Tumpeang Sebagai Solusi Ketergantungan terhadap Tepung Terigu
PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
TUMPEANG SEBAGAI SOLUSI KETERGANTUNGAN
TERHADAP TEPUNG TERIGU
BIDANG KEGIATAN:
PKM GAGASAN TERTULIS
Diusulkan oleh:
Monica Agustina Ameliawati
C34090014
(2009, Ketua Kelompok)
Eko Suryanto
G24090054
(2009, Anggota Kelompok)
Daniel Rolas Surung N.
G84080012
(2008, Anggota Kelompok)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
i
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan
2.
3.
4.
5.
: Tumpeang sebagai Solusi Ketergantungan terhadap
Tepung Terigu
BidangKegiatan
: PKM-GT
Bidang Ilmu : Teknologi dan Rekayasa
a. Nama Lengkap
: Monica Agustina A.
b. NIM
: C34090014
c. Jurusan
: Teknologi Hasil Perairan
d. Universitas/Institut
: Institut Pertanian Bogor
e. Alamat Rumah dan No. Telp./HP
: Desa Turus, Kec. Polanharjo
Klaten/ 085640960974
f. Alamat Email
: [email protected]
Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis
: 2 orang
Dosen Pembimbing
a. Nama Lengkap dan Gelar
: Megawati Simanjuntak,
SP, M.Si.
b. NIP
: 19720311200501 2 002
c. Alamat Rumah dan No.Telp/HP
: Jln. Anggrek Blok C/31
Perum Alam Sinarsari
Dramaga Bogor 16680
/ 081310870695
Bogor, 26 Maret 2010
Menyetujui,
Wakil Direktur
Tingkat Persiapan Bersama
Ketua Kelompok
Dr.Ir. Eko Sri Wiyono
NIP. 19691106199702 1 001
Monica Agustina Ameliawati
NIM. C34090014
Wakil Rektor Bidang Akademik
dan Kemahasiswaan
Dosen Pendamping
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP. 19581228 198503 1 003
Megawati Simanjuntak, SP. M.Si.
NIP.19720311200501 2 002
ii
KATA PENGANTAR
Segenap puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan karya tulis yang berjudul “TUMPEANG SEBAGAI SOLUSI
KETERGANTUNGAN TERHADAP TEPUNG TERIGU.”
Karya tulis ini ditujukan untuk mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa
Gagasan Tertulis (PKM-GT) 2010 yang diadakan oleh DIKTI. Melalui karya tulis
ini, penulis ingin memberikan solusi terhadap permasalahan pertanian yang
difokuskan pada bidang pengolahan hasil pangan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami
sampaikan kepada Ibu Megawati Simanjuntak SP, M.Sc.selaku dosen
pendamping yang telah memberikan banyak bimbingan dan arahan kepada kami
dalam penyusunan karya tulis ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan pada
kami.
Kami menyadari terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi,
ilustrasi, contoh, dan sistematika penulisan dalam pembuatan karya tulis ini. Oleh
karena itu, saran dan kritik dari para pembaca yang bersifat membangun sangat
kami harapkan. Besar harapan kami karya tulis ini dapat bermanfaat baik bagi
kami sebagai penulis dan bagi pembaca pada umumnya terutama bagi dunia
pertanian Indonesia.
Bogor, 26 Maret 2010
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul …………………………………………………...………………. i
Lembar Pengesahan ……………………………………………………...……… ii
Kata Pengantar ……………………………………………………….......……... iii
Daftar Isi ……………………………………………………………….......…… iv
Daftar Tabel ………………………………………………………….……...…... v
Ringkasan …………………………………………………………….…..…….. vi
Pendahuluan …..…………………………………………………………...……. 1
Latar Belakang ……………………………………..….………………...…… 1
Tujuan dan Manfaat ………………………………….....………………...….. 2
Gagasan .……………………………………………………………………...…. 2
Ketergantungan terhadap Tepung Terigu …………………………….…........ 2
Rebung …………………………………………….....…………………...….. 3
Tepung Rebung …………………………………….....……………………… 4
Langkah Strategis dan Pihak Terkait …………...….……………………...…. 6
Kesimpulan ……………………………………………………...…...………….. 7
Daftar Pustaka …………………………………………………...……...……….. 8
Daftar Riwayat Hidup ………………………………………...………….……… 9
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Komposisi Rebung Bambu ……………………………………………. 4
Tabel 2: Komposisi Asam Organik dalam Rebung …………………………….. 4
Tabel 3: Komposisi Gula dalam Rebung ……………………………….………. 4
v
RINGKASAN
Kebiasaan masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi berbagai bentuk
makanan yang terbuat dari tepung terigu sebagai bahan pangan dalam kehidupan
sehari-hari menimbulkan ketergantungan negara Indonesia untuk terus
mengimpor gandum dari negara lain. Impor gandum yang selalu bertambah
jumlahnya setiap tahun, tentunya akan menguras devisa negara dan sangat
berbahaya bagi ketahanan pangan nasional. Selain itu, akhir-akhir ini, keputusan
pemerintah yang memutuskan untuk melakukan penghentian subsidi terhadap
impor gandum tentunya sangat merugikan kosumen, yaitu masyarakat Indonesia
sendiri. Dengan adanya penghentian subsidi untuk mengimpor gandum tentunya
mengakibatkan harga tepung terigu melonjak. Untuk itu, negara ini sedang butuh
sebuah solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Solusi terbaru yang kami
usulkan yaitu tepung rebung.
Saat ini, rebung hanya dijadikan sebagai bahan sayuran ataupun lauk pauk.
Padahal, banyak sekali potensi rebung yang belum termanfaatkan secara
maksimal. Rebung memiliki kandungan nutrisi yang beragam, khususnya
kandungan karbohidratnya yang cukup dominan dan memiliki tekstur yang renyah
sehingga sangat cocok untuk dijadikan tepung. Selain itu, ketersediaan jumlah
rebung yang banyak dan dapat ditemukan dengan mudah di seluruh daerah di
Indonesia sangat mendukung sekali jika rebung dimanfaatkan untuk dijadikan
sebuah produk pangan yang sangat sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia,
yaitu tepung. Alasan yang mendukung rebung untuk dijadikan tepung juga karena
harga rebung itu sendiri yang sangat terjangkau untuk segala kalangan dan
tanaman bambu yang mudah untuk ditanam.di seluruh daerah di Indonesia.
Pembuatan tepung rebung itu sendiri sangatlah efektif dan efisien serta
relatif mudah. Cara-caranya sama seperti membuat tepung pada umumnya, yaitu
adanya proses penyortiran, penyetrilan, pemotongan, pengeringan, penggilingan,
pengayakan pada hasil gilingan, dan pengemasan. Untuk mensosialisasikan
tepung rebung kepada masyarakat dibutuhkan beberapa langkah agar tujuan dari
adanya inovasi tepung rebung ini dapat tercapai. Langkah-langkah itu adalah
diadakannya seminar kepada khalayak luas tentang peranan tepung rebung
sebagai salah satu alternatif solusi untuk meminimalisasikan ketergantungan
negara Indonesia akan impor gandum serta mengoptimalkan potensi rebung itu
sendiri. Selain itu dibutuhkan adanya pensosialisasian secara langsung kepada
masyarakat tingkat bawah terutama untuk para pengangguran di Indonesia.
Adanya inovasi tepung rebung ini diharapkan dapat membuka peluang lapangan
pekerjaan yang baru yang belum banyak dikembangkan di Indonesia sehingga
dengan adanya tepung rebung ini dapat mengurangi angka pengangguran di
Indonesia. Kita juga perlu bekerja sama dengan pihak-pihak yang terkait seperti
Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta
perusahaan-perusahaan pengolahan pangan untuk membantu mensosialisasikan
tepung rebung tersebut.
vi
LAMPIRAN
Foto
Gambar 2: Impor Tepung Terigu
Gambar 1: Tepung Terigu
Gambar 4: Rebung setelah
dikupas
Gambar 3: Rebung Bambu
Gambar 6: Gulai Rebung
Gambar 5: Lumpia Khas
Semarang
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kita tentunya mengetahui bahwa negara Indonesia sangat bergantung
kepada produksi tepung sebagai sumber pangan. Berbagai macam tepung yang
dikonsumsi masyarakat Indonesia di antaranya, tepung terigu, tepung tapioka, dan
tepung maizena. Namun, dari berbagai macam tepung yang ada, tepung terigulah
yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kini, tepung terigu
bisa dikatakan sebagai makanan pokok kedua setelah beras. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik (2009), dalam lima tahun terakhir tepung terigu telah
menjadi sumber karbohidrat kedua terbesar setelah beras. Hal itu bisa dilihat dari
kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi gandum sebagai karbohidrat praktis,
mudah didapat, dan terjangkau. Tepung terigu memberi kontribusi rata-rata 14,26
% sebagai sumber karbohidrat, di bawah beras yang mencapai 79,62 %. Tepung
terigu dapat diolah menjadi berbagai macam bentuk, seperti mie, roti, kerupuk,
dan bentuk makanan lainnya dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia untuk
sarapan, makan siang, cemilan, maupun makan malam. Bahkan bagi sebagian
masyarakat, mie instan pun dikonsumsi sebagai ”lauk” selain ikan, ayam, daging
sapi, telur, tempe, tahu, dan lain-lain.
Tepung terigu terbuat dari gandum dan perlu kita ketahui bahwa gandum
bukan tanaman tropis yang dikembangkan di Indonesia, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan pangan kita akan tepung terigu, kita mengimpor gandum
dari negara lain. Sungguh ironis, permintaan tepung terigu yang berasal dari
gandum tersebut terus meningkat setiap tahunnya. Padahal, hampir 100 % bahan
bakunya masih diimpor. Badan Pusat Statistik (2008) mengatakan Indonesia
menduduki peringkat ke-6 importir gandum terbesar di dunia setelah Brasil,
Mesir, Iran, Jepang, dan Algeria. Konsumsi tepung terigu nasional pada tahun
2007 mencapai 4,77 juta ton. Total kebutuhan tepung terigu sebesar itu setara
dengan 4,5 juta hingga 5 juta ton biji gandum yang seluruhnya masih harus
diimpor, dalam kurun waktu 10 tahun ke depan kebutuhan gandum nasional bisa
mencapai 10 juta ton per tahun. Kebutuhan tepung terigu rata-rata tumbuh
minimal 5 % setiap tahun. Impor gandum yang dilakukan, pada saat ini berharga
US$ 593/ton dibutuhkan devisa hampir US$ 2,4 miliar atau Rp 22,1 triliun.
Sungguh nilai yang besar untuk ukuran saat ini dimana krisis global sedang
melanda dunia. Selain itu dengan adanya pemberhentian subsidi impor gandum
oleh pemerintah pada tahun 2010 tentunya akan merugikan masyarakat yang
sangat tergantung kepada produk makanan berbahan tepung terigu. Kerugiannya
yaitu harga tepung terigu yang sangat melonjak. Selain itu, ketergantungan impor
bahan baku tepung terigu yang besar untuk asupan karbohidrat itu juga sangat
berbahaya bagi ketahanan pangan nasional.
Kenyataan yang sangat memprihatinkan bahwa Indonesia sangat
bergantung pada impor gandum sebagai bahan baku pembuatan tepung terigu.
Jika permasalahan ini dibiarkan, maka akan timbul dampak-dampak negatif,
seperti menguras devisa negara yang cukup banyak dan berbahaya bagi ketahanan
pangan nasional. Sehingga berdasarkan realita seperti itu, perlu adanya suatu
solusi untuk memecahkan permasalahan tersebut berkaitan dengan
ketergantungan masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi tepung terigu. Untuk
2
itu, kami membuat sebuah inovasi terbaru yang kami ciptakan, yaitu “Tepung
Tumpeang”. Nama itu kami ambil dari kata tumpeang itu sendiri yang berarti
rebung, sehingga dapat dikatakan tepung rebung adalah tepung tumpeang. Dengan
adanya tepung ini kita bisa lebih memanfaatkan potensi sumber daya alam
Indonesia yang belum dipergunakan secara maksimal. Selain itu, ketersediaan
jumlah rebung yang berlimpah di Indonesia dan didukung pula dengan harga yang
cukup terjangkau untuk berbagai kalangan melatarbelakangi kami untuk membuat
inovasi terbaru ini. Kandungan-kandungan nutrisi dalam rebung itu sendiri, di
antaranya protein, lemak, karbohidrat, vitamin B1, vitamin B2, Niacin, vitamin C,
beta karoten, dan serat kasar. Sehingga, adanya tepung rebung ini diharapkan
dapat menjawab persoalan di negara Indonesia untuk tidak tergantung kepada
tepung terigu yang terbuat dari gandum.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dilakukan penulisan karya tulis ini, di antaranya mengetahui alasan
rebung dapat dijadikan tepung, mengetahui langkah-langkah untuk
meminimalisasikan ketergantungan akan tepung terigu dengan tepung rebung
sebagai solusinya, serta mengetahui peranan tepung rebung sebagai biodiversitas
pangan.
Harapan manfaat dari penulisan karya tulis ini, yaitu mengatasi
permasalahan ketergantungan Indonesia terhadap tepung terigu, sebagai alternatif
pemanfaatan rebung yang belum digunakan secara maksimal, dapat membuka
peluang usaha baru bagi para pengangguran di Indonesia, dapat menambah
pendapatan negara, dan sebagai salah satu biodiversitas pangan.
GAGASAN
Ketergantungan terhadap Tepung Terigu
Gandum adalah komoditas tanaman pangan yang menempati posisi
penting dari berbagai jenis konsumsi masyarakat Indonesia. Padahal gandum
bukanlah tanaman tropis yang cocok dikembangkan di Indonesia. Dan tanpa
disadari, kita sendirilah yang menempatkan gandum sebagai bahan makanan
pokok, bukan sampingan, apalagi alternatif. Hal itu bisa dilihat dari kebiasaan
masyarakat dalam mengonsumsi gandum sebagai karbohidrat praktis, mudah
didapat, dan terjangkau. Contohnya, mi instan. Bahkan, di sebagian masyarakat,
mi instan pun disantap sebagai ”lauk” selain ikan, ayam, telur, dan lain-lain.
Gandum pun dalam perkembangannya terus digunakan sebagai makanan
tambahan, bahkan penggunaannya makin meningkat. Contoh, tepung terigu untuk
kue, roti, kerupuk, dan sebagainya. Tak heran, impor gandum makin meningkat.
Kebijakan impor gandum sebenarnya bukan solusi yang tepat untuk
menjawab peningkatan permintaan kebutuhan terigu di dalam negeri. Justru
sebaliknya, kebijakan inilah yang menjadi masalah besar bagi Indonesia, nilai
impor gandum membengkak setiap tahun. Berdasarkan data Asosiasi Produsen
3
Tepung Terigu Indonesia (APTINDO), konsumsi terigu Indonesia meningkat
sangat signifikan dari 9,9 kg per kapita pada 2002, menjadi 17,11 kg per kapita
pada 2007 atau sekitar 12% dari konsumsi pangan Indonesia. Sedangkan
berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik mencatat Indonesia mengimpor
4.519.000 ton gandum senilai US$655.954.000 pada 2005. Setahun kemudian
angka itu melambung menjadi 4.640.000 ton (US$676.420.000). Pada 2007
Indonesia mengimpor 4.770.000 ton (US$697.524.000). Hal inilah yang
membawa dampak negatif bagi bangsa Indonesia yang membuat ketergantungan
terhadap biji gandum, dan menguras devisa negara yang cukup besar.
Selain itu, keputusan pemerintah akhir-akhir ini yang memutuskan untuk
melakukan penghentian subsidi terhadap impor gandum tentunya sangat
merugikan kosumen. Dengan adanya penghentian subsidi untuk mengimpor
gandum tentunya mengakibatkan harga tepung terigu melonjak. Sehingga apakah
solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan ini berkaitan dengan
ketergantungan masyarakat Indonesia akan tepung terigu? Tepung rebunglah
jawaban yang sangat tepat.
Rebung
Tumpeang yang dalam bahasa Kamboja berarti rebung, adalah nama
umum bagi terubus bambu, yang baru tumbuh dan berasal dari akar tunggal
induknya. Rebung sangatlah mudah ditemukan di semua daerah di Indonesia.
Hampir semua suku di Indonesia mengenal rebung sebagai makanan, kecuali
suku-suku di pedalaman Irian Jaya.
Pemanenan rebung dapat dilakukan sepanjang tahun. Sekali rumpun
bambu sudah berbentuk, pemanenan sudah dapat dimulai biasanya setelah umur
1-2 tahun. Bila dapat dipertahankan jumlah induk tanaman per rumpun sekitar 4-6
batang, maka setiap tahun dapat dipanen rata-rata 40 buah rebung per rumpun.
Setiap ha dengan jarak yang baik dapat ditanami sebanyak 400 rumpun. Kalau
rata-rata berat rebung 600 gram, maka jumlah produksi per ha mencapai 9,6 ton
atau 16.000 buah rebung per ha setiap tahun.
Selain itu harga rebung di pasaran sangat terjangkau untuk semua
kalangan, yakni berkisar Rp 1.000,00 sampai Rp 3.000,00 di seluruh daerah di
Indonesia. Rebung telah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan
sayuran dan lauk pauk, seperti lumpia semarang, sayur ketupat bojonegoro, gulai
santan, oseng-oseng probolinggo, lodeh rebung, gantalan rebung, beko makassar.
Namun, penggunaan dan pengolahan dari rebung itu sendiri belum efektif dan
efisien serta masih sangat tradisional. Padahal, dilihat dari kandungan gizi,
tekstur, dan ketersediaan rebung di Indonesia, rebung memiliki potensi yang
sangat besar untuk menjawab permasalahan besar yang ada di negara ini, yaitu
ketergantungan masyarakat Indonesia akan tepung terigu yang bahan bakunya
sendiri perlu impor dari negara lain.
Rebung kaya akan kandungan gizinya. Nilai gizi rebung kira-kira setara
dengan nilai gizi bawang putih (widjaja, 1985). Kandungan protein, karbohidrat,
dan asam askorbat setinggi bawang bombay dan ketimun. Untuk mengetahui lebih
rinci kandungan gizi yang terdapat pada rebung, disajikan pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Komposisi Rebung Bambu (dari 100 gram bagian yang dapat dimakan)
No.
Komposisi
Persentase
1.
Kadar Air
90,6%
2.
Protein
2,2%
3.
Lemak
0,6%
4.
Karbohidrat
4,4%
5.
Vitamin B1
0,04%
6.
Vitamin B2
0,02%
7.
Niacin
0,2%
8.
Vitamin C
7,0%
9.
Beta Karoten
15,0%
10.
Serat Kasar
0,8%
11.
Abu
1,4%
12.
Kalsium
13,0%
13.
Phospor
30,0%
14.
Besi
2,1%
15.
Natrium
19,0%
16.
Bagian yang dapat dimakan
65%
Sumber : Natution Compostion dengan Malaysia Foods, IMR (1982)
Tabel 2. Komposisi Asam Organik dalam Rebung
Bagian (mg per 100 gr berat segar)
Asam Organik
A
B
C
D
Oxalat
462
223
165
157
Sitrat
250
113
6
22
Malat
8
96
104
96
Suksinatt
Tt
1
2
5
Fumarat
Tt
1
1
16
Tt : tidak terdeteksi
Tabel 3. Komposisi Gula dalam Rebung
Bagian (mg per 100 gram berat segar)
Jenis Gula
A
B
C
D
Fruktosa
218
170
647
597
Glukosa
216
235
446
498
Sukrosa
211
175
244
151
Tepung Rebung
Dalam pembuatan tepung rebung ini lebih baik menggunakan rebung dari
bambu Ma. Bambu Ma adalah jenis rebung yang biasa dimasak sebagai sayur,
kulitnya berwarna kekuning-kuningan, ukurannya lebih besar, dan tidak
mengeluarkan bau yang aneh. Setiap rebungnya memiliki berat rata-rata sekilo,
setelah dikupas beratnya kira-kira 850 gram. Produktivitas rebung Ma sangat
tinggi yaitu 20.00 kg/ha (normalnya di bawah 10.000 kh/ha, ditanam 300
rumpun/ha dengan hasil 70 kg rebung tiap rumpun.
Pada umumnya, cara pembuatan tepung dari rebung sama dengan
pembuatan tepung dari bahan lainnya. Berikut alur pembuatan tepung dari rebung.
5
Diagram alir pembuatan tepung rebung
1. Panen rebung
2. Pengupasan
3. Penyortiran
4. Pencucian
5. Perkecilan ukuran
6. Perebusan
7. Pengeringan
8. Peragian
9. Pengeringan
10. Penggilingan
11. Pengayakan hasil
gilingan
13. Pembungkusan
12. Pemisahan mutu
6
Dalam pemilihan rebung lebih baik memilih rebung yang tidak terlalu muda juga
tidak terlalu tua. Sebab, jika terlalu muda, seratnya terlalu lemah sehingga
rendamannya rendah. Sebaliknya jika terlalu tua, seratnya kasar dan keras
sehingga mutunya menjadi rendah. Pengupasan pengeratan dilakukan sebelum
atau sesudah dimasak.
Langkah Strategis dan Pihak-Pihak yang Terkait
Mungkin, banyak orang yang sempat memikirkan tepung rebung ini.
Namun, berdasarkan realita yang ada, rebung masih hanya dijadikan sebagai
bahan sayuran dan lauk pauk saja dan belum ada sumber resmi yang
mempromosikan tentang tepung rebung ini. Kita perlu mengambil langkahlangkah strategis agar pemanfaatan tepung rebung ini dapat berjalan dengan baik
dan setidaknya dapat meminimalisasikan ketergantungan terhadap tepung terigu.
Langkah- langkah strategis yang perlu dilakukan, yaitu seperti mengadakan
seminar yang berkaitan dengan pemanfaatan tepung rebung sebagai solusi
alternatif dalam mengatasi ketergantungan terhadap tepung terigu kepada semua
kalangan dan sebagai biodiversitas pangan. Sebaiknya seminar tersebut perlu
mengundang beberapa pejabat negara yang berwenang atas kebijakan dalam
bidang pangan, beberapa kalangan intelektual, serta pejabat-pejabat daerah agar
mereka bisa memberikan sosialisasi kepada masyarakatnya untuk memanfaatkan
rebung sebagai tepung. Selain itu, langkah strategis yang perlu dilakukan yaitu
adanya penyuluhan atau sosialisasi untuk terjun langsung kepada masyarakat.
Lebih baik lagi jika penyuluhan tersebut mengundang seluruh pengangguran di
Indonesia. Adanya penyuluhan tersebut diharapkan dapat membuka cakrawala
baru bagi para pengangguran dan dapat dijadikan sebagai peluang usaha baru.
Sehingga dengan adanya tepung rebung ini dapat mengurangi pengangguran di
Indonesia dan dapat menambah pendapatan negara.
Kita juga perlu bekerja sama dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan
masalah pangan di Indonesia untuk membantu mensosialisasikan tepung rebung
ini kepada masyarakat. Pihak-pihak yang berkaitan tersebut di antaranya, seperti
Departemen Pertanian RI, Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta
perusahaan-perusahaan pengolahan pangan. Selain itu, kita juga membutuhan
media informasi untuk mempromosikan tepung rebung ini. Kita mungkin dapat
bekerja sama dengan beberapa stasiun radio negeri di berbagai daerah di
Indonesia, beberapa stasiun televisi negeri, dan beberapa perusahaan media massa
di Indonesia yang berkaitan dengan pengolahan pangan di Indonesia. Selain itu,
kita juga perlu menjual produk tepung rebung ini kepada beberapa toko swalayan,
seperti alfamart, hypermart, dan sebagainya agar masyarakat tidak asing dengan
produk tepung rebung ini. Selain itu, kita juga mensiasatinya dengan pengemasan
yang menarik dan nama produk yang menarik pula agar masyarakat tidak segan
dan enggan untuk mengonsumsi tepung rebung ini. Promosi kepada para
usahawan pembuat roti, kue-kue, dan mie juga perlu kita datangi, sebab
merekalah konsumen yang sering menggunakan tepung terigu untuk menjalankan
usahanya.
7
KESIMPULAN
Rebung bambu masih dapat dimanfaatkan secara lebih maksimal untuk
dijadikan tepung rebung, karena berbagai alasan, seperti kandungan nutrisinya
yang beragam, banyak ditemukan di Indonesia dan harga yang terjangkau serta
bambu itu sendiri yang mudah ditanam di berbagai wilayah Indonesia. Tepung
rebung digunakan sebagai bahan konsumsi alternatif dari tepung terigu. Tepung
ini dapat mengurangi masalah impor tepung terigu atau gandum yang setiap tahun
selalu bertambah jumlahnya dengan kenaikan yang cukup tajam.
Ide ini diimplementasikan dengan memberikan seminar kepada pengusaha
swasta dan pemerintah dalam memproduksi tepung rebung, serta mengajak
pemerintah untuk berpartisipasi dalam melakukan pemantauan di lapangan,
berupa kinerja pabrik dan kepuasaan klien yang dalam hal ini adalah masyarakat
sasaran. Selain itu juga perlu adanya pemantauan kepada rumah tangga yang
berperan sebagai pemasok faktor produksi.
Prediksi dari hasil usaha ini semua yaitu mengurangi ketergantungan
Indonesia dalam mengimpor gandum atau tepung terigu, mengurangi pengeluaran
negara, membuka lapangan usaha baru, memberikan penghasilan tambahan bagi
petani bamboo, dan sebagai salah satu langkah biodiversitas pangan.
8
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, A. 2003. Budi Daya Bambu Rebung. Yogyakarta: Kanisius.
Simanjuntak, R. 2008. Budidaya Gandum di Indonesia Sebagai Alternatif Dalam
Upaya Mengurangi Ketergantungan Terhadap Impor Gandum dan
Impor Terigu. (terhubung berkala)
http://riduansimanjuntak.multiply.com/journal/item/7 (23 Maret 2010)
Winarno, F.G. 1992. Rebung Teknologi Produksi dan Pengolahan. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
9
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap
: Monica Agustina Ameliawati
Tempat, tanggal lahir
: Solok, 23 Agustus 1992
Karya ilmiah yang pernah dibuat
: - Kiambang sebagai media penjernih air
- Sistem penjernihan sungai dengan
keramba kiambang
Penghargaan ilmiah
: - Juara pertama karya ilmiah remaja tingkat
nasional “L’oreal Girls Science Camp
2007” yang Diselenggarakan depdiknas
dengan UNESCO
- Peserta LKIR tingkat nasional mewakili
Provinsi D.I. Yogyakarta
Nama lengkap
: Eko Suryanto
Tempat, tanggal lahir
: Grobogan, 19 Oktober 1991
Karya ilmiah yang pernah dibuat
: Pemanfaatan limbah singkong dalam
perluasan lapangan pekerjaan
Penghargaan ilmiah
:-
Nama lengkap
: Daniel Rolas Surung Nainggolan
Tempat, tanggal lahir
: Aekkanopan, 3 Juli 1990
Karya ilmiah yang pernah dibuat
: Pemanfaatan ampas Spirulina sp. Sebagai
bahan dasar bioplastik berbasis Polylactid
Acid
Penghargaan ilmiah
:-
TUMPEANG SEBAGAI SOLUSI KETERGANTUNGAN
TERHADAP TEPUNG TERIGU
BIDANG KEGIATAN:
PKM GAGASAN TERTULIS
Diusulkan oleh:
Monica Agustina Ameliawati
C34090014
(2009, Ketua Kelompok)
Eko Suryanto
G24090054
(2009, Anggota Kelompok)
Daniel Rolas Surung N.
G84080012
(2008, Anggota Kelompok)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010
i
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul Kegiatan
2.
3.
4.
5.
: Tumpeang sebagai Solusi Ketergantungan terhadap
Tepung Terigu
BidangKegiatan
: PKM-GT
Bidang Ilmu : Teknologi dan Rekayasa
a. Nama Lengkap
: Monica Agustina A.
b. NIM
: C34090014
c. Jurusan
: Teknologi Hasil Perairan
d. Universitas/Institut
: Institut Pertanian Bogor
e. Alamat Rumah dan No. Telp./HP
: Desa Turus, Kec. Polanharjo
Klaten/ 085640960974
f. Alamat Email
: [email protected]
Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis
: 2 orang
Dosen Pembimbing
a. Nama Lengkap dan Gelar
: Megawati Simanjuntak,
SP, M.Si.
b. NIP
: 19720311200501 2 002
c. Alamat Rumah dan No.Telp/HP
: Jln. Anggrek Blok C/31
Perum Alam Sinarsari
Dramaga Bogor 16680
/ 081310870695
Bogor, 26 Maret 2010
Menyetujui,
Wakil Direktur
Tingkat Persiapan Bersama
Ketua Kelompok
Dr.Ir. Eko Sri Wiyono
NIP. 19691106199702 1 001
Monica Agustina Ameliawati
NIM. C34090014
Wakil Rektor Bidang Akademik
dan Kemahasiswaan
Dosen Pendamping
Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.
NIP. 19581228 198503 1 003
Megawati Simanjuntak, SP. M.Si.
NIP.19720311200501 2 002
ii
KATA PENGANTAR
Segenap puji dan syukur kami haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Kuasa atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan karya tulis yang berjudul “TUMPEANG SEBAGAI SOLUSI
KETERGANTUNGAN TERHADAP TEPUNG TERIGU.”
Karya tulis ini ditujukan untuk mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa
Gagasan Tertulis (PKM-GT) 2010 yang diadakan oleh DIKTI. Melalui karya tulis
ini, penulis ingin memberikan solusi terhadap permasalahan pertanian yang
difokuskan pada bidang pengolahan hasil pangan.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami
sampaikan kepada Ibu Megawati Simanjuntak SP, M.Sc.selaku dosen
pendamping yang telah memberikan banyak bimbingan dan arahan kepada kami
dalam penyusunan karya tulis ini. Tidak lupa penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan pada
kami.
Kami menyadari terdapat banyak kekurangan baik dari segi materi,
ilustrasi, contoh, dan sistematika penulisan dalam pembuatan karya tulis ini. Oleh
karena itu, saran dan kritik dari para pembaca yang bersifat membangun sangat
kami harapkan. Besar harapan kami karya tulis ini dapat bermanfaat baik bagi
kami sebagai penulis dan bagi pembaca pada umumnya terutama bagi dunia
pertanian Indonesia.
Bogor, 26 Maret 2010
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman Judul …………………………………………………...………………. i
Lembar Pengesahan ……………………………………………………...……… ii
Kata Pengantar ……………………………………………………….......……... iii
Daftar Isi ……………………………………………………………….......…… iv
Daftar Tabel ………………………………………………………….……...…... v
Ringkasan …………………………………………………………….…..…….. vi
Pendahuluan …..…………………………………………………………...……. 1
Latar Belakang ……………………………………..….………………...…… 1
Tujuan dan Manfaat ………………………………….....………………...….. 2
Gagasan .……………………………………………………………………...…. 2
Ketergantungan terhadap Tepung Terigu …………………………….…........ 2
Rebung …………………………………………….....…………………...….. 3
Tepung Rebung …………………………………….....……………………… 4
Langkah Strategis dan Pihak Terkait …………...….……………………...…. 6
Kesimpulan ……………………………………………………...…...………….. 7
Daftar Pustaka …………………………………………………...……...……….. 8
Daftar Riwayat Hidup ………………………………………...………….……… 9
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 1: Komposisi Rebung Bambu ……………………………………………. 4
Tabel 2: Komposisi Asam Organik dalam Rebung …………………………….. 4
Tabel 3: Komposisi Gula dalam Rebung ……………………………….………. 4
v
RINGKASAN
Kebiasaan masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi berbagai bentuk
makanan yang terbuat dari tepung terigu sebagai bahan pangan dalam kehidupan
sehari-hari menimbulkan ketergantungan negara Indonesia untuk terus
mengimpor gandum dari negara lain. Impor gandum yang selalu bertambah
jumlahnya setiap tahun, tentunya akan menguras devisa negara dan sangat
berbahaya bagi ketahanan pangan nasional. Selain itu, akhir-akhir ini, keputusan
pemerintah yang memutuskan untuk melakukan penghentian subsidi terhadap
impor gandum tentunya sangat merugikan kosumen, yaitu masyarakat Indonesia
sendiri. Dengan adanya penghentian subsidi untuk mengimpor gandum tentunya
mengakibatkan harga tepung terigu melonjak. Untuk itu, negara ini sedang butuh
sebuah solusi untuk mengatasi permasalahan ini. Solusi terbaru yang kami
usulkan yaitu tepung rebung.
Saat ini, rebung hanya dijadikan sebagai bahan sayuran ataupun lauk pauk.
Padahal, banyak sekali potensi rebung yang belum termanfaatkan secara
maksimal. Rebung memiliki kandungan nutrisi yang beragam, khususnya
kandungan karbohidratnya yang cukup dominan dan memiliki tekstur yang renyah
sehingga sangat cocok untuk dijadikan tepung. Selain itu, ketersediaan jumlah
rebung yang banyak dan dapat ditemukan dengan mudah di seluruh daerah di
Indonesia sangat mendukung sekali jika rebung dimanfaatkan untuk dijadikan
sebuah produk pangan yang sangat sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia,
yaitu tepung. Alasan yang mendukung rebung untuk dijadikan tepung juga karena
harga rebung itu sendiri yang sangat terjangkau untuk segala kalangan dan
tanaman bambu yang mudah untuk ditanam.di seluruh daerah di Indonesia.
Pembuatan tepung rebung itu sendiri sangatlah efektif dan efisien serta
relatif mudah. Cara-caranya sama seperti membuat tepung pada umumnya, yaitu
adanya proses penyortiran, penyetrilan, pemotongan, pengeringan, penggilingan,
pengayakan pada hasil gilingan, dan pengemasan. Untuk mensosialisasikan
tepung rebung kepada masyarakat dibutuhkan beberapa langkah agar tujuan dari
adanya inovasi tepung rebung ini dapat tercapai. Langkah-langkah itu adalah
diadakannya seminar kepada khalayak luas tentang peranan tepung rebung
sebagai salah satu alternatif solusi untuk meminimalisasikan ketergantungan
negara Indonesia akan impor gandum serta mengoptimalkan potensi rebung itu
sendiri. Selain itu dibutuhkan adanya pensosialisasian secara langsung kepada
masyarakat tingkat bawah terutama untuk para pengangguran di Indonesia.
Adanya inovasi tepung rebung ini diharapkan dapat membuka peluang lapangan
pekerjaan yang baru yang belum banyak dikembangkan di Indonesia sehingga
dengan adanya tepung rebung ini dapat mengurangi angka pengangguran di
Indonesia. Kita juga perlu bekerja sama dengan pihak-pihak yang terkait seperti
Departemen Pertanian, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, serta
perusahaan-perusahaan pengolahan pangan untuk membantu mensosialisasikan
tepung rebung tersebut.
vi
LAMPIRAN
Foto
Gambar 2: Impor Tepung Terigu
Gambar 1: Tepung Terigu
Gambar 4: Rebung setelah
dikupas
Gambar 3: Rebung Bambu
Gambar 6: Gulai Rebung
Gambar 5: Lumpia Khas
Semarang
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kita tentunya mengetahui bahwa negara Indonesia sangat bergantung
kepada produksi tepung sebagai sumber pangan. Berbagai macam tepung yang
dikonsumsi masyarakat Indonesia di antaranya, tepung terigu, tepung tapioka, dan
tepung maizena. Namun, dari berbagai macam tepung yang ada, tepung terigulah
yang paling sering dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kini, tepung terigu
bisa dikatakan sebagai makanan pokok kedua setelah beras. Berdasarkan data dari
Badan Pusat Statistik (2009), dalam lima tahun terakhir tepung terigu telah
menjadi sumber karbohidrat kedua terbesar setelah beras. Hal itu bisa dilihat dari
kebiasaan masyarakat dalam mengonsumsi gandum sebagai karbohidrat praktis,
mudah didapat, dan terjangkau. Tepung terigu memberi kontribusi rata-rata 14,26
% sebagai sumber karbohidrat, di bawah beras yang mencapai 79,62 %. Tepung
terigu dapat diolah menjadi berbagai macam bentuk, seperti mie, roti, kerupuk,
dan bentuk makanan lainnya dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia untuk
sarapan, makan siang, cemilan, maupun makan malam. Bahkan bagi sebagian
masyarakat, mie instan pun dikonsumsi sebagai ”lauk” selain ikan, ayam, daging
sapi, telur, tempe, tahu, dan lain-lain.
Tepung terigu terbuat dari gandum dan perlu kita ketahui bahwa gandum
bukan tanaman tropis yang dikembangkan di Indonesia, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan pangan kita akan tepung terigu, kita mengimpor gandum
dari negara lain. Sungguh ironis, permintaan tepung terigu yang berasal dari
gandum tersebut terus meningkat setiap tahunnya. Padahal, hampir 100 % bahan
bakunya masih diimpor. Badan Pusat Statistik (2008) mengatakan Indonesia
menduduki peringkat ke-6 importir gandum terbesar di dunia setelah Brasil,
Mesir, Iran, Jepang, dan Algeria. Konsumsi tepung terigu nasional pada tahun
2007 mencapai 4,77 juta ton. Total kebutuhan tepung terigu sebesar itu setara
dengan 4,5 juta hingga 5 juta ton biji gandum yang seluruhnya masih harus
diimpor, dalam kurun waktu 10 tahun ke depan kebutuhan gandum nasional bisa
mencapai 10 juta ton per tahun. Kebutuhan tepung terigu rata-rata tumbuh
minimal 5 % setiap tahun. Impor gandum yang dilakukan, pada saat ini berharga
US$ 593/ton dibutuhkan devisa hampir US$ 2,4 miliar atau Rp 22,1 triliun.
Sungguh nilai yang besar untuk ukuran saat ini dimana krisis global sedang
melanda dunia. Selain itu dengan adanya pemberhentian subsidi impor gandum
oleh pemerintah pada tahun 2010 tentunya akan merugikan masyarakat yang
sangat tergantung kepada produk makanan berbahan tepung terigu. Kerugiannya
yaitu harga tepung terigu yang sangat melonjak. Selain itu, ketergantungan impor
bahan baku tepung terigu yang besar untuk asupan karbohidrat itu juga sangat
berbahaya bagi ketahanan pangan nasional.
Kenyataan yang sangat memprihatinkan bahwa Indonesia sangat
bergantung pada impor gandum sebagai bahan baku pembuatan tepung terigu.
Jika permasalahan ini dibiarkan, maka akan timbul dampak-dampak negatif,
seperti menguras devisa negara yang cukup banyak dan berbahaya bagi ketahanan
pangan nasional. Sehingga berdasarkan realita seperti itu, perlu adanya suatu
solusi untuk memecahkan permasalahan tersebut berkaitan dengan
ketergantungan masyarakat Indonesia untuk mengonsumsi tepung terigu. Untuk
2
itu, kami membuat sebuah inovasi terbaru yang kami ciptakan, yaitu “Tepung
Tumpeang”. Nama itu kami ambil dari kata tumpeang itu sendiri yang berarti
rebung, sehingga dapat dikatakan tepung rebung adalah tepung tumpeang. Dengan
adanya tepung ini kita bisa lebih memanfaatkan potensi sumber daya alam
Indonesia yang belum dipergunakan secara maksimal. Selain itu, ketersediaan
jumlah rebung yang berlimpah di Indonesia dan didukung pula dengan harga yang
cukup terjangkau untuk berbagai kalangan melatarbelakangi kami untuk membuat
inovasi terbaru ini. Kandungan-kandungan nutrisi dalam rebung itu sendiri, di
antaranya protein, lemak, karbohidrat, vitamin B1, vitamin B2, Niacin, vitamin C,
beta karoten, dan serat kasar. Sehingga, adanya tepung rebung ini diharapkan
dapat menjawab persoalan di negara Indonesia untuk tidak tergantung kepada
tepung terigu yang terbuat dari gandum.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dilakukan penulisan karya tulis ini, di antaranya mengetahui alasan
rebung dapat dijadikan tepung, mengetahui langkah-langkah untuk
meminimalisasikan ketergantungan akan tepung terigu dengan tepung rebung
sebagai solusinya, serta mengetahui peranan tepung rebung sebagai biodiversitas
pangan.
Harapan manfaat dari penulisan karya tulis ini, yaitu mengatasi
permasalahan ketergantungan Indonesia terhadap tepung terigu, sebagai alternatif
pemanfaatan rebung yang belum digunakan secara maksimal, dapat membuka
peluang usaha baru bagi para pengangguran di Indonesia, dapat menambah
pendapatan negara, dan sebagai salah satu biodiversitas pangan.
GAGASAN
Ketergantungan terhadap Tepung Terigu
Gandum adalah komoditas tanaman pangan yang menempati posisi
penting dari berbagai jenis konsumsi masyarakat Indonesia. Padahal gandum
bukanlah tanaman tropis yang cocok dikembangkan di Indonesia. Dan tanpa
disadari, kita sendirilah yang menempatkan gandum sebagai bahan makanan
pokok, bukan sampingan, apalagi alternatif. Hal itu bisa dilihat dari kebiasaan
masyarakat dalam mengonsumsi gandum sebagai karbohidrat praktis, mudah
didapat, dan terjangkau. Contohnya, mi instan. Bahkan, di sebagian masyarakat,
mi instan pun disantap sebagai ”lauk” selain ikan, ayam, telur, dan lain-lain.
Gandum pun dalam perkembangannya terus digunakan sebagai makanan
tambahan, bahkan penggunaannya makin meningkat. Contoh, tepung terigu untuk
kue, roti, kerupuk, dan sebagainya. Tak heran, impor gandum makin meningkat.
Kebijakan impor gandum sebenarnya bukan solusi yang tepat untuk
menjawab peningkatan permintaan kebutuhan terigu di dalam negeri. Justru
sebaliknya, kebijakan inilah yang menjadi masalah besar bagi Indonesia, nilai
impor gandum membengkak setiap tahun. Berdasarkan data Asosiasi Produsen
3
Tepung Terigu Indonesia (APTINDO), konsumsi terigu Indonesia meningkat
sangat signifikan dari 9,9 kg per kapita pada 2002, menjadi 17,11 kg per kapita
pada 2007 atau sekitar 12% dari konsumsi pangan Indonesia. Sedangkan
berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik mencatat Indonesia mengimpor
4.519.000 ton gandum senilai US$655.954.000 pada 2005. Setahun kemudian
angka itu melambung menjadi 4.640.000 ton (US$676.420.000). Pada 2007
Indonesia mengimpor 4.770.000 ton (US$697.524.000). Hal inilah yang
membawa dampak negatif bagi bangsa Indonesia yang membuat ketergantungan
terhadap biji gandum, dan menguras devisa negara yang cukup besar.
Selain itu, keputusan pemerintah akhir-akhir ini yang memutuskan untuk
melakukan penghentian subsidi terhadap impor gandum tentunya sangat
merugikan kosumen. Dengan adanya penghentian subsidi untuk mengimpor
gandum tentunya mengakibatkan harga tepung terigu melonjak. Sehingga apakah
solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan ini berkaitan dengan
ketergantungan masyarakat Indonesia akan tepung terigu? Tepung rebunglah
jawaban yang sangat tepat.
Rebung
Tumpeang yang dalam bahasa Kamboja berarti rebung, adalah nama
umum bagi terubus bambu, yang baru tumbuh dan berasal dari akar tunggal
induknya. Rebung sangatlah mudah ditemukan di semua daerah di Indonesia.
Hampir semua suku di Indonesia mengenal rebung sebagai makanan, kecuali
suku-suku di pedalaman Irian Jaya.
Pemanenan rebung dapat dilakukan sepanjang tahun. Sekali rumpun
bambu sudah berbentuk, pemanenan sudah dapat dimulai biasanya setelah umur
1-2 tahun. Bila dapat dipertahankan jumlah induk tanaman per rumpun sekitar 4-6
batang, maka setiap tahun dapat dipanen rata-rata 40 buah rebung per rumpun.
Setiap ha dengan jarak yang baik dapat ditanami sebanyak 400 rumpun. Kalau
rata-rata berat rebung 600 gram, maka jumlah produksi per ha mencapai 9,6 ton
atau 16.000 buah rebung per ha setiap tahun.
Selain itu harga rebung di pasaran sangat terjangkau untuk semua
kalangan, yakni berkisar Rp 1.000,00 sampai Rp 3.000,00 di seluruh daerah di
Indonesia. Rebung telah dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan
sayuran dan lauk pauk, seperti lumpia semarang, sayur ketupat bojonegoro, gulai
santan, oseng-oseng probolinggo, lodeh rebung, gantalan rebung, beko makassar.
Namun, penggunaan dan pengolahan dari rebung itu sendiri belum efektif dan
efisien serta masih sangat tradisional. Padahal, dilihat dari kandungan gizi,
tekstur, dan ketersediaan rebung di Indonesia, rebung memiliki potensi yang
sangat besar untuk menjawab permasalahan besar yang ada di negara ini, yaitu
ketergantungan masyarakat Indonesia akan tepung terigu yang bahan bakunya
sendiri perlu impor dari negara lain.
Rebung kaya akan kandungan gizinya. Nilai gizi rebung kira-kira setara
dengan nilai gizi bawang putih (widjaja, 1985). Kandungan protein, karbohidrat,
dan asam askorbat setinggi bawang bombay dan ketimun. Untuk mengetahui lebih
rinci kandungan gizi yang terdapat pada rebung, disajikan pada Tabel 1.
4
Tabel 1. Komposisi Rebung Bambu (dari 100 gram bagian yang dapat dimakan)
No.
Komposisi
Persentase
1.
Kadar Air
90,6%
2.
Protein
2,2%
3.
Lemak
0,6%
4.
Karbohidrat
4,4%
5.
Vitamin B1
0,04%
6.
Vitamin B2
0,02%
7.
Niacin
0,2%
8.
Vitamin C
7,0%
9.
Beta Karoten
15,0%
10.
Serat Kasar
0,8%
11.
Abu
1,4%
12.
Kalsium
13,0%
13.
Phospor
30,0%
14.
Besi
2,1%
15.
Natrium
19,0%
16.
Bagian yang dapat dimakan
65%
Sumber : Natution Compostion dengan Malaysia Foods, IMR (1982)
Tabel 2. Komposisi Asam Organik dalam Rebung
Bagian (mg per 100 gr berat segar)
Asam Organik
A
B
C
D
Oxalat
462
223
165
157
Sitrat
250
113
6
22
Malat
8
96
104
96
Suksinatt
Tt
1
2
5
Fumarat
Tt
1
1
16
Tt : tidak terdeteksi
Tabel 3. Komposisi Gula dalam Rebung
Bagian (mg per 100 gram berat segar)
Jenis Gula
A
B
C
D
Fruktosa
218
170
647
597
Glukosa
216
235
446
498
Sukrosa
211
175
244
151
Tepung Rebung
Dalam pembuatan tepung rebung ini lebih baik menggunakan rebung dari
bambu Ma. Bambu Ma adalah jenis rebung yang biasa dimasak sebagai sayur,
kulitnya berwarna kekuning-kuningan, ukurannya lebih besar, dan tidak
mengeluarkan bau yang aneh. Setiap rebungnya memiliki berat rata-rata sekilo,
setelah dikupas beratnya kira-kira 850 gram. Produktivitas rebung Ma sangat
tinggi yaitu 20.00 kg/ha (normalnya di bawah 10.000 kh/ha, ditanam 300
rumpun/ha dengan hasil 70 kg rebung tiap rumpun.
Pada umumnya, cara pembuatan tepung dari rebung sama dengan
pembuatan tepung dari bahan lainnya. Berikut alur pembuatan tepung dari rebung.
5
Diagram alir pembuatan tepung rebung
1. Panen rebung
2. Pengupasan
3. Penyortiran
4. Pencucian
5. Perkecilan ukuran
6. Perebusan
7. Pengeringan
8. Peragian
9. Pengeringan
10. Penggilingan
11. Pengayakan hasil
gilingan
13. Pembungkusan
12. Pemisahan mutu
6
Dalam pemilihan rebung lebih baik memilih rebung yang tidak terlalu muda juga
tidak terlalu tua. Sebab, jika terlalu muda, seratnya terlalu lemah sehingga
rendamannya rendah. Sebaliknya jika terlalu tua, seratnya kasar dan keras
sehingga mutunya menjadi rendah. Pengupasan pengeratan dilakukan sebelum
atau sesudah dimasak.
Langkah Strategis dan Pihak-Pihak yang Terkait
Mungkin, banyak orang yang sempat memikirkan tepung rebung ini.
Namun, berdasarkan realita yang ada, rebung masih hanya dijadikan sebagai
bahan sayuran dan lauk pauk saja dan belum ada sumber resmi yang
mempromosikan tentang tepung rebung ini. Kita perlu mengambil langkahlangkah strategis agar pemanfaatan tepung rebung ini dapat berjalan dengan baik
dan setidaknya dapat meminimalisasikan ketergantungan terhadap tepung terigu.
Langkah- langkah strategis yang perlu dilakukan, yaitu seperti mengadakan
seminar yang berkaitan dengan pemanfaatan tepung rebung sebagai solusi
alternatif dalam mengatasi ketergantungan terhadap tepung terigu kepada semua
kalangan dan sebagai biodiversitas pangan. Sebaiknya seminar tersebut perlu
mengundang beberapa pejabat negara yang berwenang atas kebijakan dalam
bidang pangan, beberapa kalangan intelektual, serta pejabat-pejabat daerah agar
mereka bisa memberikan sosialisasi kepada masyarakatnya untuk memanfaatkan
rebung sebagai tepung. Selain itu, langkah strategis yang perlu dilakukan yaitu
adanya penyuluhan atau sosialisasi untuk terjun langsung kepada masyarakat.
Lebih baik lagi jika penyuluhan tersebut mengundang seluruh pengangguran di
Indonesia. Adanya penyuluhan tersebut diharapkan dapat membuka cakrawala
baru bagi para pengangguran dan dapat dijadikan sebagai peluang usaha baru.
Sehingga dengan adanya tepung rebung ini dapat mengurangi pengangguran di
Indonesia dan dapat menambah pendapatan negara.
Kita juga perlu bekerja sama dengan pihak-pihak yang berkaitan dengan
masalah pangan di Indonesia untuk membantu mensosialisasikan tepung rebung
ini kepada masyarakat. Pihak-pihak yang berkaitan tersebut di antaranya, seperti
Departemen Pertanian RI, Departemen Perindustrian dan Perdagangan serta
perusahaan-perusahaan pengolahan pangan. Selain itu, kita juga membutuhan
media informasi untuk mempromosikan tepung rebung ini. Kita mungkin dapat
bekerja sama dengan beberapa stasiun radio negeri di berbagai daerah di
Indonesia, beberapa stasiun televisi negeri, dan beberapa perusahaan media massa
di Indonesia yang berkaitan dengan pengolahan pangan di Indonesia. Selain itu,
kita juga perlu menjual produk tepung rebung ini kepada beberapa toko swalayan,
seperti alfamart, hypermart, dan sebagainya agar masyarakat tidak asing dengan
produk tepung rebung ini. Selain itu, kita juga mensiasatinya dengan pengemasan
yang menarik dan nama produk yang menarik pula agar masyarakat tidak segan
dan enggan untuk mengonsumsi tepung rebung ini. Promosi kepada para
usahawan pembuat roti, kue-kue, dan mie juga perlu kita datangi, sebab
merekalah konsumen yang sering menggunakan tepung terigu untuk menjalankan
usahanya.
7
KESIMPULAN
Rebung bambu masih dapat dimanfaatkan secara lebih maksimal untuk
dijadikan tepung rebung, karena berbagai alasan, seperti kandungan nutrisinya
yang beragam, banyak ditemukan di Indonesia dan harga yang terjangkau serta
bambu itu sendiri yang mudah ditanam di berbagai wilayah Indonesia. Tepung
rebung digunakan sebagai bahan konsumsi alternatif dari tepung terigu. Tepung
ini dapat mengurangi masalah impor tepung terigu atau gandum yang setiap tahun
selalu bertambah jumlahnya dengan kenaikan yang cukup tajam.
Ide ini diimplementasikan dengan memberikan seminar kepada pengusaha
swasta dan pemerintah dalam memproduksi tepung rebung, serta mengajak
pemerintah untuk berpartisipasi dalam melakukan pemantauan di lapangan,
berupa kinerja pabrik dan kepuasaan klien yang dalam hal ini adalah masyarakat
sasaran. Selain itu juga perlu adanya pemantauan kepada rumah tangga yang
berperan sebagai pemasok faktor produksi.
Prediksi dari hasil usaha ini semua yaitu mengurangi ketergantungan
Indonesia dalam mengimpor gandum atau tepung terigu, mengurangi pengeluaran
negara, membuka lapangan usaha baru, memberikan penghasilan tambahan bagi
petani bamboo, dan sebagai salah satu langkah biodiversitas pangan.
8
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, A. 2003. Budi Daya Bambu Rebung. Yogyakarta: Kanisius.
Simanjuntak, R. 2008. Budidaya Gandum di Indonesia Sebagai Alternatif Dalam
Upaya Mengurangi Ketergantungan Terhadap Impor Gandum dan
Impor Terigu. (terhubung berkala)
http://riduansimanjuntak.multiply.com/journal/item/7 (23 Maret 2010)
Winarno, F.G. 1992. Rebung Teknologi Produksi dan Pengolahan. Jakarta:
Pustaka Sinar Harapan.
9
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap
: Monica Agustina Ameliawati
Tempat, tanggal lahir
: Solok, 23 Agustus 1992
Karya ilmiah yang pernah dibuat
: - Kiambang sebagai media penjernih air
- Sistem penjernihan sungai dengan
keramba kiambang
Penghargaan ilmiah
: - Juara pertama karya ilmiah remaja tingkat
nasional “L’oreal Girls Science Camp
2007” yang Diselenggarakan depdiknas
dengan UNESCO
- Peserta LKIR tingkat nasional mewakili
Provinsi D.I. Yogyakarta
Nama lengkap
: Eko Suryanto
Tempat, tanggal lahir
: Grobogan, 19 Oktober 1991
Karya ilmiah yang pernah dibuat
: Pemanfaatan limbah singkong dalam
perluasan lapangan pekerjaan
Penghargaan ilmiah
:-
Nama lengkap
: Daniel Rolas Surung Nainggolan
Tempat, tanggal lahir
: Aekkanopan, 3 Juli 1990
Karya ilmiah yang pernah dibuat
: Pemanfaatan ampas Spirulina sp. Sebagai
bahan dasar bioplastik berbasis Polylactid
Acid
Penghargaan ilmiah
:-