Aktivitas antidiabetes dan analisis fitokimia ekstrak air dan etanol daun wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff)

ABSTRAK
FAHRY IRWAN. Aktivitas Antidiabetes dan Analisis Fitokimia Ekstrak Air Dan
Etanol Daun Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff). Dibimbing oleh
SYAMSUL FALAH dan WARAS NURCHOLIS.
Daun wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) merupakan salah satu
tanaman dari famili Acanthaceae. Tanaman lain yang berada dalam satu famili
dilaporkan memiliki aktivitas antidiabetes melalui mekanisme inhibisi enzim αglukosidase, sehingga diduga daun wungu juga memiliki aktivitas antidiabetes
tersebut dan diamati kandungan fitokimianya. Aktivitas antidiabetes daun wungu
dilakukan dengan menentukan besarnya daya hambat ekstrak daun wungu
terhadap enzim α-glukosidase, intensitas warna yang dihasilkan dibaca
serapannya pada panjang gelombang 400 nm dengan microplate reader dan
dihitung persentase daya hambat ekstrak daun wungu terhadap enzim αglukosidase. Maserasi daun wungu dilakukan dengan menggunakan empat jenis
pelarut, yaitu etanol 96, 70, dan 30% serta air. Hasil yang diperoleh menunjukkan
nilai inhibisi α-glukosidase oleh ekstrak etanol 96, 70, 30 dan air berturut-turut
61.09%, 66.11%, 58.55% dan 40.13%. Analisis fitokimia menunjukkan bahwa
ekstrak dengan pelarut etanol 96% dapat mengekstraksi senyawa alkaloid,
flavonoid, tanin dan steroid; pelarut etanol 70% mengekstraksi alkaloid,
flavonoid, tanin, saponin dan steroid; pelarut etanol 30% mengekstraksi alkaloid,
flavonoid dan saponin; dan pelarut air mengekstraksi alkaloid dan flavonoid.
Ekstrak etanol 96% dan 70% merupakan dua ekstrak dengan persentase inhibisi αglukosidase diatas 50%, yaitu sebesar 61.09% dan 66.11% sehingga dapat
dikatakan bahwa kedua ekstrak tersebut berpotensi sebagai antidiabetes. Pelarut

yang dapat mengekstraksi seluruh senyawa yang diharapkan adalah etanol 70%.
Kata kunci: Daun wungu, inhibisi, α-glukosidase, antidiabetes

ABSTRACT
FAHRY IRWAN. Antidiabetic Activity and Analysis of Phytochemistry Aqueous
and Ethanol Extract of Purple Leaf (Graptophyllum pictum (L.) Griff). Under
direction of SYAMSUL FALAH and WARAS NURCHOLIS.
Graptophyllum pictum (L.) Griff is one of the plants of Acanthaceae family.
Other plants that are in one family has reported to have antidiabetic activity
through the mechanism of inhibition of the α-glucosidase enzyme, thus allegedly
Graptophyllum pictum also have antidiabetic activity and it compound had
observed. Antidiabetic activity of Graptophyllum pictum done by determining the
magnitude of the inhibitory Graptophyllum pictum extract against α-glucosidase
enzyme, the color intensity was read at 400 nm of wavelength with a microplate
reader and calculated the percentage of Graptophyllum pictum extracts inhibition
against α-glucosidase enzyme. Graptophyllum pictum maceration is done by using
four kinds of solvents, ethanol 96, 70, and 30% and aquadest. The results showed
the value of α-glucosidase inhibition by the ethanol extract of 96, 70, 30 and water
respectively 61.09%, 66.11%, 58.55% and 40.13%. Phytochemical analysis
showed that the extract with ethanol 96% was abled to extract the alcaloids,

flavonoids, tannins and steroids; ethanol 70% extract of alcaloids, flavonoids,
tannins, saponins and steroids; ethanol 30% extract alkaloids, flavonoids and
saponins, and aquadest extract the alkaloids and flavonoids. Ethanol extract of
96% and 70% are the two extracts with α-glucosidase inhibition percentage above
50%, amounting to 61.09% and 66.11% so that it can be said that both the extract
as an antidiabetic potential. Solvents which can extract all the expected compound
is 70% ethanol.
Keyword: Graptophyllum pictum, inhibition, α-glucosidase, antidiabetic activities

1

PENDAHULUAN
Perkembangan pola hidup dan makanan,
mengarah pada kebiasaan mengkonsumsi dan
cara hidup yang praktis dan mudah didapat,
diolah dan digunakan. Dampak yang
dihasilkan dari kebiasaan yang bergeser ke
arah yang kurang baik ini (konsumsi fastfood
dan kebiasaan negatif lainnya) terlihat dari
penyakit-penyakit yang muncul. Penyakitpenyakit tersebut digolongkan sebagai

penyakit-penyakit
akibat
terganggunya
metabolisme tubuh seseorang, penyakit yang
muncul antara lain penyakit jantung koroner
dan diabetes melitus.
Diabetes melitus merupakan penyakit
akibat gangguan metabolisme tubuh yang
dicirikan tingginya kadar glukosa darah
(hiperglikemia) disertai gangguan pada
metabolisme karbohidrat, lipid dan protein
sebagai dampak dari menurunnya fungsi
insulin. Menurunnya fungsi insulin dapat
disebabkan oleh kurangnya jumlah insulin
yang diproduksi oleh sel-sel β Langerhans
kelenjar pankreas, ketiadaan insulin yang
dihasilkan karena rusaknya sel β pankreas,
atau
juga
disebabkan

oleh
kurang
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin
(Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
2005). Diabetes melitus juga dapat disebabkan
karena stres oksidatif yang terjadi secara
alami maupun akibat induksi bahan kimia.
Penderita diabetes mellitus mengalami
peningkatan pada produksi radikal bebas
sehingga sistem pertahanan antioksidan
terganggu yang berujung pada terjadinya
kerusakan seluler pada sel β pankreas
(Winarto 2007).
Menurut data yang dikeluarkan WHO,
penderita diabetes di Indonesia pada tahun
2010 berjumlah 21,3 juta orang, jumlah ini
meningkat dari tahun 2000 yang hanya
berjumlah 8,4 juta penderita. Penderita
diabetes juga rentan terkena penyakit yang
berhubungan dengan lipid seperti penyakit

jantung dan penyumbatan pembuluh darah.
Banyak upaya yang dilakukan untuk
mengatasi diabetes, mulai dari pengaturan
pola makan dan olah raga yang teratur, hingga
penggunaan obat-obatan antidiabetes sintetik
atau bahkan melakukan suntikan insulin.
Namun pemilihan obat-obatan antidiabetes
sintetik yang beredar di pasaran menjadi
berkurang seiring munculnya obat-obatan
herbal. Obat-obatan herbal muncul sebagai
alternatif obat-obatan sintetik. Hal ini
disebabkan karena efek yang ditimbulkan oleh
obat-obatan
sintetik
merugikan
jika
dikonsumsi tidak sesuai dengan dosis yang

dianjurkan, selain itu harga obat-obatan
sintetik juga menjadi alasan lain seseorang

lebih memilih obat-obatan herbal (Sunarsih et
al 2007). Hal ini menjadi titik awal penelitian
yang hingga saat ini dilakukan pada tanamantanaman yang memiliki aktivitas antidiabetes.
Beberapa tanaman yang sudah diteliti dan
memiliki aktivitas antidiabetes diantaranya
mahkota dewa, buah makasar, sambiloto,
brotowali dan mengkudu. Beberapa diantara
tanaman tersebut juga banyak yang berasal
dari famili Acanthaceae, sehingga diduga
tanaman lain yang berasal dari famili yang
sama juga memiliki aktivitas antidiabetes,
salah
satunya
adalah
daun
wungu
(Graptophyllum pictum (L.) Griff). Daun
wungu sudah dimanfaatkan oleh masyarakat
dalam penyembuhan berbagai penyakit,
seperti wasir, bisul, koreng telinga dan perut,

serta pelancar siklus haid bagi wanita
(Dalimartha 1999). Pemanfaatan daun wungu
di kalangan masyarakat juga masih terkesan
coba-coba dan masih belum ada formulasi
yang tepat serta jelas penggunaan daun
wungu, baik sebagai obat luar atau obat yang
dikonsumsi.
Penelitian tentang aktivitas antidiabetes
daun wungu sendiri belum banyak dilakukan.
Beberapa penelitian tentang daun wungu
biasanya berkaitan dengan faktor-faktor
agronomi tumbuhan, seperti respon daun
wungu terhadap cekaman air (Darwati et
al.2002), maupun aktivitas senyawa aktif yang
terdapat pada daun wungu seperti aktivitas
alkalin fosfatase daun wungu (Widyowati
2011), isolasi dan uji BSLT kandungan
metabolit utama Graptophyllum pictum (L.)
Griff (Zuhra dan Lenny 2005), serta penelitian
secara in vivo ekstrak daun wungu seperti

efek estrogenik daun wungu terhadap mencit
ovariektomi (Suhargo 2005), juga penelitian
tentang oksitoksik dan anti implantasi serta
efek penurunan kadar glukosa darah pada
mencit oleh ekstrak daun wungu (Olagbende
Dada et al. 2009, 2011).
Penelitian ini bertujuan menguji aktivitas
antidiabetes dari ekstrak air dan etanol daun
wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff.)
melalui penghambatan kerja enzim αglukosidase Hipotesis penelitian ini adalah
pelarut etanol dan air dapat mengekstraksi
senyawa aktif yang diduga memiliki aktivitas
antidiabetes
pada
daun
wungu
(Graptophyllum pictum ( L.) Griff.) dan
ekstrak daun wungu berpotensi sebagai
antidiabetes dengan cara menghambat kerja
enzim

α-glukosidase.
Penelitian
ini

2

diharapkan dapat memberikan informasi awal
kandungan senyawa aktif daun wungu dan
potensi daun wungu sebagai antidiabetes.
TINJAUAN PUSTAKA

glikosida, steroida, saponin, klorofil dan
lendir. Batang daun tumbuhan wungu
mengandung kalsium oksalat, asam formik,
dan lemak (Dalimartha 1999).

Daun Wungu
Tanaman Wungu berasal dari Irian dan
Polynesia, dapat ditemukan dari dataran
rendah sampai pegunungan dengan ketinggian

1.250 m dpl. Perdu atau pohon kecil, dengan
tinggi 1,5-3 m, batang berkayu. Kulit dan
daun berlendir dan baunya kurang enak.
Cabang bersudut tumpul, berbentuk galah dan
beruas rapat. Daun tunggal, bertangkai
pendek, letaknya berhadapan bersilang, bulat
telur sampai lanset, ujung dan pangkal
runcing, tapi bergelombang, pertulangan
menyirip, panjang 8-20 cm, lebar 3-13 cm,
permukaan atas warnanya ungu mengilap.
Bunga majemuk, keluar diujung batang,
tersusun dalam rangkaian berupa tandan yang
panjangnya 3-12 cm, warnanya merah
keunguan. Buahnya buah kotak, bentuknya
lonjong, warnanya ungu kecoklatan. Biji
kadang-kadang 2, bentuknya bulat, warnanya
putih. Tumbuhan wungu sering ditemukan
tumbuh liar di pedesaan atau ditanam sebagai
tanaman hias dan tanaman pagar. Tumbuh
baik pada tempat-tempat terbuka yang terkena

sinar matahari, dengan iklim kering atau
lembap.
Ada tiga varietas, yaitu berdaun ungu,
berdaun hijau dan belang-belang putih. Yang
digunakan sebagai obat adalah varietas
berdaun ungu yang dinamakan Graptophyllum
pictum (L.) Griff.var luridosanguineum Sims
(Gambar 1). Tumbuhan ini berbunga
sepanjang tahun, namun di Jawa jarang sekali
menghasilkan buah. Perbanyakan dengan stek
batang. Batang daun tumbuhan wungu
mengandung kalsium oksalat, asam formiat,
dan lemak. Daun berkhasiat sebagai peluruh
kencing (diuretik), mempercepat pemasakan
bisul, pencahar ringan (laksatif), dan pelembut
kulit (emoliens). Sedangkan bunganya
berkhasiat sebagai pelancar haid (Dalimartha
1999).
Sistematika (taksonomi) tumbuhan wungu
diklasifikasikan berasal dari kingdom Plantae,
dari
divisi
Spermatophyta,
berkelas
Dicotyledonae, juga berasal dari ordo
Tubiflorae, dari famili acanthaceae, genus
dari tanaman ini adalah Graptophyllum,
spesiesnya Graptophyllum pictum serta biasa
disebut dengan daun wungu. Tanaman ini
memiliki nama sinonim : Graptophyllum
hortense. Nees. Daun tumbuhan ini
mengandung alkaloida yang tidak beracun,

Gambar 1 Daun Wungu (Graptophyllum
pictum ( L.) Griff.)
Diabetes Melitus (DM)
Diabetes melitus atau DM, didefinisikan
sebagai suatu kelainan metabolik kronis yang
memiliki
dampak
signifikan
terhadap
kesehatan yang ditandai dengan tingginya
kadar gula dalam darah. Salah satu penyebab
diabetes melitus yaitu ditandai dengan
menurunnya hormon insulin yang diproduksi
oleh sel beta pulau Langerhans dalam kelenjar
pankreas. Insulin merupakan hormon yang
berperan
dalam
metabolisme
glukosa
khususnya sebagai perantara masuknya
glukosa di dalam darah ke sel-sel jaringan
tubuh lainnya seperti otot dan jaringan lemak
(Garret & Grisham 2002).
Hiperglikemia merupakan keadaan saat
konsentrasi kadar gula dalam darah melewati
batas normal. Keadaan ini dapat terjadi akibat
adanya defisiensi insulin sehingga penyerapan
glukosa ke dalam sel menjadi terhambat (Ohta
2002). Kadar gula dalam darah normal kurang
dari 100 mg/dL, sesaat setelah makan kadar
gula dalam darah dapat meningkat hingga 120
mg/ dL dan dapat kembali normal 2 jam
setelah makan (Soegondo 2004).
Gejala umum yang timbul pada diabetes
melitus diantaranya, sering haus, sering buang
air kecil, kesemutan, penglihatan mulai
terganggu, banyak makan akan tetapi berat
badan menurun, cepat merasa lelah, dan
sering mengantuk (Purwakusumah 2003).

3

Penyakit diabetes melitus dapat disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya pola makan,
obesitas, faktor genetik, bahan kimia dan
obat-obatan, serta infeksi pada pankreas
(Wijayakusuma 2004).
DM terbagi menjadi dua tipe yaitu
diabetes tipe I (Insulin Dependent Diabetes
Melitus) dan diabetes tipe II (Insulin
Independent Diabetes Melitus). DM tipe I
dapat didefinisikan sebagai tipe diabetes yang
tergantung pada insulin. Dibetes tipe I ini sel
pankreasnya mengalami kerusakan sehingga
sel-sel β-pankreas tidak dapat menseksresikan
insulin atau jika dapat mensekresi insulin,
maka insulin yang disekresikan hanya
berjumlah sedikit. Kerusakan pada sel-sel βpankreas disebabkan adanya peradangan,
karena hal inilah penderita DM tipe I selalu
bergantung pada adanya insulin. Berbeda
dengan DM tipe I, DM tipe II merupakan tipe
diabetes yang tidak tergantung pada insulin.
Hal ini terjadi bukan karena sel β-pankreas
yang rusak namun karena jumlah insulin yang
dihasilkan menurun. Penurunan tersebut
disertai defisiensi insulin hingga resistensi
insulin (Murray 2003). DM tipe II ini
umumnya disebabkan oleh obesitas atau
kelebihan berat badan. Pengobatan terhadap
diabetes tipe ini dilakukan dengan pengaturan
pola makan dan olahraga, namun dapat pula
diobati dengan obat-obat antidiabetes tertentu
(Matsumoto et al. 2002).
Menurut Wijayakusuma (2004), selain
DM tipe I dan II terdapat pula satu tipe
diabetes melitus yang terjadi pada saat
kehamilan. Penyakit tersebut umumnya
dialami oleh wanita hamil dan akan kembali
normal setelah melahirkan. Seorang wanita
hamil membutuhkan lebih banyak insulin
untuk
mempertahankan
metabolisme
karbohidrat. Jika tidak menghasilkan lebih
banyak insulin, wanita hamil dapat menderita
penyakit diabetes yang dapat menyebabkan
terjadinya perubahan metabolisme glukosa
(karbohidrat) dan metabolisme lainnya yang
terjadi dalam tubuh.
Pengobatan Diabetes Melitus
Pengobatan diabetes melitus umumnya
dilakukan dengan pengaturan diet, pemberian
obat antidiabetik oral, dan terapi insulin. Akan
tetapi pemberian obat-obat antidiabetik oral
dapat menimbulkan efek samping yang
berbahaya. Efek tersebut dapat berupa
gangguan metabolisme dalam tubuh hingga
kematian (Tuyet & Chuyen 2007).
Pemberian obat secara oral merupakan
cara pemberian obat yang paling umum

dilakukan karena mudah, murah dan aman.
Umumnya pemberian obat antidiabetik oral
hanya dilakukan untuk penderita DM tipe II,
obat tersebut terbagi menjadi dua jenis,
diantaranya obat sintetik dan obat tradisional
(Mathur & Shiel 2003).
Obat sintetik yang memiliki aktivitas
antidiabetik dibagi menjadi 4 kelas menurut
mekanisme kerjanya. Pertama, golongan
sulfonylurea yang memiliki mekanisme kerja
utama pada peningkatan insulin. Obat dari
golongan ini yang banyak digunakan dalam
pengobatan diabetes adalah glimepiride.
Kedua, golongan biguanida yang dapat
mengurangi produksi glukosa hati sehingga
dapat meningkatkan sensitivitas periferal dan
mengurangi penyerapan glukosa intestinal,
contoh obat golongan ini adalah glucophage,
diabex, glucotica, dan lain-lain. Ketiga,
golongan inhibitor α-glukosidase salah
satunya adalah acarbose. Obat ini dapat
menghambat
enzim
spesifik
yang
menguraikan pati dalam usus halus sehingga
menunda
penyerapan
glukosa
hasil
pemecahan karbohidrat di dalam usus.
Keempat, merupakan insulin eksogen yang
berperan dalam meningkatkan sensitivitas
insulin secara tidak langsung dan menekan
produksi gula hati . obat lainnya yang sering
digunakan dalam terapi diabetes adalah
pioglitazon, yang termasuk ke dalam
golongan thiazolidinedione. Pioglitazone
bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas
insulin pada jaringan target, seperti
menurunkan glukoneogenesis di hati (Tuyet &
Chuyen 2007).
Adapun obat tradisional yang digunakan
oleh masyarakat biasanya berasal dari
tanaman-tanaman obat/herbal yang secara
empiris diyakini dapat mengobati DM.
Namun secara ilmiah belum terdapat bukti
yang mendukung penggunaan obat-obatan
herbal tersebut sehingga perlu dikembangkan
obat-obatan herbal yang telah diteliti secara
ilmiah
sehingga
memudahkan
pengkonsumsian
dan
penggunaannya.
Tanaman yang biasanya dimanfaatkan adalah
mahkota dewa.
Enzim α-glukosidase
Enzim α-glukosidase (EC 3.2.1.20)
memiliki
nama
kimia
α-D-glikosida
glukohidrolase. Enzim ini merupakan enzim
yang berperan dalam usus halus manusia.
Enzim tersebut merupakan enzim kunci pada
proses akhir pemecahan karbohidrat. αGlukosidase mengkatalisis hidrolisis terminal
residu glukosa non pereduksi yang berikatan

4

α-1,4 pada berbagai substrat dan dihasilkan αD-glikosida. α-Glukosidase menghidrolisis
ikatan α-glikosidik pada oligosakarida dan
menghasilkan α-D-glikosida (Gao et al.
2007).
Pengujian aktivitas daya hambat terhadap
enzim α-glukosidase dapat dilakukan secara in
vivo dan in vitro. Metode spektrofotometri
banyak digunakan dalam pengujian secara in
vitro dengan menggunakan pseudo-substrat
(senyawa yang strukturnya mirip dengan
substrat, yang akan menempel pada sisi aktif
enzim sehingga akan berkompetisi dengan
substrat untuk menempel pada sisi katalitik
enzim),
seperti
p-nitrofenil-α-Dglukopiranosida (p-NPG) dengan enzim αglukosidase, sedangkan secara in vivo
dilakukan dengan menggunakan sel pankreas
penghasil enzim α-glukosidase. Pengujian in
vivo dilakukan dengan memberikan inhibitor
dengan dosis tertentu pada hewan percobaan
yang menderita diabetes dan kadar glukosa
dalam hewan percobaan tersebut diamati
secara
berkala.
Perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi sekarang ini, telah
melahirkan suatu metode pengujian terhadap
aktivitas antidiabetes terbaru yaitu dengan
menggunakan biosensor (Matsumoto et al.
2002).
Daya hambat terhadap aktivitas αglukosidase sendiri dipelajari secara pseudosubstrat dengan mengetahui kemampuan
sampel untuk menghambat reaksi hidrolisis
glukosa pada substrat p-nitrofenil-α-Dglukopiranosida (p-NPG). Setelah mengalami
hidrolisis substrat akan terhidrolisis menjadi
α-D-glukosa dan p-nitrofenol yang berwarna
kuning. Warna kuning yang dihasilkan pnitrofenol menjadi indikator kemampuan
inhibitor untuk menghambat reaksi yang
terjadi. Semakin besar kemampuan inhibitor
untuk menghambat maka produk yang
dihasilkan semakin sedikit atau warna larutan
setelah inkubasi semakin cerah dibandingkan
dengan larutan tanpa inhibitor (Sugiwati
2005).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah serbuk daun wungu,
akuades, etanol 30%, 70%, 96%, enzim αglukosidase, p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa
(p-NPG), larutan bufer fosfat (pH 7), serum
bovine albumin, acarbose (glukobay),
dimetilsulfoksida (DMSO), HCl 2N, H2SO4 2
M, dan Na2CO3, kloroform, amonia, H2SO4

pekat, pereaksi Dragendorf, Pereaksi Meyer,
Pereaksi Wagner, HCl pekat, amil alkohol,
FeCl3 1%, dietil eter, CH3COOH anhidrat,
serbuk Mg.
Alat-alat yang dipakai adalah corong
plastik, kertas saring, penangas air, shaker
orbital, neraca analitik, rotavapour EYELA
(Wise Circu), Finpipette Thermo-Scientific,
pipet mikro, pipet volumetrik, pipet tetes, labu
Erlenmeyer, tabung reaksi, microplate dan
microplate reader Biotek EPOCH.
Metode
Preparasi Sampel
Sampel daun wungu yang digunakan
berasal dari kebun budidaya tanaman obat,
Pusat Studi Biofarmaka (PSB) Cikabayan.
Daun wungu yang digunakan adalah daun
wungu yang tua (berumur 3-4 bulan) dan
dipanen 4 daun dari pucuk. Daun wungu
(Graptophyllum
pictum
(L.)
Griff)
dikeringkan dalam oven dengan suhu 40-50°C
selama 4 hingga 5 hari (kadar air < 10%).
Simplisia daun wungu yang sudah kering
kemudian digiling hingga berukuran 100 mesh
dan berbentuk serbuk.
Ekstraksi Daun Wungu
Serbuk daun wungu diekstraksi dengan
metode yang mengacu pada Badan Pengawas
Obat dan Makanan atau BPOM (2005) yaitu
maserasi. Maserasi sampel dilakukan dengan
merendam sampel dalam pelarut dengan
perbandingan 1:10. Proses ini dilakukan
dalam maserator selama 6 jam dan sesekali
diaduk dengan shaker orbital. Kemudian
ekstrak sampel tersebut dibiarkan selama 24
jam. Maserat yang didapat difiltrasi dan
dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali
dengan penambahan pelarut pada setiap
sampel. Pelarut yang digunakan yaitu air,
etanol 96, 70, dan 30%. Keseluruhan sampel
dipekatkan dalam rotavapour pada suhu 40°C
dan dihasilkan ekstrak kental, untuk dilakukan
pengujian inhibisi terhadap enzim αglukosidase (aktivitas antidiabetes) dan
analisis fitokimia ekstrak daun wungu
tersebut.
Analisis Fitokimia Daun Wungu (Harborne
1987)
Uji alkaloid.
Sebanyak ± 0.5 gram
ekstrak kasar pelarut air, etanol 30%, etanol
70%, dan etanol 96% daun wungu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
berbeda. Kemudian ditambahkan ± 2 tetes
amonia dan 5 mL kloroform lalu disaring dan

4

α-1,4 pada berbagai substrat dan dihasilkan αD-glikosida. α-Glukosidase menghidrolisis
ikatan α-glikosidik pada oligosakarida dan
menghasilkan α-D-glikosida (Gao et al.
2007).
Pengujian aktivitas daya hambat terhadap
enzim α-glukosidase dapat dilakukan secara in
vivo dan in vitro. Metode spektrofotometri
banyak digunakan dalam pengujian secara in
vitro dengan menggunakan pseudo-substrat
(senyawa yang strukturnya mirip dengan
substrat, yang akan menempel pada sisi aktif
enzim sehingga akan berkompetisi dengan
substrat untuk menempel pada sisi katalitik
enzim),
seperti
p-nitrofenil-α-Dglukopiranosida (p-NPG) dengan enzim αglukosidase, sedangkan secara in vivo
dilakukan dengan menggunakan sel pankreas
penghasil enzim α-glukosidase. Pengujian in
vivo dilakukan dengan memberikan inhibitor
dengan dosis tertentu pada hewan percobaan
yang menderita diabetes dan kadar glukosa
dalam hewan percobaan tersebut diamati
secara
berkala.
Perkembangan
ilmu
pengetahuan dan teknologi sekarang ini, telah
melahirkan suatu metode pengujian terhadap
aktivitas antidiabetes terbaru yaitu dengan
menggunakan biosensor (Matsumoto et al.
2002).
Daya hambat terhadap aktivitas αglukosidase sendiri dipelajari secara pseudosubstrat dengan mengetahui kemampuan
sampel untuk menghambat reaksi hidrolisis
glukosa pada substrat p-nitrofenil-α-Dglukopiranosida (p-NPG). Setelah mengalami
hidrolisis substrat akan terhidrolisis menjadi
α-D-glukosa dan p-nitrofenol yang berwarna
kuning. Warna kuning yang dihasilkan pnitrofenol menjadi indikator kemampuan
inhibitor untuk menghambat reaksi yang
terjadi. Semakin besar kemampuan inhibitor
untuk menghambat maka produk yang
dihasilkan semakin sedikit atau warna larutan
setelah inkubasi semakin cerah dibandingkan
dengan larutan tanpa inhibitor (Sugiwati
2005).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah serbuk daun wungu,
akuades, etanol 30%, 70%, 96%, enzim αglukosidase, p-nitrofenil-α-D-glukopiranosa
(p-NPG), larutan bufer fosfat (pH 7), serum
bovine albumin, acarbose (glukobay),
dimetilsulfoksida (DMSO), HCl 2N, H2SO4 2
M, dan Na2CO3, kloroform, amonia, H2SO4

pekat, pereaksi Dragendorf, Pereaksi Meyer,
Pereaksi Wagner, HCl pekat, amil alkohol,
FeCl3 1%, dietil eter, CH3COOH anhidrat,
serbuk Mg.
Alat-alat yang dipakai adalah corong
plastik, kertas saring, penangas air, shaker
orbital, neraca analitik, rotavapour EYELA
(Wise Circu), Finpipette Thermo-Scientific,
pipet mikro, pipet volumetrik, pipet tetes, labu
Erlenmeyer, tabung reaksi, microplate dan
microplate reader Biotek EPOCH.
Metode
Preparasi Sampel
Sampel daun wungu yang digunakan
berasal dari kebun budidaya tanaman obat,
Pusat Studi Biofarmaka (PSB) Cikabayan.
Daun wungu yang digunakan adalah daun
wungu yang tua (berumur 3-4 bulan) dan
dipanen 4 daun dari pucuk. Daun wungu
(Graptophyllum
pictum
(L.)
Griff)
dikeringkan dalam oven dengan suhu 40-50°C
selama 4 hingga 5 hari (kadar air < 10%).
Simplisia daun wungu yang sudah kering
kemudian digiling hingga berukuran 100 mesh
dan berbentuk serbuk.
Ekstraksi Daun Wungu
Serbuk daun wungu diekstraksi dengan
metode yang mengacu pada Badan Pengawas
Obat dan Makanan atau BPOM (2005) yaitu
maserasi. Maserasi sampel dilakukan dengan
merendam sampel dalam pelarut dengan
perbandingan 1:10. Proses ini dilakukan
dalam maserator selama 6 jam dan sesekali
diaduk dengan shaker orbital. Kemudian
ekstrak sampel tersebut dibiarkan selama 24
jam. Maserat yang didapat difiltrasi dan
dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali
dengan penambahan pelarut pada setiap
sampel. Pelarut yang digunakan yaitu air,
etanol 96, 70, dan 30%. Keseluruhan sampel
dipekatkan dalam rotavapour pada suhu 40°C
dan dihasilkan ekstrak kental, untuk dilakukan
pengujian inhibisi terhadap enzim αglukosidase (aktivitas antidiabetes) dan
analisis fitokimia ekstrak daun wungu
tersebut.
Analisis Fitokimia Daun Wungu (Harborne
1987)
Uji alkaloid.
Sebanyak ± 0.5 gram
ekstrak kasar pelarut air, etanol 30%, etanol
70%, dan etanol 96% daun wungu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
berbeda. Kemudian ditambahkan ± 2 tetes
amonia dan 5 mL kloroform lalu disaring dan

5

diambil
filtratnya.
Kemudian
filtrat
ditambahkan 1 mL H2SO4 2M. Fraksi asam
diambil kemudian ditambahkan pereaksi
Dragendorf, Meyer, dan Wagner. Adanya
alkaloid ditandai dengan terbentuknya
endapan merah pada pereaksi Dragendorf,
endapan putih pada pereaksi Meyer, dan
endapan coklat pada pereaksi Wagner.
Uji Flavonoid. Sebanyak ± 0.5 gram
ekstrak kasar pelarut air, etanol 30%, etanol
70%, dan etanol 96%
daun wungu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
berbeda. Kemudian ditambahkan ± 5 mL
akuades dan disaring. Filtrat yang diperoleh
ditambahkan serbuk Mg secukupnya, 1 mL
HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol. Campuran
dikocok kuat dan dibiarkan hingga terjadi
pemisahan. Warna yang terbentuk pada
lapisan amil alkohol menunjukkan adanya
senyawa flavonoid.
Uji Saponin. Sebanyak ± 0.5 gram ekstrak
kasar pelarut air, etanol 30%, etanol 70%, dan
etanol 96% daun wungu dimasukkan ke
dalam tabung reaksi yang berbeda. Kemudian
ditambahkan ± 5 mL akuades dan disaring.
Filtrat yang diperoleh dikocok kuat dan
dibiarkan selama 10 menit. Terbentuknya
busa yang stabil menunjukkan adanya
senyawa saponin.
Uji Tanin. Sebanyak ± 0.5 gram ekstrak
kasar pelarut air, etanol 30%, etanol 70%, dan
etanol 96% daun wungu dimasukkan ke
dalamtabung reaksi yang berbeda. Kemudian
ditambahkan ± 5 mL akuades dan disaring.
Filtrat yang diperoleh ditambahkan 3 tetes
FeCl3 1%. Terbentuknya warna biru atau
hitam kehijauan menunjukkan adanya tanin.
Uji Steroid dan Triterpenoid. Sebanyak
± 0.5 gram ekstrak kasar pelarut air, etanol
30%,etanol 70%, dan etanol 96% daun wungu
dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang
berbeda. Kemudian ditambahkan ± 5 mL
etanol panas dan disaring. Filtrat yang
diperoleh diuapkan hingga kering, lalu
ditambahkan 1 mL dietil eter setelah
dihomogenisasikan dan ditambahkan 1 mL
H2SO4 pekat dan 1 mL CH3COOH anhidrat.
Warna merah atau ungu menunjukkan adanya
triterpenoid dan warna hijau atau biru
menunjukkan adanya steroid
Uji Inhibisi α-Glukosidase (Sutedja 2003)
Pengujian terhadap daya hambat aktivitas
enzim α-glukosidase menggunakan substrat pnitrofenil- α-D-glukopiranosida (p-NPG) dan
enzim α-glukosidase. Pada pengujian tersebut
α-glukosidase akan menghidrolisis substrat pNPG menjadi glukosa dan p-nitrofenol yang

berwarna kuning. Sampel yang ditambahkan
ke dalam campuran substrat diharapkan akan
menghambat
kerja
enzim
sehingga
mengurangi terbentuknya glukosa.
Larutan enzim dibuat dengan melarutkan
1.0 mg enzim α-glukosidase dalam larutan
bufer fosfat (pH 7) yang mengandung 200 mg
serum bovin albumin. Sebelum digunakan,
enzim diencerkan 25 kali dengan bufer fosfat
(pH 7). Campuran pereaksi (sampel) terdiri
atas 25 µL p-nitrofenil- α-D-glukopiranosida
(p-NPG) 20 mM sebagai substrat, 25 µL
larutan bufer fosfat (pH 7) 100 mM, dan 50
µL larutan contoh dengan konsentrasi 1%
dalam DMSO (b/v). Kemudian campuran
tersebut diinkubasi pada suhu 37°C selama 5
menit, setelah itu ditambahkan larutan enzim
sebanyak 25 µL dan diinkubasi kembali
selama 15 menit. Reaksi enzim dihentikan
dengan menambahkan Na2CO3 200 mM
sebanyak 100 µL. Kemudian larutan diukur
pada panjang gelombang 400 nm dengan
microplate reader.
Tablet acarbose (glukobay) dilarutkan
dalam bufer fosfat (pH 7) dan HCl 2N (1:1)
dengan konsentrasi 1% (b/v) sebagai standar.
Blanko dibuat dari campuran bufer fosfat (pH
7) dengan p-NPG, kedua campuran (blanko
dan standar kemudian disentrifus dan
supernatan diambil sebanyak 10 µL dan
dimasukkan ke dalam campuran reaksi seperti
dalam sampel. Hasil campuran (sampel,
blanko dan standar) tersebut diukur dengan
microplate reader pada panjang gelombang
400 nm. Percobaan dilakukan sebanyak 2 kali
ulangan dan dihitung dalam % inhibisi dengan
rumus:
% inhibisi = C – S x 100%
C
C adalah absorban larutan tanpa adanya
ekstrak (kontrol) dan S adalah absorban
larutan dengan pemberian ekstrak dari sampel
(Sugiwati 2005, Truong dan Nguyen 2007).
Analisis Data (Mattjik 2002)
Rancangan percobaan pada penelitian ini
adalah rancangan acak lengkap (RAL) satu
faktor dengan tiga kelompok perlakuan dan
tiga kali ulangan. Analisis data menggunakan
ANOVA dengan model rancangan sebagai
berikut:
Yij = µ + αi + εij
Keterangan:
µ = Pengaruh rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan ke-i, i = 1, 2, 3, 4
εij = Pengaruh galat perlakuan ke-i dan
ulangan ke-j, j = 1, 2, 3,4

6

= 1 adalah blanko
= 2 adalah fraksi air daun wungu
= 3 adalah fraksi etanol daun wungu
= 4 adalah pembanding atau kontrol positif
acarbose 1%
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstrak Daun Wungu

Ekstraksi daun wungu dilakukan dengan
cara maserasi. Kelebihan metode ini
diantaranya adalah relatif sederhana, yaitu
tidak memerlukan alat-alat yang rumit, relatif
mudah, murah, dan dapat menghindari
rusaknya komponen senyawa akibat panas
(Meloan 1999). Pelarut yang digunakan
adalah air (akuades) dan etanol dengan
berbagai konsentrasi (96, 70 dan 30%). Etanol
dipilih
berdasarkan
metode
yang
distandarisasi oleh BPOM (2005), yang
menjelaskan bahwa untuk ekstraksi suatu
bahan yang akan digunakan sebagai obat
harus menggunakan etanol sebagai pelarutnya.
Alasan lainnya adalah karena etanol mudah
menguap, murah, mudah didapat dan cukup
aman. Prinsip dari ekstraksi sendiri adalah
penarikan senyawa-senyawa dalam tanaman
oleh pelarut yang sesuai, baik dari segi
keamanan
dan
kepolarannya.
Setelah
dimaserasi dilakukan penyaringan untuk
menahan serbuk daun wungu agar tidak
menjadi pengotor dan pengganggu saat uji
selanjutnya (analisis fitokimia).
Keseluruhan filtrat diberi tanda E96, E70,
E30 dan Eair agar tidak tertukar. Filtrat-filtrat
tersebut dipekatkan dengan rotary evaporator.
Alat tersebut bekerja dengan prinsip
penguapan pelarut dan pemekatan ekstrak.
Saat pemekatan ekstrak, digunakan suhu 4050°C. Kisaran suhu tersebut diketahui tidak
merusak struktur dari senyawa aktif. Ekstrak
kental tersebut kemudian disimpan dalam
freezer untuk digunakan dalam pengujian
inhibisi enzim α-glukosidase (aktivitas
antidiabetes) dan analisis fitokimia.
Hasil pemekatan ekstrak tersaji dalam
persentase rendemen (Gambar 2). Beberapa
tanaman yang juga memiliki aktivitas
antidiabetes seperti buah mahkota dewa
memiliki rendemen sebesar 22.17% (Sugiwati
2005). Rendemen daun wungu yang didapat
bisa dikategorikan sebagai rendemen yang
tinggi (berkisar antara 22.13% hingga 65.6%),
sehingga disimpulkan bahwa ekstraksi yang
dilakukan cukup efektif (Cara menghitung
rendemen ada pada Lampiran 2). Efisiensi
ekstraksi juga ditentukan dari ukuran serbuk
sampel yang digunakan. Ukuran serbuk daun

wungu yang digunakan adalah 100 mesh.
Menurut Tuyet dan Chuyen (2007), semakin
kecil atau halus ukuran bahan yang digunakan
maka semakin luas bidang kontak antara
bahan dengan pelarutnya. Selain itu,
pemilihan pelarut merupakan salah satu faktor
yang dapat menentukan kesempurnaan proses
ekstraksi. Pelarut yang digunakan pada proses
ekstraksi harus dapat menarik komponen aktif
dari campuran dalam sampel (Gamse 2002).
80

65.6
50.97

60
% Rendemen

i
i
i
i

40

22.13

30.57

20
0
E96

E70

E30

Eair

Pelarut
Keterangan: E96 = Ekstrak etanol 96% daun
wungu
E70 = Ekstrak etanol 70% daun
wungu
E30 = Ekstrak etanol 30% daun
wungu
Eair = Ekstrak Air daun wungu

Gambar 2 Rendemen tiap ekstrak daun wungu
Komponen Fitokimia Daun wungu
Fitokimia merupakan cabang ilmu yang
mengkaji kandungan senyawa aktif yang
terdapat pada tumbuhan. Senyawa aktif
tersebut
diharapkan
memiliki
efek
farmakologis pada manusia atau kepentingan
manusia itu sendiri. Fitokimia juga dikenal
sebagai cabang dari kimia tumbuhan yang
berperan pada identifikasi senyawa aktif
tumbuhan lewat berbagai metode,
baik
kualitatif maupun kuantitatif. Kini, cabang
ilmu ini sudah berdiri sendiri dan terdiri dari
gabungan konsep berbagai disiplin ilmu. Uji
fitokimia yang dilakukan tergolong kualitatif,
yang artinya hanya dapat mengidentifikasi
senyawa aktif tanpa mengetahui kadar
senyawa aktif dalam suatu ekstrak. Uji ini
meliputi 5 uji yaitu uji alkaloid, flavonoid,
saponin, tanin, serta uji steroid & triterpenoid.
Hasil uji terhadap 5 uji tersebut
menunjukkan intensitas yang berbeda, terlihat
dari jumlah tanda positif (+) yang digunakan
(Tabel 1). Semakin banyak tanda positif maka
intensitas warna yang dihasilkan cukup
pekat/mendekati dari warna senyawa pada
literatur (Harborne 1987). Dalam Harborne
(1987), warna yang menunjukkan reaksi

7

positif uji berbeda, untuk uji alkaloid akan
dihasilkan endapan putih (pereaksi Meyer),
endapan merah (Pereaksi Dragendorf) dan
endapan cokelat (pereaksi Wagner). Adapun
untuk
uji
saponin
ditandai
dengan
pembentukan busa yang stabil, uji flavonoid
ditandai dengan perubahan warna larutan
menjadi merah, uji tanin ditandai dengan
larutan yang berubah warna menjadi hitam
kehijauan atau biru, sedangkan uji positif
steroid ditandai dengan perubahan warna
larutan menjadi hijau atau biru. Berbeda
dengan hasil uji dengan pelarut berupa etanol
96%, etanol 30% dan air, pada hasil uji
fitokimia dengan pelarut etanol 70%
menunjukkan semua hasil yang positif pada
setiap uji fitokimia yang dilakukan (alkaloid,
flavonoid, tanin, saponin dan steroid). Etanol
70% merupakan pelarut yang terdiri atas
etanol sebesar 70% dan air sebesar 30%.
Berdasarkan
prinsip
ekstraksi
bahwa
penarikan suatu senyawa didasarkan pada
kepolarannya, dan disimpulkan bahwa etanol
70% dapat menarik senyawa-senyawa baik
polar atau non polar seperti alkaloid,
flavonoid, tanin, saponin, dan steroid (Tabel
1).
Tabel 1 Hasil uji fitokimia daun wungu
Uji
E96
E70
E30
Alkaloid:
++
++
+++
Dragendorf
Wagner
++
++
+++
Meyer
+
+
+++
Flavonoid
+
+
+
Tanin
+
+
Saponin
+++
++
Steroid dan
+
+
Triterpenoid

Seluruh pelarut dapat mengekstraksi
alkaloid dan flavonoid. Dua senyawa tersebut
diketahui berpotensi sebagai antidiabetes
dengan menghambat kerja enzim αglukosidase (Kawabata et al. 2003). Namun,
ekstrak E30 dan air mampu mengekstraksi dua
senyawa tesebut dalam jumlah cukup besar
(ditunjukkan dengan banyaknya tanda positif).
Salah satu penelitian yang berkenaan dengan
penghambatan enzim tersebut oleh ekstrak
tanaman obat adalah penelitian yang
dilakukan Sari (2010). Penelitian Sari (2010)
menunjukkan bahwa senyawa alkaloid dan
flavonoid yang diekstraksi dari buah makasar
mampu menghambat kerja enzim sehingga
berpotensi sebagai antidiabetes.
Banyak penelitian yang telah dilakukan
untuk menganalisis senyawa aktif tumbuhan
sebagai antidiabetes, sehingga perlu dilakukan
uji pendahuluan dalam bentuk uji kualitatif
kandungan senyawa apa saja dalam suatu
jenis tumbuhan. Barulah kemudian dilakukan
uji lanjutan terhadap jenis senyawa yang
berperan sebagai antidiabetes. Sebagai uji
lanjutan, juga dapat dilakukan konfirmasi atau
penentuan senyawa aktif yang berperan dalam
ekstrak tersebut sebagai antidiabetes.
Daya Inhibisi Enzim α-Glukosidase

EAir
+++
+++
+++
+
-

Ket: +
= intensitas warna rendah
++ = intensitas warna cukup tinggi
+++ = intensitas warna sangat tinggi

Adapun ekstrak dengan pelarut etanol 96%
dapat mengekstraksi senyawa dari golongan
alkaloid, flavonoid, tanin, dan steroid. Pelarut
etanol 30% pada ekstrak daun wungu dapat
mengekstraksi alkaloid, flavonoid dan
saponin. Sedangkan pada pelarut air, senyawa
yang dapat terekstraksi adalah alkaloid dan
flavonoid. Hal ini karena senyawa yang polar
akan terikat (terekstraksi) oleh pelarut yang
polar, begitu juga dengan senyawa yang non
polar akan terikat pada pelarut non polar.
Perbedaan senyawa yang dapat terekstraksi
bergantung pada beberapa faktor, salah
satunya kepolaran pelarut.

Inhibisi enzim α-glukosidase dilakukan
untuk mengetahui ada atau tidaknya aktivitas
antidiabetes pada empat ekstrak daun wungu
(E96, E70, E30 dan EAir). Enzim yang dihambat
adalah enzim α-glukosidase yang merupakan
enzim yang berperan dalam hidrolisis
karbohidrat sehingga terbentuk α-D-glikosida
atau
glukosa.
Penghambatan
enzim
dimaksudkan agar tidak terjadi penumpukan
produk hasil kerja enzim (glukosa), sehingga
tidak terjadi kenaikan konsentrasi glukosa
darah yang menjadi pemicu penyakit diabetes
melitus tipe II.
Ekstrak daun wungu ditambahkan pada
campuran enzim-pseudo substrat, senyawa
ekstrak daun wungu diharapkan dapat
berkompetisi dengan substrat untuk menempel
pada sisi katalitik enzim sehingga tidak
terbentuk produk. Berkurangnya produk yang
terbentuk ditandai dengan intensitas warna
larutan yang tidak pekat. Semakin kurang
intensitas warna yang dihasilkan maka
semakin sedikit pula produk yang terbentuk
dan diasumsikan bahwa enzim dapat dihambat
oleh senyawa yang terdapat dalam ekstrak
daun wungu. Kemudian dihitung dengan
software Microsoft Office Excel. Terlebih
dahulu didapat nilai absorban dari blanko,
standar dan setiap sampel, lalu dihitung nilai

8

absorban
terkoreksiny
nya
dengan
cara
mengurangkan nilai abs
absorban yang sudah
didapat dengan nilai S00 aatau campuran tanpa
sampel sebagai koreksi
si kemudian dihitung
persentase inhibisinya denngan persamaan pada
Lampiran 4. Konsentrasi
si ssampel uji inhibisi αglukosidase yang digunak
akan dalam penelitian
ini adalah 1%. Hal ini
in didasarkan pada
penelitian Sari (2010)) yang menyebutkan
bahwa pada konsentrasii 1% tersebut mampu
menghambat kerja enzim
m cukup baik. Namun
perlu dicoba kembali atau
tau dilakukan optimasi
konsentrasi dengan kons
nsentrasi sampel yang
berbeda sehingga did
didapat hasil yang
meyakinkan.
Data lengkap menggenai inhibisi setiap
ekstrak serta ulanganny
nya ditampilkan pada
lampiran 4. Grafik inhibis
bisi setiap ekstrak yang
ditampilkan pada lamppiran tersebut juga
menunjukkan bervariasin
sinya setiap ulangan.
Oleh karena itu, dapatt disimpulkan bahwa
setiap ekstrak memilikii aktivitas
a
inhibisi dan
berpotensi sebagai an
antidiabetes. Potensi
penghambatan diatas 50%
0% ada pada E96 dan
E70 daun wungu. Sehing
ingga dapat dikatakan
bahwa kedua ekstrak da
daun wungu tersebut
berpotensi sebagai antidiaabetes.
Berdasarkan hasill analisis kualitatif
fitokimia dapat disimppulkan pula bahwa
senyawa yang mungkin bberperan aktif sebagai
antidiabetes diduga dari
ri golongan senyawa
alkaloid dan flavonoid karena seperti yang
terlihat pada tabel 1 seluruh ekstrak
mengandung kedua seny
nyawa dari golongan
tersebut. Salah satu
tu penelitian yang
menyimpulkan bahwa senyawa golongan
alkaloid dan flavonoid
oid merupakan dua
senyawa yang berperann dalam menghambat
kerja enzim α-glukosi
sidase adalah yang
terdapat pada ekstrak bu
buah makasar (Brucea
javanica (L.) Merr) (Sar
ari 2010). Sari (2010)
menyebutkan bahwa alk
lkaloid dan flavonoid
dalam ekstrak buah m
makasar berpotensi
sebagai antidiabetes dengan
d
mekanisme
penghambatan pada enzim
im α-glukosidase.
Berbeda dengan keempat sampel,
glukobay memiliki ak
aktivitas inhibisi αglukosidase yang maks
ksimal (Gambar 3).
Perbedaan ini terletak
ak pada kandungan
glukobay yang telah mengandung
me
senyawa
aktif dengan konsent
entrasi yang dapat
menghambat kerja enzim
zim secara maksimal,
sedangkan pada ekstra
trak masih terdapat
senyawa pengganggu. Se
Senyawa pengganggu
salah satunya senyawa sa
sakarida, baik berupa
disakarida maupun olig
igosakarida (Sugiwati
2005). Senyawa penggan
ganggu tersebut dapat
menghambat aktivitas se
senyawa aktif dalam

ekstrak sehingga tidak m
menghambat kerja
enzim α-glukosidase secar
cara maksimal. Oleh
karena itu perlu dilaku
akukan isolasi dan
purifikasi (pemurnian) seny
nyawa yang berperan
dalam antidiabetes. Selai
lain itu, perlu juga
dilakukan analisis HPLC
C untuk mengetahui
senyawa apa saja yangg terkandung dalam
sampel yang sudah dimurni
rnikan.

Gambar 3 Daya inhibisii enzim
e
tiap ekstrak
daun wungu pada ko
konsentrasi 1%.
Perbedaan penggunaan
an pelarut, baik yang
polar maupun nonpolarr akan berpengaruh
pada daya inhibisi suatu
tu ekstrak. Beberapa
tanaman yang memiliki ak
aktivitas antidiabetes
yang diekstraksi dengan ppelarut polar yaitu
buah mahkota dewa den
engan daya inhibisi
sebesar 40% (Historya 22004), buah salak
(Sallaca edulis Reinw)) varietas bongkok
sebesar 13.18% (Pratama 22009), Chaenomeles
sinensis sebesar 20% (Sa
Sancheti et al.2009),
dan Cleistocalyx opercula
latus sebesar 47.5%
(Tuyet & Chuyen 2007).
7). Adapun tanaman
obat yang diekstraksi deng
ngan pelarut nonpolar
dan memiliki aktivitas antidiabetes salah
satunya adalah Chaenomel
eles sinensis sebesar
35% yang diuji dengan
an metode in vitro
(Sancheti et al.2009), sedangkan
se
tanaman
yang diuji dengan metode
de in vivo antara lain
Adhatodha zeylanica (Ila
Ilango et al. 2009),
Cassia fistula (Nirmala 22008), dan Nigella
sativa Linn (Khanam & Zesmin 2008).
Menurut Kardono (2003),
), pperbedaan besarnya
daya inhibisi suatu ekstrak
rak dapat disebabkan
karena perbedaan kandung
ngan dan variasi pada
setiap tanaman obat,, adanya senyawa
pengganggu, perbedaan me
metode ekstraksi dan
perbedaan pada jenis pelar
larut yang digunakan.
Begitu pula yang terjadi da
dalam penelitian ini.

9

Penelitian ini menggunakan pelarut
dengan variasi kepolaran. Mulai dari akuades
yang sangat polar, hingga etanol dengan
berbagai konsentrasi yang juga berbeda
tingkat kepolarannya (96, 70 dan 30%).
Bervariasinya tingkat kepolaran berakibat
pada banyaknya senyawa metabolit yang
dapat terekstraksi. Selain itu, efektivitas, dan
jumlah senyawa aktif yang dapat terekstraksi
juga terpengaruh. Pelarut etanol 70% dapat
mengekstraksi seluruh senyawa aktif yang
diharapkan, namun etanol 30 dan air dapat
mengekstraksi alkaloid dan flavonoid dalam
jumlah yang besar. Dimana kedua senyawa
aktif tersebut diketahui berpotensi sebagai
antidiabetes dengan mekanisme inhibisi enzim
α-glukosidase (Sari 2010).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstraksi daun wungu dengan variasi
kosentrasi pelarut menghasilkan rendemen
tertinggi pada etanol 30% sebesar 65.60%.
Dua pelarut dengan persentase inhibisi αglukosidase diatas 50% adalah etanol 96%
dan etanol 70% dengan nilai rata-rata inhibisi
α-glukosidase sebesar 61.09% dan 66.11%.
Analisis fitokimia menunjukkan bahwa
ekstrak dengan pelarut etanol 96% dapat
mengekstraksi senyawa alkaloid, flavonoid,
tanin dan steroid; pelarut etanol 70%
mengekstraksi alkaloid, flavonoid, tanin,
saponin dan steroid; pelarut etanol 30%
mengekstraksi alkaloid, flavonoid dan
saponin; dan pelarut air mengekstraksi
alkaloid dan flavonoid.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang
isolasi dan purifikasi senyawa yang berperan
dalam aktivitas antidiabetes, pengujian potensi
ekstrak daun wungu sebagai antidiabetes
secara in vivo dan efisiensi metode ekstraksi
daun wungu.
DAFTAR PUSTAKA
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia. 2005.
Gerakan Nasional Minum Temulawak.
Jakarta : BPOM RI.
Dalimartha. 1999. Ramuan Tradisional untuk
Pengobatan hepatitis. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Darwati I, Rosita SMD, Hernani. 2002.
Respon daun ungu (Graptophyllum
pictum L.) terhadap cekaman air.
Jurnal LITTRI 8: 73-76.
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2005. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta:
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik,
Direktorat
Jendral
Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Depkes RI.
Gamse T. 2002. Liquid-liquid Extraction and
Solid-Liquid Extraction. New York:
Graz Pr.
Gao H et al. 2008. Chebulagic acid is a potent
α-glucosidase
inhibitor.
Biosci
Biotechnol Biochem 72:601-603.
Garret RH, Grisham CM. 2002. Biochemistry
and Molecular Biology Education. New
Orleans: Wiley Intersci.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Iwang
S, penerjemah. Bandung: ITB Pr.
Terjemahan
dari:
Phytochemical
Method.
Historya D. 2004. Perbandingan daya inhibisi
terhadap kerja enzim α-glukosidase dan
aktivitas antibakteri antara ekstrak
ramuan tunggal penyusun formula obat
antidiabetes alami. [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Ilango K, et al. 2009. Antidiabetic,
antioxidant and antibacterial activities of
leaf extract of Adhatoda zeylanica. J
Pharm Sci & Res 1: 67-73.
Kardono LBS. 2003. Kajian kandungan kimia
mahkota dewa (Phaleria marcocarpa).
Di dalam: Prosiding Pameran Produk
Obat Tradisional dan Seminar Sehari
Mahkota Dewa. Jakarta: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Farmasi dan Obat
Tradisional Departemen Kesehatan, hlm
72-76.
Kawabata J et al. 2003. 6-Hydroxyflavonoids
as
α-glucosidase
inhibitor
from
marjoram
(Origanum
marjorana)
Leaves. Biosci Biotechno Biochem 67:
445-447.
Khanam M, Zenim F. 2008. Effect of the
crude and the n-hexane extract of Nigella
sativa Linn (Kalajara) upon diabetic
rats.J Pharmacol 4: 17-20.

9

Penelitian ini menggunakan pelarut
dengan variasi kepolaran. Mulai dari akuades
yang sangat polar, hingga etanol dengan
berbagai konsentrasi yang juga berbeda
tingkat kepolarannya (96, 70 dan 30%).
Bervariasinya tingkat kepolaran berakibat
pada banyaknya senyawa metabolit yang
dapat terekstraksi. Selain itu, efektivitas, dan
jumlah senyawa aktif yang dapat terekstraksi
juga terpengaruh. Pelarut etanol 70% dapat
mengekstraksi seluruh senyawa aktif yang
diharapkan, namun etanol 30 dan air dapat
mengekstraksi alkaloid dan flavonoid dalam
jumlah yang besar. Dimana kedua senyawa
aktif tersebut diketahui berpotensi sebagai
antidiabetes dengan mekanisme inhibisi enzim
α-glukosidase (Sari 2010).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstraksi daun wungu dengan variasi
kosentrasi pelarut menghasilkan rendemen
tertinggi pada etanol 30% sebesar 65.60%.
Dua pelarut dengan persentase inhibisi αglukosidase diatas 50% adalah etanol 96%
dan etanol 70% dengan nilai rata-rata inhibisi
α-glukosidase sebesar 61.09% dan 66.11%.
Analisis fitokimia menunjukkan bahwa
ekstrak dengan pelarut etanol 96% dapat
mengekstraksi senyawa alkaloid, flavonoid,
tanin dan steroid; pelarut etanol 70%
mengekstraksi alkaloid, flavonoid, tanin,
saponin dan steroid; pelarut etanol 30%
mengekstraksi alkaloid, flavonoid dan
saponin; dan pelarut air mengekstraksi
alkaloid dan flavonoid.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang
isolasi dan purifikasi senyawa yang berperan
dalam aktivitas antidiabetes, pengujian potensi
ekstrak daun wungu sebagai antidiabetes
secara in vivo dan efisiensi metode ekstraksi
daun wungu.
DAFTAR PUSTAKA
[BPOM RI] Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia. 2005.
Gerakan Nasional Minum Temulawak.
Jakarta : BPOM RI.
Dalimartha. 1999. Ramuan Tradisional untuk
Pengobatan hepatitis. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Darwati I, Rosita SMD, Hernani. 2002.
Respon daun ungu (Graptophyllum
pictum L.) terhadap cekaman air.
Jurnal LITTRI 8: 73-76.
Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2005. Pharmaceutical Care untuk
Penyakit Diabetes Mellitus. Jakarta:
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik,
Direktorat
Jendral
Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan,
Depkes RI.
Gamse T. 2002. Liquid-liquid Extraction and
Solid-Liquid Extraction. New York:
Graz Pr.
Gao H et al. 2008. Chebulagic acid is a potent
α-glucosidase
inhibitor.
Biosci
Biotechnol Biochem 72:601-603.
Garret RH, Grisham CM. 2002. Biochemistry
and Molecular Biology Education. New
Orleans: Wiley Intersci.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Iwang
S, penerjemah. Bandung: ITB Pr.
Terjemahan
dari:
Phytochemical
Method.
Historya D. 2004. Perbandingan daya inhibisi
terhadap kerja enzim α-glukosidase dan
aktivitas antibakteri antara ekstrak
ramuan tunggal penyusun formula obat
antidiabetes alami. [skripsi]. Bogor:
Fakultas
Matematika
dan
Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Ilango K, et al. 2009. Antidiabetic,
antioxidant and antibacterial activities of
leaf extract of Adhatoda zeylanica. J
Pharm Sci & Res 1: 67-73.
Kardono LBS. 2003. Kajian kandungan kimia
mahkota dewa (Phaleria marcocarpa).
Di dalam: Prosiding Pameran Produk
Obat Tradisional dan Seminar Sehari
Mahkota Dewa. Jakarta: Pusat Penelitian
dan Pengembangan Farmasi dan Obat
Tradisional Departemen Kesehatan, hlm
72-76.
Kawabata J et al. 2003. 6-Hydroxyflavonoids
as
α-glucosidase
inhibitor
from
marjoram
(Origanum
marjorana)
Leaves. Biosci Biotechno Biochem 67:
445-447.
Khanam M, Zenim F. 2008. Effect of the
crude and the n-hexane extract of Nigella
sativa Linn (Kalajara) upon diabetic
rats.J Pharmacol 4: 17-20.

AKTIVITAS
S AN
ANTIDIABETES DAN ANALISIS
S FITOKIMIA
FI
EKSTRA AIR DAN ETANOL DAUN WUN
EKSTRAK
UNGU
pictum (L.) Griff)
(
(Graptophyllum

FAHRY IRWAN

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MA
ATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHU
UAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

9

Penelitian ini menggunakan pelarut
dengan variasi kepolaran. Mulai dari akuades
yang sangat polar, hingga etanol dengan
berbagai konsentrasi yang juga berbeda
tingkat kepolarannya (96, 70 dan 30%).
Bervariasinya tingkat kepolaran berakibat
pada banyaknya senyawa metabolit yang
dapat terekstraksi. Selain itu, efektivitas, dan
jumlah senyawa aktif yang dapat terekstraksi
juga terpengaruh. Pelarut etanol 70% dapat
mengekstraksi seluruh senyawa aktif yang
diharapkan, namun etanol 30 dan air dapat
mengekstraksi alkaloid dan flavonoid dalam
jumlah yang besar. Dimana kedua senyawa
aktif tersebut diketahui berpotensi sebagai
antidiabetes dengan mekanisme inhibisi enzim
α-glukosidase (Sari 2010).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstraksi daun wungu dengan variasi
kosentrasi pelarut menghasilkan rendemen
tertinggi pada etanol 30% sebesar 65.60%.
Dua pelarut dengan persentase inhibisi αglukosidase diatas 50% adalah etanol 96%
dan etanol 70% dengan nilai rata-rata inhibisi
α-glukosidase sebesar 61.09% dan 66.11%.
Analisis fitokimia menunjukkan bahwa
ekstrak denga