Antimicrobial Activity of Sponge-Haliclona sp.-Associated Bacteria and Their Genetics Analysis

(1)

BAKTERI YANG BERSIMBIOSIS DENGAN SPONS Haliclona sp. DAN TELAAH GENETIKNYA

YONATAN BANOET

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Aktivitas Senyawa Bioaktif Antimikrob dari Isolat Bakteri yang Bersimbiosis dengan Spons Haliclona sp. dan Telaah Genetiknya adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Oktober 2011

Yonatan Banoet G351090151


(3)

YONATAN BANOET. Antimicrobial Activity of Sponge-Haliclona sp.-Associated Bacteria and Their Genetics Analysis. Under direction of Aris Tri Wahyudi and Sri Budiarti.

Three marine bacterial isolates isolated from sponge-Haliclona sp. coded as HAL-13, HAL-74, and HAA-01 produced broad spectrum of antimicrobial compounds. Extraction of antimicrobial compounds has been performed using n-butanol and ethyl acetate solvent. Bacterial crude extracts from all of these isolates showed broad spectrum activity against bacterial and fungal test strains, i.e. Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeroginosa, enteropathogenic Escherichia coli K1-1, Candida albicans, and Candida tropicalis. Crude extract from HAL-13 showed the highest antimicrobial activity against bacterial and fungal test strain. Analysis of active spot from thin layer chromatography plate was conducted by bioautography technique. At least one spot from each bacterial crude extract has antimicrobial activity against Staphylococcus aureus and enteropathogenic Escherichia coli K1-1. Purification of antimicrobial compounds from HAL-13 were performed using column chromatography with chloroform-methanol solvent system. Thirty-seven fractions were collected from column chromatography, five fractions of which have antimicrobial activity. DNA fragment of ketosynthase of polyketide synthase genes cluster from HAL-13, HAL-74, HAA-01 were amplified and successfully cloned into pGEMT-Easy. Sequences analysis showed that they had homology with PKS type of 1 B. subtilis BSN5 for HAL 13 and HAA-01, and PKS type 1 of B. amyloliquefaciens for HAL-74.


(4)

RINGKASAN

YONATAN BANOET. Aktivitas Senyawa Bioaktif Antimikrob dari Isolat Bakteri yang Bersimbiosis dengan Spons Haliclona sp. dan Telaah Genetiknya. Dibimbing oleh Aris Tri Wahyudi dan Sri Budiarti.

Hewan spons saat telah menjadi sumber alternatif dalam eksplorasi berbagai senyawa metabolit sekunder yang memiliki aktivitas biologis terutama senyawa antibiotik. Komunitas mikroba yang beragam dan berjumlah besar pada hewan spons telah diketahui merupakan sumber dari berbagai senyawa bioaktif tersebut. Tiga isolat bakteri yang bersimbiosis dengan spons Haliclona sp. yang diberi kode HAL-13, HAL-74, dan HAA-01 mampu menghasilkan senyawa bioaktif antimikrob berspektrum luas yang aktif menghambat pertumbuhan bakteri patogen Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan enteropatogenik Escherichia coli K1-1 maupun cendawan patogen Candida albicans dan Candida tropicalis.

Ekstrak kasar senyawa antimikrob yang dihasilkan dari salah satu kultur isolat, yaitu HAL-13 memiliki aktivitas antimikrob berspektrum luas terbaik dibandingkan aktivitas ekstrak kasar senyawa antimikrob dari kedua isolat lainnya, yaitu HAL-74 dan HAA-01. Fraksinasi terhadap ekstrak kasar senyawa antimikrob dari isolat HAL-13 menghasilkan 37 fraksi senyawa. Lima fraksi diantaranya memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, dan enteropatogenik Escherichia coli K1-1. Kelima fraksi aktif tersebut diberi kode BS13-5, BS13-11, BS13-7, BS13-2, dan BS13-3. Empat senyawa aktif diperoleh dari fraksi BS13-5, sedangkan dua senyawa aktif dan satu senyawa aktif masing-masing diperoleh dari fraksi BS13-11 dan BS13-7.

Isolat HAL-13, HAL-74, dan HAA-01 memiliki kluster gen penyandi poliketid sintase. Hal ini dibuktikan dengan teramplifikasinya fragmen DNA penyandi domain ketosintase (KS) yang merupakan fragmen terkonservasi pada kluster gen penyandi poliketid sintase (PKS). Fragmen DNA yang diamplifikasi dari ketiga isolat tersebut berukuran 700 pb dan telah berhasil diklon kedalam vektor kloning pGEMT-Easy serta diintroduksikan kedalam sel E. coli DH5α. Analisis sekuen DNA menggunakan program BLASTX menyatakan bahwa sekuen DNA tersebut memiliki homologi sebesar 98 % dengan sekuen domain


(5)

ketosintase dari B. amyloliquefaciens FZB42 untuk fragmen DNA yang berasal dari isolat HAL-74.


(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

DAN TELAAH GENETIKNYA

YONATAN BANOET

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Mikrobiologi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(8)

(9)

NIM : G351090151

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si Dr. dr. Sri Budiarti

Ketua Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Mikrobiologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Gayuh Rahayu Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam karya ilmiah ini adalah aktivitas antimikrob dari isolat bakteri yang bersimbiosis dengan spons Haliclona sp. dan telaah genetiknya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si dan Dr. dr. Sri Budiarti selaku komisi pembimbing dalam penelitian ini. Selain itu penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Eman di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia, serta Ibu Nunu dan Salina di Laboratorium Uji, Pusat Riset Biofarmaka, IPB atas bantuan teknisnya dalam pemekatan serta pemurnian senyawa. Terakhir penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi atas perhatian dan semangat yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2011

Yonatan Banoet


(11)

Penulis dilahirkan di Denpasar, Bali pada tanggal 23 Juli 1986. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa pascasarjana di Program Studi Mikrobiologi, Sekolah Pascasarjana, IPB. Selama mengikuti studi di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum Mikrobiologi Dasar dan Pengantar Genetika Molekuler, serta mengikuti program Internship I-MHERE di Departemen Bioteknologi, Tokyo University of Agriculture and Technology Jepang pada bulan Agustus 2010.


(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 3

Waktu dan Tempat Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Bakteri yang Bersimbiosis dengan Spons ... 4

Aspek Medis Bakteri yang Bersimbiosis dengan Spons ... 5

Aktivitas Antibiotik dan Resistensinya ... 7

Genetika Molekuler Bakteri yang Bersimbiosis dengan Spons ... 8

METODE ... 10

Mikrob yang digunakan dalam Penelitian ... 10

Ekstraksi Senyawa Antimikrob ... 10

Uji Aktivitas Ekstrak Kasar Senyawa Antimikrob ... 11

Deteksi Senyawa Antimikrob menggunakan Metode Bioautografi ... 11

Pemurnian Senyawa Antimikrob dari Ekstrak Kasar ... 12

Uji Bioaktivitas Hasil Fraksinasi Senyawa ... 13

Pemurnian Senyawa Antimikrob menggunakan Teknik KLT Preparatif ... 13

Isolasi DNA Genom dan Amplifikasi Fragmen DNA Penyandi Domain Ketosintase ... 14

Kloning dan Analisis Bioinformatika Domain Ketosintase ... 15

HASIL ... 17

Aktivitas Antimikrob Ekstrak Kasar Senyawa Antimikrob. ... 17

Uji Ekstrak Kasar Senyawa Antimikrob menggunakan Metode Bioautografi ... 19

Pemurnian Senyawa Antimikrob dari Ekstrak Kasar Senyawa Antimikrob Isolat HAL-13 ... 20

Pemurnian Senyawa Antimikrob dengan Teknik Kromatografi Lapis Tipis Preparatif ... 22

Amplifikasi Fragmen DNA Penyandi Domain Ketosintase ... 24

Kloning dan Analisis Bioinformatika ... 24 Halaman


(13)

SARAN ... 35


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Hasil uji aktivitas ekstrak kasar senyawa antimikrob pada cawan agar.. ... 17 2 Nilai Rf bercak fraksi senyawa yang memiliki aktivitas antimikrob terhadap EPEC K1-1 dan S. aureus.. ... 19 3 Aktivitas antimikroba fraksi senyawa hasil kromatografi kolom ... 21 4 Hasil analisis kromatografi lapis tipis terhadap fraksi aktif. ... 23 5 Hasil analisis bioinformatika fragmen DNA penyandi domain ketosintase menggunakan program BLASTX.. ... 26


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Aktivitas antimikrob berpektrum luas dari ekstrak kasar senyawa

antimikrob dari isolat HAL-13 . ... 18 Aktivitas antimikrob berpektrum luas dari ekstrak kasar senyawa

antimikrob dari isolat HAA-01 . ... 18 Kromatografi lapis tipis ekstrak kasar senyawa antimikrob dari ketiga isolat bakteri yang bersimbiosis dengan spons.. ... 19 Aktivitas antimikrob bercak fraksi senyawa aktif terhadap strain uji EPEC K1-1 dan S. aureus.. ... 20 Aktivitas antibakteri berspektrum luas dari fraksi senyawa aktif BS13-5 dan BS13-11... 22 Kromatografi lapis tipis fraksi aktif BS13-5 dan BS13-11 ……… ... 23 Aktivitas antibakteri enam senyawa aktif yang diperoleh dengan teknik KLT preparatif terhadap EPEC K1-1.………. ... 24 Elektroforesis gel agarosa fragmen DNA penyandi domain ketosintase …. ... 25 Elektroforesis gel agarosa plasmid rekombinan pGEMT-Easy-KS .………... 25 Penyejajaran sekuen asam amino domain ketosintase isolat HAL-13, HAL-74, HAA-01, serta strain referensi dari GenBank.………. ... 26 Pohon filogeni ketiga isolat bakteri HAL-13, HAA-01, HAL-74, dan strain referensi dari GenBank..………. ... 27


(16)

(17)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan tidak terkontrol dalam menangani penyakit infeksi yang diakibatkan oleh bakteri patogen telah mengakselerasi timbulnya strain bakteri yang resisten terhadap antibiotik/multi drug resistence (MDR) (Radjasa et al. 2007). Hal tersebut telah menjadi masalah rumit dalam bidang medis. Di negara tropis seperti Indonesia, penyebaran penyakit menular seperti diare dan infeksi saluran pernapasan yang disebabkan strain MDR terkadang menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) (Ditjen PP & PL Depkes RI 2011). Hal tersebut merupakan masalah serius yang penting untuk ditanggulangi. Kecemasan yang muncul dalam penanganan penyakit infeksi akibat strain MDR mendorong berbagai penelitian dalam eksplorasi senyawa antibiotik yang baru.

Eksplorasi terhadap sumber daya senyawa bioaktif dari dasar laut telah dilakukan di berbagai wilayah dan menghasilkan banyak senyawa yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai agen kemoterapi. Banyak diantara senyawa bioaktif tersebut memiliki aktivitas antibakteri, anticendawan, antikanker, antiviral, dan antiinflamasi (Bell et al. 1999; Borchiellini et al. 2000). Luas laut Indonesia yang mencapai 5.8 juta km2 (70% dari luas negara Indonesia) merupakan sumber daya yang menjanjikan untuk eksplorasi berbagai senyawa kemoterapi baru.

Hewan spons (Filum Porifera) merupakan salah satu sumber senyawa bioaktif terutama antibiotik dari wilayah perairan. Kelompok ini merupakan hewan multiseluler yang paling tua. Spons telah menjadi fokus penelitian yang menarik karena dua faktor utama yaitu kelompok tersebut membentuk simbiosis yang erat dengan beragam mikroorganisme dan merupakan sumber ditemukannya berbagai metabolit sekunder yang memiliki aktivitas biologis terutama senyawa antibiotik. Taylor et al. (2007) menyatakan bahwa saat ini spons telah menjadi penghasil mayoritas senyawa bioaktif dari laut dengan lebih dari 200 senyawa metabolit baru dilaporkan tiap tahunnya. Masalah utama dalam pengembangan senyawa antimikrob yang berasal dari hewan spons adalah konsentrasi yang


(18)

2

sangat kecil dari senyawa tersebut, sehingga diperlukan biomassa spons yang besar untuk mengekstraksi berbagai senyawa bioaktif yang berguna dalam riset medis (Proksch et al. 2002).

Mikroba yang bersimbiosis dengan spons dapat mencapai 40% dari volume jaringan spons dengan densitas mencapai 109 sel bakteri per mm3 dari jaringan spons (Webster & Hill 2001; Hoffmann et al. 2005). Komunitas mikroba yang beragam dan berjumlah besar pada hewan spons diduga merupakan sumber dari berbagai senyawa bioaktif tersebut. Isolasi bakteri yang bersimbiosis dengan spons, karakterisasi molekuler, dan karakterisasi senyawa bioaktif yang dihasilkan bakteri tersebut merupakan strategi yang dapat digunakan dalam memproduksi berbagai senyawa yang memiliki potensi kemoterapi dalam jumlah besar (Proksch et al. 2002).

Tokasaya (2010) telah mengisolasi berbagai bakteri yang bersimbiosis dengan spons Haliclona sp. dari perairan Raja Ampat Papua. Tiga isolat diantaranya yang diberi kode HAL-13, HAL-74 dan HAA-01 memiliki aktivitas antimikrob berspektrum luas terhadap enteropatogenik Escherichia coli K1-1, Vibrio harveyi, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Candida tropicalis dan Candida albicans, serta mampu menghasilkan senyawa yang bersifat bakterisidalberdasarkan hasil uji minimum inhibitor concentration (MIC). Ketiga isolat tersebut telah diidentifikasi sebagai Bacillus subtilis berdasarkan analisis parsial gen penyandi 16S ribosomal RNA. Ekstraksi dan pemurnian senyawa bioaktif antimikrob, serta telaah genetik gen penghasil senyawa antimikrob dalam penelitian ini dilakukan terhadap isolat HAL-13, HAA-01, dan HAL-74.

Ekstraksi serta pemurnian senyawa antimikrob yang dihasilkan oleh isolat-isolat tersebut perlu dilakukan sebagai dasar untuk mengkarakterisasi senyawa antimikrob yang dihasilkan ketiga isolat tersebut. Hingga saat ini belum ada data mengenai keberadaan gen penyandi senyawa antimikrob yang dihasilkan isolat-isolat tersebut, terutama untuk kluster gen poliketid sintase (PKS). Poliketid sintase merupakan kompleks enzim yang mensintesis prekursor dari banyak senyawa bioaktif termasuk antibiotik pada sebagian besar bakteri yang bersimbiosis dengan spons (Taylor et al. 2007). Keberadaan kluster gen penyandi


(19)

kompleks enzim PKS penting diketahui untuk memastikan bahwa isolat-isolat bakteri tersebut memiliki kemampuan mensintesis senyawa bioaktif. Deteksi gen penyandi kompleks enzim tersebut dilakukan dengan mengamplifikasi dan melakukan kloning molekuler terhadap fragmen DNA penyandi domain ketosintase ke dalam vektor kloning pGEMT-Easy.

Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan ekstraksi, uji aktivitas, dan purifikasi senyawa antimikrob, serta mendeteksi keberadaan kluster gen penyandi poliketid sintase dan mengkarakterisasi fragmen DNA penyandi domain ketosintase dari isolat bakteri HAL-13, HAA-01, dan HAL-74 yang bersimbiosis dengan spons Halicona sp. yang berpotensi sebagai penghasil senyawa bioaktif.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan mulai bulan September 2010 hingga Agustus 2011. penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium Uji Pusat Penelitian Biofarmaka, Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA Bakteri yang Bersimbiosis dengan spons

Spons merupakan hewan yang termasuk ke dalam filum porifera. Spons adalah hewan multiselular (Metazoa) yang paling tua, menempel pada substrat di dasar perairan laut atau tawar, serta mengambil makanan dari lingkungannya secara pasif (filter-feeding). Spons tidak memiliki jaringan yang sebenarnya, tetapi memiliki tipe sel berbeda dengan pembagian fungsi yang jelas.

Interaksi antara spons dan bakteri terjadi dalam banyak bentuk. Mikroba yang berada dalam tubuh spons dapat diartikan sebagai makanan, patogen, parasit atau sebagai organisme yang bersimbiosis secara mutualistik. Hoffmann et al. (2005) menyatakan bahwa bakteri yang bersimbiosis dengan spons dapat mencapai 40% dari jaringan spons dengan kepadatan 109 sel bakteri per mL jaringan spons. Hingga saat ini berbagai mikroorganisme yang telah diketahui bersimbiosis dengan spons dikategorikan ke dalam 14 filum bakteri, dua kelompok utama arkea, dan organisme eukariotik berukuran mikroskopik. Berdasarkan analisis sekuen 16S rDNA dan Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE) yang dilakukan oleh Taylor et al. (2007) kelompok bakteri yang diketahui bersimbiosis dengan spons antara lain Acidobacteria, Actinobacteria, Bacteroides, Chloroflexi, Cyanobacteria, Deinococcus-Thermus, Firmicutes, Gemmatimonadetes, Nitrospira, Planctomycetes, Poribacteria, Proteobacteria, Sphirochaetes dan Verrucomicrobia.

Spons yang bersifat sesil menyaring makanannya dari aliran air sangat terbuka terhadap serangan patogen (bakteri dan virus) dan predator (Vogel 1994; Müller et al. 2004). Spons mampu bertahan terhadap gangguan dari organisme lainnya dengan mengandalkan berbagai senyawa bioaktif yang dihasilkan mikroorganisme simbionnya. Mikroorganisme yang bersimbiosis dengan spons mendapatkan suplai senyawa karbon organik yang dapat dengan mudah digunakan sebagai sumber energi. Hubungan mutualisme antara spons dan berbagai mikroorganisme berlangsung dalam bentuk yang ekstrim (Müller et al. 2004). Hal ini dikarenakan senyawa bioaktif yang dihasilkan bakteri simbion spons hanya memiliki aktivitas terhadap organisme nonsimbion, sedangkan spons


(21)

menghasilkan senyawa karbon yang dapat digunakan dalam lintasan metabolisme energi bakteri simbionnya (Müller et al. 2004).

Imhoff dan Sthor (2003) mengungkapkan bahwa suatu mikroorganisme akan bersimbiosis dengan spesies spons tertentu, sehingga dapat dikatakan ada kekhususan interaksi antara mirkoorganisme tertentu dengan spons jenis tertentu. Hubungan simbiosis mutualisme yang ekstrim antara spons dan mikroorganisme menjadikan kebutuhan mikroorganisme yang bersimbiosis dengan spons menjadi sulit terpenuhi oleh media kultur dalam laboratorium. Proksch et al. (2002) mengungkapkan bahwa isolat bakteri dapat kehilangan aktivitasnya dalam menghasilkan senyawa antimikrob setelah dikulturkan pada media yang umum di laboratorium. Hal ini diduga karena hilangnya penggerak elemen-elemen genetik yang menginduksi ekspresi gen-gen penyandi senyawa bioaktif.

Aspek Medis Bakteri yang Bersimbiosis dengan Spons

Spons menjadi perhatian utama dalam berbagai riset mengenai senyawa bioaktif. Lebih dari 200 metabolit baru yang memiliki aspek penting dalam bidang medis berhasil diisolasi dari kelompok hewan tersebut tiap tahunnya (Blunt et al. 2006). Beragam kelas senyawa kimia seperti terpenoid, alkaloid, peptida, dan poliketid dengan aplikasi bioteknologi seperti senyawa antimikrob didapatkan dari bakteri yang bersimbiosis dengan spons.

Radjasa et al. (2007) melaporkan dua isolat yang diisolasi dari spons Aaptos sp dari laut Jawa memiliki aktivitas antibakteri terhadap strain MDR seperti E. coli dan Ptoteus sp. Kedua isolat tersebut juga memiliki gen penyandi nonribosomal peptida yang merupakan prekursor berbagai senyawa antibiotik. Aktivitas inhibitor protease dari bakteri Chromohalobacter sp. yang bersimbiosis dengan spons asal perairan Kepulauan Seribu dilaporkan oleh Nurhayati et al. (2006). Senyawa inhibitor protease yang dihasilkan isolat tersebut mampu menghambat aktivitas protease dari bakteri patogen S. aureus, E. coli, dan P. aeruginosa.

Oclarit et al. (1994) telah mengisolasi senyawa peptida antibakteri dari Vibrio sp yang bersimbiosis dengan Hyatella sp, sedangkan Bultel-Ponce et al (1999) melaporkan bahwa beberapa senyawa quinolon berhasil diisolasi dari


(22)

6

Pseudomonad yang bersimbiosis dengan spons Homophymia sp memiliki aktivitas antimikrob dan sitotoksik. Senyawa antimalaria juga termasuk satu dari sekian banyak senyawa bioaktif yang dilaporkan berhasil diisolasi dari bakteri yang bersimbiosis dengan spons. Sebuah senyawa baru yaitu siklotetrapeptida dilaporkan oleh Mitova et al. (2003) telah diisolasi dari bakteri Pseudomonas sp. (IM1) yang bersimbiosis dengan spons Ircinia muscarum dari teluk Naples (Italia). Aktivitas antimikrob berpektrum luas senyawa yang diisolasi dari B. subtilis yang bersimbiosis dengan spons dari perairan India juga dilaporkan oleh Anand et al. (2005).

Kelima isolat uji (EPEC K1-1, S. aureus, P. aeruginosa, serta khamir C. albicans, dan C. tropicalis) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan patogen yang memiliki nilai penting dalam dunia medis. Ketiga bakteri patogen yang digunakan dalam penelitian ini dapat menyebabkan penyakit yang dikenal sebagai foodborne diseases dengan menghasilkan enzim protease (Nurhayati et al. 2006). Hingga saat ini, infeksi yang disebabkan oleh khamir Candida albicans merupakan masalah penting dalam bidang medis. C. albicans umum berada permukaan tubuh atau saluran kelamin pada manusia (Naglik et al. 2003). Patogenitas C. albicans biasa terjadi pada pasien dengan kekebalan tubuh yang menurun, terutama pada pasien human imunodeficiency virus (HIV) (Korting et al. 1999).

Enteropatogenik E. coli K1-1 merupakan strain patogen yang menyebabkan infeksi gastrointestinal pada manusia. Budiarti (1997) menemukan bahwa 55 % penyakit diare di Indonesia disebabkan oleh EPEC. Strain tersebut mensekresikan enzim proteolitik ekstraseluler, sehingga mampu merusak lapisan mukus yang melapisi saluran gastrointestinal. Uji degradasi terhadap musin menunjukkan bahwa strain EPEC K1-1 memiliki aktivitas proteolitik (Budiarti dan Mubarik, 2007). EPEC juga diketahui memiliki resistensi terhadap ampisilin dengan menghasilkan enzim β-laktamase. Hingga saat ini penanganan penyakit infeksi yang diakibatkan strain-strain EPEC menjadi masalah rumit karena penyebaran gen-gen enzim β-laktamase diantara strain-strain tersebut. Selain EPEC K1-1, S. aureus juga merupakan bakteri patogen yang memiliki nilai klinis pada kesehatan manusia. Bakteri tersebut umum berada pada permukaan mukosa hewan dan


(23)

manusia seperti hidung, tenggorokan, dinding vagina, dan saluran gastrointestinal (Liu 2009). Infeksi oleh S. aureus dapat terjadi jika permukaan mukosa terbuka karena luka atau infeksi virus. Penanganan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen EPEC dan S. aureus menjadi penting karena penyakit menular seperti diare yang disebabkan EPEC dan infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) yang disebabkan S. aureus masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia dan terkadang menjadi kondisi luar biasa (KLB) (Ditjen PP & PL Depkes RI 2011).

P. aeruginosa merupakan patogen oportunistik pada saluran pernapasan manusia. Patogenitas bakteri tersebut muncul pada pasien dengan kekebalan tubuh menurun dan pada pasien penderita sistis fibrosis. Infeksi P. aeruginosa pada pasien penderita sistis fibrosis terjadi melalui kolonisasi jaringan paru-paru oleh bakteri tersebut yang kemudian mampu membentuk mukus sebagai mekanisme resistensi terhadap sistem antibodi (Govan et al. 1996).

Aktivitas Antibiotik dan Resistensinya

Antibiotik merupakan substansi kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang mampu menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme lainnya (Madigan et al. 2006). Menurut Lancini dan Lorenzetti (1993) antibiotik merupakan metabolit sekunder mikroorganisme dengan berat molekul rendah, dan pada konsentrasi rendah menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain. Antibiotik merupakan substansi kimia yang memiliki aspek penting dalam industri yang memanfaatkan mikroorganisme sebagai penghasil senyawa bioaktif. Sejumlah besar senyawa antibiotik telah ditemukan hingga saat ini, namun hanya 1% yang dapat diaplikasikan dalam bidang medis. Modifikasi kimia dalam memproduksi antibiotik semisintetik menjadi pilihan utama industri obat dalam meningkatkan aktivitas antibiotik.

Target penting dari antibiotik adalah ribosom, proses replikasi DNA, transkripsi, dinding sel, dan membran sitoplasma (Madigan et al. 2006). Sensitivitas mikroorganisme terhadap antibiotik dan agen kemoterapi lainnya bervariasi. Sebuah senyawa antibiotik yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri baik gram positif maupun gram negatif dikatakan sebagai antibiotik berpektrum luas. Umumnya antibiotik dangen aktivitas berspektrum luas memiliki


(24)

8

aplikasi yang lebih banyak dalam bidang medis. Antibiotik dan senyawa kemoterapi dapat dikelompokkan berdasarkan struktur kimia atau model aktivitasnya. Kelompok β-laktam merupakan kelompok antibiotik yang memiliki peran signifikan dalam dunia medis. Target utama antibiotik tersebut adalah dinding sel bakteri. Antibiotik aminoglikosida, makrolid, dan tetrasiklin merupakan antibiotik yang dihasilkan organisme prokariot dan memiliki aplikasi penting dalam dunia medis. Ketiga kelompok antibiotik tersebut memiliki aktivitas menghambat sintesis protein pada ribosom (Madigan et al. 2006).

Resistensi terhadap suatu senyawa antimikrob secara alami telah ada bersama dengan dihasilkannya senyawa antimikrob tersebut oleh mikroorganisme. Transfer gen resistensi dari mikroba yang memiliki gen resistensi ke mikroba yang rentan terhadap suatu senyawa antibiotik merupakan hal yang umum terjadi dalam komunitas mikroba. Mikroorganisme memiliki resistensi terhadap antibiotik melalui beberapa mekanisme diantaranya adalah kehilangan struktur yang menjadi target antibiotik, mengubah struktur kimia antibiotik menjadi tidak aktif, atau mikroorganisme mampu mengeluarkan senyawa antibiotik dari selnya (Madigan et al. 2006).

Penisilin merupakan antibiotik yang pertama kali ditemukan dan diaplikasikan dalam pengobatan penyakit akibat infeksi. Indikasi munculnya resistensi terhadap penisilin pada E. coli dilaporkan oleh Abramsom dan Chain (1940). Segera setelah laporan tersebut, resistensi terhadap penisilin juga ditemukan pada S. aureus oleh Kirby (1944). Saat ini mayoritas bakteri Staphylococcus dilaporkan memiliki gen penyandi enzim β-laktamase pada plasmidnya (Koch 2003). Berdasarkan laporan-laporan ditemukannya resistensi terhadap antibiotik β-laktam, tidak diragukan lagi bahwa enzim β-laktamase telah tersebar di dunia mikroba.

Genetika Molekuler Bakteri yang Bersimbiosis dengan Spons

Analisis genetik dan metagenomik terhadap bakteri yang bersimbiosis dengan spons umumnya dilakukan terhadap gen penyandi poliketid sintase (PKS) (Kim & Fuerst 2006, Schirmer et al. 2005). PKS tipe 1 merupakan protein multifungsional dan berukuran besar yang mengkatalisis kondensasi secara


(25)

bertahap senyawa-senyawa metabolit yang sederhana. Enzim PKS terorganisasi secara modular dan setiap modul memiliki informasi esensial untuk pengenalan, aktivasi dan modifikasi dari suatu substrat menjadi senyawa polimernya. Setiap modul dapat dibagi menjadi beberapa domain yang teribat dalam reaksi spesifik. Jumlah modul dan organisasi domain-domain pada kluster gen tersebut menentukan struktur senyawa poliketid (Schwarzer & Marahiel 2001).

Poliketid sintase pada bakteri merupakan enzim yang terlibat dalam biosintesis poliketid yang merupakan senyawa prekursor bagi banyak senyawa penting dalam bidang farmakologi seperti antibiotik eritromisin dan tetrasiklin. PKS tipe I merupakan jenis enzim yang banyak ditemukan pada bakteri. Sejumlah agen terapi yang berasal dari laut seperti bryostatin, discodermolide, dan aforementioned pelorusida termasuk kelompok yang dihasilkan PKS tipe I.

Schimer et al. (2005) melalui studi metagenomik komunitas bakteri pada spons Discordemia dissolute telah mengkarakterisasi kluster gen penyandi PKS. Kluster gen PKS yang dikarakterisasi oleh Schimer et al. (2005) berukuran 110 kb dan terdiri dari 3 open reading frame (ORF). ORF pertama pada kluster tersebut mengkode polipetida berukuran 25572 asam amino dengan massa molekul 622.7 MDa. Kluster gen penyandi PKS memiliki 16 modul. Modul starter membawa domain ketosintase (KS) yang merupakan domain konservatif pada kluster gen PKS. Setiap modul memiliki domain Acyl transferase (AT) yang berperan dalam menyambungkan malonyl-CoA pada pemanjangan rantai poliketid. Keunikan dari kluster gen PKS adalah tiap modul memiliki set domain reduktif (ketoreduktase, dehidratase, enoyl reduktase), selain itu C-metil transferase ada di 8 dari 14 modul PKS. Schirmer et al. (2005) mengungkapkan bahwa produk dari kluster gen PKS lebih memiliki similiaritas dengan asam lemak.

Fragmen DNA penyandi domain ketosintase selalu ada pada kluster gen poliketid sintase. Hal ini memungkinkan deteksi terhadap kluster gen PKS tipe 1 dilakukan dengan mengamplifikasi fragmen DNA penyandi domain ketosintase. Sifat domain ketosintase yang terkonservasi dapat dijadikan tolak ukur dalam analisis jarak evolusi antara mikroorganisme yang memiliki kluster gen PKS tipe 1 (Schimer et al. 2005).


(26)

BAHAN DAN METODE Mikrob yang Digunakan dalam Penelitian

Tiga isolat bakteri simbion spons yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat HAL-13, HAL-74, dan HAA-01. Ketiga isolat tersebut merupakan koleksi dari Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Institut Pertanian Bogor. Ketiga isolat tersebut diisolasi dari spons Haliclona sp. yang berasal dari perairan Raja Ampat Papua oleh Tokasaya (2010).

Mikrob uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah Enteropatogenik Escherichia coli K1-1 (Koleksi Dr. dr. Sri Budiarti dari Laboratorium Bioteknologi Hewan, Pusat Antar Universitas, IPB), Pseudomonas aeruginosa (Laboratorium Bioteknologi Hewan, Pusat Antar Universitas, IPB), Staphylococcus aureus (Laboratorium Bioteknologi Hewan, Pusat Antar Universitas, IPB), Candida albicans (Laboratrium Parasitologi, Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia), dan Candida tropicalis (Laboratorium Parasitologi, Falkutas Kedokteran Universitas Indonesia).

Ekstraksi Senyawa Antimikrob

Isolasi senyawa antimikrob dari kultur cair bakteri dengan pelarut n-butanol dilakukan seperti yang telah dideskripsikan oleh Müller et al. (2004). Isolat bakteri (HAL-13, HAL-74, dan HAA-01) dikulturkan pada 1 L media sea water complete (5 g bacto pepton, 1 g yeast extract, 3 ml gliserol, 750 mL air laut, dan 250 mL akuades) dan diinkubasi menggunakan inkubator bergoyang pada kecepatan 100 rpm, suhu 30 0C, hingga fase stasioner. Kultur bakteri kemudian ditambahkan 300 mL n-butanol. Campuran diinkubasi pada suhu 40 0C selama 24 jam, campuran kemudian dikocok dengan kecepatan 250 rpm selama 2 jam. Lapisan butanol yang terbentuk diatas kultur kemudian dipisahkan dan dipekatkan menggunakan rotari evaporator, sehingga hanya didapatkan residu kering yang merupakan ekstrak kasar n-butanol. Ekstrak kasar diekstraksi secara bertingkat menggunakan metanol, campuran disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Supernatan dipekatkan sehingga didapatkan residu padat yang kemudian dilarutkan menggunakan metanol hingga konsentrasi 100 mg/mL.


(27)

Isolasi senyawa antimikrob menggunakan pelarut etil asetat dilakukan memodifikasi metode yang telah dideskripsikan Sunaryanto et al. (2010). Sebanyak 1 L kultur bakteri yang telah mencapai fase stasioner ditambahkan dengan 1 L etil asetat. Campuran diinkubasi pada suhu ruang selama 12 jam, kemudian campuran dikocok pada kecepatan 250 rpm selama 2 jam. Lapisan etil asetat dipisahkan dan dipekatkan menggunakan rotari evaporator hingga didapatkan residu kering ekstrak kasar etil asetat. Ekstrak kasar diekstraksi secara bertingkat menggunakan metanol, campuran disentrifugasi pada kecepatan 5000 rpm selama 5 menit. Supernatan dipekatkan sehingga didapatkan residu padat yang kemudian dilarutkan menggunakan metanol hingga konsentrasi 100 mg/mL.

Uji Aktivitas Ekstrak Kasar Senyawa Antimikrob

Uji aktivitas antibakteri dan anticendawan dilakukan menggunakan metode difusi pada kertas cakram seperti yang telah dideskripsikan Sudirman (2010). Sebanyak 100 µ L ekstrak kasar bakteri yang terlarut dalam metanol diteteskan perlahan-lahan pada kertas cakram berdiameter 6 mm sambil dikeringkan menggunakan pengering rambut (40 0C).

Kertas cakram dikeringkan pada suhu 37 0C selama 2 jam, kemudian diletakkan pada permukaan media agar semisolid yang sebelumnnya telah ditambahkan 1% (v/v) kultur cair strain uji pada konsentrasi sel 5 x 107 (OD620 0.45) untuk EPEC K1-1 dan 1 x 106 sel/mL (OD620 0.45) untuk isolat uji lainnya. Cawan kemudian diinkubasi pada suhu 10 0C selama 12 jam. Selanjutnya media diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Zona bening yang terbentuk disekitar kertas cakram kemudian diukur diameternya.

Deteksi Senyawa Antimikrob menggunakan Metode Bioautografi

Uji aktivitas senyawa antimikrob dengan teknik bioautografi dilakukan dengan memodifikasi metode yang telah dideskripsikan oleh Sudirman (2005). Ekstrak kasar bakteri yang terlarut dalam metanol (100 mg/mL) diteteskan secukupnya pada lempeng kromatografi lapis tipis dengan silika gel (MERCK 60 F254) sebagai fase diam. Dua jenis sistem solven yang digunakan dalam analisis ini adalah butanol-etil asetat-air (2:5:1) untuk ekstrak kasar isolat HAL-13 dan


(28)

12

HAA-01 serta heksan-metanol (1:1) untuk ekstrak kasar isolat HAL-74. Bercak senyawa yang terdeteksi pada lempeng kromatogram kemudian dipotong dan dikeringkan pada suhu ruang selama 2 hari.

Lempeng kromatogram diletakkan pada dasar cawan petri steril dan dilapisi dengan 15 mL media agar semisolid yang sebelumnya telah dicampurkan dengan kultur cair bakteri uji yang terdiri dari EPEC K1-1 dan S. aureus. Cawan diinkubasi pada suhu 10 0C selama 12 jam, kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 24 jam. Zona bening akan terlihat di sekitar lempeng kromatografi lapis tipis (KLT) jika lempeng tersebut mengandung bercak fraksi senyawa aktif. Zona bening yang terbentuk kemudian dihitung nilai faktor retensinya (Rf).

EPEC K1-1 dan S. aureus digunakan dalam uji bioautografi terhadap ekstrak kasar senyawa antimikrob dikarenakan sifat dan potensi klinis dari kedua bakteri uji tersebut. EPEC K1-1 merupakan satu-satunya bakteri uji yang memiliki aktivitas β-laktamase dalam penelitian ini. Penggunaan bakteri uji tersebut diharapkan akan memunculkan fraksi senyawa yang aktivitasnya tidak dihambat oleh enzim β-laktamase. Sehingga kemungkinan untuk mendapatkan senyawa antimikrob yang berbeda dari kelompok senyawa β-laktam lebih besar. S. aureus merupakan bakteri patogen yang umum tersebar pada permukaan tubuh manusia dan mampu bertahan terhadap sistem kekebalan tubuh manusia (Liu 2009). Hingga saat ini S. aureus merupakan patogen yang dikenal umum sebagai penyebab penyakit ISPA yang sering melanda daerah tropis seperti Indonesia. Senyawa antimikrob yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan berpotensi untuk dikembangkan sebagai agen kemoterapi baru untuk mengatasi penyakit infeksi seperti diare atau ISPA yang sering menimbulkan KLB di Indonesia.

Pemurnian Senyawa Antimikrob dari Ekstrak Kasar

Pemurnian senyawa antimikrob dari ekstrak kasar isolat HAL-13 dilakukan menggunakan piranti semi-automated flash chromatography (Buchi Pump Controler C-610). Piranti tersebut merupakan sistem kromatografi kolom dengan kolom gel silika siap pakai dan pompa untuk mendorong eluen ke dalam kolom. Sebanyak 3 gram ekstrak kasar etil asetat isolat HAL-13 dilarutkan dengan pelarut klorofom-metanol (90%-10%) dan diinjeksikan ke dalam kolom gel silika (0.40 x


(29)

150 mm; 40 x 63 µm). Eluen klorofom-metanol (90%-10%) kemudian dialirkan ke dalam kolom dengan kecepatan alir 3.5 mL/menit. Polaritas eluen ditingkatkan dengan menambah konsentrasi metanol dalam larutan eluen secara bertahap dari metanol 20%, 30%, 50%, 70%, hingga metanol 90%. Fraksi senyawa yang keluar dari kolom ditampung pada tabung kaca dengan volume 5 mL untuk tiap fraksi senyawa.

Analisis KLT terhadap fraksi senyawa yang terkumpul dilakukan untuk mengetahui fraksi-fraksi yang memiliki pola kromatogram sama, sehingga terdapat beberapa fraksi senyawa yang dapat digabungkan. Fraksi senyawa hasil kromatografi kolom kemudian dipekatkan dengan menggunakan kompresor. Deteksi bercak senyawa pada lempeng kromatografi lapis tipis dilakukan pada dua panjang gelombang ultraviolet, yaitu panjang gelombang 254 nm dan 366 nm.

Uji Bioaktivitas Hasil Fraksinasi Senyawa

Fraksi senyawa diuji aktivitas antimikrobnya menggunakan metode filtrasi pada kertas cakram. Kertas cakram berdiameter 6 mm direndam selama 1 jam dalam fraksi senyawa, kemudian kertas cakram dikeringkan pada suhu 37 0C selama 2 jam. Kertas cakram yang telah kering dan mengandung fraksi senyawa diletakkan di atas permukaan media agar semisolid yang sebelumnya telah dicampurkan dengan kultur cair strain uji (OD620 0.45). Media diinkubasi pada suhu 10 0C selama 3 hingga 4 jam, lalu diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Fraksi senyawa yang membentuk zona bening pada cawan dianggap sebagai fraksi aktif.

Pemurnian Senyawa Antimikrob menggunakan Teknik KLT Preparatif

Senyawa antimikrob yang terdapat pada fraksi aktif ditingkatkan kemurniannya menggunakan teknik KLT preparatif. Tiga jenis eluen yang digunakan dalam melakukan KLT preparatif antara lain adalah etil asetat, klorofom-metanol (8:2), dan klorofom-metanol (7:3). Fraksi senyawa diteteskan secukupnya pada lempeng gel silika (MERCK 60 F 254, tebal 0.1 mm). Lempeng KLT kemudian diletakkan secara tegak pada botol kaca yang berisi larutan eluen. Bercak senyawa yang terdeteksi pada panjang gelombang 366 maupun 254 nm


(30)

14

diekstraksi langsung dari gel silika menggunakan pelarut metanol. Senyawa dari fraksi aktif yang telah dimurnikan dengan teknik KLT preparatif kemudian diuji aktivitas antimikrobnya menggunakan metode difusi pada kertas saring terhadap EPEC K1-1. EPEC K1-1 digunakan sebagai bakteri uji dalam metode ini untuk mendapatkan senyawa antimikrob yang berbeda dari kelompok senyawa β -laktam, sehingga aktivitasnya tidak dihambat oleh enzim β-laktamase yang telah tersebar diantara strain-strain bakteri patogen.

Isolasi DNA Genom dan Amplifikasi Fragmen DNA Penyandi Domain Ketosintase

Isolasi DNA Genom dilakukan menggunakan metode lisis dengan cetyl trimethyl ammonium bromide (CTAB) (Sambrook & Russel 2001). Prinsip dari metode ini adalah melisis sel menggunakan perlakuan kimia (lisozim, sodium dodecyl sulphate, dan CTAB) serta pemisahan molekul DNA dengan molekul organik lainnya menggunakan campuran larutan fenol, klorofom dan isoamilalkohol (PCI).

Isolat HAL-13, HAL-74, dan HAA-01 dikulturkan menggunakan media cair SWC pada inkubator bergoyang dengan kecepatan 100 rpm dan suhu 30 0C selama 24 jam. Sebanyak 1.5 mL kultur bakteri dipindahkan ke dalam tabung mikro steril dan disentrifugasi pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit. Pelet sel diresuspensi dengan 100 µ L bufer Tris-EDTA (1 x), sebanyak 5 µ L (100 mg/mL) lisozim ditambahkan ke dalam suspensi sel. Campuran diinkubasi pada suhu 37 0C selama 30 menit. Campuran kemudian ditambahkan dengan 500 µ L SDS (10 % b/v) dan 10 µ L (100 mg/ml) proteinase-k. Inkubasi dilakukan pada suhu 37 0C selama 3 jam. Sebanyak 100 µ L CTAB (10 % b/v) dan 80 µ L NaCl (5 M) ditambahkan ke dalam campuran dan diinkubasi pada suhu 60 0C selama 20 menit. Pemisahan DNA dari molekul organik lainnya dilakukan dengan penambahan 600 µ L larutan PCI (25:24:1). Campuran kemudian dikocok kuat dan disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Lapisan atas yang berwarna bening dipindahkan ke dalam tabung mikro baru dan dicampurkan dengan larutan CI (24:1). Campuran disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Lapisan atas dipindahkan dan dicampurkan dengan 1 mL etanol absolut. Inkubasi dilakukan pada suhu -20 0C selama 12 jam. Pengendapan DNA


(31)

dilakukan dengan mensentrifugasi campuran pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Pelet yang berupa molekul DNA kemudian dibilas dengan etanol 70%. DNA genom dilarutkan dalam 50 µL akuabides steril.

Amplifikasi fragmen DNA penyandi domain ketosintase dilakukan menggunakan teknik polymerase chain reaction (PCR). Amplifikasi kedua fragmen DNA tersebut bertujuan untuk mendeteksi kehadiran kluster gen penyandi kompleks enzim PKS. Reaksi PCR fragmen DNA penyandi domain ketosintase dilakukan melalui 30 siklus yang terdiri dari tiga tahap yaitu denaturasi (94 0C, 1 menit), annealing (50 0C, 1 menit), dan polimerisasi (72 0C, 1 menit), serta tahap post PCR pada suhu 72 0C selama 10 menit.

Amplifikasi Fragmen DNA penyandi domain ketosintase dilakukan dengan mencampurkan berturut-turut 3.25 l ddH2O, 12.5 l bufer PCR GC II, 4 l (2.5 mM) dNTPs, 0.25 l (5 unit/ l) enzim LATaq DNA Polymerase, 1 l (100 pmol) primer degeneratif domain ketosintase (forward: 5’-GCSATGGAYCCSCARCA RCGSVT-3’; dan reverse: 5’-GTSCCSGTSCCRTGSSCYTCSAC-3’), dan 3 l (0.5 g) DNA template.

Amplikon fragmen DNA penyandi domain ketosintase divisualisai menggunakan teknik elektroforesis dengan gel agarosa (1%), pewarnaan molekul DNA dilakukan menggunakan etidium bromida (5 µg/ mL). Amplikon akan menunjukkan pita pada ukuran sekitar 700 pasang basa yang merupakan ukuran sebenarnya dari fragmen penyandi domain ketosintase.

Kloning dan Analisis Bioinformatika Domain Ketosintase

Kloning molekuler dalam penelitian ini dilakukan untuk menganalisis sekuen DNA penyandi domain ketosintase secara lengkap. Amplikon fragmen penyandi domain ketosintase dari ketiga isolat diligasikan ke dalam vektor kloning pGEMT-Easy (3 kpb). Plasmid rekombinan yang terbentuk kemudian diintroduksikan ke dalam sel Escherichia coli DH5α menggunakan metode kejutan panas (Sambrook & Russel 2001).

Verifikasi keberhasilan introduksi plasmid rekombinan dilakukan dengan mengisolasi plasmid dari koloni putih E. coli DH5α. Isolasi plasmid rekombinan dilakukan menggunakan PureLinkTM Quick Plasmid Miniprep Kit (Invitrogen).


(32)

16

Plasmid hasil isolasi kemudian dipotong menggunakan enzim restriksi EcoRI untuk memastikan bahwa fragmen DNA penyandi domain ketosintase telah tersisipkan ke dalam plasmid pGEMT-Easy. Sebanyak 3 µ L (± 100 ng) plasmid rekombinan hasil isolasi plasmid ditambahkan 2 µ L bufer H, 0,2 µ L Bouvine serum albumin (BSA), 0.5 µ L (6 unit) EcoRI dan ddH2O hingga volume reaksi 20 µ L. campuran kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 12 jam. Plasmid rekombinan yang telah dipotong menggunakan enzim EcoRI divisualisasi menggunakan teknik gel elektroforesis.

Plasmid rekombinan yang diberi kode pGEMT-Easy-KS kemudian digunakan dalam proses sekuensing dan analisis bioinformatika fragmen penyandi domain ketosintase. Sekuensing fragmen DNA penyandi domain ketosintase dilakukan dengan menggunakan jasa PT. Genetika Sains Indonesia. Analisis bioinformatika terhadap sekuen fragmen DNA penyandi domain ketosintase dan domain adenilasi dilakukan menggunakan program Basic Local Alignment Search

Tools (BLASTX) yang tersedia di situs web http:/

Konstruksi pohon filogenetik berdasarkan sekuen domain ketosintase dilakukan menggunakan program MEGA4 dengan metode neighbor-joining.


(33)

HASIL

Aktivitas Antimikrob Ekstrak Kasar Senyawa Antimikrob

Ekstrak kasar yang didapatkan dari isolat HAL-13 memiliki aktivitas antimikrob terbaik (Tabel 1). Aktivitas antimikrob spektrum luas ditunjukkan oleh ekstrak etil asetat maupun ekstrak butanol isolat tersebut (Gambar 1). Ekstrak n-butanol dari isolat HAA-01 memiliki aktivitas antimikrob berspektrum luas yang lebih baik dibandingkan ekstrak etil asetat (Gambar 2). Ekstrak kasar senyawa antimikrob isolat HAL-74 menunjukkan aktivitas antimikrob tertinggi terhadap strain uji C. tropicalis dan C. albicans. Ekstrak kasar senyawa antimikrob dari isolat HAL-13, HAA-01, maupun HAL-74 mampu menghambat pertumbuhan P. aeruginosa.

Tabel 1 Diameter zona bening (dalam milimeter) yang dihasilkan dari aktivitas ekstrak kasar senyawa antimikrob (100 mg/mL) bakteri yang bersimbiosis dengan spons.

Isolat PA SA EPEC K1-1 CA CT

HAL-13 Etil asetat n-butanol HAL-74 Etil asetat n-butanol HAA-01 Etil asetat n-butanol Metanol (K-) Ampisilin 8 12 4 20 2 13 - 30 20 8 4 4 2 22 - 30 14 10 8 - - 12 - - 10 10 16 - - 9 - Tidak diuji 9 9 - 16 - 8 - Tidak diuji Keterangan: PA : Pseudomonas aeruginosa

SA : Staphylococcus aureus

EPEC K1-1 : Enteropatogenik Escherichia coli K1-1

CA : Candida albicans


(34)

18

Gambar 1 Aktivitas antimikrob berspektrum luas dari ekstrak kasar senyawa antimikrob isolat HAL-13. K: Kontrol negatif; Diameter kertas cakram 6 mm.

Gambar 2 Aktivitas antimikrob berspektrum luas dari ekstrak kasar senyawa antimikrob isolat HAA-01. K: Kontrol negatif; Diameter kertas cakram 6 mm.

S. aureus P. aeruginosa EPEC K1-1 C. albicans C. tropicalis

S. aureus P. aeruginosa EPEC K1-1 C.albicans K K

K K

K


(35)

Uji Ekstrak Kasar Senyawa Antimikrob menggunakan Metode Bioautografi Analisis ekstrak kasar dari tiap isolat yang diteliti menggunakan kromatografi lapis tipis menunjukkan setidaknya ada satu bercak fraksi senyawa aktif yang memiliki aktivitas antimikrob terhadap strain uji S. aureus dan EPEC K1-1 (Tabel 2). Dua bercak fraksi senyawa aktif dengan Rf 0.31 dan Rf 0.81 (Gambar 3) dari ekstrak etil asetat isolat HAL-13 memiliki aktivitas terhadap EPEC K1-1 dan S. aureus. Satu bercak fraksi senyawa dengan Rf 0.85 dari ekstrak n-butanol isolat HAA-01 dan Rf 0.28 dari ekstrak n-butanol HAL-74 memiliki aktivitas terhadap strain uji. Aktivitas antimikrob bercak fraksi senyawa aktif terlihat dari zona bening yang terbentuk di sekeliling lempeng kromatogram (Gambar 4).

Tabel 2 Nilai Rf bercak fraksi senyawa yang memiliki aktivitas antimikrob terhadap EPEC K1-1 dan S. aureus.

Isolat Eluen KLT Nilai Rf

HAL-13 HAL-74 HAA-01

n-butanol:etil asetat:air (2:5:1) heksan-metanol (2:2)

n-butanol:etil asetat:air (2:5:1)

Rf 1 = 0.31; Rf 2 = 0.81 0.28

0.85

Gambar 3 Kromatografi lapis tipis ekstrak kasar senyawa antimikrob dari ketiga isolat bakteri yang bersimbiosis dengan spons.

HAL-13 HAA-01 HAL-74 Rf 0.31

Rf 0.81 Rf 0.85


(36)

20

Gambar 4 Aktivitas antimikrob yang ditunjukkan oleh bercak fraksi senyawa aktif terhadap strain uji EPEC K1-1 dan S. aureus.

Pemurnian Senyawa Antimikrob dari Ekstrak Kasar Senyawa Antimikrob Isolat HAL-13

Sebanyak 37 fraksi senyawa berhasil didapatkan melalui proses kromatografi kolom. Lima fraksi senyawa diketahui memiliki aktivitas antibakteri (Tabel 3), namun tidak ada fraksi senyawa yang memiliki aktivitas antimikrob terhadap strain uji C. albicans dan C. tropicalis. Fraksi BS13-5 yang terelusi dengan eluen klorofom-metanol (90%-10%) serta BS13-11 yang terelusi dengan eluen klorofom-metanol (90%-10%) menunjukkan aktivitas antibakteri berspektrum luas terbaik terhadap S. aureus, P. aeruginosa, dan EPEC K1-1 (Gambar 5). Fraksi BS13-2 yang terelusi dengan eluen kloroform-metanol (50%-50%) menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap EPEC K1-1 dan P. aeruginosa. Kelima fraksi senyawa tersebut dilarutkan sesuai jenis eluennya pada kromatografi kolom dengan konsentrasi 5.4 mg/mL.

HAL-13 (Rf 0.31) HAL-74 (Rf 0.28) HAA-01 (Rf 0.85)

HAL-13 (Rf 0.31) HAL-74 (Rf 0.28) HAA-01 (Rf 0.85)

EPEC K1-1 EPEC K1-1 EPEC K1-1


(37)

Tabel 3 Aktivitas antimikrob fraksi senyawa hasil kromatografi kolom.

Sistem Eluen dan Fraksi Senyawa

Strain Uji

PA SA EPEC K1-1 CA CT

Klorofom-metanol (90%-10%) Fraksi BS13-1 Fraksi BS13-2 Fraksi BS13-3 Fraksi BS13-4 Fraksi BS13-5 Klorofom-metanol (80%-20%) Fraksi BS13-1 Fraksi BS13-2 Fraksi BS13-3 Fraksi BS13-4 Fraksi BS13-5 Fraksi BS13-6 Fraksi BS13-7 Fraksi BS13-8 Fraksi BS13-9 Fraksi BS13-10 Fraksi BS13-11 Klorofom-metanol (70%-30%) Fraksi BS13-1 Fraksi BS13-2 Fraksi BS13-3 Fraksi BS13-4 Fraksi BS13-5 Fraksi BS13-6 Klorofom-metanol (50%-50%) Fraksi BS13-1 Fraksi BS13-2 Fraksi BS13-3 Fraksi BS13-4 Fraksi BS13-5 Fraksi BS13-6 Fraksi BS13-7 Fraksi BS13-8 Klorofom-metanol (30%-70%) Fraksi BS13-1 Fraksi BS13-2 Klorofom-metanol (10%-90%) Fraksi BS13-1 Fraksi BS13-2 Fraksi BS13-3 Fraksi BS13-4 Fraksi BS13-5 - - - - + - - - - - - + - - - + - - - - - - - + + - - - - - - - - - - - - - - - - + - - - - - - + - - - + - - - - - - - - + - - - - - - - - - - - - - - - - + - - - - - - + - - - + - - - - - - - + + - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - Keterangan: + = Fraksi senyawa memiliki aktivitas terhadap strain uji.


(38)

22

Gambar 5 Aktivitas antibakteri berspektrum luas yang ditunjukkan oleh fraksi BS13-5 dan BS13-11 yang dielusi dari kolom dengan eluen klorofom- metanol (90%-10%) dan klorofom metanol (80%-20%). K: Kontrol negatif; Diameter kertas cakram 6 mm.

Pemurnian Senyawa Antimikrob dengan Teknik Kromatografi Lapis Tipis Preparatif

Senyawa antimikrob yang terdapat dalam fraksi aktif dapat diekstraksi secara terpisah dari lempeng gel silika pada pengerjaan KLT. Fraksi BS13-5 merupakan fraksi yang membawa paling banyak senyawa aktif dibandingkan fraksi aktif lainnya (Tabel 4).

Empat senyawa dengan nilai Rf 0.35, 0.41, 0.72, dan 0.87 berhasil didapatkan dari fraksi BS13-5 melalui teknik KLT preparatif (Gambar 6). Keempat senyawa tersebut memiliki aktivitas antibakteri. Analisis KLT untuk fraksi aktif BS13-7 hanya menghasilkan satu bercak senyawa pada nilai Rf 0.73. Dua senyawa aktif yang memiliki aktivitas antibakteri juga didapatkan dari fraksi BS13-11. Kedua senyawa tersebut memiliki nilai Rf 0.27 dan 0.66 (Gambar 6).

Dua senyawa dengan nilai Rf 0.35 dan 0.41 dari fraksi aktif BS13-5 menunjukkan aktivitas antibakteri terbaik terhadap strain uji EPEC K1-1. Zona bening yang dibentuk oleh kedua senyawa tersebut mencapai 12 mm untuk masing-masing senyawa (Gambar 7).

BS13-5 BS13-11

BS13-5 BS13-11 BS13-5 BS13-11

EPEC K1-1 P. aeruginosa S. aureus

K K


(39)

Tabel 4 Hasil analisis kromatografi lapis tipis terhadap fraksi aktif.

Fraksi Aktif Eluen KLT Nilai Rf Bercak Senyawa Aktif

254 nm 366 nm

BS13-5 Etil asetat Rf = 0.87 Rf1 = 0.35; Rf2 = 0.41; Rf3 = 0.72 BS13-7 Klorofom-metanol

(9:1)

Rf = 0.73 Rf = 0.73

BS13-11 Klorofom-metanol (8:2)

Rf = 0.27; Rf = 0.66

BS13-2 Klorofom-metanol (7:3)

-

BS13-3 Klorofom-metanol (7:3)

-

Gambar 6 Kromatografi lapis tipis fraksi aktif BS13-5 dan BS13-11 yang menunjukkan nilai Rf senyawa yang memiliki aktivitas antibakteri. Deteksi senyawa dilakukan pada panjang gelombang UV 366 nm.

Senyawa aktif (Rf 0.35)

Senyawa aktif (Rf 0.41)

Senyawa aktif (Rf 0.72)

Senyawa aktif (Rf 0.27)

Senyawa aktif (Rf 0.66)


(40)

24

Gambar 7 Aktivitas antibakteri enam senyawa (Rf 0.35, Rf 0.41, Rf 0.72, Rf 0.87, Rf 0.27 dan Rf 0.66) yang diperoleh dengan teknik KLT preparatif terhadap EPEC K1-1. K: Kontrol negatif; Diameter kertas cakram 6 mm.

Amplifikasi Fragmen DNA Penyandi Domain Ketosintase

Fragmen DNA penyandi domain ketosintase berhasil teramplifikasi dalam penelitian ini. Visualisasi DNA amplikon hasil PCR menggunakan elektroforesis gel agarosa 1% (b/v) memperlihatkan DNA penyandi domain ketosintase yang diperoleh dalam penelitian ini berukuran sekitar 700 pasang basa (Gambar 8).

Kloning dan Analisis Bioinformatika

Kloning molekuler fragmen DNA penyandi domain ketosintase untuk ketiga isolat dalam penelitian ini telah berhasil dilakukan dengan menggunakan vektor kloning pGEMT-Easy (PROMEGA). Pemotongan plasmid rekombinan hasil isolasi dari beberapa koloni putih E. coli DH5α menggunakan enzim restriksi EcoRI telah menghasilkan pita berukuran sekitar 3000 pb yang menunjukkan ukuran pGEMT-Easy, serta pita berukuran sekitar 700 pb yang menunjukkan ukuran dari fragmen penyandi domain ketosintase (Gambar 9).

BS13-5 Rf 0.35

BS13-5 Rf 0.41

BS13-11 Rf 0.27

BS13-11 Rf 0.66

BS13-5 Rf 0.72

BS13-5 Rf 0.87

K

K

K

K

K

K K


(41)

Hasil analisis bioinformatika menggunakan program BLASTX menunjukkan bahwa sekuen fragmen penyandi domain ketosintase dari isolat HAL-13 dan HAA-01 memiliki homologi sebesar 98% dengan domain ketosintase dari kluster gen PKS tipe 1 B. subtilis BSN5. Sedangkan fragmen penyandi domain ketosintase dari isolat HAL-74 memiliki homologi sebesar 87 % dari fragmen penyandi ketosintase B. amyloliquefaciens (Tabel 5).

Gambar 8 Elektroforesis gel agarosa fragmen DNA penyandi domain ketosintase yang berukuran 700 pb hasil amplifikasi dengan teknik PCR. M = 1 kb DNA Ladder; Lane 1 = HAL-13; Lane 2 = HAL-74; Lane 3 = HAA-01.

Gambar 9 Elektroforesis gel agarosa plasmid rekombinan pGEMT-Easy-KS yang dipotong dengan enzim restriksi EcoR1. Lane 1: 1 Kb DNA Ladder ; Lane 2, 3, dan 4: Fragmen DNA penyandi domain ketosintase isolat HAL-13, HAL-74, dan HAA-01.

M 1 2 3

1500 pb 750 pb 500 pb 10000 pb

3000 pb

750 pb

pGEMT-Easy (3kpb)

DNA sisipan (700 pb) 700 pb


(42)

26

Tabel 5 Analisis bioinformatika sekuen fragmen DNA penyandi domain ketosintase menggunakan program BLASTX.

Kode Isolat

Homologi No. Akses Identitas (%)

e-value

HAL-13 HAL-74

HAA-01

PKS tipe 1 B. subtilis BSN5 PKS tipe 1 B.

amyloliquefaciens

PKS tipe 1 B. subtilis BSN5

YP_001422333

98 % 87 %

98%

2e-131 2e-117

2e-125

Tingkat kemiripan antara sekuen asam amino domain ketosintase dari isolat HAL-13 dan HAA-01 terhadap B. subtilis BSN5 lebih tinggi dibandingkan sekuen domain ketosintase dari isolat HAL-74. Sekuen asam amino penyusun domain ketosintase pada isolat HAL-74 dan B. amyloliquefaciens FZB42 menunjukkan tingkat kemiripan yang tinggi (Gambar 10).

Gambar 10 Penyejajaran sekuen asam amino penyusun domain ketosintase isolat HAL-13, HAL-74, HAA-01, serta strain referensi dari GenBank menggunakan program CLUSTALW. Tanda arsir menunjukkan kesamaan asam amino yang dimiliki kelima isolat, sedangkan tanda kotak hitam menunjukkan homologi yang tinggi antara sekuen domain ketosintase.


(43)

Berdasarkan analisis hubungan filogeni berdasarkan sekuen asam amino penyusun domain ketosintase, isolat HAL-13 dan HAA-01 memiliki hubungan filogeni yang dekat dengan Streptomyces coelicolor A3 (2) dan S. avermitis MA-4680. Isolat HAL-74 memiiki kekerabatan yang dekat dengan strain referensi B. amyloliquefaciens FZB42 dan B. amyloliquefaciens LL3 (Gambar 11). Isolat HAL-74, B amyloliquefaciens FZB42, serta B. amyloliquefaciens LL3 membentuk kelompok filogeni yang terpisah dari isolat Isolat HAL-13 dan HAA-01 serta Streptomyces coelicolor A3 (2) dan S. avermitis MA-4680.

Gambar 11 Pohon filogeni ketiga isolat bakteri HAL-13, HAA-01, dan HAL-74 yang bersimbiosis dengan spons Haliclona sp. dan strain referensi dari GenBank berdasarkan sekuen asam amino penyusun domain ketosintase kompleks enzim PKS tipe 1.


(44)

PEMBAHASAN

Isolat HAL-13 menghasilkan ekstrak kasar senyawa antimikrob yang memiliki aktivitas antimikrob berspektrum luas terbaik diantara dua isolat lainnya. Senyawa antimikrob yang dihasilkan isolat HAL-13 dapat diekstraksi menggunakan pelarut etil asetat maupun n-butanol. Aktivitas terbaik terhadap EPEC K1-1 dan S. aureus ditunjukkan oleh ekstrak kasar senyawa antimikrob dari isolat HAL-13 dan HAA-01. Isolat HAL-74 menghasilkan ekstrak kasar senyawa antimikrob yang memiliki aktivitas yang lebih baik terhadap C. albicans maupun C. tropicalis dibandingkan ekstrak kasar senyawa antimikrob dari isolat HAL-13 dan HAA-01 (Tabel 1).

Uji bioautografi terhadap ekstrak kasar senyawa antimikrob dari isolat HAL-13, HAA-01, dan HAL-74 telah menghasilkan empat bercak fraksi senyawa yang memiliki aktivitas antimikrob terhadap EPEC K1-1 dan S. aureus. Dua bercak fraksi senyawa aktif dengan nilai Rf 0.31 dan 0.81 didapatkan dari ekstrak kasar senyawa antimikrob isolat HAL-13, sedangkan ekstrak kasar senyawa antimikrob HAA-01 dan HAL-74 masing-masing menghasilkan satu bercak senyawa aktif dengan nilai Rf 0.85 dan 0.28 (Gambar 4).

Analisis bioautografi yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui posisi (nilai Rf) fraksi senyawa yang memiliki aktivitas antimikrob. Fraksi aktif akan menimbulkan zona bening disekitar lempeng KLT pada analisis bioautografi, sedangkan fraksi yang tidak menimbulkan zona bening merupakan pengotor pada ekstrak kasar bakteri. Metode bioautografi merupakan salah satu teknik mendeteksi fraksi senyawa aktif pada lempeng KLT selain dengan reaksi pembentuk warna maupun penyinaran UV. Ketiga metode tersebut sangat berperan dalam proses purifikasi senyawa antimikrob (Sudirman 2005). Deteksi fraksi senyawa pada lempeng silika gel dalam penelitian ini hanya menggunakan dua panjang gelombang sinar UV yaitu 254 nm dan 366 nm serta metode bioautografi. Sehingga tidak semua fraksi senyawa yang terdapat pada ekstrak kasar terdeteksi.

Enteropatogenik Escherichia coli K1-1 yang resisten terhadap ampisilin dan S. aureus dipilih sebagai strain uji untuk metode bioautografi dalam penelitian ini


(45)

karena penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kedua bakteri patogen tersebut yaitu diare yang disebabkan EPEC dan ISPA yang disebabkan S. aureus masih merupakan masalah klinis yang umum terjadi di Indonesia. Keempat fraksi senyawa yang terdeteksi pada teknik bioautografi dalam penelitian ini aktivitasnya tidak dihambat oleh enzim β-laktamase yang dimiliki strain uji EPEC K1-1. Hal ini memunculkan dugaan bahwa senyawa antimikrob yang terkandung dalam keempat fraksi senyawa aktif tidak teergolong senyawa β-laktam.

Isolat HAL-13 dipilih untuk diteliti lebih lanjut, karena ekstrak kasar senyawa antimikrob yang dihasilkan dari isolat tersebut memiliki aktivitas hambat berspektrum luas terbaik dibandingkan dua isolat bakteri lainnya. Fraksinasi senyawa dari ekstrak kasar etil asetat HAL-13 dilakukan menggunakan metode kromatografi kolom. Metode tersebut memungkinkan pemisahan senyawa dengan kuantitas yang lebih besar dibandingkan teknik KLT preparatif. Analisis fraksi senyawa yang dielusi dari kolom gel silika dilakukan dengan metode KLT analitik, deteksi bercak senyawa pada lempeng KLT dilakukan pada panjang gelombang 254 nm dan 366 nm. Deteksi bercak senyawa pada fraksi hasil kromatografi kolom menggunakan pereaksi pewarna tidak dilakukan dalam penelitian ini.

Kromatografi kolom merupakan metode yang umum digunakan dalam memisahkan senyawa dari campurannya. Prinsip utama pengerjaan kromatografi kolom dalam penelitian ini adalah memisahkan berbagai senyawa yang terdapat pada ekstrak kasar bakteri dengan memanfaatkan polaritas yang berbeda dari setiap senyawa. Pemilihan fase diam (absorban) dan fase gerak (eluen) merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan fraksinasi senyawa menggunakan kromatografi kolom. Gel silika lebih sering digunakan sebagai fase diam karena memiliki kapasitas tampung yang besar terhadap sampel dan cenderung tidak menimbulkan reaksi terhadap senyawa yang dipisahkan (Hurtubise 2010).

Lima fraksi senyawa yang didapatkan dari metode kromatografi kolom memiliki aktivitas antibakteri, empat fraksi aktif (BS13-5, BS13-7, BS13-11, dan BS13-3) memiliki aktivitas terhadap bakteri gram positif maupun gram negatif. Tidak ada fraksi senyawa hasil kromatografi kolom yang mampu menghambat C. albicans maupun C. tropicalis. Aktivitas anticendawan pada ekstrak kasar


(46)

HAL-30

13 diduga merupakan faktor kombinasi lebih dari satu senyawa aktif, sehingga dapat hilang akibat proses pemurnian terhadap senyawa antimikrob. Fraksinasi menggunakan kolom gel silika kemungkinan telah memisahkan senyawa aktif satu dari yang lainnya ataupun senyawa aktif dari pengotornya (Sudirman 2005).

Senyawa antimikrob yang terdapat dalam fraksi aktif telah dapat ditentukan posisinya melalui teknik KLT preparatif. Fraksi BS13-5 dan fraksi BS13-11 merupakan fraksi aktif yang memiliki lebih dari satu senyawa antibakteri. Fraksi BS13-5 menghasilkan 4 senyawa antibakteri. Dua senyawa memiliki aktivitas terbaik pada Rf 0.35 dan 0.41. Sedangkan fraksi BS13-11 menghasilkan 2 senyawa antibakteri dengan nilai Rf 0.27 dan 0.66. Senyawa dengan nilai Rf 0.35 dan 0.41 (BS13-5) serta Rf 0.27 (BS13-11) memiliki aktivitas antimikrob yang kuat terhadap EPEC K1-1. Ketiga senyawa tersebut terdeteksi pada panjang gelombang UV 366 nm. Analisis kromatografi lapis tipis terhadap senyawa-senyawa aktif yang terdapat pada fraksi BS13-5 dan BS13-11 dilakukan menggunakan jenis eluen yang berbeda (etil asetat dan campuran klorofom-metanol). Hal ini menunjukkan polaritas yang berbeda dari senyawa aktif yang terdapat pada kedua fraksi aktif tersebut.

Enteropatogenik Escherichia coli K1-1 digunakan sebagai strain uji pada teknik bioautografi maupun uji bioaktivitas terhadap senyawa aktif hasil pemurnian menggunakan teknik KLT preparatif karena bakteri tersebut memiliki nilai klinis sebagai penyebab penyakit diare dan memiliki aktivitas enzim β -laktamase. Senyawa antibiotik yang tergolong β-laktam seperti ampisilin tidak akan menghambat pertumbuhan bakteri tersebut (Ogawara 1981; Jacoby 2009), sehingga senyawa aktif (Tabel 4) yang diperoleh melalui teknik KLT preparatif dapat diasumsikan berbeda dari kelompok senyawa β-laktam. Hingga saat ini aktivitas dan penyebaran enzim β-laktamase diantara strain-strain enteropatogenik E. coli dan methicilin-resistance S. aureus (MRSA) menjadi masalah serius dalam penanganan penyakit infeksi yang diakibatkan kedua kelompok bakteri patogen tersebut (Ogawara 1981; Koch 2003). Eksplorasi dan penggunaan senyawa antimikrob diluar kelompok β-laktam merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan. Tiga senyawa antimikrob dengan nilai Rf 0.35 dan 0.41 (BS13-5) serta Rf 0.27 (BS13-11) yang berhasil diperoleh dalam penelitian ini memiliki potensi


(47)

untuk dikembangkan menjadi agen kemoterapi untuk menangani penyakit infeksi yang disebabkan oleh strain-strain EPEC maupun S. aureus yang resisten antibiotik golongan β-laktam.

Senyawa bioaktif memiliki kelarutan yang berbeda pada setiap pelarut. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan tingkat polaritas dari setiap pelarut organik. Pelarut yang bersifat polar akan cenderung menarik senyawa polar, sedangkan pelarut yang nonpolar akan menarik senyawa nonpolar. Pemilihan suatu pelarut dalam ekstraksi dari substrat cair ditentukan oleh sifat solut (senyawa target), jenis substrat, dan nilai koefisien partisi serta rasio distribusi pelarut (Jeffery et al. 1989). Selektivitas dan efisiensi dalam proses ekstraksi dari substrat cair seperti kultur cair bakteri sangat tergantung pada pemilihan pelarut organik yang tepat. Pelarut organik yang digunakan sebaiknya memiliki sifat-sifat seperti kelarutan yang rendah pada fase akuosa, mudah diuapkan, memiliki kompatibilitas dengan metode kromatografi yang akan digunakan, dan memiliki koefisien distribusi (nilai Kd) yang tinggi (Dean 2009). Pelarut etil asetat dan n-butanol digunakan dalam penelitian ini karena bersifat nonpolar terhadap air dan memiliki koefisien partisi yang tinggi terhadap substrat cair sehingga mudah dipisahkan dari kultur cair bakteri serta menghasilkan ekstrak dengan kuantitas lebih banyak. Besarnya zona hambat yang dihasilkan senyawa bioaktif dipengaruhi oleh sifat fisik dan kimia dari senyawa tersebut. Semakin besar berat molekul senyawa bioaktif akan memperbesar zona hambat yang dihasilkan. Faktor lain yang mempengaruhi penghambatan terhadap mikroorganisme antara lain adalah kepadatan populasi sel, kepekaan mikroba target terhadap senyawa antimikrob, kandungan bahan organik, dan lama waktu mikroba target terpapar bahan antimikrob (Lay 1994).

Potensi genetik ketiga isolat bakteri yang bersimbiosis dengan spons Haliclona sp. dalam penelitian ini dipelajari dengan mendeteksi keberadaan kluster gen penyandi kompleks enzim PKS tipe 1. Pencarian senyawa bioaktif baru dari bakteri maupun cendawan saat ini umumnya difokuskan pada eksplorasi enzim PKS baru dengan menganalisis keragaman dari fragmen DNA penyandi domain ketosintase. Domain ketosintase berperan dalam reaksi kondensasi dari pemanjangan rantai poliketid dan biosintesis metabolit dengan berbagai variasi


(48)

32

pada strukturnya (Moffit & Neilan 2003). Isolat HAL-13, HAL-74 dan HAA-01 memiliki fragmen DNA penyandi domain ketosintase yang merupakan domain terkonservasi pada kompleks enzim poliketid sintase.

Berdasarkan hasil analisis bioinformatika sekuen DNA penyandi domain ketosintase menggunakan program BLASTX, sekuen asam amino penyusun domain ketosintase pada isolat HAL-13 dan HAA 01 memiliki homologi sebesar 98% dengan nilai e-value sebesar 2e-131 (HAL-13) dan 2e-125 (HAA-01) terhadap B. subtilis BSN5. Nilai tersebut menunjukkan sebanyak 98% sekuen asam amino penyusun domain ketosintase isolat HAL-13 dan HAA-01 adalah identik dengan sekuen domain ketosintase B. subtilis BSN5 yang ada di GenBank. Sekuen domain ketosintase isolat HAL-74 memiliki homologi dengan yang dimiliki B. amyloliquefaciens FZB42 sebesar 87% dengan nilai e-value sebesar 2e-117.

Bacillus subtilis BSN5 telah dilaporkan oleh Deng et al. (2011) mampu menghasilkan senyawa antimikrob yang menghambat pertumbuhan Erwinia carotovora. Analisis menggunakan program BLASTX untuk sekuen asam amino penyusun domain ketosintase pada isolat HAL-13 dan HAA-01 terhadap strain referensi B. subtilis BSN5 menunjukkan nilai homologi yang sama. Analisis penyejajaran asam amino domain ketosintase untuk ketiga bakteri tersebut menunjukkan tingkat kemiripan yang tinggi (Gambar 10). Berdasarkan hasil tersebut terdapat kemungkinan bahwa isolat HAL-13 dan HAA-01 menghasilkan senyawa poliketid yang sama dengan yang dihasilkan oleh B. subtilis BSN5. Isolat HAL-13 dan HAA-01 juga memiliki hubungan filogeni yang dekat dengan S. coelicolor A3(2) dan S. avermitis MA-4680 (strain referensi) yang tergolong ke dalam Actinobacteria. Banyak strain-strain dari kelompok Actinobacteria diketahui memiliki kluster gen penyandi enzim PKS tipe 1 dan telah diketahui sebagai sumber penting dari berbagai senyawa bioaktif (Moore et al. 2005).

Bacillus amyloliquefaciens FZB42 telah dilaporkan mampu menghasilkan senyawa antimikrob yang menghambat pertumbuhan patogen tanaman (Chen et al. 2007). Analisis sekuen DNA penyandi domain ketosintase dari isolat HAL-74 menggunakan program BLASTX menunjukkan tingkat homologi yang rendah dengan yang dimiliki oleh B. amyloliquefaciens FZB42. Hal ini juga diperkuat


(49)

dengan hasil analisis penyejajaran sekuen asam amino penyusun domain ketosintase antara yang dimiliki oleh isolat HAL-74 dengan B. amyloliquefaciens FZB42 (Gambar 10). Analisis hubungan filogeni menggunakan metode neighbor-joining menunjukkan bahwa isolat HAL-74 memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan B. amyloliquefaciens FZB42 dan B. amyloliquefaciens LL3. Rendahnya homologi sekuen asam amino penyusun domain ketosintase yang dimiliki isolat HAL-74 dengan sekuen domain ketosintase yang terdapat di GenBank merupakan indikasi bahwa senyawa poliketid yang dihasilkan oleh isolat HAL-74 merupakan senyawa baru.


(50)

KESIMPULAN

Ekstrak kasar senyawa antimikrob yang dihasilkan dari isolat HAL-13, HAA-01, maupun HAL-74 memiliki aktivitas antimikrob berspektrum luas terhadap bakteri patogen maupun khamir patogen. Ekstrak kasar senyawa antimikrob yang dihasilkan dari isolat HAL-13 memiliki aktivitas antimikrob berspektrum luas terbaik dibandingkan dengan yang dihasilkan oleh isolat HAL-74 dan HAA-01. Uji bioautografi terhadap ekstrak kasar senyawa antimikrob dari isolat HAL-13, HAA-01, dan HAL-74 menghasilkan empat bercak fraksi senyawa yang memiliki aktivitas antimikrob terhadap EPEC K1-1 dan S. aureus.

Pemurnian senyawa antimikrob dari ekstrak kasar yang dihasilkan oleh salah satu isolat, yaitu HAL-13, menghasilkan tujuh senyawa yang memiliki aktivitas antimikrob terhadap strain uji EPEC K1-1. Tiga senyawa dengan nilai Rf 0.35, 0.41, dan 0.27 memiliki aktivitas antimikrob terbaik dibandingkan keempat senyawa aktif lainnnya.

Isolat HAL-13, HAL-74, dan HAA-01 memiliki kluster gen penyandi kompleks enzim poliketid sintase. Sekuen domain ketosintase dari isolat HAL-13 dan HAA-01 memiliki homologi dengan B. subtilis BSN5 sebesar 98%, sedangkan HAL-74 memiliki homologi dengan B. amyloliquefaciens FZB42 sebesar 87%.


(51)

SARAN

Pemurnian lebih lanjut terhadap tiga senyawa antibakteri (Rf 0.35 dan 0.41 dari fraksi BS13-5; serta Rf 0.27 dari fraksi BS13-11) yang diisolasi dari ekstrak kasar senyawa antimikrob isolat HAL13 perlu dilakukan. Senyawa murni dapat diperoleh melalui teknik kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT/HPLC) atau kromatografi lapis tipis kinerja tinggi (HPTLC). Analisis kimia terhadap senyawa murni dapat dilakukan dengan pengukuran spektrum inframerah, analisis serapan terhadap panjang gelombang UV, dan analisis struktur molekul menggunakan piranti nuclear magnetic resonance (NMR).


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Abramsom EP, Chain E. 1940. An enzyme from bacteria able to destroy penicillin. Nature 146:837.

Anand TP, Bhat AW, Shouche YS, Roy U, Siddarth J, Sarma SP. 2006. Antimicrobial activity of marine bacteria associated with sponges from the waters off the coast of South East India. Microbiol Res 161:252-262.

Bell AH, Bergquist PR, Battershill CN. 1999. Feeding biology of Polymastia croceus. Mem Qld Mus 44:51–56.

Blunt JW, Copp BR, Munro MH, Northcote PT, Prinsep MR. 2006. Marine natural products. Nat Prod Rep 23:26–78.

Borchiellini C, Chombard C, Lafay B, Esnault BN. 2000. Molecular systematics of sponges (Porifera). Hydrobiologia 420:15–27.

Budiarti S. 1997. Pelekatan pada sel HEp-2 dan keragaman serotipe O Escherichia coli enteropatogenik isolat indonesia. Berkala Ilmu Kedokteran 29:105-118.

Budiarti S, Mubarik NR. 2007. Extracellular protease activity of enteropathogenic Escherichia coli on mucin substrate. Hayati 14:36-38.

Bultel-Ponce V, Berge JP, Debitus C, Nicolas JL, Guyot M. 1999. Metabolites from the sponge-associated bacterium Pseudomonas species. Mar Biotechnol 1:384–390.

Chen XH, Vater J, Piel J, Franke P, Scholz R, Schneider K, Koumoutsi A, Hitzeroth G, Grammel N, Strittmatter AW, Gottschalk G, Sűssmuth RD, Borriss R. 2006. Structural and functional characterization of three polyketide synthase gene clusters in Bacillus amyloliquefaciens FZB42. J Bacteriol 188: 4024-4036.

Dean JR. Extraction Technique in Analytical Sciences. United Kingdom: John Wiley & Sons, Ltd; 2009.

Deng Y, Zhu Y, Wang P, Zhu L, Zheng J, Li R, Ruan L, Peng D, Sun M. 2011. Complete genome sequence of Bacillus subtilis BSN5, an endophytic bacterium of Amorphophallus konjac with antimicrobial activity for the plant pathogen Erwinia carotovora subsp. carotovora. J Bacteriol 193: 2070-2071.

[Ditjen PP & PL] Pemberantasan Penyakit Menular Departemen Kesehatan RI. 2011. Diare [terhubung berkala Govan JRW, Deretic V. 1996. Microbial pathogenesis in cystic fibrosis mucoid

Pseudomonasaeruginosa and Burkholderia cepacia. Microbiol Rev 60:539-574.

Hoffmann F, Larsen O, Thiel V, Rapp HT, Pape T, Michaelis W, Reitner J. 2005. An anaerobic world in sponges. GeomicrobiolJ 22:1–10.


(53)

Hurtubise RJ. 2010. Adsorption Chromatography. Di dalam: Cazes J, editor. Encyclopedia of Chromatography. Ed ke-3. New York: CRC Press. hlm 10-13.

Imhoff JF, Stöhr R. 2003. Sponge-associated Bacteria: General Overview and Special Aspects of Bacteria Associated with Halichondria panicea. Di dalam: Müller WEG, editor. Molecular Biology of Sponges. Heidelberg: Springer Verlag. hlm 35-56.

Jacoby GA. 200λ. AmpC β-lactamase. Clin Microbiol Rev 22:161-182.

Jeffery GH, Bassett J, Mendham J, Denney RC. 1989. Textbook of Quantitative Chemical Analysis. Edisi ke-5. New York: John Wiley & Sons, Inc. hlm 161-162.

Kim TK, Fuerst JA. 2006. Diversity of polyketide synthase genes from bacteria associated with the marine sponge Pseudoseratina clavata: culture-dependent and culture-inculture-dependent approaches. Environ Microbiol 8:1460-1470.

Kirby WMM. 1944. Extraction of a potent pencillin inactivator from penicillin-resistance staphylococci. Science 99:452-453.

Koch AL. 2003. Bacterial wall as target for attack: past, present, and future research. Clin Microbio Rev. 16:673-687.

Korting HC, Schaller M, Eder G, Hamm G, Böhmer U, Hube B. 1999. Effects of the human immunodeficiency virus (HIV) proteinase inhibitors saquinavir and indinavir of Candida albicans isolates from HIV-infected patients. Antimicrob Agents Chemoter 43:2038-2042.

Lay KM. 1994. The biogeography and phylogeny of unicellular cyanobacterial symbionts in sponges from australia and the mediterranean. Microb Ecol 48:167-177.

Liu GY. 2009. Molecular pathogenesis of Staphylococcus aureus infection. Ped Res 65:1-7

Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2000. Biology of Microorganisms. Edisi ke-9. USA: Prentice Hall.

Mitova M, Tommonaro G, De Rosa S. 2003. A novel cyclopeptide from a bacterium associated with the marine sponge Ircinia muscarum. Z Naturforsch 58:740-745.

Moffitt MC, Neilan BA. 2003. Evolutionary affiliations within the superfamily of ketosynthase reflect complex pathway association. J Mol Evol 56:446-457. Moore BS, Kalaitzis JA, Xiang L. 2005. Exploiting marine actinomycete

biosynthetic pathways for drug discovery. Antonie Van Leeuwenhoek 87:49-57.


(54)

38

Müller WEG, Grebenjuk VA, Thakur NL, Thakur AN, Batel R, Krasko A, Müller IM, Breter HJ. 2004. Oxygen-controlled bacteriaal growth in the sponge Suberites domuncula: toward a molecular understanding of the symbiotic relationships between sponge and bacteria. Appl Environ Microbiol 70:2332-2341.

Naglik JR, Challacombe SJ, Hube B. 2003. Candida albicans secreted aspartyl proteinases in virulence and phatogenesis. Microbiol Mol Biol Rev 67:400-428.

Nurhayati T, Suhartono MT, Nuraida L, Poerwanto SB. 2006. Karakterisasi awal inhibitor protease dari bakteri yang berasosiasi dengan spons asal pulau panggang, kepulauan seribu. Hayati 13:58-64.

Oclarit JM, Okada H, Ohta S, Kaminura K, Yamaoka Y, Lizuka T, Miyashiro S, Ikegami S. 1994. Anti-bacillus substance in the marine sponge, Hyatella species, produced by an associated Vibrio species bacterium. Microbios 78:7–16.

Ogawara H. 1981. Antibiotic resistance in pathogenic and producing bacteria, with special reference to β-lactam antibiotics. Microbiol Rev 45:591-619. Proksch P, Edrada RA, Ebel R. 2002. Drugs from the seas-current status and

microbial implications. Appl Microbiol Biotechnol 59:125-134.

Radjasa OK, Kencana DS, Sabdono A, Hutagalung RA, Lestari ES. Antibacterial activity of marine bacteria associated with sponge Aaptos sp. Against multi drugs resistant (MDR) strains. J Mat Sains 12: 147-152.

Sambrook W, Russel DW. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. Vol 1. Ed ke-3. New York: Cold Spring Harbor Laboratory; 2001.

Schwarez D, Marhiel MA. 2001. Multimodular biocatalysts for natural product assembly. Naturwissenschaften 88:93-101.

Schirmer A, Gadkari R, Reeves CD, Ibrahim F, DeLong EF, Hutchinson CR. 2005. Metagenomic analysis reveals diverse polyketide synthase gene clusters in microorganisms associated with the marine sponge Discodermia dissolute. Appl Environ Microbiol 71:4840-4849.

Sudirman LI. 2005. Deteksi senyawa antimikrob yang diisolasi dari beberapa

Lentinus tropis dengan metode bioautografi. Hayati 12:67-72.

Sudirman LI. 2010. Partial purification of antimicrobal compounds isolated from mycelia of tropical Lentinus cladopus LC4. Hayati 17:63-67.

Sunaryanto R, Marwoto B, Irawadi TT, Mas’ud ZA, Hartato L. 2010. Isolation and characterization of antimicrobial substance from marine Streptomyces sp. J Microbiol Indones 4: 84-89.

Taylor MW, Radax R, Steger D, Wagner M. 2007. Sponge-associated microorganisms: evolution, ecology, and biotechnological potential. Microbiol Mol Biol Rev 71: 295-347.


(55)

Tokasaya P. 2010. Sponge-Associated Bacteria Producing Antimicrobial Compounds and Their Genetic Diversity Analysis [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Vogel S. 1994. Life in Moving Fluids. Princeton University Press.

Webster NS, Hill RT. 2001. The culturable microbial community of the great barrier reef spons Rhopaloeides odorabile is dominated by an α -proteobacterium. Mar Biol 138:843–851.


(1)

SARAN

Pemurnian lebih lanjut terhadap tiga senyawa antibakteri (Rf 0.35 dan 0.41 dari fraksi BS13-5; serta Rf 0.27 dari fraksi BS13-11) yang diisolasi dari ekstrak kasar senyawa antimikrob isolat HAL13 perlu dilakukan. Senyawa murni dapat diperoleh melalui teknik kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT/HPLC) atau kromatografi lapis tipis kinerja tinggi (HPTLC). Analisis kimia terhadap senyawa murni dapat dilakukan dengan pengukuran spektrum inframerah, analisis serapan terhadap panjang gelombang UV, dan analisis struktur molekul menggunakan piranti nuclear magnetic resonance (NMR).


(2)

AKTIVITAS SENYAWA BIOAKTIF ANTIMIKROB DARI ISOLAT BAKTERI YANG BERSIMBIOSIS DENGAN SPONS Haliclona sp.

DAN TELAAH GENETIKNYA

YONATAN BANOET

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Abramsom EP, Chain E. 1940. An enzyme from bacteria able to destroy penicillin. Nature 146:837.

Anand TP, Bhat AW, Shouche YS, Roy U, Siddarth J, Sarma SP. 2006. Antimicrobial activity of marine bacteria associated with sponges from the waters off the coast of South East India. Microbiol Res 161:252-262.

Bell AH, Bergquist PR, Battershill CN. 1999. Feeding biology of Polymastia croceus. Mem Qld Mus 44:51–56.

Blunt JW, Copp BR, Munro MH, Northcote PT, Prinsep MR. 2006. Marine natural products. Nat Prod Rep 23:26–78.

Borchiellini C, Chombard C, Lafay B, Esnault BN. 2000. Molecular systematics of sponges (Porifera). Hydrobiologia 420:15–27.

Budiarti S. 1997. Pelekatan pada sel HEp-2 dan keragaman serotipe O Escherichia coli enteropatogenik isolat indonesia. Berkala Ilmu Kedokteran 29:105-118.

Budiarti S, Mubarik NR. 2007. Extracellular protease activity of enteropathogenic Escherichia coli on mucin substrate. Hayati 14:36-38.

Bultel-Ponce V, Berge JP, Debitus C, Nicolas JL, Guyot M. 1999. Metabolites from the sponge-associated bacterium Pseudomonas species. Mar Biotechnol 1:384–390.

Chen XH, Vater J, Piel J, Franke P, Scholz R, Schneider K, Koumoutsi A, Hitzeroth G, Grammel N, Strittmatter AW, Gottschalk G, Sűssmuth RD, Borriss R. 2006. Structural and functional characterization of three polyketide synthase gene clusters in Bacillus amyloliquefaciens FZB42. J Bacteriol 188: 4024-4036.

Dean JR. Extraction Technique in Analytical Sciences. United Kingdom: John Wiley & Sons, Ltd; 2009.

Deng Y, Zhu Y, Wang P, Zhu L, Zheng J, Li R, Ruan L, Peng D, Sun M. 2011. Complete genome sequence of Bacillus subtilis BSN5, an endophytic bacterium of Amorphophallus konjac with antimicrobial activity for the plant pathogen Erwinia carotovora subsp. carotovora. J Bacteriol 193: 2070-2071.

[Ditjen PP & PL] Pemberantasan Penyakit Menular Departemen Kesehatan RI. 2011. Diare [terhubung berkala Govan JRW, Deretic V. 1996. Microbial pathogenesis in cystic fibrosis mucoid

Pseudomonas aeruginosa and Burkholderia cepacia. Microbiol Rev 60:539-574.

Hoffmann F, Larsen O, Thiel V, Rapp HT, Pape T, Michaelis W, Reitner J. 2005. An anaerobic world in sponges. Geomicrobiol J 22:1–10.


(4)

37

Hurtubise RJ. 2010. Adsorption Chromatography. Di dalam: Cazes J, editor. Encyclopedia of Chromatography. Ed ke-3. New York: CRC Press. hlm 10-13.

Imhoff JF, Stöhr R. 2003. Sponge-associated Bacteria: General Overview and Special Aspects of Bacteria Associated with Halichondria panicea. Di dalam: Müller WEG, editor. Molecular Biology of Sponges. Heidelberg: Springer Verlag. hlm 35-56.

Jacoby GA. 200λ. AmpC β-lactamase. Clin Microbiol Rev 22:161-182.

Jeffery GH, Bassett J, Mendham J, Denney RC. 1989. Textbook of Quantitative Chemical Analysis. Edisi ke-5. New York: John Wiley & Sons, Inc. hlm 161-162.

Kim TK, Fuerst JA. 2006. Diversity of polyketide synthase genes from bacteria associated with the marine sponge Pseudoseratina clavata: culture-dependent and culture-inculture-dependent approaches. Environ Microbiol 8:1460-1470.

Kirby WMM. 1944. Extraction of a potent pencillin inactivator from penicillin-resistance staphylococci. Science 99:452-453.

Koch AL. 2003. Bacterial wall as target for attack: past, present, and future research. Clin Microbio Rev. 16:673-687.

Korting HC, Schaller M, Eder G, Hamm G, Böhmer U, Hube B. 1999. Effects of the human immunodeficiency virus (HIV) proteinase inhibitors saquinavir and indinavir of Candida albicans isolates from HIV-infected patients. Antimicrob Agents Chemoter 43:2038-2042.

Lay KM. 1994. The biogeography and phylogeny of unicellular cyanobacterial symbionts in sponges from australia and the mediterranean. Microb Ecol 48:167-177.

Liu GY. 2009. Molecular pathogenesis of Staphylococcus aureus infection. Ped Res 65:1-7

Madigan MT, Martinko JM, Parker J. 2000. Biology of Microorganisms. Edisi ke-9. USA: Prentice Hall.

Mitova M, Tommonaro G, De Rosa S. 2003. A novel cyclopeptide from a bacterium associated with the marine sponge Ircinia muscarum. Z Naturforsch 58:740-745.

Moffitt MC, Neilan BA. 2003. Evolutionary affiliations within the superfamily of ketosynthase reflect complex pathway association. J Mol Evol 56:446-457. Moore BS, Kalaitzis JA, Xiang L. 2005. Exploiting marine actinomycete

biosynthetic pathways for drug discovery. Antonie Van Leeuwenhoek 87:49-57.


(5)

38

Müller WEG, Grebenjuk VA, Thakur NL, Thakur AN, Batel R, Krasko A, Müller IM, Breter HJ. 2004. Oxygen-controlled bacteriaal growth in the sponge Suberites domuncula: toward a molecular understanding of the symbiotic relationships between sponge and bacteria. Appl Environ Microbiol 70:2332-2341.

Naglik JR, Challacombe SJ, Hube B. 2003. Candida albicans secreted aspartyl proteinases in virulence and phatogenesis. Microbiol Mol Biol Rev 67:400-428.

Nurhayati T, Suhartono MT, Nuraida L, Poerwanto SB. 2006. Karakterisasi awal inhibitor protease dari bakteri yang berasosiasi dengan spons asal pulau panggang, kepulauan seribu. Hayati 13:58-64.

Oclarit JM, Okada H, Ohta S, Kaminura K, Yamaoka Y, Lizuka T, Miyashiro S, Ikegami S. 1994. Anti-bacillus substance in the marine sponge, Hyatella species, produced by an associated Vibrio species bacterium. Microbios 78:7–16.

Ogawara H. 1981. Antibiotic resistance in pathogenic and producing bacteria, with special reference to β-lactam antibiotics. Microbiol Rev 45:591-619. Proksch P, Edrada RA, Ebel R. 2002. Drugs from the seas-current status and

microbial implications. Appl Microbiol Biotechnol 59:125-134.

Radjasa OK, Kencana DS, Sabdono A, Hutagalung RA, Lestari ES. Antibacterial activity of marine bacteria associated with sponge Aaptos sp. Against multi drugs resistant (MDR) strains. J Mat Sains 12: 147-152.

Sambrook W, Russel DW. Molecular Cloning: A Laboratory Manual. Vol 1. Ed ke-3. New York: Cold Spring Harbor Laboratory; 2001.

Schwarez D, Marhiel MA. 2001. Multimodular biocatalysts for natural product assembly. Naturwissenschaften 88:93-101.

Schirmer A, Gadkari R, Reeves CD, Ibrahim F, DeLong EF, Hutchinson CR. 2005. Metagenomic analysis reveals diverse polyketide synthase gene clusters in microorganisms associated with the marine sponge Discodermia dissolute. Appl Environ Microbiol 71:4840-4849.

Sudirman LI. 2005. Deteksi senyawa antimikrob yang diisolasi dari beberapa

Lentinus tropis dengan metode bioautografi. Hayati 12:67-72.

Sudirman LI. 2010. Partial purification of antimicrobal compounds isolated from mycelia of tropical Lentinus cladopus LC4. Hayati 17:63-67.

Sunaryanto R, Marwoto B, Irawadi TT, Mas’ud ZA, Hartato L. 2010. Isolation and characterization of antimicrobial substance from marine Streptomyces sp. J Microbiol Indones 4: 84-89.

Taylor MW, Radax R, Steger D, Wagner M. 2007. Sponge-associated microorganisms: evolution, ecology, and biotechnological potential. Microbiol Mol Biol Rev 71: 295-347.


(6)

39

Tokasaya P. 2010. Sponge-Associated Bacteria Producing Antimicrobial Compounds and Their Genetic Diversity Analysis [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Vogel S. 1994. Life in Moving Fluids. Princeton University Press.

Webster NS, Hill RT. 2001. The culturable microbial community of the great barrier reef spons Rhopaloeides odorabile is dominated by an α -proteobacterium. Mar Biol 138:843–851.