Aktivitas Ekstrak Daun Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Tikus Hiperglikemia

AKTIVITAS EKSTRAK DAUN WUNGU (Graptophyllum pictum
(L.) Griff) DALAM MENURUNKAN KADAR GLUKOSA
DARAH TIKUS HIPERGLIKEMIA

HAYATUL RAHMI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Ekstrak Daun
Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) dalam Menurunkan Kadar Glukosa
Darah Tikus Hiperglikemia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014
Hayatul Rahmi
G851120021

RINGKASAN
HAYATUL RAHMI. Aktivitas Ekstrak Daun Wungu (Graptophyllum
pictum (L.) Griff) dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Tikus
Hiperglikemia. Dibimbing oleh I MADE ARTIKA dan NORMAN R
AZWAR.
Graptophyllum pictum (L.) Griff atau yang dikenal juga daun wungu
adalah tanaman obat yang berasal dari Papua, telah digunakan dalam
mengobati berbagai penyakit, salah satunya adalah diabetes. Tujuan
penelitian ini adalah memperoleh ekstrak teraktif dari ekstrak etanol, ekstrak
dietil eter, ekstrak etil asetat, dan ekstrak butanol daun wungu yang dapat
menurunkan kadar glukosa darah tikus hiperglikemia.
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu ekstraksi (metoda
maserasi) dan ekstraksi partisi daun wungu menggunakan corong pisah,
penapisan fitokimia, uji antihiperglikemia secara in vivo pada tikus jantan

diabetes hasil induksi aloksan, uji histopatologi pankreas tikus setelah
perlakuan berakhir (hari ke-16) dengan mikroskop cahaya perbesaran dua
puluh kali dan uji Gas Chromatography Mass spectroscopy (GCMS).
Daun wungu diekstrak dengan etanol dengan metode maserasi selama
1x24 jam, diperoleh ekstrak etanol kasar dan selanjutnya dilakukan
ekstraksi partisi menggunakan pelarut dietil eter, etil asetat dan butanol. Uji
penurunan kadar glukosa darah dilakukan secara in vivo. Uji in vivo
menunjukkan bahwa semua ekstrak daun wungu dapat menurunkan kadar
glukosa darah tikus, dengan ekstrak etil asetat menunjukkan penurunan
kadar glukosa tertinggi sebesar 37,6%. Ekstrak aktif kedua adalah ekstrak
butanol, dengan penurunan kadar glukosa darah 32,6%. Ekstrak aktif ketiga
adalah ekstrak etanol, dengan penurunan kadar glukosa darah 32,5%.
Ekstrak yang menunjukkan aktivitas terendah adalah ekstrak dietil eter,
dengan penurunan kadar glukosa darah 30,1%. Berdasarkan pengamatan
histopatologi pankreas, kelompok tikus normal memiliki pulau langerhans
paling banyak, diikuti kelompok tikus yang diberi perlakuan Glibenklamid
diikuti kelompok tikus yang diberi ekstrak etil asetat, butanol, etanol dan
dietil eter. Berdasarkan uji fitokimia dan GCMS, senyawa metabolit yang
terkandung dalam ekstrak daun wungu adalah golongan alkaloid, steroid,
saponin,tanin dan terpenoid.

Kata kunci: Graptophyllum pictum (L.) Griff, ekstraksi partisi, in vivo,
GCMS, histopatologi pankreas

SUMMARY
HAYATUL RAHMI. The Activity of Wungu Leaf (Graptophyllum pictum
(L.) Griff) Extracts in Reducing Blood Glucose Levels of Hiperglicemic
Mice. Supersived by I MADE ARTIKA and NORMAN R AZWAR.
Wungu leaf or Graptophyllum pictum (L.) Griff is a medicinal plant
originated from Papua, traditionally used to treat many diseases including
diabetes mellitus. The purpose of the present study was to determine the
most active extract among ethanol extract, diethyl ether extract, ethyl acetate
extract, and butanol extract of wungu leaf in decreasing blood glucose level
of hyperglycemic mice.
This research was done in several steps: extraction (maceration),
partition extraction of wungu leaf with separating funnel, phytochemical
analysis, and antihiperglicemic in vivo test on male hiperglycemic mice
induced by alloxan, pancreas histopatology test after the treatment ended
(day 16) with light microscope twenty times of magnification, and Gas
Chromatography Mass spectroscopy (GCMS) test.
The wungu leaf was first extracted using ethanol with maceration

method 1x24 hour. The ethanol extract was further subjected to partition
extraction with diethyl ether, ethyl acetate, and butanol. In vivo test showed
all extracts can reduce blood glucose levels. The ethyl acetate extract
showed the highest activity with glucose level reduction of 37.6%. The
second active extract was the butanol extract causing blood glucose level
reduction of 32.6%. The third active extract was the etanol extract causing
blood glucose reduction of 32.5%. The least active extract was the diethyl
ether extract causing 30.51% reduction of blood glucose level.
Histopatology test showed that the mice of the normal group have the
highest Langerhans cells, followed by those treated with Glibenclamide,
ethyl acetate extract, butanol, ethanol and diethyl ether. Based on
phytochemical analysis and GCMS extracts contained compounds
belonging to alkaloid, steroid, saponin, tannin and terpenoid.
Kata kunci: Graptophyllum pictum (L.) Griff, partition extraction, in vivo,
GCMS, pancreas histophatology

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk

kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

AKTIVITAS EKSTRAK DAUN WUNGU (Graptophyllum pictum
(L.) Griff) DALAM MENURUNKAN KADAR GLUKOSA
DARAH TIKUS HIPERGLIKEMIA

HAYATUL RAHMI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biokimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi Pembimbing:

Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S

Judul Tesis : Aktivitas Ekstrak Daun Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff)
dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Tikus Hiperglikemia
Nama
: Hayatul Rahmi
NIM
: G851120021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc
Ketua


Prof. Dr. Norman R Azwar
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Biokimia

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian : 27 Agustus 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang
dilaksanakan sejak bulan September 2013 dengan judul Aktivitas Ekstrak Daun
Wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff) Dalam Menurunkan Kadar Glukosa
Darah Tikus Hiperglikemia merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Biokimia Sekolah Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc dan Bapak Prof. Dr. Norman R Azwar
selaku pembimbing yang telah banyak memberi ilmu, arahan, bimbingan,
waktu, dan saran kepada penulis dalam penulisan tesis.
2. Prof. Dr. drh. Maria Bintang, M.S selaku dosen penguji luar komisi atas
masukan dan saran bagi penulisan tesis ini.
3. Ibunda Yulinar, ayahanda Yurdanis, kakak-kakak Fevi Yetmi, Ratna Yulita,
Sri Maria, Zikril Illahi dan seluruh anggota keluarga atas segala doa dan
dukungannya kepada penulis.
4. Bapak dan Ibu staf Laboratorim Biokimia IPB, Bapak dan Ibu Unit Pelaksana
Kehutanan Bogor, serta Bapak dan Ibu Unit Pelaksana Badan Veterina Bogor,
yang telah membantu dalam analisis data.
5. Teman-teman sepenelitian dan rekan-rekan seperjuangan S2 Biokimia 2012
atas bantuan dan doanya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2014

Hayatul Rahmi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Daun Wungu
Diabeter Mellitus (DM)
Pengobatan Diabetes Mellitus

3
3
4

5

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Penelitian
Analisis Data

6
6
6
6
6
8

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Daun Wungu
Uji Fitokimia Daun Wungu
Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Daun Wungu
Profil bobot badan dan konsumsi Pakan selama adaptasi
Profil Bobot badan dan Konsumsi pakan selama perlakuan
Pengamatan Histopatologi Pankreas Tikus Percobaan
Analisis Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GCMS) Ekstrak Etil
Asetat

9
9
10
11
14
16
17

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

24
24
24

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

42

20

DAFTAR TABEL
1. Cara kerja uji fitokimia (Harborne 1987)
2. Persen rendeman hasil ekstraksi daun wungu dengan masing-masing
pelarut
3. Hasil analisis fitokimia daun wungu masing-masing ekstrak
4. Rerata kadar glukosa darah (mg/dL) dari masing-masing kelompok
5. Rerata kadar glukosa darah (mg/dL) dari masing-masing kelompok
6. Rerata konsumsi pakan tikus selama adapatasi
7. Rerata bobot badan tikus selama perlakuan
8. Rerata konsumsi pakan tikus selama perlakuan
9. Keterangan kromatogram gambar 4
10. Klasifikasi senyawa metabolit dan stukturnya

7
9
10
12
15
15
16
17
21
23

DAFTAR GAMBAR
1. Daun wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff)
2. Grafik penurunan kadar glokosa darah (%) pada setiap kelompok
perlakuan
3. Hasil histopatologi pankreas tikus percobaan.
4. Kromatogram ekstrak etil asetat

3
14
19
21

DAFTAR LAMPIRAN
1. Diagram alir prosedur kerja
2. Diagram ekstraksi tanaman obat daun wungu
3. Analisis metabolit tanaman daun wungu dengan GCMS
4. Perhitungan pemakaian aloksan, Glibenklamid, dan dosis ekstrak
5. Data glukosa darah tikus masing-masing percobaan
6. Data bobot badan tikus masa adaptasi
7. Data konsumsi pakan tikus masa adaptasi
8. Data bobot badan tikus masa perlakuan
9. Data konsumsi pakan tikus masa perlakuan
10. Hasil analisis statistik (SAS) glukosa darah hari ke-1
11. Hasil analisis statistik (SAS) bobot badan masa adaptasi hari ke-1
12. Hasil analisis statistik (SAS) konsumsi pakan masa adaptasi hari ke-1
13. Hasil analisis statistik (SAS) bobot badan masa perlakuan hari ke-1
14. Hasil analisis statistik(SAS) konsumsi pakan masa perlakuan hari ke-1

30
30
31
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan pola hidup saat sekarang ini mengarah pada
kebiasaan mengkonsumsi makanan yang kurang sehat seperti makanan
cepat saji (fastfood). Hal ini karena komposisi makanan yang terlalu banyak
mengandung protein, lemak, gula, garam dan sedikit serat. Dampak yang
dihasilkan dari kebiasaan tersebut dapat dilihat dari banyaknya penyakit
yang muncul. Penyakit tersebut digolongkan sebagai penyakit akibat
terganggunya metabolisme tubuh seseorang, antara lain yaitu penyakit
diabetes mellitus.
Diabetes mellitus adalah penyakit akibat gangguan metabolisme
tubuh yang ditandai dengan tingginya kadar glukosa darah (hiperglikemia)
disertai gangguan pada metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai
dampak dari menurunnya fungsi insulin. Menurunnya fungsi insulin dapat
disebabkan oleh kurangnya jumlah insulin yang diproduksi oleh sel-sel beta
pulau Langerhans kelenjar pankreas, insulin yang tidak bisa dihasilkan
karena sel beta pankreas rusak, atau juga disebabkan oleh kurang
responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin (Departemen Kesehatan RI
2005).
Jumlah penderita diabetes secara global terus meningkat setiap
tahunnya. Penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2000 mencapai 8.4
juta orang yang menduduki peringkat keempat di dunia. Jumlah tersebut
diperkirakan akan terus meningkat menjadi dua kali lipat lebih pada tahun
2030 yaitu 21,3 juta orang. Penderita diabetes juga rentan terkena penyakit
yang berhubungan dengan lipid seperti penyakit jantung dan penyumbatan
pembuluh darah (Subroto 2004).
Banyak hal yang dilakukan untuk mengatasi diabetes, mulai dari
pengaturan pola makan dan olah raga yang teratur, hingga penggunaan obatobatan antidiabetes sintetik atau bahkan melakukan suntikan insulin. Obatobatan antidiabetes sintetik berkurang di pasaran seiring munculnya obatobatan herbal. Hal ini disebabkan karena efek yang ditimbulkan oleh obatobatan sintetik merugikan jika dikonsumsi tidak sesuai dengan dosis yang
dianjurkan, selain itu harga obat-obatan sintetik juga menjadi alasan lain
seseorang lebih memilih obat-obatan herbal (Sunarsih etal. 2007). Hal ini
menjadi titik awal penelitian yang hingga saat ini dilakukan pada tanamantanaman yang memiliki aktivitas antidiabetes.
Beberapa tanaman yang sudah diteliti dan memiliki aktivitas
antidiabetes diantaranya buncis (Andayani 2003), mahkota dewa (Sugiwati
2005, Meiyantia 2006), salam (Studiawan dan Santosa 2005), sirih merah
(Permana 2006), dandang gendis (Nurulita 2008), sambiloto (Syamsul
2011), tapak dara (Widyastuti dan Suarsana 2011), dan sirsak (Purwatresna
2012). Beberapa diantara tanaman tersebut ada yang berasal dari famili
Acanthaceae, sehingga diduga tanaman lain yang berasal dari famili yang
sama juga memiliki aktivitas antidiabetes, salah satunya adalah daun wungu
(Graptophyllum pictum (L.) Griff). Daun wungu sudah dimanfaatkan oleh

2
masyarakat dalam penyembuhan berbagai penyakit, seperti wasir, bisul,
koreng telinga dan perut, serta pelancar siklus haid bagi wanita (Dalimartha
1999). Pemanfaatan daun wungu di kalangan masyarakat juga masih
terkesan coba-coba dan masih belum ada formulasi yang tepat serta jelas
untuk penggunaan daun wungu, baik sebagai obat luar atau obat yang
dikonsumsi.
Beberapa penelitian tentang daun wungu antara lain seperti aktivitas
alkalin fosfatase daun wungu (Widyowati 2011), isolasi dan uji BSLT
(Brine Shrimp Lethality test) kandungan metabolit utama Graptophyllum
pictum (L.) Griff (Zuhra dan Lenny 2005), dan penelitian secara in vivo
ekstrak daun wungu seperti efek estrogenik daun wungu terhadap mencit
ovariektomi (Suhargo 2005), penelitian tentang oksitosik dan antiimplantasi ekstrak daun wungu (Olagbende et al. 2009), Nurcholis et al.
(2011) menunjukkan bahwa ekstrak air-etanol daun wungu berkhasiat
sebagai inhibitor enzim α-glukosidase, serta Olangbede et al. (2011) juga
memperkuat khasiat daun wungu sebagai antidiabetes dari hasil penelitian
yang menunjukkan khasiat hipoglikemik ekstrak daun wungu. Penelitianpenelitian yang ada belum banyak mempelajari aktivitas metabolit dari daun
wungu yang berkhasiat sebagai anti-diabetes. Oleh karena itu dilakukan
penelitian ini untuk mengetahui aktivitas kerja ekstrak dari tanaman obat
daun wungu dalam menanggulangi dan mencegah penyakit diabetes
mellitus.

Perumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan
yaitu: bagaimana aktivitas senyawa metabolit daun wungu (Graptophyllum
pictum (L.) Griff.) sebagai anti diabetes.

Tujuan Penelitian
Tujuan Penelitian ini adalah mempelajari aktivitas senyawa metabolit
daun wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff.) yang berkhasiat sebagai
anti diabetes.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pemanfaatan produk
senyawa metabolit tanaman obat daun wungu yang berkhasiat sebagai anti
diabetes.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Daun Wungu
Tanaman wungu memiliki sistematika taksonomi yang terdiri dari
kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas
Dicotyledonae, ordo Tubiflorae, famili Acanthaceae, genus Graptophyllum,
spesies Graptophyllum pictum (Linn) Griff (Hutapea 1993). Tanaman
wungu dapat ditemukan dari dataran rendah sampai pegunungan dengan
ketinggian 1250 meter di atas permukaan laut. Tanaman wungu sering
ditemukan tumbuh liar di pedesaan atau ditanam sebagai tanaman hias dan
tanaman pagar (Trubus 2013).
Tanaman wungu merupakan tanaman perdu atau pohon kecil, dengan
tinggi 1,5-3 m, batang berkayu. Kulit dan daun berlendir dan baunya kurang
enak. Tanaman wungu memiliki daun yang letaknya berhadap-hadapan.
Perbungaan majemuk dan tersusun dalam rangkaian berupa tandan yang
berwarna merah tua. Tanaman ini memliki 3 varietas, yaitu yang berdaun
ungu, hijau, dan belang-belang putih. Namun yang digunakan sebagai obat
adalah varietas yang berdaun ungu (Dalimartha 1999).

Gambar 1 Daun wungu (Graptophyllum pictum (L.) Griff)
Secara tradisional daun wungu telah dimanfaatkan sebagai obat luar
untuk mengobati borok, bisul dan kudis. Air rebusan daunnya dapat
diminum untuk mengobati penyakit wasir, batu empedu dan penyakit hati.
Bunganya bermanfaat sebagai pelancar haid. Daun tumbuhan ini
mengandung alkaloid yang tidak beracun, glikosida, steroid, dan saponin.
Batang daun tumbuhan wungu mengandung kalsium oksalat, asam format,
dan lemak (Dalimartha 1999).

4
Diabeter Mellitus (DM)
Diabetes mellitus atau DM, didefinisikan sebagai suatu kelainan
metabolik kronis yang memiliki dampak signifikan terhadap kesehatan yang
ditandai dengan tingginya kadar glukosa dalam darah. Salah satu penyebab
diabetes mellitus yaitu menurunnya hormon insulin yang diproduksi oleh sel
beta pulau Langerhans dalam kelenjar pankreas. Insulin merupakan hormon
yang berperan dalam metabolisme glukosa khususnya sebagai perantara
masuknya glukosa di dalam darah ke sel-sel jaringan tubuh (Wijayakusuma
2004).
Konsentrasi kadar glukosa dalam darah melewati batas normal
disebut dengan hiperglikemia. Keadaan ini dapat terjadi akibat adanya
defisiensi insulin sehingga penyerapan glukosa ke dalam sel menjadi
terhambat. Kadar glukosa darah normal dalam keadaan puasa adalah < 100
mg/dL (Departement Kesehatan RI 2005). Dan sesaat setelah makan kadar
glukosa dalam darah dapat meningkat hingga 120 mg/dL dan dapat kembali
normal 2 jam setelah makan (Utami 2003).
Gejala umum yang timbul pada diabetes mellitus diantaranya,
banyak minum, sering buang air kecil, banyak makan tetapi berat badan
menurun, lensa mata berubah/ penglihatan mulai terganggu, cepat merasa
lelah, sering mengantuk dan luka sulit sembuh. Penyakit diabetes mellitus
dapat disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya pola makan, obesitas,
faktor genetik, bahan kimia dan obat-obatan, serta infeksi pada pankreas
(Wijayakusuma 2004).
Ada dua tipe diabetes mellitus (DM) yaitu diabetes tipe I (Insulin
Dependent DiabetesMellitus) dan diabetes tipe II (Insulin Independent
Diabetes Mellitus). DM tipe Idapat didefinisikan sebagai tipe diabetes yang
tergantung pada insulin. Dibetes tipe I ini sel pankreasnya mengalami
kerusakan sehingga sel-sel beta-pankreas tidak dapat menseksresikan insulin
atau jika dapat mensekresi insulin, maka insulin yang disekresikan hanya
berjumlah sedikit. Kerusakan pada sel-sel beta- pankreas disebabkan adanya
peradangan, karena hal inilah penderita DM tipe I selalu bergantung pada
adanya insulin. Berbeda dengan DM tipe I, DM tipe II merupakan tipe
diabetes yang tidak tergantung pada insulin. Hal ini terjadi bukan karena sel
beta pankreas yang rusak namun karena jumlah insulin yang dihasilkan
menurun. Penurunan tersebut disertai defisiensi insulin hingga resistensi
insulin (Murray 2009).
Selain DM tipe I dan II terdapat pula tipe lain diabetes mellitus yaitu
yang terjadi pada saat kehamilan. Penyakit tersebut umumnya dialami oleh
wanita hamil dan akan kembali normal setelah melahirkan. Seorang wanita
hamil membutuhkan lebih banyak insulin untuk mempertahankan
metabolisme karbohidrat. Jika tidak menghasilkan lebih banyak insulin,
wanita hamil dapat menderita penyakit diabetes yang dapat menyebabkan
terjadinya perubahan metabolisme glukosa (karbohidrat) dan metabolisme
senyawa lainnya yang terjadi dalam tubuh (Wijayakusuma 2004).

5
Pengobatan Diabetes Mellitus
Pengobatan diabetes mellitus umumnya dilakukan dengan
pengaturan diet, pemberian obat antidiabetik oral, dan terapi insulin. Akan
tetapi pemberian obat-obat antidiabetik oral dapat menimbulkan efek
samping yang berbahaya. Efek tersebut dapat berupa gangguan metabolisme
di dalam tubuh (Mai & Chuyen 2007).
Pemberian obat secara oral merupakan cara pemberian obat yang
paling umum dilakukan karena mudah, murah dan aman. Obat antidiabetes
oral mungkin berguna untuk penderita yang alergi terhadap insulin atau
yang tidak menggunakan suntikan insulin (Studiawan 2005). Umumnya
pemberian obat antidiabetes oral hanya dilakukan untuk penderita DM tipe
II, obat tersebut terbagi menjadi dua jenis, diantaranya obat sintetik dan obat
tradisional (Wijayakusuma 2004).
Obat sintetik yang memiliki aktivitas antidiabetik dapat dibagi
menjadi beberapa kelas menurut mekanisme kerjanya. Pertama, golongan
sulfonylurea yang memiliki mekanisme kerja utama pada peningkatan
insulin. Obat golongan ini banyak digunakan dalam pengobatan diabetes
contohnya adalah Glibenklamid (gliburid) (Tsiani 1995).
Glibenklamid adalah serbuk putih, tidak berbau, rasa agak pahit.
Daya hipoglikemik Glibenklamid relatif lemah, maka jarang menyebabkan
hipoglikemia. Pemakaian single-dose pada pagi hari dapat menstimulir
sekresi insulin pada setiap pemasukan glukosa (sewaktu makan). Sehingga
tercapai regulasi glukosa darah optimal yang mirip pola normal dalam
waktu 24 jam. Resorbsinya di usus di atas 99% dan dieksresikan lewat
kemih dan tinja sehingga efek sampingnya kecil (Tjay dan Rahardja 2007).
Kedua, golongan biguanida yang cara kerjanya yaitu mengurangi
produksi glukosa hati sehingga dapat meningkatkan sensitivitas periferal
dan mengurangi penyerapan glukosa intestinal, tidak merangsang
peningkatan produksi insulin sehingga pemakaian tunggal tidak berakibat
hipoglikemia. Contoh obat golongan ini adalah metformin (Rojas 2013).
Ketiga, golongan inhibitor α-glukosidase salah satunya adalah
acarbose Enzim alfa glukosidase berfungsi sebagai enzim pemecah
karbohidrat menjadi glukosa di usus halus. Cara kerja obat ini yaitu dengan
menghambat enzim spesifik yang menguraikan pati dalam usus halus
sehingga menunda penyerapan glukosa hasil pemecahan karbohidrat di
dalam usus (Hayakawa 1984).
Keempat, merupakan insulin eksogen yang berperan dalam
meningkatkan sensitivitas insulin secara tidak langsung dan menekan
produksi glukosa hati. Insulin diberikan sebagai obat untuk menutupi
kekurangan insulin tubuh karena kelenjar sel beta pankreas tidak dapat
mencukupi kebutuhan yang ada.
Kelima adalah golongan thiazolidinedione, contohnya pioglitazon.
Pioglitazone bekerja dengan cara meningkatkan sensitivitas insulin pada
jaringan target, seperti menurunkan glukoneogenesis di hati. Golongan ini
dapat digunakan bersama sulfonilurea, insulin atau metformin untuk
memperbaiki kontrol glikemia. Obat ini sebagaimana dengan metformin
tidak menyebabkan reaksi hipoglikemia (Tjay dan Rahardja 2007).

6

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang dilakukan di
Laboratorium Penelitian dan kandang hewan Biokimia Jurusan Biokimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor,
di Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor, dan di Balai
Veterina Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2013
sampai Maret 2014.

Bahan
Daun wungu (serbuk) diperoleh dari pusat studi Biofarmaka Bogor,
aquades, methanol 30%, H2SO4, kloroform, amoniak, pereaksi Meyer,
Dragendorf, Wagner, etanol 30%, asetat anhidrid, FeCl3, etanol 96%, dietil
eter, etil asetat, butanol, tikus, pakan standar tikus, serbuk kayu,
Glibenklamid, aloksan, tween 80, alkohol 70%, betadine, buffer netral
formalin (BNF), parafin cair, Haematoxylin Eosin (HE), mayer’s
haematoxylin dan albumin

Alat
Alat-alat yang dipakai adalah corong, kertas saring, penangas air,
shakerorbital, neraca analitik, pipet tetes, spatula, labu erlenmeyer, gelas
kimia, gelas ukur, corong pisah, rotary evaporator, batang pengaduk, kapas,
syringe cekok tikus, jarum suntik, masker, sarung tangan, gunting bedah,
Glukometer, Gas Chromatography Mass Spectroscopy (GCMS), Rotary
Microtom, kaca preparat dan mikroskop cahaya.

Prosedur Penelitian
Ekstraksi Daun Wungu
Ekstraksi dilakukan dengan cara maserasi dengan perbandingan antara
simplisia dan pelarut (etanol 96%) 1:10, 1 menit pertama selama 6 jam
dishaker dan didiamkan selama 1x24 jam sesuai prosedur yang
dikembangkan oleh Nurcholis et al. (2011). Setelah itu disaring dan
didapatkan filtrat, dikumpulkan dan diuapkan dengan rotary evaporator pada
suhu 40oC dan didapatkan ekstrak kasar etanol. Kemudian ekstrak kasar
etanol dilarutkan dalam aquades (40oC), diaduk dan dilanjutkan dengan
ekstraksi partisi bertingkat menggunakan corong pisah, pertama-tama dietil
eter (2x50 mL), dilanjutkan dengan etil asetat dan terakhir dengan butanol.
Selanjutnya masing-masing filtrat diuapkan dengan rotari evaporator untuk
mendapatkan ekstrak dietil eter, etil asetat, dan butanol.

7
Uji Fitokimia
Tabel 1. Cara kerja uji fitokimia (Harborne 1987)
Uji
Cara Kerja
Hasil +
Hasil Senyawa
Flavonoid 0,1 gram sampel ditambah 5 mL
larutan warna
tidak
methanol 30%, panaskan 5
merah
terbentuk
menit, ditambah H2SO4
warna merah
Alkaloid 0,1 gram sampel ditambahkan 5
endapan
tidak
mL Kloroform, 3 tetes amoniak,
putih(Mayer)
terbentuk
2 tetes H2SO4 Dibagi jadi 3
endapan
endapan
fraksi,
ditambah
pereaksi merah(Dragendorf)
Meyer, Dragendorf dan Wagner
endapan coklat
(Wagner)
Steroid
0,1 gram sampel ditambah 5 mL
tidak
etanol 30%, panaskan 5 menit,
warna hijau
terbentuk
ditambah eter, 3 tetes asetat
warna hijau
anhidrid, dan 1 tetes H2SO4
pekat
Saponin 0,1 gram sampel ditambah 5 mL
terbentuk busa
tidak ada
aquades, panaskan 5 menit,
busa
dikocok selama 5 menit
Tanin
0,1 gram sampel ditambah 5 mL
larutan biru tua/
tidak
aquades, didihkan 5 menit,
hitam
berwarna
ditambahkan 5 tetes FeCl3
biru/hitam
Uji In Vivo Aktivitas Antihiperglikemia.
Analisis in vivo antihiperglikemia dilakukan dengan menggunakan
tikus jantan galur Sprague dawley. Umur tikus berkisar 2-3 bulan dengan
berat 140-200 gram. Kondisi diabetes diinduksi dengan aloksan secara
intraperitoneal (200 mg/kg BB). Perlakuan dibagi dalam 7 kelompok
dengan jumlah tikus tiap kelompok masing-masing 5 ekor, yaitu:
1. Kelompok A (tikus normal) yang tidak diberi perlakuan dicekok dengan
0,5 mL 5% Tween 80
2. Kelompok B (kontrol positif) tikus diabetes dicekok dengan 0,5 mL 5%
Tween 80 yang mengandung Glibenklamid 0,25 mg/kg BB.
3. Kelompok C (kontrol negatif) tikus diabetes dicekok 0,5 mL 5% Tween
80
4. Kelompok D (tikus diabetes) yang dicekok dengan ekstrak etanol daun
wungu 50 mg/kg BB dalam 0,5 mL 5% Tween 80
5. Kelompok E (tikus diabetes) yang dicekok dengan ekstrak dietil eter
daun wungu 50 mg/kg BB dalam 0,5 mL 5% Tween 80
6. Kelompok F (tikus diabetes) yang dicekok dengan ekstrak etil asetat
daun wungu 50 mg/kg BB dalam 0,5 mL 5% Tween 80
7. Kelompok G (tikus diabetes) yang dicekok dengan ekstrak butanol daun
wungu 50 mg/kg BB dalam 0,5 mL 5% Tween 80

8
Perlakuan ekstrak daun wungu dilakukan selama 12 hari setelah tikus
positif hiperglikemia yang dimulai pada hari ke-4 sampai hari ke-15.
Glukosa darah tikus diukur dengan glukometer pada hari pertama sebelum
dilakukan perlakuan dan setelah pemberian perlakuan pada hari 4, 7, 10 dan
15 (Rauter et al. 2009).
Uji Histopatologi Pankreas Tikus Percobaan
Sampel berupa sel pankreas difiksasi dengan buffer formalin 10%,
lalu diembedding dengan parafin cair menggunakan alat tissue-tek. Setelah
paraffin membeku dipotong dengan Rotary Microtom. Potongan diletakkan
pada preparat, diwarnai dengan Haematoxylin Eosin (HE) dan mayer’s
haematoxylin lalu dicuci. Setelah proses pewarnaan kaca preparat
dikeringkan dan ditetesi albumin, ditutup dengan kaca objek. Preparat
tersebut diberi label dan siap diamati dengan mikroskop cahaya.
Analisis Metabolit Tanaman Daun Wungu
Ekstrak terbaik yang dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus
percobaan dianalisis kandungan metabolitnya dengan menggunakan Gas
Chromatography Mass Spectroscopy (GCMS). Analisis dilakukan di Badan
Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Bogor, prosedur penggunaan
GCMS dapat dilihat pada lampiran 3.

Analisis Data
Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap
(RAL) dengan tingakat kepercayaan 95% dan taraf α 0,05 menggunakan
program SAS 9.1 untuk menganalisis glukosa darah, dan dilanjutkan dengan
uji Duncan, yang terdiri dari 7 perlakuan dan masing-masing perlakuan
terdiri dari 4 ulangan (Mattjik 2000).
Rumus penurunan glukosa darah (%)

� � �ℎ ℎ�
��
�� − �
=

� � �ℎ ℎ�
��
Rumus persentase rendeman
� � � ℎ� (
=
� � ��� ( �

� � �ℎ � ℎ�
� 100%
��

� )
� 100%
)

9

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi Daun Wungu
Pada penelitian ini pelarut awal untuk proses ekstraksi yaitu
menggunakan etanol karena hampir semua senyawa pada jaringan tumbuhan
dapat terekstraksi oleh etanol (Harborne 1987). Ekstraksi dilakukan dengan
cara maserasi dalam pelarut etanol 96% dari daun wungu yang sudah
dijadikan serbuk (80 mesh). Maserasi dilakukan sebanyak 1 kali (1x1000
mL), 600 gram daun wungu dilarutkan dalam 6 L etanol.
Maserasi (steady-state extraction) yaitu merendam sampel dengan
pelarut yang sesuai. Maserasi adalah metoda ekstraksi yang sederhana
sehingga banyak yang menggunakannya. Perendaman prinsipnya yaitu
pelarut berdifusi melewati dinding sel untuk melarutkan komponen dalam
sel dan juga memacu larutan dalam sel untuk berdifusi ke luar sel (Handa et
al. 2008).
Setelah dilakukan penyaringan dengan kertas saring didapatkan
ekstrak etanol, kemudian dipekatkan dengan menggunakan rotari
evaporator pada suhu 400C, untuk mencegah kemungkinan terjadinya
kerusakan senyawa metabolit yang terkandung dalam ekstrak. Ekstrak yang
diperoleh disebut ekstrak kasar etanol sebanyak 24,11 gram. Ekstraksi
kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi partisi bertingkat, pertama dengan
pelarut dietil eter (2x50mL) lalu etil asetat (2x50mL) dan terakhir dengan
butanol (2x50mL). Hasilnya diperoleh ekstrak masing-masing 7,5 gram, 5,1
gram dan 3,5 gram.
Pada Tabel 2 dapat dilihat persen rendemen (kadar) hasil ekstraksi
dari daun wungu masing-masing pelarut dengan bobot awal yang berbedabeda.
Tabel 2. Persen rendeman hasil ekstraksi daun wungu dengan masingmasing pelarut
Ekstrak

Bobot awal (g)

Bobot ekstrak (g)

Kadar (%)

Etanol

600

24,11

4

Dietil eter

24

7,5

31

Etil asetat

7

5,1

73

Butanol

5

3,5

70

Tabel 2 menunjukkan kemampuan mengekstraksi terhadap senyawa
metabolit sekunder yang terkandung dalam daun wungu tertinggi dimiliki
pelarut etil asetat sebesar 73%, diikuti pelarut butanol 70%, dietil eter 31%
dan pelarut etanol 4%. Ekstraksi partisi bertingkat ini bertujuan untuk
memisahkan senyawa-senyawa polar dengan senyawa semi polar dan non
polar yang terdapat dalam ekstrak.

10
Uji Fitokimia Ekstrak Daun Wungu
Fitokimia adalah salah satu bidang ilmu yang menguraikan aspek
kimia suatu tanaman. Uji fitokimia merupakan uji pendahuluan yang
bertujuan untuk mengetahui keberadaan senyawa metabolit dalam suatu
tumbuhan, agar senyawa aktif tersebut dapat diisolasi dan dikelompokkan
dan untuk mengetahui senyawa mengandung efek manfaat atau efek racun
(Harborne 1987). Hasil uji fitokimia daun wungu seperti Tabel 3:
Tabel 3. Hasil analisis fitokimia daun wungu masing-masing ekstrak
Ekstrak

Flavonoid

Alkaloid

Steroid

saponin

tanin

Etanol

-

+

+

+

+

Dietil eter

-

+

+

+

+

Etil asetat

-

-

+

+

+

+
(-) tidak terdeteksi

+

-

Butanol
Ket : (+) terdeteksi

Pada penapisan fitokimia terhadap ekstrak etanol, ekstrak dietil eter,
ekstrak etil asetat dan ekstrak butanol dari daun wungu teridentifikasi
adanya senyawa metabolit sekunder dari golongan alkaloid, steroid, saponin,
dan tanin. Untuk uji flavonoid hasilnya negatif pada semua ekstrak ditandai
tidak terbentuknya warna merah setelah penambahan H2SO4. Uji Alkaloid
memberikan hasil positif pada ekstrak etanol dan dietil eter yang ditandai
dengan terbentuknya endapan merah setelah ditambahkan pereaksi
Dragendorff, dan terbentuk endapan coklat setelah ditambahakan pereaksi
Wagner, sedangkan ekstrak etil asetat dan butanol hasilnya negatif. Uji
steroid semua ekstrak hasilnya positif ditandai terbentuk larutan warna hijau.
Uji saponin juga memberikan hasil positif, karena terbentuk buih setelah
larutan sampel dikocok selama 5 menit dan buih dapat bertahan selama 15
menit. Pada uji tanin hasil positif ditandai dengan terbentuknya warna biru
tua setelah ditambahkan FeCl3 pada ekstrak etanol, dietil eter, dan etil asetat,
sedangkan untuk ekstrak butanol hasilnya negatif.
Ekstrak daun wungu mengandung senyawa metabolit golongan
alkaloid yang dapat digunakan sebagai obat diabetes mellitus. Alkaloid
adalah senyawa-senyawa siklik yang mempunyai atom nitrogen (Seigler
1998). Prinsip kerja alkaloid adalah dengan menstimulasi hipotalamus untuk
meningkatkan sekresi Growth Hormone Releasing Hormone (GHRH),
sehingga sekresi Growth Hormone (GH) pada hipofisa meningkat. Kadar
GH yang tinggi akan menstimulasi hati untuk mensekresikan Insulin-like
Growth Factor-1 (IGF-1). IGF-1 mempunyai efek dalam menginduksi
hipoglikemia dan menurunkan glukoneogenesis sehingga kadar glukosa
darah dan kebutuhan insulin menurun. (Bunting et al. 2006).
Senyawa steroid dan saponin juga diduga memiliki efek menurunkan
kadar glukosa darah tikus. Steroid adalah senyawa yang punya kerangka

11
triterpen asiklik dengan cincin A,B, C (6 atom karbon) dan cincin D (5 atom
karbon), dan saponin adalah senyawa polisiklik dengan sebuah steroid (C 27)
atau triterpenoid (C30) yang strukturnya terdiri dari rantai karbohidrat
(monosakarida atau oligolisakarida) (Seigler 1998). Prinsip kerja steroid dan
saponin diduga menghambat reaksi oksidasi lebih lanjut karena radikal
bebas, sehingga kerusakan sel pankreas tidak semakin parah.
Senyawa yang juga terdapat dalam masing-masing ekstrak yaitu
tanin. Tanin merupakan salah satu senyawa yang dikelompokkan dalam
senyawa polifenol (Seigler 1998). Antioksidan polifenol mampu
mengurangi stres oksidatif dibuktikan oleh penelitian teh hijau dengan cara
mencegah terjadinya reaksi berantai pengubahan superoksida menjadi
hidrogen superoksida dengan mendonorkan atom hidrogen dari kelompok
aromatik hidroksil (-OH) polifenol untuk mengikat radikal bebas dan
membuangnya melalui sistem ekskresi dari dalam tubuh (Barbosa 2007).
Peran polifenol sebagai antioksidan diduga mampu melindungi sel
beta pankreas dari efek toksik radikal bebas yang diproduksi dibawah
kondisi hiperglikemia kronis. Antioksidan dalam ekstrak daun wungu
berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah dengan cara mencegah
terjadinya oksidasi yang berlebihan sehingga kerusakan pada sel beta
pankreas dapat dicegah dan menjaga kandungan insulin di dalamnya.
Tanin juga mempunyai aktivitas menurunkan kadar glukosa darah
yaitu dengan meningkatkan glikogenesis. Tanin juga menpunyai fungsi lain
yaitu sebagai astringent atau pengkhelat yang dapat mengerutkan membran
epitel usus halus sehingga penyerapan sari makanan menjadi berkurang dan
efeknya dapat menghambat asupan glukosa dan laju peningkatan glukosa
darah tidak terlalu tinggi (Barbosa 2007).
Penelitian yang serupa ditemukan pada Sutjiatmo (2011), ekstrak air
herba ciplukan (Physalis angulata L.) mempunyai efek antidiabetes karena
mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, polifenol, steroid dan triterpenoid,
monoterpenoid dan seskuiterpenoid. Nurulita (2008) ekstrak air daun
dandang gendis (Clinacanthus nutans) dapat menurunkan kadar glukosa
darah mencit diabetes induksi aloksan karena kandungan senyawa metabolit
sekunder yaitu flavonoid, steroid/triterpenoid dan tanin. Purwatresna (2012)
ekstrak air dan etanol 70% dari daun sirsak dapat digunakan sebagai agen
antidiabetes karena mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan
steroid.

Aktivitas Antihiperglikemia Ekstrak Daun Wungu
Pengukuran kadar glukosa darah yaitu dengan menggunakan
glukometer pada hari pertama sebelum dilakukan perlakuan dan setelah
pemberian perlakuan pada hari 4, 7, 10 dan 15. Dengan mengambil setetes
darah tikus pada ekornya dan ditempelkan pada strip glukometer, 11 detik
kemudian akan terbaca pada alat, konsentrasi glukosa darah dalam mg/dL.
Sebelum diambil darahnya tikus dipuasakan selama 12-16 jam.

12
Tabel 4. Rerata kadar glukosa darah (mg/dL) dari masing-masing kelompok
Hari ke-

Kelompok
1

4

7

10

15

A

62.2±10.7a

81.5± 5.2a

98.7±14.5a

84.7±12.7c

79.0 ±14.3b

B

59.0±7.8a

173.2±324.0a 138.5±60.7a

85.0±11.2c

75.2 ± 8.2b

C

55.7±12.0a 141.3±41.6a

138.3±34.2a 130.0±17.5a

D

57.2±10.7a 132.3±38.0a

125.0±34.5a 112.0±17.8ab 89.3±26.6ab

E

58.7±16.0a 131.0±36.3a

120.3±29.2a

98.0 ± 4.9bc 91.5±12.6ab

F

55.0±5.8a

117.0±9.2a

82.0 ±14.5c

81.0 ± 8.8b

G

53.2±11.5a 138.0±53.7a

121.5±33.1a

78.5 ±18.0c

93.0±29.1ab

130.0±2.16a

117.2±12.4a

Keterangan: angka yang diikuti indeks huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan antar
perlakuan tidak berbeda nyata (p > 0,05)

Dari Tabel 4 kadar glukosa darah pada tikus kelompok A
menunjukkan kadar glukosa darah normal. Tikus tidak diberi perlakuan
apapun hanya dicekok 1 mL 5% tween 80. Pada hari pertama kadar glukosa
darah bernilai 62.2 ± 10.7 dan mengalami kenaikan 23,6% pada hari ke-4
dan 17,4% pada hari ke-7. Hal ini diduga karena tikus mengalami stress
pada saat pencekokan. Sedangkan pada hari ke-10 kembali mengalami
penurunan sebesar 16,5%, semakin menurun pada hari ke-15 sebesar 7,2 %.
Tapi nilai glukosa darah kelompok A ini masih pada rentang normal.
Penurunan ini menunjukkan bahwa tikus sudah bisa beradaptasi dengan
pencekokan.
Pada kelompok B (kontrol +) tikus diinduksi aloksan 200 mg/kg BB
dan dicekok 0,25 mg/kg BB/hari Glibenklamid dalam 5% tween 80. Pada
hari ke-1 kadar glukosa darah normal bernilai 59.0 ± 7.8 pada hari ke-4
mengalami kenaikan 65,9 % setelah diinduksi aloksan. Hal ini menunjukkan
aloksan sudah berefek terhadap tubuh tikus yang ditandai dengan naiknya
glukosa darah melebihi batas normal. Aloksan bekerja dengan merusak sel
beta pankreas dengan menginduksi pembentukan radikal bebas hidroksil
yang lalu menyerang substansi esensial sel beta pankreas seperti membran
plasma, lisosom, mitokondria dan DNA) yang menjadi awal kerusakan sel
beta pankreas (Fahri 2005)
Penelitian secara invitro terhadap mekanisme kerja aloksan
menunjukkan bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion kalsium dari
mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Ion kalsium
keluar dari mitokondria mengakibatkan terganggunya homeostasis yang
merupakan awal dari matinya sel (Anistyani 2011).
Kadar glukosa darah kembali turun pada hari ke-7, 10, dan 15
masing-masing sebesar 38,2%, 62,9%, 13,0%. Hal ini karena pemberian
Glibenklamid yang bekerja dengan baik, dapat menghambat kerusakan sel
beta pankreas yang disebabkan oleh aloksan. Berdasarkan hasil analisis
statisik ternyata perlakuan Glibenklamid berpengaruh nyata terhadap kadar

13
glukosa darah tikus pada semua waktu pengamatan Sesuai prinsip kerjanya
Glibenklamid merupakan kelompok salah satu obat turunan sulfonylurea
yang memiliki potensi menurunkan kadar glukosa darah lebih tinggi
dibandingkan jenis sulfonylurea lainnya (Fahri 2005).
Pada kelompok C (kontrol -) tikus diinduksi aloksan 200 mg/kg BB
dan dicekok 1 mL 5% tween 80/hari. Pada hari ke-1 kadar glukosa darah
bernilai 55.7 ± 12.0 dan mengalami peningkatan pada hari ke-4 sebesar
60,5%. Hal ini disebabkan karena tikus telah diinduksi aloksan dan
mengalami penurunan kembali pada hari ke-7, 10, dan 15 masing-masing
sebesar 2,1%, 6,3%, 10,9%. Hal ini disebabkan oleh kondisi stress dari
lingkungan mengakibatkan gerakan aktif pada saat pengambilan darah,
sehingga penggunaan glukosa jaringan meningkat. Kondisi ini
menyebabkan kadar glukosa darah dalam tubuh tikus menurun.
Pada kelompok D (ekstrak etanol 50 mg/kg BB/hari dalam 1 mL 5%
tween 80) pada hari ke-1 kadar glukosa darah bernilai 57.2 ± 10.7 dan
mengalami peningkatan sebesar 56,7% dan mengalami penurunan kembali
pada hari ke-7, 10, 15 masing-masing sebesar 5,8 %, 11,6 %, 25,4 %. Pada
akhir perlakuan kadar glukosa darah kembali normal. Penurunan kadar
glukosa darah ini karena senyawa metabolit yang terkandung dalam ekstrak
daun wungu seperti alkaloid yang tidak beracun, glikosida, steroid, dan
saponin (Dalimartha 1999).
Pada kelompok E (ekstrak dietil eter 50 mg/kg BB/hari dalam 1 mL
5% tween 80) pada hari ke-1 kadar glukosa darah benilai 58.7 ± 16.0 dan
mengalami peningkatan pada hari ke-4 sebesar 55,1% dan kembali
mengalami penurunan pada hari ke-7, 10, dan 15 sebesar 8,8%, 22,7%, dan
7,1%. Hal ini disebabkan karena pengaruh ekstrak dietil eter yang
mengandung senyawa metabolit. Senyawa metabolit ini yang berperan di
dalam tubuh tikus untuk menghambat kerusakan sel beta pankreas.
Pada kelompok F (ekstrak etil asetat 50 mg/kg BB/hari dalam 1 mL
5% tween 80) pada hari ke-1 kadar glukosa darah bernilai 55.0 ± 5.8 dan
mengalami kenaikan sebesar 57,6 % dan kembali mengalami penurunan
pada hari ke-7, 10, 15 sebesar 11,1 %, 42,6 %, 1,23%. Penurunan kadar
glukosa darah pada akhir perlakuan menunjukkan bahwa ekstrak F dapat
mengembalikan fungsi kelenjar pankreas seperti semula. Insulin dalam
tubuh tikus dapat diproduksi kembali, sehingga kadar glukosa darah turun.
Penurunan kadar glukosa darah dengan pemberian ekstrak ini adalah yang
paling stabil. Terlihat dari nilai penurunan kadar glukosa darah yang
konstan selalu turun dari awal perlakuan sampai hari terakhir.
Pada kelompok G (ekstrak butanol 50 mg/kg BB/ hari dalam 1 mL
5% tween 80) pada hari ke-1 kadar glukosa darah bernilai 53.2 ± 11.5 dan
mengalami kenaikan sebesar 61.4% pada hari ke-4 dan kembali mengalami
penurunan pada hari ke 7, 10, sebesar 13,5 %, 54,7 %, dan pada hari ke-15
kadar glukosa darah kembali naik 14,5%. Kadar glukosa darah naik ini
diduga disebabkan karena ekstrak butanol kurang stabil dalam tubuh tikus
sehingga pankreas tikus belum sepenuhnya berfungsi dengan baik
menghasilkan insulin.
Pada hari ke-4 dan hari ke-7 berdasarkan hasil analisis statistik
menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata (p>0,05). Hal ini desebabkan

14

Penurunan glukosa darah (%)

oleh standar deviasi yang tinggi. Standar deviasi yang tinggi adalah karena
setiap tikus memiliki sensitifitas yang berbeda-beda, ada yang sangat
sensitif terhadap perlakuan dan ada pula yang kurang sensitif terhadap
perlakuan, sehingga menghasilkan data yang beragam.
Berdasarkan hasil rerata kadar glukosa darah tikus sampai akhir
perlakuan (Tabel 4), maka dapat kita tentukan persentase penurunan
glukosa darah seperti pada Gambar 2.

Ket:
A = normal (3%)
B = kontrol + (56,5%)
C = kontrol – (17%)
D = ekstrak etanol (32,5%)
E = ekstrak dietil eter (30,1%)
F = ekstrak etil asetat (37.6%)
G = ekstrak butanol (32,6%)

Gambar 2 Grafik penurunan kadar glokosa darah (%) pada setiap kelompok
perlakuan
Ekstrak daun wungu dapat menurunkan kadar glukosa darah tikus
percobaan. Ekstrak yang lebih baik yaitu ekstrak etil asetat sebesar 37,6%
setelah Glibenklamid 56,5%. Ekstrak ke-2 yang baik yaitu ekstrak butanol
32,6%, ekstrak ketiga yang baik yaitu etanol 32,5% dan terakhir ekstrak
dietil eter 30,1%. Kemampuan ekstrak etil asetat menurunkan glukosa darah
tikus berada pada posisi ke-2 setelah Glibenklamid, karena kandungan
senyawa metabolit sekunder dalam ektrak inilah yang paling tinggi yang
sesuai dengan data (%) rendeman. Hal ini menandakan bahwa daun wungu
bisa digunakan obat untuk penyakit diabetes mellitus.
Kemampuan daun wungu menurunkan glukosa darah tikus
hiperglikemia tidak lepas dari kandungan senyawa antioksidan yang
terdapat di dalam ekstrak. Seperti yang dilaporkan Silvia (2014) aktivitas
antioksidan daun wungu dari ekstrak etil asetat yang paling tinggi sebesar
74,1 % diikuti ekstrak butanol 57,1%, ekstrak etanol 33,7% dan ekstrtak
dietl eter 20,4%. Hal ini menandakan bahwa daun wungu bisa digunakan
obat untuk penyakit diabetes mellitus.

Profil bobot badan dan konsumsi Pakan selama adaptasi
Penimbangan bobot badan tikus dan konsumsi pakan selama masa
adaptasi dilakukan setiap hari. Hal ini bertujuan untuk mengetahui seberapa
besar kenaikan atau penurunan bobot badan tikus dan seberapa banyak
pakan yang dikonsumsi. Mengetahui berapa pakan yang dikonsumsi tikus
yaitu dengan cara mengurangi berat awal pakan dengan pakan yang tersisa.

15
Tabel 5. Rerata bobot badan tikus selama adaptasi
Bobot badan hari ke-

Kelompok

1

3

5

7

A

203.7±1.5a

208.0±1.8a

189.8±54.5a

223.0±11.5a

B

187.7±6.2b

193.0±4.9a

193.7±13.9a

214.0±4.3a

C

186.2±7.5b

194.2±5.5a

201.5±17.9a

207.2±16.9a

D

174.7±3.3bc

170.5±7.8b

181.2±2.5a

185.0±14.6c

E

166.5±5.0cd

170.5±7.8b

174.2±7.7a

191.7±11.0bc

F

164.8±21.5cd

173.3±22.3b

178.0±20.1a

191.0±17.9bc

G

156.2±9.3d

161.7±11.0b

163.5±7.94a

174.7±9.5c

Keterangan:

angka yang diikuti indeks huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan antar
perlakuan tidak berbeda nyata (p > 0,05)

Berdasarkam Tabel 5, pada masa adaptasi semua perlakuan rata-rata
bobot badan tikus dari awal (hari 1) mengalami kenaikan sampai hari ke-7.
Hanya pada kel A pada hari ke-5, dan kelompok D pada hari ke-3
mengalami penurunan bobot badan. Hal ini diduga karena tikus mengalami
stres, masih butuh waktu beradaptasi. Tetapi bobot badan naik lagi pada hari
ke-7, menandakan tikus sudah bisa beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini
didukung oleh data statistik bobot badan tikus pada hari terakhir adaptasi
berbeda nyata (p>0,05).
Tabel 6. Rerata konsumsi pakan tikus selama adapatasi
Konsumsi pakan hari keKelompok
1

3

5

7

A

16.5±2.3a

17.7±2.6a

16.7±1.7a

18.2±2.0a

B

15.5±0.5abc

12.7±3.7b

15.2±2.9a

15.7±1.5a

C

15.75±1.8ab

17.5±1.2a

16.5±2.0a

16.5±1.2a

D

11.7±0.5d

15.7±2.5ab

15.2±1.2a

15.2±3.5a

E

13.0±0.8cd

13.7±3.9ab

14.7±4.5a

14.2±4.2a

F

12.0±2.1d

17.5±2.3a

15.7±2.5a

16.0±2.5a

G

13.5±2.0bcd

15.0±2.5ab

13.2±1.8a

14.2±2.0a

Keterangan: angka yang diikuti indeks huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan antar
perlakuan tidak berbeda nyata (p > 0,05)

Berdasarkan Tabel 6 konsumsi pakan tikus selama masa adaptasi ratarata paling rendah yaitu 11.7 ± 0.5 dan paling tinggi yaitu 18.2 ± 2.0. Untuk
kelompok A rata-rata konsumsi pakannya paling tinggi, hal ini sebanding
dengan bobot badan tikus juga yang paling tinggi. Dan untuk kelompok G

16
rata-rata konsumsi pakannya paling rendah juga sebanding dengan rata-rata
bobot badan tikus yang rendah. Hal ini menunjukkan semakin tinggi pakan
yang dikonsumsi maka bobot badan tikus semakin bertambah. Konsumsi
pakan pada hari terakhir adaptasi mengalami peningkatan dari hari pertama,
hal ini menunjukkan bahwa tikus sudah beradaptasi dengan baik.

Profil Bobot badan dan Konsumsi pakan selama perlakuan
Pada masa perlakuan kelompok A bobot badan konstan naik (Tabel
7). Pada hari perlakuan ke-4 rata-rata bobot badan tikus mengalami
penurunan dari hari ke-1, yaitu kelompok B, D, G. Hal ini dikarenakan tikus
telah disuntik aloksan, aloksan dapat menghambat sekresi insulin sehingga
proses glukosa masuk ke dalam jaringan terhambat. Keadan ini
menyebabkan terjadinya glukoneogenesis dan glikogenolisis pada hati.
Sehingga menyebabkan penurunan bobot badan sebagai akibat
berkurangnya masa otot. Sedangkan kelompok C, F bobot badan tetap naik,
walaupun tikus telah dinyatakan diabetes tapi bobot badan tidak mengalami
penurunan, dan kelompok E bobot badan tidak berubah. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap tikus memberikan respon (sensitivitas) yang
berbeda-beda terhadap perlakuan.
Tabel 7. Rerata bobot badan tikus selama perlakuan
Bobot tikus hari keKelompok
1

4

7

10

15
266.0±22.3a

A

223.0±11.5a

231.7±6.8a

240.0±11.5a

251.5±20.9a

B

214.0±4.3a

212.5±27.2ab

224.5±30.5ab

225.0±63.5ab 238.5±66.7ab

C

207.2±16.9b

213.7±14.7ab

228.7±14.2ab

242.8±25.0a

D

185.0±14.6c

181.0±11.9cd

192.0±16.9c

201.5±14.1ab 210.7±14.6ab

E

191.7±11.0bc 191.7±14.0bcd 210.3±22.7abc 218.5±41.4ab 234.8±45.8ab
191.0±17.9bc 202.0±18.1c
201.5±18.8bc 221.2±14.7ab 252.7±13.3a
174.7±9.5c
172.0±13.6d
187.2±11.0c
170.0±40.7b
179.0±49.5b

F
G

258.5±23.7a

Keterangan: angka yang diikuti indeks huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan antar perlakuan tidak
berbeda nyata (p > 0,05)

Pada hari ke-7 bobot badan rata-rata naik pada semua kelompok,
menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan efek terhadap
tikus. Tikus masing-masing kelompok diberi perlakuan obat, sehingga mulai
diindikasikan tikus mulai membaik, kecuali kelompok F tidak mengalami
penurunan bobot karena data yang beragam (sensitivitas yang berbeda).
Pada hari ke-10 dan ke-15 semua kelompok rata-rata bobot badan
tikus mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan karena tikus sudah kembali
normal kadar glokosa darahnya (Tabel 2) sehingga bobot badan bisa
mengalami kenaikan, menandakan metabolisme dalam tubuh tikus sudah

17
kembali normal. Hanya kelompok G mengalami penurunan dari 187.2 ±
11.0 menjadi 170.0 ± 40.7.
Tabel 8. Rerata konsumsi pakan tikus selama perlakuan
Kelompok

Konsumsi pakan hari ke1

4

7

10

15
19.7±0.5a

A

19.5±0.5a

19.7±0.5a

19.7±0.5a

18.5±1.9a

B

19.2±0.9a

14.5±5.2ab

18.5±1.9a

12.0±7.4ab 11.7±4.7d

C

17.0±4.6a

17.5±2.0ab

13.5±5.8ab

15.7±2.8ab 18.5±3.0ab

D

13.7±5.9a

12.7±4.9b

15.7±5.3ab

17.0±4.2ab 16.0±3.3abcd

E

17.0±2.4a

14.7±5.1ab

15.2±6.4ab

15.2±2.2ab 17.5±3.3abc

F

17.5±3.7a

18.2±2.3ab

10.0±2.9b

11.5±2.5ab 14.2±2.9cd

G

15.2±2.5a

13.5±5.3ab

19.0±1.4a

10.0±7.2b

12.5±2.8cd

Keterangan: angka yang diikuti indeks huruf yang sama dalam satu kolom menunjukkan antar
perlakuan tidak berbeda nyata (p > 0,05)

Konsumsi pakan selama masa perlakuan (Tabel 8) paling rendah
yaitu 10.0 ± 7.2 pada kelompok G dan yang paling tinggi yaitu 19.7 ± 0.5
pada kelompok A. Hal ini sebanding dengan data bobot badan tikus,
semakin banyak tikus mengkonsumsi makanan maka bobot badan akan
semakin bertambah. Pada hari ke-15 nafsu makan tikus sudah kembali
normal, ditandai dengan rata-rata konsumsi makan tikus yang naik. Hal ini
di