Estimasi Sisa Nasi Konsumen di Beberapa Jenis Rumah Makan di Kota Bogor

ESTIMASI SISA NASI KONSUMEN DI BEBERAPA JENIS
RUMAH MAKAN DI KOTA BOGOR

DINI ANRIANY

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Sisa Nasi
Konsumen di Beberapa Jenis rumah makan di Kota Bogor adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam
apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Dini Anriany
NIM I14090094

ABSTRAK
DINI ANRIANY. Estimasi Sisa Nasi Konsumen di Beberapa Jenis Rumah Makan
di Kota Bogor. Di bawah bimbingan DRAJAT MARTIANTO.
Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi sisa nasi (setara beras) yang
tidak terkonsumsi oleh konsumen di beberapa jenis rumah makan di Kota Bogor.
Desain penelitian adalah cross sectional study. Kehilangan zat energi dari sisa
nasi konsumen di rumah makan Sunda sebesar 8.3 kkal/kap/kali makan (0.4%
terhadap AKE), dan untuk kehilangan zat protein sebesar 0.1 g/kap/kali makan
(0.2% terhadap AKP). Sedangkan kehilangan zat energi dari sisa nasi konsumen
di rumah makan Padang yaitu sebanyak 4.5 kkal/kap/kali makan (0.2% terhadap
AKE) dan kehilangan protein sebanyak 0.05 g/kap/kali makan (0.1% terhadap
AKP). Kehilangan zat energi dari sisa nasi konsumen di rumah makan Jawa yaitu
sebesar 6.3 kkal/kap/kali makan (0.3% terhadap AKE) dan kehilangan protein
sebanyak 0.07 g/kap/kali makan (0.2% terhadap AKP). Kehilangan zat energi di
Warung Tenda yaitu sebesar 7.5 kkal/kap/kali makan (0.4% terhadap AKE) dan

kehilangan protein sebanyak 0.09 g/kap/kali makan (0.2% terhadap AKP).
Estimasi sisa nasi konsumen pada rumah makan Sunda yaitu sebesar 1.5
kg/kap/tahun. Pada rumah makan Padang yaitu sebesar 0.5 kg/kap/tahun. Estimasi
sisa nasi per tahun pada rumah makan Jawa sebesar 1.0 kg/kap/tahun dan pada
Warung Tenda yaitu sebesar 1.1 kg/kap/tahun. Kehilangan sisa nasi konsumen di
rumah makan Sunda dengan cara penyajian nasi dalam bakul nasi belum dapat
menekan kehilangan nasi dan menetapkan porsi ideal nasi.
Kata Kunci : nasi, rumah makan, sisa konsumsi

ABSTRACT
DINI ANRIANY. Estimation of Consumer’s Rice Waste at Various Restaurants
in Bogor City . Supervised by DRAJAT MARTIANTO.
This study aimed to estimate the waste of cooked rice (rice equivalent) not
consumed by customer at various restaurants in Bogor. Cross sectional study
design was implemented. Respectively loss of nutrients per meal from Sunda
restaurant is equal to 8.3 kcal/capita (0.4% of energy RDA), 0.1 g/capita (0.2% of
the protein RDA). While the loss of nutrients from Padang restaurant is as much
as 4.5 kcal/capita (0.2% of energy RDA), 0.05 g/capita (0.1% of the protein RDA).
Loss of nutrients from Java restaurant is 6.3 kcal/capita (0.3% of energy RDA),
0.07 g/capita (0.1% of the protein RDA). For Warung Tenda, loss of nutrients is

7.5 kcal/capita (0.4% of energy RDA), 0.09 g/capita (0.2% of the protein RDA).
Estimated rice waste at Sunda restaurant in the amount of 1.5 kg/capita/year. At
Padang restaurant is equal to 0.5 kg/capita/year, Java restaurant is 1.0
kg/capita/year and the Warung Tenda of 1.1 kg/capita/year. It seems that the loss
of the waste of the rice on Sunda restaurant by serving in a bakul, has not been
able to press the loss of rice and set up ideal rice portion.
Keywords : cooked rice, restaurant, waste consumption

ESTIMASI SISA NASI KONSUMEN DI BEBERAPA JENIS
RUMAH MAKAN DI KOTA BOGOR

DINI ANRIANY

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Studi Ilmu Gizi
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Estimasi Sisa Nasi Konsumen di Beberapa Jenis Rumah Makan di
Kota Bogor.
Nama
: Dini Anriany
NIM
: I14090094

Disetujui oleh

Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS

Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Assalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan pada bulan Maret 2013 sampai April
2013 ini adalah sisa konsumsi nasi, dengan judul Estimasi Sisa Nasi Konsumen di
Beberapa Jenis Rumah Makan di Kota Bogor.
Terimakasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah
membantu penyelesaian skripsi ini :
1. Dr.Ir. Drajat Martianto M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan arahan dan bimbingan selama penyusunan skripsi.
2. Dr.Ir. Cesilia Meti Dwiriani M.Sc selaku dosen pemandu seminar dan penguji
yang telah memberikan masukan dalam membuat skripsi menjadi lebih baik.
3. Pemilik atau penanggung jawab rumah makan yang tidak dapat disebutkan satu
per satu yang berkenan memberikan izin selama penelitian berlangsung
sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

4. Orangtua, Ayahanda Kusnedi, Ibunda Neneh, Kakak Tya dan Adikku Ari
tercinta serta keluarga besar karena tanpa dorongan semangat, pertolongan, doa
dan kasih sayang mereka, skripsi ini tidak akan pernah terselesaikan.
5. Sabahat-sabahat terbaik Milda, Uun (Uni Nisa), Miranty, Dira, Firda,
Ramadhannissa, Rahayu, dan Putri yang telah menyemangati selama
penyusunan skripsi berlangsung.
6. Teman-teman Gizi Masyarakat angkatan 46 IPB (Coconut) tercinta dan temanteman ekstensi Gizi Masyarakat 46 Ka Chaca (Anggrisya) dan Ka uwi (Dwi)
yang telah banyak membantu dalam memberikan dorongan semangat, masukan
dan keceriaan yang diberikan selama penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, mengingat
penulis masih dalam tahap belajar, sehingga terdapat keterbatasan ilmu
pengetahuan dan pengalaman. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan. Demikian skripsi ini dibuat dengan harapan dapat
bermanfaat bagi penulis serta pembaca lainnya.
Wassalamu‟alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bogor, Mei 2013

Dini Anriany

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

2


Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

3

METODE PENELITIAN

3

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

3


Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

3

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

4

Pengolahan dan Analisis Data

6

Definisi Operasional

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7


Gambaran Umum

7

Karakteristik Konsumen

8

Kehilangan Pangan (Nasi)

12

Kehilangan Zat Gizi Akibat Sisa Nasi

14

Kaitan Perbedaan Cara Penyajian dengan Sisa Nasi

15


Kaitan Karakteristik Responden dengan Sisa Nasi

18

KESIMPULAN DAN SARAN

20

Kesimpulan

20

Saran

20

DAFTAR PUSTAKA

21

LAMPIRAN

23

RIWAYAT HIDUP

37

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Jenis dan cara pengumpulan data
5
Nama-nama rumah makan yang dijadikan tempat penelitian
8
Sebaran responden menurut usia dan jenis rumah makan
9
Sebaran responden menurut jenis kelamin dan jenis rumah makan
9
Sebaran responden menurut etnis dan jenis rumah makan
10
Sebaran responden menurut pendidikan dan jenis rumah makan
10
Sebaran responden menurut pekerjaan dan jenis rumah makan
11
Sebaran responden menurut pendapatan dan jenis rumah makan
11
Sebaran responden menurut frekuensi makan di luar dan jenis rumah
makan
12
Jumlah dan rata-rata sisa nasi tiap jenis rumah makan
13
Kehilangan zat gizi per kapita per kali makan dari sisa nasi menurut jenis
rumah makan
14
Rumah makan Sunda dan standar porsi
16
Rata-rata sisa beras per kapita per tahun berdasarkan karakteristik
responden
18

DAFTAR GAMBAR
1 Bagan cara penarikan sampel

4

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Hasil pengolahan sisa nasi di rumah makan Sunda
Hasil pengolahan sisa nasi di rumah makan Padang
Hasil pengolahan sisa nasi di rumah makan Jawa
Hasil pengolahan sisa nasi di rumah makan Warung tenda
Sebaran responden menurut usia di seluruh rumah makan
Sebaran responden menurut jenis kelamin di seluruh rumah makan
Sebaran responden menurut etnis di seluruh rumah makan
Sebaran responden menurut pendidikan di seluruh rumah makan
Sebaran responden menurut pekerjaan di seluruh rumah makan
Sebaran responden menurut pendapatan di seluruh rumah makan
Sebaran responden menurut frekuensi makan di luar responden
Jumlah dan rata-rata sisa nasi setiap rumah makan
Kehilangan zat gizi terhadap AKG tiap rumah makan
Kehilangan sisa nasi/ kap/minggu setiap rumah makan
Kehilangan sisa nasi/kap/tahun setiap rumah makan
Kehilangan sisa nasi pada rumah makan Sunda
Kehilangan sisa nasi pada rumah makan Padang
Kehilangan sisa nasi pada rumah makan Jawa
Kehilangan sisa nasi pada rumah makan Warung Tenda
Kuesioner
Dokumentasi turun lapang

23
24
25
26
27
27
27
27
27
28
28
28
28
28
29
29
30
30
31
32
35

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kegiatan konsumsi yang terjadi pada masyarakat perkotaan sekarang, tidak
hanya sekedar menemukan kebutuhan biologis atau memenuhi rasa lapar saja,
tetapi sudah menjadi gaya hidup yang dapat mencirikan identitas, kelas,
kelompok, dsb. Hal ini menyebabkan perilaku makan di luar (eating out) muncul
sebagai sebuah kebiasaan dalam kehidupan masyarakat.
Perilaku makan di luar (eating out) yang berkembang bukan hanya
menyebabkan semakin terkenal dan banyaknya rumah makan atau restoran yang
berkonsep modern, tetapi juga telah banyak bermunculan rumah makan atau
restoran yang menyuguhkan ciri khas Indonesia atau tradisional. Rumah makan
atau restoran tersebut memiliki konsep kekhasan tradisional Indonesia baik dari
jenis makanan, cara penyajian maupun tempat lingkungan yang sudah tidak kalah
ramainya dengan rumah makan atau restoran berkonsep negara luar (Murwani
2012).
Kecenderungan untuk mengonsumsi makanan khas daerah disebabkan
adanya habitus. Habitus ini merupakan proses pembatinan atau perekaman akibat
keadaan yang terus menerus dan berlangsung lama, melalui lingkungan formal
maupun non formal. Habitus juga terbentuk dalam kombinasi sosial dan sejarah
personal baik dari asal-usul sosial, pekerjaan, dan pendidikan (Bourdieu 1984).
Hal ini juga tejadi pada masyarakat di Kota Bogor. Kota Bogor merupakan
salah satu kota dengan jumlah restoran atau rumah makan yang cukup banyak.
Hal ini disebabkan karena Kota Bogor merupakan pasar yang cukup potensial
dalam mengembangkan restoran atau rumah makan. Menurut Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kota Bogor (2010) bahwa peningkatan jumlah restoran atau rumah
makan terjadi pada tahun 2005 yaitu sebesar 9,7% yaitu sebanyak 136 buah, tahun
2006 sebanyak 157 buah, kemudian pada tahun 2007 mengalami kenaikan 11,5%
sebanyak 175 buah setelah itu pada tahun 2008 mengalami penurunan sebesar
29,7% dengan jumlah hanya 123 buah, pada tahun 2009 meningkat jumlahnya
menjadi 137 buah, dan tahun 2010 tetap 137 buah restoran atau rumah makan
(Gunawan 2011). Selain rumah makan tradisional ada warung makan yang ramai
dikunjungi oleh masyarakat Kota Bogor yaitu Warung Tenda. Menurut (Abidin
2011) bahwa jumlah Warung Tenda yang berada di Kota Bogor adalah sebanyak
148 buah.
Jumlah rumah makan Sunda mendominasi di Kota Bogor tahun 2009,
yaitu sebanyak 104 buah, diikuti oleh rumah makan Padang sebanyak 14 buah,
rumah makan Jawa sebanyak 4 buah dan rumah makan lainnya sebanyak 14 buah
(Gunawan 2011). Hal ini dikarenakan Bogor sendiri merupakan salah satu Kota di
Jawa barat dengan penduduk mayoritas etnis Sunda
Selain faktor budaya atau etnis dari masyarakat Kota Bogor, ada faktor
pertumbuhan ekonomi dan pendapatan yang juga turut serta memengaruhi
banyaknya jumlah restoran atau rumah makan yang berada di Kota Bogor.
Tingginya pendapatan masyarakat akan memengaruhi kualitas pangan yang dibeli
oleh masyarakat tersebut seperti dikutip oleh Ariningsih (2008) bahwa semakin
tinggi pendapatan maka daya beli seseorang tersebut akan semakin meningkat,

2
dan semakin meningkat pula aksesibilitas terhadap pangan yang berkualitas baik.
Hal ini sesuai dengan Hukum Bennet bahwa “pangsa pengeluaran pangan
karbohidrat akan menurun dan harga per satuan kalori akan meningkat apabila
pendapatan keluarga meningkat” (Simatupang dan Ariani 1997). Faktor
pendapatan masyarakat yang tinggi ini dapat dikatakan akan meningkatkan
konsumsi pangan masyarakat di luar rumah yang menyebabkan semakin
banyaknya usaha rumah makan atau restoran.
Sisa nasi yang tidak terkonsumsi oleh pengunjung merupakan faktor yang
lebih besar dalam menentukan jumlah kehilangan nasi ditingkat rumah makan
karena seiring dengan meningkatnya rumah makan dan juga frekuensi makan di
luar rumah subjek. Kehilangan nasi atau sisa nasi dipengaruhi oleh perbedaan
karakteristik subjek, cara penyajian nasi dan pengetahuan subjek terhadap sisa
nasi. Sisa makanan ini merupakan berat sisa nasi yang sudah disetarakan dengan
berat beras sehingga dengan mengetahui kehilangan nasi yang berada di rumah
makan tersebut dapat menurunkan tingkat kehilangan nasi atau sisa nasi. Data
kehilangan nasi ini dapat digunakan untuk menghitung kehilangan zat gizi dari
sisa nasi konsumen yang kemudian dapat digunakan sebagai bahan modifikasi
penyajian nasi, dan juga untuk bahan informasi sisa nasi untuk pendidikan gizi.
Oleh karena diperlukan penelitian ini dalam menentukan kebijakan yang sesuai
untuk mengatasi variasi porsi ideal nasi di rumah makan tradisional.

Perumusan Masalah
Pertanyaan penelitian yang bisa dirumuskan berdasarkan uraian di atas
yaitu sebagai berikut:
1. Seberapa besar kehilangan nasi dari beberapa jenis RM di Kota Bogor
yang dinyatakan dalam Kg/kap/tahun?
2. Seberapa besar kehilangan zat gizi akibat sisa nasi pada beberapa jenis RM
di Kota Bogor yang dinyatakan dalam satuan zat gizi/kap/kali makan?
3. Apakah ada perbedaan cara penyajian nasi terhadap sisa nasi pada
beberapa jenis RM di Kota Bogor?

Tujuan Penelitian
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi sisa nasi dari
konsumen pada beberapa jenis rumah makan di Kota Bogor. Adapun tujuan
khusus penelitian ini adalah :
1) Menghitung sisa nasi berdasarkan sisa konsumsi pengunjung beberapa jenis
rumah makan di Kota Bogor.
2) Melakukan estimasi kehilangan nasi dan zat gizi (energi dan protein) dari sisa
konsumsi pengunjung beberapa jenis rumah makan di Kota Bogor.
3) Menghitung perkiraan kehilangan sisa nasi per kapita per tahun berdasarkan
sisa konsumsi pengunjung beberapa jenis rumah makan di Kota Bogor.

3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam hal :
1. Peningkatan IPTEKS, dapat memberikan informasi tentang sisa nasi dari
berbagai jenis rumah makan, baik dari jumlah maupun aspek gizi. Informasi ini
kemudian dapat digunakan sebagai bahan edukasi pangan dan gizi, serta dapat
digunakan sebagai dasar modifikasi cara penyajian untuk menekan kehilangan
nasi di rumah makan.
2. Perancangan Program Pemerintah, dapat digunakan untuk program pembinaan
masyarakat dan/atau untuk perancangan Strategi Komunikasi Informasi dan
Edukasi (KIE) untuk pencegahan sisa makanan dengan menghimbau
masyarakat melalui media iklan.
3. Restoran atau rumah makan, dapat digunakan sebagai bahan modifikasi
penyajian nasi yang dapat menekan kehilangan atau sisa konsumsi nasi.

METODE
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dengan metode studi cross sectional. Lokasi
penelitian dilakukan di Kota Bogor dengan pertimbangan Kota Bogor memiliki
beragam jenis rumah makan tradisional dengan latar belakang status sosial
ekonomi masyarakat yang beragam. Pengumpulan data dilaksanakan di 32 rumah
makan (RM) di Kota Bogor, yaitu dari jenis RM Sunda, RM Padang, RM Jawa,
dan Warung Tenda. Pengambilan data di lapang untuk keperluan penelitian ini
dilakukan pada bulan Maret 2013 hingga April 2013. Pengolahan data dan
penyusunan akhir dilaksanakan pada bulan April 2013 hingga Mei 2013.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
Sistem pengambilan sampel ditetapkan secara purposive sampling
berdasarkan tujuan dan kebutuhan penelitian. Lokasi pemilihan rumah makan
ditentukan secara purposive. Tempat penelitian adalah rumah makan tradisional
yaitu rumah makan Sunda, Padang, Jawa dan Warung Tenda yang berlokasi di
Kota Bogor. Rumah makan tradisional tersebut dipilih berdasarkan cara penyajian
makanan dan karakteristik konsumen/pengunjung yang diduga akan membentuk
perbedaan variasi kehilangan sisa makanan yang berbeda untuk setiap jenis rumah
makan tradisional. Rumah akan Sunda, Padang, Jawa dan Warung Tenda yang
dipilih yaitu rumah makan yang termasuk dalam rumah makan yang popular dan
ramai pengunjung.
Penentuan jumlah rumah makan berdasarkan proporsi 10% dari populasi
tiap jenis rumah makan yang berada di Kota Bogor. Jumlah rumah makan yang
akan dijadikan tempat penelitian yaitu sebanyak 32 buah. Jumlah RM besar yang
menjadi lokasi penelitian yaitu RM Sunda, RM Padang, dan RM Jawa masingmasing 1 buah RM. Jumlah RM kecil yang dijadikan lokasi penelitian yaitu 10
buah RM Sunda, 1 buah RM Padang, dan 3 buah RM Jawa. Untuk Warung Tenda

4
diambil sebanyak 15 buah. Berdasarkan rumah makan yang dipilih, diambil
subjek sebanyak lebih dari 30 orang tiap RM, kecuali untuk jenis RM Sunda, dan
RM Jawa bertipe kecil serta Warung Tenda diambil subjek sebanyak 2 sampai 10
orang subjek dari tiap RM. Hal ini ditentukan dengan pertimbangan waktu, biaya,
dan tenaga yang tersedia. Gambar 1 menunjukan bagan cara penarikan sampel.

Rumah Makan di Kota Bogor

RM SUNDA
(N = 104)

RM PADANG
(N = 14)

RM JAWA
(N = 4)

WARUNG
TENDA (N = 15)

Diambil RM n
= 11 buah

Diambil RM n
= 2 buah

Diambil RM n
= 4 buah

Diambil RM n
= 15 buah

Diambil
sampel n = 71
orang

Diambil
sampel n = 70
orang

Diambil
sampel n = 68
orang

Diambil sampel
n = 70 orang

Tempat penelitian, total n = 32 buah

Jumlah Sampel Konsumen, total n = 279 orang

Gambar 1 Bagan cara penarikan sampel

Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang akan dikumpulkan terdiri atas data primer. Data primer terdiri
dari : 1) Karakteristik pengunjung, meliputi usia, jenis kelamin, etnis, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, dan frekuensi makan di luar rumah 2) Karakteristik
restoran atau rumah makan yang meliputi cara penyajian makanan 3) Sisa
konsumsi nasi di rumah makan berdasarkan sisa konsumsi pengunjung rumah
makan.
Data karakteristik konsumen meliputi usia, jenis kelamin, etnis, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, dan frekuensi makan di luar rumah diperoleh melalui selfadministrated questionnaire. Karakeristik rumah makan yaitu cara penyajian nasi
diperoleh dengan pengamatan langsung terhadap rumah makan, sedangkan tingkat
kehilangan nasi di rumah makan diperoleh melalui metode food weighing
(penimbangan langsung) terhadap sisa konsumsi pengunjung tiap rumah makan
menggunakan timbangan makanan digital berkapasitas 5 kg dengan ketelitian 1 g.

5
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data
Peubah
Data Primer
Karakteristik pengunjung

Karakteristik rumah
makan
Tingkat kehilangan nasi di
rumah makan

1.
2.
3.
4.
5.

Indikator
Usia
Jenis Kelamin
Etnis
Pendidikan
Pekerjaan
Pendapatan
Frekuensi
makan di luar
Cara penyajian
nasi
Sisa nasi
pengunjung

Alat dan cara
pengumpulan
Self-administrated
questionnaire

Pengamatan langsung
Penimbangan
langsung dengan alat
timbang makanan
digital

Tahapan dalam menghitung sisa nasi di setiap rumah makan/restoran di
bagan sebagai berikut:
Sisa nasi pada piring konsumen/ pengunjung dipisahkan atau dibersihkan dari sisa
makanan lain.
Kemudian sisa nasi tersebut dikumpulkan ke dalam kemasan plastik terpisah.
Kemasan plastik yang berisi sisa nasi tersebut kemudian diberi label berupa kode
responden.
Kemudian sisa nasi ditimbang menggunakan timbangan makanan digital.
Makanan yang ditimbang tersebut masih merupakan berat masak, sehingga untuk
mengetahui kehilangan pangan, berat masak perlu dikonversikan menjadi berat
mentah menggunakan faktor Dalam Mentah Masak (fDMM) untuk nasi tanpa
kuah (nasi kering). Faktor koreksi untuk nasi basah baik pada nasi basah santan
ataupun nasi basah bening adalah faktor koreksi dengan hasil penelitian Zetyra
(2012) yaitu 0.347 untuk nasi basah bening dan 0.376 untuk nasi basah santan.
Berat Mentah = Berat Masak x fDMM
Berat Mentah = Berat Masak x faktor konversi nasi kuah santan atau
nasih kuah bening (Zetyra 2012)

6. Sehingga sisa nasi ini merupakan berat nasi yang sudah disetarakan dengan berat
beras.
7. Setelah didapatkan berat mentah, kemudian sisa nasi setiap responden dikalikan
dengan frekuensi makan di luar dalam seminggu yang diperoleh dari hasil
pengisian kuesioner masing-masing responden. Kemudian hasilnya dijumlahkan
untuk mengetahui gram sisa per minggu.
8. Kemudian untuk menghitung perkiraan kehilangan nasi per tahun menggunakan
perkalian antara sisa per minggu dengan 52 minggu. Setelah itu dibagi total
responden untuk mengetahui gram sisa per kapita per tahun.

6
9. Lalu dihitung kehilangan zat gizi (energi dan protein) per kali makan akibat sisa
nasi. Perhitungan energi dan protein ini dilakukan dengan bantuan DKBM.
Kehilangan energi dan protein dari sisa nasi dirata-ratakan berdasarkan jumlah
responden dalam kelompok tiap rumah makan agar mengetahui kehilangannya per
kapita per kali makan. Kemudian setelah itu sisa dibandingkan terhadap Angka
Kecukupan Gizi (AKG).

Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007.
Data primer yang telah diperoleh diolah dengan tahapan-tahapan, meliputi editing,
coding, entri, dan cleaning untuk dianalisis selanjutnya. Data-data tersebut
selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan pada data
karakteristik konsumen/ pengunjung dengan menggunakan software SPSS version
16.0, sedangkan kehilangan nasi dan zat gizi baik energi dan protein diolah lebih
lanjut dengan menggunakan Microsof Excel 2007.

Definisi Operasional
Sampel adalah pengunjung pada rumah makan yang dipilih untuk mengetahui
karakteristik konsumen dari setiap rumah makan yang diteliti.
Objek Penelitian adalah konsumen pada beberapa jenis rumah makan tradisional
yang diteliti.
Tempat Penelitian adalah rumah makan tradisional yang ditentukan secara
purposive sampling.
Karakteristik konsumen adalah ciri khas pengunjung atau konsumen yang
memengaruhi pola konsumsi meliputi usia, jenis kelamin, etnis,
pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan frekuensi makan di luar rumah.
Rumah makan tradisional adalah setiap tempat usaha komersial yang ruang
lingkup kegiatannya menyediakan hidangan makanan dan minuman
tradisional.
Rumah makan besar adalah rumah makan dengan billing system yaitu sistem
pemungutan pajak yang menggunakan daftar harga jasa atau layanan
yang dibuat dan diisi oleh wajib pajak. Billing system ini yaitu besarnya
pajak dimasukkan pada kuitansi atau bon yang diberikan kepada
konsumen.
Rumah makan kecil adalah rumah makan yang menetapkan wajib pajak
membayar pajaknya 10 % dari omset penjualan. Sistem penetapan ini
pajak yang harus dibayarkan dan dibebankan kepada pengusaha atau
pemilik rumah makan.
Cara Penyajian Nasi adalah cara rumah makan memberikan pesanan nasi yang
dipesan oleh konsumen.
Sisa pangan konsumen adalah jumlah makanan yang berasal dari nasi yang
tersisa atau yang tidak habis dikonsumsi oleh konsumen pada saat makan
dari rumah makan yang diteliti, yang dinyatakan dalam g/kunjungan,

7
tidak termasuk sisa nasi dari bakul/ tempat penyajian yang digunakan lagi
oleh restoran.
Metode penimbangan langsung (food weighing) adalah metode yang digunakan
unuk mengukur/ menimbang sisa makanan setiap jenis hidangan masingmasing responden.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Rumah makan tradisional yaitu tempat makan yang menyediakan makanan
khas daerah. Saat ini bukan hanya munculnya restoran cepat saji (fast food) saja
yang telah mengubah budaya makan dan kebiasaan makan diluar rumah yang
dianggap sebagai gaya hidup modern dan global. Tetapi rumah makan tradisional
pun tidak kalah ramai. Dalam kurun waktu dua dasawarsa, restoran cepat saji dan
menu makanan luar negeri telah meramaikan dan menyingkirkan makanan khas
daerah Indonesia. Tetapi lambat laun karena permintaan konsumen, hidanganhidangan tradisional dapat memenuhi kebutuhan gaya hidup dan keinginan
masyarakat untuk berwisata kuliner hidangan khas Indonesia yang dikemas lebih
nyaman disebuah pusat gaya hidup (Murwani 2012). Rumah makan tradisional
seperti yang telah diketahui yaitu banyak sekali jenisnya. Jenis rumah makan
tradisional ini adalah suatu perwakilan dari beberapa etnis di Indonesia. Rumah
makan yang menjadi tempat penelitian yaitu rumah makan Sunda, rumah makan
Padang, rumah makan Jawa dan Warung Tenda yang berada di Kota Bogor.
Rumah makan Sunda adalah rumah makan yang menyuguhkan masakan priangan
yang bercitarasa khas tradisional masyarakat Sunda. Tempat penelitian yang
termasuk kedalam jenis rumah makan Sunda ialah Rumah Makan Bumbu Desa,
Rahat Cafe, Si Kabayan, Saung Kiray, Ibu Hj Cijantung Purwakarta, Timbel Lido,
Dapur Geulis, Nasi dulang, Aroma 4, Simpang Pandawa dan Pandawa Tiga.
Rumah makan tradisional ini berasal dari etnis Minang yang menyuguhkan
masakan Padang, masakan ini digunakan untuk memberi nama segala jenis
masakan yang berasal dari kawasan Minangkabau yang memiliki citarasa
masakan tersendiri yaitu rasa pedas. Rumah makan Padang yang menjadi objek
penelitian yaitu Rumah Makan Padang Trio Permai Besar, dan Trio Permai Kecil.
Untuk rumah makan tradisional lainnya yaitu rumah makan dari etnis Jawa.
Di rumah makan Jawa ini memiliki masakan khas yang berasal dari pulau Jawa
kecuali daerah Jawa Barat yang memiliki kekhasan khusus sebagai masakan sunda.
Objek penelitian rumah makan Jawa yaitu Rumah Makan Mbah Jingkrak, Soto
Karak, Sate Tegal Laka-laka dan Soto Lamongan Pandu.
Berbeda dengan ketiga rumah makan tradisional lainnya, rumah makan
Warung Tenda ini bukan merupakan salah satu rumah makan tradisional tetapi
jenis rumah makan ini merupakan tempat makan yang merupakan salah satu usaha
mikro di Kota Bogor yang berada dalam lingkup Kantor Koperasi dan Usaha
Mikro, Kecil dan Menengah (KKUMKM). Usaha Warung Tenda dapat dikatakan
telah memiliki jumlah konsumen yang banyak, dengan perputaran uang yang
relatif besar, dan adanya ciri khas kedaerahan. Banyak masyarakat yang

8
menjadikan usaha Warung Tenda sebagai mata pencaharian utama untuk
memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Usaha Warung Tenda di Kota Bogor
merupakan salah satu usaha mikro dengan omset yang relatif besar (Abidin 2011).
Objek penelitian rumah makan Warung Tenda terdiri dari Warung Tenda Lele
Bakar Malabar, Warung Tenda Satu, Warung Tenda Dua, Warung Tenda Tiga,
Warung Tenda Empat, Warung Tenda Lima, Warung Tenda Dua Jambu Satu dan
Dua, Warung Tenda Pasundan, Warung Tenda Soto Bogor Baraya, Warung Tenda
Tibelat, Warung Tenda Bu Yaya, Warung Tenda Bogor Bogarasa, Warung Tenda
Mas Yudi, Dan Warung Tenda Cibiuk Garut. Di bawah ini akan disajikan tabel
nama-nama rumah makan yang dijadikan tempat penelitian :
Tabel 2 Nama-nama rumah makan yang dijadikan tempat penelitian
Jenis RM
PADANG

SUNDA

Nama Rumah
Makan
Trio Permai Satu
Trio Permai Dua
Bumbu Desa
Rahat Cafe
Si kabayan
Saung Kiray
Hj Cijantung
Timbel Lido
Dapur Geulis
Nasi Dulang
Aroma 4
Simpang Pandawa
Pandawa Tiga

JAWA

Mbah Jingkrak
Soto Karak
Sate Tegal Lakalaka
Sate Lamongan

Jenis RM

Nama Rumah Makan

WARUNG Warung Tenda Lele Bakar
TENDA
Malabar
Warung Tenda 1
Warung Tenda 2
Warung Tenda 3
Warung Tenda 4
Warung Tenda 5
Warung Tenda Dua Jambu
Satu
Warung Tenda Dua Jambu
Dua
Warung Tenda Pasundan
Warung Tenda Soto Bogor
Baraya
Warung Tenda Tibelat
Warung Tenda Bu Yaya
Warung Tenda Soto Bogor
Bogarasa
Warung Tenda Soto Bogor
Mas Yudi
Warung Tenda Cibiuk Garut

Karakteristik Konsumen
Usia
Karakteristik usia responden akan disajikan pada Tabel 3 dibawah.
Karakteristik usia dibagi ke dalam empat kategori, yaitu usia < 20 tahun, 20─39
tahun, 40─59 tahun dan ≥ 60 tahun.
Tampak bahwa lebih dari sebagian responden pada rumah makan Sunda
(64.8%), rumah makan Jawa (57.4%) dan Warung Tenda (74.3%) adalah berusia

9
20─39 tahun. Berbeda karakteristik usia responden di ketiga rumah makan
tersebut, hampir setengah jumlah responden di rumah makan Padang (47.1%)
adalah berusia 40─59 tahun.
Tabel 3 Sebaran responden menurut usia dan jenis rumah makan
Usia
(tahun)
< 20
20─39
40─59
≥ 60
Total

RM Sunda
n
%
3
4.2
46
64.8
18
25.4
4
5.6
71
100

RM Padang
n
%
4
5.7
28
40
33
47.1
5
7.1
70
100

RM Jawa
n
%
8
11.8
39
57.4
18
26.5
3
4.4
68
100

Warung Tenda
n
%
3
4.3
52
74.3
12
17.1
3
4.3
70
100

Terlihat bahwa usia reponden secara umum adalah pada rentang usia 20─39
tahun dimana pada kisaran usia tersebut kebanyakan responden masih kuliah atau
sudah bekerja sehingga responden akan lebih memilih untuk makan di luar karena
keterbatasan waktu yang dimiliki dan juga karena dapat berkumpul dengan temanteman atau rekan kerja mereka (Gini 2012).
Jenis Kelamin
Karakteristik jenis kelamin dibagi menjadi pria dan wanita. Tabel 4
menunjukkan bahwa lebih dari setengah responden pada rumah makan Sunda
(52.1%) dan rumah makan Jawa (61.8%) berjenis kelamin wanita. Sedangkan
sebagian besar responden pada rumah makan Padang (80%) dan Warung Tenda
(64.3%) adalah pria.
Tabel 4 Sebaran responden menurut jenis kelamin dan jenis rumah makan
JK
Pria
Wanita
Total

RM Sunda
n
%
34
47.9
37
52.1
71
100

RM Padang
n
%
56
80
14
20
70
100

RM Jawa
n
%
26
38.2
42
61.8
68
100

Warung Tenda
n
%
45
64.3
25
35.7
70
100

Berdasarkan hasil terlihat bahwa wanita lebih sering melakukan kegiatan
konsumsi dengan teman atau keluarga di siang hari. Rumah makan yang lebih
ramai saat di siang hari adalah rumah makan Sunda dan rumah makan Jawa.
Berbeda dengan kedua rumah makan tersebut, pada rumah makan Padang atau
Warung Tenda, responden terbanyak adalah pria dimana citarasa masakan Padang
yang pedas yang lebih banyak digemari pria dan juga karena Warung Tenda yang
mulai ramai di sore hari sampai tengah malam sehingga lebih banyak responden
pria yang melakukan konsumsi di malam hari dan makan di Warung Tenda.
Etnis
Karakteristik etnis reponden menurut BPS (2010) dibedakan menjadi etnis
Sunda, Jawa, Tionghoa, Melayu, Minang dan lainnya. Berdasarkan tabel 5 di
bawah ini bahwa sebagian responden pada rumah makan Sunda (54.9%), rumah
makan Padang (44.3%), rumah makan Jawa (45.6%) dan Warung Tenda (45.7%)
adalah etnis sunda.

10
Hal ini menunjukan bahwa masih banyak masyarakat lokal yaitu masyarakat
etnis sunda yang tidak hanya menginginkan masakan asli daerah mereka saja,
tetapi mereka sudah bisa menerima citarasa masakan tradisional lainnya. Tidak
sedikit pula responden etnis jawa pada setiap jenis rumah makan.
Berbagai macam etnis di Indonesia akan memengaruhi citarasa masakan
khas daerah tempat mereka berasal. Kategori yang termasuk dalam kategori etnis
lainnya yaitu seperti etnis betawi, dayak, bugis dsb.
Tabel 5 Sebaran responden menurut etnis dan jenis rumah makan
Etnis
Sunda
Jawa
Tionghoa
Melayu
Minang
Lainnya
Total

RM Sunda
n
%
39
54.9
11
15.5
2
2.8
2
2.8
4
5.6
13
18.3
71
100

RM Padang
n
%
31
44.3
15
21.4
1
1.4
5
7.1
10
14.3
8
11.4
70
100

RM Jawa
n
%
31
45.6
21
30.9
4
5.9
12
17.6
0
0
12
17.6
68
100

Warung Tenda
n
%
32
45.7
18
25.7
3
4.3
5
7.1
0
0
12
17.1
70
100

Pendidikan
Karakteristik pendidikan responden dibagi kedalam enam kategori yaitu ≤
SLTA, D3, S1, S2, S3 dan lainnya. Terlihat dalam tabel 6 di bawah ini bahwa
sebagian besar responden pada rumah makan Sunda (46.5%), rumah makan Jawa
(52.9%) dan Warung Tenda (41.4%) adalah Sarjana. Berbeda dengan ketiga
rumah makan lainnya, sebagian besar responden pada rumah makan Padang
(54.3%) adalah ≤ SLTA.
Tabel 6 Sebaran responden menurut pendidikan dan jenis rumah makan
Pendidikan
≤ SLTA
D3
S1
S2
S3
Lainnya
Total

RM Sunda
n
%
19
26.8
11
15.5
33
46.5
5
7.0
1
1.4
2
2.8
71
100

RM Padang
n
%
38
54.3
2
2.9
20
28.6
7
10.0
2
2.9
1
1.4
70
100

RM Jawa
n
%
15
22.1
14
20.6
36
52.9
3
4.4
0
0
0
0
68
100

Warung Tenda
n
%
25
35.7
10
14.3
29
41.4
5
7.1
1
1.4
0
0
70
100

Hasil menunjukkan bahwa sudah ada responden memiliki tingkat
pendidikan tinggi yaitu pendidikan S2 maupun S3. Kategori pendidikan lainnya
yaitu seperti D1 dan D2.
Pekerjaan
Karakteristik pekerjaan responden dibagi kedalam lima kategori, yaitu
sebagai pelajar/mahasiswa, PNS, swasta, wiraswasta dan lainnya. Kategori
pekerjaan lainnya yaitu seperti Ibu Rumah Tangga (IRT), pegawai BUMN,
pensiunan dll. Berdasarkan tabel 7 di bawah ini bahwa sebagian besar responden
pada rumah makan Sunda (36.6%) adalah swasta. Namun, sebagian besar
responden pada rumah makan Padang (31.4%) dan Warung Tenda (30%) adalah

11
wiraswasta. Sedangkan sebagian besar responden pada rumah makan Jawa
(27.9%) adalah pelajar / mahasiswa dan sebagai swasta (27.9%).
Terlihat bahwa sebagian besar karakteristik pekerjaan responden di rumah
makan Padang adalah sebagai wiraswasta yang mana responden tersebut termasuk
dalam wiraswasta yang sukses meskipun hampir sebagian responden memiliki
pendidikan kurang dari SLTA atau setara SLTA.
Tabel 7 Sebaran responden menurut pekerjaan dan jenis rumah makan
Pekerjaan
Pelajar/mahasiswa
PNS
Swasta
Wiraswasta
Lainnya
Total

RM Sunda
n
10
12
26
12
11
71

%
14.1
16.9
36.6
16.9
15.5
100

RM Padang
n
7
16
19
22
6
70

%
10.0
22.9
27.1
31.4
8.6
100

RM Jawa
n
19
5
19
7
18
68

%
27.9
7.4
27.9
10.3
26.5
100

Warung
Tenda
n
%
13 18.6
11 15.7
17 24.3
21 30.0
8 11.4
70
100

Pendapatan
Karakteristik pendapatan responden per bulan dibagi kedalam empat
kategori yaitu pendapatan < 2 Juta rupiah, 2─3 Juta rupiah, 3─5 Juta rupiah dan ≥
5 Juta rupiah. Menurut Martianto dan Ariani (2004) bahwa variabel pendapatan
atau daya beli masyarakat merupakan faktor utama dalam kegiatan konsumsi
pangan. Terlihat pada tabel 8 di bawah bahwa sebagian besar responden pada
rumah makan Sunda (31%), rumah makan Jawa (41.2%) dan Warung Tenda
(35.7%) memiliki pendapatan < 2 Juta, sedangkan sebagian besar responden pada
rumah makan Padang (37.1%) memiliki pendapatan sebesar > 5 Juta. Hal ini
dikarenakan pada rumah makan Sunda, Jawa dan Warung Tenda memiliki harga
makanan yang lebih terjangkau dibandingkan harga makanan di rumah makan
Padang. Sebagian besar pengeluaran rata-rata penduduk Bogor dialokasikan untuk
makanan, pada tahun 2002 masyarakat Bogor mengeluarkan rata-rata 54.83 %
dari total pengeluarannya untuk memenuhi makanan dan hanya 45.17 % untuk
memenuhi kebutuhan non makanan (Maharani 2007).
Menurut Dumairy (1999) bahwa terdapat perbandingan yang besar antara
pengeluaran per kapita penduduk perkotaan terhadap penduduk pedesaan yang
cenderung konstan dari tahun ke tahun. sehingga pengeluaran orang kota hampir
selalu dua kali lipat pengeluaran orang desa. Jelaslah bahwa dari hal tersebut
mengapa semakin banyak rumah makan dan restoran yang lebih berkembang di
daerah perkotaan dibandingkan di pedesaan.
Tabel 8 Sebaran responden menurut pendapatan per bulan dan jenis rumah makan
Pendapatan
< 2 juta
2 ─ 3 juta
3 ─ 5 juta
> 5 juta
Total

RM Sunda
n
%
22 31.0
16 22.5
17 23.9
16 22.5
71
100

RM Padang
n
%
19 27.1
13 18.6
12 17.1
26 37.1
70
100

RM Jawa
n
%
28 41.2
12 17.6
14 20.6
14 20.6
68
100

Warung Tenda
n
%
25 35.7
11 15.7
15 21.4
19 27.1
70
100

12
Frekuensi Makan di Luar Rumah
Karakteristik frekuensi makan di luar rumah dibagi dalam tiga kategori
yaitu setiap hari, 2 sampai 4 kali dalam seminggu makan di luar, dan 1 sampai 3
kali makan di luar rumah dalam seminggu. Berdasarkan tabel 9 di bawah sekitar
setengah dari responden pada rumah makan Sunda (50.7%), rumah makan Jawa
(48.5%) dan Warung Tenda (51.4%) mengaku bahwa mereka setiap hari makan di
luar rumah. Sedangkan sebagian besar responden (47.1%) di rumah makan
Padang mengaku hanya 1─3 kali dalam seminggu makan di luar rumah.
Tabel 9 Sebaran responden menurut frekuensi makan di luar selama seminggu dan
jenis rumah makan
RM Sunda RM Padang
n
%
n
%
36 50.7
22 31.4

Frekuensi
Setiap hari
2

4
seminggu
1

3
seminggu
Total

x
x

RM Jawa
n
%
33 48.5

Warung Tenda
n
%
36 51.4

12

16.9

15

21.4

7

10.3

6

8.6

23

32.4

33

47.1

28

41.2

28

40.0

71

100

70

100

68

100

70

100

Studi yang dilakukan Warde dan Martens (2000) mengatakan bahwa
beberapa faktor yang memengaruhi tingginya frekuensi akses masyarakat terhadap
eating out adalah usia yang masih muda (disenangi kalangan muda), memiliki
pendapatan rumah tangga yang cukup untuk melakukan eating out, memiliki
status sosial tertentu dan juga hal sebab belum memiliki pasangan.
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah dan jenis
rumah makan atau restoran maka akan semakin banyak pula masyarakat yang
tertarik untuk mencoba atau mendatangi rumah makan tersebut. Maka jelaslah
setengah dari responden dari beberapa jenis rumah makan mengaku hampir setiap
hari makan di luar rumah. Hal ini juga dibuktikan Murwani (2012) bahwa saat ini
fenomena gaya hidup masyarakat urban adalah makan di luar rumah yang
didefinisikan sebagai kegiatan mengonsumsi makanan yang dilakukan di luar
rumah dan mengakibatkan menjamurnya restoran, cafe, foodcourt dan warung
makan. Sehingga tidaklah heran bahwa frekuensi makan di luar rumah dari
seluruh responden adalah setiap hari.
Meskipun hampir setengah dari jumlah responden di beberapa rumah makan
mengaku setiap hari makan di luar rumah tetapi tidak berhubungan dengan
pekerjaan responden. Begitupula menurut Furqon (2010) bahwa tidak terdapat
hubungan antara pekerjaan dengan frekuensi kunjungan konsumen terhadap
rumah makan. Tidak terlihat salah bahwa salah satu jenis pekerjaan mendominasi
banyaknya frekuensi kunjungan.

Kehilangan Pangan (Nasi)
Nasi merupakan hasil olahan beras yang merupakan bahan pangan pokok
penduduk Indonesia. Menurut Ariani (2010) konsumsi pangan pokok penduduk
Indonesia dari pola beragam pangan pokok sudah mengarah ke pola tunggal dan
ke arah beras sebagai pangan pokok. Hal ini juga disebutkan dalam penelitian

13
Atmanti (2010) bahwa partisipasi beras masih diatas 95% dari makanan pokok
masyarakat Indonesia. Namun menurut Surono (2001) memperkirakan tingkat
partisipasi konsumsi beras baik di kota maupun di desa, di Jawa maupun di luar
Jawa sekitar 97% hingga 100%. Hal ini menunjukkan bahwa 3% dari total Rumah
Tangga di Indonesia yang tidak mengonsumsi beras. Meskipun masih ada Rumah
Tangga di Indonesia tidak mengonsumsi beras, tetapi dapat dikatakan bahwa
konsumsi beras di Indonesia adalah menjadi prioritas penduduk.
Peningkatan kebutuhan pangan terbesar akan terjadi di negara-negara
berkembang, sedangkan peningkatan produksi pangan dunia akan bersumber dari
negara-negara maju (Krisnamurthi 2003). Kehilangan pangan nasi dalam rumah
tangga maupun rumah makan menjadi sangat penting dimana hal tersebut akan
dikaitkan dengan ketahanan pangan yang terutama terjadi di negara berkembang
dimana menurut Krisnamurthi (2003) penduduk negara berkembang hanya akan
mengonsumsi sereal kurang dari separuh dan mengonsumsi daging sepertiga
konsumsi penduduk negara maju.
Berdasarkan pada tabel 10 di bawah bahwa kehilangan nasi dari sisa
konsumen pada rumah makan Sunda adalah yang terbesar yaitu sebanyak 105.2
kg/tahun dan rata-rata sisa sebesar 1.5 kg/kap/tahun dengan total resonden
sebanyak 71 orang. Sisa nasi konsumen di Warung Tenda merupakan kehilangan
sisa nasi konsumen terbesar kedua yaitu sebanyak 78.3 kg/tahun dengan rata-rata
sisa sebesar 1.1 kg/kap/tahun dengan total responden sebanyak 70 orang.
Kehilangan sisa nasi konsumen di rumah makan Jawa dengan jumlah sampel
sebanyak 68 orang konsumen memiliki jumlah sisa nasi sebanyak 70.6 kg/tahun
dengan rata-rata sisa sebesar 1.0 kg/kap/tahun dan untuk kehilangan sisa nasi
konsumen pada rumah makan Padang yaitu sebanyak 37.9 kg/tahun dengan total
responden sebanyak 70 orang maka rata-rata sisa nasi sebesar 0.5 kg/kap/tahun.
Jumlah resonden dari rumah makan Sunda memiliki responden terbanyak, tetapi
sisa nasi yang dihasilkan pun terbanyak pula.
Hasil menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup jauh antara sisa
nasi konsumen dari rumah makan Sunda dengan sisa nasi konsumen dari rumah
makan Padang, hal ini dikarenakan memang di rumah makan Padang hanya
menyediakan porsi nasi yang cukup bagi konsumennya. Perhitungan sisa nasi dari
tiap jenis rumah makan terlampir pada lampiran 1 hingga 4.
Pola konsumsi masyarakat Indonesia dapat dikenali berdasarkan alokasi
penggunaannya. Secara garis besar dimana alokasi pengeluaran konsumsi
masyarakat digolongkan dalam dua kelompok penggunaan, yaitu pengeluaran
untuk makanan dan untuk bukan makanan. Pengeluaran konsumsi untuk makanan
jumlahnya hampir sebesar 56.86% dari seluruh pendapatan perkapitanya (Atmanti
2010).
Tabel 10 Jumlah dan rata-rata sisa nasi tiap jenis rumah makan
Rumah
Makan
RM Sunda
RM Padang
RM Jawa
Warung

Jumlah
responden
71
70
68
70

Jumlah
Jumlah
Rata-rata sisa
Rata-rata sisa
sisa
sisa
(g/kap/mnggu)
(kg/kap/tahun)
(g/mnggu)
(kg/tahun)
2 022.8
28.5
105.2
1.5
728.1
10.4
37.9
0.5
1 358.0
20.0
70.6
1.0
1 505.0
21.5
78.3
1.1

14
tenda
Pendapatan sebagian besar rumah tangga masyarakat di Indonesia masih
tergolong rendah, dan hal ini dapat digambarkan dengan besarnya jumlah
konsumsi masyarakat terhadap beras (Ariani & Ashari 2003). Menurut data
Susenas (2011) rata-rata konsumsi beras per kapita setahun masyarakat Indonesia
yaitu sebanyak 102.8 kg. Sehingga tingkat kehilangan beras untuk rumah makan
Sunda dalam setahun diperkirakan mencapai 1.5% dari total konsumsi beras per
kapita. Perkiraan tingkat kehilangan beras di rumah makan lainnya yaitu dari
rumah makan Padang, Jawa dan Warung Tenda yaitu sebesar 0.5%, 1.0%, dan
1.1%. Persentase kehilangan beras yang terjadi dari sisa nasi konsumen di rumah
makan Sunda tersebut sudah diatas 1 persen, maka dapat dikatakan bahwa
kehilangan beras tersebut sudah cukup banyak apabila dikalikan dengan jumlah
penduduk yang semakin meningkat setiap tahunnya dan jumlah frekuensi makan
di luar rumah penduduk yang semakin meningkat pula.
Masyarakat perkotaan yang sebagian besar memiliki pendapatan yang
tinggi cenderung akan mengurangi jumlah konsumsi beras dan beralih ke pangan
lain yang lebih mahal. Hal ini juga diduga menjadi penyebab bahwa masyarakat di
perkotaan yaitu konsumen dalam RM masih cukup banyak menyisakan nasi dari
konsumsi mereka. Sedangkan masyarakat dengan pendapatan rendah hanya dapat
mengandalkan kebutuhan energi dan proteinnya dari beras (Ariani & Ashari 2003).

Kehilangan Zat Gizi dari Sisa Nasi
Salah satu indikator untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan penduduk
adalah kecukupan gizi, yang dapat dihitung berdasarkan energi dan protein yang
dikonsumsi (Atmanti 2010). Salah satu sumber energi dan protein tersebut adalah
beras yang memiliki pangsa konsumsi energi dan protein sebesar lebih dari 55%
(Suryana 2003). Terlihat pada tabel 11 di atas bahwa kehilangan zat gizi energi
dan protein perkapita setiap kali makan dari sisa nasi konsumen dibandingkan
terhadap nilai Angka Kecukupan Gizi (AKG) standar Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi (WNPG) tahun 2004. Angka Kecukupan Enegi (AKE) konsumsi
rata-rata adalah sebesar 2000 kkal/kap/hari, sedangkan untuk Angka Kecukupan
Protein (AKP) adalah sebesar 52 g/kap/hari.
Tabel 11 Kehilangan zat gizi perkapita per kali makan dari sisa nasi menurut jenis
rumah makan
Zat Gizi
Energi
(kkal)
Protein
(g)

RM
Sunda

%
RM
AKG Padang

%
AKG

RM
Jawa

%
AKG

Warung
%
Tenda AKG

8.3

0.4

4.5

0.2

6.3

0.3

7.5

0.4

0.1

0.2

0.05

0.1

0.07

0.1

0.09

0.2

Kehilangan energi akibat sisa nasi konsumen paling besar yaitu di rumah
makan Sunda yaitu sebesar 8.3 kkal/kap/kali makan (0.4% terhadap AKE),
sedangkan kehilangan energi paling kecil yaitu dari sisa nasi konsumen di rumah

15
makan Padang sebanyak 4.5 kkal/kap/kali makan (0.2% terhadap AKE).
Kehilangan energi dari sisa nasi konsumen di Warung Tenda yaitu sebesar 7.5
kkal/kap/kali makan (0.4% terhadap AKE) dan disusul dengan kehilangan energi
di rumah makan Jawa yaitu sebanyak 6.3 kkal/kap/kali makan (0.3% terhadap
AKE). Selain kehilangan energi juga dihitung kehilangan zat gizi protein, untuk
kehilangan zat protein dari sisa nasi konsumen di rumah makan Sunda yaitu
sebesar 0.1 g/kap/kali makan (0.2% terhadap AKP), kehilangan zat protein di
rumah makan Padang yaitu sebesar 0.05 g/kap/kali makan (0.1% terhadap AKP).
Kehilangan zat protein di Warung Tenda yaitu sebesar 0.09 g/kap/kali makan
(0.2% terhadap AKP) dan kehilangan energi di rumah makan Jawa yaitu 0.07
g/kap/kali makan (0.1% terhadap AKP).
Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa beras merupakan makanan
pokok tetap yang mendominasi orang Indonesia, beras tetap menjadi dominan
dalam pemilihan makanan pokok karena beras lebih baik sebagai sumber energi
maupun zat gizi dibandingkan dengan jenis makanan pokok lainnya dan beras
juga menjadi sumber protein yang utama yaitu mencapai sekitar 40%. (Tambunan
2001). Oleh karena kehilangan zat gizi baik energi maupun protein dari sisa nasi
sudah selayaknya harus diminimalkan karena hasil menunjukkan bahwa
kehilangan kalori hampir 10% dari rata-rata orang tiap kali makan.
Berdasarkan hasil kehilangan zat gizi dari sisa nasi konsumen maka
diperlukan program penyuluhan gizi kepada penyelenggara dan pelayanan
makanan. Evaluasi sisa makanan ini nantinya akan dijadikan sebagai suatu proses
untuk menilai kuantitas dari porsi makanan yang disediakan oleh penyelenggara
makanan. Semakin banyak nasi yang tersisa dalam suatu penyelenggara makanan
maka diperlukan koreksi dalam menetapkan porsi yang ideal sehingga dapat
mengurangi sisa nasi pada suatu penyelenggara makanan. Semakin banyak bahan
pangan yang ingin di konsumsi dalam suatu penyelenggara makanan maka
sebaiknya harus memperkirakan seberapa banyak juga kemungkinan sisa yang
akan terjadi. Oleh karena itu maka hal ini dapat mengurangi penyebab dari
kehilangan zat gizi dari nasi di setiap rumah makan.

Kaitan Perbedaan Cara Penyajian dengan Sisa Nasi
Penyajian makanan merupakan perlakuan terakhir dalam penyelenggaraan
makanan dan merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang
disajikan. Penampilan makanan waktu disajikan akan merangsang indera
penglihatan yang berkaitan dengan citra makanan tersebut. Ada tiga hal pokok
yang harus diperhatikan dalam penyajian makanan agar dapat membangkitkan
selera makan yaitu pemilihan alat yang digunakan, cara menyusun makanan
dalam tempat penyajian makanan serta penghias hidangan (Moehyi 1992). Cara
penyajian makanan diduga dapat menjadi penyebab banyaknya sisa makanan
konsumen dan merupakan salah satu atribut yang penting dalam kepuasan
konsumen. Atribut mutu produk seperti yang telah diketahui sebelumnya yaitu
terdiri atas cita rasa, porsi, variasi, menu dan harga (Furqon 2010). Sehingga dapat
dikatakan bahwa cara penyajian makanan pun merupakan hasil dari mutu produk
yang ditawarkan kepada konsumen. Cara penyajian makanan merupakan faktor

16
yang perlu mendapat perhatian dalam mempertahankan penampilan dari makanan
yang disajikan (Depkes RI 2003).
Rumah makan Sunda, rumah makan Padang, rumah makan Jawa dan
Warung Tenda memiliki cara penyajian makanan yang berbeda-beda. Dwiyanti
(2003) menyatakan bahwa setiap jenis rumah makan yang membawa khas daerah
masing-masing memiliki cara penyajian makanan yang berbeda-beda. Dari ke
empat objek penelitian tersebut rumah makan Sunda adalah salah satu rumah
makan yang memiliki ciri khas dalam hal cara penyajian nasi. Cara penyajian nasi
di rumah makan ini yaitu dengan menggunakan bakul*1) nasi. Selain itu, khas lain
dari cara penyajian makanan di rumah makan Sunda ialah menggunakan konsep
prasmanan. Konsep prasmanan seperti ini yaitu dengan memperlihatkan
keseluruhan menu agar konsumen dapat memilih langsung menu yang ingin di
konsumsi. Cara penyajian nasi lainnya di rumah makan ini yaitu nasi disajikan
dalam piring nasi disajikan bersama lauk pauk didalam satu piring. Berbeda
dengan lauk pauk, maka sayuran yang berkuah akan disajikan terpisah dengan
menggunakan mangkuk. Berat nasi dalam satu bakul nasi di salah satu rumah
makan Sunda yang diperuntukan untuk 3 hingga 5 orang adalah 924 g, oleh
karena itu dapat dikatakan bahwa berat rata-rata nasi untuk satu orang konsumen
1)
Bakul (bahasa
Boboko
(Sunda) adalah
kerajinan
yang
berguna
di* rumah
makanIndonesia)/
Sunda yang
menggunakan
carasejenis
penyajian
nasitangan
dengan
bakul
nasi
sebagai
wadah
yang
dibuat
dari
anyaman
bambu
yang
sedemikian
rupa.
yaitu 185 g. Sedangkan untuk rumah makan Sunda yang menyajikan nasi dengan
piring yaitu memiliki berat nasi 178 g. Menurut Stenhuis et al. (2009), bahwa
semakin besar porsi, semakin tinggi pula intik makanan. Oleh karena nasi yang
disajikan banyak maka akan meningkatkan pula konsumsi, sehingga kemungkinan
konsumen dalam menyisakan nasi juga lebih besar.
Terlihat pada tabel di bawah bahwa rumah makan Sunda yang belum
menetapkan porsi standar nasi apabila dilihat dari cara penyajian nasi
menggunakan bakul nasi adalah rumah makan Bumbu Desa, rumah makan Rahat
Cafe, rumah makan Si Kabayan, dan rumah makan Hj Cijantung Purwakarta. Hal
ini karena apabila menyajikan nasi dengan menggunakan bakul nasi dalam meja,
maka porsi nasi setiap orang/ konsumen tidak ditakar sehingga kemungkinan akan
menimbulkan porsi nasi yang berbeda-beda untuk masing-masing konsumen.
Salah satu dari ke-4 rumah makan tersebut, nasi tidak selalu disajikan
menggunakan bakul nasi, tetapi tergantung dari permintaan konsumen dalam
pemesanan apakah ingin disajikan dalam bakul nasi ataupun dalam piring makan.
Sisa nasi yang ada dalam bakul nasi di ketiga rumah makan akan dibuang sebagai
sisa, tetapi tidak untuk salah satu rumah makan. Sisa nasi dalam bakul di rumah
makan tersebut dapat digunakan kembali oleh pegawai/karyawan yang ingin
memakannya.
Tabel 12 Rumah makan sunda dan standar porsi
Rumah Makan
Sunda Besar
BD
Sunda Kecil
RC
SK
Ski

Ditakar
Ya

Tidak






17
HC
TL
DG
ND
AE
SP
PT