Populasi Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) dan Musuh Alaminya pada Tanaman Pepaya di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor

POPULASI KUTU PUTIH PEPAYA Paracoccus marginatus
Williams & Granara de Willink (HEMIPTERA:
PSEUDOCOCCIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA
TANAMAN PEPAYA DI KECAMATAN DRAMAGA DAN
RANCABUNGUR, KABUPATEN BOGOR

AISAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

ABSTRAK
AISAH. Populasi Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara
de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) dan Musuh Alaminya pada Tanaman
Pepaya di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor. Dibimbing
oleh PUDJIANTO dan DEWI SARTIAMI.
Kutu putih pepaya P. marginatus adalah hama penting di Indonesia yang
memiliki daya rusak tinggi. Di tempat asalnya, populasi hama P. marginatus
dapat dikendalikan oleh berbagai jenis musuh alaminya. Keberadaan musuh alami

sangat penting untuk mengendalikan kutu putih pepaya. Namun, pemanfaatan
musuh alami saat ini belum pernah diterapkan di lapangan, karena informasi
mengenai musuh alami kutu putih pepaya masih sedikit. Oleh karena itu
pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui populasi kutu putih pepaya
dan musuh alaminya perlu dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
populasi kutu putih pepaya dan musuh alaminya di Kecamatan Dramaga dan
Rancabungur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan Desa Babakan, Desa
Cikarawang, dan Desa Caringin di Kecamatan Dramaga, serta Desa Rancabungur
dan Desa Pasir Gaok di Kecamatan Rancabungur dilakukan secara acak. Sampel
di Kecamatan Dramaga diambil dari tanaman pepaya di pekarangan. Sampel
tanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur diambil dari tanaman kebun yang
dilakukan dengan pola diagonal. Daun pepaya yang diamati adalah daun nomor 4
yang dihitung dari bawah. Penghitungan populasi kutu putih pepaya dan musuh
alaminya dilakukan di laboratorium. Jumlah populasi kutu putih pepaya
ditemukan lebih banyak pada tanaman pepaya di Kecamatan Dramaga. Musuh
alami yang ditemukan di lapangan adalah Acerophagus papayae, parasitoid famili
Encyrtidae, dan kumbang Cryptolaemus montrouzieri. Selain parasitoid dan
predator, ditemukan pula cendawan Entomophthorales yang menyerang kutu putih
dan serangga hiperparasitoid yang menyerang Acerophagus papayae.
Kata Kunci : P. marginatus, musuh alami, pepaya


POPULASI KUTU PUTIH PEPAYA Paracoccus marginatus
Williams & Granara de Willink (HEMIPTERA:
PSEUDOCOCCIDAE) DAN MUSUH ALAMINYA PADA
TANAMAN PEPAYA DI KECAMATAN DRAMAGA DAN
RANCABUNGUR, KABUPATEN BOGOR

AISAH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Judul Skripsi : Populasi Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Williams &
Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) dan Musuh

Alaminya pada Tanaman Pepaya di Kecamatan Dramaga dan
Rancabungur, Kabupaten Bogor
Nama

: Aisah

NIM

: A34060711

Program Studi : Proteksi Tanaman

Disetujui

Pembimbing I

Pembimbing II

Dr.Ir. Pudjianto, M. Si.


Dra. Dewi Sartiami, M. Si

NIP. 19580825 198503 1 002

NIP. 19641204 199103 2 001

Diketahui
Ketua Departemen

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M. Si.
NIP. 19650621 198910 2 001

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa
Ta’ala yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul ”Populasi Kutu Putih Pepaya Paracoccus
marginatus Williams & Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae) dan
Musuh Alaminya Pada Tanaman Pepaya di Kecamatan Dramaga dan

Rancabungur, Kabupaten Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan pada bulan Juni hingga Oktober 2011,
bertempat di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, serta di Laboratorium
Bioekologi Parasitoid dan Predator, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Dana penelitian berasal dari dana pribadi.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Pudjianto, M. Si. dan
Dra. Dewi Sartiami, M. Si., selaku dosen pembimbing dan Dr. Ir. Widodo, M. Si.,
selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan bimbingan, arahan, dan ilmu
yang bermanfaat. Dr. Ir Abdul Muin Adnan, M. Si., selaku pembimbing
akademik dan Ir. Djoko Prijono M.Agr.Sc. atas saran dalam perbaikan penulisan
skripsi. Kepada Dr. Ir. Irmansyah, M. Si., selaku Kepala BPA Asrama TPB IPB
yang telah memberikan semangat dan kasih sayangnya selama penulis tinggal di
Asrama Putri TPB IPB. Terima kasih kepada keluarga tercinta, Ayahanda
Mansyur dan Ibunda Yayah tercinta, kakak (Iis Hasanah, Memed, Euis Hanipah,
Rudiyanto, Rahmat, Ina, Lina, M. Faizin, Yakub, Rahmah, Suryadi, dan Idris) dan
adik ‘Aka yang telah memberikan semangat, do’a, cinta, dan kasih sayangnya.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Mba Nita, Novicha
Sofriani, Fitri Kemala Sandra, Weny Rosmaya, Indri Ahdiaty, Didah faridah, Susi
Sutardi, Aria Yudan Tara, Eka Praditya Juniar, Dhyaudzdzikrillah, Seztifa

Miyasiwi, Dian Hermawati, Yusnia Purwaningrum, Nisrina Kharisma, Neneng,
Noni Khusnayati, Elvira N., Rosyidamayanti, Arifah Rizqiani, Syafitri Hidayati,
Yeni Rahma W., Lindasari, Anriani, Aslimah, Wulan, Ita Nita Amalia, Andi
Rusmia S., Erri Dwi H., Febri Subhan, Diki Septerian, Bayu Candra W., Jenal,
Heru, M. Habibullah, Kusmanto, M. Majid, M. Yusuf, Aminudi, Hasan, keluarga
besar Senior Resident Asrama Putri TPB IPB, teman-teman Departemen Proteksi
Tanaman Angkatan 43, teman-teman Rumah Cahaya (Agista, Ana, Ayu, Dhani,
Dita, Fatimah, Feni, Ical, Susi, Nana, Risti, mba Munzilah, dan mba Luluk),
mahasiswi lorong 8 dan 9 Asrama Putri TPB IPB Angkatan 47, serta kepada
semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas bantuan, nasihat,
motivasi, dan pengalaman terindah yang tidak akan pernah penulis lupakan.
Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2012

Aisah

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 1988 sebagai putri ke

delapan dari sembilan bersaudara dari pasangan Bapak Mansyur dan Ibu Yayah.
Penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 43 Jakarta.
Pada tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui
jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007, setelah
menjalani masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis diterima di
Departemen Proteksi Tanaman (PTN) Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa, penulis memiliki pengalaman menjadi asisten
praktikum pada matakuliah Pendidikan Agama Islam pada 3 semester berturutturut (semester genap 2008/2009, semester ganjil 2009, dan semester genap
2009/2010) dan pada matakuliah Dasar-dasar Proteksi Tanaman pada semester
genap 2009/2010.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota dan pengurus
KAMMI IZUDDIN AL QASSAM periode 2007-2008, LDF FKRD-A pada
periode 2007-2008, dan sebagai Senior Resident Asrama TPB IPB pada periode
2009-2010. Penulis pernah menjadi panitia pada kegiatan Masa Perkenalan
Departemen (MPD) Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB tahun 2008, Masa
Perkenalan Fakultas (MPF) Pertanian IPB tahun 2008, Field Trip Mahasiswa
Departemen Proteksi Tanaman Ke Yogyakarta ”SMART PTN 43” tahun 2010,
serta pada kegiatan-kegiatan Asrama TPB IPB tahun 2009-2010.

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .…………………………………………...................

ix

DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………

x

DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………

xi

PENDAHULUAN ………………………………………………………
Latar Belakang ……………………………………………………….
Tujuan ………………………………………………………………..
Manfaat Penelitian ……………………………………………….......

1
1

2
2

TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………….
Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus …………………………
Daerah Persebaran …..……………………………………………
Kisaran inang ……………………………………………………..
Morfologi …………………………………………………………
Siklus Hidup ………………………………………………...........
Gejala Kerusakan …………………………………………………
Musuh Alami Paracoccus marginatus ………………………………
Acerophagus papayae Noyes & Schauff ………………………...
Anagyrus loecki Noyes & Menezes ……………………………...
Pseudleptomastrix Mexicana Noyes & Schauff ………………….
Cryptolaemus montrouzieri Mulsant ……………………………..
Scymnus spp. ……………………………………………………...
Curinus coeruleus ………………………………………………...
Chilocorus sp. …………………………………………………….
Cendawan Entomophthorales …………………………………….


3
3
3
3
4
5
6
7
8
9
10
10
11
11
12
12

BAHAN DAN METODE ……………………………………………….
Tempat dan Waktu Penelitian …..……………………………………
Bahan dan Alat ………………………………………………………

Metode Penelitian ……………………………………………………

13
13
13
14

HASIL DAN PEMBAHASAN …..……………………………………..
Kondisi Umum Lokasi Penelitian ……………………………………
Lahan Pepaya di Kecamatan Dramaga ………………………………
Lahan Pepaya di Kecamatan Rancabungur ………………………….
Persentase Serangan Paracoccus marginatus ………………..………
Populasi Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus………………...
Musuh Alami Paracoccus marginatus ………………………………
Parasitoid Acerophagus papayae …………………………………
Parasitoid Lain ……………………………………………………
Kumbang Cryptolaemus montrouzieri ……………………………
Cendawan ………………………………………………………...

16
16
16
17
21
23
25
25
27
27
28

Halaman
KESIMPULAN …………………………………………………............

29

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………...

30

LAMPIRAN …………………………………………………………….

33

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1

Persentase tanaman yang terserang kutu putih pepaya di
Kecamatan Dramaga dan Rancabungur..………………………..

21

2

Rata-rata persentase daun yang terserang kutu putih pepaya di
Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Rancabungur..…………...

21

3

Rata-rata populasi kutu putih pepaya P. marginatus pada
tanaman pepaya di Kecamatan Dramaga..………………………

23

4

Rata-rata populasi kutu putih pepaya P. marginatus pada
tanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur..………………….

23

5

Rata-rata populasi kutu putih pepaya pada beberapa umur
tanaman di Kecamatan Dramaga..………………………………

24

6

Rata-rata populasi kutu putih pepaya pada varietas California,
Bangkok, dan Taiwan di Kecamatan Dramaga..………………..

24

7

Rata-rata populasi musuh alami yang ditemukan di Kecamatan
Dramaga dan Rancabungur..…………………………………….

25

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1

Imago Paracoccus marginatus .………………………………..

5

2

Siklus hidup Paracoccus marginatus …………..……………...

6

3

Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan Paracoccus
marginatus pada daun papaya ….................................................

7

4

Imago kumbang Cryptolaemus montrouzieri ..…………………

11

5

Alat yang digunakan dalam penelitian ………………………...

13

6

Pola diagonal untuk penarikan contoh pada kebun pepaya di
Kecamatan Rancabungur ............................................................

15

Lahan pepaya di Desa Rancabungur Kecamatan Rancabungur
………………………………………………………………......

19

8

Lahan pepaya di Desa Pasir Gaok Kecamatan Rancabungur ….

20

9

Serangan hama kutu putih pepaya ……………………………..

22

10

Parasitoid A. papayae …………………….….............................

26

11

Imago Encyrtidae ........................................................................

27

12

Imago hiperparasitoid .................................................................

27

13

Nimfa P. marginatus yang terinfeksi cendawan ……………….

28

7

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1

Curah hujan harian bulan Juni hingga Oktober di Kecamatan
Dramaga ………………………………………………………..

34

2

Curah hujan harian bulan Juni hingga Oktober di Kecamatan
Rancabungur …………………………………………………

35

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pepaya (Carica pepaya L.) merupakan salah satu komoditas buah yang
digemari oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia karena rasanya yang manis
dan menyegarkan. Menurut Badan Pusat Statistik (2010), dari data Direktorat
Jendral Bina Hortikultura, produksi pepaya selama lima tahun terakhir ini
termasuk dalam kelompok tiga besar produksi buah-buahan setelah mangga dan
jeruk.
Selama masa pertumbuhannya tanaman pepaya banyak mendapatkan
gangguan, baik hama maupun penyakit tanaman yang dapat menurunkan
produksinya. Hama baru yang menjadi masalah penting pada pertanaman pepaya
di Indonesia adalah kutu putih pepaya Paracoccus marginatus William & Granara
de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). Sejak ditemukan pertama kali pada
bulan Mei tahun 2008 di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, hama ini telah menyebar
ke berbagai sentra produksi pepaya di Indonesia (Rauf 2008; 2009).
Kutu putih pepaya adalah hama polifag dan paling banyak menimbulkan
kerusakan pada tanaman pepaya. Selain pada tanaman pepaya, hama ini
menimbulkan kerusakan berat pada tanaman kamboja, kembang sepatu, dan ubi
kayu (Walker et al. 2003). Secara umum, tumbuhan inang P. marginatus meliputi
anggota famili Acanthaceae, Annonaceae, Apocynaceae, Arecaceae, Caricaceae,
Convolvulaceae,
Malvaceae,

Euphorbiaceae,

Poaceae,

Fabaceae,

Polygonaceae,

Lauraceae,

Rubiaceae,

Malpighiaceae,

Rutaceae,

Solanaceae,

Sterculiaceae, dan Verbenaceae (Ben-Dov 2010).
Populasi kutu putih pepaya apabila tidak dikendalikan dan ditekan dapat
menyebabkan hasil panen menurun hingga 58% dan biaya produksi meningkat
84%. Peningkatan biaya produksi terjadi karena meningkatnya penggunaan
pestisida untuk mengendalikan populasi kutu putih pepaya (Ivakdalam 2010).
Keberadaan populasi kutu putih pepaya dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu
faktor abiotik dan biotik, seperti temperatur, kelembapan,

kesuburan

pertumbuhan tanaman dan ukuran tanaman (Amarasekare et al. 2008).
Temperatur merupakan salah satu faktor abiotik yang mempengaruhi persebaran

2

dan

kelimpahan

kutu

putih

pepaya.

Temperatur

dapat

mempengaruhi

perkembangan serangga, dinamika populasi hama dan musuh alaminya (Huffaker
et al. 1999). Keberadaan musuh alami sangat penting untuk mengendalikan kutu
putih pepaya. Namun, pemanfaatan musuh alami saat ini belum pernah diterapkan
di lapangan karena informasi mengenai populasi dan musuh alaminya masih
sedikit. Pengamatan langsung di lapangan untuk mengetahui populasi kutu putih
pepaya dan musuh alaminya masih perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui populasi kutu putih pepaya P.
marginatus dan musuh alaminya di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
musuh alami yang berpotensi menekan populasi P. marginatus di lapangan.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus
Daerah Persebaran
Kutu putih pepaya Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink
merupakan hama yang berasal dari Meksiko. Kutu putih pepaya pertama kali
dikoleksi di Meksiko pada tahun 1955 dan dideskripsikan pada tahun 1992 oleh
Williams dan Granara de Willink (Muniappan et al. 2008). Sejak tahun 1992
hingga 2000, hama tersebut telah menyebar ke Amerika Tengah, Kepulauan
Karibia, Florida, dan Amerika Selatan tropis. Hama tersebut ditemukan telah
berkembang di wilayah Pasifik antara lain di Guam pada tahun 2002, di Republik
Palau pada tahun 2003, dan di Kepulauan Hawaii pada tahun 2004 (Walker et al.
2003; Tanwar et al. 2010).
Kutu putih pepaya telah dilaporkan menyebar di Asia Tenggara dan Selatan
antara tahun 2007 dan 2010. Pada tahun 2007, hama tersebut telah ditemukan di
India (Tanwar et al. 2010). Pada tahun 2008, hama tersebut dilaporkan ditemukan
pertama kali di Indonesia, tepatnya di Kebun Raya Bogor pada bulan Mei
(Muniappan et al. 2008). Pada tahun 2010, hama tersebut ditemukan di Kamboja,
Thailand, dan Filipina (Muniappan 2010).
Menurut Sartiami et al. (2009a) pertanaman pepaya di Bogor, Kota Bogor,
Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Tangerang, termasuk
Propinsi DKI Jakarta telah terinfestasi hama kutu putih pepaya. Sementara itu, dua
kabupaten di sekitar Bogor yang belum terinfestasi hama tersebut adalah
Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Lebak.

Kisaran Inang
Menurut Miller & Miller (2002) dan Walker et al. (2003) P. marginatus
memiliki lebih dari 25 genus tanaman inang, diantaranya tanaman yang memiliki
nilai ekonomi tinggi seperti pepaya, jeruk, alpukat, terong, kembang sepatu, dan
kamboja. Di Indonesia, hama tersebut dilaporkan menyerang 21 spesies tanaman
dari beberapa famili seperti Caricaceae, Fabaceae, Aracaceae (talas-talasan),
Cucurbitaceae

(labu-labuan),

Malvaceae

(kapas-kapasan),

Convolvulaceae

4

(kangkung-kangkungan), Myrtaceae (jambu-jambuan), Moraceae, Rubiaceae, dan
Apocynaceae (Sartiami et al. 2009a).
Selain menyerang tanaman pertanian, kutu putih pepaya juga menyerang
gulma, yaitu Abutilon indicum, Achyranthus aspera, Cleome viscosa, Commelina
benghalensis, Convolvulus arvensis, Euphorbia hirta, Phyllanthus niruri, Leucas
aspera, Ocimum sanctum, Parthenium hysterophorus, Tridax procumbens,
Trianthema portulacastrum, dan Canthium inerme (Tanwar et al. 2010).

Morfologi
Kutu putih pepaya memilliki telur berwarna kuning kehijauan di dalam
kantung telur (ovisac) yang panjangnya dua kali lipat atau lebih daripada panjang
tubuhnya. Keseluruhan kantung telur ditutupi oleh lilin putih (Miller & Miller
2002).
Nimfa kutu putih pepaya instar pertama disebut crawler dan belum dapat
dibedakan jenis kelaminnya. Panjang tubuh nimfa instar pertama adalah rata-rata
0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,5 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,2 mm dengan
kisaran 0,2-0,3 mm (Miller & Miller 2002).
Nimfa kutu putih pepaya instar kedua sudah dapat dibedakan jenis
kelaminnya dengan melihat warna tubuhnya. Nimfa instar dua jantan tubuhnya
berwarna merah muda, sedangkan yang betina berwarna kuning. Kutu putih
pepaya instar kedua memiliki panjang tubuh rata-rata 0,7 mm dengan kisaran 0,50,8 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,4 mm dengan kisaran 0,3-0,5 mm (Miller &
Miller 2002).
Kutu putih pepaya instar ketiga betina memiliki panjang rata-rata 1,1 mm
dengan kisaran 0,7-1,8 mm dan lebar tubuh rata-rata 0,7 mm dengan kisaran 0,31,1 mm (Miller & Miller 2002). Secara umum kutu putih pepaya instar ketiga
betina ukuran tubuhnya lebih besar dan lebih lebar dibandingkan dengan yang
jantan (Friamsa 2009).
Imago betina memiliki permukaan tubuh yang dilapisi oleh lilin putih tipis,
memiliki rangkaian filamen lilin di sekitar tepi tubuh bagian posterior yang
berukuran 1/4 kali panjang tubuhnya dan tidak memiliki sayap (Gambar 1A).
Panjang tubuh imago betina rata-rata 2,2 mm dengan kisaran 1,5-2,7 mm dan

5

lebar tubuh rata-rata 1,4 mm dengan kisaran 0,9-1,7 mm (Miller & Miller 2002).
Imago betina biasanya meletakkan 100-600 telur dalam satu kantung telur
(ovisac). Peletakan telur biasanya berlangsung dalam 10 hari, dan pada hari
kesepuluh nimfa instar satu atau crawler sudah mulai aktif mencari makan
(Walker et al. 2003).
Imago jantan berwarna merah muda, terutama pada masa pra pupa dan pupa,
sedangkan pada saat instar pertama dan kedua berwarna kuning. Panjang tubuh
imago jantan rata-rata 0,6 mm dengan kisaran 0,5-1,0 mm dan lebar tubuh 0,3 mm
dengan kisaran 0,2-0,6 mm (Gambar 1B). Imago jantan memiliki antena dengan
10 segmen, aedagus terlihat jelas, memiliki sejumlah pori lateral dan sayap
berkembang dengan baik (Miller & Miller 2002).

A
B
Gambar 1 Imago Paracoccus marginatus (A, betina; B, jantan; Sumber:
Walker et al. 2003)

Siklus Hidup
Kutu putih pepaya betina dan jantan memiliki tahapan perkembangan hidup
yang berbeda (Gambar 2). Kutu putih pepaya betina mengalami metamorfosis
paurometabola (metamorfosis bertahap), yaitu terdiri dari stadium telur, stadium
nimfa yang terdiri dari instar pertama hingga ketiga, dan stadium imago yang

6

tidak memiliki sayap. Waktu yang dibutuhkan dalam menyelesaikan satu generasi
adalah sekitar satu bulan dan bergantung pada temperatur. Kutu putih pepaya
jantan mengalami metamorfosis holometabola (metamorfosis sempurna), yaitu
terdiri dari stadium telur, stadium nimfa yang terdiri dari instar pertama, instar
kedua, instar ketiga yang disebut prapupa, dan instar keempat berupa pupa, dan
stadium imago yang memiliki sepasang sayap (Tanwar et al. 2010).

Waktu penetasan
10 hari
Instar 1

Ovisac
150-600 telur

Siklus hidup
Betina 24-26 hari
Jantan 27-30 hari
Pada 25ºC & RH 65%
Instar 2

Jantan

Betina

Instar 3

Instar 4

Gambar 2 Siklus hidup Paracoccus marginatus (Sumber: Tanwar et al. 2010)

Gejala Kerusakan
Koloni kutu putih pepaya biasanya ditemukan di permukaan bawah daun
dan terdapat di sekitar tulang daun. Kutu putih pepaya merusak tanaman inang
dengan cara menghisap cairan tanaman yang terdapat pada pembuluh floem. Daun
tanaman yang terserang P. marginatus pada umumnya menjadi berkerut, dan jika
serangannya berat menyebabkan daun menjadi kuning, kering, dan akhirnya
gugur. Selain daun, P. marginatus juga menyerang bagian batang, pucuk, dan
buah. Serangan kutu putih pepaya pada pucuk

menyebabkan daun menjadi

mengkerut dan keriting dan akhirnya mati (Gambar 3). Serangan kutu putih

7

pepaya mengakibatkan bunga dan buah pepaya gugur sebelum waktunya. Selain
menyebabkan kerusakan pada daun, batang, buah, dan bunga, kutu putih pepaya
menghasilkan embun madu yang dapat memicu tumbuhnya cendawan jelaga.
Cendawan jelaga tumbuh dan berkembang menutupi permukaan daun sehingga
menghambat proses fotosintesis (Miller & Miller 2002; Muniappan et al. 2010).

Gambar 3 Gejala kerusakan yang ditimbulkan oleh serangan Paracoccus
marginatus pada daun papaya (Sumber: Walker et al. 2003)
Musuh Alami Paracoccus marginatus
Menurut Muniappan et al. (2006), musuh alami untuk kutu putih pepaya di
daerah asalnya di Meksiko adalah Acerophagus papayae Noyes and Schauff,
Anagyrus loecki Noyes and Menezes, Pseudoleptomastix mexicana Noyes and
Schauff. Coccinellid predator yang digunakan untuk mengendalikan kutu putih
adalah Cryptolaemus montrouzieri (Coleoptera: Coccinellidae).
Menurut Sartiami et al. (2009b), musuh alami untuk kutu putih pepaya yang
ditemukan di wilayah Bogor untuk golongan predator terdiri dari Ordo Diptera
dari Famili Syrphidae; Ordo Coleoptera dari Famili Coccinellidae; dan Ordo
Neuroptera dari Famili Chrysopidae. Dari golongan parasitoid yang ditemukan
adalah Ordo Hymenoptera dari Famili Encyrtidae, Braconidae, Scelionidae, dan

8

Eulophidae. Predator yang ditemukan dari wilayah Bogor sama dengan yang
ditemukan di Sukabumi yaitu Scymnus sp., Curinus coeruleus, Chilocorus sp. dan
Cryptolaemus montrouzieri.
Selain parasitoid dan predator, ditemukan juga cendawan yang menyerang
kutu putih pepaya. Cendawan yang ditemukan menginfeksi kutu putih pepaya
merupakan cendawan Ordo Entomophthorales (Keller dan Petrini 2007; Sartiami
et al. 2009a).

Acerophagus pepayae Noyes & Schauff
Parasitoid Acerophagus pepayae Noyes & Schauff termasuk ke dalam Ordo
Hymenoptera, Super Famili Chalcidoidea dan Famili Encyrtidae. Parasitoid A.
papayae dinamai berdasarkan inang kutu putih tersebut yaitu tanaman pepaya.
Parasitoid ini awalnya ditemukan pada P. marginatus di Meksiko dan
dideskripsikan untuk pertama kalinya oleh Noyes dan Schauff (2003).
Menurut Amarasekare (2007), parasitoid A. papayae dapat berkembang
pada nimfa kutu putih pepaya instar kedua, instar ketiga betina, dan imago betina
kutu putih pepaya. Tidak ada keturunan parasitoid yang muncul pada nimfa instar
pertama kutu putih pepaya. Parasitoid menyeleksi instar nimfa kutu putih pepaya
pada saat melakukan oviposisi ketika parasitoid diberikan pilihan. Tingkat
parasitisasi A. papayae tertinggi terjadi pada nimfa kutu putih instar kedua.
Imago A. papayae secara umum berwarna oranye pucat dengan sayap yang
transparan. Parasitoid A. papayae memiliki tipe telur encyrtiform, tipe larva
hymenopteriform dan tipe pupa eksarata. Persentase kemunculan tertinggi imago
parasitoid A. papayae, baik betina, jantan maupun keduanya yaitu pada kisaran
jam 06.00-09.00 dengan nilai persentase lebih dari 85 %. Lama hidup imago
betina yang diberi madu yaitu 7,55 hari dan lama hidup imago jantan yaitu 7,25.
Lama hidup imago betina dan jantan yang dipelihara tanpa madu berkisar antara
1-3 hari (Sutardi 2011). Siklus hidup A. papayae berkisar antara 13-15 hari
dengan siklus hidup parasitoid jantan yang lebih pendek bila dibandingkan dengan
siklus hidup parasitoid betina (Amarasekare 2007).
Imago jantan dan betina dapat dibedakan berdasarkan bentuk antena, warna
abdomen, dan alat kelamin. Imago betina memiliki antena yang terdiri dari 10

9

ruas (skapus, pedisel, 5 ruas funikel, dan 3 ruas klava) yang menggada pada
ujungnya, sedangkan imago jantan 8 ruas (skapus, pedisel, 5 ruas funikel, dan
klava yang tidak beruas). Abdomen imago betina umumnya mempunyai warna
yang lebih terang, sedangkan imago jantan berwarna lebih gelap pada bagian
dorsal tubuhnya. Alat kelamin imago parasitoid dibedakan dengan adanya
ovipositor pada imago betina di bagian ventral ujung abdomennya, sedangkan
imago jantan tidak (Sutardi 2011). Imago betina A. papayae memiliki ukuran
tubuh 0,85 mm, sedangkan imago jantan memiliki ukuran yang lebih kecil dari
imago betina yaitu 0,44-0,66 mm (Noyes dan Schauff 2003).
Parasitoid A. papayae merupakan serangga asli Meksiko, diperkenalkan
sebagai pengendali hayati kutu putih pepaya ke berbagai negara termasuk USA
(Florida, Peurto Riko, Hawaii), Palau, Sri Lanka, dan lain-lain. Secara tidak
sengaja parasitoid ini dimasukkan dan menetap di Maldives Asia Selatan. Telah
dilaporkan juga bahwa secara tidak sengaja parasitoid ini masuk dan menetap di
Bogor, Indonesia. Parasitoid ini diperkenalkan di India dan dilepas di lapangan
pada bulan Juli 2010 setelah dikarantina di Andhra Pradesh, Karnataka, Kerala,
Tamil Nadu, Maharashtra, dan Tripura (Muniappan 2010).

Anagyrus loecki Noyes & Menezes
Parasitoid Anagyrus loecki Noyes & Menezes merupakan parasitoid yang
berasal dari Ordo Hymenoptera dan famili Encyrtidae. Imago betina A. loecki
memiliki tubuh dengan ukuran antara 1,45-1,75 mm, sedangkan imago jantan
memiliki tubuh dengan ukuran antara 0,95-1,10 mm. Imago betina A. loecki
memiliki tubuh berwarna jingga dan antena berwarna hitam dengan warna putih
pada bagian 1/3 distal. Imago jantannya berwarna coklat kehitaman hingga hitam.
Parasitoid A. loecki dideskripsikan dari spesimen yang berasal dari Costa Rica.
Penyebaran A. loecki termasuk ke wilayah Saint Kitts dan Nevis, Meksiko,
Florida, dan Texas. Inang A. loecki adalah P. madeirensis, Dysmicoccus dan
Paracoccus marginatus Williams & Granara de Willink. Dilaporkan bahwa
parasitoid A. loecki digunakan sebagai pengendali biologi. Parasitoid A. loecki
telah berhasil dilepaskan sebagai musuh alami kutu putih pepaya di Republik

10

Dominika dan Peurto Rico dan dilaporkan bahwa A. loecki telah menurunkan
populasi kutu putih pepaya sebanyak 97% (Noyes 2000).

Pseudleptomastrix mexicana Noyes & Schauff
Parasitoid Pseudleptomastrix mexicana Noyes & Schauff merupakan
parasitoid yang berasal dari Ordo Hymenoptera dan famili Encyrtidae. Imago
betina P. mexicana memiliki tubuh dengan ukuran 1 mm, sedangkan imago jantan
memiliki tubuh dengan ukuran antara 0,6-0,85 mm. Imago jantan maupun betina
parasitoid P. mexicana memiliki tubuh berwarna coklat kehitaman hingga hitam
mengkilat dan tegula berwarna krem hingga kekuningan. Di negara asalnya, inang
parasitoid

P. mexicana adalah P. marginatus. Parasitoid P. mexicana lebih

menyukai inang P. marginatus nimfa instar dua. Penyebaran parasitoid P.
mexicana telah dilakukan ke beberapa negara, antara lain Costa Rica, Meksiko,
Amerika Serikat (Florida), Republik Kepulauan Palau, Hawaii, Sri Lanka, dan
India (Amarasekare 2007).

Cryptolaemus montrouzieri Mulsant
Kumbang Cryptolaemus montrouzieri adalah kumbang predator yang
berasal dari Ordo Coleoptera dan Famili Coccinellidae. Tidak seperti kumbang
lainnya, kumbang ini hidup tidak berkelompok. Kumbang C. montrouzieri
memiliki tubuh berwarna hitam mengkilap dengan kepala berwarna jingga tidak
mengkilap (Gambar 4). Kumbang C. montrouzieri merupakan serangga yang
menguntungkan karena dapat memakan hama seperti kutu putih. Beberapa hama
yang menjadi mangsa kumbang C. montrouzieri adalah Planacoccus citri,
Pseudococcus comstocki, P. obscurus, Phenacoccus solenopsis, P. gossypii, dan
P. longispinus (Kalshoven 1981).
Kumbang C. montrouzieri memiliki panjang 4-4,5 mm dan lebar 3 mm.
Siklus hidup kumbang tersebut adalah 4-5 minggu untuk daerah Bogor. Jika
makanannya berkurang maka ukuran tubuh kumbang tersebut juga akan
berkurang (Kalshoven 1981).

11

Gambar 4 Imago kumbang Cryptolaemus montrouzieri (Sumber: Tanwar et al.
2010)
Scymnus spp.
Kumbang Scymnus spp. merupakan predator dari Ordo Coleoptera famili
Coccinellidae. Scymnus spp. merupakan kumbang predator pada beberapa kutu
tanaman atau serangga lain yang lebih kecil. Kumbang tersebut memiliki tubuh
dengan panjang kurang dari 2 mm (Kalshoven 1981).

Curinus coeruleus Mulsant
Kumbang Curinus coeruleus Mulsant merupakan kumbang predator dari
Ordo Coleoptera dan famili Coccinellidae. Kumbang dewasa memiliki elitra
berwarna biru pekat. Kumbang jantan memiliki karakteristik yang khas yaitu
klipeus, labrum, dan gena berwarna oranye, sedangkan pada kumbang betina,
bagian-bagian tersebut berwarna biru pekat seperti sayap depannya (elitra).
Kumbang C. coeruleus memiliki telur yang berwarna putih mengkilap, yang
berbentuk lonjong atau memanjang. Larva instar pertama berwarna abu-abu
kemudian pada instar yang lebih besar warnanya menjadi biru kehitaman dengan
bulu-bulu kasar. Biasanya ukuran tubuh imago jantan kumbang C. coeruleus
sedikit lebih kecil dibandingkan yang betina dan memiliki siklus hidup antara 2537 hari. Imago jantan C. coeruleus memiliki ciri khusus, yaitu bagian klipeus,
gena, dan labrum berwarna jingga, demikian juga bagian front. Imago betina C.
coeruleus meletakkan telur pada celah-celah atau lipatan tanaman. Serangga ini
memiliki sifat kanibalisme, baik antar larva, larva terhadap telur maupun serangga
dewasa terhadap telur dan larva (Mahrub 1987).

12

Chilocorus sp.
Kumbang Chilocorus sp. merupakan kumbang predator dari Ordo
Coleoptera, famili Coccinellidae. Kumbang Chilocorus sp. memiliki panjang
sekitar 5 mm dengan siklus hidup antara empat sampai delapan pekan. Kumbang
Chilocorus sp. lebih suka pada lingkungan yang terlindungi dari panas yang
ekstrim, kelembaban udara rendah, bebas debu, dan bebas pestisida (Crawford
2011).

Cendawan Entomophtorales
Ordo Entomophthorales termasuk ke dalam kelas Zygomycetes. Bagian
terpenting dari cendawan Entomophthorales adalah kemampuannya dalam
menyebabkan epizootics (menginfeksi banyak hewan atau serangga pada satu
daerah dalam waktu bersamaan secara cepat) dan mengurangi populasi serangga
pada inang dalam waktu singkat. Oleh karena itu, jenis cendawan ini sangat
penting sebagai musuh alami dan efisien dalam mengendalikan serangga yang
menyerang tanaman inang. Fakta yang ada menyebutkan bahwa ada sekitar 70
jenis cendawan yang telah dilaporkan menjadi musuh alami pada serangga hama
dan tungau (Humber 1989).
Cendawan Entomophthorales yang ditemukan menginfeksi pada P.
marginatus adalah Neozygites fumosa (Keller dan Petrini 2005).

Kutu putih

pepaya yang diduga terinfeksi Cendawan Entomophthorales akan mengalami
perubahan warna menjadi kehitaman (Shylena 2011). Infeksi cendawan pada kutu
putih pepaya terjadi di pertanaman pepaya di Kota dan Kabupaten Bogor,
Kabupaten Sukabumi, Cianjur, dan Tanggerang dengan persentase infeksi yang
beragam (Sartiami et al. 2009b).

13

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di dua kecamatan di Kabupaten Bogor, yaitu
Kecamatan Dramaga (Desa Darmaga, Desa Cikarawang, dan Desa Ciherang) dan
Kecamatan Rancabungur (Desa Rancabungur dan Desa Pasir Gaok). Identifikasi
dan penghitungan dilakukan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian,

Institut Pertanian Bogor.

Penelitian ini dimulai dari bulan Juli sampai Oktober 2011.

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah madu 40% dan
alkohol 70 %. Alat yang digunakan adalah kantung plastik bening dengan ukuran
panjang 59 cm dan lebar 39 cm, tabung reaksi diameter 1,2 cm dan panjang 10
cm, cawan petri diameter 9 cm, karet, gunting, jarum mikro, mikroskop binokuler,
mikroskop Compound, GPS (Global Positioning System) tipe Garmin, stiker
label, hand counter dan kamera digital (Gambar 5).

Gambar 5 Alat yang digunakan dalam penelitian

14

Metode Penelitian
Daerah pengambilan sampel terletak di Kecamatan Dramaga dan
Rancabungur. Sampel tanaman pepaya di Kecamatan Dramaga berasal dari
tanaman pekarangan.

Sampel tanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur

diambil dari kebun pepaya. Pengambilan sampel kutu putih dilakukan di Desa
Cikarawang, Babakan, dan Ciherang yang terletak di Kecamatan Dramaga, serta
di Desa Rancabungur dan Pasir Gaok yang terletak di Kecamatan Rancabungur.
Jumlah tanaman pepaya yang diamati di Kecamatan Dramaga sebanyak 36
tanaman, yang terdiri dari 20 tanaman varietas Callina, 3 tanaman varietas
Taiwan, dan 13 tanaman varietas Bangkok. Jumlah kebun yang diamati sebagai
sampel penelitian di Kecamatan Rancabungur adalah 6 kebun yang terdiri dari 3
kebun dari Desa Rancabungur dan 3 kebun dari Desa Pasir Gaok.
Pengambilan sampel di Kecamatan Rancabungur dilakukan pada tanaman
pepaya yang berada di kebun pepaya dengan menggunakan pola diagonal
(Gambar 6). Kriteria kebun adalah jumlah tanaman pepaya yang ditanam minimal
30 tanaman. Jumlah tanaman inang yang diamati adalah 10% dari total populasi
tanaman inang dengan harapan tingkat kesalahan pengamatan yang masih
ditoleransi sampai 10%, tingkat kepercayaan 75% sampai 90 % (Krebs 1989),
yang terbagi dalam 5 petak contoh.
Sebelum kegiatan pengumpulan sampel kutu putih pepaya dilakukan,
terlebih dahulu digunakan GPS untuk mengetahui ketinggian dan ordinat lokasi
pengambilan sampel.

Persentase serangan kutu putih pada tanaman dihitung

dengan cara menghitung jumlah tanaman yang terserang kutu putih pepaya dibagi
dengan jumlah tanaman yang diamati.
Untuk menghitung persentase serangan kutu putih pepaya pada daun adalah
dengan menghitung jumlah daun yang terserang kutu putih pepaya yang dibagi
dengan total jumlah daun pepaya pada tanaman tersebut. Daun yang diamati
adalah seluruh daun dari tanaman pepaya, dari daun muda sampai daun tua. Daun
yang hanya terserang satu telur atau nimfa sudah dianggap terserang oleh kutu
putih.
Daun pepaya nomor 4 dari bawah yang diduga terserang kutu putih pepaya
(telur, nimfa atau pupa) selanjutnya dipotong dengan menggunakan gunting

15

kemudian dimasukkan ke dalam plastik transparan. Penghitungan populasi nimfa
dan pupa dilakukan di laboratorium dengan menggunakan alat hitung tangan dan
mikroskop binokuler.
Pengamatan parasitoid dimulai dengan mengumpulkan nimfa kutu putih
yang terparasit di lapang. Di laboratorium, nimfa terparasit selanjutnya
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dipelihara sampai menjadi imago. Imago
dimatikan dan dimasukkan ke dalam tabung yang berisi alkohol 70%, kemudian
diidentifikasi. Pengamatan musuh alami predator dilakukan dengan memelihara
predator tersebut sehingga menjadi imago yang selanjutnya diidentifikasi di
laboratorium.

Keterangan
= Tanaman contoh
= Tanaman pepaya
Gambar 6 Pola diagonal untuk penarikan contoh pada kebun pepaya diKecamatan
Rancabungur

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Secara geografis lokasi penelitian berada di Kecamatan Dramaga dan
Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, pada ketinggian sekitar
159-221 m dpl (di atas permukaan laut).
Data dari BMKG Bogor memperlihatkan bahwa intensitas curah hujan
harian rata-rata pada bulan Juni 2011 di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur
masing-masing adalah 9,15 mm/hari dan 4,8 mm/hari. Pada bulan Juli 2011 curah
hujan harian rata-rata di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur adalah 6,5
mm/hari dan 5,06 mm/hari. Pada bulan Agustus 2011 curah hujan harian rata-rata
di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur adalah 4,57 mm/hari dan 2,35 mm/hari.
Pada bulan September 2011 curah hujan harian rata-rata di Kecamatan Dramaga
dan Rancabungur adalah 3,53. mm/hari dan 5,03 mm/hari. Pada bulan Oktober
2011 curah hujan harian rata-rata di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur
adalah 8,25 mm/hari dan 8 mm/hari (Lampiran Tabel 1 dan Lampiran Tabel 2).
Bulan Juni sampai Agustus untuk daerah Bogor dan sekitarnya merupakan akhir
musim kemarau.

Lahan Pepaya di Kecamatan Dramaga
Tanaman pepaya yang diamati di Kecamatan Dramaga terletak di Desa
Babakan, Desa Cikarawang, dan Desa Ciherang yang merupakan tanaman
pekarangan karena di ketiga desa tersebut tidak ditemukan kebun pepaya.
Tanaman pepaya yang diamati terdiri dari varietas Callina, Taiwan dan Bangkok.
Tanaman pepaya yang tumbuh di pekarangan dibiarkan begitu saja oleh
pemiliknya. Apabila tanaman pepaya tersebut berbuah, biasanya buahnya diambil
untuk konsumsi pribadi.
Varietas tanaman dapat dibedakan penulis berdasarkan bentuk daun dan
buah, serta wawancara kepada pemilik tanaman. Ciri khas tanaman pepaya
Bangkok dibandingkan Callina dan Taiwan adalah permukaan daunnya lebih
halus, daging buah lebih tebal, terdapat garis strip berwarna jingga pada buah
yang matang, dan ukuran buahnya lebih besar. Ciri khas tanaman pepaya Callina

17

dibandingkan Bangkok dan Taiwan adalah permukaan daunnya lebih kasar,
ukuran buahnya lebih kecil, dan kulit buah berwarna jingga kekuningan. Ciri khas
tanaman pepaya Taiwan dibandingkan Bangkok dan Callina adalah tinggi
tanaman kurang dari 2 meter dan ukuran daunnya lebih lebar dan besar.
Lahan Pepaya di Kecamatan Rancabungur
Tanaman pepaya yang diamati di Kecamatan Rancabungur terletak di Desa
Rancabungur dan Pasir Gaok, yang merupakan tanaman di kebun pepaya.
Tanaman pepaya yang diamati terdiri dari varietas Callina. Pemeliharaan
dilakukan dengan sanitasi, pemupukan, dan pemberian pestisida pada tanaman
pepaya.
Pada lahan pertama desa Rancabungur, tanaman pepaya yang diamati adalah
varietas Callina umur 24 bulan, dengan luas 320 m2, jarak tanam 2 m x 2 m, dan
populasi 80 tanaman.

Pepaya ditanam secara tumpangsari dengan tanaman

singkong dan talas. Bibit pepaya pertama kali diperoleh dengan cara membeli di
toko pertanian. Selanjutnya, yang digunakan sebagai bibit adalah biji dari buah
pepaya yang telah masak dan berasal dari pohon pilihan dan diberi pupuk kandang
setiap satu bulan sekali. Menurut informasi yang diperoleh dari pemilik lahan,
penyakit paling merugikan adalah penyakit yang disebabkan oleh cendawan.
Sementara itu, hama yang paling merugikan adalah hama bereng (kutu putih
pepaya).

Dalam mengendalikan penyakit dan hama, petani pemilik kebun

menyemprotkan pestisida yang berbahan aktif kalium fosfor, nitrogen, dan
magnesium.
Pada lahan ke-2 di Desa Rancabungur, tanaman pepaya yang diamati
merupakan pepaya varietas Callina umur 24 bulan, dengan luas 1.040 m2, jarak
tanam 2 m x 2 m, dan populasi 260 tanaman. Pepaya ditanam secara monokultur.
Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan memberikan pupuk kandang setiap satu
bulan sekali. Menurut informasi yang diperoleh dari pemilik lahan, hama yang
paling merugikan adalah hama bereng (kutu putih pepaya).

Dalam

mengendalikan penyakit dan hama, petani pemilik kebun menyemprotkan
pestisida yang sama dengan lahan pertama, yakni: berbahan aktif kalium, fosfor,
nitrogen, dan magnesium

18

Pada lahan ke-3 di Desa Rancabungur, tanaman yang diamati merupakan
pepaya varietas Callina umur 12 bulan, dengan luas 2.000 m2, jarak tanam 2 m x 2
m, dan populasi 300 tanaman. Pepaya ditanam secara monokultur. Pemeliharaan
tanaman dengan memberikan pupuk kandang setiap satu bulan sekali. Menurut
informasi yang diperoleh dari pemilik lahan, tanaman pepaya miliknya saat ini
mengalami gagal panen karena faktor musim kemarau.

Pada bulan Agustus

tanaman kekurangan air karena hujan tidak turun pada bulan itu, sehingga
menyebabkan daun tumbuh tidak optimal dan keriting. Sebelum terjadi gagal
panen, petani menjadwalkan penyemprotan pestisida setiap satu bulan sekali
dengan pestisida yang berbahan aktif kalium, fosfor, nitrogen, dan magnesium.
Pada lahan pertama di Desa Pasir Gaok, tanaman pepaya yang diamati
merupakan pepaya varietas Callina umur 4 bulan, dengan luas 560 m2, jarak
tanam 2 m x 2 m, dan populasi 140 tanaman. Pepaya ditanam secara tumpangsari
dengan tanaman bayam dan kangkung. Bibit pepaya yang digunakan diperoleh
dengan cara membeli di toko pertanian. Menurut informasi yang diperoleh dari
pemilik lahan, penyakit yang paling merugikan adalah penyakit busuk batang.
Penyakit ini belum dapat diatasi dan sangat mudah menular pada tanaman yang
sehat, sedangkan serangan hama yang paling merugikan adalah hama kutu putih
pepaya. Untuk mengendalikan hama dan penyakit tersebut pemilik lahan
menggunakan pestisida berbahan aktif dimetoat, deltamethrin, kalium, fosfor,
nitrogen, dan magnesium.
Pada lahan ke-2 di Desa Pasir Gaok, tanaman pepaya yang diamati
merupakan pepaya varietas Callina umur 6 bulan, dengan luas 200 m2, jarak
tanam 2 m x 2 m, dan populasi 50 tanaman. Pepaya ditanam secara monokultur.
Bibit pepaya yang digunakan diperoleh dengan cara membeli di toko pertanian.
Pupuk yang diberikan adalah pupuk kandang dan pestisida yang diberikan adalah
pestisida yang berbahan aktif kalium, fosfor, nitrogen, dan magnesium.
Pada lahan ke-3 di Desa Pasir Gaok, tanaman pepaya yang diamati
merupakan pepaya varietas Callina umur 6 bulan, dengan luas 1.300 m2, jarak
tanam 2 m x 2 m, dan populasi 325 tanaman. Pepaya ditanam secara monokultur.
Lahan ke dua dan ke tiga merupakan lahan yang dimiliki oleh petani yang
sama. Pupuk yang diberikan pada lahan ke-2 dan ke-3 adalah pupuk kandang dan

19

pestisida yang diberikan adalah pestisida yang berbahan aktif kalium, fosfor,
nitrogen, dan magnesium.

Kondisi kedua lahan pada saat pengamatan telah

disemprot pestisida dan diberi pupuk kandang. Dari pengamatan diketahui bahwa
tanaman pepaya terawat dengan baik. Hal ini dapat diketahui berdasarkan kondisi
tanaman yang bebas dari hama dan penyakit, lahan bersih dari gulma, dan
pemberian pestisida dan pupuk yang terjadwal.

A

B

C
Gambar 7 Lahan pepaya di Desa Rancabungur Kecamatan Rancabungur (A,
lahan pertama; B, lahan kedua; C, lahan ketiga)

20

A

B

C
Gambar 8 Lahan pepaya di Desa Pasir Gaok Kecamatan Rancabungur (A,
lahan pertama; B, lahan kedua; C, lahan ketiga)

21

Persentase Serangan Paracoccus marginatus
Dari hasil eksplorasi yang dilakukan di beberapa desa yang terletak di
Kecamatan Dramaga dan Rancabungur, Kabupaten Bogor pada bulan Juli,
Agustus, September, Oktober 2011, diketahui persentase serangan kutu putih
pepaya yang disajikan pada Tabel 1 dan 2.
Tabel 1 Persentase tanaman pepaya yang terserang kutu putih pepaya di
Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Rancabungur
Kecamatan

Desa

Dramaga

Babakan

100

Cikarawang

100

Ciherang

100

Rancabungur

19,74

Rancabungur

Persentase Serangan (% tanaman)

Pasir Gaok

Tabel 2

7,14

Rata-rata persentase daun yang terserang kutu putih pepaya di
Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Rancabungur

Kecamatan

Desa

Dramaga

Babakan

Rancabungur

Persentase Serangan
(% daun)
57,3

Jumlah tanaman

Cikarawang

44,48

17

Ciherang

55,32

3

Rancabungur

0,89

70

Pasir Gaok

0,69

55

16

Persentase serangan kutu putih pepaya pada tanaman pepaya di tiga desa di
Kecamatan Dramaga adalah 100%. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh tanaman
terserang kutu putih pepaya dan daun pepaya terserang berat, dan ini terjadi
karena tanaman tidak dirawat oleh pemiliknya. Persentase serangan kutu putih
pepaya pada tanaman pepaya di Kecamatan Rancabungur adalah kurang dari 20%,
karena tanaman yang diamati dirawat dengan baik dan disemprot pestisida oleh
pemiliknya.
Persentase serangan kutu putih pepaya pada daun pepaya cenderung tinggi
di Kecamatan Dramaga. Persentase serangan tertinggi terjadi di Desa Babakan

22

yaitu 57,3%. Rendahnya persentase daun yang terserang kutu putih pepaya di
Kecamatan Rancabungur diduga karena tanaman disemprot dengan pestisida
secara berkala. Persentase daun yang terserang kutu putih pepaya berkolerasi
dengan populasinya.
Populasi kutu putih pepaya biasanya ditemukan pada permukaan bawah
daun dan berkumpul pada tulang daun (Gambar 9A). Tanwar et al. (2010)
menyebutkan bahwa kutu putih pepaya menginfestasi pada bagian daun, batang,
dan buah, tandan, berkelompok, dan menyerupai kapas. Selain pada daun, kutu
putih

juga dapat menyerang buah pepaya (Gambar 9B). Buah pepaya yang

terserang kutu putih tidak dapat dikonsumsi karena rasanya yang pahit.

Gambar 9

A
B
Serangan hama kutu putih pepaya (A, pada daun; B, pada buah
pepaya)

Serangan kutu putih pepaya dengan populasi yang tinggi dapat
menyebabkan daun menjadi kuning, kering, dan gugur. Selain itu, serangan kutu
putih pada pucuk dapat menyebabkan daun menjadi mengkerut dan keriting dan
akhirnya mati (Miller dan Miller 2002; Muniappan et al. 2010). Pada daun pepaya
yang terserang kutu putih biasanya juga ditemukan koloni semut. Semut tersebut
mencari embun madu yang terdapat pada kutu putih pepaya. Miller & Miller
(2002) dan Muniappan et al. (2010) menyebutkan bahwa kutu putih pepaya dapat
menghasilkan embun madu. Pada populasi yang sangat padat, ditemukan pula
cendawan jelaga/hitam. Menurut Miller & Miller (2002) dan Muniappan et al.
(2010), cendawan jelaga tumbuh dan berkembang menutupi permukaan daun
sehingga menghambat proses fotosintesis.

23

Populasi Kutu Putih Pepaya
Rata-rata populasi kutu putih pepaya di beberapa desa yang terletak di
Kecamatan Dramaga dan Rancabungur pada bulan Juni, Juli, Agustus, September,
dan Oktober 2011, disajikan pada Tabel 3 dan Tabel 4.
Tabel 3 Rata-rata populasi kutu putih pepaya pada tanaman pepaya di Kecamatan
Dramaga
Stadium
Kantung telur

Babakan
(ekor/daun)
(n=16)
77,5

Cikarawang
(ekor/daun)
(n=17)
43,17

Ciherang
(ekor/daun)
(n=3)
20,66

Nimfa Instar 1

16,12

5,05

13

Nimfa Instar 2

654,31

390,7

826,33

Nimfa Instar 3

153,43

129,88

36,66

Imago betina

186,81

54,35

25,66

Keterangan : n = jumlah tanaman contoh

Tabel 4 Rata-rata populasi P. marginatus pada tanaman pepaya di Kecamatan
Rancabungur

Kantung telur

Rancabungur (ekor/daun)
(n=70)
0

Pasir Gaok (ekor/daun/daun)
(n=55)
0

Nimfa Instar 1

0

0

Nimfa Instar 2

0,07

0

Nimfa Instar 3

0,01

0

Imago betina

0,04

0

Stadium

Keterangan : n = jumlah tanaman contoh

Populasi kutu putih pepaya nimfa instar 2 lebih tinggi dibandingkan nimfa
instar 1, nimfa instar 3, dan imago di Kecamatan Dramaga dan Rancabungur.
Rata-rata populasi kutu putih pepaya di Kecamatan Dramaga lebih tinggi
dibandingkan Kecamatan Rancabungur. Hal ini terjadi karena tanaman pepaya di
Kecamatan Rancabungur dipelihara dengan baik, yaitu dengan penyiangan gulma,
sanitasi kebun, penyemprotan pestisida, dan pemberian pupuk sehingga tanaman
tumbuh sehat. Berdasarkan pembedahan kantung telur sebanyak empat kali

24

diketahui bahwa rata-rata jumlah telur dalam kantung telur (ovisac) adalah 206,5
butir.
Tabel 5 Rata-rata populasi kutu putih pepaya pada beberapa umur tanaman di
Kecamatan Dramaga
Stadium

Umur tanaman (bulan)
8
12
18
(ekor/daun) (ekor/daun) (ekor/daun)
68,125
37,35
61

Kantung telur

6
(ekor/daun)
261

Nimfa Instar 1

6

17,87

7,35

27,5

7,11

Nimfa Instar 2

83

269,5

876,07

52

535,11

Nimfa Instar 3

307,66

67

139,71

57,5

138,11

Imago betina

239,66

129

62,35

178,5

112,11

3

8

14

2

9

Jumlah tanaman

24
(ekor/daun)
38,33

Rataan populasi kutu putih pepaya pada tanaman yang berumur 6 bulan
lebih tinggi bila dibandingkan dengan umur tanaman yang lainnya. Menurut
Miller & Miller (2002) dan Muniappan et al. (2010) kutu putih pepaya merusak
tanaman inang dengan cara menghisap cairan tanaman yang terdapat pada
pembuluh floem.
Rata-rata populasi kutu putih pada tanaman pepaya varietas Callina,
Bangkok, dan Taiwan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6 Rata-rata populasi kutu putih pepaya pada varietas Callina, Bangkok, dan
Taiwan di Kecamatan Dramaga

Kantung telur

Callina
(ekor/daun)
49,8

Varietas
Bangkok
(ekor/daun)
68,76

Taiwan
(ekor/daun)
48,33

Nimfa Instar 1

8,9

13,53

9,66

Nimfa Instar 2

63,85

945,15

2.008,66

Nimfa Instar 3

6,14

148,3

525,66

Pupa

14,95

15,5

5,33

Imago betina

93,35

158,46

21

20

13

3

Stadium

Jumlah tanaman

25

Musuh Alami Lain Kutu Putih Paracoccus marginatus
Musuh alami dapat mengganggu kelangsungan hidup kutu putih pepaya.
Musuh alami kutu putih pepaya baik berupa parsasitoid maupun predator. Musuh
alami yang ditemukan terdiri dari parasitoid A. pepayae, parasitoid dari famili
Encyrtidae, dan kumbang Cryptola

Dokumen yang terkait

BIOLOGI HAMA KUTU PUTIH PEPAYA PARACOCCUS MARGINATUS PADA TANAMAN PEPAYA DAN ROSELA

0 12 46

BIOLOGI HAMA KUTU PUTIH PEPAYA PARACOCCUS MARGINATUS PADA TANAMAN PEPAYA DAN ROSELA

3 13 46

Biologi perkembangan dan neraca hayati kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus (Williams and Granara de Willink) (Hemiptera: Pseudococcidae) pada tiga jenis tumbuhan inang

1 10 93

Insiden Cendawan Enthomopthorales Pada Kutu Putih Pepaya, Paracoccus Marginatus Williams & Granara De Willink (Hemiptera : Pseudococcidae) Pada Pertanaman Pepaya Di Bocor

0 6 21

Keefektifan Campuran Ekstrak Tumbuhan untuk Pengendalian Hama Kutu Putih Pepaya Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink

0 7 74

Biologi perkembangan dan neraca hayati kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus (Williams and Granara de Willink) (Hemiptera Pseudococcidae) pada tiga jenis tumbuhan inang

0 5 53

Neraca hayati dan pemangsaan curinus coeruleus mulsant pada kutu putih tanaman pepaya paracoccus marginatus williams

0 3 49

Tingkat Infeksi neozygitesfumosa (Speare) Remaudie're & Keller (Zygomycetes:Entomophthorales) pada Kutu Putih Pepaya, Paracoccus Marginatus Williams & Granara De Willink dan Kutu Putih Singkong, Phenacoccus Manihoti Matie-Ferrero (Hemiptera:Pseudococcidae

1 7 11

BIOLOGI DAN NERACA HAYATI KUTU PUTIH PEPAYA PARACOCCUS MARGINATUS WILLIAMS GRANARA DE WILLINK (HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE) PADA TIGA JENIS TUMBUHAN INANG

0 0 9

Bioesai bioinsektisida Beauveria bassiana dari Sumatera Selatan terhadap kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus Williams Granara De Willink (Hemiptera: Pseudococcidae)

0 0 7