietas tanaman tomat yang toleran, peka, dan moderat terhadap kondisi cekaman kekeringan pada seleksiin vitro.

Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh varietas dan berbagai konsentrasi PEG, serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap ketahanan tanaman tomat pada cekaman kekeringan.

Kegunaan Penelitian

Sebagai salah satu syaratuntuk dapat memperoleh gelar sarjana di FakultasPertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.


(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman

Tomat berasal dari kawasan Meksiko sampai Peru. Semua varietas tomat baik yang ditanam di Eropa maupun di Asia berasal dari biji yang dibawa dari Amerika Latin oleh pedagang Spanyol dan Portugis pada abad ke 16 (Duriat, 1997). Sistematika tanaman tomat menurut para ahli botani adalah sebagai berikut, kingdom: Plantae, divisio: Spermatophyta, sub divisio: Angiospermae, class: Dicotyledoneae, ordo: Tubiflorae, famili: Solanaceae, genus: Lycopersicum, spesies: Lycopersicum esculentumMill.(Jaya, 1997).

Tanaman tomat memiliki akar tunggang, akar cabang, serta akar serabut yang berwarna keputih-putihan dan berbau khas. Perakaran tanaman tidak terlalu dalam, menyebar kesemua arah hingga kedalaman rata-rata 30-40 cm, namun dapat mencapai kedalaman 60-70 cm. Akar tanaman tomat berfungsi untuk menopang berdirinya tanaman serta menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah. Oleh karena itu, tingkat kesuburan tanah dilapisan atas sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi buah (Pitojo, 2005).

Bentuk batang tanaman tomat bulat dan membengkak pada buku-buku. Bagian yang masih muda berambut biasa dan ada yang berkelenjar mudah patah dan dapat naik bersandar pada turus atau merambat pada tali, namun harus dibantu dengan beberapa ikatan. Dibiarkan melata, cukup rimbun menutupi tanah. Bercabang banyak sehingga secara keseluruhan berbentuk perdu (Suwandi dkk, 1995).


(15)

Daun tanaman tomat berbentuk lemas, bulat telur memanjang dan meruncing, bergerigi sedang hingga menyirip kasar dan berbulu. Daunnya majemuk ganjil dengan jumlah daun lima sampai tujuh. Ukuran daun 15 cm - 30 cm x 10 cm – 25 cm. Diantara pasangan daun besar terdapat 1-2 daun kecil. Daun majemuk tersusun spiral mengelilingi batangnya (Suwandi dkk, 1995).

Buah tomat muda terasa getir dan berbau tidak enak karena mengandung likopersikin. Senyawa ini berupa lendir yang dikeluarkan dari 2-9 kantong lendir. Pada buah matang likopersikin lambat laun hilang sehingga baunya dan rasanya enak, asam-asam manis. Proses pematangan, buah dari hijau menjadi kuning. Ketika buahnya matang, warnanya merah. Ukuran buahnya bervariasi, berdiameter 2 cm – 15 cm tergantung varietas (Tjahjadi, 1991).

Bunga tomat tumbuh dari batang (cabang) yang masih muda, membentuk jurai yang terdiri atas dua baris bunga. Tiap-tiap jurai terdiri atas 5 hingga 12 bunga. Mahkota bunganya berwarna kuning muda, bentuk bakal buahnya ada yang bulat panjang, berbentuk bola atau jorong melintang (Tarigan dan Wiryanta, 2003).

Biji tomat pipih, berbulu, ringan dan diselimuti daging buah, warna bijinya putih kekungingan dan kecoklatan. Biji tomat umumnya digunakan untuk perbanyakan tanaman. Setiap gram berisi antara 200-500 biji, tergantung varietasnya. Biji berkecambah setelah ditanam 5-10 hari, keping terangkat ke atas (tipe epigeal) langsung memanjang dan berwarna hijau (Jaya, 1997).


(16)

Syarat Tumbuh

Iklim

Tanaman tomat merupakan tanaman yang dapat tumbuh disemua tempat, dari dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan). Hanya didaerah yang bertanah basah dan banyak curah hujan pertumbuhannya agak kurang baik. Disamping buahnya sering rusak atau pecah-pecah, tanaman tomat dimusim penghujan sering diserang penyakit, seperti penyakit cendawan Phytophthota infestans dan sejenisnya. Sehingga untuk daerah yang bertanah basah dan berudara lembab dianjurkan menanam tomat pada musim kemarau

(Duriat,1997).

Intensitas cahaya matahari yang dibutuhkan tanaman tomat sekurang-kurangnya 10-12 jam setiap hari. Cahaya matahari tersebut digunakan untuk proses fotosintesis, pembentukan bunga, pembentukan buah, dan pemasakan buah. Jika tanaman ternaungi alias kekurangan cahaya matahari akan berdampak negatif, misalnya umur panen menjadi lemas, tanaman tumbuh meninggi, dan tanaman lebih gampang kerkena cendawan (Tarigan dan Wiryanta, 2003).

Tanah

Tanaman tomat tidak memilih-milih jenis tanah. Ditanah yang ringan dan banyak mengandung pasir hingga tanah yang berat pun dapat tumbuh dan menghasilkan, yang penting kesuburan tanahnya cukup mengandung zat hara yang dibutuhkan


(17)

Derajat keasaman tanah dan ph tanah ideal untuk tanaman tomat berkisar 6-7. Pengapura dilakukan jika ph terlalu asam (kurang dari 6). Karena, tanah terlalu asam akan menghambat penyerapan unsur hara oleh tanaman (terutama unsur P, K, S, Mg, dan Mo yang diikat unsur AL, Mn, atau Fe) dan bisa merangsang pertumbuhan cendawan Rhizoctonia sp. Sebaiknya digunakan kapur dolomit (CaCO3MgCO3). Untuk menetralkan ph tanah. Sebaliknya ph tanah bersifat basa (alkalis) deberi belerang untuk menurunkannya (Pitojo, 2005).

Cekaman Kekeringan pada Tanaman

Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang menghambat aktivitas fotosintesis dan translokasi fotosintat (Yakushiji et al. 1998; Savin dan Nicolas, 1996), selanjutnya mempengaruhi produktivitas tanaman. Istilah kekeringan ini menunjukkan bahwa tanaman mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungan tumbuhnya yaitu media tanam. Menurut Levit (1980) dan Bray(1997) cekaman kekeringan yang biasa disebut drought stress pada tanaman dapat disebabkan oleh dua hal yaitu (1) kekurangan suplai air di daerah perakaran dan (2) permintaan air yang berlebihan oleh daun akibat laju evapotranspirasi melebihi laju absorpsi air walaupun keadaan air tanah tersedia cukup. Pada lahan kering, cekaman kekeringan pada tanaman terjadi karena suplai air yang tidak mencukupi.

Cekaman kekeringan yang dialami tanaman pada setiap periode pertumbuhan dan perkembangan dapat menurunkan hasil meskipun besar penurunannya tergantung fase pertumbuhan pada saat terjadi dan lamanya cekaman. Pada fase pertumbuhan vegetatif, ketersediaan air berpengaruh pada


(18)

beberapa asfek fisiologi serta morfologi, antara lain: menurunkan laju kecepatan fotosintesis dan luas daun. Jika tanaman terkena cekaman kekeringan, potensial air daun akan menurun, pembentukan klorofil daun akan terganggu dan struktur kloroplas akan mengalami disintegnasi. Krizek(1985) menjelaskan lebih lanjut bahwa pengaruh cekaman kekeringan pada pertumbuhan vegetatif terutama pada perluasan area daun dan pertumbuhan tunas baru dan nisbah akar-tajuk. Sedangkan pada pertumbuhan reproduktif mengakibatkan ketidaknormalan pembungaan, aborsi embrio, ketidaknormalan perkembangan biji dan buah. Ditambahkan oleh Sloane et al. (1990) bahwa tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya bunga, polong, dan biji yang telah terbentuk. Hal ini berhubungan dengan penurunan kecepatan fotosintesis akibat keterbatasan ketersediaan air

Bray (1997) menyatakan respon tanaman terhadap cekaman kekeringan tergantung pada jumlah air yang hilang, tingkat kerusakan dan lama cekaman kekeringan, dan juga sangat tergantung pada genotipe tanaman, lama dan jenis penyebab kehilangan air, umur dan fase perkembangan, tipe organ dan tipe sel dan bagian-bagian sub seluler. Kehilangan air pada tingkat seluler dapat menyebabkan perubahan konsentrasi senyawa osmotik terlarut, perubahan volume sel dan bentuk membran, perubahan gradien potensial air, kehilangan turgor, kerusakan atau kehancuran integrasi membran dan denaturasi protein. Menurut Savin dan Nicolas (1996), cekaman kekeringan tidak hanya mengurangi laju fotosintesis tetapi juga dapat mengakibatkan terjadinya senesen pada organ-organ fotosintesis. Akibat cekaman kekeringan dapat menyebabkan perbedaan


(19)

penurunan hasil antara pada tanaman yang peka, dan juga pada tanaman yang toleran tetapi berbeda tingkat penurunannya.

Toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan dapat terjadi jika tanaman dapat bertahan terhadap cekaman yang terjadi dan adanya toleransi atau mekanisme yang memungkinkan menghindari dampak buruk dari situasi cekaman tersebut. Karakter morfologi atau fenotipik (secara konvensional) umumnya digunakan untuk menduga tingkat toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan yaitu dengan mengamati gejala secara visual di tingkat in vitro (Hooker dan Thorpe 1997), maupun di lapang (Vallejo dan Kelly 1998), misalnya perkembangan perakaran, gejala layu sebagian atau keseluruhan pada organ vegetatif atau organ reproduktif, merosotnya hasil panen dan kualitas hasil, serta ketidaktahanan hasil dalam penyimpanan.

Pengaruh cekaman kekeringan tidak hanya pada fase vegetative tetapi juga pada fase generatif. Secara morfologis pengaruh cekaman kekeringan terjadi pada pertumbuhan vegetative, terutama pada luas daun, dan pertumbuhan tunas baru. Pada fase generatif pembungaan tidak normal, absorbsi embrio, dan perkembangan biji dan buah tidak normal yang akhirnya dapat menurunkan hasil (Nurita dan Toruan, 2004).

Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase pertumbuhan yang berpengaruh dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat


(20)

perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama (Soemartono, 1995).

Perlakuan varietas memberikan respon pada kondisi lingkungan yang berpengaruh sehingga menunjukkan pengaruh yang sangat nyata. Disamping faktor lingkungan, pertumbuhan dan produksi tanaman juga dipengaruhi oleh faktor genetis tanaman itu sendiri (Sutjahjo, 2006).

Tanaman akan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan diluar dari tingkat optimum dan dapat menyelesaikan hidupnya secara lengkap asalkan keadaan lingkungan tidak melebihi batas fisiologi proses kehidupan. Tanaman akan memberikan reaksi terhadap perubahan lingkungan tersebut. Pada keadaan lingkungan yang tidak optimum, manipulasi sering dilakukan untuk menciptakan keadaan lingkungan mendekati keadaan optimum agar kapasitas genetik yang setinggi mungkin dapat diekspresikan. Manipulasi tersebut dapat disajikan pada pertumbuhan (Soemartono, 1995).

Indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan tajuk, sangat peka terhadap cekaman, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan perluasan daun, peningkatan penuaan dan perontokan daun, atau keduanya. Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman air daripada penutupan stomata. Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan penuaan daun akibat cekaman air cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah, yang paling kurang aktif dalam fotosintesis dan dalam penyediaan asimilat, sehingga kecil pengaruhnya terhadap hasil (Riduan, 2004).

Pengaruh cekaman air terhadap pertumbuhan tanaman tergantung pada tingkat cekaman yang dialami dan jenis atau kultivar yang ditanam. Pengaruh


(21)

awal dari tanaman yang mendapat cekaman air adalah terjadinya hambatan terhadap pembukaan stomata daun yang kemudian berpengaruh besar terhadap proses fisiologis dan metabolisme dalam tanaman (Hutami dkk, 2006).

Tanaman menunjukkan toleransi dengan menciptakan potensial air yang tinggi, yaitu kemampuan tanaman tetap menjaga potensial jaringan dengan meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan air. Pada mekanisme ini tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran, mengatur stomata, mengurangi absorbs radiasi surya dengan pembentukan lapisan lilin atau bulu rambut daun yang tebal, dan menurunkan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta pengurangan luas daun (Soemartono, 1995).

Polyethylen glikol

Senyawa Polietilen glikol (PEG) dilaporkan dapat menurunkan potensial air media untuk mendapatkan tanaman varian yang toleran cekaman kekeringan dan telah dilakukan pula pada tanaman padi,sorgum, dan anggur (Adkins dkk,1995). Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara toleransi sel atau jaringan yang dikulturkan in vitro terhadap PEG dengan toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan di lapangan.

Penggunaan PEG dalam induksi stress/cekaman air pada tanaman sudah digunakan sejak lama. PEG merupakan senyawa yang stabil, non ionik, polymer panjang yang larut dalam air dan dapat digunakan dalam sebaran bobot molekul yang luas. PEG dengan bobot molekul lebih dari 4000 dapat menginduksi stress air pada tanaman dengan mengurangi potensial air pada larutan nutrisi tanpa menyebabkan keracunan (Widoretno dkk,2003) Dengan demikian kerusakan atau


(22)

kematian tanaman pada simulasi menggunakan PEG diyakini sebagai efek kekeringan, bukan efek langsung dari senyawa PEG karena senyawa tersebut tidak diserap oleh tanaman ( Dami dan Hughes, 1997 ).

Kemampuan PEG untuk menurunkan potensial air diharapkan dapat berfungsi sebagai kondisi selektif untuk menduga reaksi jaringan yang dikulturkan terhadap cekaman kekeringan dan mengisolasi sel atau jaringan varian yang mempunyai fenotipe cekaman toleran (Widoretno dkk,2003).

Sel-sel kalus atau eksplan yang mati dalam kultur in vitro yang mengandung PEG bukan disebabkan oleh PEG yang diabsorsi ke dalam sel atau jaringan tanaman melainkan disebabkan oleh pengaruh penurunan potensial air dalam media kultur sehingga menyebabkan tanaman mengalami stress/cekaman karena kekurangan air. Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa semakin tinggi konsentrasi PEG dalam kultur in vitro, semakin menekan pertumbuhan embrio somatik. Dengan demikian eksplan atau kalus yang mampu bertahan hidup pada konsentrasi PEG tertentu, dimana kalus yang lain tidak lagi mampu bertahan (mati), mengindikasikan bahwa kalus tersebut mempunyai sifat toleransi terhadap media selektif PEG ( Kong,1998).

Polietilen glikol dapat menurunkan potensial air dan dapat ditambahkan dalam media untuk seleksi in vitro. Penggunaan larutan PEG diharapkan untuk mendapatkan tekanan seleksi yang homogen sehingga kesalahan identifikasi individu yang peka sebagai toleran cekaman kekeringan dapat dihindari (Krizek,1985).

Efektivitas seleksi in vitro ditentukan dengan keberhasilan menghambat pertumbuhan sel/jaringan normal yang tidak diinginkan dan memproliferasikan


(23)

sel/jaringan yang diinginkan menggunakan agens penyeleksi tertentu. Seleksi in vitro dengan menggunakan media selektif polietilen glikol (PEG) telah dilakukan untuk mengembangkan galur yang toleran cekaman kekeringan

( Rahayu dkk, 2007 ).

Kalus yang diseleksi dengan PEG (0-20%) menunjukkan semakin tinggi konsentrasi PEG yang diberikan maka semakin sedikit pula jumlah struktur embrio somatik yang diperoleh. Hal ini terjadi karena pada media seleksi kekurangan atau bahkan tidak memperoleh air karena air terikat oleh PEG (>30%) dan tidak dapat dimanfaatkan oleh eksplan. Sulitnya air masuk ke dalam sel makin besar dengan meningkatnya konsentrasi PEG (Widoretno, 2003).

PEG sebagai komponen seleksi pada berbagi jenis tanaman dapat menurunkan pertumbuhan tanaman sekaligus dapat menghsilkan genotipe-genotipe baru yang tahan terhadap cekaman kekeringan (Hutami, 2006). Beberapa peneliti yang menggunakan PEG sebagai simulasi cekaman kekeringan adalah Husni (2003) pada tanaman kedelai, Fernandes (1998) pada tanaman kapas, Abdullah (2003) pada tanaman padi, dan Sutjahjo (2007) pada tanaman nilam.


(24)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan, Fakultas pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan Juli 2012 sampai dengan September 2012.

Bahan dan Alat

Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksplan biji benih tanaman tomat dari beberapa varietas yang berbeda. Bahan untuk media meliputi larutan MS, agar-agar, NaOH 1 N, HCl, PEG 6000, pH meter/kertas lakmus, aluminium foil dan aquades. Bahan sterilisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70% dan betadine.

Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, Laminar Air Flow (LAF), botol kultur, erlenmeyer, pipet skala, gelas ukur, petridis, skalpel, gunting, bunsen, timbangan analitik, hot plate, batang pengaduk, lemari es, kertas milimeter, pinset, cawan petri, oven, pensil, buku, dan kamera.

Metode Penelitian

Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) 2 Faktor, yaitu :

Faktor 1: Tingkat konsentrasi PemberianPEG dengan 5 taraf :

P0 = 0

P1 = 5%

P2 = 10%


(25)

P4 = 20% Faktor 2: Varietas tomat, yaitu :

V1 : TO 244 V2 : NIKI V3 : Kartika V4 : Mio

V5:Super Hawai Kombinasi perlakuan ada 25, yaitu:

P0V1 P1V1 P2V1 P3V1 P4V1 P0V2 PIV2 P2V2 P3V2 P4V2

P0V3 P1V3 P2V3 P3V3 P4V3

P0V4 P1V4 P2V4 P3V4 P4V4

P0V5 P1V5 P2V5 P3V5 P4V5

Jumlah Ulangan : 4 ulangan Jumlah Kombinasi : 25 kombinasi Jumlah Tanaman/botol : 2 tanaman Jumlah Sampel/botol : 2 tanaman Jumlah Tanaman Seluruhnya : 200 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam model linier sebagai berikut: Yij= µ + αi+ βj+ (αβ)ij+ εij

i = 1,2,3,4,5 j = 1,2,3,4,5 Dimana:

Yij = Hasil pengamatan dari konsentrasiPEGpada taraf ke-i dan varietas pada taraf ke-j


(26)

µ = Nilai tengah

αi = Efek dari konsentrasi PEG pada taraf ke-i

βj = Efek Varietas pada taraf ke-j

(αβ)ij= Interaksi antara konsentrasi PEG pada taraf ke-i dengan varietas pada taraf ke-j

εijk= Galat dan konsentrasi PEG pada taraf ke-i dengan varietas pada taraf ke-j Jika perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan DMRT

(Duncan Multiple Range Test) pada taraf uji α = 5%(Steel dan Torry, 1995).


(27)

Sterilisasi Alat

Sterilisasi bermanfaat untuk membersihkan seluruh alat-alat yang digunakan dalam kultur jaringan sehingga terbebas dari hal-hal yang dapat menimbulkan kontaminasi. Alat-alat tersebut dicuci dengan deterjen, kemudian dibilas dengan air, setelah itu dikeringkan. Kemudian alat seperti skalpel, pipa skala, pinset dan cawan petri dibungkus dengan kertas, sedang untuk erlenmeyer dan gelas ukur permukaannya ditutup dengan aluminium foil. Setelah itu, semua botol kultur dan alat-alat dimasukkan ke dalam autoklaf pada tekanan 17,5 psi, dengan suhu 1210C selama 60 menit. Kemudian alat-alat tersebut dimasukkan ke dalam oven kecuali botol kultur.

Pembuatan Larutan Stok

Pembuatan larutan stok bertujuan untuk memudahkan pekerjaan dalam membuat media. Larutan stok dibuat sesuai dengan komposisi media MS yang diaduk dalam erlenmeyer dengan konsentrasi yang lebih pekat. Setelah membuat larutan stok gram-gram, perlu dibuat stok zat pengatur tumbuh biasanya dalam 100 ml. Stok harus disimpan di dalam lemari es.

Pembuatan Media

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah Murashige dan Skoog (MS). Dimana proses pembuatan media ini dengan memipet larutan Stok Murashige dan Skoog kedalam erlenmeyer. Kemudian ditambahkan myoinositol 0,1 gr/L, sukrosa 30 gr/L, agar-agar 7 gr/L, 150 ml hara makro, 150 ml hara mikro, 30 ml iron, dan penambahan PEG dengan konsentrasi sesuai perlakuan, kemudian dilarutkan kedalam aquades dan dimasukkan kedalam larutan media.


(28)

Volume media seluruhnya yaitu 5 liter. Kemasaman diukur dengan pH meter yaitu 5,8 (menggunakan NaOH 1 N dan HCL 1 N) untuk menaikkan dan menurunkan pH. Laludipanaskan diatas hot plate sampai agar melarut dan homogen dengan komponen lainnya.Kemudian diisi ke dalam masing-masing botol kultur, lalu ditutup dengan alumunium foil. Selanjutnya media di sterilkan didalam autoklaf pada suhu 1210C, tekanan 17,5 psi selama 30 menit.

Aplikasi PEG

Aplikasi PEG dilakukan pada saat pembuatan media. Larutan PEG dimasukkan ke dalam campuran media MS sesuai dengan masing-masing perlakuan yang berbeda.

Dalam pembuatan larutan PEG, terlebih dahulu menghitung berapa gram PEG yang dibutuhkan dalam perlakuan. Kemudian membuat larutan PEG dengan konsentrasi 0, 5%, 10%, 15% dan 20%. Untuk perlakuan 5 % PEG yang digunakan yaitu sebanyak 5 gr, perlakuan 10 % PEG digunakan sebanyak 10 gr, perlakuan 15 % PEG yang digunakan 15 gr dan perlakuan 20 % sebanyak 20 gr. Masing-masing perlakuan dilarutkan secara terpisah dengan menggunakan pelarut aquades sebanyak 100 ml kemudian disimpan dilemari pendingin.

Sterilisasi Biji Tomat

Eksplan pertama-tama dicuci bersih dengan menggunakan detergen lalu dibilas dengan air. Eksplan yang telah dibersihkan disterilisasi dengan kloroks 40% selama tiga kali dengan waktu yang berbeda-beda. Pertama eksplan yang telah dicampur dengan kloroks 40% dikocok-kocok selama 20 menit lalu dibersihkan dengan air. Selanjutnya, eksplan yang telah dicampur dengan kloroks


(29)

40% dikocok-kocok selama 15 menit lalu dibersihkan dengan air. Terakhir eksplan yang telah dicampur dengan kloroks 40% dikocok-kocok selama 10 menit lalu dibersihkan dengan air.

Penanaman Biji Tomat

Penanaman eksplan dilakukan di LAF yang telah disterilkan dengan alkohol 70%.Eksplan yang sudah steril diletakkan di petridis. Diambil botol media lalu di dekatkan dengan api bunsen kemudian eksplan ditanam ke dalam botol media sesuai dengan perlakuan, setiap botol media terdapat 2 eksplan. Setelah itu botol media dikembalikan ke dalam ruang kultur.

Pemeliharaan

Botol-botol yang telah ditanami eksplan diletakkan pada rak-rak kultur di dalam ruang kultur. Setiap hari disemprot dengan alkohol 70% agar bebas dari organisme yang menyebabkan terjadi kontaminasi.

Parameter Pengamatan

Persentase planlet hidup (%)

Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah planlet yang hidup.

Persentaseplanlet yang hidup = Jumlah planlet yang hidup x 100% Jumlah planlet seluruhnya

Waktu inisiasi akar (hari)

Pengamatan dilakukan setiap hari dengan melihat akar yang muncul


(30)

Pengamatan dilakukan setiap hari dengan melihat tunas yang muncul.

Tinggi Tanaman (cm)

Diukur pada akhir penelitian dengan mengukur mulai dari pangkal akar sampai ujung daun.

Jumlah Daun (lembar)

Dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah daun yang muncul.

Jumlah akar (helai)

Dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah akar yang muncul.

Panjang akar (cm)

Diukur pada akhir penelitian dengan menggunakan kertas milimeter mulai dari tempat munculnya akar (pangkal) sampai ujung akar tertinggi.


(31)

Toleransi tomat terhadap cekaman kekeringan dinilai dengan indeks kepekaan terhadap cekaman (S) (Fisher dan Maurer,1978; Riduan,2004) dengan rumus:

S =

D (1-YD/YP)

Dengan

YD : hasil pada kondisi cekaman kekeringan YP : hasil pada kondisi optimal

D : Intensitas kekeringan

= 1-(rata-rata hasil YD semua varietas)/(rata-rata hasil YP semua varietas)

Tanaman tomat dikatakan Toleran terhadap cekaman kekeringan jika mempunyai nilai S<0,5, Moderat jika 0,5<S<1, dan Peka jika S>1


(32)

Hasil

Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi PEG mengahasilkan pengaruh nyata terhadap parameter panjang akar, tinggi tanaman, waktu inisiasi akar, waktu inisiasi tunas, jumah daun, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap parameter jumlah akar dan persentase planlet hidup.

Perlakuan varietas menghasilkan pengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap parameter panjang akar, jumlah akar, waktu inisiasi akar, waktu inisiasi tunas, jumlah daun, dan persentase planlet hidup.

Interaksi antara pemberian berbagai konsentrasi PEG dan Varietas menghasilkan pengaruh nyata terhadap parameter tinggi tanaman, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap parameter panjang akar, jumlah akar, waktu inisiasi akar, waktu inisiasi tunas, jumlah daun, dan persentase planlet hidup.

Persentase Planlet Hidup (%)

Data pengamatan persentase planlet yang hidup disajikan pada lampiran 5. Perlakuan PEG dan varietas serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap persentase planlet yang hidup (%).

Rataan persentase planlet yang hidup (%) pada perlakuan pemberian PEG dan varietas dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Persentase planlet yang hidup (%) dengan perlakuan pemberian PEG dan varietas.


(33)

Varietas Polyetinolglicol Rataan

P0 P1 P2 P3 P4

V1 (TO-244) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 V2 (Niki) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 V3 (Kartika) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 V4 (Mio) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 V5 (S. Hawai) 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Rataan 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00

Dari tabel dapat dilihat bahwa persentase yang hidup pada semua perlakuan yaitu 100 %. Perlakuan pemberian PEG tidak menyebabkan kematian pada tanaman karena PEG bersifat inert artinya tidak ada reaksi berbahaya dalam tubuh tanaman, tidak dapat diserap oleh tanaman dan tidak merusak jaringan tanaman.

Waktu Inisiasi Akar (hari)

Hasil pengamatan waktu inisiasi akar dan daftar sidik ragam waktu inisiasi akar dapat dilihat pada lampiran 6 dan 7, yang menunjukkan bahwa perlakuan varietas dan interaksi antara pemberian PEG dengan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap waktu inisiasi akar, akan tetapi pemberian PEG berpengaruh nyata terhadap waktu inisiasi akar.

Hasil uji beda rataan waktu inisiasi akar (hari) pada perlakuan pemberian PEG dan varietas dapat dilihat pada Tabel 2.


(34)

Varietas Polyetinolglicol Rataan

P0 P1 P2 P3 P4

V1 (TO-244) 3,88 4,38 4,50 6,63 6,50 5,18 V2 (Niki) 4,63 4,38 4,75 6,75 6,38 5,38 V3 (Kartika) 4,75 4,63 5,63 6,75 6,75 5,70

V4 (Mio) 5,00 5,13 4,50 6,38 7,00 5,60

V5 (S. Hawai) 4,50 5,13 5,00 6,75 6,75 5,63

Rataan 4,55a 4,73a 4,88b 6,65c 6,68d

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Hasil pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa perlakuan pemberian PEG berpengaruh nyata terhadap waktu inisiasi akar, dimana rataan waktu inisiasi akar tercepat terdapat pada perlakuan P0 (4,55 hari) dan yang paling lama pada perlakuan P4 (6,68 hari).

Dari uji beda rataan pada tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan P0 berbeda tidak nyata dengan P2, akan tetapi perlakuan P2, P3, dan P4 berbeda nyata.

Hubungan antara perlakuan pemberian PEG dengan waktu inisiasi akar ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Waktu inisiasi akar (hari) dengan pemberian berbagai konsentrasi PEG

Waktu Inisiasi Tunas (hari)

ŷ= 0,122x + 4,278 r = 0,831

0 1 2 3 4 5 6 7 8

0 5 10 15 20

W a k tu I n is ia si A k a r (h a ri )


(35)

Data pengamatan dan analisis ragam rataan waktu inisiasi tunas (hari) disajikan pada lampiran 8 dan 9. Dari sidik ragam dapat dilihat perlakuan varietas dan interaksi antara pemberian PEG dengan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap waktu inisiasi tunas, tetapi berpengaruh nyata pada pemberian beberapa konsentrasi PEG.

Hasil uji beda rataan waktu inisiasi tunas (hari) pada perlakuan pemberian berbagai konsentrasi PEG dan varietas dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Waktu inisiasi tunas (hari) pada perlakuan pemberian PEG dan varietas.

Varietas Polyetinolglicol Rataan

P0 P1 P2 P3 P4

V1 (TO-244) 6,00 6,50 6,50 7,00 7,63 6,73 V2 (Niki) 6,63 6,38 6,88 6,75 8,13 6,95 V3 (Kartika) 6,50 6,50 7,63 7,75 7,50 7,18

V4 (Mio) 6,75 6,63 6,25 7,13 7,38 6,83

V5 (S. Hawai) 6,50 6,63 7,00 6,63 5,88 6,53

Rataan 6,48a 6,53b 6,85c 7,05d 7,30d

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Hasil dari Tabel 3 memperlihatkan bahwa perlakuan pemberian PEG berpengaruh nyata terhadap waktu inisiasi tunas, dimana rataan waktu inisiasi tunas tercepat terdapat pada perlakuan P0 (6,48 hari) dan yang paling lama pada perlakuan P4 (7,30 hari).

Dari uji rataan dapat dilihat bahwa perlakuanP0, P1, dan P2 berbeda nyata, tetapi perlakuan P3 dan P4 berbeda tidak nyata.

Hubungan antara pemberian berbagai konsentrasi PEG terhadap waktu inisiasi tunas ditampilkan pada Gambar 2.


(36)

Gambar 2. Waktu inisiasi tunas (hari) dengan pemberian berbagai konsentrasi PEG

Tinggi Tanaman (cm)

Data pengamatan dan analisis sidik ragam rataan tinggi tanaman dapat dilihat pada lampiran 10 dan 11. Dari sidik ragam dapat dilihat bahwa pemberian berbagai konsentrasi PEG dan perlakuan varietas serta interaksi keduanya berpengaruh nyata pada tinggi tanaman.

Hasil uji beda rataan tinggi tanaman (cm) dengan perlakuan pemberian berbagai konsentrasi PEG dan varietas yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan tinggi tanaman (cm) pada pemberian berbagai konsentrasi PEG dan varietas.

Varietas Polyetinolglicol Rataan

P0 P1 P2 P3 P4

V1 (TO-244) 15,93a 14,63a 10,54def 9,88ef 11,46bcd 12,49 V2 (Niki) 9,83f 9,84ef 7,79g 10,09def 8,35g 9,18 V3 (Kartika) 10,20def 10,43def 12,16bc 11,28bcde 9,85ef 10,78 V4 (Mio) 7,55g 10,35def 11,10cdef 10,35def 7,99g 9,47 V5 (S. Hawai) 12,58b 12,31bc 9,85ef 10,13def 10,41def 11,06

Rataan 11,22 11,51 10,29 10,34 9,61

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa pada rataan tinggi tanaman (cm), pemberian berbagai konsentrasi PEG dan varietas serta interaksi antara pemberian

ŷ= 0.043x + 6.41 r = 0.969 0 1 2 3 4 5 6 7 8

0 5 10 15 20

W a k tu Ini si a si Tuna s (ha ri )


(37)

PEG dan varietas menunjukkan bahwa berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, dengan tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan P0VI (Tanpa pemberian PEG+Varietas TO 244) yaitu 15,93 cm dan terendah pada perlakuan P0V4 (Tanpa pemberian PEG+Varietas Mio) yaitu 7,55 cm.

Dari uji rataan dapat dilihat bahwa P0V1 berbeda nyata dengan semua perlakuan, kecuali dengan perlakuan P1VI berbeda tidak nyata. P0V2 dan P0V5 berbeda nyata dengan semua perlakuan. P0V3 berbeda nyata dengan semua perlakuan, kecuali dengan perlakuan P1V3, P1V4, P2V1, P3V2, P3V4, P3V5, dan P4V5 berbeda tidak nyata. P0V4 berbeda nyata dengan semua perlakuan, kecuali dengan perlakuan P2V2, P4V2, dan P4V4 berbeda tidak nyata.

Grafik hubungan interaksi pemberian PEG terhadap tinggi tanaman pada beberapa varietas ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Interaksi pemberian PEG dengan varietas terhadap tinggi tanaman. ŷ1 = 0,026x2- 0,798x + 16,53

R² = 0,882

ŷ2 = 0,002x2- 0,102x + 9,843 R² = 0,182

ŷ3 = -0,016x2+ 0,341x + 9,906 R² = 0,722

ŷ4 = -0,033x2+ 0,693x + 7,603 R² = 0,997

ŷ5= 0,011x2- 0,349x + 12,90 R² = 0,800

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

0 5 10 15 20

Ti ng g i Ta na m a n (c m )

Konsentrasi PEG (%)

V1 V2 V3 V4 V5


(38)

Jumlah Daun (lembar)

Hasil pengamatan jumlah daun disajikan pada lampiran 12 dan 13. Dari daftar sidik ragam dapat dilihat bahwa perlakuan varietas dan interkasi antara pemberian PEG dengan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, tetapi perlakuan pemberian PEG berpengaruh nyata terhadap jumlah daun.

Rataan jumlah daun dengan perlakuan pemberian berbagai konsentrasi PEG dan varietas dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan jumlah daun pada pemberian berbagai konsentrasi PEG dan varietas.

Varietas Polyetinolglicol Rataan

P0 P1 P2 P3 P4

V1 (TO-244) 12,00 13,13 14,88 10,00 7,38 11,48 V2 (Niki) 12,50 11,88 11,50 11,75 11,13 11,75 V3 (Kartika) 10,00 10,75 12,13 8,25 5,00 9,23 V4 (Mio) 10,13 11,38 8,63 10,38 7,88 9,68 V5 (S. Hawai) 13,38 10,50 10,25 9,63 10,63 10,88 Rataan 11,60a 11,53a 11,48a 10,00b 8,40c

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa pemberian PEG berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, tetapi tidak berpengaruh nyata dengan varietas dan interkasi keduanya. Jumlah daun terbanyak terdapat pada perlakuan P0 (11,60 helai) dan jumlah daun terkecil terdapat pada perlakuan P4 (8,40 helai).

Dari hasil uji beda rataan dapat dilihat bahwa perlakuan P0 berbeda tidak nyata dengan perlakuan P1 dan P2, tetapi perlakuan P3 berbeda nyata dengan perlakuan P4.

Hubungan antara pemberian berbagai konsentrasi PEG terhadap jumlah daun ditampilkan pada Gambar 4.


(39)

Gambar 4. Hubungan antara pemberian berbagai konsentrasi PEG terhadap jumlah daun.

Jumlah Akar (helai)

Data hasil penelitian jumlah akar ditampilkan pada lampiran 14 dan 15. Dari data analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa pemberian berbagai konsentrasi PEG, perlakuan varietas dan interaksi keduanya tidak nyata.

Rataan jumlah akar pada perlakuan pemberian PEG dan varietas dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rataan jumlah akar pada perlakuan pemberian PEG dan Varietas.

Varietas Polyetinolglicol Rataan

P0 P1 P2 P3 P4

V1 (TO-244) 24,50 31,00 25,13 24,63 25,13 26,08 V2 (Niki) 20,00 22,25 22,38 27,38 29,88 24,38 V3 (Kartika) 20,50 22,88 30,75 25,50 27,25 25,38 V4 (Mio) 16,25 23,88 23,88 30,63 24,75 23,88 V5 (S. Hawai) 27,50 24,25 25,88 30,38 27,00 27,00

Rataan 21,75 24,85 25,60 27,70 26,80

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa jumlah akar terendah terdapat pada perlakuan P0 (21,75 helai) dan jumlah akar terbanyak terdapat pada perlakuan P3 (27,70 helai) dan pada perlakuan P4 (26,80 helai).

ŷ= -0,158x + 12,18 r = 0,802

0 2 4 6 8 10 12 14

0 5 10 15 20

Jum

la

h D

a

un

(Le

m

ba

r)


(40)

Panjang Akar (cm)

Data hasil pengamatan panjang akar ditampilkan pada lampiran 16 dan 17. Sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan pemberian PEG berpengaruh nyata terhadap panjang akar tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap perlakuan varietas dan interaksi perlakuan pemberian PEG dan varietas.

Rataan panjang akar (cm) dengan perlakuan pemberian PEG dan varietas dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan panjang akar (cm) dengan perlakuan pemberian PEG dan varietas.

Varietas Polyetinolglicol Rataan

P0 P1 P2 P3 P4

V1 (TO-244) 6,93 9,18 10,93 17,88 18,44 12,67 V2 (Niki) 5,54 8,81 13,23 17,55 19,49 12,92 V3 (Kartika) 8,08 9,88 14,63 17,18 20,91 14,13 V4 (Mio) 7,46 9,63 14,89 15,76 20,81 13,71 V5 (S. Hawai) 8,55 12,29 16,23 15,19 21,65 14,78 Rataan 7,31e 9,96d 13,98c 16,71b 20,26a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%.

Dari data uji rataan dapat dilihat bahwa pemberian berbagai konsentrasi PEG berpengaruh nyata terhadap panjang akar, dimana akar terpanjang terdapat pada perlakuan P4 (20,26 cm) dan akar terpendek terdapat pada perlakuan P0 (7,31 cm).

Dari Tabel dapat dilihat bahwa semua perlakuan pada panjang akar berbeda nyata.

Hubungan pemberian berbagai konsentrasi PEG terhadap panjang akar (cm) ditampilkan pada Gambar 5.


(41)

Gambar 5. Hubungan pemberian berbagai konsentrasi PEG terhadap panjang akar

Indeks Sensivitas Kekeringan (S)

Berdasarkan hasil perhitungan indeks sensitivitas kekeringan (S) yang dihitung pada pengamatan persentase planlet hidup diperoleh hasil bahwa semua varietas termasuk ke dalam kategori varietas toleran terhadap cekaman kekeringan. Pada pengamatan waktu inisiasi akar, waktu inisiasi tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar dan jumlah akar diperoleh hasil bahwa tidak semua varietas termasuk kedalam kategori varietas toleran terhadap cekaman kekeringan, tetapi ada varietas kedalam kategori varietas moderat dan peka terhadap cekaman kekeringan.

Nilai indeks sensitivitas dari beberapa varietas tomat yang diuji dapat dilihat pada Tabel 8 dan penentuan tingkat toleransi varietas dapat dilihat pada Tabel 9.

ŷ= 0,653x + 7,114 r = 0,996

0 5 10 15 20 25

0 5 10 15 20

P

an

jan

g

A

k

ar

(

cm

)


(42)

Tabel 8. Nilai Indeks Sensitivitas Kekeringan (S) pada berbagai variabel pengamatan.

Ket: PPH=Persentase Planlet Hidup, WIA=Waktu Inisiasi Akar, WIT=Waktu Inisiasi Tunas, TT=Tinggi Tanaman, JD=Jumlah Daun, JA=Jumlah Akar, PA=Panjang Akar.

Tabel 9. Penentuan tingkat toleransi pada berbagai variabel pengamatan

Ket: PPH=Persentase Planlet Hidup, WIA=Waktu Inisiasi Akar, WIT=Waktu Inisiasi Tunas, TT=Tinggi Tanaman, JD=Jumlah Daun, JA=Jumlah Akar, PA=Panjang Akar

T= toleran, M= Moderat, P=Peka

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai indeks sensitivitas dari semua varietas yang diuji adalah <0,5, yang menunjukkan bahwa semua varietas tersebut toleran untuk variabel pengamatan persentase planlet hidup. Namun, semua varietas yang diuji tidak toleran terhadap pengamatan waktu inisiasi akar, waktu inisiasi tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, panjang akar dan jumlah akar karena nilai indeks sensivitas dari semua varietas yang diuji >0,5.

Varietas

Nilai S

PPH WIA WIT TT JD JA PA

V1 (T0-244) V2 (Niki) V3 (Kartika) V4 (Mio) V5 (S. Hawai)

0 0 0 0 0 1,64 0,80 1 0,60 1,24 2,5 1 2 0,16 0 4 1,28 -1 -4,42 2,28 0,54 0,72 0,90 0,54 2,18 0,36 1,22 1,3 3,36 -0,13 0,95 0,62 0,53 0,53 0,29 Varietas

Respon Tingkat

Toleransi PPH WIA WIT TT JD JA PA

V1 (TO-244) V2 (Niki) V3 (Kartika) V4 (Mio) V5 (S. Hawai)

T T T T T P M P M P P P P T T P P T T P M M M M P T P P P T M M M M T P M P M T


(43)

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa varietas Niki dan Mio dikategorikan sebagai varietas yang moderat terhadap cekaman kekeringan dengan pemberian PEG. Varietas TO-244 dan Kartika dikategorikan sebagai varietas yang peka terhadap cekaman kekeringan. Sedangkan varietas Super hawai adalah termasuk toleran terhadap cekaman kekeringan.

Pembahasan

Pengaruh Pemberian PEG Terhadap Ketahanan Tanaman Tomat Pada Kondisi Cekaman Kekeringan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, secara statistik diperoleh bahwa perlakuan pemberian berbagai konsentrasi PEG berpengaruh nyata terhadap waktu inisiasi akar, waktu inisiasi tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, dan panjang akar. Tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah akar dan persentasi planlet hidup.

Pemberian PEG tidak berpengaruh terhadap persentase planlet hidup karena PEG bersifat inert, artinya tidak bersifat racun bagi tanaman dan tidak menyebabkan kematian pada tanaman. Penggunaan PEG dalam induksi stress/cekaman air pada tanaman sudah digunakan sejak lama. PEG merupakan senyawa yang stabil, non ionik, polymer panjang yang larut dalam air dan dapat digunakan dalam sebaran yang luas. PEG dengan bobot molekul lebih dari 4000 dapat menginduksi stress air pada tanaman dengan mengurangi potensial air pada larutan nutrisi tanpa menyebabkan keracunan (Widoretno dkk,2003). Dengan demikian kerusakan atau kematian tanaman pada simulasi menggunakan PEG diyakini sebagai efek kekeringan, bukan efek langsung dari senyawa tersebut tidak diserap oleh tanaman (Dami dan Hughes, 1997).


(44)

Pemberian PEG pada tanaman tomat memperlambat waktu inisiasi akar dan waktu inisiasi tunas, hal ini dikarenakan PEG mempunyai kemampuan sifat dalam menghambat imbibisi dan hidrasi benih (Suardi, 2000). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Fernandes (1998) menunjukkan bahwa untuk mengetahui efek kekeringan terhadap pertumbuhan kapas digunakan larutan PEG 6000 sebagai induksi stres air. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa konsentrasi 40 g/l PEG, mampu menurunkan daya perkecambahan kapas. PEG merupakan salah satu jenis osmotikum yang biasa digunakan untuk mensimulasi kondisi kekeringan, karena sifatnya yang dapat menghambat penyerapan air oleh sel atau jaringan tanaman (Lawyer, 1970).

Akibat pemberian PEG menyebabkan jumlah daun tomat menurun dan menunjukkan gejala layu sementara dibandingkan tanaman pada kondisi optimum. Dengan munculnya gejala layu pada daun, maka tanaman tersebut dianggap telah mengalami cekaman kekeringan dan diharapkan akan mengekspresikan semua kemampuannya secara genetik untuk mengatasi dampak negatif dari cekaman kekeringan yang terjadi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Savin dan Nicolas (1996), cekaman kekeringan tidak hanya mengurangi laju fotosintesis tetapi juga dapat mengakibatkan terjadinya senesen pada organ-organ fotosintesis. Akibat cekaman kekeringan dapat menyebabkan perbedaan penurunan hasil antara pada tanaman yang peka, dan juga pada tanaman yang toleran tetapi berbeda tingkat penurunannya.

Indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan tajuk sangat peka terhadap cekaman, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan perluasan daun, peningkatan penuaan dan perontokan daun, atau keduanya.


(45)

Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman air daripada penutupan stomata. Selanjutnya dikatan bahwa peningkatan penuaan daun akibat cekaman air cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah, yang paling kurang aktif dalam fotosintesa dan dalam penyediaan asimilat, sehingga kecil pengaruhnya terhadap hasil ( Riduan, 2004).

Akibat pemberian PEG menyebabkan tinggi tanaman menurun dan menunjukkan tinggi tanamannya lebih pendek dibandingkan tinggi tanaman tanpa pemberian PEG lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena cekaman kekeringan pada tanaman tomat karena pemberian berbagai konsentrasi PEG. Hal ini berhubungan dengan literatur Soemartono (1995) yang menyatakan bahwa perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu fase pertumbuhan yang berpengaruh dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman. Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama.

Cekaman kekeringan pada tanaman tomat akibat pemberian PEG menyebabkan peningkatan panjang akar dan jumlah akar. Semakin tinggi PEG yang digunakan maka panjang akar dan jumlah akar akan semakin meningkat.

Herawati dan Setiamihardja (2000) menyatakan bahwa diantara metabolisme tanaman diatas cekaman air ini adalah terjadinya perubahan morfologi dan fisiologi tanaman. Perubahan morfologi yaitu perakaran berkembang lebih cepat, terutama kearah bawah menyebabkan nisbah akar


(46)

mengecil. Tanaman meningkatkan kemampuan penghisapan air dari lapisan tanah yang lebih dalam sementara transfirasi dari bagian atas tanaman menurun. Nurhayati (2007) menambahkan bahwa tanaman menunjukkan toleransi dengan menciptakan potensial air yang tinggi, yaitu kemampuan tanaman tetap menjaga potensial jaringan dengan meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan air. Pada mekanisme ini tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sisitem perakaran, mengatur stomata, mengurangi absorbs radiasi surya dengan pembentukan lapisan lilin atau bulu rambut daun yang tebal, dan menurunkan permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta pengurangan luas daun. Jones (1991) mengungkapkan bahwa peningkatan volume dan panjang akar merupakan salah satu mekanisme tanaman untuk mengatasi cekaman kekeringan.

Pengaruh Varietas Tomat Terhadap Ketahanan Pada Kondisi Cekaman Kekeringan

Dari hasil analisis secara statistik diperoleh bahwa perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini diduga disebabkan adanya perbedaan genetik pada masing-masing varietas.

Perlakuan varietas memberikan respon pada kondisi lingkungan yang berpengaruh sehingga menunjukkan pengaruh yang sangat nyata. Disamping faktor lingkungan, pertumbuhan dan produksi tanaman juga dipengaruhi oleh faktor genetis tanaman itu sendiri (Sutjahjo, 2006).

Cekaman kekeringan secara umum berdampak negatif terhadap pertumbuhan tomat. Akibat pengurangan pemberian air menyebabkan komponen pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman menurun dibandingkan


(47)

pertumbuhan tanaman pada kondisi optimum. Masing-masing varietas tomat memberikan tanggapan yang berbeda-beda terhadap kondisi cekaman kekeringan. Penurunan tinggi tanaman yang terbesar akibat cekaman kekeringan terjadi pada tomat varietas TO-244 yaitu dari tinggi tanaman pada perlakuan tanpa pemberian PEG sebesar 15,93 cm menjadi 9,88 cm pada perlakuan pemberian PEG 15%. Tetapi terjadi pengecualian pada varietas Mio terjadi peningkatan tinggi tanaman dari 7,55 cm pada perlakuan tanpa pemberian PEG menjadi 11,10 cm pada perlakuan pemberian PEG 10%.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Soemartono (1995) bahwa tanaman akan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan diluar dari tingkat optimum dan dapat menyelesaikan hidupnya secara lengkap asalkan keadaan lingkungan tidak melebihi batas fisiologi proses kehidupan. Tanaman akan memberikan reaksi terhadap perubahan lingkungan tersebut. Pada keadaan lingkungan yang tidak optimum, manipulasi sering dilakukan untuk menciptakan keadaan lingkungan mendekati keadaan optimum agar kapasitas genetik yang setinggi mungkin dapat diekspresikan. Manipulasi tersebut dapat disajikan pada pertumbuhan.

Dari indeks sensivitas kekeringan (S) yang dihitung berdasarkan semua variable pengamatan (persentase planlet hidup, waktu inisiasi akar, waktu inisiasi tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar, dan panjang akar) mengindikasikan diantara lima varietas yang telah diuji bahwa varietas VI (TO-244) dan V3 (Kartika) tergolong peka terhadap cekaman kekeringan sedangakan V5 (S. Hawai) tergolong toleran terhadap cekaman kekeringan.V2 (Niki) dan V4 (Mio) tergolong moderat terhadap cekaman kekeringan.


(48)

Sifat toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan pada umumnya dikendalikan secara genetik dengan melibatkan banyak gen (bersifat kuatitatif), karena tanaman akan menginduksi beberapa gen yang berhubungan dengan cekaman kekeringan untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan akibat cekaman tersebut.

Interaksi Pemberian PEG dan Varietas Terhadap Ketahanan Tanaman Tomat Pada Kondisi Cekaman Kekeringan

Dari hasil analisis secara statistik diperoleh bahwa interaksi antara pemberian PEG dan Varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman.

Cekaman kekeringan yang diberikan pada tanaman tomat disimulasikan dengan menggunakan PEG. PEG digunakan untuk memodifikasikan ptensial osmotik suatu larutan nutrisi kultur dan menyebabkan kekurangan air pada tanaman (Blum, 1997). Karena semakin besar konsentrasi PEG yang digunakan maka semakin sulit sel menyerap air sehingga mengakibatkan terhambatnya proses metabolisme (Husni dkk, 2003). Pemberian PEG diharapkan dapat membentuk varietas tanaman tomat yang toleran terhadap cekaman kekeringan.

Penurunan tinggi tanaman pada setiap varietas sebenarnya bukanlah akibat pengaruh PEG secara langsung, karena PEG bersifat inert artinya tidak ada reaksi berbahaya dalam tubuh tanaman. Hal ini justru disebabkan oleh pengaruh penurunan potensial air dalam media kultur sehingga menyebabkan tanaman mengalami stres/cekaman karena kekurangan air. Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa semakin tinggi konsentrasi PEG dalam kultur in vitro, semakin menekan pertumbuhan (Kong, 1998).

PEG sebagai komponen seleksi pada berbagai jenis tanaman dapat menurunkan pertumbuhan tanaman sekaligus dapat menghasilkan genotip-genotip


(49)

baru yang tahan terhadap cekaman kekeringan (Hutami, 2006). Senyawa PEG dilaporkan dapat menurunkan potensial air untuk mendapatkan tanaman varian yang toleran cekaman kekeringan dan telah dilakukan pula pada tanaman padi, sorgum, dan anggur (Adkins dkk, 1995). Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara toleransi sel atau jaringan yang dikulturkan in-vitro terhadap PEG dengan toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan dilapangan.

Menurut Soemartono (1995), mekanisme tanaman yang tahan atau toleran terhadap kekeringan dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: 1) Avoidance (menghindar), apabila stres yang eksternal ini mampu dicegah atau diturunkan penetrasinya kedalam jaringan atau dikucilkan (exclude) dalam jaringan sehingga tidak dapat menimbulkan tegangan, 2) Tolerance (menenggang), bila stres dapat masuk kedalam jaringan tetapi tanaman mampu mencegah atau mengurangi terjadinya tegangan atau dapat memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh tegangan, dan 3) Escape (lolos), dalam hal ini sebenarnya tanaman tidak tahan tetapi karena tidak ada stres selama daur hidup tanaman karena umur pendek atau karena adanya plastisitas perkembangan sehingga stres tidak terjadi bersamaan dengan fase pertumbuhan yang rentan.

Dari grafik interaksi hubungan pemberian berbagai konsentrasi PEG dan varietas dapat dilihat bahwa pada varietas TO 244, varietas Niki, dan varietas Super Hawai semakin tinggi konsentrasi PEG yang digunakan maka tinggi tanamannya semakin rendah. Pada varietas Kartika dan varietas Mio tinggi tanaman semakin tinggi dari konsentrasi PEG 0-10% dan tinggi tanaman menurun pada konsentrasi 15-20%.


(50)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Pemberian PEG mempengaruhi pertumbuhan tanaman tomat secara in vitro ditunjukkan dengan memperlambat waktu inisiasi akar dan waktu inisiasi tunas, menurunkan jumlah daun dan tinggi tanaman, dan meningkatkan panjang akar.

2. Masing-masing varietas memiliki respon yang berbeda terhadap cekaman kekeringan akibat pemberian PEG, dilihat dari hasil perhitungan indeks sensivitas kekeringan varietas TO-244 dan Kartika dikategorikan varietas yang peka terhadap cekaman kekeringan, varietas Niki dan Mio dikategorikan varietas yang Moderat terhadap cekaman kekeringan, dan varietas Super hawai termasuk varietas yang toleran terhadap cekaman kekeringan.

3. Interaksi pemberian berbagai konsentrasi PEG dan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, dimana tinggi tanaman yang paling tinggi pada varietas TO-244 dengan konsentrasi PEG 0% dan yang paling rendah pada varietas Mio dengan konsentrasi PEG 0%.

Saran

Perlu dilakukan pengujian lanjutan dengan konsentrasi PEG yang lebih tinggi dan memperbanyak jumlah varietas untuk mendapatkan varietas-varietas yang toleran terhadap cekaman kekeringan untuk disesuaikan dengan kondisi dilapangan.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, B., Bustamam, M., Silitonga T.S., Bahagiawati, Suardi, D., Prasetiyono, J., Tasliah, A., Mukelar, dan Nasution, A. 2003. Evaluasi Ketahanan Spesies Padi Liar terhadap Cekaman Biotik dan Abiotik dan Karakterisasi dengan Menggunakan Markah Mikrosatelit. Prosiding Seminar Hasil PenelitianRintisan dan Bioteknologi Tanaman. Balai Penelitian Bioteknologi danSumberdaya Genetik Pertanian.

Adkins SW, Kunanuvatchaidah. R, dan Godwin. ID. 1995. Somaclonalm variation in rice drought tolerance and other agronomi characters. Aust.J.Bot.

Anonimus, 2008. Teknologi Budidaya Tanaman Tomat. Balai besar pengkajian dan pengembangan teknologi pertanian badan penelitian dan pengembangan pertanian : Bandung

Biswan, B., Chowdhurry, A. Bhattacharya, and B. Mandal. 2002. In Vitro screening for increasing drought tolerance in rice. In Vitro Cell. Dev. Biol-Plant

Blum. A. 1996. Crop responses to drought and the interpretation of adaptationm Plant Growth Reg. Berke TG. 2002a. Hybrid Seed Production in Capsicum Di dalam: Basra AS, editor. Hybrid Seed Production in Vegetable: Rationale and Methods inSelected Crops.Food Products Press : New York

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Production of Vegetables in Indonesia. www.bps.go.id/sector/agri/horti.htm.

Bray EA. 1997. Plant responses to water defisit. Trend in Plant Science.

Dami I, Hughes HG. 1997. Effect of PEG-induced water stress on in vitro hardening of ‘valliant’ grape. Plant Cell Tiss Org Cult

Direktur Bina Program Tanaman Pangan. 2000. Luas Panen, Produksi, dan Rata-rata Hasil Tanaman Pangan dan Hortikultura di Indonesia. Departemen Pertanian : Jakarta.

Duriat, A. S. 1997. Tomat: Komoditas Andalan yang Prospektif. Di Dalam: Duriat, A, S., W. W. Hadisoeganda, A. Permadani, R. M. Sinaga, Y. Hilman, dan R. S. Basuki (Penyunting). Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.


(52)

Fernández, M. 1998. Effects OF Drought (Water Stress) On Growth And Photosynthetic Capacity Of Cotton (Gossypium hirsutum L.), online (http://www.mcmaster.ca/inabis98/cellbio/fernandez-onde0711/two.html). Hooker TS, Thorpe TA. 1997. Effect of water deficit stress on the developmental

growth of excised tomato roots cultured in vitro. In vitro Cell. Dev. Biol. Plant .

Husni, A., Hutami, S., Kosmiatin, M., dan Mariska, I. 2003. Regenerasi Massa Sel Embriogenik Kedelai yang Diseleksi dengan Polyethylen Glicol 6000 (PEG), Prosiding Seminar Hasil Penelitian Rintisan dan Bioteknologi Tanaman.Balai Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.

Hutami, S., Mariska, I dan Supriati, Y. 2006. Peningkatan Keragaman Genetik Tanaman melalui Keragaman Somaklonal. Jurnal AgroBiogen.

Jaya, B. 1997. Tomat: Komoditas Andalan yang Prospektif. Di Dalam: Duriat, A, S., W. W. Hadisoeganda, A. Permadani, R. M. Sinaga, Y. Hilman, dan R. S. Basuki (Penyunting). Teknologi Produksi Tomat. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Jones HG, Corlett JE. 1991. Current topics in drought physiology. J. of Agric. Sci. Kong L, Attree SM, Fowke LC. 1998. Effects of Polyethylene Glycol and

methylglyoxal bis (guanylhydrazone) on endogenus polyamine levels and somatic embryo maturation in white spruce (Picea glauca). Plant Sci Krizek, D.T.1985. Methods of inducing water stress in plant. Hort. Sci:

1028-1038

Lawyer, D.W. 1970. Absorption of polyethilene glicol by plants enther effect on plant growth. New Physiol.

Michel BE, Kaufmann MR. 1973. The osmotic potential of Polyethylene glycol 6000. Plant Physiol.

Murashige T, Skoog F. 1962. A revised medium for rapid growth and bioassay with tobacco tissue culture. Physiologia Plantarum.

Nurita dan Toruan.2004. Pengaruh Kondisi Penyimpanan terhadap Kandungan Metabolik dan Viabilitas Serat Batang. Balai Penelitian Tembakau danTanaman serat.

Perez-Molphe-Balch EM et al. 1996. Effects of water stress on plant growth and root proteins in three cultivars of rice (Oryza sativa) with different levels of drought tolerance. Physiol Plant 96: 284–290.


(53)

Pitojo, Setijo. 2005. Budidaya Tanaman Tomat. Kanisius. Yogyakarta.

Rahayu ES, Guhardja E, Ilyas S, Sudarsono. 2007. Seleksi in vitro embrio somatik kacang tanah pada media dengan polietilen glikol untuk mensimulasikan cekaman kekeringan. Majalah Ilmiah Biologi BIOSFERA Remotti, P.C., H.J.M. Loffer, and L. Van Vloten-Doting. 1995. Selection of cell

lines and regenerationof plants resistant to fusaric acidfrom Gladiolus grandiflorus cv. Peter Pears.Euphytica.

Riduan A, Sudarsono. 2004. Toleransi kultivar kacang tanah terhadap stres kekeringan pada fase vegetatif serta kandungan prolin dan gula total daun, di dalam: Sudarsono, Aswidinnoor H, Widodo (ed) Rekayasa genetika dan seleksi in vitro untuk mendapatkan plasma nutfah kacang tanah dengan novel characters – toleran stres kekeringan dan resisten penyakit busuk batang Sclerotium.

Savin R, Nicolas ME. 1996. Effect of short periods of drought and high temperature on grain growth and starch accumulation of two malting barley cultivas. Aust. J. Plant Physiol.

Sloane RJ, Patterson RP, Carter TE. 1990. Field drought tolerance of a soybean plant introduction. Crop Sci.

Soemartono. 1995. Cekaman Lingkungan Tantangan Pemuliaan Tanaman Masa Depan. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman III Komda. Jawa timur. Steel, R. G. D dan J. H. Torry, 1995. Prinsip Dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia. Jakarta

Suardi, D. 2000. Kajian Metode Skrining Padi Tahan Kekeringan, online

Sunaryo W. 2002. Regenerasi dan evaluasi variasi somaklonal kedelai (Glycine max (L) Merr.) hasil kultur jaringan serta seleksi terhadap cekamankekeringan menggunakan simulasi polyethilene glycol (PEG). [Tesis].Bogor: Institut Pertanian Bogor.

Sutjahjo, S.H. 2006. Seleksi in vitro untuk ketenggangan terhadap Al pada empat genotipe jagung. Jurnal Akta Agraria

Tjahjadi. 1991. Bertanam Tomat. Penerbit Kanisius: Jogjakarta

Tarigan, S. dan W.Wiryanta. 2003. Bertanam Tomat Hibrida Secara Intensif. Agromedia Pustaka: Jakarta


(54)

Widodo, T., 2006. PUPUK: Kontroversi Seputar Pupuk & Pemupukan Tanaman. http://www.kebonkembang.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle &artid=14.

Widoretno wahyu, E. Guhaedja, S.Ilyas dan Sudarsono, 2001. Efektivitas polietilen glikol untuk mengevaluasi tanggapan genotipe kedelai terhadap cekaman kekeringan pada fase perkecambahan.jurnal hayati

Winarso PA. 1992. Evaluasi musim kemarau dan antisipasi musim kemarau 1992 wilayah musim Indonesia. Lokakarya Kiat menghadapi kemungkinan musim kemarau panjang 1992 untuk budidaya perkebunan. AP3I, Perhimpi dan BMG, 19-20 Februari 1992, Bandung.

Yamaguchi-Shinozaki, K. dan K. Shinozaki. 1994. A novel cis-acting element in an arabidopsis gene is involved in responsiveness to drought, low temprature, or hight salt stress. The Plant Cell,.

Yunchang, L. And Q. Liang. 1997. A review and prospect of mutation breeding of oil crops in China. Proc. Seminar on Mutation Breeding in Oil and Industrial Crops for Regional Nuclear Cooperation in Asia. RDA, STA. Most and JAIF. Suwon, Korea, 12-18 October 1997

Vallejo, P.R. dan J.D. Kelly. 1998. Traits related to drought resistance in common bean. Euphytica


(55)

Lampiran 1. Bagan Penelitian

Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV

P2V1 P1V1 P2V1

P2V1 P2V1

P1V1

P3V1

P0V1

P1V1

P0V1 P0V1

P1V1

P0V1

P3V1

P3V1 P3V1

P4V1 P4V1 P4V1 P4V1

P0V2 P0V2 P0V2 P0V2

P1V2 P1V2 P1V2 P1V2

P2V2 P2V2 P2V2 P2V2

P3V2 P3V2 P3V2 P3V2

P4V2 P4V2 P4V2 P4V2

P0V3 P2V1 P2V1 P2V1

P1V3 P2V3 P3V3 P4V3 P0V4 P1V4 P2V4 P3V4 P4V4

P1V3 P1V3 P1V3

P2V3 P2V3 P2V3

P3V3 P3V3 P3V3

P4V3 P4V3 P4V3

P0V4 P0V4 P0V4

P1V4 P1V4 P1V4

P2V4 P2V4 P2V4

P3V4 P3V4 P3V4


(56)

P0V5 P0V5 P0V5 P0V5

P1V5 P1V5 P1V5 P1V5

P2V5 P2V5 P2V5 P2V5

P3V5 P3V5 P3V5 P3V5


(57)

Lampiran 2. Tabel Kegiatan Penelitian

No Jenis Kegiatan Minggu Penelitian

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1. Sterilisasi alat X

2. Pembuatan larutan stok

X X

3. Pembuatan media

X 4. Aplikasi PEG X 5. Sterilisasi

eksplan

X 6. Penanaman

eskplan

X

7. Pemeliharaan X X X X X X X

Pengamatan Parameter 8. Persentase

eksplan yang hidup (%)

X

9. Waktu inisiasi akar (hari)

X 10. Waktu inisiasi

tunas (hari)

X 11. Tinggi tanaman

(cm)

X 12. Jumlah daun

(helai)

X 13. Panjang akar

(cm)

X

14. Jumlah akar X

15. Indeks sensivitas kekeringan


(58)

Lampiran 3.Komposisi Media Murashige dan Skoog (MS)

Stok Senyawa Pemakaian per liter media (mg/l) A B C D E F

NH4NO3 KNO3 KH2PO4 H3BO3 KI

Na2MoO4.2H2O CoCl2.6H2O CaCl2.2H2O MgSO4.7H2O MnSO4.4H2O ZnSO4.7H2O CuSO4.5H2O Na2EDTA FeSO4.7H2O

1.650,000 1.900,000 170,000 6,200 0,830 0,250 0,025 440,000 370,000 22,300 8,600 0,025 37,300 27,800 Myo-inositol Glisin Niasin Piridoksin-HCl Tiamin-HCl 100,000 2,000 0,500 0,500 0,100 Sukrosa Agar 30.000,000 7.000,000


(59)

Lampiran 4.Deskripsi Varietas Tanaman Tomat 1. Varietas TO 244 F1

Tinggi tanaman : ±120 cm Umur panen : ± 85 hst

Kerapatan kanopi : ± sangat kompak Warna batang : Hijau

Warna daun : Hijau

Bentuk buah : Lonjong dengan pundak lebih besar dan ukuran besar

Permukaan kulit buah : Halus mengkilap Warna buah muda : Hijau muda Warna buah tua : Merah menyala Berat buah : ± 160 gr

Rasa : Manis

Hasil : ± 85 ton/ha

Daya Simpan : Cocok untuk eskpor dan tahan transportasi jarak jauh

Keterangan : Pertumbuhannya kuat dengan type semi determinate, sangat vigor, dan tahan penyakit layu.

Sumber :Center of Plant Variety Protection Ministry Agriculture The Republic of Indonesia


(60)

2. Varietas NIKI

Batang : Batang utama baerwarna hijau Daun : Berwarna hijau

Bunga : Tanaman terus menerus berbunga Buah : Daging buah tebal dan padat

Pertumbuhan : Merupakan tanaman vigor, type semi determinate,toleran layu bakteri dan cocok didataran rendah dan tinggi.

Produksi : 4-5 kg/tanaman

Daya Simpan : Tahan transportasi jauh

Sumber : Nawangsih, AA, HP. Imdad dan A.Wahyuni, 1995. Cabai Hot Beauty. Penebar Swadaya, Jakarta

3. Varietas Kartika

Adaptasi lingkungan : Cocok untuk dataran rendah menengah (0-800 m dpl)

Pertumbuhan : Toleran terhadap penyakit layu Tinggi tanaman : Mencapai 100-140 cm

Tipe buah : Bentuk buah lonjong dan kulit tebal Potensi hasil : 7-9 buah/tandan

Warna buah : Merah dan keras Umur panen : 110-115 HST Umur berbunga : 60-75HST


(61)

Sumber : Cap panah merah PT.East West Indonesia, PO BOX 1. Cempaka. Purwakarta 41181 Indonesia 4. Varietas Mio

Bentuk buah: Bulat agak lonjong

Ketahanan penyakit: Toleran terhadap penyakit layu bakteri Potensi hasil: 30 - 35 ton/ha

Rasa: Manis masam Umur panen: 55 - 59 hari

Keterangan: Cocok untuk dataran rendah dengan daya simpan 8 hari

Sumber : Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa), Jawa Barat

5. Varietas Super Hawai Bentuk buah: Bulat

Potensi hasil: 30 - 45 ton/ha Rasa: Manis asam

Umur panen: 59 - 61 hari

Keterangan: Cocok untuk dataran rendah dengan daya simpan 8 hari


(62)

Lampiran 5. Data Pengamatan Parameter Persentase Eksplan Hidup (%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

P0V1 100 100 100 100 400 100

P0V2 100 100 100 100 400 100

P0V3 100 100 100 100 400 100

P0V4 100 100 100 100 400 100

P0V5 100 100 100 100 400 100

P1V1 100 100 100 100 400 100

P1V2 100 100 100 100 400 100

P1V3 100 100 100 100 400 100

P1V4 100 100 100 100 400 100

P1V5 100 100 100 100 400 100

P2V1 100 100 100 100 400 100

P2V2 100 100 100 100 400 100

P2V3 100 100 100 100 400 100

P2V4 100 100 100 100 400 100

P2V5 100 100 100 100 400 100

P3V1 100 100 100 100 400 100

P3V2 100 100 100 100 400 100

P3V3 100 100 100 100 400 100

P3V4 100 100 100 100 400 100

P3V5 100 100 100 100 400 100

P4V1 100 100 100 100 400 100

P4V2 100 100 100 100 400 100

P4V3 100 100 100 100 400 100

P4V4 100 100 100 100 400 100

P4V5 100 100 100 100 400 100

Total 2500 2500 2500 2500 10000


(63)

Lampiran 6. Data Pengamatan Parameter Waktu Inisiasi Akar

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

P0V1 3 3 4,5 5 15,5 3,875

P0V2 4 4 5 5,5 18,5 4,625

P0V3 5 3,5 5 5,5 19 4,75

P0V4 6 5 4,5 4,5 20 5

P0V5 4 4 5,5 4,5 18 4,5

P1V1 3,5 4,5 5 4,5 17,5 4,375

P1V2 3,5 6 3,5 4,5 17,5 4,375

P1V3 4,5 4,5 4,5 5 18,5 4,625

P1V4 5,5 4 5 6 20,5 5,125

P1V5 5 6 5 4,5 20,5 5,125

P2V1 4 5 5 4 18 4,5

P2V2 3 4 6 6 19 4,75

P2V3 4,5 7 6 5 22,5 5,625

P2V4 5,5 3,5 4 5 18 4,5

P2V5 4 5 6 5 20 5

P3V1 7 5,5 7,5 6,5 26,5 6,625

P3V2 6,5 6,5 7,5 6,5 27 6,75

P3V3 7 6 7,5 6,5 27 6,75

P3V4 6 5,5 7 7 25,5 6,375

P3V5 7 6 7,5 6,5 27 6,75

P4V1 6,5 7,5 6 6 26 6,5

P4V2 7 6 6 6,5 25,5 6,375

P4V3 7,5 6,5 7 6 27 6,75

P4V4 7 7,5 6,5 7 28 7

P4V5 6,5 7 6 7,5 27 6,75

Total 133 133 143 140,5 549,5


(64)

Lampiran 7. Daftar Sidik Ragam Waktu Inisiasi Akar

SK db JK KT Nilai F

Fhit ket F05

Polyetinolglicol 4 91.93 22.98 36.43 * 2.53 L 1 76.26 76.26 120.89 * 4.00

K 1 0.86 0.86 1.36 tn 4.00

S 2 24.82 12.41 19.67 * 3.15

Varietas 4 3.74 0.93 1.48 tn 2.53

Interaksi Total

16 99

6.26 149.25

0.39 1.51

0.62 2.39

tn *

1.84 1.53

Error 75 47.31 0.63

Keterangan: FK = 3019.503 KK = 14.45405 * = Nyata tn = tidak nyata


(65)

Lampiran8. Data Pengamatan Parameter Waktu Inisiasi Tunas

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

P0V1 5 5.5 6.5 7 24 6

P0V2 6 6 7 7.5 26.5 6.625

P0V3 6 5.5 7 7.5 26 6.5

P0V4 7 7 6.5 6.5 27 6.75

P0V5 6 6 7.5 6.5 26 6.5

P1V1 6 6.5 7 6.5 26 6.5

P1V2 7.5 6 5.5 6.5 25.5 6.375

P1V3 5.5 7 6.5 7 26 6.5

P1V4 6 7 6.5 7 26.5 6.625

P1V5 7 6 7 6.5 26.5 6.625

P2V1 6 7 7 6 26 6.5

P2V2 5.5 6 8 8 27.5 6.875

P2V3 6.5 9 8 7 30.5 7.625

P2V4 6.5 5.5 6 7 25 6.25

P2V5 6 7 8 7 28 7

P3V1 6.5 7.5 8 6 28 7

P3V2 7 6 7.5 6.5 27 6.75

P3V3 9 6.5 8.5 7 31 7.75

P3V4 6 7.5 7 8 28.5 7.125

P3V5 5 6 9 6.5 26.5 6.625

P4V1 6.5 7 8 9 30.5 7.625

P4V2 7 8.5 9 8 32.5 8.125

P4V3 6 6.5 8.5 9 30 7.5

P4V4 8.5 7 7.5 6.5 29.5 7.375

P4V5 5.5 6.5 5 6.5 23.5 5.875

Total 159.5 166 182 176.5 684


(66)

Lampiran 9. Daftar Sidik Ragam Waktu Inisiasi Tunas

SK db JK KT Nilai F

Fhit ket F05

Polyetinolglicol 4 9.76 2.44 2.94 * 2.53

L 1 9.46 9.46 11.40 * 4.00

K 1 3.77 3.77 4.54 * 4.00

S 2 16.96 8.48 10.21 * 3.15

Varietas 4 4.74 1.18 1.43 tn 2.53

Interaksi Total

16 99

15.69 92.44

0.98 0.93

1.18 1.12

tn tn

1.84 1.53

Error 75 62.25 0.83

Keterangan: FK = 4678.56 KK = 13.31935 * = Nyata tn = tidak nyata


(67)

Lampiran 10. Data Pengamatan Parameter Tinggi Tanaman

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III IV

P0V1 17.7 15.6 15.2 15.2 63.7 15.925 P0V2 8.65 9.5 10.08 11.1 39.33 9.8325

P0V3 14 11.6 7.7 7.5 40.8 10.2

P0V4 5.2 9.75 7.75 7.5 30.2 7.55 P0V5 12.9 12.2 9.5 15.7 50.3 12.575 P1V1 17.1 13.5 13.65 14.25 58.5 14.625 P1V2 8.7 10.3 9.3 11.05 39.35 9.8375

P1V3 9.6 12 10.2 9.9 41.7 10.425

P1V4 14.35 9.45 8.2 9.4 41.4 10.35 P1V5 14.15 12 10.75 12.35 49.25 12.3125 P2V1 11.3 10.85 9.55 10.45 42.15 10.5375 P2V2 9.05 7.8 6.8 7.5 31.15 7.7875 P2V3 12.75 12.7 11.5 11.7 48.65 12.1625 P2V4 9.1 11.95 12.4 10.95 44.4 11.1

P2V5 9.1 9.9 9.8 10.6 39.4 9.85

P3V1 10.45 9.4 11 8.65 39.5 9.875 P3V2 7.35 9.55 11.5 11.95 40.35 10.0875 P3V3 12.35 10.2 11.65 10.9 45.1 11.275 P3V4 9.2 9.85 11.5 10.85 41.4 10.35 P3V5 7.65 10.15 11.7 11 40.5 10.125 P4V1 15 9.1 11 10.75 45.85 11.4625 P4V2 12.4 7.5 6.25 7.25 33.4 8.35 P4V3 9.6 10.75 11.8 7.25 39.4 9.85 P4V4 7.75 8.8 7.45 7.95 31.95 7.9875 P4V5 10.75 9.95 10.15 10.8 41.65 10.4125 Total 276.15 264.35 256.38 262.5 1059.38 Rataan 11.046 10.574 10.2552 10.5 10.5938


(1)

= 0,11

(1-9,03/10) = 1-0,90/0,11

= 0,1/0,11= 0,90 (Moderat) V4 =

D (1-YD/YP) = 0,11 (1-9,56/10,13) = 1-0,94/0,11

= 0,06/0,11= 0,54 (Moderat) V5 =

D (1-YD/YP) = 0,11 (1-10,25/13,38) = 1-0,76/0,11

= 0,24/0,11= 2,18 (Peka) 5. Jumlah Akar (helai)

Varietas Polyetinolglicol YD

P0(YP) P1 P2 P3 P4

V1 24,50 31,00 25,13 24,63 25,13 26,47

V2 20,00 22,25 22,38 27,38 29,88 25,47

V3 20,50 22,88 30,75 25,50 27,25 26,59

V4 16,25 23,88 23,88 30,63 24,75 28,28

V5 27,50 24,25 25,88 30,38 27,00 26,87

Rataan 21,75 24,85 25,60 27,70 26,80 26,73 D = 1-26,73/21,75

= 1-1,22 = -0,22 V1 =

D (1-YD/YP) = -0,22 (1-26,47/24,50) = 1-1,08/-0,22

= -0,08/-0,22= 0,36 (Toleran) V2 =

D (1-YD/YP) =

-0,22


(2)

= 1-1,27/-0,22

= -0,27/-0,22= 1,22 (Peka) V3 =

D (1-YD/YP) = -0,22 (1-26,59/20,50) = 1-1,29/0,22

= -0,29/-0,22= 1,3 (Peka) V4 =

D (1-YD/YP) = -0,22 (1-28,28/16,25) = 1-1,74/-0,22

= -0,74/-0,22= 3,36 (Peka) V5 =

D (1-YD/YP) = -0,22 (1-26,87/27,50) = 1-0,97/-0,22

= 0,03/-0,22= 0,13 (Toleran) 6. Panjang Akar (cm)

Varietas Polyetinolglicol YD

P0(YP) P1 P2 P3 P4

V1 6,93 9,18 10,93 17,88 18,44 14,10

V2 5,54 8,81 13,23 17,55 19,49 14,77

V3 8,08 9,88 14,63 17,18 20,91 15,65

V4 7,46 9,63 14,89 15,76 20,81 15,27

V5 8,55 12,29 16,23 15,19 21,65 16,34

Rataan 7,31 9,96 13,98 16,71 20,26 15,22


(3)

= -1,03/-1,08= 0,95 (Moderat) V2 =

D (1-YD/YP) =

-1,08

(1-14,77/8,81) = 1-1,67/-1,08

= -0,67/-1,08= 0,62 (Moderat) V3 =

D (1-YD/YP) =

-1,08

(1-15,65/9,88) = 1-1,58/-1,08

= -0,58/-1,08= 0,53 (Moderat) V4 =

D (1-YD/YP) =

-1,08

(1-15,27/9,63) = 1-1,58/-1,08 = 0,53 (Moderat) V5 =

D (1-YD/YP) =

-1,08

(1-16,34/12,29) = 1-1,32/-1,08


(4)

Lampiran 19. Foto Tanaman Penelitian 1)

P0V1 P0V2 P0V3 P0V4 P0V5

P1V2

P1V1 P1V3 P1V4 P1V5


(5)

2) 3)

Keterangan:

1). Gambar tanaman 25 kombinasi (semua perlakuan)

2). Tanaman tomat dengan kondisi optimum (tanpa pemberian PEG) 3). Tanaman tomat dengan kondisi cekaman kekeringan

P4V1

P0V2

P4V3 P4V4 P4V5

P4V2 P4V2


(6)