Infark miokard tipe 1 Infark miokard tipe 2 Infark miokard tipe 3  Infark miokard tipe 4a EKG sebagai Penegakan Diagnosis Infark Miokard

Gambar 2.1. Anatomi arteri koroner jantung

2.1.2. Etiologi dan Faktor Resiko

Menurut Alpert 2010, infark miokard terjadi oleh penyebab yang heterogen, antara lain:

a. Infark miokard tipe 1

Infark miokard secara spontan terjadi karena ruptur plak, fisura, atau diseksi plak aterosklerosis. Selain itu, peningkatan kebutuhan dan ketersediaan oksigen dan nutrien yang inadekuat memicu munculnya infark miokard. Hal-hal tersebut merupakan akibat dari anemia, aritmia dan hiper atau hipotensi.

b. Infark miokard tipe 2

Infark miokard jenis ini disebabkan oleh vaskonstriksi dan spasme arteri menurunkan aliran darah miokard.

c. Infark miokard tipe 3

Pada keadaan ini, peningkatan pertanda biokimiawi tidak ditemukan. Hal ini disebabkan sampel darah penderita tidak didapatkan atau penderita meninggal sebelum kadar pertanda biokimiawi sempat meningkat

d.  Infark miokard tipe 4a

Peningkatan kadar pertanda biokimiawi infark miokard contohnya troponin 3 kali lebih besar dari nilai normal akibat pemasangan percutaneous coronary intervention PCI yang memicu terjadinya infark miokard  Infark miokard tipe 4b Infark miokard yang muncul akibat pemasangan stent trombosis.

e. Infark miokard tipe 5

Peningkatan kadar troponin 5 kali lebih besar dari nilai normal. Kejadian infark miokard jenis ini berhubungan dengan operasi bypass koroner. Ada empat faktor resiko biologis infark miokard yang tidak dapat diubah, yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga. Resiko aterosklerosis koroner meningkat seiring bertambahnya usia. Penyakit yang serius jarang terjadi sebelum usia 40 tahun. Faktor resiko lain masih dapat diubah, sehingga berpotensi dapat memperlambat proses aterogenik Santoso, 2005. Faktor- faktor tersebut adalah abnormalitas kadar serum lipid, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, faktor psikososial, konsumsi buah-buahan, diet dan alkohol, dan aktivitas fisik Ramrakha, 2006. Menurut Anand 2008, wanita mengalami kejadian infark miokard pertama kali 9 tahun lebih lama daripada laki-laki. Perbedaan onset infark miokard pertama ini diperkirakan dari berbagai faktor resiko tinggi yang mulai muncul pada wanita dan laki-laki ketika berusia muda. Wanita agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama rentannya seperti pria. Hal diduga karena adanya efek perlindungan estrogen Santoso, 2005. Abnormalitas kadar lipid serum yang merupakan faktor resiko adalah hiperlipidemia. Hiperlipidemia adalah peningkatan kadar kolesterol atau trigliserida serum di atas batas normal. The National Cholesterol Education Program NCEP menemukan kolesterol LDL sebagai faktor penyebab penyakit jantung koroner. The Coronary Primary Prevention Trial CPPT memperlihatkan bahwa penurunan kadar kolesterol juga menurunkan mortalitas akibat infark miokard Brown, 2006. Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik sedikitnya 140 mmHg atau tekanan diastolik sedikitnya 90 mmHg. Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan resistensi vaskuler terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Akibatnya kerja jantung bertambah, sehingga ventrikel kiri hipertrofi untuk meningkatkan kekuatan pompa. Bila proses aterosklerosis terjadi, maka penyediaan oksigen untuk miokard berkurang. Tingginya kebutuhan oksigen karena hipertrofi jaringan tidak sesuai dengan rendahnya kadar oksigen yang tersedia Brown, 2006 Merokok meningkatkan resiko terkena penyakit jantung kororner sebesar 50. Seorang perokok pasif mempunyai resiko terkena infark miokard. Di Inggris, sekitar 300.000 kematian karena penyakit kardiovaskuler berhubungan dengan rokok Ramrakha, 2006. Menurut Ismail 2004, penggunaan tembakau berhubungan dengan kejadian miokard infark akut prematur di daerah Asia Selatan. Obesitas meningkatkan resiko terkena penyakit jantung koroner. Sekitar 25-49 penyakit jantung koroner di negara berkembang berhubungan dengan peningkatan indeks masa tubuh IMT. Overweight didefinisikan sebagai IMT 25-30 kgm2 dan obesitas dengan IMT 30 kgm2. Obesitas sentral adalah obesitas dengan kelebihan lemak berada di abdomen. Biasanya keadaan ini juga berhubungan dengan kelainan metabolik seperti peninggian kadar trigliserida, penurunan HDL, peningkatan tekanan darah, inflamasi sistemik, resistensi insulin dan diabetes melitus tipe II Ramrakha, 2006. Faktor psikososial seperti peningkatan stres kerja, rendahnya dukungan sosial, personalitas yang tidak simpatik, ansietas dan depresi secara konsisten meningkatkan resiko terkena aterosklerosis Ramrakha, 2006. Resiko terkena infark miokard meningkat pada pasien yang mengkonsumsi diet yang rendah serat, kurang vitamin C dan E, dan bahan-bahan polisitemikal. Mengkonsumsi alkohol satu atau dua sloki kecil per hari ternyata sedikit mengurangi resiko terjadinya infark miokard. Namun bila mengkonsumsi berlebihan, yaitu lebih dari dua sloki kecil per hari, pasien memiliki peningkatan resiko terkena penyakit Beers, 2004.

2.1.3. Patologi

Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh darah. Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di dalam dinding arteri. Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen, sehingga diameter lumen menyempit. Penyempitan lumen mengganggu aliran darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi Ramrakha, 2006. Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II, hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan injury bagi sel endotel. Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja sebagai vasodilator, anti-trombotik dan anti-proliferasi. Sebaliknya, disfungsi endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel Ramrakha, 2006. Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi. Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag. Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi kolesterol LDL. Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi disebut sel busa foam cell. Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan fibrosa menutupi ateroma matur, membatasi lesi dari lumen pembuluh darah. Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan terbentuknya trombosis. Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri Price, 2006. Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi plak. Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi, menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark miokard. Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard dan keparahan manifestasi klinis penyakit. Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya Selwyn, 2005. Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis, biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi Selwyn, 2005. Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme, fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan ambilan Na+ oleh monosit. Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard yang terjadi reversibel 20 menit atau ireversibel 20 menit. Iskemia yang ireversibel berakhir pada infark miokard Selwyn, 2005. Ketika aliran darah menurun tiba-tiba akibat oklusi trombus di arteri koroner, maka terjadi infark miokard tipe elevasi segmen ST STEMI. Perkembangan perlahan dari stenosis koroner tidak menimbulkan STEMI karena dalam rentang waktu tersebut dapat terbentuk pembuluh darah kolateral. Dengan kata lain STEMI hanya terjadi jika arteri koroner tersumbat cepat Antman, 2005. Non STEMI merupakan tipe infark miokard tanpa elevasi segmen ST yang disebabkan oleh obstruksi koroner akibat erosi dan ruptur plak. Erosi dan ruptur plak ateroma menimbulkan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. Pada Non STEMI, trombus yang terbentuk biasanya tidak menyebabkan oklusi menyeluruh lumen arteri koroner Kalim, 2001. Infark miokard dapat bersifat transmural dan subendokardial nontransmural. Infark miokard transmural disebabkan oleh oklusi arteri koroner yang terjadi cepat yaitu dalam beberapa jam hingga minimal 6-8 jam. Semua otot jantung yang terlibat mengalami nekrosis dalam waktu yang bersamaan. Infark miokard subendokardial terjadi hanya di sebagian miokard dan terdiri dari bagian nekrosis yang telah terjadi pada waktu berbeda-beda Selwyn, 2005.

2.1.4. Gejala Klinis

Nyeri dada penderita infark miokard serupa dengan nyeri angina tetapi lebih intensif dan berlangsung lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin WHO, 1996. Angina pektoris adalah “jeritan” otot jantung yang merupakan rasa sakit pada dada akibat kekurangan pasokan oksigen miokard. Gejalanya adalah rasa sakit pada dada sentral atau retrosentral yang dapat menyebar ke salah satu atau kedua tangan, leher dan punggung. Faktor pencetus yang menyebabkan angina adalah kegiatan fisik, emosi berlebihan dan terkadang sesudah makan. Hal ini karena kegiatan tersebut mencetuskan peningkatan kebutuhan oksigen. Namun, sakit dada juga sering timbul ketika pasien sedang beristirahat Hanafiah, 1996. Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas. Pasien terus menerus mengubah posisinya di tempat tidur. Hal ini dilakukan untuk menemukan posisi yang dapat mengurangi rasa sakit, namun tidak berhasil. Kulit terlihat pucat dan berkeringat, serta ektremitas biasanya terasa dingin Antman, 2005. Pada fase awal infark miokard, tekanan vena jugularis normal atau sedikit meningkat WHO, 1996. Pulsasi arteri karotis melemah karena penurunan stroke volume yang dipompa jantung Antman, 2005. Volume dan denyut nadi cepat, namun pada kasus infark miokard berat nadi menjadi kecil dan lambat. Bradikardi dan aritmia juga sering dijumpai. Tekanan darah menurun atau normal selama beberapa jam atau hari. Dalam waktu beberapa minggu, tekanan darah kembali normal WHO, 1996. Dari ausklutasi prekordium jantung, ditemukan suara jantung yang melemah. Pulsasinya juga sulit dipalpasi. Pada infark daerah anterior, terdengar pulsasi sistolik abnormal yang disebabkan oleh diskinesis otot-otot jantung. Penemuan suara jantung tambahan S3 dan S4, penurunan intensitas suara jantung dan paradoxal splitting suara jantung S2 merupakan pertanda disfungsi ventrikel jantung. Jika didengar dengan seksama, dapat terdengar suara friction rub perikard, umumnya pada pasien infark miokard transmural tipe STEMI Antman, 2005.

2.1.5. Profil Lipid

Meskipun penigkatan kadar kolesterol plasma diyakini merupakan faktor utama yang mendorong aterosklerosis, kini diakui bahwa triasilgliserol juga merupakan suatu faktor resiko yang berdiri sendiri. Aterosklerosis ditandai oleh penimbunan kolesterol dan ester kolesteril dari lipoprotein plasma ke dinding arteri. Penyakit yang menyebabkan peningkatan berkepanjangan kadar VLDL dan LDL dalam darah misalnya diabetes melitus, nefrosis lipid, hipotiroidisme dan penyakit hiperlipidemia lainnya sering disertai oleh aterosklerosis yang bersifat prematur dan lebih parah. Juga terdapat hubungan terbalik antara kadar HDL dan penyakit jantung koroner sehingga rasio kolesterol LDL : HDL merupakan parameter prediktif yang penting.Kathleen M. Botham, 2009 Secara klinis, lipid atau lemak yang penting yaitu: 1. Trigliserida Sebagian besar lemak dan minyak di alam terdiri atas 98-99 trigliserida. Trigliserida adalah suatu ester gliserol. Trigliserida terbentuk dari 3 asam lemak dan gliserol. Apabila terdapat satu asam lemak dalam ikatan dengan gliserol maka dinamakan monogliserida. Fungsi utama Trigliserida adalah sebagai zat energi. Lemak disimpan di dalam tubuh dalam bentuk trigliserida. Apabila sel membutuhkan energi, enzim lipase dalam sel lemak akan memecah trigliserida menjadi gliserol dan asam lemak serta melepasnya ke dalam pembuluh darah. Oleh sel-sel yang membutuhkan komponen-komponen tersebut kemudian dibakar dan menghasilkan energi, karbondioksida CO 2 , dan air H 2 O. Trigliserida bersirkulasi dalam darah bersama- sama dengan VLDL Very Low Densitiy Lipoprotein yang bersifat aterogenik. Trigliserida serum juga berhubungan positif dengan risiko PJK. 2. LDL Low Density Lipoprotein LDL adalah lipoprotein utama pengangkut kolesterol dalam darah yang terlibat dalam proses terjadinya PJK. Semakin tinggi kadar kolesterol-LDL dalam darah menjadi petanda semakin tingginya risiko PJK. 3. HDL High Density Lipoprotein HDL merupakan lipoprotein yang bersifat menurunkan faktor risiko pembentukan aterosklerosis. Kolesterol-HDL beredar dalam darah dan kembali ke hepar mengalami katabolisme membentuk empedu serta dieliminasi melalui usus besar. Sehingga semakin tinggi kadar HDL, semakin banyak kolesterol yang dieliminasi.Berdasarkan Framinghan Heart Study penurunan HDL sebesar 1 berarti peningkatan risiko PJK sebesar 3 - 4 . Dilakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar kolesterol total. Untuk mengukur kadar kolesterol LDL, HDL dan Trigliserida sebaiknya pasien berpuasa terlebih dahulu minimal selama 12 jam. Berikutinipedomanprofillemakdarahmenurut US Nasional Cholesterol Education Program NCEP hasilRevisiTahun 2001. Tabel 2.1. Kadar Lemak Darah Menurut US National Cholesterol Education Program NCEP No. JenisKolesterol Kriteria Nilai mgdL 1. Total Kolesterol Normal 200 Mengkhawatirkan 200-239 Tinggi 240 2. LDL Optimal 100 Sub optimal 100-129 Mengkhawatirkan 130-159 tinggi 160-189 Sangattinggi 190 3. HDL Rendah 40 Mengkhawatirkan 41-59 Tinggi 60 4. Trigliserida Normal 150 Ambangtinggi 150-199 Tinggi 200-499 SangatTinggi 500

2.1.6. Diagnosis

Menurut WHO 1996, diagnosis IMA ditegakkan bila didapatkan dua atau lebih dari 3 kriteria, yaitu 1. Adanya nyeri dada Sakit dada terjadi lebih dari 20 menit dan tidak hilang dengan pemberian nitrat biasa. 2. Perubahan elektrokardiografi EKG Nekrosis miokard dilihat dari 12 lead EKG. Selama fase awal miokard infark akut, EKG pasien yang mengalami oklusi total arteri koroner menunjukkan elevasi segmen ST. Kemudian gambaran EKG berupa elevasi segmen ST akan berkembang menjadi gelombang Q. Sebagian kecil berkembang menjadi gelombang non-Q. Ketika trombus tidak menyebabkan oklusi total, maka tidak terjadi elevasi segmen ST. Pasien dengan gambaran EKG tanpa elevasi segmen ST digolongkan ke dalam unstable angina atau Non STEMI Cannon, 2005. 3. Peningkatan petanda biokimia. Pada nekrosis miokard, protein intraseluler akan masuk dalam ruang interstitial dan masuk ke sirkulasi sistemik melalui mikrovaskuler lokal dan aliran limfatik Patel, 1999. Oleh sebab itu, nekrosis miokard dapat dideteksi dari pemeriksaan protein dalam darah yang disebabkan kerusakan sel. Protein-protein tersebut antara lain aspartate aminotransferase AST, lactate dehydrogenase, creatine kinase isoenzyme MB CK-MB, mioglobin, carbonic anhydrase III CA III, myosin light chain MLC dan cardiac troponin I dan T cTnI dan cTnT Samsu, 2007. Peningkatan kadar serum protein-protein ini mengkonfirmasi adanya infark miokard Nigam, 2007.

2.2. EKG sebagai Penegakan Diagnosis Infark Miokard

Kompleks QRS normal menunjukkan resultan gaya elektrik miokard ketika ventrikel berdepolarisasi. Bagian nekrosis tidak berespon secara elektrik. Vektor gaya bergerak menjauhi bagian nekrosis dan terekam oleh elektroda pada daerah infark sebagai defleksi negatif abnormal. Infark yang menunjukkan abnormalitas gelombang Q disebut infark gelombang Q. Pada sebagian kasus infark miokard, hasil rekaman EKG tidak menunjukkan gelombang Q abnormal. Hal ini dapat terjadi pada infark miokard dengan daerah nekrotik kecil atau tersebar. Gelombang Q dikatakan abnormal jika durasinya ≥ 0,04 detik. Namun hal ini tidak berlaku untuk gelombang Q di lead III, aVR, dan V1, karena normalnya gelombang Q di lead ini lebar dan dalam Chou, 1996. Pada injury miokard, area yang terlibat tidak berdepolarisasi secara sempurna. Area tersebut lebih positif dibandingkan daerah yang normal pada akhir proses depolarisasi. Jika elektroda diletakkan di daerah ini, maka potensial yang positif akan terekam dalam bentuk elevasi segmen ST. Jika elektroda diletakkan di daerah sehat yang berseberangan dengan area injury, maka terekam potensial yang negatif dan ditunjukkan dalam bentuk ST depresi. ST depresi juga terjadi pada injury subendokard, dimana elektroda dipisahkan dari daerah injury oleh daerah normal. Vektor ST bergerak menjauhi elektroda, yang menyebabkan gambaran ST depresi Chou, 1996. Iskemik miokard memperlambat proses repolarisasi. Area iskemik menjadi lebih negatif dibandingkan area yang sehat pada masa repolarisasi. Vektor T bergerak menjauhi daerah iskemik. Elektroda yang terletak di daerah iskemik merekam gerakan ini sebagai gelombang T negatif. Iskemia subendokard tidak mengubah arah gambaran gelombang T, mengingat proses repolarisasi secara normal bergerak dari epikard ke arah endokard. Karena potensial elektrik dihasilkan repolarisasi subendokardium terhambat, maka gelombang T terekam sangat tinggi Chou, 1996.

2.3. Pertanda Biokimia Troponin T pada Infark Miokard