Aktivitas antioksidan dan kandungan kimiawi ekstrak daun wungu (Graptophyllum pictum L. Griff.)

ABSTRAK
HADI WINATA. Aktivitas Antioksidan dan Kandungan Kimiawi Ekstrak Daun Wungu

(Graptophyllum pictum L.Griff.). Dibimbing oleh MARIA BINTANG dan
WARAS NURCHOLIS.
Tanaman wungu merupakan tanaman yang berasal dari Irian dan
Polynesia yang diduga memiliki aktivitas antioksidan. Penelitian ini bertujuan
untuk menguji aktivitas antioksidan dan kandungan kimiawi daun wungu. Selain
itu, ditentukan pula pelarut pengekstrak terbaik yang memberikan aktivitas
antioksidan tertinggi. Pada penelitian ini menggunakan empat pelarut yang
berbeda, yaitu pelarut air, etanol 30%, etanol 70%, dan etanol 96%. Ekstrak
masing-masing pelarut diteliti untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas
antioksidan serta kandungan kimiawinya dengan menggunakan vitamin C sebagai
pembanding. Aktivitas antioksidan dari ekstrak air, ekstrak etanol 30%, ekstrak
etanol 70%, dan ekstrak etanol 96% ditentukan dengan metode DPPH (2,2
diphenyl-1-picryl-hydrazyl) menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 517 nm. Uji fitokimia menunjukkan bahwa ekstrak air, etanol 30%,
etanol 70%,dan etanol 96% daun wungu mengandung alkaloid dan flavonoid.
Ekstrak etanol 30% dan etanol 70% mengandung saponin. Ekstrak etanol 70%
dan etanol 96% mengandung tanin dan steroid. Uji akivitas antioksidan (IC50) dari
empat jenis pelarut menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan tidak aktif pada

empat jenis pelarut yang digunakan namun ekstrak etanol 70% daun wungu
memiliki aktivitas antioksidan yang lemah dengan IC50 257,79 ppm. Dapat
disimpulkan ekstrak air, etanol 30%, etanol 96% daun wungu tidak memiliki
aktivitas
antioksidan
yang
diukur
menggunakan
metode
DPPH.

ABSTRACT
HADI WINATA. Antioxidant Activity and Chemical Contens The leaf Extract of
Wungu (Graptophyllum pictum L. Griff.). Under the direction of MARIA
BINTANG and WARAS NURCHOLIS.
Graptophyllum pictum L. Griff., a plant that originated from Papua and
Polynesia, is believed to have antioxidant activity. This study aimed to examine of
antioxidant activity and chemical content of Graptophyllum pictum L. Griff.
leaves. Also, it was designed to determine the best extracting solvent that provides
the highest antioxidant activity. This study used four different solvents, which

were the solvent water, ethanol 30%, ethanol 70%, and ethanol 96%. Extracts of
each solvent were studied to determine the presence or absence of the antioxidant
activity and chemical content by using vitamin C as a comparison. The
antioxidant activity of water extract, ethanol 30%, ethanol 70%, and ethanol 96%
extract were determined using the DPPH (2,2 diphenyl-1-picryl-hydrazyl) with a
spectrophotometer at a wavelength of 517 nm. Phytochemical test showed that
water extract, ethanol 30%, ethanol 70%, and ethanol 96% Graptophyllum pictum
L. Griff. leaves contain alkaloids and flavonoids. Ethanol 30% and ethanol 70%
extract were contained saponin. Ethanol 70% and ethanol 96% extract contained
tannins and steroids. Antioxidants activity test (IC50) of four types of solvents
showed that the antioxidant activity is not active on four types of solvent used, but
ethanol 70% extract of Graptophyllum pictum L. Griff. leaves has a weak
antioxidant activity with IC50 of 257.79 ppm. It can be concluded that water,
ethanol 30%, ethanol 96% extract Graptophyllum pictum L. Griff. leaf have no
antioxidant activity as measured using the DPPH method.

PENDAHULUAN
Keseimbangan antara kandungan radikal
bebas dan antioksidan di dalam tubuh
merupakan

salah
satu
faktor
yang
mempengaruhi kesehatan manusia. Stres
oksidatif adalah keadaan yang ditandai oleh
ketidakseimbangan antara oksidan dan
antioksidan dalam tubuh. Akibat stres
oksidatif adalah penyakit kanker, diabetes
melitus, dan lain-lain. Berdasarkan data dari
WHO pada tahun 2005-2030 akan ada
peningkatan jumlah penderita kanker hingga
tiga kali lipat. WHO juga menyatakan 70
persen penderita kanker berada di negaranegara berkembang.
Data dari Union
Internationale Contre le Cancer (UICC) dan
WHO menyebutkan pada tahun 2004 angka
kematian akibat kanker dan diabetes melitus
diperkirakan mencapai 7 juta orang, dua kali
lebih banyak dari angka kematian yang

disebabkan oleh HIV/AIDS. Hal ini
disebabkan karena pada masa sekarang ini
sebagian besar manusia tidak mendapatkan
asupan antioksidan yang cukup dari makanan
yang dikonsumsi. Sehingga radikal bebas
menjadi sangat dominan di dalam tubuh. Hal
ini yang melatarbelakangi timbulnya berbagai
macam penyakit seperti, jantung koroner,
kanker, diabetes melitus, hati, dan penuaan
dini (Widjaya 1996).
Antioksidan adalah senyawa stabil yang
dapat memberikan elektronnya kepada
molekul radikal bebas sehingga dapat
menetralisir atau melawan radikal bebas dan
memberi perlindungan kepada tubuh dari
ancaman radikal bebas (Kumalaningsih 2007).
Aktifitas suatu bahan sebagai antioksidan
dipengaruhi
oleh
konsentrasi

bahan
antioksidan
tersebut.
Semakin
tinggi
konsentrasinya maka aktifitas antioksidannya
akan semakin tinggi pula. Akan tetapi
antioksidan yang ideal adalah antioksidan
yang memiliki aktifitas inhibisi radikal bebas
pada konsentrasi rendah. Selain itu
antioksidan yang ideal harus memiliki
ketahanan terhadap faktor fisik (daya tahan
terhadap suhu dan cahaya), kimia (daya tahan
terhadap pH dan oksigen), serta nilai toksisitas
yang aman (Gordon 1990). Secara alami,
tubuh menghasilkan senyawa antioksidan.
Namun, tidak cukup kuat untuk berkompetisi
dengan radikal bebas yang dihasilkan oleh
tubuh setiap harinya (Hernani & Rahardjo
2005). Kekurangan antioksidan dalam tubuh

dapat diatasi melalui asupan dari luar yang
banyak mengandung antioksidan. Salah satu
cara menanggulangi kekurangan antioksidan

dari dalam tubuh yaitu memanfaatkan sumber
antioksidan yang berasal dari luar tubuh.
Salah satu sumber antioksidan yang berasal
dari luar tubuh dapat diperoleh dari tanaman
dan antioksidan sintetik. Namun, antioksidan
sintetik
mempunyai
kelemahan
dapat
menimbulkan efek samping yang tidak baik
jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang
panjang.
Oleh karena itu tanaman
dimanfaatkan sebagai antioksidan alami yang
tidak berbahaya
bagi tubuh. Senyawa

antioksidan yang terdapat dalam tanaman
antara lain asam linoleat, flavonoid, tokoferol,
dan tanin tersebar pada berbagai bagian
tanaman seperti daun, akar, batang, biji, dan
bunga (Sidik 1997 dalam Kurtubi 2006).
Indonesia khususnya daerah Papua memiliki
keanekaragaman hayati yang melimpah,
merupakan sumber utama tanaman obat yang
ada di Indonesia dan mengandung metabolit
sekunder seperti alkaloid, saponin, dan tanin
yang mempunyai potensi sebagai antioksidan
alami. Salah satu tanaman yang diduga
berpotensi sebagai antioksidan adalah
tanaman wungu (Graptophyllum pictum L.
Griff.) khususnya daun wungu. Daun wungu
mengandung alkaloid yang tidak beracun,
glikosida, steroid, saponin, klorofil dan lendir
(mukopolisakarida). Batang daun tumbuhan
wungu mengandung kalsium oksalat, asam
formik, dan lemak (Dalimartha 1999).

Penelitian secara ilmiah mengenai daun
wungu masih terbatas, sampai saat ini daun
wungu dipercaya berkhasiat sebagai peluruh
kencing (diuretik), mempercepat pemasakan
bisul, pencahar ringan (laksatif), dan pelembut
kulit (emoliens). Sedangkan bunganya
berkhasiat sebagai pelancar haid (Dalimartha
1999). Dari studi literatur yang dilakukan,
telah diteliti bahwa di dalam rebusan daun
tumbuhan
wungu
tersebut
dapat
menghilangkan gejala hemoroid eksternum
derajat II (Hernani Rahardjo 2005). Umi
Kalsum et.al 1995 juga telah meneliti peran
senyawa alkaloida yang terdapat dalam
ekstrak etanol daun tumbuhan wungu yang
memiliki efek analgesik/anti inflamasi dan
penghambat pembentukan prostaglandin.

Akan tetapi penelitian mengenai khasiat
antioksidan daun wungu belum dilakukan.
Penelitian ini bertujuan untuk menguji
aktivitas antioksidan dari daun wungu
(Graptophyllum pictum L. Griff.) dan
menganalisis kandungan fitokimia ekstrak
daun wungu serta menentukan pelarut terbaik
untuk pemisahan ekstrak kasar daun wungu
yang memiliki senyawa aktif sebagai
antioksidan. Hipotesis penelitian ini adalah
ekstrak daun wungu (Graptophyllum pictum

2
 
L. Griff.) memiliki aktivitas antioksidan dan
mengandung senyawa kimia yang berpotensi
sebagai antioksidan serta diperoleh pelarut
yang baik dalam separasi ekstrak kasar yang
memiliki senyawa aktif sebagai antioksidan.
Penelitian ini diharapkan memberikan

informasi ilmiah tentang potensi ekstrak daun
wungu sebagai antioksidan alami yang dapat
dipakai secara luas oleh masyarakat.

TINJAUAN PUSTAKA
Daun Wungu (Graptophyllum pictum L.
Griff.)
Tanaman Wungu asalnya dari Irian dan
Polynesia, dapat ditemukan dari dataran
rendah sampai pegunungan dengan ketinggian
1.250m dpl. Perdu atau pohon kecil, dengan
tinggi 1,5-3 m, batang berkayu. Kulit dan
daun berlendir dan baunya kurang enak.
Cabang bersudut tumpul, berbentuk galah dan
beruas rapat. Daun tunggal, bertangkai
pendek, letaknya berhadapan bersilang, bulat
telur sampai lanset, ujung dan pangkal
runcing, tapi bergelombang, pertulangan
menyirip, panjang 8-20 cm, lebar 3-13 cm,
permukaan atas warnanya ungu mengilap.

Perbungaan majemuk, keluar di ujung batang,
tersusun dalam rangkaian berupa tandan yang
panjangnya 3-12 cm, warnanya merah
keunguan. Buahnya buah kotak, bentuknya
lonjong, warnanya ungu kecoklatan. Pada
umumnya memiliki dua biji, bentuknya bulat,
dan warnanya putih. Tumbuhan wungu sering
ditemukan tumbuh liar di pedesaan atau
ditanam sebagai tanaman hias dan tanaman
pagar. Tumbuh baik pada tempat-tempat
terbuka yang terkena sinar matahari, dengan
iklim kering atau lembab.
Ada tiga varietas, yaitu berdaun ungu,
berdaun hijau dan belang-belang putih. Yang
digunakan sebagai obat adalah varietas
berdaun ungu yang dinamakan Graptophyllum
pictum(L.)Griff.var luridosanguineum Sims.
Tumbuhan ini berbunga sepanjang tahun,
namun di Jawa jarang sekali menghasilkan
buah. Perbanyakan dengan stek batang.
Batang daun tumbuhan wungu mengandung
kalsium oksalat, asam formiat, dan lemak.
Daun berkhasiat sebagai peluruh kencing
(diuretik), mempercepat pemasakan bisul,
pencahar ringan (laksatif), dan pelembut kulit
(emoliens). Sedangkan bunganya berkhasiat
sebagai pelancar haid (Dalimartha 1999).
Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan
wungu diklasifikasikan sebagai berikut;
kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas
Dicotyledonae, ordo Tubiflorae, famili

Gambar 1 Daun wungu (Graptophyllum
pictum L.Griff.) (Dalimartha
1999)
Acanthaceae, genus Graptophyllum, spesies
Graptophyllum pictum, dan nama umum
Wungu (Dalimartha 1999).
Daun tumbuhan ini mengandung alkaloida
yang tidak beracun, glikosida, steroida,
saponin, klorofil dan lendir. Batang daun
tumbuhan wungu mengandung kalsium
oksalat, asam formik, dan lemak (Dalimartha
1999).
Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang dapat
menetralisir radikal bebas dengan cara
menyumbangkan elektronnya pada senyawa
radikal bebas. Senyawa antioksidan dapat
mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh
radikal bebas terhadap sel normal, protein,
dan
lemak.
Berdasarkan
sumbernya
antioksidan dibagi menjadi antioksidan
endogen (berasal dari dalam tubuh) dan
eksogen
(berasal
dari
luar
tubuh)
(Kumalaningsih 2007).
Antioksidan
endogen
merupakan
antioksidan yang dapat disintesis oleh tubuh.
Contoh dari antioksidan endogen antara lain
superoksida dismutase (SOD), katalase, dan
peroksidase. SOD merupakan salah satu jenis
antioksidan
endogen
yang
mampu
mengkatalisis radikal bebas superoksida (•O2)
menjadi hidrogen peroksida (H2O2), sehingga
SOD disebut sebagai scavenger atau
pembersih superoksida (•O2 -). Katalase
merupakan senyawa hemotetramer dengan
kofaktor Fe, dan dapat ditemukan pada hewan
maupun
tumbuhan.
Katalase
dapat
mengkatalisis berbagai peroksida dan radikal
bebas menghasilkan oksigen dan air.
Superoksida
adalah
kelas
enzim
oksidoreduktase yang berfungsi mengatalisis
dan
substrat
organik
dengan
H2O2
mereduksinya menjadi H2O. Peroksidase
merupakan hemoprotein yang terdapat pada
organisme prokariotik dan eukariotik.

2
 
L. Griff.) memiliki aktivitas antioksidan dan
mengandung senyawa kimia yang berpotensi
sebagai antioksidan serta diperoleh pelarut
yang baik dalam separasi ekstrak kasar yang
memiliki senyawa aktif sebagai antioksidan.
Penelitian ini diharapkan memberikan
informasi ilmiah tentang potensi ekstrak daun
wungu sebagai antioksidan alami yang dapat
dipakai secara luas oleh masyarakat.

TINJAUAN PUSTAKA
Daun Wungu (Graptophyllum pictum L.
Griff.)
Tanaman Wungu asalnya dari Irian dan
Polynesia, dapat ditemukan dari dataran
rendah sampai pegunungan dengan ketinggian
1.250m dpl. Perdu atau pohon kecil, dengan
tinggi 1,5-3 m, batang berkayu. Kulit dan
daun berlendir dan baunya kurang enak.
Cabang bersudut tumpul, berbentuk galah dan
beruas rapat. Daun tunggal, bertangkai
pendek, letaknya berhadapan bersilang, bulat
telur sampai lanset, ujung dan pangkal
runcing, tapi bergelombang, pertulangan
menyirip, panjang 8-20 cm, lebar 3-13 cm,
permukaan atas warnanya ungu mengilap.
Perbungaan majemuk, keluar di ujung batang,
tersusun dalam rangkaian berupa tandan yang
panjangnya 3-12 cm, warnanya merah
keunguan. Buahnya buah kotak, bentuknya
lonjong, warnanya ungu kecoklatan. Pada
umumnya memiliki dua biji, bentuknya bulat,
dan warnanya putih. Tumbuhan wungu sering
ditemukan tumbuh liar di pedesaan atau
ditanam sebagai tanaman hias dan tanaman
pagar. Tumbuh baik pada tempat-tempat
terbuka yang terkena sinar matahari, dengan
iklim kering atau lembab.
Ada tiga varietas, yaitu berdaun ungu,
berdaun hijau dan belang-belang putih. Yang
digunakan sebagai obat adalah varietas
berdaun ungu yang dinamakan Graptophyllum
pictum(L.)Griff.var luridosanguineum Sims.
Tumbuhan ini berbunga sepanjang tahun,
namun di Jawa jarang sekali menghasilkan
buah. Perbanyakan dengan stek batang.
Batang daun tumbuhan wungu mengandung
kalsium oksalat, asam formiat, dan lemak.
Daun berkhasiat sebagai peluruh kencing
(diuretik), mempercepat pemasakan bisul,
pencahar ringan (laksatif), dan pelembut kulit
(emoliens). Sedangkan bunganya berkhasiat
sebagai pelancar haid (Dalimartha 1999).
Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan
wungu diklasifikasikan sebagai berikut;
kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, kelas
Dicotyledonae, ordo Tubiflorae, famili

Gambar 1 Daun wungu (Graptophyllum
pictum L.Griff.) (Dalimartha
1999)
Acanthaceae, genus Graptophyllum, spesies
Graptophyllum pictum, dan nama umum
Wungu (Dalimartha 1999).
Daun tumbuhan ini mengandung alkaloida
yang tidak beracun, glikosida, steroida,
saponin, klorofil dan lendir. Batang daun
tumbuhan wungu mengandung kalsium
oksalat, asam formik, dan lemak (Dalimartha
1999).
Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa yang dapat
menetralisir radikal bebas dengan cara
menyumbangkan elektronnya pada senyawa
radikal bebas. Senyawa antioksidan dapat
mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh
radikal bebas terhadap sel normal, protein,
dan
lemak.
Berdasarkan
sumbernya
antioksidan dibagi menjadi antioksidan
endogen (berasal dari dalam tubuh) dan
eksogen
(berasal
dari
luar
tubuh)
(Kumalaningsih 2007).
Antioksidan
endogen
merupakan
antioksidan yang dapat disintesis oleh tubuh.
Contoh dari antioksidan endogen antara lain
superoksida dismutase (SOD), katalase, dan
peroksidase. SOD merupakan salah satu jenis
antioksidan
endogen
yang
mampu
mengkatalisis radikal bebas superoksida (•O2)
menjadi hidrogen peroksida (H2O2), sehingga
SOD disebut sebagai scavenger atau
pembersih superoksida (•O2 -). Katalase
merupakan senyawa hemotetramer dengan
kofaktor Fe, dan dapat ditemukan pada hewan
maupun
tumbuhan.
Katalase
dapat
mengkatalisis berbagai peroksida dan radikal
bebas menghasilkan oksigen dan air.
Superoksida
adalah
kelas
enzim
oksidoreduktase yang berfungsi mengatalisis
dan
substrat
organik
dengan
H2O2
mereduksinya menjadi H2O. Peroksidase
merupakan hemoprotein yang terdapat pada
organisme prokariotik dan eukariotik.

3
 
Glutation peroksidase (GPx) adalah salah
satu
jenis
enzim
peroksidase
yang
mengandung selenium (Se) pada sisi aktifnya.
Enzim ini bekerja dengan cara memecah H2O2
dan berbagai lipid peroksida dengan
mereduksinya menjadi H2O. Proses tersebut
melibatkan reaksi redoks dari glutation
tereduksi (GSH).
Antioksidan
eksogen
merupakan
antioksidan yang diperoleh dari luar tubuh.
Antioksidan eksogen dapat diperoleh dari
makanan sehari-hari, terutama sayuran, dan
buah-buahan yang mengandung vitamin
(vitamin A, C, dan E) dan mineral (Zn, dan
Se). Vitamin E merupakan antioksidan
eksogen yang paling umum digunakan.
Berdasarkan fungsinya, antioksidan dibagi
menjadi empat, diantaranya antioksidan
primer, sekunder, tersier, dan oxygen
scavenger. Antioksidan primer adalah
antioksidan yang berfungsi untuk mencegah
terbentuknya radikal bebas baru, karena
kemampuannya untuk merubah radikal bebas
yang ada sebelum bereaksi. Contoh
antioksidan primer di dalam tubuh manusia
adalah enzim superoksida dismutase (SOD).
Enzim ini sangat penting sekali, dikarenakan
dapat melindungi sel-sel dalam tubuh akibat
kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal
bebas. Kinerja enzim ini dipengaruhi oleh
beberapa mineral seperti Mn, Zn, Cu, dan Se
(Kumalaningsih 2007).
Antioksidan sekunder adalah senyawa
penangkap radikal bebas yang mampu
mencegah terjadinya reaksi berantai, sehingga
tidak terjadi kerusakan yang lebih hebat.
Contoh antioksidan sekunder adalah vitamin
C, vitamin E, dan betakaroten. Sedangkan
antioksidan tersier merupakan senyawa yang
dapat memperbaiki kerusakan sel ataupun
jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas.
Metionin sulfoksidan reduktase merupakan
contoh antioksidan tersier yang dapat
memperbaiki DNA dalam sel. Oxygen
scavenger adalah antioksidan yang dapat
mengikat oksigen, sehingga tidak mendukung
kelangsungan reaksi oksidasi oleh radikal
bebas, misalnya vitamin C (Atmosukarto dan
Mitri 2003).
Berdasarkan cara
memperolehnya,
antioksidan dibagi menjadi dua, yaitu
antioksidan alami dan sintetik. Antioksidan
alami diperoleh dari sumber-sumber alami
seperti tumbuhan, dan dapat tersebar di
berbagai bagian tanaman seperti kayu, kulit,
akar, daun, bunga, buah, biji, rimpang, dan
serbuk (Pratt & Hudson 1990 dalam
Marpaung 2008). Selain antioksidan alami,
terdapat antioksidan sintetik yang juga

memiliki kemampuan untuk menghambat
radikal bebas. Jenis-jenis antioksidan sintetik
yang banyak digunakan diantaranya adalah
butylatedhydroxytoluene
(BHT),
Butylatedhydroxyanysole (BHA), tert-butyl
hydroxyl quinon (TBHQ), propylgalatte (PG),
nordihidroquairetic acid (NDGA) dan αtokoferol.
Antioksidan
sintetik
dapat
membahayakan kesehatan, contohnya BHA
dan BHT yang dapat menyebabkan
pembengkakan organ hati (Hernani &
Rahardjo 2005 dalam Marpaung 2008).
Penambahan antioksidan dalam jumlah
tertentu dimaksudkan untuk mencegah atau
memperlambat terjadinya proses autooksidasi.
Antioksidan dapat berperan pada setiap tahap
dari proses autooksidasi. Mekanisme kerja
antioksidan memiliki dua fungsi, antara lain:
(1) sebagai pemberi atom hidrogen.
Antioksidan yang mempunyai fungsi utama
tersebut sering disebut sebagai antioksidan
pimer. Senyawa ini dapat memberikan atom
hidrogen secara cepat ke radikal lipida
(R*,COO*) atau mengubahnya ke bentuk
lebih stabil, sementara turunan radikal
antioksidan (A*) tersebut memiliki keadaan
lebih stabil dibanding radikal lipid. (2) fungsi
sekunder antioksidan, yaitu memperlambat
laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme
diluar mekanisme pemutusan rantai lipid ke
bentuk lebih stabil (Gordon 1990).
Antioksidan memiliki fungsi utama dalam
menangkap radikal bebas. Radikal bebas
dapat menyebabkan oksidasi asam nukleat,
protein, lipid, DNA, dan dapat meng-inisiasi
penyakit degeneratif. Senyawa antioksidan
seperti fenol, polifenol, dan flavonoid dapat
menghambat mekanisme oksidasi yang
disebabkan radikal bebas seperti peroksida,
hidroperoksida, atau peroksida lipid (Shahidi
1997 dalam Nurcholis 2008). Secara umum
antioksidan bereaksi dengan menghambat
oksidasi lemak atau autooksidasi melalui
beberapa tahap, yaitu inisiasi, propagasi, dan
terminasi. Tahap inisiasi merupakan tahap
pembentukan radikal bebas asam lemak, yaitu
asam lemak metastabil dan sangat reaktif
akibat kehilangan satu atom hidrogen (H).
Reaksi selanjutnya adalah propagasi dimana
radikal asam lemak akan bereaksi dengan
oksigen membentuk radikal peroksida.
Radikal
peroksida
selanjutnya
akan
menyerang asam lemak dan menghasilkan
hidroksiperoksida dan radikal asam lemak
baru lagi.
Ekstraksi
Ekstraksi merupakan salah satu cara
pemisahan satu atau lebih komponen dari

4
 
suatu bahan atau jaringan tanaman. Menurut
Markham (1975), proses awal ekstraksi
komponen-komponen aktif dari suatu jaringan
tanaman adalah dengan meghaluskan jaringan
tanaman tersebut. Hal ini bertujuan untuk
memperbesar peluang terlarutnya komponenkomponen metabolit yang diinginkan. Tetapi
sebelum diekstraksi, jaringan tanaman
dikeringkan
untuk
mempertahankan
kandungan metabolit dalam tanaman yang
telah dipotong sehingga proses metabolisme
terhenti (Mursito 2002).
Terdapat berbagai macam metode
ekstraksi seperti maserasi, refluks, dan
sokletasi. Metode ekstraksi yang digunakan
untuk proses ekstraksi dalam penelitian ini
adalah maserasi. Prinsip dari metode ini
adalah proses difusi pelarut ke dalam dinding
sel tanaman untuk mengekstrak senyawasenyawa yang ada dalam tanaman tersebut.
Biasanya
maserasi
digunakan
untuk
mengekstrak senyawa yang kurang tahan
panas, dan digunakan untuk sampel yang
belum diketahui karakteristik senyawanya.
Sedangkan kelemahan metode ini adalah
waktu ekstraksi yang relatif lama (Yulanda
2007).
Metode refluks adalah metode ekstraksi
komponen
dengan
cara
mendidihkan
campuran antara contoh dan pelarut yang
sesuai pada suhu dan waktu tertentu. Serta uap
yang terbentuk diembunkan dalam kondensor
agar kembali ke labu reaksi. Pada umumnya
metode refluks digunakan untuk ekstraksi
bahan-bahan
yang
sulit
dipisahkan.
Kelemahan metode ini adalah larutan yang
digunakan
dapat
jenuh
karena
ada
keseimbangan. Metode sokletasi yaitu metode
ekstraksi solut dari padatan dengan
menggunakan pelarut volatil yang cocok, dan
prosesnya dilakukan secara berulang-ulang.
Pada umumnya dilakukan pada bahan yang
tahan panas. Kelebihan metode ini adalah
lebih efektif dan efisien dibandingkan dengan
metode maserasi.
Uji Aktifitas Antioksidan metode DPPH
(2,2 diphenyl-1-picryl-hydrazyl)
DPPH adalah radikal bebas yang stabil
dalam larutan berair atau larutan metanol serta
memiliki serapan yang kuat pada panjang
gelombang 515 nm dalam bentuk teroksidasi.
DPPH mampu menerima elektron atau radikal
hidrogen dari senyawa lain sehingga
membentuk molekul diamagnetik yang stabil
(lihat Gambar 2) (Hatano et al 1998). Uji
aktifitas antioksidan dilakukan pada sampel
yang diduga mempunyai aktifitas sebagai
antioksidan. Terdapat beberapa metode untuk

menentukan aktifitas antioksidan, diantaranya
DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil), Cupric
Ion Reducing Antioxidant (CUPRAC) dan
Ferric Reducing Ability of Plasma (FRAP).
Metode DPPH dipilih karena memiliki
beberapa keunggulan, diantaranya sederhana,
cepat, sensitif, dan hanya membutuhkan
sedikit sampel (Aji 2009).
Metode DPPH merupakan metode uji
aktifitas antioksidan yang paling banyak
dilakukan. Prinsip metode uji antioksidan
DPPH didasarkan pada reaksi penangkapan
hidrogen oleh DPPH dari senyawa
antioksidan. DPPH berperan sebagai radikal
bebas yang diredam oleh antioksidan dari
sampel. Selanjutnya DPPH akan diubah
menjadi DPPH-H (bentuk tereduksi DPPH)
oleh senyawa antioksidan. DPPH merupakan
senyawa radikal bebas yang stabil dan dapat
disimpan dalam jangka waktu lama dalam
keadaan kering dan kondisi penyimpanan
yang baik (Juniarti et.al 2009).

Gambar 2 Stuktur kimia DPPH.
Metode DPPH dapat memberikan
informasi mengenai reaktifitas senyawa yang
diuji dengan suatu radikal yang stabil.
Penangkap radikal bebas menyebabkan
elektron menjadi berpasangan yang kemudian
menyebabkan
perubahan
warna
yang
sebanding dengan jumlah elektron yang
diambil (lihat Gambar 3). DPPH hanya dapat
mengukur senyawa antioksidan yang terlarut
dalam pelarut organik khususnya alkohol.
DPPH secara luas digunakan untuk mengukur
dan membandingkan aktifitas antioksidan
senyawa-senyawa fenolik, dan evaluasi
aktifitas antioksidan melalui perubahan
serapan yang terjadi. DPPH harus secara hatihati diinterpretasikan setelah direaksikan
dengan senyawa antioksidan karena dapat
didegradasi oleh cahaya, oksigen, pH, dan
jenis pelarut (Molyneux 2004).
Metode DPPH dapat digunakan untuk
screening berbagai sampel dalam penentuan

5
 
aktifitas
antioksidannya.
Pengukuran
absorbansi DPPH dapat dilakukan pada

Gambar 3 Reduksi DPPH dari senyawa
peredam radikal bebas
(Prakash et al 2001).
kisaran panjang gelombang 515-520 nm.
Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel
padatan maupun larutan dan tidak spesifik
untuk komponen antioksidan partikular, tetapi
dapat digunakan untuk kapasitas antioksidan
secara keseluruhan pada suatu sampel
(Molyneux 2004).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sampel daun wungu tua
yang diambil dari daerah Bogor, akuades,
etanol 30%, etanol 70%, etanol 96%, batu es,
DPPH(2,2-difenil-1-pikrilhidrazil), kloroform,
amonia, H2SO4 pekat, H2SO4 2M, pereaksi
Dragendorf, Pereaksi Meyer, Pereaksi
Wagner, HCl pekat, amil alkohol, FeCl3 1%,
dietel eter, CH3COOH anhidrat, serbuk
magnesium, dan dimetilsulfoksida (DMSO).
Alat-alat
yang
dipakai
adalah
spektrofotometer UV-VIS, ELISA Reader
EPOCH, penangas air, oven, neraca analitik,
rotavapor, corong pisah, pipet mikro, pipet
volumetrik, vial, penggiling 100 mash, tip,
mikro plate, lemari es, pipet tetes, labu
erlenmeyer, tabung reaksi, kertas saring, gelas
piala, labu takar, gelas ukur, bulb, batang
pengaduk, sudip, corong gelas, kertas saring,
kantong plastik dan kapas.
Metode Penelitian
Ekstraksi Daun Wungu
Sampel basah diambil dari tanaman wungu
khususnya daun wungu (Graptophyllum
pictum L. Griff.). Kemudian sampel
dikeringkan dengan oven pada suhu 40-500 C
selama 4 s.d 5 hari. Setiap simplisia kasar dari

ekstrak sampel digiling dengan blender
kemudian disaring dengan ukuran 60 mash
dan 100 mesh. Ukuran serbuk simplisia
masing-masing sampel yang digunakan adalah
100 mesh (telah menjadi simplisia kering
dengan kadar air ≤ 10%). Sedangkan untuk
proses ekstraksi mengacu pada proses
ekstraksi Badan Pengawas Obat dan Makanan
atau BPOM (2005) yaitu maserasi; proses
ekstraksi menggunakan pelarut air, etanol
30%, etanol 70% dan 96%, dengan
perbandingan simplisia dengan pelarut adalah
1: 10 yang dimasukkan ke dalam maserator
dan direndam selama 6 jam sambil sekali-kali
diaduk, kemudian didiamkan sampai 24 jam
pada suhu ruang. Maserat dipisahkan, dan
proses diulang 2 kali dengan jenis dan jumlah
pelarut yang sama. Semua maserat
dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap
vakum pada suhu 500 C hingga diperoleh
ekstrak kental. Proses ekstraksi dilakukan
dengan ulangan sebanyak 5 kali. Sebagai
kontrol kualitas awal maka ekstrak daun
wungu ditentukan aktifitas antioksidan
berdasarkan metode DPPH.
Analisis Fitokimia Daun Wungu (Harbone
1987)
Uji alkaloid. Sebanyak ± 0.5 gram ekstrak
kasar pelarut air, etanol 30%, etanol 70%, dan
etanol 96% daun wungu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang berbeda. Kemudian
ditambahkan ± 2 tetes amonia dan 5 ml
kloroform lalu disaring dan diambil filtratnya.
Kemudian filtrat ditambahkan 1 ml H2SO4
2M. Fraksi asam diambil kemudian
ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer, dan
Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan
terbentuknya endapan merah pada pereaksi
Dragendorf, endapan putih pada pereaksi
Meyer, dan endapan coklat pada pereaksi
Wagner.
Uji Flavonoid. Sebanyak ± 0.5 gram ekstrak
kasar pelarut air, etanol 30%, etanol 70%, dan
etanol 96% daun wungu dimasukkan ke dlam
tabung reaksi yang berbeda. Kemudian
ditambahkan ± 5 ml akuades dan disaring.
Filtrat yang diperoleh ditambahkan serbuk
Mg, 1 ml HCl pekat, dan 1 ml amil alkohol.
Campuran dikocok kuat dan dibiarkan hingga
terjadi pemisahan. Warna yang terbentuk pada
lapisan amilalkohol menunjukkan adnya
golongan flavonoid.
Uji Saponin. Sebanyak ± 0.5 gram ekstrak
kasar pelarut air, etanol 30%, etanol 70%, dan
eatnol 96% daun wungu dimasukkan ke
dalam tabung reaksi yang berbeda. Kemudian
ditambahkan ± 5 ml akuades dan disaring.
Filtrat yang diperoleh dikocok kuat dan

5
 
aktifitas
antioksidannya.
Pengukuran
absorbansi DPPH dapat dilakukan pada

Gambar 3 Reduksi DPPH dari senyawa
peredam radikal bebas
(Prakash et al 2001).
kisaran panjang gelombang 515-520 nm.
Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel
padatan maupun larutan dan tidak spesifik
untuk komponen antioksidan partikular, tetapi
dapat digunakan untuk kapasitas antioksidan
secara keseluruhan pada suatu sampel
(Molyneux 2004).

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sampel daun wungu tua
yang diambil dari daerah Bogor, akuades,
etanol 30%, etanol 70%, etanol 96%, batu es,
DPPH(2,2-difenil-1-pikrilhidrazil), kloroform,
amonia, H2SO4 pekat, H2SO4 2M, pereaksi
Dragendorf, Pereaksi Meyer, Pereaksi
Wagner, HCl pekat, amil alkohol, FeCl3 1%,
dietel eter, CH3COOH anhidrat, serbuk
magnesium, dan dimetilsulfoksida (DMSO).
Alat-alat
yang
dipakai
adalah
spektrofotometer UV-VIS, ELISA Reader
EPOCH, penangas air, oven, neraca analitik,
rotavapor, corong pisah, pipet mikro, pipet
volumetrik, vial, penggiling 100 mash, tip,
mikro plate, lemari es, pipet tetes, labu
erlenmeyer, tabung reaksi, kertas saring, gelas
piala, labu takar, gelas ukur, bulb, batang
pengaduk, sudip, corong gelas, kertas saring,
kantong plastik dan kapas.
Metode Penelitian
Ekstraksi Daun Wungu
Sampel basah diambil dari tanaman wungu
khususnya daun wungu (Graptophyllum
pictum L. Griff.). Kemudian sampel
dikeringkan dengan oven pada suhu 40-500 C
selama 4 s.d 5 hari. Setiap simplisia kasar dari

ekstrak sampel digiling dengan blender
kemudian disaring dengan ukuran 60 mash
dan 100 mesh. Ukuran serbuk simplisia
masing-masing sampel yang digunakan adalah
100 mesh (telah menjadi simplisia kering
dengan kadar air ≤ 10%). Sedangkan untuk
proses ekstraksi mengacu pada proses
ekstraksi Badan Pengawas Obat dan Makanan
atau BPOM (2005) yaitu maserasi; proses
ekstraksi menggunakan pelarut air, etanol
30%, etanol 70% dan 96%, dengan
perbandingan simplisia dengan pelarut adalah
1: 10 yang dimasukkan ke dalam maserator
dan direndam selama 6 jam sambil sekali-kali
diaduk, kemudian didiamkan sampai 24 jam
pada suhu ruang. Maserat dipisahkan, dan
proses diulang 2 kali dengan jenis dan jumlah
pelarut yang sama. Semua maserat
dikumpulkan dan diuapkan dengan penguap
vakum pada suhu 500 C hingga diperoleh
ekstrak kental. Proses ekstraksi dilakukan
dengan ulangan sebanyak 5 kali. Sebagai
kontrol kualitas awal maka ekstrak daun
wungu ditentukan aktifitas antioksidan
berdasarkan metode DPPH.
Analisis Fitokimia Daun Wungu (Harbone
1987)
Uji alkaloid. Sebanyak ± 0.5 gram ekstrak
kasar pelarut air, etanol 30%, etanol 70%, dan
etanol 96% daun wungu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang berbeda. Kemudian
ditambahkan ± 2 tetes amonia dan 5 ml
kloroform lalu disaring dan diambil filtratnya.
Kemudian filtrat ditambahkan 1 ml H2SO4
2M. Fraksi asam diambil kemudian
ditambahkan pereaksi Dragendorf, Meyer, dan
Wagner. Adanya alkaloid ditandai dengan
terbentuknya endapan merah pada pereaksi
Dragendorf, endapan putih pada pereaksi
Meyer, dan endapan coklat pada pereaksi
Wagner.
Uji Flavonoid. Sebanyak ± 0.5 gram ekstrak
kasar pelarut air, etanol 30%, etanol 70%, dan
etanol 96% daun wungu dimasukkan ke dlam
tabung reaksi yang berbeda. Kemudian
ditambahkan ± 5 ml akuades dan disaring.
Filtrat yang diperoleh ditambahkan serbuk
Mg, 1 ml HCl pekat, dan 1 ml amil alkohol.
Campuran dikocok kuat dan dibiarkan hingga
terjadi pemisahan. Warna yang terbentuk pada
lapisan amilalkohol menunjukkan adnya
golongan flavonoid.
Uji Saponin. Sebanyak ± 0.5 gram ekstrak
kasar pelarut air, etanol 30%, etanol 70%, dan
eatnol 96% daun wungu dimasukkan ke
dalam tabung reaksi yang berbeda. Kemudian
ditambahkan ± 5 ml akuades dan disaring.
Filtrat yang diperoleh dikocok kuat dan

6
 
dibiarkan selama 10 menit. Terbentuknya
busa yang stabil menunjukkan adanya
senyawa saponin.
Uji Tanin. Sebanyak ± 0.5 gram ekstrak kasar
pelarut air, etanol 30%, etanol 70%, dan
etanol 96% daun wungu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang berbeda. Kemudian
ditambahkan ± 5 ml akuades dan disaring.
Filtrat yang diperoleh ditambahkan 3 tetes
FeCl3 1%. Terbentuknya warna biru atau
hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin.
Uji Steroid dan Triterpenoid. Sebanyak ±
0.5 gram ekstrak kasar pelarut air, etanol 30%,
etanol 70%, dan etanol 96% daun wungu
dimasukkan kedalam tabung reaksi yang
berbeda. Kemudian ditambahkan ± 5 ml
etanol panas dan disaring. Filtrat yang
diperoleh diuapkan hingga kering, lalu
ditambahkan 1 ml dietil eter setelah
dihomogenisasikan dan ditambahkan 1 ml
H2SO4 pekat dan 1 ml CH3COOH anhidrat.
Warna merah atau ungu menunjukkan adanya
triterpenoid dan warna hijau atau biru
menunjukkan adanya steroid.
Uji Antioksidan Metode DPPH (2,2
diphenyl-1-picryl-hydrazyl) (Ricardo et.al
2009)
Setiap sampel dilarutkan ke dalam DMSO
dengan konsentrasi 10 mg/mL. Selanjutnya
sebanyak 0.0012 g DPPH dilarutkan dalam 25
mL etanol 96%. Kemudian diencerkan
menjadi berbagai variasi konsentrasi (10.000
– 1000 µg/ml) dalam etanol 100 µL. Masingmasing sampel kemudian diisi dengan DPPH
100 µL (125 µM dalam etanol). Kemudian
diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit
dalam ruangan gelap. Sebagai kontrol positif
digunakan vitamin C (konsentrasi 2, 4, 6, 8,
dan 10 ppm). Selanjutnya aktifitas antioksidan
dibaca pada panjang gelombang 517 nm
dengan ELISA Reader EPOCH. Setiap sampel
diukur aktifitas antioksidannya sebanyak tiga
kali ulangan. Nilai % inhibisi dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
A blanko - A sampel
% inhibisi =
x 100%
A blanko
Nilai IC50 dihitung masing-masing dengan
menggunakan rumus persamaan regresi dan
pekerjaan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi
Dalam penelitian ini nilai rendemen yang
diperoleh untuk masing-masing ekstrak,
berikut nilai rendemen masing-masing ekstrak

dengan pelarut yang berbeda ditunjukkan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Nilai rendemen masing-masing
ekstrak daun wungu
Ekstrak daun
Nilai rendemen
wungu
(%)
Larut Et 96%
22,13
Larut Et 70%
30,56
Larut Et 30%
65,60
Larut Air
50,96
Berdasarkan Tabel 1 diperoleh bahwa
persentase rendemen ekstrak etanol 30% yang
paling tinggi sehingga menunjukkan senyawa
yang terekstrak lebih banyak dibandingkan
dengan pelarut lainnya. Namun pelarut etanol
30% tidak dapat dikatakan sebagai pelarut
yang baik untuk mengekstrak senyawa
antioksidan yang terdapat dalam daun wungu
karena perlu diuji beberapa parameter yang
lebih lanjut untuk menentukan pelarut yang
terbaik untuk mengekstrak daun wungu.
Analisis Fitokimia Ekstrak Daun
Wungu
Analisis fitokimia merupakan salah satu
cara untuk mengetahui kandungan metabolit
pada suatu tanaman secara kualitatif. Analisis
fitokimia bertujuan untuk mengetahui adanya
senyawa metabolit yang diharapkan berperan
sebagai antioksidan. Senyawa yang diuji
antara lain alkaloid, flavonoid, saponin, tanin,
steroid, dan triterpenoid.
Hasil analisis fitokimia dapat dilihat pada
Tabel 2. Hasil analisis menunjukkan bahwa
ekstrak air daun wungu mengandung senyawa
alkaloid dan flavonoid. Ekstrak etanol 30%
daun wungu mengandung alkaloid, flavonoid,
dan saponin. Ekstrak etanol 70% daun wungu
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid,
steroid, tanin, dan saponin sedangkan ekstrak
etanol 96% daun wungu mengandung
senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, dan
tanin.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa
ekstrak daun wungu mengandung senyawa
alkaloid, steroid, saponin, tanin, dan flavonoid
pada pelarut etanol 70%. Keberadaan alkaloid,
saponin, dan steroid diduga kuat sebagai
komponen metabolit yang berpotensi sebagai
antioksidan alami,
sehingga dapat
menghambat
aktivitas
radikal
DPPH
(Dalimartha 1999).
Hasil uji menunjukkan adanya alkaloid
pada seluruh sampel, baik pada ekstrak etanol
96%, etanol 70%, etanol 30%, dan air daun
wungu. Alkaloid merupakan golongan
terbesar dari senyawa hasil metabolit sekunder

6
 
dibiarkan selama 10 menit. Terbentuknya
busa yang stabil menunjukkan adanya
senyawa saponin.
Uji Tanin. Sebanyak ± 0.5 gram ekstrak kasar
pelarut air, etanol 30%, etanol 70%, dan
etanol 96% daun wungu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi yang berbeda. Kemudian
ditambahkan ± 5 ml akuades dan disaring.
Filtrat yang diperoleh ditambahkan 3 tetes
FeCl3 1%. Terbentuknya warna biru atau
hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin.
Uji Steroid dan Triterpenoid. Sebanyak ±
0.5 gram ekstrak kasar pelarut air, etanol 30%,
etanol 70%, dan etanol 96% daun wungu
dimasukkan kedalam tabung reaksi yang
berbeda. Kemudian ditambahkan ± 5 ml
etanol panas dan disaring. Filtrat yang
diperoleh diuapkan hingga kering, lalu
ditambahkan 1 ml dietil eter setelah
dihomogenisasikan dan ditambahkan 1 ml
H2SO4 pekat dan 1 ml CH3COOH anhidrat.
Warna merah atau ungu menunjukkan adanya
triterpenoid dan warna hijau atau biru
menunjukkan adanya steroid.
Uji Antioksidan Metode DPPH (2,2
diphenyl-1-picryl-hydrazyl) (Ricardo et.al
2009)
Setiap sampel dilarutkan ke dalam DMSO
dengan konsentrasi 10 mg/mL. Selanjutnya
sebanyak 0.0012 g DPPH dilarutkan dalam 25
mL etanol 96%. Kemudian diencerkan
menjadi berbagai variasi konsentrasi (10.000
– 1000 µg/ml) dalam etanol 100 µL. Masingmasing sampel kemudian diisi dengan DPPH
100 µL (125 µM dalam etanol). Kemudian
diinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit
dalam ruangan gelap. Sebagai kontrol positif
digunakan vitamin C (konsentrasi 2, 4, 6, 8,
dan 10 ppm). Selanjutnya aktifitas antioksidan
dibaca pada panjang gelombang 517 nm
dengan ELISA Reader EPOCH. Setiap sampel
diukur aktifitas antioksidannya sebanyak tiga
kali ulangan. Nilai % inhibisi dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
A blanko - A sampel
% inhibisi =
x 100%
A blanko
Nilai IC50 dihitung masing-masing dengan
menggunakan rumus persamaan regresi dan
pekerjaan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi
Dalam penelitian ini nilai rendemen yang
diperoleh untuk masing-masing ekstrak,
berikut nilai rendemen masing-masing ekstrak

dengan pelarut yang berbeda ditunjukkan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Nilai rendemen masing-masing
ekstrak daun wungu
Ekstrak daun
Nilai rendemen
wungu
(%)
Larut Et 96%
22,13
Larut Et 70%
30,56
Larut Et 30%
65,60
Larut Air
50,96
Berdasarkan Tabel 1 diperoleh bahwa
persentase rendemen ekstrak etanol 30% yang
paling tinggi sehingga menunjukkan senyawa
yang terekstrak lebih banyak dibandingkan
dengan pelarut lainnya. Namun pelarut etanol
30% tidak dapat dikatakan sebagai pelarut
yang baik untuk mengekstrak senyawa
antioksidan yang terdapat dalam daun wungu
karena perlu diuji beberapa parameter yang
lebih lanjut untuk menentukan pelarut yang
terbaik untuk mengekstrak daun wungu.
Analisis Fitokimia Ekstrak Daun
Wungu
Analisis fitokimia merupakan salah satu
cara untuk mengetahui kandungan metabolit
pada suatu tanaman secara kualitatif. Analisis
fitokimia bertujuan untuk mengetahui adanya
senyawa metabolit yang diharapkan berperan
sebagai antioksidan. Senyawa yang diuji
antara lain alkaloid, flavonoid, saponin, tanin,
steroid, dan triterpenoid.
Hasil analisis fitokimia dapat dilihat pada
Tabel 2. Hasil analisis menunjukkan bahwa
ekstrak air daun wungu mengandung senyawa
alkaloid dan flavonoid. Ekstrak etanol 30%
daun wungu mengandung alkaloid, flavonoid,
dan saponin. Ekstrak etanol 70% daun wungu
mengandung senyawa alkaloid, flavonoid,
steroid, tanin, dan saponin sedangkan ekstrak
etanol 96% daun wungu mengandung
senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, dan
tanin.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa
ekstrak daun wungu mengandung senyawa
alkaloid, steroid, saponin, tanin, dan flavonoid
pada pelarut etanol 70%. Keberadaan alkaloid,
saponin, dan steroid diduga kuat sebagai
komponen metabolit yang berpotensi sebagai
antioksidan alami,
sehingga dapat
menghambat
aktivitas
radikal
DPPH
(Dalimartha 1999).
Hasil uji menunjukkan adanya alkaloid
pada seluruh sampel, baik pada ekstrak etanol
96%, etanol 70%, etanol 30%, dan air daun
wungu. Alkaloid merupakan golongan
terbesar dari senyawa hasil metabolit sekunder

7
 
pada tanaman. Fungsi alkaloid dalam tanaman
belum pasti. Akan tetapi keberadaan alkaloid
diduga menjadikan daun wungu mempunyai
aktivitas antioksidan. Hal ini berdasarkan
penelitian Hernani & Rahardjo (2005)
menyatakan bahwa senyawa alkaloid dari
ekstrak Callyspongia sp memberikan aktivitas
pada peredaman radikal bebas. Selain itu
alkaloid berkhasiat untuk melancarkan
peredaran darah pada sistem saraf pusat atau
pada
sirkulasi
darah
tepi
efeknya

meningkatkan
sirkulasi darah pada alat
kelamin pria (Khomsan 2007).
Potensi
antioksidan
diduga
juga
didasarkan atas keberadaan tanin. Tanin
memberikan hasil positif pada ekstrak etanol
70% dan ekstrak etanol 96% daun wungu.
Adanya tanin ditandai dengan terbentuknya
warna hitam kehijauan. Tanin merupakan
senyawa yang banyak terkandung dalam teh.
Hal ini diacu dari hasil penelitian (Chen 1995
dalam Eridani 2006) yang melaporkan

Tabel 2 Analisis Fitokimia Ekstrak daun Wungu
Ekstrak daun wungu

Uji
Air

Etanol 30%

Etanol 70%

Etanol 96%

Alkaloid
Dragendorf

+

+

+

+

Wagner

+

+

+

+

Meyer

+

+

+

+

-

+

+

-

Saponin
Tanin

-

-

+

+

Steroid

-

-

+

+

Flavonoid

+

+

+

+

Triterpenoid

-

-

-

-

Keterangan: (+): positif, (-): tidak ada (negatif).
berbagai jenis teh memiliki aktivitas
antioksidan dan aktivitas tersebut dapat
menghambat proses mutasi dan kanker,
karena kemampuannya untuk membersihkan
radikal bebas dan menginduksi enzim yang
bersifat antioksidan (Satria 2005). Selain
sebagai antioksidan, tanin menurut Subroto
(2008) sebagai hemostatik, yaitu senyawa
yang membantu menghentikan pendarahan.
Selain kedua bahan aktif di atas, daun
wungu mengandung saponin, steroid, dan
flavonoid. Pada hasil analisis fitokimia
diperoleh hasil yang berbeda dengan
menggunakan kosentrasi pelarut yang
berbeda. Hasil positif ditunjukkan pada uji
alkaloid dan flavonoid pada seluruh ekstrak
sampel. Pada uji saponin, steroid, dan tanin
memberikan hasil yang berbeda-beda pada
masing-masing pelarut yang digunakan. Hal
ini dapat terjadi karena senyawa tanin dan
steroid lebih larut pada ekstrak etanol dengan
konsentrasi yang tinggi, yaitu pada ekstrak
etanol 70% dan etanol 96% sdangkan saponin
menunjukkan hasil positif pada ekstrak etanol
30% dan etanol 70%. Hal ini terjadi karena
senyawa tanin dan steroid merupakan

senyawa non polar sehingga lebih terekstrak
pada pelarut dengan konsentrasi etanol yang
lebih tinggi. Steroid memberikan hasil positif
pada ekstrak etanol 96% dan ekstrak etanol
70% daun wungu dan memberikan hasil
negatif pada ekstrak etanol 30% dan ekstrak
air daun wungu. Adanya steroid ditandai
dengan terbentuknya warna hijau. Steroid
mempunyai khasiat sebagai obat penghilang
rasa pegal (Khomsan 2007).
Hasil pemeriksaan juga menunjukkan
bahwa daun wungu mengandung saponin.
Saponin memberikan hasil positif pada
ekstrak etanol 70% dan etanol 30% daun
wungu dan memberikan hasil negatif pada
ekstrak air dan etanol 96% daun wungu, hal
tersebut ditandai dengan adanya busa yang
stabil selama 10 menit setelah dikocok kuat.
Seperti telah diketahui bahwa saponin dalam
tumbuhan sudah dimanfaatkan sebagai
pengobatan. Menurut Khomsan (2007)
saponin
pada
gingseng
berkhasiat
memperkuat daya tahan tubuh dan meredakan
kelelahan. Senyawa saponin dalam tumbuhan
telah banyak dimanfaatkan untuk pengobatan,
terutama saponin dari turunan glikosida dapat

8
 
menurunkan kolesterol dan menghambat
penyakit kanker (Hernani & Rahardjo 2005).
Hal ini terbukti saponin yang terkandung pada
akar kuning dan temulawak mampu
menghambat peningkatan konsentrasi lipid
peroksida
(Adji
2004).
Flavonoid
memberikan hasil positif pada semua sampel
ekstrak daun wungu ditandai dengan
terbentuknya warna hitam dan coklat muda
pada lapisan amilalkohol. Flavonoid adalah
senyawa fenol yang banyak terdapat pada
tumbuhan berpembuluh dan bersifat dapat
larut air (Harborne 1987). Flavonoid dapat
menghambat kerja enzim α-glukosidase dalam
luteolin (Sang Kim 2000). Enzim glukosidase
merupakan enzim yang juga digunakan untuk
mengetahui potensi suatu tumbuhan sebagai
antidiabetes secara in vitro dengan mekanisme
penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase
agar penyerapanan glukosa di dalam usus
menurun.

DPPH. Kadar radikal DPPH tersisa diukur
secara spektrofotometri pada panjang
gelombang 517 nm (Blois 1958 & Munim et
al. 2003).
Secara mekanisme, terdapat dua macam
reaksi senyawa DPPH dengan senyawa
antioksidan. Mekanisme reaksi pertama
merupakan proses transfer secara langsung
elektron atau atom H dari senyawa
antioksidan ke senyawa DPPH. Mekanisme
reaksi kedua adalah proses transfer elektron
dengan proton terkonsentrasi, yaitu senyawa
DPPH
bermuatan
negatif.
Senyawa
antioksidan berubah bermuatan positif dan
mentransfer atom hidrogen ke senyawa
DPPH. Metode DPPH dipilih karena metode
ini sederhana, mudah, cepat, dan peka serta
memerlukan sedikit sampel. (Lan & Hong
2003).
Parameter
yang
digunakan
untuk
menerangkan hasil penentuan aktivitas
antioksidan adalah IC50. IC50 atau inhibitory
concentration 50% adalah konsentrasi larutan
contoh yang menyebabkan berkurangnya
aktivitas DPPH sebesar 50% (Molyneux
2004). IC50 didapat dari kurva hubungan
antara persen penangkapan radikal bebas
dengan konsentrasi (ppm) menggunakan
regresi linier. Prinsip metode yang digunakan
menyatakan bahwa semakin kecil konsentrasi
larutan contoh untuk mengurangi aktivitas
DPPH sebesar 50% maka aktivitas
antioksidannya semakin kuat.
Hasil penelitian aktivitas antioksidan pada
Tabel 3 menunjukkan bahwa sampel ekstrak
air, etanol 30%, etanol 70%, dan etanol 96%
tidak memiliki aktivitas antioksidan, hal ini
dikarenakan mempunyai IC50 yang sangat
tinggi dibandingkan dengan vitamin C sebagai
pembandingnya.
Hasil
penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak daun wungu
tidak memiliki aktivitas antioksidan dengan
pengukuran dengan metode DPPH. Namun,
aktivitas antioksidan dengan pelarut etanol

Aktivitas Antioksidan
Prinsip penentuan aktivitas antioksidan
diukur dengan melihat kemampuan ekstrak
air, ekstrak etanol 30%, ekstrak etanol 70%,
dan ekstrak etanol 96% daun wungu dalam
menangkap radikal bebas DPPH. Kemampuan
penangkapan radikal DPPH oleh suatu
antioksidan
dinyatakan
dalam
persen
penangkapan radikal bebas. Mekanisme
penangkapan radikal DPPH oleh antioksidan
cukup sederhana, yaitu berupa donasi proton
kepada radikal bebas. Oleh karena itu,
senyawa-senyawa
yang
memungkinkan
mendonasikan protonnya memiliki aktivitas
penangkapan radikal cukup kuat. Senyawa
tersebut adalah golongan fenol, flavonoid,
tanin, senyawa yang memiliki banyak gugus
sulfida, dan alkaloid. Donasi proton
menyebabkan radikal DPPH (berwarna ungu)
menjadi senyawa non-radikal. Senyawa nonradikal DPPH tersebut tidak berwarna.
Dengan demikian aktivitas penangkapan
radikal dapat dihitung dari peluruhan radikal

Tabel 3 Uji aktivitas antioksidan ekstrak daun wungu

Sampel

IC50 (ppm)

Keterangan (aktivitas
antioksidan) (Jun et. al
2003)

Ekstrak air

> 500

Ekstrak Et 30%
Ekstrak Et 70%
Ekstrak Et 96%
Kontrol positif
(Vitamin C)

> 500
257,79
> 500

Tidak aktif
Tidak aktif
Lemah
Tidak aktif

4,39

Sangat aktif


 
96% memiliki % inhibisi (penangkapan
radikal bebas) yang paling tinggi dapat dilihat
pada lampiran 5 akan tetapi nilai IC50 yang
masih sangat tinggi dan sangat jauh dari
vitamin C sebagai pembandingnya, ekstrak
etanol 96% daun wungu tetap tidak bisa
dikatakan berpotensi sebagai antioksidan.
Berdasarkan Tabel 3 diatas aktivitas
antioksidan suatu senyawa uji dapat
dikategorikan tingkat kekuatan antioksidannya
menjadi berbagai intensitas yang digolongkan
menurut nilai IC50. Menurut Jun et.al 2003,
aktivitas antioksidan digolongkan sangat aktif
jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm,
digolongkan aktif bila nilai IC50 50-100 ppm,
digolongkan sedang bila nilai IC50 101- 250
ppm, dan digolongkan lemah bila nilai IC50
250-500 ppm, serta digolongkan tidak aktif
bila nilai IC50 lebih besar dari 500 ppm.
Ekstrak air, etanol 30%, dan etanol 96% daun
wungu digolongkan tidak aktif dengan nilai
IC50 diatas 500 ppm sedangkan ekstrak etanol
70% daun wungu digolongkan lemah dengan
nilai IC50 257, 79 ppm.
Tabel 4 Tingkat kekuatan antioksidan dengan
metode DPPH (Jun et. al 2003)
Intensitas
Nilai IC50
Sangat aktif

< 50 ppm

Aktif
Sedang
Lemah
Tidak aktif

50-100 ppm
101-250 ppm
250-500 ppm
> 500 ppm

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Daun wungu (Graptophyllum pictum L.
Griff.) tidak memiliki aktivitas antioksidan
yang cukup aktif sehingga tidak berpotensi
sebagai antioksidan alami yang baik. Pada
ekstrak air, etanol 30%, dan etanol 96% daun
wungu memiliki kategori tidak aktif pada uji
antioksidan karena IC50 ketiga ekstrak tersebut
lebih dari 500 ppm, pada ekstrak etanol 70%
daun wungu memiliki kategori aktivitas
antioksidan yang lemah dengan IC50 257,79
ppm. Nilai IC50 pada vitamin C adalah 4,39
ppm. Hasil lain menunjukkan bahwa ekstrak
daun wungu mengandung alkaloid dan
flavonoid pada setiap pelarut yang digunakan.
Ekstrak etanol 30% dan etanol 70% daun
wungu memiliki kandungan saponin, serta
ekstrak etanol 70% dan ekstrak etanol 96%
daun wungu memiliki kandungan tanin dan
steroid. Hasil penelitian juga menyimpulkan
bahwa belum diketahui pelarut terbaik untuk
ekstraksi senyawa yang berpotensi sebagai
antioksidan dalam daun wungu.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk
mengetahui pelarut terbaik daun wungu
sebagai antioksidan dengan menggunakan
pelarut semi polar ataupun non polar.
Kemudian perlu dilakukan penentuan
rendemen lebih lanjut dengan menggunakan
freeze dryer sehingga kadar airnya tidak
mempengaruhi bobot dari rendemen.

DAFTAR PUSTAKA
Adapun kemungkinan senyawa-senyawa
antioksidan daun wungu yang akan berpotensi
sebagai antioksidan bila diekstraksi dengan
pelarut-pelarut semi polar dan non polar.
Dengan tujuan untuk mengambil fraksi-fraksi
yang bersifat non polar pada daun wungu
yang diduga berpotensi sebagai senya