Seleksi In Vitro Beberapa Varietas Cabai Merah Terhadap Kondisi Cekaman Kekeringan Dengan Menggunakan Polietilena Glikol(PEG)
DEPA
UN
ROFIKO 070301
ARTEME
FAKU
NIVERSIT
SKRIP
Oleh
OH ABRA 1016/BDP-A
EN AGRO
ULTAS PE
TAS SUM
MEDA
2012
PSIh
ANI SIREG AGRONOM
OEKOTEK
ERTANIA
MATERA
AN
2
GAR MI
KNOLOG
AN
UTARA
GI
(2)
SELEKSI
IN VITRO
BEBERAPA VARIETAS CABAI MERAH
TERHADAP KONDISI CEKAMAN KEKERINGAN DENGAN
MENGGUNAKAN POLIETILENA GLIKOL (PEG)
SKRIPSI
ROFIKOH ABRANI SIREGAR 070301016/BDP-AGRONOMI
Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing
Ketua Pembimbing Anggota Pembimbing
(Ir. Mariati, MSc) (Ir. Jasmani Ginting, MP)
Ketua Anggota
DEPARTEMEN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
toleran terhadap cekaman kekeringan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan UPT BBI Gedung Johor Dinas Pemprov-SU pada Desember 2011-April 2012. Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu pemberian Polietilena glikol (PEG) (0,5,10,15,20%) dan varietas cabai merah (TM-999,Hot beauty,Lado,Laris) dengan 4 ulangan. Parameter yang diamati adalah persentase planlet hidup, waktu muncul akar, waktu muncul tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar dan indeks sensitivitas kekeringan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemberian PEG berpengaruh nyata terhadap waktu muncul akar, waktu muncul tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase planlet hidup. Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan panjang akar, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase planlet hidup, waktu muncul akar, waktu muncul tunas, dan jumlah akar. Interaksi perlakuan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase planlet hidup, waktu muncul akar dan waktu muncul tunas. Berdasarkan perhitungan indeks sensitivitas kekeringan diperoleh bahwa dari varietas yang diuji varietas Hot beauty dan Lado adalah varietas toleran sedangkan varietas TM -999 dan Laris adalah varietas peka terhadap cekaman kekeringan.
(4)
ABSTRACT
ROFIKOH ABRANI: Resistence Test Of Hot Chilli Varieties On Drought Stress Condition in In-Vitro Selection, supervisied by MARIATI and JASMANI GINTING.
This study aims to create drought tolerant plant of chilly varieties. The research has done in Tissue Culture Laboratory UPT BBI Johor Building, Dinas Pemprov-SU, since December 2011-April 2012. Using a completely randomized design with two factors, that is Polyethylene Glicol (PEG) (0,5,10,15,20%) and Chilli varieties (TM-999,Hot beauty,Lado,Laris) with four replications. Observation variable is living planlets percentation, root forming time, bud forming time, high of plant, total of leaf, total of root, high of roott and drought sensitivity index.
The result of research has shown that PEG is significant for root forming time, bud forming time, high of plant ,total of leaf, total of root and high of root, but not significant for living planlets percentation. The chilli varieties is significant for high of plant, total of leaf, and high of root, but not significant for living planlets percentation ,root forming time, bud forming time, and total of root. Treatment interaction is significant for high of plant , total of leaf, total of root and high of root, but not significant for living planlets percentation, root forming time, and bud forming time.
(5)
Hutagalung. Penulis merupakan putri pertama dari empat bersaudara.
Adapun pendidikan yang pernah ditempuh penulis adalah SD Negeri
095553 Marihat MRS lulus tahun 2001, Madrasah Tsanawiyah Negeri Pematang
Siantar lulus tahun 2004, SMU Yayasan Perguruan Keluarga Pematang Siantar
lulus tahun 2007. Terdaftar sebagai mahasiswi Agronomi Departemen Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara pada tahun 2007.
Selama mengikuti perkuliahan, Penulis pernah menjadi Asisten di
Laboratorium Dasar Agronomi dan Laboratorium Tanaman Obat dan Rempah,
kemudian pada tahun 2010 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di
(6)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Adapun judul dari skripsi ini adalah “Seleksi In Vitro Beberapa Varietas Cabai Merah Terhadap Kondisi Cekaman Kekeringan Dengan Menggunakan Polietilena Glikol (PEG)” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terimakasih yang sebesarnya
kepada orang tua penulis yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Mariati , MSc dan
Bapak Ir. Jasmani Ginting, MP selaku komisi pembimbing yang telah
memberikan arahan dan saran dalam penyelesaian skripsi ini.
Disamping itu juga penulis mengucapkan terimakasih kepada pegawai
laboratorium Kultur Jaringan UPT BBI Dinas Pertanian Gedung Johor Medan dan
teman-teman di Departemen Budidaya Pertanian USU angkatan 2007 yang telah
memberikan bantuan maupun semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Medan, November 2012
(7)
toleran terhadap cekaman kekeringan. Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan UPT BBI Gedung Johor Dinas Pemprov-SU pada Desember 2011-April 2012. Metode percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan 2 faktor perlakuan yaitu pemberian Polietilena glikol (PEG) (0,5,10,15,20%) dan varietas cabai merah (TM-999,Hot beauty,Lado,Laris) dengan 4 ulangan. Parameter yang diamati adalah persentase planlet hidup, waktu muncul akar, waktu muncul tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar, panjang akar dan indeks sensitivitas kekeringan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemberian PEG berpengaruh nyata terhadap waktu muncul akar, waktu muncul tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase planlet hidup. Perlakuan varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan panjang akar, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase planlet hidup, waktu muncul akar, waktu muncul tunas, dan jumlah akar. Interaksi perlakuan berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase planlet hidup, waktu muncul akar dan waktu muncul tunas. Berdasarkan perhitungan indeks sensitivitas kekeringan diperoleh bahwa dari varietas yang diuji varietas Hot beauty dan Lado adalah varietas toleran sedangkan varietas TM -999 dan Laris adalah varietas peka terhadap cekaman kekeringan.
(8)
ABSTRACT
ROFIKOH ABRANI: Resistence Test Of Hot Chilli Varieties On Drought Stress Condition in In-Vitro Selection, supervisied by MARIATI and JASMANI GINTING.
This study aims to create drought tolerant plant of chilly varieties. The research has done in Tissue Culture Laboratory UPT BBI Johor Building, Dinas Pemprov-SU, since December 2011-April 2012. Using a completely randomized design with two factors, that is Polyethylene Glicol (PEG) (0,5,10,15,20%) and Chilli varieties (TM-999,Hot beauty,Lado,Laris) with four replications. Observation variable is living planlets percentation, root forming time, bud forming time, high of plant, total of leaf, total of root, high of roott and drought sensitivity index.
The result of research has shown that PEG is significant for root forming time, bud forming time, high of plant ,total of leaf, total of root and high of root, but not significant for living planlets percentation. The chilli varieties is significant for high of plant, total of leaf, and high of root, but not significant for living planlets percentation ,root forming time, bud forming time, and total of root. Treatment interaction is significant for high of plant , total of leaf, total of root and high of root, but not significant for living planlets percentation, root forming time, and bud forming time.
(9)
PENDAHULUAN Latar Belakang
Cabai merupakan produk hortikultura unggulan Indonesia dan menempati
urutan pertama dalam produksi dalam negeri. Cabai merah (Capsicum annuum L.)
merupakan spesies yang dibudidayakan paling luas (Zhang, 2005) karena
merupakan spesies cabai pertama yang ditemukan oleh Columbus dan
diintroduksikan ke seluruh dunia. Cabai merah beradaptasi dengan cepat dan
diterima oleh bangsa asli Indonesia sehingga menjadi komoditi sayuran penting
dan mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.
Di Indonesia ternyata luasnya pertanaman cabai merah tidak diikuti oleh
produktifitas tinggi. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (2009), luas panen
penanaman cabai nasional mencapai 109.178 ha dengan produksi nasional
mencapai 6,37 ton/ha. Kebutuhan cabai terus meningkat setiap tahun sejalan
dengan meningkatnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri yang
membutuhkan bahan baku cabai.
Peningkatan kebutuhan tersebut belum diikuti oleh peningkatan hasil yang
nyata. Rata-rata hasil cabai di Indonesia baru mencapai 4,86 ton/ha (Direktur Bina
Program Tanaman Pangan, 2009), jauh lebih rendah dari potensi hasil yang dapat
dicapai yaitu 12 ton/ha apabila tanaman cabai dipelihara secara intensif.
Salah satu kendala pengembangan penanaman cabai adalah terbatasnya
lahan yang sesuai sehingga harus menggunakan lahan-lahan marginal. Lahan
marginal memiliki keterbatasan, khususnya dalam ketersediaan air yang
(10)
global dengan siklus musim kemarau panjang yang semakin pendek
(setiap 2-3 tahun) juga menyebabkan cekaman kekeringan pada tanaman
(Winarso, 1992).
Cekaman kekeringan menjadi masalah yang perlu diperhatikan dalam
budidaya cabai karena penanaman cabai biasanya di lahan sawah dilakukan pada
akhir musim hujan. Kondisi musim kemarau atau penanaman di lahan tegal
menyebabkan ketersediaan air tidak selalu terjamin sepanjang musim tanam.
Lahan pertanaman yang mengalami kekurangan air akan mengakibatkan fungsi
dan pertumbuhan akar sebagai bagian tanaman yang penting akan terganggu.
Akibatnya pertumbuhan seluruh tanaman akan ikut terganggu sehingga akan
berefek juga pada perkembangan tanaman cabai, akhirnya mutu dan produksi
cabai akan merosot (Setiadi, 2004).
Penanaman kultivar cabai yang toleran terhadap cekaman kekeringan dan
yang berdaya hasil tinggi menawarkan harapan dapat mengembangkan budidaya
cabai di lahan kering. Toleransi terhadap cekaman kekeringan dapat terjadi jika
tanaman dapat bertahan terhadap kondisi yang terjadi dan adanya toleransi atau
mekanisme yang memungkinkan menghindari dari situasi cekaman tersebut.
Tanaman mempunyai toleransi yang berbeda terhadap cekaman kekeringan
karena perbedaan dalam mekanisme morfologi, fisiologi, biokimia dan molekuler
(Perez dkk, 1996).
Agen penyeleksi yang digunakan untuk mencari varietas yang toleran
terhadap kekeringan adalah berupa senyawa osmotikum. Senyawa osmotikum
(11)
adalah senyawa Polietilena glikol (PEG) (Sutjahjo, 2007). Senyawa PEG dengan
berat molekul 6000 dipilih karena mampu bekerja lebih baik pada tanaman
daripada PEG dengan berat molekul yang lebih rendah
(Michel dan Kaufman, 1973).
Konsentrasi agen penyeleksi mempengaruhi identifikasi sel/jaringan
varian. Konsentrasi yang terlalu rendah akan sulit mengidentifikasi sel/jaringan
varian. Sedangkan konsentrasi yang terlalu tinggi akan menghilangkan
sel/jaringan karena tidak mampu untuk bertahan hidup (Widoretno dkk, 2003).
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
untuk menghasilkan varietas cabai yang toleran terhadap cekaman kekeringan
melalui seleksi in vitro sebagai alternatif dalam budidaya tanaman cabai di daerah
lahan kering karena lebih efisien dan praktis penerapannya.
Tujuan Penelitian
Untuk mendapatkan varietas tanaman cabai merah yang toleran terhadap
kondisi cekaman kekeringan.
Hipotesis Penelitian Kegunaan Penelitian
Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dan sebagai bahan
(12)
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Cabai
Sistematika tanaman cabai dalam botani tanaman yaitu, kingdom: Plantae,
divisio: Spermatophyta, subdivisio: Angiospermae, class: Dycotyledonae,
sub-class: Metachlamydeae, famili: Solanaceae, genus: Capsicum, spesies:
Capsicum annuum L (Nawangsih dkk, 2001).
Famili ini terdiri lebih kurang dari 75 marga (genus) dan 2000 jenis
(spesies), ada yang berbentuk tanaman pendek, tanaman semak perdu atau pohon
kecil. Tanaman ini banyak terdapat di daerah tropis sampai di daerah subtropik
(Pracaya, 1995).
Cabai memiliki akar tunggang, akar cabang serta akar serabut yang
berwarna keputih-putihan yang menyebar ke semua arah hingga kedalaman 30-40
cm. Akar tanaman cabai menyebar, tetapi dangkal. Cabang-cabang akar dan
rambut banyak terdapat di permukaan tanah. Semakin kedalam akar-akat tersebut
semakin berkurang. Ujung akar tanaman cabai hanya dapat menembus tanah
sedalam 30-40 cm (Tjahjadi, 1993).
Batang cabai dibedakan menjadi dua yaitu batang utama dan percabangan
(batang sekunder). Batang utama berwarna coklat hijau, berkayu, panjang antara
20-28 cm dan diameter 15-25 cm. Cabang setiap waktu membentuk cabang baru
yang berpasangan. Antara batang utama dengan cabang membentuk sudut 135⁰ sehingga menyerupai bentuk huruf “Y”. Batang dan percabangan berbentuk
silindris. Percabangan tumbuh dan berkembang baraturan secara
(13)
Daun cabai termasuk daun tunggal sederhana tetapi ada juga yang
berlekuk dangkal sampai dalam dan ada juga yang berlekuk majemuk. Letak daun
bergantian dan tidak mempunyai daun penumpu. Daun cabai umumnya berwarna
hijau muda sampai gelap, tergantung varietas. Daun cabai ditopang oleh tangkai
daun dan memiliki tulang daun menyirip. Daun cabai umumnya berbentuk bulat
telur, lonjong dan oval dengan ujung meruncing tergantung dari jenis dan
varietasnya (Tarigan dan Wiryanta, 2003).
Bunga cabai terbentuk pada ujung ranting. Pada tangkai bunga biasanya
berbentuk ranting yang ujungnya juga terbentuk bunga lain dan seterusnya
demikian sehingga bunga seakan-akan terbentuk pada ketiak daun. Pada
umumnya bunga hanya satu, menggantung, kadang-kadang juga ada yang berdiri,
warna mahkota bunga putih, berbentuk seperti batang bersudut 5-6. Benang sari
berjumlah 5-6 buah, kepala benang sari berwarna kebiruan dan bentuknya
memanjang. Putik berwarna putih atau ungu dan berkepala (Pracaya, 1995).
Berdasarkan bentuk buah, cabai dapat digolongkan dalam tiga tipe yaitu
cabai merah besar, cabai keriting dan cabai paprika. Cabai merah besar buahnya
rata atau halus, agak gemuk, kulit buah agak tebal sedangkan paprika buahnya
berbentuk segi empat panjang atau bel (Santika, 1999).
Bentuk buah bervariasi mulai dari yang panjang lurus hingga mata kail
(lurus dengan ujung agak melengkung sampai melintir). Varietas cabai panjang
lurus adalah Heru, Amando, Hot Chili, Red beauty, Arinbi dan Wonder Hot.
Varietas cabai mata kail contohnya Hot beauty, Long Chili, Passion, dan Hot
(14)
TM-999, cabai semi keriting Ever-Flavor (462) dan Hybrid TM-888 panjang buah
berkisar antara 9-18 cm tergantung pada varietas (Prajnanta, 2003).
Tanaman cabai dikenal sebagai tanaman yang memiliki daya adaptasi
yang luas. Cabai dapat ditanam hampir di semua jenis tanah tipe iklim yang
berbeda. Walaupun demikian, daerah yang paling cocok untuk penanaman cabai
berdasarkan luas areal penanamannya dijumpai pada jenis tanah mediterian dan
aluvial, tipe iklim D3/E3 (0-5 bulan basah dan 4-6 bulan kering) (Santika, 1999).
Suhu paling ideal untuk perkecambahan benih cabai adalah 25-30ºC.
Untuk pertumbuhannya, tanaman cabai memerlukan suhu 24-28ºC. Suhu yang
terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan tanaman. Selain itu pertumbuhan
dan perkembangan bunga dan buah menjadi kurang sempurna
(Tarigan dan Wiryanta, 2003).
Lama penyinaran (fotoperioditas) yang dibutuhkan tanaman cabai antara
10-12 jam penyinaran sehari. Di Indonesia kebutuhan ini akan terpenuhi karena
lama penyinaran di daerah ekuator sekitar 11 jam 56 menit sampai 12 jam 7
menit, sedangkan pada lintang 10º lama penyinaran antara 11 jam 17 menit
sampai 11 jam 33 menit. Cabai termasuk tanaman berhari netral, artinya dapat
berbunga sepanjang tahun baik pada hari-hari pendek maupun hari-hari panjang
(Nawangsih dkk, 2001).
Kelembaban relatif yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman cabai
sekitar 80%. Kandungan air tanah atau kelembaban tanah juga berkaitan dengan suhu tanah yang diperlukan akar tanaman. Pada tanaman cabai suhu tanah selama
(15)
Cabai merah dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun dataran
tinggi pada lahan sawah atau tegalan dengan ketinggian 0-1000 meter di atas
permukaan laut (dpl). Tanah yang baik untuk pertanaman cabai adalah yang
berstruktur remah atau gembur, subur, banyak mengandung bahan organik dengan
pH tanah antara 6-7. Kandungan air tanah juga perlu diperhatikan. Tanaman cabai
yang dibudidayakan di sawah sebaiknya ditanam pada akhir musim hujan,
sedangkan di tegalan ditanam pada musim hujan (Nawangsih dkk, 2001).
Tanaman cabai akan baik pertumbuhannya jika ditanam pada lahan datar
dengan lereng kurang dari 50, drainase baik, tekstur tanah lempung, lempung liat
berpasir, debu, lempung liat berdebu atau lempung berdebu. Kedalaman air relatif
lebih dari 50 cm (Widodo, 2006).
Pengaruh Cekaman Kekeringan Terhadap Tanaman Cabai
Cekaman kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting
yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan tanaman yang menghambat aktivitas
fotosintesis dan translokasi fotosintat selanjutnya mempengaruhi produktifitas
tanaman (Savin dan Nicolas, 1996). Istilah kekeringan ini menunjukkan bahwa
tanaman mengalami kekurangan air akibat keterbatasan air dari lingkungan
tumbuhnya yaitu media tanam. Menurut Bray (1997) cekaman kekeringan yang
biasa disebut drought stress pada tanaman dapat disebabkan oleh dua hal yaitu (1)
kekurangan suplai air di daerah perakaran dan (2) permintaan air yang berlebihan
oleh daun akibat laju evapotranspirasi melebihi laju absorpsi air walaupun
keadaan air tanah tersedia cukup. Pada lahan kering, cekaman kekeringan pada
(16)
Cekaman kekeringan yang dialami tanaman pada setiap periode
pertumbuhan dan perkembangan dapat menurunkan hasil meskipun besar
penurunannya tergantung fase pertumbuhan pada saat terjadi dan lamanya
cekaman. Pada fase pertumbuhan vegetatif, ketersediaan air berpengaruh pada
beberapa asfek fisiologi serta morfologi, antara lain: menurunkan laju kecepatan
fotosintesis dan luas daun. Jika tanaman terkena cekaman kekeringan, potensial
air daun akan menurun, pembentukan klorofil daun akan terganggu dan struktur
kloroplas akan mengalami disintegrasi.
Ditambahkan oleh Sloane dkk (1990) bahwa tanaman pada fase
perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi
cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya bunga, polong, dan biji yang
telah terbentuk. Hal ini berhubungan dengan penurunan kecepatan fotosintesis
akibat keterbatasan ketersediaan air.
Bray (1997) menyatakan respon tanaman terhadap cekaman kekeringan
tergantung pada jumlah air yang hilang, tingkat kerusakan dan lama cekaman
kekeringan juga sangat tergantung pada genotipe tanaman, lama dan jenis
penyebab kehilangan air, umur dan fase perkembangan, tipe organ dan tipe sel
dan bagian-bagian sub seluler. Kehilangan air pada tingkat seluler dapat
menyebabkan perubahan konsentrasi senyawa osmotik terlarut, perubahan volume
sel dan bentuk membran, perubahan gradien potensial air, kehilangan turgor,
kerusakan atau kehancuran integrasi membran dan denaturasi protein. Menurut
Savin dan Nicolas (1996), cekaman kekeringan tidak hanya mengurangi laju
(17)
fotosintesis. Akibat cekaman kekeringan dapat menyebabkan perbedaan
penurunan hasil antara tanaman yang peka, dan juga pada tanaman yang toleran
tetapi berbeda tingkat penurunannya.
Toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan dapat terjadi jika
tanaman dapat bertahan terhadap cekaman yang terjadi dan adanya toleransi atau
mekanisme yang memungkinkan menghindari dampak buruk dari situasi cekaman
tersebut. Karakter morfologi atau fenotipik (secara konvensional) umumnya
digunakan untuk menduga tingkat toleransi tanaman terhadap cekaman
kekeringan yaitu dengan mengamati gejala secara visual di tingkat in vitro
(Hooker dan Thorpe, 1997), maupun di lapang (Vallejo dan Kelly, 1998),
misalnya perkembangan perakaran, gejala layu sebagian atau keseluruhan pada
organ vegetatif atau organ reproduktif, merosotnya hasil panen dan kualitas hasil,
serta ketidaktahanan hasil dalam penyimpanan.
Indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan tajuk sangat peka
terhadap cekaman, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan
perluasan daun, peningkatan penuaan dan perontokan daun, atau keduanya.
Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman air daripada penutupan stomata.
Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan penuaan daun akibat cekaman air
cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah, yang paling kurang aktif
dalam fotosintesis dan dalam penyediaan asimilat, sehingga kecil pengaruhnya
terhadap hasil (Riduan, 2004).
Perlakuan varietas memberikan respon pada kondisi lingkungan sehingga
(18)
pertumbuhan dan produksi tanaman juga dipengaruhi oleh faktor genetis tanaman
itu sendiri (Sutjahjo, 2006).
Tanaman akan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan diluar
dari tingkat optimum dan dapat menyelesaikan hidupnya secara lengkap asalkan
keadaan lingkungan tidak melebihi batas fisiologi proses kehidupan. Tanaman
akan memberikan reaksi (tanggapan) terhadap perubahan lingkungan tersebut.
Pada keadaan lingkungan yang tidak optimum, manipulasi sering dilakukan untuk
menciptakan keadaan lingkungan mendekati keadaan optimum agar kapasitas
genetik yang setinggi mungkin dapat diekspresikan. Manipulasi tersebut dapat
disajikan pada pertumbuhan (Soemartono, 1995).
Tanaman menunjukkan toleransi dengan menciptakan potensial air yang
tinggi, yaitu kemampuan tanaman tetap menjaga potensial jaringan dengan
meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan air. Pada mekanisme ini
tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran,
mengatur stomata, mengurangi absorbsi radiasi surya dengan pembentukan
lapisan lilin atau bulu rambut daun yang tebal, dan menurunkan permukaan
evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta pengurangan luas daun
(Soemartono, 1995).
Seleksi In Vitro Untuk Toleransi Terhadap Cekaman Kekeringan
Pada teknik in vitro, seleksi ketahanan terhadap cekaman abiotik seperti kekeringan, keracunan Al, pH tanah rendah, dan salinitas dapat digabungkan dalam media kultur in vitro dan digunakan untuk menumbuhkan varian somaklon
(19)
kemungkinan akan mempunyai fenotipe yang toleran terhadap kondisi seleksi. Seleksi in vitro lebih efisien karena kondisi seleksi dapat dibuat homogen, tempat yang dibutuhkan relatif sedikit, dan efektifitas seleksi tinggi. Oleh karena itu, kombinasi antara induksi variasi somaklonal dan seleksi in vitro merupakan alternatif teknologi yang efektif dalam menghasilkan individu dengan karakter yang spesifik (Kadir, 2007).
Penggunaan teknik in vitro akan menghasilkan populasi sel varian melalui seleksi pada media yang sesuai. Intensitas seleksi dapat diperkuat dan dibuat lebih homogen. Populasi jaringan atau sel tanaman dapat diseleksi dalam media seleksi sehingga akan meningkatkan frekuensi varian dengan sifat yang diinginkan (Biswan dkk, 2002).
Di Cina dan Korea, kombinasi kultur in vitro dan mutagen fisik
merupakan teknik perbaikan varietas yang diprioritaskan untuk dikembangkan (Yunchang dan Liang, 1997). Dilaporkan bahwa kombinasi kedua perlakuan tersebut lebih efektif dan lebih efisien dibandingkan perlakuan tunggal. Melalui seleksi in vitro telah dihasilkan varietas baru tanaman yang tahan terhadap cekaman biotik dan abiotik dengan sifat yang diwariskan (Remotti dkk, 1995). Beberapa gen seleksi dapat digunakan pada teknik in vitro untuk menghasilkan tanaman yang toleran cekaman abiotik seperti kekeringan, keracunan Al, pH tanah rendah, dan salinitas.
Seleksi in vitro untuk mendapatkan varian yang toleran terhadap
kekeringan dapat menggunakan agen seleksi berupa senyawa osmotik. Senyawa ini dapat mensimulasi kondisi kekeringan di lapangan. Senyawa osmotik yang
(20)
paling banyak digunakan dalam simulasi cekaman kekeringan adalah Polietilena glikol (PEG) ( Dami dan Hughes, 1997). Senyawa PEG bersifat larut dalam air dan dapat menyebabkan penurunan potensial air secara homogen. Besarnya penurunan air sangat bergantung pada konsentrasi dan berat molekul PEG. Keadaan seperti ini dapat dimanfaatkan untuk melakukan simulasi untuk karakter fisiologi sebagai respons terhadap cekaman kekeringan (Richard dkk, 1987).
Polietilena glikol (PEG)
Senyawa Polietilena glikol (PEG) dilaporkan dapat menurunkan potensial
air media untuk mendapatkan tanaman varian yang toleran cekaman kekeringan
dan telah dilakukan pula pada tanaman padi, sorgum, dan anggur
(Adkins dkk, 1995). Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi positif antara
toleransi sel atau jaringan yang dikulturkan in vitro terhadap PEG dengan
toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan di lapangan.
PEG sebagai komponen seleksi pada berbagai jenis tanaman dapat
menurunkan pertumbuhan tanaman sekaligus dapat menghasilkan
genotipe-genotipe baru yang tahan terhadap cekaman kekeringan (Hutami, 2006).
Penggunaan PEG dalam induksi stres/cekaman air pada tanaman sudah
digunakan sejak lama. PEG merupakan senyawa yang stabil, non ionik, polymer
panjang yang larut dalam air dan dapat digunakan dalam sebaran bobot molekul
yang luas. PEG dengan bobot molekul lebih dari 4000 dapat menginduksi stres air
pada tanaman dengan mengurangi potensial air pada larutan nutrisi tanpa
menyebabkan keracunan (Widoretno dkk, 2003). Dengan demikian kerusakan atau
(21)
kekeringan, bukan efek langsung dari senyawa PEG karena senyawa tersebut
tidak diserap oleh tanaman (Dami dan Hughes, 1997).
Kemampuan PEG untuk menurunkan potensial air diharapkan dapat
berfungsi sebagai kondisi selektif untuk menduga reaksi jaringan yang
dikulturkan terhadap cekaman kekeringan dan mengisolasi sel atau jaringan
varian yang mempunyai fenotipe cekaman toleran (Widoretno dkk, 2003).
Sel-sel kalus atau eksplan yang mati dalam kultur in vitro yang
mengandung PEG bukan disebabkan oleh PEG yang diabsorsi ke dalam sel atau
jaringan tanaman melainkan disebabkan oleh pengaruh penurunan potensial air
dalam media kultur sehingga menyebabkan tanaman mengalami stres/cekaman
karena kekurangan air. Dengan demikian eksplan atau kalus yang mampu
bertahan hidup pada konsentrasi PEG tertentu, dimana kalus yang lain tidak lagi
mampu bertahan (mati), mengindikasikan bahwa kalus tersebut mempunyai sifat
(22)
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan UPT Balai Benih
Induk (BBI) Johor, Dinas Pemrov-Sumatera Utara, yang dimulai pada bulan
Desember 2011 sampai dengan April 2012.
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji tanaman
cabai dari varietas TM-999, Hot Beauty, Lado dan Laris. Bahan untuk media
meliputi larutan MS+BAP+NAA, NaOH 1 N dan HCl untuk menaikkan dan
menurunkan pH, PEG 6000 sebagai agen seleksi, dan aquades. Bahan sterilisasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah alkohol 70% ,deterjen, kloroks, dan
desil water.
Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, Laminar Air Flow Cabinet
(LAF), botol kultur, erlenmeyer, pipet skala, gelas ukur, pH meter, skalpel,
gunting, bunsen, timbangan analitik, hot plate, batang pengaduk, lemari es, kertas
milimeter, pinset, cawan petri, oven, aluminium foil dan alat-alat lainnya yang
(23)
Metode Penelitian
Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial
dengan dua Faktor, yaitu :
Faktor 1: Tingkat konsentrasi Pemberian PEG dengan 5 taraf :
P0 = 0
P1 = 5%
P2 = 10%
P3 = 15%
P4 = 20%
Faktor 2: Varietas Cabai, yaitu :
V1 : Varietas TM-999 (keriting hibrida)
V2 : Varietas Hot Beauty (semi keriting hibrida)
V3 : Varietas Lado (besar hibrida)
V4 : Varietas Laris (lokal)
Kombinasi perlakuan ada 20, yaitu:
P0V1 P1V1 P2V1 P3V1 P4V1
P0V2 PIV2 P2V2 P3V2 P4V2
P0V3 P1V3 P2V3 P3V3 P4V3
P0V4 P1V4 P2V4 P3V4 P4V4
Jumlah ulangan : 4 ulangan
Jumlah Kombinasi : 20 kombinasi
Jumlah Tanaman/botol : 3 tanaman
(24)
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam model linier sebagai berikut:
Yij = µ + αi + βj + (αβ)ij + εij i = 1,2,3,4,5 j = 1,2,3,4
Dimana:
Yij = Hasil pengamatan dari konsentrasi PEG pada taraf ke-i dan varietas pada
taraf ke-j
µ = Nilai tengah
αi = Efek dari konsentrasi PEG pada taraf ke-i βj = Efek Varietas pada kategori ke-j
(αβ)ij = Interaksi antara konsentrasi PEG pada taraf ke-i dengan varietas pada kategori ke-j
εijk = Galat dan konsentrasi PEG pada taraf ke-i dengan varietas pada kategori ke-j
Jika perlakuan berpengaruh nyata maka dilanjutkan dengan uji beda rataan
menggunakan uji DMRT (Duncan Multiple Range Test) pada taraf uji α = 5% (Steel dan Torrie, 1995).
(25)
PELAKSANAAN PENELITIAN Sterilisasi Alat
Sterilisasi bermanfaat untuk membersihkan seluruh alat-alat yang
digunakan dalam kultur jaringan sehingga terbebas dari hal-hal yang dapat
menimbulkan kontaminasi. Alat-alat tersebut dicuci dengan deterjen, kemudian
dibilas dengan air, setelah itu dikeringkan. Kemudian alat seperti skalpel, pipa
skala, pinset dan cawan petri dibungkus dengan kertas, sedang untuk erlenmeyer
dan gelas ukur permukaannya ditutup dengan aluminium foil. Setelah itu, semua
botol kultur dan alat-alat dimasukkan ke dalam autoklaf pada tekanan 17,5 psi,
dengan suhu 1210c selama 60 menit. Kemudian alat-alat tersebut dimasukkan ke
dalam oven kecuali botol kultur.
Pembuatan Media
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah Murashige dan Skoog (MS), dimana proses pembuatan media ini dengan memipet larutan Stok
Murashige dan Skoog kedalam erlenmeyer (lampiran 7), kemudian ditambahkan
myoinositol 0,1 g/l, sukrosa 30 g/l, 30 ml iron, 15 ml vitamin, BAP 1 mg/l, NAA
0,5 mg/l dan penambahan PEG 6000 dengan konsentrasi sesuai perlakuan
(lampiran 8) , kemudian dilarutkan kedalam aquades dan dimasukkan kedalam
larutan media. Volume ditetapkan dengan menambah aquades sampai 3 liter.
Kemasaman diukur dengan pH meter yaitu 5,8 (menggunakan NaOH 1 N dan
HCL 1 N) untuk menaikkan dan menurunkan pH. Sebagai pemadat digunakan
agar 7 g/l dan dipanaskan diatas hot plate sampai agar melarut dan homogen
(26)
Selanjutnya media di sterilkan di dalam autoklaf pada suhu 1210c dengan tekanan
17,5 psi selama 30 menit.
Aplikasi PEG
Aplikasi PEG dilakukan pada saat pembuatan media. Larutan PEG
dimasukkan ke dalam campuran media MS sesuai dengan masing-masing
perlakuan yang berbeda.
Dalam pembuatan larutan PEG, terlebih dahulu menghitung berapa gram
PEG yang dibutuhkan dalam perlakuan. Kemudian membuat larutan PEG dengan
konsentrasi 0, 5%, 10%, 15% dan 20%.
Menurut Michael dan Kaufman (1973) dalam penentuan pengenceran larutan PEG 6000 mengikuti rumus sebagai berikut:
V1.M1 = V2.M2
Dengan:
V = Volume (ml)
M = Konsentrasi PEG
Sebelum melakukan pengenceran larutan PEG, terlebih dahulu membuat
larutan stok (larutan induk) PEG 6000 yaitu dengan membuat larutan PEG 20%
dibutuhkan sebanyak 20 gram PEG 6000 kemudian dilarutkan ke dalam 80 ml
Aquades. Larutan stok ini yang akan diencerkan menjadi beberapa konsentrasi
(Lampiran 8).
Sterilisasi Biji
Bahan tanam yang digunakan diambil dari biji tanaman cabai. Biji
(27)
deterjen selama 15 menit lalu dibilas dengan air. Biji yang telah dibersihkan
disterilisasi dengan menggunakan alkohol 70% selama 20 detik kemudian
disterilisasi dengan menggunakan kloroks sebanyak tiga kali dengan konsentrasi
dan waktu yang berbeda-beda. Yang pertama biji dicampur dengan kloroks 20%
kemudian digoncang-goncang selama 20 menit lalu dibersihkan dengan air.
Selanjutnya yang kedua, biji dicampur dengan kloroks 15% digoncang selama 15
menit dan yang terakhir dicampur dengan kloroks 5% digoncang selama 5 menit.
Setelah itu biji dibersihkan sebanyak lima kali dengan menggunakan desil water.
Penanaman Biji
Biji ditanam pada media MS cair [MS + BAP 1 mg/l + NAA 0.5 mg/l +
Sukrosa 30 g/l+ agar 7 g/l dan pH 5.8] dengan penambahan PEG 6000 dengan
konsentrasi 0, 5%, 10%, 15% dan 20% yang masing-masing memberikan
tekanan osmotik dalam media sebesar 0, -0.19, -0.41 dan -0.67 Mpa
(Mexal dkk, 1975).
Penanaman biji dilakukan di LAF yang telah disterilkan dengan alkohol
70%. Biji yang sudah steril diletakkan di cawan petri. Diambil botol media lalu di
dekatkan dengan api bunsen kemudian biji ditanam ke dalam botol media sesuai
dengan perlakuan, setiap botol media terdapat 3 biji. Setelah itu botol media
ditutup dan dikembalikan ke dalam ruang kultur.
Pemeliharaan
Botol-botol yang telah ditanami dengan biji diletakkan pada rak-rak kultur
di dalam ruang kultur, setiap hari disemprot dari umur 1 MST-16 MST dengan
(28)
Parameter Pengamatan Persentase Planlet Hidup (%)
Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah
planlet yang hidup.
Persentase planlet hidup = Jumlah planlet yang hidup x 100%
Jumlah planlet seluruhnya
Waktu Muncul Akar (hari)
Pengamatan dilakukan setiap hari mulai dari penanaman biji sampai
muncul akar dengan melihat akar yang muncul.
Waktu Muncul Tunas (hari)
Pengamatan dilakukan setiap hari mulai dari penanaman biji sampai
muncul tunas dengan melihat tunas yang muncul.
Tinggi Tanaman (cm)
Diukur pada akhir penelitian dengan menggunakan kertas milimeter mulai
dari pangkal batang sampai ujung batang tertinggi.
Jumlah Daun (lembar)
Dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah daun yang
terdapat pada planlet.
Jumlah Akar (helai)
Dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung jumlah akar yang
(29)
Panjang akar (cm)
Diukur pada akhir penelitian dengan menggunakan kertas milimeter mulai
dari tempat munculnya akar (pangkal) sampai ujung akar tertinggi.
Indeks Sensitivitas Kekeringan (S)
Toleransi cabai terhadap cekaman kekeringan dinilai dengan indeks
kepekaan terhadap cekaman (S) (Fisher dan Maurer, 1978; Riduan, 2004) dengan
rumus:
S = (1-YD/YP)
D
Dengan
YD : hasil pada kondisi cekaman kekeringan
YP : hasil pada kondisi optimal
D : Intensitas kekeringan
= 1-(rata-rata hasil YD semua varietas)/(rata-rata hasil YP semua varietas)
Tanaman cabai dikatakan Toleran terhadap cekaman kekeringan jika
(30)
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian PEG berpengaruh nyata
terhadap tinggi tanaman, waktu muncul akar, waktu muncul tunas, jumlah daun,
jumlah akar dan panjang akar , tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase
planlet hidup.
Perlakuan varietas cabai berbeda nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah
daun dan panjang akar, tetapi tidak berbeda nyata terhadap persentase planlet
hidup, waktu muncul akar, waktu muncul tunas dan jumlah akar.
Interaksi antara Pemberian PEG dan Varietas berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar, tetapi tidak
berpengaruh nyata terhadap persentase planlet hidup, waktu muncul akar dan
waktu muncul tunas.
Persentase Planlet Hidup (%)
Data pengamatan persentase planlet yang hidup disajikan pada lampiran 9.
Perlakuan PEG dan varietas serta interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata
terhadap persentase planlet yang hidup (%).
Rataan persentase planlet yang hidup (%) pada perlakuan pemberian PEG
(31)
Tabel 1. Persentase planlet yang hidup (%) pada perlakuan pemberian PEG dan varietas
Varietas
Konsentrasi PEG
P0 P1 P2 P3 P4 Rataan
V1 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 V2 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 V3 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 V4 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 Rataan 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Dari Tabel dapat dilihat bahwa persentase planlet yang hidup sama pada
semua perlakuan yaitu 100%. Perlakuan pemberian PEG tidak menyebabkan
kematian pada tanaman karena PEG bersifat inert artinya tidak ada reaksi
berbahaya dalam tubuh tanaman, tidak dapat diserap oleh tanaman dan tidak
merusak jaringan tanaman.
Waktu Muncul Akar (hari)
Hasil pengamatan waktu muncul akar ditampilkan pada lampiran 10
sedangkan daftar sidik ragam dapat dilihat pada lampiran 11. Dari daftar sidik
ragam dapat dilihat bahwa perlakuan varietas dan interaksi antara pemberian PEG
dengan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap waktu muncul akar, tetapi
pemberian PEG berpengaruh nyata terhadap waktu muncul akar.
Rataan waktu muncul akar (hari) pada perlakuan pemberian PEG dan
(32)
Tabel 2. Waktu muncul akar (hari) pada perlakuan pemberian PEG dan varietas
Varietas
Konsentrasi PEG
P0 P1 P2 P3 P4 Rataan V1 3,41 3,08 4,00 5,00 5,83 4,26 V2 4,42 3,41 3,83 5,67 5,25 4,51 V3 3,75 3,58 3,92 5,25 6,08 4,52 V4 3,67 4,25 3,92 5,17 6,17 4,63
Rataan 3,81 c 3,58 d 3,92 c 5,27 b 5,83 a 4,14
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%
Hasil pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa perlakuan pemberian PEG
berpengaruh nyata terhadap waktu muncul akar, dimana rataan waktu muncul
akar tercepat terdapat pada perlakuan P1 (3,81 hari) dan paling lama pada
perlakuan P4 (5,83 hari). Waktu pembentukan akar tercepat terdapat pada
kombinasi perlakuan P1V1 dan terlambat pada kombinasi perlakuan P4V4.
Dari uji beda rataan pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa perlakuan P4
berbeda nyata dengan P1, P2, dan P3, tetapi P0 berbeda tidak nyata dengan P2.
Waktu Muncul Tunas (hari)
Data pengamatan waktu muncul tunas ditunjukkan pada lampiran 12
sedangkan daftar sidik ragamnya disajikan pada lampiran 13. Sidik ragam
menunjukkan bahwa perlakuan varietas dan interaksi antara pemberian PEG
dengan varietas tidak berpengaruh nyata terhadap waktu muncul tunas, tetapi
pemberian PEG berpengaruh nyata terhadap waktu muncul tunas.
Rataan waktu muncul tunas (hari) pada perlakuan pemberian berbagai
(33)
Tabel 3. Waktu muncul tunas (hari) pada perlakuan pemberian PEG dan varietas
Varietas
Konsentrasi PEG
P0 P1 P2 P3 P4 Rataan
V1 5,00 5,25 5,90 5,83 6,25 5,65
V2 5,08 5,08 5,65 5,50 6,23 5,51
V3 5,30 5,15 5,73 5,80 6,40 5,68
V4 5,00 5,08 5,83 5,90 6,65 5,69
Rataan 5,09 c 5,14 c 5,78 b 5,76 b 6,38 a 5,44
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa perlakuan pemberian PEG berpengaruh
nyata terhadap waktu muncul tunas, dimana rataan waktu muncul tunas tercepat
terdapat pada perlakuan P0 (5,09 hari) dan paling lama pada perlakuan P4
(6,38 hari). Waktu pembentukan tunas tercepat terdapat pada kombinasi perlakuan
P0V1 dan P0V4, sedangkan pembentukan tunas terlambat terdapat pada
kombinasi perlakuan P4V4.
Dari hasil uji beda rataan dapat dilihat bahwa perlakuan P4 berbeda nyata
dengan P0, P1, P2 dan P3, sedangkan perlakuan P0 berbeda tidak nyata dengan P1
dan perlakuan P2 berbeda tidak nyata dengan P3.
Tinggi Tanaman (cm)
Data pengamatan tinggi tanaman ditunjukkan pada lampiran 14 dan
analisis sidik ragamnya dapat dilihat pada lampiran 15. Sidik ragam menunjukkan
bahwa pemberian berbagai konsentrasi PEG dan perlakuan varietas serta interaksi
keduanya berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman.
Rataan tinggi tanaman (cm) dengan perlakuan pemberian berbagai
(34)
Tabel 4. Tinggi tanaman (cm) pada perlakuan pemberian PEG dan varietas
Varietas
Konsentrasi PEG
P0 P1 P2 P3 P4 Rataan
V1 15.70a 13.20b 10.03bcd 10.53bc 10.93bc 12.08
V2 11.02bc 10.07bcd 7.32e 11.44b 7.26e 9.42
V3 7.53e 10.57bc 11.46b 11.12bc 10.92bc 10.32
V4 8.02e 9.17d 11.32b 11.24b 9.16d 9.78
Rataan 10.56 10.75 10.03 11.08 9.57 10.61
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%
Pemberian PEG dan varietas cabai serta interaksi keduanya berpengaruh
nyata terhadap tinggi tanaman cabai. Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa penurunan
tinggi tanaman yang terbesar akibat cekaman kekeringan terjadi pada cabai
varietas V1 (TM-999) yaitu dari tinggi tanaman sebesar 15,70 cm (P0V1)
menjadi 10,03 cm (P2V2) tetapi untuk tinggi tanaman terjadi pengecualian
dimana cabai varietas Lado dan Laris terjadi peningkatan tinggi tanaman dari 7,53
cm (P0V3) menjadi 11,46 (P2V3) untuk varietas Lado dan dari 8,02 cm (P0V4)
menjadi 11,32 cm (P2V4) untuk varietas Laris.
Dari hasil uji beda rataan diketahui bahwa kombinasi perlakuan P0V1
berbeda nyata dengan semua kombinasi perlakuan.
Jumlah Daun (lembar)
Hasil pengamatan jumlah daun disajikan pada lampiran 16 dan analisis
sidik ragamnya disajikan pada lampiran 17, yang memperlihatkan bahwa
pemberian berbagai konsentrasi PEG dan varietas yang berbeda serta interaksi
keduanya berpengaruh nyata terhadap jumlah daun.
Rataan jumlah daun (lembar) dengan perlakuan pemberian berbagai
(35)
Tabel 5. Jumlah daun (lembar) pada perlakuan pemberian PEG dan varietas
Varietas
Konsentrasi PEG
P0 P1 P2 P3 P4 Rataan
V1 12,58 cde 16,83 b 11,58 def 6,33 ij 4,08 kl 10,28
V2 18,56a 10,08 fg 10,00 fg 6,08 j 3,92 l 9,73
V3 13,15 cd 8,91 gh 3,83 hi 7,00 ij 7,75 hi 8,13 V4 16,33 b 13,67 c 11,33 ef 5,58 jk 3,91 l 10,16 Rataan 15,15 12,37 9,18 6,25 4,91 10,74
Keterangan : angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada baris dan kolom yang sama berbeda nyata menurut uji Duncan pada taraf 5%
Pemberian PEG dan varietas cabai serta interaksi keduanya berpengaruh
nyata terhadap jumlah daun, dengan jumlah daun terbanyak pada kombinasi
perlakuan P0V2 (PEG 0%+varietas Hot beauty) yaitu 18,56 lembar dan terendah
pada kombinasi perlakuan P2V3 (PEG 10%+varietas Lado) yaitu 3,83 lembar
(Gambar 1).
Dari Tabel dapat dilihat bahwa penurunan jumlah daun terbesar terjadi
pada varietas Hot beauty (V2) yaitu dari 18,56 lembar (0% PEG) menjadi 3,92
lembar (20% PEG). Penurunan jumlah daun terendah terjadi pada varietas Lado
(V3) yaitu dari 13,15 lembar (0% PEG) menjadi 7,75 lembar (20% PEG).
Dari hasil uji beda rataan diketahui bahwa interaksi P0V2 berbeda nyata
(36)
Gambar 1. a Jumlah A Da analisis si analisis si dan intera berbeda ny Ra dilihat pad
Tabel 6. Ju
Varietas V1 V2 V3 V4 Rataan Keterangan
a. Jumlah daun b. jumlah dau
Akar (helai)
ata hasil p
idik ragam
dik ragam m
aksi keduan
yata pada p
ataan jumla
da Tabel 6.
umlah akar P0 14.41f 15.08f 13.66f 13.16f 14.08 : angka-angk berbeda
n cabai terban un cabai terend
) enelitian ju rataan pan memperliha nya berpeng erlakuan va
ah akar pad
(helai) pad P1 20.83e 20.50e 17.83e 17.58e 19.18
ka yang diikut a nyata menuru
a
nyak pada perl dah pada perla
umlah akar njang akar atkan bahwa garuh nyata arietas. da perlakua da perlakuan Konsentras P2 ef 19.75e ef 20.75e ef 22.25d ef 21.17 20.98
ti oleh huruf y rut uji Duncan
lakuan pembe akuan pember r ditampilk dapat dilih a pemberian a terhadap an pemberia n pemberian si PEG P3 ef 23.42c ef 25.83 def 40.08 e 24.66 8 28.5 yang berbeda n pada taraf 5%
rian PEG dan rian PEG dan
kan pada la
hat pada lam
n berbagai k
jumlah ak
an PEG dan
n PEG dan v
P4 cde 29.00 3c 34.0 8a 32.7 6c 22.83 0 29.6
pada baris da % b n varietas varietas ampiran 18 mpiran 19. konsentrasi kar, namun an varietas varietas 4 Rata 0bc 21.4 8b 23.2 5b 25. 3d 19. 66 20.
an kolom yang
8 dan Data i PEG tidak dapat aan 48 25 31 88 68 g sama
(37)
Int
meningkat
PEG+Var
terendah p
yaitu 13,1
Gambar 2. a
Panjang a
Da
analisis si
bahwa pe
PEG dan v
Ra dapat dilih teraksi anta tkan juml ietas Lado) pada kombin
6 helai (Ga
a. Jumlah akar b. jumlah aka
akar (cm)
ata hasil pe
idik ragam
rlakuan pem
varietas ber
ataan panjan
hat pada Tab
ara pemberi
lah akar,
) menghasil
nasi perlaku
ambar 2)
r cabai terbany ar cabai terend
engamatan p
dapat dilih
mberian PE
rpengaruh n
ng akar (cm
bel 7.
ian berbaga
dengan
lkan jumlah
uan P0V3 (
yak pada perla dah pada perla
panjang ak
hat pada la
EG dan var
nyata terhad
m) dengan p a
ai konsentra
kombinasi
h akar terba
Tanpa pemb akuan pember akuan pember kar ditampil ampiran 21. rietas serta ap panjang perlakuan p
asi PEG da
perlakuan
anyak yaitu
berian PEG
rian PEG dan ian PEG dan v
lkan pada l
Sidik raga
interaksi a
akar. emberian P an varietas n P3V3 40,08 hela G+Varietas L varietas varietas lampiran 20 am menunju antara pemb
PEG dan va nyata (15% ai dan Laris) 0 dan ukkan berian arietas b
(38)
Tabel 7. P Varietas V1 V2 V3 V4 Rataan Keterangan: Pe berpengar perlakuan pada perla Pe 4,91 cm varietas L
Gambar 3. a
Indeks Se
Be
dihitung d
Panjang akar
s P0
4,91j 6,71hi 6,91hi 8,07gh 6,65 : angka-angka berbeda n emberian be
ruh nyata te
P4V4 (20
akuan P0V1
ertambahan
(0% PEG)
aris yaitu d
a. Panjang aka b. panjang ak
ensitivitas K
erdasarkan
dari semua v
r (cm) pada
P1 6,30i 8,08gh 8,65g h 8,13gh 7,79
a yang diikuti nyata menurut
erbagai kons
erhadap pan
%PEG+Va
1 (0% PEG+
panjang aka
menjadi 2
ari 8,07 cm
ar cabai terting kar cabai teren
Kekeringan hasil perhi variabel pen a perlakuan Konsentra P2 13,3 h 16,76 11,2 h 15,26 14,1
i oleh huruf y t uji Duncan p
sentrasi PEG
njang akar
arietas Laris
+Varietas T
ar yang terb
20,73 cm (2
m (0% PEG)
ggi pada perla ndah pada perl
n (S) itungan ind ngamatan (p a pemberian asi PEG
2 P
5e 16, 6cd 16,6
6f 18, 6d 17,7 15 17
yang berbeda p pada taraf 5%
G dan varie
dengan pa
s) yaitu 21
TM-999) yai besar terjadi 20% PEG) menjadi 21 akuan pemberi lakuan pembe deks sensiti persentase p
PEG dan va
P3 P
,08d 20 64cd 20 ,70a 20 72bc 21 7,28 20
pada kolom d
etas serta int
anjang akar
,13 cm dan
itu 4,91 cm
i pada varie
dan terend
1,13 cm (20%
ian PEG dan v rian PEG dan
ivitas keker planlet hidup arietas P4 Ra 0,73a 12 0,35a 13 0,89a 13 ,13a 14 0,77 11
dan baris yang
teraksi kedu
r tertingggi
n yang tere
(Gambar 6) etas TM-999 dah terjadi % PEG). varietas n varietas ringan (S)
up, waktu m
b ataan 2,27 3,71 3,28 4,06 1,47 g sama uanya pada endah ). 9 dari pada yang uncul b
(39)
akar, waktu muncul tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar dan panjang
akar) diperoleh hasil bahwa varietas Hot Beauty dan varietas Lado termasuk ke
dalam kategori varietas toleran sedangkan untuk varietas TM-999 dan varietas
Laris termasuk ke dalam varietas yang peka terhadap cekaman pemberian PEG.
Nilai indeks sensitivitas dari beberapa varietas cabai yang diuji dapat
dilihat pada Tabel 8 dan penentuan tingkat toleransi masing-masing varietas dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 8. Nilai Indeks Sensitivitas Kekeringan (S) pada berbagai variabel pengamatan
Varietas Nilai S
Pph Wma Wmt Tt Jd Ja Pa
TM-999 0 1,5 1,2 1,45 0,49 0,8 1,4
Hot
beauty 0 0,15 0,8 1 1,02 0,9 1,03
Lado 0 1 0,5 -2,3 1 1,08 0,9 Laris 0 1,5 1,38 -6 1,45 1,2 0,74
Ket: Pph=Persentase planlet hidup, Wma=Waktu muncul akar, Wmt=Waktu muncul tunas, Tt=Tinggi tanaman, Jd=Jumlah daun, Ja=Jumlah akar, Pa=Panjang akar.
Tabel 9. Penentuan tingkat toleransi pada berbagai variabel pengamatan
Varietas
Respon
Tingkat Toleransi
Pph Wma Wmt Tt Jd Ja Pa
TM-999 T P P P T T P Peka
Hot
beauty T T T M M T M
Toleran
Lado T M T T M M T Toleran
Laris T P P T P P T Peka
Ket: Pph=Persentase planlet hidup, Wma=Waktu muncul akar, Wmt=Waktu muncul tunas, Tt=Tinggi tanaman, Jd=Jumlah daun, Ja=Jumlah akar, Pa=Panjang akar
(40)
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa nilai indeks sensitivitas dari varietas
TM-999 untuk variabel pengamatan tinggi tanaman, waktu muncul akar, waktu
muncul tunas, dan panjang akar adalah >1,10 yang menunjukkan bahwa varietas
TM-999 memiliki respon peka pada variabel pengamatan tersebut, sementara
untuk variabel pengamatan persentase planlet hidup, jumlah daun dan jumlah akar
menunjukkan respon yang toleran. Varietas Hot beauty menunjukkan respon
toleran pada parameter persentase planlet hidup, waktu muncul akar, waktu
muncul tunas, dan jumlah akar sedangkan pada parameter tinggi tanaman, jumlah
daun dan panjang akar menunjukkan respon moderat. Pada varietas Lado respon
toleran dihasilkan pada parameter persentase planlet hidup, waktu muncul tunas,
tinggi tanaman dan panjang akar sedangkan respon moderat dihasilkan pada
parameter waktu muncul akar, jumlah daun dan jumlah akar. Respon toleran pada
varietas Laris dihasilkan pada parameter persentase planlet hidup, tinggi tanaman
dan panjang akar sedangkan pada parameter waktu muncul akar, waktu muncul
tunas, jumlah daun dan jumlah akar memberikan respon yang peka.
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa dari keempat varietas yang diuji (TM-999,
Hot beauty, Lado, Laris) diperoleh dua varietas yang toleran terhadap cekaman
kekeringan dengan pemberian PEG yaitu varietas Hot beauty dan varietas Lado,
sementara varietas TM-999 dan varietas Laris termasuk varietas peka terhadap
(41)
Pembahasan
Pengaruh Pemberian PEG Terhadap Ketahanan Tanaman Cabai Pada Kondisi Cekaman Kekeringan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, secara statistik diperoleh bahwa
perlakuan pemberian berbagai konsentrasi PEG berpengaruh nyata terhadap
waktu muncul akar, waktu muncul tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
akar, dan panjang akar, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap persentase planlet
yang hidup.
Pemberian PEG tidak berpengaruh terhadap persentase planlet hidup
karena PEG bersifat inert, artinya tidak bersifat racun bagi tanaman dan tidak
menyebabkan kematian pada tanaman. Penggunaan PEG dalam induksi
stres/cekaman air pada tanaman sudah digunakan sejak lama. PEG merupakan
senyawa yang stabil, non ionik, polymer panjang yang larut dalam air dan dapat
digunakan dalam sebaran bobot molekul yang luas. PEG dengan bobot molekul
lebih dari 4000 dapat menginduksi stress air pada tanaman dengan mengurangi
potensial air pada larutan nutrisi tanpa menyebabkan keracunan (Widoretno dkk,
2003). Dengan demikian kerusakan atau kematian tanaman pada simulasi
menggunakan PEG diyakini sebagai efek kekeringan, bukan efek langsung dari
senyawa PEG karena senyawa tersebut tidak diserap oleh tanaman (Dami dan
Hughes, 1997).
Pemberian PEG pada tanaman cabai memperlambat waktu muncul akar
dan waktu muncul tunas, hal ini dikarenakan PEG mempunyai kemampuan sifat
(42)
mengetahui efek kekeringan terhadap pertumbuhan kapas digunakan larutan
Polietilena glikol (PEG) 6000 sebagai induksi stress air. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa konsentrasi 40 g/l PEG, mampu menurunkan daya
perkecambahan kapas. Krizek (1985) menjelaskan lebih lanjut bahwa pengaruh
cekaman kekeringan pada pertumbuhan vegetatif terutama pada areal penurunan
perluasan area daun dan pertumbuhan tunas baru.
Cekaman kekeringan yang dialami beberapa varietas cabai menyebabkan
komponen pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman dan jumlah daun
menurun dibandingkan pertumbuhan tanaman pada kondisi optimum. Luasnya
respons tanaman terhadap cekaman kekeringan, memperlihatkan bahwa toleransi
terhadap cekaman kekeringan dikendalikan secara poligenik dan terekspresi
secara fenotipik melalui adaptasi morfologis dan fisik (Gupta 1997). Penurunan
tinggi tanaman merupakan salah satu mekanisme tanaman memberikan respon
pada cekaman kekeringan.
Akibat pemberian PEG menyebabkan jumlah daun cabai menurun dan
menunjukkan gejala layu sementara dibandingkan tanaman pada kondisi
optimum. Dengan munculnya gejala layu pada daun, maka tanaman tersebut
dianggap telah mengalami cekaman kekeringan dan diharapkan akan
mengekspresikan semua kemampuannya secara genetik untuk mengatasi dampak
negatif dari cekaman kekeringan yang terjadi. Titik kritis pengaruh cekaman
kekeringan adalah kelayuan, yaitu suatu gejala defisit yang terjadi jika besarnya
transpirasi melampaui laju penyerapan air yang dilakukan akar, sehingga dapat
(43)
mengalami kelayuan sebagai respons terhadap defisit air. Besarnya pengaruh
kelayuan terhadap pertumbuhan tanaman sangat tergantung pada jumlah air yang
hilang, laju dan lamanya kondisi cekaman.
Indeks luas daun yang merupakan ukuran perkembangan tajuk sangat peka
terhadap cekaman, yang mengakibatkan penurunan dalam pembentukan dan
perluasan daun, peningkatan penuaan dan perontokan daun, atau keduanya.
Perluasan daun lebih peka terhadap cekaman air daripada penutupan stomata.
Selanjutnya dikatakan bahwa peningkatan penuaan daun akibat cekaman air
cenderung terjadi pada daun-daun yang lebih bawah, yang paling kurang aktif
dalam fotosintesa dan dalam penyediaan asimilat, sehingga kecil pengaruhnya
terhadap hasil (Riduan, 2004).
Pemberian berbagai konsentrasi PEG pada tanaman cabai meningkatkan
jumlah dan panjang akar. Nurita dan Toruan (2004) menyatakan bahwa diantara
metabolisme tanaman diatas cekaman air ini adalah terjadinya perubahan
morfologi dan fisiologi tanaman. Perubahan morfologi yaitu perakaran
berkembang lebih cepat, terutama ke arah bawah menyebabkan nisbah akar
mengecil. Tanaman meningkatkan kemampuan penghisapan air dari lapisan tanah
yang lebih dalam sementara transpirasi dari bagian atas tanaman menurun. Riduan
(2004) menambahkan bahwa tanaman menunjukkan toleransi dengan
menciptakan potensial air yang tinggi, yaitu kemampuan tanaman tetap menjaga
potensial jaringan dengan meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan
air. Pada mekanisme ini tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan
(44)
pembentukan lapisan lilin atau bulu rambut daun yang tebal, dan menurunkan
permukaan evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta pengurangan luas
daun. Jones (1991) mengungkapkan bahwa peningkatan volume dan panjang akar
merupakan salah satu mekanisme tanaman untuk mengatasi cekaman kekeringan.
Pengaruh Varietas Cabai Terhadap Ketahanan Pada Kondisi Cekaman Kekeringan
Dari hasil analisis secara statistik diperoleh bahwa perlakuan varietas
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun dan panjang akar. Hal
ini diduga disebabkan adanya perbedaan genetik pada masing-masing varietas,
dimana varietas Hot Beauty, TM-999 dan Lado termasuk varietas hibrida
sedangkan varietas Laris merupakan varietas non hibrida (lokal).
Perlakuan varietas memberikan respon pada kondisi lingkungan sehingga
menunjukkan pengaruh yang sangat nyata. Di samping faktor lingkungan,
pertumbuhan dan produksi tanaman juga dipengaruhi oleh faktor genetis tanaman
itu sendiri (Somaatmadja ,1985).
Cekaman kekeringan secara umum berdampak negatif terhadap
pertumbuhan cabai. Akibat pengurangan pemberian air menyebabkan komponen
pertumbuhan vegetatif seperti tinggi tanaman dan jumlah daun cabai menurun
dibandingkan pertumbuhan tanaman pada kondisi optimum. Masing masing
varietas cabai memberikan tanggapan yang berbeda-beda terhadap kondisi
cekaman kekeringan. Penurunan tinggi tanaman yang terbesar akibat cekaman
kekeringan terjadi pada cabai varietas TM-999 yaitu dari tinggi tanaman pada
perlakuan tanpa pemberian PEG sebesar 15,70 cm menjadi 10,03 cm pada
(45)
dimana cabai varietas Lado dan Laris terjadi peningkatan tinggi tanaman dari
7,53 pada perlakuan tanpa pemberian PEG menjadi 11,46 pada pemberian PEG
10% untuk varietas Lado dan dari 8,02 cm pada perlakuan tanpa pemberian PEG
menjadi 11,32 cm pada perlakuan pemberian PEG 10% untuk varietas Laris.
Cekaman kekeringan yang dialami beberapa varietas cabai juga
menyebabkan jumlah daun menurun dibandingkan tanaman pada kondisi
optimum. Penurunan jumlah daun terbesar terjadi pada varietas Hot beauty yaitu
18,56 lembar pada perlakuan tanpa pemberian PEG menjadi 3,92 lembar pada
perlakuan pemberian PEG 20% . Penurunan jumlah daun terendah terjadi pada
varietas Lado yaitu dari 13,15 lembar pada perlakuan tanpa pemberian PEG
menjadi 7,75 lembar pada perlakuan pemberian PEG 20%. Luasnya respon
tanaman terhadap cekaman kekeringan, memperlihatkan bahwa toleransi terhadap
cekaman kekeringan dikendalikan secara poligenik dan terekspresi secara
fenotipik melalui adaptasi morfologis dan fisik (Gupta,1997).
Cekaman kekeringan pada tanaman cabai meningkatkan pertambahan
jumlah akar dan panjang akar. Peningkatan jumlah akar terbesar pada varietas
cabai terjadi pada varietas Lado yaitu dari 13,66 helai menjadi 40,08 helai dan
terendah terjadi pada varietas TM-999 yaitu dari 14,41 helai menjadi 29 helai.
Pertambahan panjang akar yang terbesar terjadi pada varietas TM-999 dari
4,91 cm pada perlakuan PEG 0% menjadi 20,73 cm pada perlakuan pemberian
PEG 20% dan terendah terjadi pada varietas Laris yaitu dari 8,07 cm pada
perlakuan PEG 0% menjadi 21,13 pada perlakuan pemberian PEG 20%. Setiap
(46)
berbeda-beda terhadap faktor lingkungannya. Berdasarkan hukum toleransi yang
telah dikemukakan oleh Shelford (1913), bahwa untuk setiap faktor lingkungan
suatu jenis mempunyai suatu kondisi minimum dan maksimum yang dapat
dipikulnya. Diantara kedua harga ekstrim ini merupakan kisaran toleransi dan
termasuk kondisi optimum. Jadi, suatu organisme tertentu yang memiliki kisaran
toleransi lebar mampu beradaptasi pada lingkungan kurang menguntungkan.
Kemampuan beradaptasi yang tinggi disebabkan oleh faktor genetik. Faktor
genetik pada akhirnya diekspresikan dalam bentuk fenotipnya (Ishartati, 2003).
Tanaman akan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan diluar
dari tingkat optimum dan dapat menyelesaikan hidupnya secara lengkap asalkan
keadaan lingkungan tidak melebihi batas fisiologi proses kehidupan. Tanaman
akan memberikan reaksi (tanggapan) terhadap perubahan lingkungan tersebut.
Pada keadaan lingkungan yang tidak optimum, manipulasi sering dilakukan untuk
menciptakan keadaan lingkungan mendekati keadaan optimum agar kapasitas
genetik yang setinggi mungkin dapat diekspresikan. Manipulasi tersebut dapat
disajikan pada pertumbuhan (Sitompul dan Guritno, 1995).
Tanaman menunjukkan toleransi dengan menciptakan potensial air yang
tinggi, yaitu kemampuan tanaman tetap menjaga potensial jaringan dengan
meningkatkan penyerapan air atau menekan kehilangan air. Pada mekanisme ini
tanaman mempunyai kemampuan untuk meningkatkan sistem perakaran,
mengatur stomata, mengurangi absorbsi radiasi surya dengan pembentukan
(47)
evapotranspirasi melalui penyempitan daun serta pengurangan luas daun (Rita,
2005).
Dari indeks kepekaan terhadap cekaman (S) yang dihitung berdasarkan
semua variabel pengamatan (Persentase planlet hidup, waktu muncul akar, waktu
muncul tunas, tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar)
mengindikasikan diantara empat varietas yang telah diuji bahwa varietas Hot
beauty dan Lado tergolong toleran terhadap cekaman kekeringan sedangkan
varietas TM-999 dan Laris tergolong varietas peka.
Sifat toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan pada umumnya
dikendalikan secara genetik dengan melibatkan banyak gen (bersifat kuantitatif),
karena tanaman akan menginduksi beberapa gen yang berhubungan dengan
cekaman kekeringan untuk mengantisipasi dampak yang ditimbulkan akibat
cekaman tersebut.
Interaksi Pemberian PEG dan Varietas Terhadap Ketahanan Tanaman Cabai Pada Kondisi Cekaman Kekeringan
Dari hasil analisis secara statistik diperoleh bahwa interaksi antara
pemberian PEG dan Varietas berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah
daun, jumlah akar dan panjang akar.
Cekaman kekeringan yang diberikan pada tanaman cabai disimulasikan
dengan menggunakan PEG. PEG digunakan untuk memodifikasi potensial
osmotik suatu larutan nutrisi kultur dan menyebabkan kekurangan air pada
tanaman (Blum,1997). Karena semakin besar konsentrasi PEG yang digunakan
(48)
proses metabolisme (Husni dkk, 2003). Pemberian PEG diharapkan dapat
membentuk varietas tanaman cabai yang toleran terhadap cekaman kekeringan.
Penurunan jumlah daun dan pertambahan jumlah akar dan panjang akar
pada setiap varietas sebenarnya bukanlah akibat pengaruh PEG secara langsung,
karena PEG bersifat inert artinya tidak ada reaksi berbahaya dalam tubuh
tanaman. Hal ini justru disebabkan oleh pengaruh penurunan potensial air dalam
media kultur sehingga menyebabkan tanaman mengalami stress/cekaman karena
kekurangan air. Beberapa penelitian sebelumnya melaporkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi PEG dalam kultur in vitro, semakin menekan pertumbuhan.
(Kong, 1998).
PEG sebagai komponen seleksi pada berbagai jenis tanaman dapat
menurunkan pertumbuhan tanaman sekaligus dapat menghasilkan genotip-genotip
baru yang tahan terhadap cekaman kekeringan (Hutami, 2006). Senyawa PEG
dilaporkan dapat menurunkan potensial air untuk mendapatkan tanaman varian
yang toleran cekaman kekeringan dan telah dilakukan pula pada tanaman
padi,sorgum, dan anggur (Adkins dkk, 1995). Hasil penelitian menunjukkan
adanya korelasi positif antara toleransi sel atau jaringan yang dikulturkan In-Vitro
terhadap PEG dengan toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan di
lapangan.
Menurut Soemartono (1995), mekanisme tanaman yang tahan atau toleran
terhadap kekeringan dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: 1) Avoidance
(menghindar), apabila stress yang eksternal ini mampu dicegah atau diturunkan
(49)
tidak dapat menimbulkan tegangan, 2) Tolerance (menenggang), bila stress dapat
masuk ke dalam jaringan tetapi tanaman mampu mencegah atau mengurangi
terjadinya tegangan atau dapat memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh
tegangan, dan 3) Escape (lolos), dalam hal ini sebenarnya tanaman tidak tahan
tetapi karena tidak ada stress selama daur hidup tanaman karena umur pendek atau
karena adanya plastisitas perkembangan sehingga stress tidak terjadi bersamaan
(50)
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Pemberian PEG mempengaruhi pertumbuhan tanaman cabai, ditunjukkan
dengan memperlambat waktu muncul akar dan waktu muncul tunas,
menurunkan tinggi tanaman dan jumlah daun serta meningkatkan jumlah
dan panjang akar.
2. Masing-masing varietas memiliki respon yang berbeda terhadap cekaman
akibat pemberian PEG karena sifat toleransi tanaman terhadap cekaman
kekeringan pada umumnya dikendalikan secara genetik.
3. Interaksi antara pemberian PEG dan varietas berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah akar dan panjang akar.
4. Dari seleksi in vitro yang dilakukan dengan menggunakan agen penyeleksi
Polietilena glikol (PEG) dihasilkan dua varietas yang toleran terhadap
kondisi cekaman kekeringan yaitu varietas Hot beauty dan Lado,
sedangkan varietas TM-999 dan Laris adalah varietas yang peka terhadap
kondisi cekaman kekeringan.
Saran
Dalam penanaman cabai di lahan kering sebaiknya menggunakan varietas
Hot beauty dan varietas Lado karena merupakan varietas toleran terhadap kondisi
(51)
DAFTAR PUSTAKA
Adkins SW, Kunanuvatchaidah. R, dan Godwin. ID. 1995. Somaclonalm variation in rice drought tolerance and other agronomi characters. Aust.J.Bot
Biswan, B., Chowdhurry, A. Bhattacharya, and B. Mandal. 2002. In vitro
screening for increasing drought tolerance in rice. In vitro Cell. Dev. Biol-Plant
Blum, A.1997. Use of PEG to Induce And Control Plant Water Deficit In
Experimental Hydroponics Culture, online (http://www.plantstress.com/methods/PEG.htm)
Badan Pusat Statistik [BPS]. 2009. Production of Vegetables in Indonesia. www.bps.go.id/sector/agri/horti.htm
Bray EA. 1997. Plant responses to water defisit. Trend in Plant Science
Dami I, Hughes HG. 1997. Effect of PEG-induced water stress on in vitro hardening of ‘valliant’ grape. Plant Cell Tiss Org Cult
Direktur Bina Program Tanaman Pangan. 2009. Luas Panen, Produksi, dan Rata-rata Hasil Tanaman Pangan dan Hortikultura di Indonesia. Departemen Pertanian. Jakarta
Fernández, M. 1998. Effects OF Drought (Water Stress) On Growth And Photosynthetic Capacity Of Cotton (Gossypium hirsutum L.), online (http://www.mcmaster.ca/inabis98/cellbio/fernandez-onde0711/two.html)
Gupta, US. 1997. Crop Improvement Stress Tolerance.Vol. 2. Science Publisher, Inc. USA
Hooker TS, Thorpe TA. 1997. Effect of water deficit stress on the developmental growth of excised tomato roots cultured in vitro. In vitro Cell. Dev. Biol. Plant
Ishartati, E. 2003. Pendugaan Parameter Genetik Ketahanan Tanaman Kenaf (Hibiscus cannabinus L.) Terhadap Cekaman Kekeringan Dan Penerapannya Dalam Pemuliaan Tanaman.Program Pascasarjana Brawijaya. Malang
(52)
Kadir, A. 2007. Induksi Variasi Somaklon melalui Iradiasi Sinar Gama dan
Seleksi In Vitro untuk Mendapatkan Tanaman Nilam Toleran terhadap
Cekaman Kekeringan. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
Kong L, Attree SM, Fowke LC. 1998. Effects of Polyethylene Glycol and methylglyoxal bis (guanylhydrazone) on endogenus polyamine levels and somatic embryo maturation in white spruce (Picea glauca). Plant Sci
Krizek, D.T.1985. Methods of inducing water stress in plant. Hort. Sci
Lawyer, D.W. 1970. Absorption of polyethilene glicol by plants enther effect on plant growth. New Physiol
Mexal J, Fisher JT, Osteryoung J, Patrick Reid CP, 1975. Oxygen Availibility in Polyethylene glicol solutions and Its Implication in Plant –water Relation. Plant physiol
Michel BE, Kaufmann MR. 1973. The osmotic potential of Polyethylene glycol 6000. Plant Physiol
Murashige T, Skoog F. 1962. A revised medium for rapid growth and bioassay with tobacco tissue culture. Physiologia Plantarum
Nawangsih, A.A., H.P. Imdad, dan A. Wahyudi, 2001. Cabai Hot Beauty. Penebar Swadaya, Jakarta
Nurita dan Toruan.2004. Pengaruh Kondisi Penyimpanan terhadap Kandungan Metabolik dan Viabilitas Serat Batang. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman serat
Perez, Molphe, Balch EM. 1996. Effects of water stress on plant growth and root proteins in three cultivars of rice (Oryza sativa) with different levels of drought tolerance. Physiol Plant
Pracaya, 1995. Bertanam Lombok. Kanisius, Yogyakarta
Prajnanta. 2003. Mengatasi Masalah Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta
Prajnanta, F. 2005. Kiat Sukses Bertanam Cabai di Musim Hujan. Seri Agrisukses. Penebar Swadaya. Jakarta
Remotti, P.C., H.J.M. Loffer, and L. Van Vloten- Doting. 1995. Selection of cell lines and regeneration of plants resistant to fusaric acid from Gladiolus grandiflorus cv. Peter Pears. Euphytica
(53)
Richard, R.A., C.W. Denett, C.O. Qualset, E. Edstein, J.D. Norlyn, and M.D. Winslow. 1987. Variation in yield of grain and biomass in wheat, barley and tricale in a salt-affected fuclid. Field Crops Res. 15: 227
Riduan A, Sudarsono. 2004. Toleransi kultivar kacang tanah terhadap stres kekeringan pada fase vegetatif serta kandungan prolin dan gula total daun, di dalam: Sudarsono, Aswidinnoor H, Widodo (ed) Rekayasa genetika dan seleksi in vitro untuk mendapatkan plasma nutfah kacang tanah dengan novel characters – toleran stres kekeringan dan resisten penyakit busuk batang Sclerotium
Rita, F. 2005. Perkecambahan dan Anatomi Akar Beberapa Varietas Kedelai Berdaya Hasil Tinggi Terhadap Cekaman Kekeringan Dengan Menggunakan PEG
6000.Universitas Brawijaya. Malang
Santika, Adhi. 1999. Agribisnis Cabe, Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta
Savin R, Nicolas ME. 1996. Effect of short periods of drought and high temperature on grain growth and starch accumulation of two malting barley cultivas. Aust. J. Plant Physiol
Setiadi. 2004. Bertanam cabai. Penebar Swadaya. Jakarta
Sloane RJ, Patterson RP, Carter TE. 1990. Field drought tolerance of a soybean plant introduction. Crop Sci
Soemartono. 1995. Cekaman Lingkungan Tantangan Pemuliaan Tanaman Masa Depan. Prosiding Simposium Pemuliaan Tanaman III Komda. Jawa timur
Steel, R. G. D dan J. H. Torry, 1995. Prinsip Dan Prosedur Statistika. PT. Gramedia. Jakarta
Suardi, D. 2000. Kajian Metode Skrining Padi Tahan Kekeringan, online
(www.biogenonline.com)
Sunaryo W. 2002. Regenerasi dan evaluasi variasi somaklonal kedelai (Glycine max (L) Merr.) hasil kultur jaringan serta seleksi terhadap cekaman kekeringan menggunakan simulasi polyethilene glycol (PEG). [Tesis]. Institut Pertanian Bogor
Surasana, E.S. 1990. Pengantar Ekologi Tumbuhan. ITB. Bandung
Sutjahjo, S.H. 2006. Seleksi in vitro untuk ketenggangan terhadap Al pada empat genotipe jagung. Jurnal Akta Agraria
(54)
Suwandi, Nani Sumarni, dan Farid A. Bahar. 1995. Aspek Agronomi Cabai. Dalam: Agribisnis Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta
Tarigan, S. dan W.Wiryanta. 2003. Bertanam cabai Hibrida Secara Intensif. Agromedia Pustaka. Jakarta
Tjahjadi. 1993. Bertanam Cabai. Penerbit Kanisius. Jogjakarta
Vallejo, P.R. dan J.D. Kelly. 1998. Traits related to drought resistance in common bean. Euphytica
Widodo, T., 2006. Pupuk: Kontroversi Seputar Pupuk & Pemupukan Tanaman. http://www.kebonkembang.com/mod.php?mod=publisher&op=viewarticle &artid=14
Widoretno wahyu, E. Guhaedja, S.Ilyas dan Sudarsono, 2003. Efektivitas polietilen glikol untuk mengevaluasi tanggapan genotipe kedelai terhadap cekaman kekeringan pada fase perkecambahan.jurnal hayati
Winarso PA. 1992. Evaluasi musim kemarau dan antisipasi musim kemarau 1992 wilayah musim Indonesia. Lokakarya Kiat menghadapi kemungkinan musim kemarau panjang 1992 untuk budidaya perkebunan. AP3I, Perhimpi dan BMG, 19-20 Februari 1992. Bandung
Yamaguchi-Shinozaki, K. dan K. Shinozaki. 1994. A novel cis-acting element in an arabidopsis gene is involved in responsiveness to drought, low temprature, or hight salt stress. The Plant Cell
Yunchang, L. and Q. Liang. 1997. A review and prospect of mutation breeding of
oil crops in China. Proc. Seminar on Mutation Breeding in Oil and
Industrial Crops for Regional Nuclear Cooperation in Asia. RDA, STA. Most and JAIF. Suwon, Korea, 12−18 October 1997
Zhang ZH. 1989. The practicability of anther culture breeding in rice. In A Mujeeb-Kazi, LA Stich (eds). Review of Advances in Plant Biotechnology, 1985-88. Intternasional Maize and Wheat Improvement Center- International Rice Research Institute
(55)
Lampiran 1. Bagan penelitian
Ulangan I Ulangan II Ulangan III Ulangan IV
P2V1 P1V1
P2V1
P2V1 P2V1
P1V1
P3V1
P0V1
P1V1
P0V1 P0V1
P1V1
P0V1
P3V1
P3V1 P3V1
P4V1 P4V1 P4V1 P4V1
P0V2 P0V2 P0V2 P0V2
P1V2 P1V2 P1V2 P1V2
P2V2 P2V2 P2V2 P2V2
P3V2 P3V2 P3V2 P3V2
P4V2 P4V2 P4V2 P4V2
P0V3 P2V1 P2V1 P2V1
P1V3
P2V3
P3V3
P4V3
P0V4
P1V4
P2V4
P3V4
P1V3 P1V3 P1V3
P2V3 P2V3 P2V3
P3V3 P3V3 P3V3
P4V3 P4V3 P4V3
P0V4 P0V4 P0V4
P1V4 P1V4 P1V4
P2V4 P2V4 P2V4
(56)
Lampiran 2. Jadwal Kegiatan Penelitian
No Jenis Kegiatan Minggu Penelitian
1 2 3 4 6 8 12 16 18 20
1. Sterilisasi alat X 4. Pembuatan
media
X
5. Aplikasi PEG X
6. Sterilisasi eksplan
X
7. Penanaman eksplan
X
8. Pemeliharaan X X X X X X
Pengamatan Parameter
9. Persentase eksplan yang hidup (%)
X
11. Waktu inisiasi akar (hari)
X X X X X X X
12. Waktu inisiasi tunas (hari)
X X X X X X X
13. Tinggi tanaman (cm)
X
14. Jumlah daun (lembar)
X
15. Jumlah akar (helai)
X
16. Panjang akar (cm)
X
17. Indeks sensitivitas kekeringan (S)
(57)
(58)
49
Lampiran 3. Deskripsi Tanaman Cabai Varietas TM-999
Tinggi tanaman : ±110 cm
Umur berbunga : ± 35 hari
Umur panen : ± 90 hari
Kerapatan kanopi : ± sangat kompak
Warna batang : hijau dengan garis ungu tua pada ruas ruas batang
Ukuran daun : panjang: ±7 cm, lebar: ± 3 cm
Warna daun : hijau
Warna kelopak bunga : hijau muda Warna tangkai bunga : hijau Warna mahkota bunga : putih
Warna kotak sari : ungu
Jumlah kotak sari : 6-7
Warna kepala putik : kuning Jumlah helai mahkota : 5-6
Bentuk buah : bulat panjang dengan ujung lancip Ukuran buah : panjang ± 20 cm, diameter ± 0,8 cm
Permukaan kulit buah : halus mengkilap dan lapisan kutikula tebal dan keriting
Tebal kulit buah : ± 0,09 cm
Warna buah muda : hijau muda
Warna buah tua : merah cerah
Berat buah : ± 8 gr
Rasa : pedas
Berat tanaman : ± 2 kg
Hasil : ± 25 ton/ha
Keterangan : beradaptasi baik di dataran sedang dan tinggi dengan elevasi 500-1500 m dpl (Santika, 1999)
(59)
Lampiran 4. Deskripsi Tanaman Cabai Varietas Hot Beauty
Batang : batang utama berwarna cokelat hijau, berkayu, Panjang antara 20-28 cm dengan diameter 1,5- 2,5 cm
Daun : berwarna hijau, tulang daun menyirip
dilengkapi urat daun, helaian daun bagian bawah berwarna hijau terang, sedangkan permukaan atasnya berwarna hijau tua
Bunga : tanaman terus menerus berbunga, bunga
menggantung. Panjang bunga 1-1,5 cm pada saat diameter mencapai 2 cm. Panjang tangkai bunga 1-2 cm, mahkota bunga berwarna putih dan memiliki 6 kelopak bunga
Buah : rasa pedas, panjang buah berkisar antara 9-15 cm, diameter 1-1,75 cm
Pertumbuhan : merupakan cabai yang memiliki kemampuan dalam beradaptasi dengan lingkungan cukup tinggi. Dapat dipanen 75-80 HST dengan interval panen 1-2 hari sekali
Produksi : berat buah/pohon : 1,6-2 kg/tanaman Berat/buah : 7,5-15 g/buah
(60)
51
Lampiran 5. Deskripsi Tanaman Cabai Varietas Lado
Adaptasi lingkungan : beradaptasi baik pada dataran rendahsampai tinggi
Kerebahan : tanaman tegar dan tahan rebah
Kemurnian : 99%
Daya tumbuh : 85%
Tinggi tanaman : mencapai 100-140 cm
Tipe buah : kriting
Diameter buah : 0,9 cm
Panjang buah : 14,5 cm
Potensi hasil : 0,6-0,8 kg/tanaman
Warna buah : buah muda berwarna hijau dan matang merah menyala kelihatan selalu segar
Umur panen : 110-115 HST
Umur berbunga : 60-75HST
Ketahanan terhadap OPT : toleran sampai tahan
Daya simpan : lama dan tahan transportasi jauh
Rasa : pedas
(61)
Lampiran 6. Deskripsi Tanaman Cabai Varietas Laris
Batang : batang utama berwarna cokelat hijau, berkayu, panjang antara 25-32 cm dengan diameter 1,5-3 cm
Daun : berwarna hijau, tulang daun menyirip dilengkapi urat daun, helaian daun bagian bawah berwarna hijau terang, sedangkan permukaan atasnya berwarna terang
Bunga : tanaman terus menerus berbunga, bunga
menggantung. Panjang bunga 1-2 cm. Mahkota bunga berwarna putih dan memiliki kelopak bunga
Buah : rasa pedas, panjang, kecil dan kriting. Panjang buah berkisar antara 9-25 cm, diameter 1-1,5cm Pertumbuhan : merupakan cabai yang memiliki kemampuan
dalam beradaptasi dengan lingkungan tumbuh cukup tinggi. Dapat dipanen 75-85 HST dengan interval panen 10-13 kali
Produksi : berat buah/pohon : 1-1,5 kg/tanaman berat buah : 4-4,5 g/buah
(62)
53
Lampiran 7. Komposisi media murashige dan skoog (MS)
Stok Senyawa Pemakaian per liter media (mg/l) A B C D E F
NH4NO3 KNO3 KH2PO4 H3BO3 KI
Na2MoO4.2H2O CoCl2.6H2O CaCl2.2H2O MgSO4.7H2O MnSO4.4H2O ZnSO4.7H2O CuSO4.5H2O Na2EDTA FeSO4.7H2O
1.650,000 1.900,000 170,000 6,200 0,830 0,250 0,025 440,000 370,000 22,300 8,600 0,025 37,300 27,800 Myo-inositol Glisin Niasin Piridoksin-HCl Tiamin-HCl 100,000 2,000 0,500 0,500 0,100 Sukrosa Agar 30.000,000 7.000,000
(63)
Lampiran 8. Tabel Pengenceran PEG Menjadi 5 Konsentrasi
V2 Volume (ml)
M2 (%)
V1 Volume (ml)
M1 (%)
Penambahan air (ml)
100 0 0 20 100 100 50 25 20 75 100 10 50 20 50 100 15 75 20 25 100 20 100 20 0
Perhitungan Konsentrasi Larutan PEG - Larutan stok ( larutan induk)
Larutan 20% PEG = 20 gr PEG + 80 ml aquades
- Konsentrasi PEG 0% V1.M1= V2.M2 V1.20 = 100.0 V1.20 = 0 V1 = 0/20 V1 = 0
Jadi penambahan air adalah 100-0=100 ml
- Konsentrasi PEG 0% V1.M1= V2.M2 V1.20 = 100.5 V1.20 = 500
V1 = 500/20 = 25 ml
Jadi penambahan air adalah 100-25=75 ml
(64)
55
V1.20 = 100. 10 V1.20 = 1000 V1 = 1000/20 V1 = 50 ml
Jadi penambahan air adalah 100-50 = 50 ml
- Konsentrasi PEG 15% V1.M1 = V2.M2 V1.20 = 100. 15 V1.20 = 1500 V1 = 1500/20 V1 = 75 ml
Jadi penambahan air adalah 100-75 = 25 ml
- Konsentrasi PEG 20% V1.M1 = V2.M2 V1.20 = 100. 20 V1.20 = 2000 V1 = 2000/20 V1 = 100 ml
(1)
Lampiran 18. Data pengamatan Jumlah akar (helai)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV
P0V1
16.66 17.00 13.66 10.33 57.65 14.41P0V2
16.33 15.66 20.00 8.33 60.32 15.08P0V3
17.33 14.66 11.66 11.00 54.65 13.66P0V4
15.33 15.33 13.33 8.66 52.65 13.16P1V1
21.00 19.33 20.66 22.33 83.32 20.83P1V2
21.00 18.66 21.33 21.00 81.99 20.50P1V3
18.66 14.66 19.33 18.66 71.31 17.83P1V4
17.00 15.33 17.33 20.66 70.32 17.58P2V1
21.33 19.66 18.66 19.33 78.98 19.75P2V2
22.00 21.00 18.66 21.33 82.99 20.75P2V3
24.00 23.66 21.00 20.33 88.99 22.25P2V4
21.66 21.00 21.00 21.00 84.66 21.17P3V1
23.00 22.33 27.33 21.00 93.66 23.42P3V2
25.66 27.66 25.66 24.33 103.31 25.83P3V3
41.66 41.33 39.33 38.00 160.32 40.08P3V4
24.33 22.33 25.33 26.66 98.65 24.66P4V1
32.00 25.66 26.66 31.66 115.98 29.00P4V2
40.33 31.66 33.66 30.66 136.31 34.08P4V3
39.00 33.00 28.00 31.00 131.00 32.75P4V4
23.33 19.66 24.33 24.00 91.32 22.83Total 481.61 439.58 446.92 430.27 1798.38
Rataan 24.08 21.98 22.35 21.51 22.48
Lampiran 19. Daftar sidik ragam Jumlah akar (helai)
SK db JK KT F hit. Ket F.05
Perlakuan 19 3832.513 201.711 19.24 * 1.8
P 4 2743.833 685.958 65.45 * 2.6
lin 1 2621.809 2621.809 250.14 * 4.0
kwad 1 5.271 5.271 0.50 tn 4.0
Sisa 2 116.754 58.377 5.57 * 3.2
V 3 327.530 109.177 10.42 * 2.8
P*V 12 761.150 63.429 6.05 * 2.0
Galat 41 429.74 10.48
Total 79 4262.249
FK = 40,427.13
(2)
Lampiran 20. Data pengamatan Panjang akar (cm)
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III IV
P0V1
5.56 3.36 5.53 5.20 19.65 4.91P0V2
6.56 6.56 6.83 6.90 26.85 6.71P0V3
6.43 6.06 7.56 7.60 27.65 6.91P0V4
7.06 6.53 8.06 10.63 32.28 8.07P1V1
6.50 5.63 6.40 6.66 25.19 6.30P1V2
7.60 7.70 8.43 8.60 32.33 8.08P1V3
8.96 8.70 8.20 8.73 34.59 8.65P1V4
10.10 7.20 7.06 8.16 32.52 8.13P2V1
11.76 12.20 14.16 15.26 53.38 13.35P2V2
13.60 15.36 19.26 18.80 67.02 16.76P2V3
9.13 10.46 13.60 11.83 45.02 11.26P2V4
11.13 15.56 18.20 16.13 61.02 15.26P3V1
15.86 14.63 14.90 18.94 64.33 16.08P3V2
16.33 16.60 17.86 15.76 66.55 16.64P3V3
16.76 20.56 19.73 17.73 74.78 18.70P3V4
17.43 17.63 19.80 16.03 70.89 17.72P4V1
23.03 21.43 19.36 19.10 82.92 20.73P4V2
20.96 20.40 20.06 19.96 81.38 20.35P4V3
23.00 19.93 19.66 20.96 83.55 20.89P4V4
21.80 20.90 20.93 20.90 84.53 21.13Total 259.56 257.40 275.59 273.88 1066.43
Rataan 12.98 12.87 13.78 13.69 13.33
Lampiran 21. Daftar sidik ragam Panjang akar (cm)
SK db JK KT F hit. Ket F.05
Perlakuan 19 2471.023 130.054 38.14 * 1.8
(3)
Lampiran
22. Gamba
ar foto tanam
man
(4)
(5)
(6)