Analisis Pergeseran Penyerapan Tenagakerja Pada Sektor Pertanian, Industri, Dan Jasa Jasa Di Provinsi Kalimantan Timur (Periode Tahun 2003-2010)

(1)

1.1. Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan ekonomi secara makro adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi disamping dua tujuan lainnya yaitu pemerataan dan stabilitas. Indikator ini penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara, karena dapat memberikan gambaran makro atas kebijakan yang telah dilaksanakan, khususnya dalam bidang ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi merupakan pertumbuhan output yang dibentuk oleh berbagai sektor ekonomi sehingga dapat menggambarkan bagaimana kemajuan atau kemunduran yang telah dicapai oleh sektor ekonomi tersebut pada suatu waktu tertentu. Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauhmana aktivitas perekonomian akan menghasilkan pendapatan masyarakat pada suatu periode tertentu, karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses penggunaan faktor-faktor produksi untuk menghasilkan output. Proses ini selanjutnya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa terhadap faktor produksi yang dimiliki oleh masyarakat sebagai pemilik faktor produksi juga akan turut meningkat.

Pertumbuhan ekonomi yang didorong oleh akumulasi investasi bukan merupakan petumbuhan ekonomi yang sehat. Jika pertumbuhan output sama


(2)

dengan pertumbuhan kapital dan tenaga kerja, berarti tidak terdapat sisa output yang bebas dan bisa dibagikan untuk peningkatan return to capital (reinvestasi) yang dapat membuka kesempatan kerja baru dan atau peningkatan pendapatan tenagakerja. Sebaliknya, bila pertumbuhan output lebih besar dari pertumbuhan kapital dan tenagakerja, berarti masih ada sisa output setelah dikurangi kapital dan tenagakerja. Sisa output ini bisa untuk peningkatan gaji karyawan, peningkatan return to capital atau reinvestasi dan penjamin secara akumulatif berlanjutnya pertumbuhan ekonomi (Hananto, 1982).

Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk dan diikuti pula dengan peningkatan jumlah penduduk usia kerja. Peningkatan tersebut tidak selalu disertai dengan peningkatan dayaserap tenagakerja oleh lapangan pekerjaan. Hal ini, tentunya akan menimbulkan ketidakseimbangan antara jumlah tenagakerja dengan kemampuan lapangan pekerjaan untuk menyerap tenagakerja tersebut. Ketimpangan ini merupakan salah satu masalah utama dalam bidang ketenagakerjaan dan salah satu jalan untuk mengatasinya adalah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Pada tahun 2010, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Kalimantan Timur memberikan kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional sebesar 6,11 persen. Sedangkan, besarnya PDRB Kalimantan Timur secara nasional menduduki peringkat keenam setelah Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Riau. Dibandingkan dengan provinsi lain di luar Pulau Jawa dan Sumatera, PDRB Kalimantan Timur menduduki peringkat pertama. Begitu juga, jika secara regional dibandingkan


(3)

dengan provinsi lain di Pulau Kalimantan, maka Provinsi Kalimantan Timur tetap mempunyai tingkat PDRB tertinggi.

Provinsi Kalimantan Timur dengan laju pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi yaitu 3,82 persen selama periode tahun 2000-2010 (Hasil Sensus Penduduk Propinsi Kalimantan Timur tahun 2000 dan 2010), menghadapi permasalahan yang sama, yaitu ketidakseimbangan antara jumlah tenagakerja dengan ketersediaan lapangan pekerjaan. Sebagian penduduk Kalimantan Timur menggantungkan kehidupannya dari sektor pertanian (30-40 persen). Tetapi, suatu saat kemampuan penyerapan tenagakerja sektor pertanian (Agriculture) akan mencapai puncaknya dan mulai mengalami pergeseran ke sektor yang lain. Oleh karena itu, diperlukan perluasan lapangan pekerjaan di sektor lain yaitu industri (Manufacture) dan jasa-jasa (Services). Hal ini, hanya mungkin terjadi bila struktur perekonomian yang baik dan lebih mengarah pada industrialisasi dan jasa-jasa mampu memberikan dukungan yang baik. Situasi tersebut memerlukan suatu laju pertumbuhan pendapatan regional yang cepat.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat diidentifikasi permasalahan, yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimana terjadinya pergeseran penyerapan tenagakerja dari Sektor Pertanian menuju Sektor Industri dan Sektor Jasa-jasa di Kalimantan Timur selama periode waktu 2003-2010?


(4)

2. Bagaimana elastisitas penyerapan tenagakerja di Kalimantan Timur selama periode waktu 2003-2010?

1.3. Tujuan Penelitian

Pembangunan telah menyebabkan terjadinya pergeseran peranan dari Sektor Pertanian menuju Sektor Industri dan Jasa-jasa. Peranan Sektor Industri dan Jasa-jasa biasanya meningkat seiring dengan turunnya peranan Sektor Pertanian.

Atas dasar hal-hal tersebut maka penulis bermaksud :

1. Mempelajari gambaran umum ketenagakerjaan di Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2003-2010.

2. Mengkaji pergeseran penyerapan tenagakerja secara sektoral (Pertanian, Industri dan Jasa-jasa).

3. Menganalisis hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan penciptaan kesempatan kerja.

1.4. Manfaat Penelitian

Darihasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri maupun bagi pihak lain.

1. Bagi pembaca khususnya para pengambil kebijakan di lingkungan pemerintah daerah Provinsi Kalimantan Timur diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dalam menyusun perencanaan kegiatan pembangunan khususnya di bidang ketenagakerjaan dan perekonomian di masa yang akan datang.


(5)

2. Bagi penulis yaitu meningkatkan pengetahuan dan memberikan pemahaman yang cukup mendalam dalam hal ketenagakerjaan dan perekonomian di Provinsi Kalimantan Timur.

3. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan, bahan pertimbangan dan sebagai sumber informasi untuk penelitian selanjutnya.


(6)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Masalah Ketenagakerjaan

Pada dasarnya pengangguran merupakan penduduk usia produktif yang tidak mendapatkan kesempatan bekerja dengan berbagai sebab. Dinamika pasar tenagakerja menunjukkan bahwa peningkatan penawaran tenagakerja tidak selalu diikuti peningkatan yang seimbang pada permintaan tenagakerja. Hal ini, disebabkan oleh laju pertumbuhan ekonomi yang diperoleh suatu wilayah belum tentu diikuti pula dengan laju pertumbuhan penyerapan tenagakerja (Tjiptoherijanto, 1998).

Pada mulanya Badan Pusat Statistik (BPS) mendefinisikan pengangguran terbuka sebagai penduduk berusia 15 tahun ke atas yang dalam kondisi tidak bekerja dan sedang mencari pekerjaan. Kegiatan mencari pekerjaan dapat dilakukan oleh mereka yang sama sekali belum pernah bekerja atau mereka yang pernah bekerja, karena suatu hal berhenti atau diberhentikan. Usaha mencari pekerjaan tidak terbatas pada periode seminggu sebelum pencacahan, mereka yang berusaha mendapatkan pekerjaan dan permohonannya telah dikirim lebih dari satu minggu yang lalu tetap dianggap sebagai mencari pekerjaan.

Sejak tahun 2001 definisi pengangguran terbuka diperluas mengikuti rekomendasi International Labour Organization (ILO). Menurut konsep ILO, pengangguran terbuka terdiri dari :


(7)

1. Mereka yang mencari pekerjaan. 2. Mereka yang mempersiapkan usaha.

3. Mereka yang tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.

4. Mereka yang sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

Mempersiapkan usaha adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang

dalam rangka mempersiapkan usaha atau pekerjaan yang “baru” yang bertujuan

untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan atas resiko sendiri. Dikategorikan sebagai mempersiapkan usaha apabila “tindakannya nyata” seperti mengumpulkan modal atau perlengkapan, mencari lokasi atau tempat usaha, mengurus surat ijin usaha dan sebagainya. Mempersiapkan usaha tidak termasuk yang baru merencanakan, berniat, dan baru mengikuti kursus atau pelatihan dalam rangka membuka usaha. Kegiatan mempersiapkan suatu usaha atau pekerjaan tidak terbatas dalam jangka waktu seminggu yang lalu saja, tetapi dapat dilakukan beberapa waktu yang lalu asalkan seminggu yang lalu masih berusaha untuk mempersiapkan suatu kegiatan usaha.

2.2. Struktur Perekonomian

Pertumbuhan ekonomi dari suatu daerah akan dapat dilihat dari pertumbuhan nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dimana untuk menghitung pertumbuhannya dipakai atas dasar harga konstan. Pertumbuhan atau pergerakan yang terjadi pada nilai PDRB akan turut mempengaruhi secara positif laju pertumbuhan kesempatan kerja. Dengan demikian, adanya peningkatan nilai


(8)

PDRB suatu daerah bisa diharapkan akan meningkatkan permintaan tenagakerja di daerah tersebut.

Adanya pemikiran yang cenderung mengkaitkan pertumbuhan kesempatan kerja dengan pertumbuhan ekonomi, karena didasarkan pada suatu asumsi bahwa dari pertambahan pertumbuhan ekonomi yang meningkat diharapkan dapat membuka pertambahan kesempatan kerja yang lebih luas. Kenyataan yang terjadi tidak seluruhnya demikian, karena pertambahan pertumbuhan ekonomi yang meningkat tidak selalu menjamin pertambahan kesempatan kerja yang lebih luas.

Menurut Manning (1984), lapangan pekerjaan utama bagi penduduk yang bekerja sering dianalisis dengan membedakannya dalam tiga sektor utama yaitu, Sektor Pertanian (Agriculture = A) yang meliputi pertanian, kehutanan, peternakan, perburuan dan perikanan, Sektor Industri (Manufacture = M) yang meliputi pertambangan, industri, listrik/air dan bangunan, Sektor Jasa-jasa (Services = S) yang meliputi perdagangan, angkutan, keuangan, jasa dan lainnya.

Biasanya analisis data mengenai kegiatan penduduk menitikberatkan pada alokasi kesempatan kerja menurut sektor, pola perpindahan dari sektor pertanian (A) ke sektor lainnya, dan penyebab perpindahan serta implikasi kebijakannya. Proses pembangunan ekonomi biasanya disertai dengan perpindahan tenagakerja Sektor A ke Sektor M dan S. Perpindahan tenagakerja dari Sektor Pertanian (A) ke Sektor Industri (M) atau Jasa-jasa (S) banyak disoroti oleh ekonom untuk menghitung peningkatan produktivitas tenagakerja, penyerapan tenagakerja dan juga pendapatan angkatan kerja (Todaro dan Smith, 2006).


(9)

2.3. Penelitian Terdahulu

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Badan Pusat Statistik (BPS) dan United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 2001 melakukan penelitian tentang Laporan Pembangunan Manusia Indonesia tahun 2001, khususnya dalam rangka menuju konsensus baru demokrasi dan pembangunan manusia di Indonesia.

Dari penelitian itu dapat diketahui bahwa meskipun telah terjadi pergeseran menuju industri pengolahan dan industri padatkarya, namun dilihat dari segi penyerapan tenagakerja, pertanian tetap menjadi sumber penting. Sepanjang dekade 1980-an, pertanian terus mempekerjakan lebih dari 50 persen dari total penduduk yang bekerja. Pada akhir 1980-an, peningkatan industri pengolahan padatkarya mulai menurunkan proporsi penyerapan tenagakerja di sektor pertanian dari 55 persen pada tahun 1985 menjadi 50 persen pada tahun 1990 dan menjadi 44 persen pada akhir dekade 1990-an. Tetapi hingga saat penelitian itu dilakukan, sekitar 35 juta orang Indonesia masih bekerja di sektor pertanian, dengan 17 juta lainnya bekerja di bidang perdagangan dan restoran.

Pergeseran ini mencerminkan penurunan pertumbuhan pekerja di sektor pertanian dari empat persen per tahun pada periode 1980-1985, menjadi di bawah satu persen pada periode 1985-1990 dan menjadi minus dua persen pada dekade 1990-an. Sedangkan pertumbuhan pekerja di sektor industri mengalami percepatan dari lima persen menjadi tujuh persen dari awal hingga akhir dekade 1990-an, hanya turun menjadi enam persen paruh pertama dekade 1990-an. Pertumbuhan tenagakerja di sektor jasa berfluktuasi antara tiga persen dan empat


(10)

persen selama dekade 1980-an, dan meningkat menjadi sekitar lima persen pada tahun 1990-an.

Kariyasa (2002), melakukan penelitian yang bertujuan untuk melihat perubahan struktural yang terjadi dalam perekonomian Indonesia pada tahun 1995-2001, khususnya dinamika perubahan struktural ekonomi dan kesempatan kerja dengan menggunakan metode analisis deskriptif.

Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa telah terjadinya perubahan struktur ekonomi yang tidak diikuti oleh perubahan struktur penyerapan tenagakerja secara proporsional dan bahkan cenderung struktur penyerapan tenagakerja tidak berubah. Sehingga akan menyebabkan terjadinya penumpukan tenagakerja pada satu sektor. Fenomena ini akan menyebabkan semakin timpangnya produktivitas yang dihasilkan. Selanjutnya hal ini akan berdampak pada semakin timpangnya pendapatan antara pekerja di sektor pertanian dan industri.

Badan Pusat Statistik (2006) melakukan penelitian tentang analisis pengangguran terdidik di Indonesia tahun 2001-2005, dimana di dalamnya juga diteliti mengenai pergeseran struktur ketenagakerjaan dari primer menuju sekunder dan tersier dengan metode analisis deskriptif. Selain itu juga diteliti hubungan antara kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi dengan analisis elastisitas kesempatan kerja.

Hasil dari penelitian ini apabila dilihat dari sisi ketenagakerjaan yaitu selama periode tahun 2001 sampai tahun 2005, jumlah penduduk usia kerja bergerak dari 144,03 juta jiwa menjadi 158,49 juta jiwa. Sementara penduduk


(11)

angkatan kerja bergerak dari 98,81 juta jiwa pada tahun 2001 menjadi 105,86 juta jiwa pada November 2005. Namun demikian, secara keseluruhan perkembangan partisipasi penduduk usiakerja dalam kegiatan perekonomian mengalami penurunan, terlihat dari menurunnya indikator Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dari 68,6 persen pada tahun 2001 menjadi 66,8 persen pada tahun 2005.

Peningkatan pertumbuhan ekonomi selama periode 2001-2005 belum diikuti peningkatan penyerapan tenagakerja. Dengan interval pertumbuhan ekonomi tiga persen hingga lima persen pada periode 2001-2005, rata-rata penyerapan tenagakerja akibat pertumbuhan ekonomi setiap satu persennya berada pada kisaran sekitar 200 ribu jiwa sampai dengan 300 ribu jiwa. Rendahnya tingkat penyerapan tenagakerja ini juga tercermin dari menurunnya perubahan indikator Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) dari 91,9 persen pada tahun 2001 menjadi 88,76 persen pada tahun 2005.

2.4. Kerangka Pemikiran

Pembangunan ekonomi di Provinsi Kalimantan Timur memiliki peran yang strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Hal ini bisa dilihat dari posisi Kalimantan Timur pada tahun 2010 dimana Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Kalimantan Timur memberikan kontribusi terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional sebesar 6,11 persen. Sedangkan, besarnya PDRB Kalimantan Timur secara nasional menduduki peringkat keenam setelah Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Riau. Dibandingkan dengan provinsi lain di luar Pulau Jawa dan


(12)

Sumatera, PDRB Kalimantan Timur menduduki peringkat pertama. Begitu juga, jika secara regional dibandingkan dengan provinsi lain di Pulau Kalimantan, maka Provinsi Kalimantan Timur tetap mempunyai tingkat PDRB tertinggi.

Studi ini dilakukan untuk menganalisa bagaimana pergeseran struktur ketenagakerjaan di Kalimantan Timur dengan metode analisis deskriptif. Selain itu, ingin diteliti juga mengenai hubungan antara kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi dengan metode analisis elastisitas kesempatan kerja.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Implikasi Kebijakan Proses Pembangunan di Kalimantan Timur

PDRB Kalimantan Timur tahun 2010 tinggi

Pergeseran struktur ekonomi

Analisis Deskriptif

Hubungan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja


(13)

2.5. Hipotesis

Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut :

1. Terjadi perubahan penyerapan tenagakerja dari sektor pertanian menuju sektor industri dan sektor jasa-jasa.

2. Setiap kenaikan satu persen pertumbuhan ekonomi maka akan diikuti pula oleh kenaikan kesempatan kerja pada sektor pertanian, industri dan jasa-jasa.


(14)

3.1. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam studi ini terdiri dari data sekunder. Sumber data utama yang digunakan adalah data ketenagakerjaan dan pendapatan regional dalam bentuk Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Data pendapatan regional dirinci menurut lapangan usaha utama (sektor) dengan menggunakan pendekatan Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun 2000.

Data sekunder ketenagakerjaan diperoleh dari data Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) tahun 2003 sampai tahun 2010. Data pendapatan regional diperoleh dari publikasi BPS Provinsi Kalimantan Timur mengenai PDRB Kalimantan Timur menurut lapangan usaha tahun 2003-2010.

3.2. Metode Analisis 3.2.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif bersifat eksploratif walaupun data yang diperoleh sama tetapi cara menginterpretasikan data atau mengambil kesimpulan bisa berbeda. Analisis deskriptif mudah dipahami semua pihak tanpa membedakan latar belakang pembaca. Analisis deskriptif dalam penelitian ini menyajikan


(15)

rangkuman statistik, indikator ketenagakerjaan, analisis tabel silang dan analisis gambar atau grafik.

Bentuk analisis deskriptif yang digunakan adalah analisis diferensiasi yang merupakan pengamatan terhadap dua nilai atau dua karakteristik yang cenderung kontras, seperti laki-laki dan perempuan, kota dan desa. Ukuran yang digunakan adalah angka absolut dan juga persentase dari peubah yang diterangkan.

3.2.2. Elastisitas Kesempatan Kerja

Dalam menganalisis daya serap masing-masing sektor atau lapangan usaha terhadap pekerja, beberapa ekonom telah mencoba mengkaitkan angka laju pertumbuhan jumlah pekerja dengan laju pertumbuhan nilai tambah Produk Domestik Bruto (masing-masing menurut lapangan usaha).

Alat analisis yang digunakan untuk menghubungkan antara kesempatan kerja dan pertumbuhan ekonomi adalah angka elastisitas kesempatan kerja. Angka ini menunjukkan berapa persen kesempatan kerja akan bertambah untuk setiap satu persen kenaikan pertumbuhan ekonomi.

Asumsi yang dipakai dalam penghitungan angka elastisitas ini adalah pertumbuhan pekerja di suatu sektor adalah akibat dari pertumbuhan nilai produksi nyata di sektor tersebut.

Ananta dan Tjiptoherijanto (1985) mengemukakan bahwa dalam angka elastisitas (koefisien) jumlah pekerja terhadap nilai tambah PDRB sebenarnya tersirat suatu asumsi bahwa pertumbuhan jumlah pekerja di suatu sektor adalah akibat dari pertumbuhan nilai produksi nyata di sektor tersebut. Namun ada


(16)

pemikiran seandainya yang terjadi adalah bahwa pertumbuhan jumlah pekerja di satu sektor menyebabkan adanya pertumbuhan nilai produksi nyata di sektor tersebut. Dalam versi dari produksi ke pekerja, koefisien sebesar 0,5 berarti bahwa pertumbuhan nilai produk nyata sebesar satu persen menyebabkan pertumbuhan pekerja sebesar setengah persen. Dalam pemikiran seperti ini, akan dapat ditarik kesimpulan bahwa berapa banyak pekerja yang akan dapat diserap oleh lapangan pekerjaan yang ada akibat adanya pertumbuhan ekonomi sebesar satu persen.

Dimana :

= Elastisitas kesempatan kerja L = Kesempatan kerja

= Persentase perubahan kesempatan kerja

Q = Output

= Persentase perubahan output

3.3. Konsep dan Definisi

Dalam memanfaatkan data dari berbagai sumber dan untuk memahami informasi yang disajikan dalam analisis, maka diperlukan adanya satu macam konsep dan definisi. Konsep dan definisi yang merupakan batasan istilah yang digunakan dalam kerangka pembahasan skripsi ini adalah sebagai berikut :


(17)

1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) adalah sejumlah nilai tambah (value added) yang timbul dari semua unit produksi di dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu. Hal tersebut ditinjau dari segi pendapatan yang ditimbulkan oleh faktor-faktor produksi.

2. Nilai Tambah Bruto (NTB) diperoleh dari nilai produksi (output) dikurangi biaya antara.

Output merupakan nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu kegiatan produksi dalam satu periode tertentu.

Biaya Antara adalah nilai barang dan jasa yang digunakan dalam proses kegiatan produksi yang sedang berjalan dimana barang-barang tersebut merupakan barang tidak tahan lama yang biasanya habis dalam sekali pakai atau mempunyai umur penggunaan kurang dari satu tahun.

3. Penghitungan atas dasar harga konstan maksudnya adalah suatu perhitungan nilai produksi maupun biaya-biaya setiap tahun dinilai atas dasar harga pada tahun tertentu sebagai tahun dasar. Penghitungan atas dasar harga konstan ini penting terutama untuk mengetahui laju pertumbuhan ekonomi yang sebenarnya, dimana faktor inflasi sudah diperhitungkan.

4. Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun ke atas.

5. Penduduk yang termasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran.


(18)

6. Penduduk yang termasuk bukan angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang masih sekolah, mengurus rumahtangga atau melaksanakan kegiatan lainnya selain kegiatan pribadi.

7. Bekerja didefinisikan sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan baik berupa uang atau barang lainnya dan lamanya bekerja paling sedikit satu jam secara terus menerus dalam seminggu yang lalu.

Termasuk dalam kategori bekerja adalah mereka yang bekerja sebagai pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha atau kegiatan ekonomi.

8. Penganggur terbuka, terdiridari :

a. Mereka yang tak punya pekerjaan dan mencari pekerjaan. b. Mereka yang tak punya pekerjaan dan mempersiapkan usaha.

c. Mereka yang tak punya pekerjaan dan tidak mencari pekerjaan, karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.

d. Mereka yang sudah punya pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja.

Mencari pekerjaan adalah kegiatan seseorang yang pada saat survei orang tersebut sedang mencari pekerjaan, seperti mereka :

a. Yang belum pernah bekerja dan sedang berusaha mendapatkan pekerjaan.


(19)

b. Yang sudah pernah bekerja, karena sesuatu hal berhenti atau diberhentikan dan sedang berusaha untuk mendapatkan pekerjaan.

c. Yang bekerja atau mempunyai pekerjaan, tetapi karena sesuatu hal masih berusaha untuk mendapatkan pekerjaan lain.

Usaha mencari pekerjaan ini tidak terbatas pada seminggu sebelum pencacahan, jadi mereka yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan dan yang permohonannya telah dikirim lebih dari satu minggu yang lalu tetap dianggap sebagai mencari pekerjaan asalkan seminggu yang lalu masih mengharapkan pekerjaan yang dicari. Mereka yang sedang bekerja dan berusaha untuk mendapatkan pekerjaan yang lain tidak dapat disebut sebagai penganggur terbuka.

Mempersiapkan suatu usaha adalah suatu kegiatan yang dilakukan seseorang dalam rangka mempersiapkan suatu usaha/pekerjaan yang “baru”, yang bertujuan untuk memperoleh penghasilan/keuntungan atas resiko sendiri, baik dengan atau tanpa mempekerjakan buruh/pekerja dibayar maupun tidak dibayar. Mempersiapkan usaha yang dimaksud adalah apabila “tindakannya

nyata”, seperti : mengumpulkan modal atau perlengkapan/alat, mencari lokasi/tempat, mengurus surat ijin usaha dan sebagainya, telah/sedang dilakukan.


(20)

Mempersiapkan usaha tidak termasuk yang baru merencanakan, berniat, dan baru mengikuti kursus/pelatihan dalam rangka membuka usaha.

Mempersiapkan suatu usaha yang nantinya cenderung pada pekerjaan sebagai berusaha sendiri (own account worker) atau sebagai berusaha dibantu buruh tidak tetap/buruh tak dibayar atau sebagai berusaha dibantu buruh tetap/buruh dibayar.

9. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah persentase jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja.

10.Sekolah adalah kegiatan seseorang untuk bersekolah di sekolah formal, mulai dari pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi selama seminggu yang lalu sebelum pencacahan. Tidak termasuk yang sedang libur sekolah.

11.Mengurus rumahtangga adalah kegiatan seseorang yang mengurus rumahtangga tanpa mendapatkan upah, misalnya : ibu-ibu rumahtangga dan anaknya yang membantu mengurus rumahtangga. Sebaliknya pembantu rumahtangga yang mendapatkan upah walaupun pekerjaannya mengurus rumahtangga dianggap bekerja.

12.Kegiatan lainnya adalah kegiatan seseorang selain disebut di atas, yakni mereka yang sudah pensiun, orang-orang yang cacat jasmani (buta, bisu dan sebagainya) yang tidak melakukan sesuatu pekerjaan seminggu yang lalu.

13.Pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah mereka yang meninggalkan sekolah setelah mengikuti pelajaran pada kelas tertinggi


(21)

suatu tingkatan sekolah sampai akhir dengan mendapatkan tanda tamat berupa ijasah (baik sekolah negeri maupun swasta).

14.Jumlah jam kerja seluruh pekerjaan adalah lamanya waktu dalam jam yang digunakan untuk bekerja dari seluruh pekerjaan, tidak termasuk jam kerja istirahat resmi dan jam kerja yang digunakan untuk hal-hal di luar pekerjaan selama seminggu yang lalu.

Bagi pedagang keliling, jumlah jam kerja dihitung mulai berangkat dari rumah sampai tiba kembali di rumah dikurangi waktu yang tidak merupakan jam kerja, seperti mampir ke rumah famili/kawan dan sebagainya.

15.Lapangan usaha adalah bidang kegiatan dari pekerjaan atau tempat bekerja atau perusahaan atau kantor dimana seseorang bekerja.

Lapangan usaha ini dibedakan menjadi sembilan sektor ekonomi yang telah mengacu pada klasifikasi International Standard Industrial Classification of All Economic Activities (ISIC) sebagaimana yang direkomendasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Lapangan usaha di Indonesia dibagi menjadi sembilan sektor : 1. Pertanian, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan.

2. Pertambangan dan Penggalian. 3. Industri Pengolahan.

4. Listrik, Air dan Gas. 5. Bangunan.


(22)

7. Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi.

8. Keuangan, Asuransi, Usaha Persewaan Bangunan, dan Jasa Perusahaan.

9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial, Perorangan.

Dari sektor-sektor di atas kemudian dapat dikelompokkan dalam tiga sektor besar, yaitu sektor pertanian (Agriculture) meliputi lapangan usaha pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan; sektor industri manufaktur (Manufacture) meliputi sektor-sektor pertambangan dan penggalian; industri pengolahan; listrik, air dan gas, serta sektor bangunan, dan sektor pelayanan dan jasa (Service) yang mencakup sektor perdagangan besar dan eceran serta rumah makan dan hotel; angkutan, pergudangan dan komunikasi; keuangan, asuransi, dan sebagainya; serta sektor jasa-jasa dan sektor lainnya.

16.Upah atau gaji bersih adalah imbalan yang diterima selama sebulan oleh buruh/karyawan baik berupa uang atau barang yang dibayarkan perusahaan/kantor/majikan. Imbalan dalam bentuk barang dinilai dengan harga setempat. Upah/gaji bersih yang dimaksud tersebut adalah setelah dikurangi dengan potongan-potongan iuran wajib, pajak penghasilan dan sebagainya.

17.Status pekerjaan utama adalah kedudukan seseorang dalam melakukan pekerjaan di suatu unit usaha/kegiatan, meliputi pekerjaan yang berusaha sendiri (tanpa bantuan orang lain); berusaha dengan bantuan orang lain/anggota rumahtangga yang kepadanya tidak dibayar; berusaha dengan


(23)

buruh tetap (dibayar); sebagai karyawan/buruh; dan sebagai pekerja tidak dibayar atau pekerja keluarga.

Mulai tahun 2001 status pekerjaan dibedakan menjadi 7 kategori yaitu : a. Berusaha sendiri, adalah bekerja atau berusaha dengan menanggung

risiko secara ekonomis, yaitu dengan tidak kembalinya ongkos produksi yang telah dikeluarkan dalam rangka usahanya tersebut, serta tidak menggunakan pekerja dibayar maupun pekerja tak dibayar, termasuk yang sifat pekerjaannya memerlukan teknologi atau keahlian khusus. Contoh :

 Tukang becak yang membawa becaknya atas resiko sendiri

 Sopir taksi yang membawa mobil atas resiko sendiri.

 Kuli di pasar, stasiun atau tempat lainnya yang tidak mempunyai majikan tertentu.

b. Berusaha dengan dibantu anggota rumahtangga atau buruh tidak tetap, adalah mereka yang dalam mengusahakan usahanya dibantu oleh anggota rumahtangga atau buruh tidak tetap.

Contoh :

 Pengusaha warung yang dibantu oleh anggota rumahtangganya atau orang lain yang diberi upah tidak tetap.

 Penjaja keliling yang dibantu anggota rumahtangganya atau seseorang yang diberi upah hanya pada saat dia membantu saja.

 Petani yang mengusahakan tanah pertaniannya dengan dibantu anggota rumahtangga atau orang lain, walaupun pada waktu panen,


(24)

petani memberi sebagian panennya (paro, bawon, dan sebagainya). Membantu panenan tidak dianggap sebagai buruh tetap sehingga petani digolongkan sebagai berusaha dengan bantuan anggota rumahtangga atau buruh tidak tetap.

c. Berusaha dengan buruh tetap, adalah mereka yang melakukan usahanya dengan mempekerjakan buruh tetap yang dibayar.

Contoh :

 Pemilik toko mempekerjakan satu atau lebih buruh tetap.

 Pengusaha sepatu yang memakai buruh tetap.

d. Buruh/Karyawan/Pegawai negeri, adalah seseorang yang bekerja pada orang lain atau instansi/kantor/perusahaan secara tetap dengan menerima upah/gaji baik berupa uang maupun barang. Buruh yang tidak mempunyai majikan tetap, tidak digolongkan sebagai buruh/karyawan, tetapi sebagai pekerja bebas. Seseorang dianggap memiliki majikan tetap jika memiliki satu majikan (orang/rumahtangga) yang sama dalam sebulan terakhir, khusus pada sektor bangunan batasannya tiga bulan. Apabila majikannya instansi/lembaga, boleh lebih dari satu.

e. Pekerja bebas di pertanian, adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari satu majikan dalam sebulan terakhir) di usaha pertanian baik berupa usaha rumahtangga maupun bukan usaha rumahtangga atas dasar balas jasa dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang, dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan. Usaha pertanian


(25)

meliputi : pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, peternakan, perikanan dan perburuan, termasuk juga jasa pertanian.

Majikan adalah orang atau pihak yang memberikan pekerjaan dengan pembayaran yang disepakati.

f. Pekerja bebas di nonpertanian adalah seseorang yang bekerja pada orang lain/majikan/institusi yang tidak tetap (lebih dari satu majikan dalam sebulan terakhir), di usaha nonpertanian dengan menerima upah atau imbalan baik berupa uang maupun barang dan baik dengan sistem pembayaran harian maupun borongan.

Usaha nonpertanian meliputi : usaha di sektor pertambangan, industri, listrik, gas dan air, sektor konstruksi/bangunan, sektor perdagangan, sektor angkutan, pergudangan dan komunikasi, sektor keuangan, asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah dan jasa perusahaan, sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan.

Huruf e dan f yang dikembangkan mulai pada publikasi 2001, pada tahun 2000 dan sebelumnya dikategorikan pada huruf d dan a (huruf e termasuk dalam d dan huruf f termasuk dalam a).

g. Pekerja keluarga/tak dibayar adalah seseorang yang bekerja membantu orang lain yang berusaha dengan tidak mendapat upah/gaji, baik berupa uang maupun barang.


(26)

Pekerja tak dibayar tersebut dapat terdiri dari :

1. Anggota rumahtangga dari orang yang dibantunya, seperti istri/anak yang membantu suaminya/ayahnya bekerja di sawah dan tidak dibayar.

2. Bukan anggota rumahtangga tetapi keluarga dari orang yang dibantunya, seperti famili yang membantu melayani penjualan di warung dan tidak dibayar.

3. Bukan anggota rumahtangga dan bukan keluarga dari orang yang dibantunya, seperti orang yang membantu menganyam topi pada industri rumahtangga tetangganya dan tidak dibayar.

18.Kesempatan Kerja menunjukkan banyaknya lapangan pekerjaan yang dicerminkan oleh besarnya penduduk yang bekerja.


(27)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113044’-119000’ BT dan 4024’ LU-2025’ LS. Kalimantan Timur merupakan provinsi terluas kedua di Indonesia setelah Papua, dengan luas wilayah daratan kurang lebih 198, 441 ribu km2 dan luas pengelolaan laut 10,216 ribu km2 atau sekitar satu setengah kali Pulau Jawa dan Madura. Batas wilayah Provinsi Kalimantan Timur adalah sebelah utara berbatasan dengan Negara Bagian Sabah dan Serawak (Malaysia Timur), sebelah timur dengan Laut Sulawesi dan Selat Makasar, sebelah selatan dengan Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat, dan sebelah barat berbatasan dengan Kalimantan Tengah dan Malaysia.

Kalimantan Timur memiliki sumberdaya alam yang melimpah seperti batubara, minyak dan gas bumi maupun hasil-hasil hutan dan perikanan. Selain itu, daerah Kalimantan Timur memiliki lahan kering yang tingkat kesuburannya sangat baik untuk pengembangan usaha perkebunan, seperti perkebunan kelapa, coklat, karet, kelapa sawit, dan lada. Perkembangan sektor kelautan dan perikanan menjadi sektor unggulan bagi pertumbuhan ekonomi dengan potensi sumberdaya ikan yang cukup besar.

Secara administratif, Provinsi Kalimantan Timur terbagi menjadi 10 kabupaten dan 4 kota dengan Samarinda sebagai ibukota provinsi. Penduduk


(28)

Kalimantan Timur berjumlah 3,553 juta jiwa pada tahun 2010. Perkembangan jumlah penduduk Kalimantan Timur hingga tahun 2010 menunjukkan pertumbuhan yang dikategorikan tinggi yaitu 3,82 persen dibandingkan tahun 2000. Kondisi ini tidak terlepas adanya penduduk migran yang masuk ke daerah ini sebagai konsekuensi dari era otonomi, dimana daerah yang menjanjikan peluang kerja dan pendapatan akan menjadi tujuan migran.

4.2. Keadaan Perekonomian Kalimantan Timur Tahun 2003-2010

4.2.1. Peranan Masing-masing Sektor dalam Pembentukan PDRB ADHB

Sejalan dengan berlanjutnya pemulihan ekonomi global, berbagai indikator ekonomi dunia menunjukkan pergerakan positif. Situasi ini secara langsung memengaruhi pergerakan ekonomi nasional dan domestik. Provinsi Kalimantan Timur sebagai salah satu daerah yang mengandalkan kinerja komoditas ekspor primer khususnya ekspor batubara dan migas, ikut terkena dampak dari situasi eksternal tersebut. Hal ini dapat dilihat dari penciptaan nilai PDRB Kalimantan Timur yang terus meningkat. Pada periode tahun 2010, besaran PDRB Kalimantan Timur berada pada level 320,9 triliun rupiah, lebih tinggi dari capaian tahun-tahun sebelumnya.

Pembangunan sektor pertanian melalui berbagai usaha intensifikasi dan usaha lain seperti ekstensifikasi, diversifikasi, rehabilitasi pembangunan pengairan serta perbaikan prasarana fisik telah memberikan hasil yang memuaskan. Nilai Tambah Bruto (NTB) pertanian mengalami peningkatan, walaupun peranan


(29)

Sektor Pertanian cenderung berfluktuatif dalam pembentukan PDRB dari tahun ke tahun selama periode 2003-2010 (Lihat Tabel 1).

Tabel 1. Persentase PDRB Kalimantan Timur ADHB menurut Lapangan Usaha di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010

Lapangan Usaha Tahun

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Pertanian 6,99 6,36 5,29 5,41 5,78 4,93 5,95 5,86

Agriculture 6,99 6,36 5,29 5,41 5,78 4,93 5,95 5,86 Pertambangan dan Penggalian 37,92 39,61 42,54 41,89 42,94 46,06 45,84 47,88

Industri Pengolahan 36,58 36,68 36,60 35,98 33,63 33,03 27,42 24,74

Listrik dan Air Bersih 0,32 0,31 0,30 0,29 0,29 0,24 0,29 0,27

Bangunan 2,94 2,65 2,24 2,35 2,57 2,15 2,72 2,79

Manufacture 77,76 79,24 81,69 80,51 79,44 81,48 76,27 75,68 Perdagangan, Hotel dan

Restauran 6,39 6,36 5,80 6,39 6,57 5,79 7,65 8,15

Pengangkutan dan Komunikasi 4,01 3,62 3,34 3,46 3,54 2,97 3,70 3,75

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 2,05 1,95 1,68 1,75 2,04 1,80 2,25 2,32

Jasa-Jasa 2,80 2,48 2,20 2,49 2,64 3,03 4,18 4,24

Services 15,25 14,40 13,03 14,09 14,79 13,59 17,78 18,46 Nilai PDRB tanpa Migas (Triliun)

46,25 53,61 68,11 82,23 98,01 134,23 154,10 187,88

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2011.

Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa kontribusi Sektor Agriculture sebesar 6,99 persen dengan nilai nominal sebesar 7,44 triliun rupiah pada tahun 2003, sedangkan tahun 2010 peranan Sektor Agriculture mengalami penurunan menjadi sebesar 5,86 persen dengan nilai nominal sebesar 18,81 triliun rupiah. Sektor yang memegang peranan yang paling dominan adalah Sektor Manufacture, yaitu sebesar 77,76 persen pada tahun 2003 dan pada tahun 2010 sebesar 75,68 persen. Pada peringkat kedua adalah Sektor Services yaitu sebesar 15,25 persen pada tahun 2003 dan peranannya naik menjadi 18,46 persen pada tahun 2010. Pada Sektor Manufacture subsektor yang paling dominan peranannya adalah Subsektor Pertambangan dan Penggalian yang memberikan peranan lebih dari 40 persen.


(30)

Berdasarkan data PDRB menurut lapangan usaha utama, perekonomian Kalimantan Timur telah mengalami perubahan struktural yang sangat berarti. Pada awal tahun 2003, Sektor Pertanian mempunyai peranan yang sangat besar dalam pembentukan PDRB. Namun pada tahun 2010 peranan Sektor Pertanian mulai bergeser pada Sektor Industri dan Sektor Jasa-jasa. Selama periode tahun 2003-2010, penurunan peranan Sektor Pertanian disertai peningkatan Sektor Nonpertanian dalam pembentukan PDRB. Penurunan peranan Sektor Pertanian bukan berarti bahwa Sektor Pertanian tidak mengalami pertumbuhan, tetapi lebih disebabkan karena adanya pertumbuhan yang tinggi dari Sektor Nonpertanian. Hal ini, menunjukkan bahwa pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah menunjukkan kearah industrialisasi yang cukup nyata.

4.2.2. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto

Laju pertumbuhan PDRB Kalimantan Timur selama periode tahun 2003-2010 mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu sebesar 7,44 persen pada tahun 2003 dan meningkat menjadi sebesar 10,79 persen pada tahun 2010. Rata-rata pertumbuhan PDRB tanpa migas atas dasar harga konstan tahun 2000 pada tahun 2003-2010 mencapai sebesar 8,87 persen per tahun dan pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2005-2006 yaitu sebesar 12,62 persen.


(31)

Tabel 2. Laju Pertumbuhan PDRB Kalimantan Timur ADHK 2000 menurut Lapangan Usaha di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010

Lapangan Usaha Tahun 2003-2004 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009 2009-2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Pertanian 2,87 2,55 3,55 1,79 2,91 1,49 2,91

Agriculture 2,87 2,55 3,55 1,79 2,91 1,49 2,91 Pertambangan, Penggalian, Listrik dan Air

Bersih 11,34 15,69 10,26 8,01 11,09 9,94 13,82

Industri Pengolahan tanpa Migas 1,83 2,77 4,03 5,61 5,53 1,49 3,25

Bangunan 6,78 5,49 7,92 12,57 8,33 9,95 10,17

Manufacture 1,72 4,49 4,34 3,73 5,91 4,39 8,04 Perdagangan, Hotel dan Restauran 8,17 7,51 13,54 8,83 3,55 5,68 10,52

Pengangkutan dan Komunikasi 9,14 13,17 10,43 8,72 7,87 7,35 9,23

Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 11,52 7,02 9,27 15,72 9,72 8,95 9,18

Jasa-Jasa 3,50 5,14 3,99 4,67 7,62 5,26 7,50

Services 8,32 8,70 10,89 9,33 6,16 6,63 9,61

PDRB tanpa Migas 7,44 8,07 12,62 10,23 6,34 6,59 10,79

Sumber : BPS Provinsi Kalimantan Timur, 2011.

Pada periode ini pertumbuhan Sektor Pertanian mengalami fluktuasi kenaikan yang tidak begitu besar, yaitu mempunyai rata-rata pertumbuhan sebesar 2,58 persen per tahun. Sedangkan, pertumbuhan yang cukup baik diberikan oleh Sektor Jasa yaitu sebesar 8,52 persen per tahun. Pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2005-2006 yaitu sebesar 12,62 persen dan pertumbuhan terkecil terjadi pada tahun 2007-2008. Pertumbuhan dan peranan Sektor Jasa dalam perekonomian daerah yang tinggi diharapkan dapat meningkatkan tingkat pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta dapat membuka lapangan pekerjaan baru.

Laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi selama periode 2003-2010 sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan di Sektor Jasa. Sedangkan, Sektor Jasa itu sendiri sangat dipengaruhi oleh Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan dengan rata-rata pertumbuhannya sebesar 10,20 persen per tahun dan pertumbuhan tertinggi pada tahun 2006-2007 sebesar 15,72 persen dan laju pertumbuhan terkecil pada tahun 2004-2005 sebesar 7,02 persen.


(32)

Banyak kalangan menilai, penurunan NTB Sektor Pertanian sebagai bukti gagalnya pembangunan Sektor A. Namun sebenarnya itu bukan merupakan masalah yang serius, karena dibalik pangsa NTB Sektor Pertanian yang semakin menurun itu, ternyata secara signifikan telah berhasil diimbangi oleh meningkatnya pangsa NTB pada sektor lain. Ternyata peranan Sektor Pertanian sangat nyata mendukung pertumbuhan Sektor Nonpertanian seperti Subsektor Industri Pengolahan yang memanfaatkan dan mengolah hasil pertanian dan juga Subsektor Perdagangan untuk komoditi hasil pertanian.

Secara absolut maupun relatif, peningkatan laju Sektor Nonpertanian yaitu Sektor Jasa-jasa yang disertai penurunan pada Sektor Pertanian merupakan suatu bukti bahwa telah terjadi proses transformasi (pergeseran) secara struktural dalam perekonomian. Dalam hal ini Sektor Pertanian yang pada awalnya berperan sebagai sektor sentral dalam ekonomi secara bertahap kedudukannya mulai bergeser menjadi penopang pertumbuhan sektor lainnya dalam proses pertumbuhan ekonomi.

4.3. Keadaan dan Pertumbuhan Angkatan Kerja di Kalimantan Timur 4.3.1. Keadaan Angkatan Kerja menurut Jenis Kelamin dan Tempat Tinggal

Tabel 3 memberikan gambaran umum keadaan angkatan kerja di daerah perdesaan dan perkotaan di Kalimantan Timur selama periode tahun 2003-2010. Dari Tabel 3 tersebut menunjukkan bahwa distribusi relatif angkatan kerja di perdesaan dan perkotaan mencerminkan distribusi penduduk usia kerja di Kalimantan Timur yang bekerja dan mencari pekerjaan. Pada tahun 2003


(33)

angkatan kerja terkonsentrasi di daerah perdesaan yaitu sebesar 618,99 ribu orang (50,63 persen), sedangkan pada tahun 2010 proporsi angkatan kerja yang berada di daerah perdesaan menurun menjadi sebesar 46,79 persen, dan secara absolut jumlah angkatan kerja di desa mengalami penurunan menjadi 771,31 ribu orang.

Tabel 3. Persentase Angkatan Kerja menurut Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010

Tahun

Jenis Kelamin Daerah Tempat Tinggal Jumlah Angkatan

Kerja (Ribuan)

Rasio Laki-laki Perempuan Total Kota Desa Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

2003 69,50 30,50 100,00 49,37 50,63 100,00 1.223 227,91

2004 73,00 27,00 100,00 54,39 45,61 100,00 1.161 270,41

2005 71,86 28,14 100,00 52,81 47,19 100,00 1.216 255,33

2006 66,92 33,08 100,00 52,93 47,07 100,00 1.325 202,26

2007 69,75 30,25 100,00 53,17 46,83 100,00 1.241 230,59

2008 69,26 30,74 100,00 53,10 46,90 100,00 1.417 225,29

2009 69,66 30,34 100,00 53,44 46,56 100,00 1.461 229,58

2010 68,43 31,57 100,00 53,21 46,79 100,00 1.648 216,75

Sumber : BPS Kalimantan Timur, 2011.

Angkatan kerja di daerah perkotaan cenderung mengalami kenaikan secara proporsional selama periode 2003-2010. Kenaikan ini mungkin disebabkan karena sebagian dari program pemerintah memberikan kesempatan kerja di Sektor Nonpertanian yang menjadi penekanan dalam proses pembangunan.

Bersamaan dengan proses pembangunan akan terjadi pemindahan tenagakerja dari Sektor Pertanian menuju Sektor Nonpertanian. Dengan pembangunan lebih lanjut di Sektor Jasa-jasa akan mengakibatkan terjadinya perpindahan penduduk yang terus menerus dari perdesaan ke perkotaan untuk mencari pekerjaan di Sektor Nonpertanian yang dianggap lebih menberikan harapan.


(34)

Dari pola perubahan yang terjadi selama ini pada masa-masa selanjutnya diperkirakan akan terjadi penambahan angkatan kerja yang cukup besar di daerah perkotaan. Hal ini merupakan masalah yang cukup serius dipandang dari sudut perencanaan pembangunan di masa mendatang.

Menurut jenis kelamin, pada tahun 2003 sebanyak 1,2 juta orang dari penduduk usia kerja laki-laki sebanyak 849,97 ribu orang (69,50 persen) tergolong angkatan kerja. Sedangkan, pada tahun 2010 jumlah penduduk laki-laki yang tergolong angkatan kerja sebanyak 1,13 juta (68,43 persen) orang dari 1,65 juta penduduk usia kerja. Dengan demikian jumlah dari angkatan kerja laki-laki mengalami kenaikan selama periode tahun 2003-2010 walaupun secara proporsi mengalami penuruan. Sedangkan, untuk penduduk usia kerja perempuan pada tahun 2003 sebesar 372,89 ribu orang (30,50 persen) tergolong angkatan kerja dari 1,22 juta penduduk usia kerja dan meningkat menjadi 520,42 ribu orang (31,57 persen) dari 1,65 juta orang pada tahun 2010.

Rasio jenis kelamin penduduk usia 15 tahun ke atas yang termasuk angkatan kerja berada pada interval 200-275 yang berarti bahwa ada sekitar 200 sampai 275 laki-laki pada setiap 100 perempuan dalam angkatan kerja. Hal ini menunjukkan dominasi laki-laki dalam angkatan kerja. Terutama terjadi pada tahun 2004 dimana rasio jenis kelaminnya sebesar 271 sehingga setiap 100 wanita yang ada dalam angkatan kerja akan terdapat sebanyak 271 orang laki-laki dalam angkatan kerja. Rendahnya tingkat partisipasi wanita dalam angkatan kerja pada batas tertentu mungkin disebabkan oleh bias dari definisi wanita bekerja. Definisi tersebut mengatakan bahwa wanita bekerja sebagai pekerja keluarga yang tak


(35)

dibayar, pada sektor tradisional lebih cenderung diklasifikasina sebagai pengurus rumahtangga bukan masuk dalam angkatan kerja. Pengklasifikasian ini terjadi terutama di daerah perdesaan.

4.3.2. Keadaan Angkatan Kerja yang Bekerja menurut Status Pekerjaan

Seperti halnya klasifikasi lapangan pekerjaan, maka klasifikasi status pekerjaan utama mempunyai hubungan dekat dengan pembangunan suatu daerah. Tabel 4 menunjukkan distribusi angkatan kerja yang bekerja menurut status pekerjaan utama di Kalimantan Timur pada tahun 2003 dan 2010. Dalam Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah laki-laki yang berstatus sebagai buruh/karyawan/pegawai negeri sipil lebih besar daripada jumlah perempuan pada status yang sama. Sedangkan, bila dilihat dari daerah tempat tinggal, maka proporsi yang berstatus buruh di perkotaan lebih besar daripada di perdesaan. Hal ini, karena daerah perkotaan menjadi pusat pabrik dan industri sehingga banyak memerlukan tambahan tenagakerja. Akibatnya banyak angkatan kerja yang pindah dari perdesaan untuk bekerja di perkotaan.

Oberai (1978), mengamati bahwa proporsi buruh yang dianggap mewakili angkatan kerja dalam kegiatan modern akan meningkat sejalan peningkatan proses pembangunan dan industrialisasi di wilayah tersebut. Dengan perkataan lain bahwa wilayah yang proporsi buruhnya relatif tinggi, maka di wilayah itu telah terjadi suatu proses industrialisasi. Sebaliknya, rendahnya proporsi buruh di suatu wilayah akan dapat menunjukkan ketertinggalan dalam pembangunan ekonomi. Daerah Kalimantan Timur pada tahun 2003 mempunyai proporsi buruh sebesar


(36)

39,86 persen untuk laki-laki dan 26,52 persen untuk perempuan. Pada tahun 2010 proporsi buruh mengalami kenaikan, untuk laki-laki menjadi 49,79 persen sedangkan untuk perempuan menjadi 40,87 persen.

Tabel 4. Persentase Penduduk yang bekerja menurut status pekerjaan utama, jenis kelamin dan daerah tempat tinggal di Kalimantan Timur tahun 2003-2010

Status pekerjaan utama

Daerah Tempat Tinggal Jenis Kelamin

Kota Desa Laki-laki Perempuan 2003 2010 2003 2010 2003 2010 2003 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Berusaha sendiri 20,54 20,52 13,99 22,07 19,02 21,99 12,68 19,46

Berusaha dibantu buruh tidak

tetap 8,73 8,53 28,89 17,65 22,14 14,57 11,05 8,64

Berusaha dibantu buruh tetap 3,33 3,77 1,34 2,20 2,77 3,72 1,20 1,32 Buruh atau karyawan atau

pegawai 53,88 59,19 18,81 33,85 39,86 49,79 26,52 40,87

Pekerja bebas di pertanian 2,37 0,48 1,86 2,93 2,50 1,99 1,13 0,80

Pekerja bebas di nonpertanian 4,80 1,96 1,94 1,84 4,06 2,26 1,55 1,04

Pekerja Keluarga 6,35 5,55 33,16 19,47 9,65 5,68 45,86 27,86

Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Jumlah yang bekerja

(Ribuan) 542,83 780,21 561,32 701691,00 789,07 1050,22 315,08 431,68

Sumber : BPS Kalimantan Timur, 2011.

Tingginya proporsi status buruh di suatu wilayah juga berkaitan erat dengan Sektor Industri. Sektor Industri dianggap sebagai sektor modern yang memiliki produktivitas yang tinggi, sehingga penghasilan yang diterima juga lebih tinggi daripada Sektor Pertanian. Karena kegiatan Sektor Industri terpusat di daerah perkotaan, maka proporsi buruh laki-laki atau perempuan di perkotaan akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang berada di daerah perdesaan.

Proporsi angkatan kerja yang bekerja sendiri di Kalimantan Timur cukup besar dan selama periode 2003-2010 mengalami kenaikan. Proporsi laki-laki lebih besar daripada perempuan. Hal ini berkaitan dengan angkatan kerja yang tergolong sebagai pekerja keluarga yang tak dibayar. Proporsi pekerja keluarga perempuan selalu lebih besar daripada laki-laki. Tingginya proporsi pekerja


(37)

keluarga perempuan sangat dipengaruhi kegiatan ibu rumahtangga dan anaknya dalam membantu pekerjaan ayahnya menggarap lahan di persawahan. Selain itu, juga disumbang oleh subsektor perdagangan.

Pembangunan yang dilaksanakan selama ini dan masa yang akan datang diharapkan dapat meningkatkan proporsi angkatan kerja yang berstatus buruh, sedangkan proporsi angkatan kerja yang bekerja sendiri tanpa bantuan orang lain dan proporsi pekerja keluarga akan semakin berkurang. Dengan demikian, diharapkan akan terjadi perubahan-perubahan pada pola tradisional yang ada di daerah perkotaan maupun di perdesaan, terutama perempuan pada status yang sama di daerah perdesaan.

4.3.3. Tingkat Pendidikan Angkatan Kerja

Tabel 5a dan 5b memberikan keterangan tentang pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh angkatan kerja dan berdasarkan jenis kelamin selama periode tahun 2003-2010. Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar angkatan kerja berada pada pendidikan menengah yaitu Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA), baik laki-laki maupun perempuan. Untuk laki-laki pada tahun 2003 proporsi yang bekerja dengan kelulusan SLTA sebesar 28,68 persen dan pada tahun 2010 naik menjadi 37,01 persen. Sedangkan, untuk angkatan kerja perempuan yang lulus SLTA pada tahun 2003 sebesar 15,87 persen dan pada tahun 2010 naik menjadi 28,76 persen.


(38)

Tabel 5a. Persentase Penduduk Usia Kerja menurut Jenis Kelamin dan Jenis Kegiatan Seminggu yang lalu di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010

Laki-laki

Jenis Kegiatan Seminggu yang lalu

Tahun

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Bekerja 82,36 80,45 78,41 78,59 74,93 76,08 75,22 79,76

Mencari Pekerjaan 6,33 6,40 7,09 8,79 8,69 8,38 9,81 5,91

Sekolah 7,39 7,83 10,31 7,69 10,19 9,11 9,30 8,77

Mengurus rumahtangga 0,97 1,06 0,50 0,56 1,46 1,17 1,18 1,03

Lainnya 2,95 4,26 3,69 4,37 4,72 5,26 4,49 4,52

Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Angkatan Kerja (Ribuan) 849,74 847,72 873,55 886,57 865,91 981,50 1.017,70 1.128,02

Sumber : BPS Kalimantan Timur, 2011.

Perkembangan pendidikan ini menunjukkan bahwa telah terjadi keberhasilan dari Dinas Pendidikan Kalimantan Timur dengan program pendidikan dasar sembilan, yaitu wajib mempunyai pendidikan minimal tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Sebelumnya Dinas Pendidikan menerapkan program pendidikan dasar enam tahun, dimana penduduk wajib berpendidikan minimal sampai Sekolah Dasar (SD).

Tabel 5b. Persentase Penduduk Usia Kerja menurut Jenis Kelamin dan Jenis Kegiatan Seminggu yang lalu di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010

Perempuan

Jenis Kegiatan Seminggu yang lalu

Tahun

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Bekerja 36,24 27,59 29,96 36,60 32,39 36,06 37,57 37,03

Mencari Pekerjaan 6,64 6,27 6,83 9,30 6,13 5,76 3,81 7,61

Sekolah 7,42 9,61 10,55 7,94 9,58 9,00 9,00 9,58

Mengurus rumahtangga 47,66 53,54 49,29 43,57 47,02 46,24 46,49 42,71

Lainnya 2,03 2,99 3,37 2,58 4,87 2,94 3,14 3,07

Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Angkatan Kerja (Ribuan) 372,84 314,49 340,13 438,32 375,51 435,47 443,29 520,43


(39)

Dampak langsung dari rendahnya tingkat pendidikan adalah berhubungan dengan kualitas dan kecakapan dari angkatan kerja. Namun, tendensi penurunan secara umum partisipasi angkatan kerja yang tidak berpendidikan, baik laki-laki maupun perempuan memberikan gambaran yang cukup baik di masa depan. Banyaknya perempuan yang kurang berpendidikan juga menjadi sebab sulitnya angkatan kerja perempuan masuk ke dalam sektor modern di perkotaan. Sehingga, kebanyakan masuk pada sektor tradisional di perdesaan.

4.4. Pergeseran Penyerapan Tenagakerja secara Sektoral

4.4.1. Peranan Sektor Pertanian, Industri, dan Jasa-jasa dalam Penyerapan Tenagakerja

Tabel 6 menunjukkan bahwa jumlah angkatan kerja yang terserap dalam lapangan pekerjaan utama mengalami peningkatan selama periode tahun 2003-2010. Pada tahun 2003 jumlah angkatan kerja yang terserap sebesar 1,1 juta orang dari seluruh angkatan kerja dan meningkat menjadi 1,48 juta orang pada tahun 2010. Lebih sepertiga dari seluruh angkatan kerja yang terserap itu tertampung pada Sektor Pertanian yaitu sebesar 40,37 persen pada tahun 2003 dan menurun menjadi 30,80 persen pada tahun 2010.

Hal ini, menunjukkan bahwa Kalimantan Timur masih termasuk daerah agraris, yaitu nampak dari besarnya penduduk yang bekerja di Sektor Pertanian. Sebenarnya Sektor Jasa-jasa yang paling banyak menyerap tenagakerja yaitu 42,51 persen pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 49,38 persen pada tahun 2010. Namun, bila dilihat dari subsektor dalam Sektor Jasa-jasa yang paling


(40)

banyak menyerap tenagakerja adalah Subsektor Perdagangan, Hotel dan Restauran yaitu sebesar 18,20 persen pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 22,09 persen pada tahun 2010.

Tabel 6. Persentase penyerapan tenagakerja menurut lapangan pekerjaan utama di Kalimantan Timur tahun 2003-2010

Lapangan pekerjaan utama Tahun

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)

Pertanian 40,37 30,87 34,28 35,70 33,87 36,28 35,01 30,80

Agriculture 40,37 30,87 34,28 35,70 33,87 36,28 35,01 30,80 Pertambangan, Penggalian,

Listrik dan Air Bersih 4,29 3,67 5,01 7,24 6,13 5,98 6,28 8,25

Industri Pengolahan 7,85 10,32 8,64 6,84 7,60 6,66 5,81 5,61

Bangunan 4,98 8,74 7,08 6,13 6,34 6,45 6,49 5,96

Manufacture 17,12 22,73 20,73 20,21 20,07 19,10 18,58 19,82 Perdagangan, Hotel dan

Restauran 18,20 21,11 20,97 19,91 21,29 20,54 21,71 22,09

Pengangkutan dan Komunikasi 4,49 7,66 7,36 6,05 6,80 6,66 5,63 5,28

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan 2,72 2,42 1,01 4,33 2,38 1,91 1,90 2,96

Jasa-Jasa 17,10 15,19 15,65 13,78 15,59 15,51 17,17 19,04

Services 42,51 46,40 44,99 44,08 46,06 44,62 46,41 49,38

Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00

Kesempatan Kerja (Ribuan) 1104,16 1041,49 1078,09 1146,88 1091,63 1259,59 1302,77 1481,90

Sumber : BPS Kalimantan Timur, 2011.

Sektor Industri yang paling dominan dalam pembentukan PDRB (Lihat Tabel 1), hanya mampu menyerap tenagakerja yang lebih kecil dari Sektor Pertanian maupun Sektor Jasa-jasa yaitu sebesar 17,12 persen pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 19,82 persen pada tahun 2010 dari seluruh angkatan kerja. Sedangkan Subsektor Pertambangan dan Penggalian yang menjadi andalan dalam membentuk Sektor Industri hanya mampu menyerap tenagakerja 4,29 persen pada tahun 2003 dan meningkat menjadi 7,82 persen pada tahun 2010. Hal ini terjadi karena biasanya Subsektor Pertambangan dan Penggalian membutuhkan tenagakerja dengan tingkat pendidikan dan ketrampilan yang tinggi.


(41)

Pembangunan yang terus berlangsung diharapkan akan membuat penyerapan tenagakerja di Sektor Pertanian mengalami penurunan. Sedangkan, penyerapan tenagakerja di Sektor Nonpertanian diharapkan lebih berkembang, terutama Subsektor Industri Pengolahan dan Subsektor Perdagangan, karena Sektor Nonpertanian ini lebih berperan dalam pembentukan PDRB. Disamping itu, penyerapan tenagakerja di Sektor Industri di daerah perkotaan diharapkan lebih baik perkembangannya daripada di perdesaan. Sedangkan, penyerapan tenagakerja di Sektor Jasa-jasa akan sedikit berkurang sebagai akibat dari proses pembangunan yang terus berlangsung.

4.4.2. Laju Pertumbuhan Kesempatan Kerja di Sektor Pertanian, Industri dan Jasa-jasa

Penyerapan tenagakerja yang mengalami pertumbuhan terbesar selama periode tahun 2003-2010 terjadi pada Subsektor Pertambangan, Penggalian, Listrik dan Air Bersih yaitu sebesar 126,94 persen. Pertumbuhan terbesar terjadi pada tahun 2005-2006 sebesar 53,63 persen. Sedangkan, yang mengalami penurunan terbesar terjadi pada Subsektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan yaitu sebesar 12,37 persen selama periode 2003-2010 dengan penurunan terbesar terjadi pada tahun 2004-2005 yaitu sebesar 57,01 persen.

Sektor Pertanian pertumbuhannya mengalami fluktuasi yang cukup besar dimana pada tahun 2003-2004, tahun 2006-2007 dan tahun 2008-2009 pertumbuhannya negatif, masing-masing sebesar 27,86 persen, 9,71 persen dan 0,19 persen. Pertumbuhan Sektor Pertanian yang mengalami penurunan paling


(42)

drastis terjadi pada tahun 2003-2004, hal ini berkaitan mulai diberlakukannya moratorium pelarangan penebangan kayu oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Sedangkan, Sektor Industri pertumbuhannya menunjukkan keanehan pada tahun 2004-2005 dan tahun 2006-2007 dimana pada tahun tersebut mengalami pertumbuhan yang negatif sebesar 5,58 persen dan 5,48 persen, sedangkan pada tahun lainnya mengalami pertumbuhan yang positif. Sektor Jasa-jasa justru mempunyai pertumbuhan penyerapan tenagakerja yang lebih baik karena hanya pada tahun 2006-2007 saja yang mengalami pertumbuhan negatif, selebihnya pertumbuhannya positif.

Tabel 7. Tingkat pertumbuhan penyerapan tenagakerja menurut lapangan pekerjaan utama di Kalimantan Timur Tahun 2003-2010

Lapangan pekerjaan utama 2003-2004 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009 2009-2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Pertanian -27,86 14,94 10,80 -9,71 23,60 -0,19 0,07

Agriculture -27,86 14,94 10,80 -9,71 23,60 -0,19 0,07 Pertambangan, Penggalian, Listrik dan Air

Bersih -19,39 41,56 53,63 -19,38 12,50 8,57 49,45

Industri Pengolahan 23,99 -13,41 -15,71 5,75 1,17 -9,83 9,88

Bangunan 65,58 -16,11 -7,93 -1,59 17,48 3,97 4,50

Manufacture 25,22 -5,58 3,71 -5,48 9,78 0,60 21,37 Perdagangan, Hotel dan Restauran 9,43 2,82 1,02 1,75 11,31 9,32 15,79 Pengangkutan dan Komunikasi 60,87 -0,66 -12,47 6,99 12,92 -12,49 6,63 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan -16,00 -57,01 35,75 -47,69 -7,26 2,95 76,89

Jasa-Jasa -16,18 6,63 -6,31 7,62 14,85 14,46 26,16

Services 2,94 0,37 4,24 -0,55 11,79 7,58 21,02

Total -5,68 3,51 6,38 -4,82 15,39 3,43 13,75

Sumber : BPS Kalimantan Timur Tahun, 2011.

Sektor Pertanian mengalami kenaikan penyerapan tenagakerja sebesar 11,65 persen selama periode 2003-2010, akan tetapi struktur penyerapan tenagakerjanya turun sebesar 9,56 persen (Tabel 6). Sedangkan, Subsektor Pertambangan dan Penggalian yang mengalami kenaikan penyerapan tenagakerja sebesar 126,94 persen, perubahan struktur penyerapan tenagakerja hanya


(43)

mengalami kenaikan sebesar 3,96 persen. Hal ini terjadi karena biasanya Subsektor Pertambangan dan Penggalian membutuhkan tenagakerja dengan tingkat pendidikan dan ketrampilan yang tinggi.

Peningkatan yang terjadi di Kalimantan Timur selama periode tahun 2003-2010 pada Sektor Jasa-jasa lebih tinggi bila dibandingkan peningkatan Sektor Industri. Oleh Squire (1981) lebih lanjut dikatakan bahwa kecilnya proporsi angkatan kerja di Sektor Industri seringkali diperkirakan sebagai suatu kegagalan di dalam proses pembangunan ekonomi. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa Sektor Pertanian dan Sektor Jasa-jasa pada umumnya mempunyai produktivitas yang rendah. Dalam keadaan jumlah pengangguran yang meningkat dengan disertai produktivitas tenagakerja yang rendah (karena keterbatasan pendidikan dan ketrampilan), maka tenagakerja yang berlebih tidak akan tertampung dalam sektor modern (Sektor Industri). Sektor informal pada Sektor Jasa-jasa menjadi pilihan utama dalam penyerapan tenagakerja karena tidak terlalu mementingkan pendidikan dan ketrampilan selain kemudahannya untuk keluar masuk pada sektor informal.

4.4.3. Hubungan antara Pertumbuhan Ekonomi dan Penciptaan Kesempatan Kerja

Gambaran penyerapan tenagakerja antar sektor yang terjadi selama periode tahun 2003-2010 akan lebih jelas terlihat menggunakan koefisien kesempatan kerja atau elastisitas kesempatan kerja. Koefisien kesempatan kerja ini merupakan


(44)

rasio antara persentase perubahan kesempatan kerja dengan persentase perubahan output PDRB.

Koefisien elastisitas penyerapan tenagakerja bisa bernilai positif maupun negatif. Jika bernilai positif, maka terjadi hubungan yang sebanding yaitu kenaikan dari pertumbuhan nilai produk nyata akan diikuti oleh kenaikan dalam penyerapan tenagakerja. Namun, juga bisa terjadi sebaliknya yaitu penurunan nilai produk nyata yang diikuti oleh penurunan dalam penyerapan tenagakerja. Sedangkan bila bernilai negatif, maka terjadi hubungan yang terbalik antara pertumbuhan nilai produk nyata dan pertumbuhan kesempatan kerja. Yaitu, kenaikan nilai produk nyata justru diikuti oleh penurunan dalam penyerapan tenagakerja, bisa juga sebaliknya penurunan nilai produk nyata akan diikuti oleh kenaikan dalam penyerapan tenagakerja.

Tabel 8. Koefisien penyerapan tenagakerja menurut lapangan pekerjaan utama

Lapangan pekerjaan utama 2003-2004 2004-2005 2005-2006 2006-2007 2007-2008 2008-2009 2009-2010 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

Pertanian -9,71 5,85 3,04 -5,44 8,12 -0,12 0,02

Agriculture -9,71 5,85 3,04 -5,44 8,12 -0,12 0,02 Pertambangan, Penggalian, Listrik dan

Air Bersih -1,71 3,36 7,20 -2,97 1,89 1,23 7,49

Industri Pengolahan -31,07 23,83 6,29 -1,49 0,36 2,47 -3,31

Bangunan 6,52 -1,45 -1,29 -0,30 3,28 0,70 0,85

Manufacture 3,72 -1,02 0,47 -0,44 1,17 0,06 2,10 Perdagangan, Hotel dan Restauran 23,04 1,32 1,06 -8,32 2,40 9,29 3,97

Pengangkutan dan Komunikasi 35,35 -0,15 -2,87 1,87 2,19 -2,85 0,82

Keuangan, Persewaan dan Jasa

Perusahaan -1,96 -7,59 26,39 -5,40 -2,04 0,52 7,31

Jasa-Jasa -1,77 0,50 -0,60 0,87 1,89 1,97 2,84

Services 0,26 0,05 0,46 -0,03 1,21 0,85 2,29

Total -1,62 0,68 1,60 -1,03 2,02 0,65 1,83

Tabel 8 menggambarkan hasil perhitungan elastistitas kesempatan kerja selama periode tahun 2003-2010. Selama periode ini terlihat bahwa elastisitas penyerapan tenagakerja secara total mengalami peningkatan sebesar 3,45 yaitu


(45)

pada tahun 2004 sebesar minus 1,63 dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 1,83. Hal ini, menunjukkan bahwa setiap kenaikan nilai tambah yang digambarkan oleh nilai PDRB sebesar satu persen maka kesempatan kerja akan berkurang sebesar 1,62 persen pada tahun 2004 dan meningkat sebesar 1,83 persen pada tahun 2010. Bisa dikatakan bahwa pada tahun 2004 dengan kenaikan nilai tambah sebesar satu persen akan mampu menampung tambahan angkatan kerja sebesar 3,45 persen.

Koefisien penyerapan tenagakerja secara agregat bernilai positif, yang berarti penambahan nilai tambah akan diikuti dengan penambahan kesempatan kerja. Namun, pada tahun 2003-2004 dan tahun 2006-2007 nilai koefisiennya bertanda negatif sebesar 1,62 persen dan 1,03 persen yang berarti penambahan nilai tambah satu persen dibarengi dengan pengurangan kesempatan kerja sebesar 1,62 persen dan 1,03 persen. Hal ini, mungkin dikarenakan pada periode tahun 2003-2004 dan tahun 2006-2007 penambahan nilai tambah dikarenakan penambahan modal berupa investasi atau penerapan teknologi, bukan semata-mata karena penambahan tenagakerja. Sehingga, dalam pelaksanaannya tidak menyerap tambahan tenagakerja yang baru masuk pada pasar tenagakerja.

Sektor Industri yang dianggap mewakili sebagai sektor modern pada periode 2004-2005 dan 2006-2007 menunjukkan bahwa peningkatan nilai tambah sebesar satu persen akan menurunkan kesempatan kerja sebesar 1,02 persen dan 0,44 persen. Hal ini, dimungkinkan terjadi karena dalam pengembangan Sektor Industri lebih mengarah pada padat modal bukan padat karya.


(46)

Sektor yang cukup baik dalam proses penyerapan tenagakerja adalah Sektor Jasa-jasa, karena koefisien elastistitasnya positif yang menunjukkan bahwa kenaikan nilai tambah akan diikuti dengan penambahan kesempatan kerja, walaupun penambahannya tidak terlalu besar. Pada tahun 2004 penambahan nilai tambah sebesar satu persen diikuti dengan penambahan penyerapan tenagakerja sebesar 0,26 persen, tapi pada tahun 2010 dengan meningkatkan nilai tambah satu persen akan dibarengi dengan penambahan penyerapan tenagakerja sebesar 2,29 persen.

Dengan memperhatikan peranan masing-masing sektor utama dalam pembentukan nilai PDRB (Tabel 1), laju pertumbuhan nilai NTB untuk setiap sektor (Tabel 2) dan juga peranan masing-masing sektor dalam penyerapan tenagakerja, maka untuk Kalimantan Timur pada periode 2003-2010 mulai terjadi pergeseran penyerapan tenagakerja dari Sektor Pertanian menuju Sektor Industri dan Sektor Jasa-jasa.


(47)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang diuraikan di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu:

1. Selama periode tahun 2003-2010 bersamaan dengan menurunnya peranan Sektor Pertanian, peranan Sektor Nonpertanian dalam pembentukan PDRB meningkat. Penurunan peranan Sektor Pertanian dalam pembentukan PDRB juga diikuti dengan penurunan Sektor Pertanian dalam penyerapan tenagakerja. Hal ini, disebabkan karena adanya pertumbuhan yang meningkat pada Sektor Nonpertanian. Kenaikan peranan diluar Sektor Pertanian dalam pembentukan PDRB dan kenaikan sektor diluar Sektor Pertanian dalam penyerapan tenagakerja semakin menunjukkan bahwa arah proses pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan selama ini menunjukkan hasil yang nyata.

2. Angkatan kerja di Kalimantan Timur lebih terkonsentrasi di daerah perdesaan. Namun, lambat laun seiring dengan pembangunan yang dilaksanakan persentase angkatan kerja di daerah perdesaan dan perkotaan menjadi hampir seimbang. Banyaknya angkatan kerja di perdesaan disebabkan oleh keadaan geografis Kalimantan Timur yang sebagian besar masih merupakan daerah pertanian sehingga untuk Sektor Pertanian lebih


(48)

banyak menyerap tenagakerja di perdesaan. Selain itu, klasifikasi daerah di Kalimantan Timur untuk klasifikasi desa lebih banyak daripada daerah kota. 3. Pertumbuhan angkatan kerja yang cukup tinggi terutama di daerah perkotaan,

disebabkan oleh faktor-faktor seperti : urbanisasi yang cukup pesat akibat daya tarik perkembangan kota dan makin sempitnya kesempatan kerja di Sektor Pertanian. Dengan pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi, maka permasalahan yang berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang baru harus segera dicari penyelesaiannya. Sedangkan, untuk daerah perdesaan mempunyai pertumbuhan yang minus. Hal ini juga berkaitan dengan adanya pembangunan yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dimana untuk pembangunan lebih banyak dilakukan di daerah perkotaan sehingga angkatan kerja di perdesaan pindah ke perkotaan. 4. Di Provinsi Kalimantan Timur selama periode tahun 2003-2010 mulai terjadi

pergeseran penyerapan tenagakerja dari Sektor Pertanian menuju Sektor Industri dan Sektor Jasa-jasa (terutama Sektor Jasa-jasa). Hal ini disebabkan karena Sektor Pertanian telah mengalami puncaknya dalam penyerapan tenagakerja. Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini juga telah mempercepat perubahan Kalimantan Timur sebagai daerah industrialisasi. 5. Dari koefisien penyerapan tenagakerja ternyata untuk Sektor Jasa-jasa lebih

memberikan harapan yang baik, karena dalam nilai koefisien ini terkandung makna bahwa peningkatan nilai tambah akan meningkatkan penyerapan tenagakerja. Sehingga, tambahan tenagakerja baru akan dapat mencari atau


(49)

memasuki lapangan pekerjaan pada Sektor Jasa-jasa bila pertumbuhannya bisa dinaikkan lebih tinggi.

5.2. Saran

1. Pergeseran ekonomi dari Sektor Pertanian ke Sektor Nonpertanian yang terjadi di Kalimantan Timur selama ini akan menyebabkan urbanisasi yang berlebihan. Supaya hal itu tidak terjadi, maka harus diusahakan relokasi dalam pengembangan Sektor Nonpertanian sampai ke perdesaan. Sehingga pembangunan Sektor Nonpertanian tidak menumpuk di daerah perkotaan, namun juga perlu diupayakan menyebar ke perdesaan.

2. Tingkat pendidikan yang bekerja pada Sektor Pertanian di Kalimantan Timur masih relatif rendah dan ketrampilan yang dimiliki juga masih ketrampilan petani tradisional. Maka, usaha Nonpertanian yang diusahakan harus yang berskala kecil, menggunakan teknologi perdesaan. Dimana dalam jangka panjang bisa menjadi media latihan ketrampilan untuk usaha yang relatif maju lagi, misalnya : jasa perbengkelan, jasa perdagangan, usaha rumahtangga, maupun jasa perseorangan.

3. Ada suatu anggapan bahwa dengan pengembangan kemampuan Sumberdaya Manusia (SdM), akan terjadi pengembangan atau peningkatan produktivitas sebagai konsekuensi logisnya. Oleh sebab itu, kebijakan yang diambil dalam pemecahan masalah ketenagakerjaan harus dilihat hubungan antara Sektor Pertanian dengan Sektor Nonpertanian.


(50)

4. Sektor Industri dan Sektor Jasa-jasa merupakan sektor yang mempunyai hubungan positif yang besar diantara pertumbuhan nilai tambah dengan pertumbuhan penyerapan tenagakerja. Dengan demikian perlu diteliti lebih lanjut subsektor ataupun kegiatan apa yang paling tepat dikembangkan di daerah Kalimantan Timur. Dengan pemilihan kegiatan yang tepat ini nantinya, diharapkan akan dapat menampung kelebihan tenagakerja yang ada.


(51)

(PERIODE TAHUN 2003-2010)

OLEH

NOEROEL FITRIANI

H14114014

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(52)

Ananta dan Tjiptoherijanto. 1985. Masalah Penyerapan Tenaga Kerja. Sinar Harapan dan FEUI, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2006. Analisis Pengangguran Terdidik. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2004. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2003. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

_________________. 2005. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2004. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

_________________. 2006. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2005. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

_________________. 2007. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

_________________. 2008. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2007. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

_________________. 2009. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

_________________. 2010. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2009. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

_________________. 2011. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2010. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

Badan Pusat Statistik. 2011. Provinsi Kalimantan Timur Dalam Angka Tahun 2011. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

Badan Pusat Statistik dan Bappenas. 2001. Laporan Pembangunan Manusia 2001. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Bakir dan Manning. 1984. Partisipasi Angkatan Kerja, Kesempatan Kerja dan Pengangguran di Indonesia 1984. Universitas Gajahmada, Yogyakarta. Chandry, M.A. 1979. Patern of Labour Force in Pakistan, a Rural Urban and


(53)

Kualitas Sumberdaya Manusia Indonesia 2002. [Penelitian]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Oberai, A.S. 1978. Change in The Structure of Employment with Economic Development. ILO, Geneva.

Squire, L. 1981. Employment Policy in Developing Countries : A Survey of Issues and Evidence. Oxford University Press, New York.

Tjiptoherijanto. 1998. Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia. [Penelitian]. Universitas Indonesia, Jakarta.

Todaro & Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi 2006. Edisi Kesembilan. Erlangga, Jakarta.


(54)

(PERIODE TAHUN 2003-2010)

OLEH

NOEROEL FITRIANI

H14114014

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011


(1)

48

banyak menyerap tenagakerja di perdesaan. Selain itu, klasifikasi daerah di Kalimantan Timur untuk klasifikasi desa lebih banyak daripada daerah kota. 3. Pertumbuhan angkatan kerja yang cukup tinggi terutama di daerah perkotaan,

disebabkan oleh faktor-faktor seperti : urbanisasi yang cukup pesat akibat daya tarik perkembangan kota dan makin sempitnya kesempatan kerja di Sektor Pertanian. Dengan pertumbuhan angkatan kerja yang tinggi, maka permasalahan yang berkaitan dengan penyediaan lapangan pekerjaan yang baru harus segera dicari penyelesaiannya. Sedangkan, untuk daerah perdesaan mempunyai pertumbuhan yang minus. Hal ini juga berkaitan dengan adanya pembangunan yang selama ini dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dimana untuk pembangunan lebih banyak dilakukan di daerah perkotaan sehingga angkatan kerja di perdesaan pindah ke perkotaan. 4. Di Provinsi Kalimantan Timur selama periode tahun 2003-2010 mulai terjadi

pergeseran penyerapan tenagakerja dari Sektor Pertanian menuju Sektor Industri dan Sektor Jasa-jasa (terutama Sektor Jasa-jasa). Hal ini disebabkan karena Sektor Pertanian telah mengalami puncaknya dalam penyerapan tenagakerja. Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini juga telah mempercepat perubahan Kalimantan Timur sebagai daerah industrialisasi. 5. Dari koefisien penyerapan tenagakerja ternyata untuk Sektor Jasa-jasa lebih

memberikan harapan yang baik, karena dalam nilai koefisien ini terkandung makna bahwa peningkatan nilai tambah akan meningkatkan penyerapan tenagakerja. Sehingga, tambahan tenagakerja baru akan dapat mencari atau


(2)

49

memasuki lapangan pekerjaan pada Sektor Jasa-jasa bila pertumbuhannya bisa dinaikkan lebih tinggi.

5.2. Saran

1. Pergeseran ekonomi dari Sektor Pertanian ke Sektor Nonpertanian yang terjadi di Kalimantan Timur selama ini akan menyebabkan urbanisasi yang berlebihan. Supaya hal itu tidak terjadi, maka harus diusahakan relokasi dalam pengembangan Sektor Nonpertanian sampai ke perdesaan. Sehingga pembangunan Sektor Nonpertanian tidak menumpuk di daerah perkotaan, namun juga perlu diupayakan menyebar ke perdesaan.

2. Tingkat pendidikan yang bekerja pada Sektor Pertanian di Kalimantan Timur masih relatif rendah dan ketrampilan yang dimiliki juga masih ketrampilan petani tradisional. Maka, usaha Nonpertanian yang diusahakan harus yang berskala kecil, menggunakan teknologi perdesaan. Dimana dalam jangka panjang bisa menjadi media latihan ketrampilan untuk usaha yang relatif maju lagi, misalnya : jasa perbengkelan, jasa perdagangan, usaha rumahtangga, maupun jasa perseorangan.

3. Ada suatu anggapan bahwa dengan pengembangan kemampuan Sumberdaya Manusia (SdM), akan terjadi pengembangan atau peningkatan produktivitas sebagai konsekuensi logisnya. Oleh sebab itu, kebijakan yang diambil dalam pemecahan masalah ketenagakerjaan harus dilihat hubungan antara Sektor Pertanian dengan Sektor Nonpertanian.


(3)

50

4. Sektor Industri dan Sektor Jasa-jasa merupakan sektor yang mempunyai hubungan positif yang besar diantara pertumbuhan nilai tambah dengan pertumbuhan penyerapan tenagakerja. Dengan demikian perlu diteliti lebih lanjut subsektor ataupun kegiatan apa yang paling tepat dikembangkan di daerah Kalimantan Timur. Dengan pemilihan kegiatan yang tepat ini nantinya, diharapkan akan dapat menampung kelebihan tenagakerja yang ada.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Ananta dan Tjiptoherijanto. 1985. Masalah Penyerapan Tenaga Kerja. Sinar Harapan dan FEUI, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2006. Analisis Pengangguran Terdidik. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Badan Pusat Statistik. 2004. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2003. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

_________________. 2005. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2004. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

_________________. 2006. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2005. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

_________________. 2007. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2006. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

_________________. 2008. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2007. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

_________________. 2009. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2008. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

_________________. 2010. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2009. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

_________________. 2011. Keadaan Angkatan Kerja Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2010. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

Badan Pusat Statistik. 2011. Provinsi Kalimantan Timur Dalam Angka Tahun 2011. BPS Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda.

Badan Pusat Statistik dan Bappenas. 2001. Laporan Pembangunan Manusia 2001. Badan Pusat Statistik, Jakarta.

Bakir dan Manning. 1984. Partisipasi Angkatan Kerja, Kesempatan Kerja dan Pengangguran di Indonesia 1984. Universitas Gajahmada, Yogyakarta. Chandry, M.A. 1979. Patern of Labour Force in Pakistan, a Rural Urban and


(5)

Hananto, S. 1982. Perkembangan Sektoral dan Ciri Informal Kesempatan Kerja di Indonesia. Forum Statistik No.2, Jakarta.

Kariyasa, K. 2002. Perubahan Struktur Ekonomi dan Kesempatan Kerja serta Kualitas Sumberdaya Manusia Indonesia 2002. [Penelitian]. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Oberai, A.S. 1978. Change in The Structure of Employment with Economic Development. ILO, Geneva.

Squire, L. 1981. Employment Policy in Developing Countries : A Survey of Issues and Evidence. Oxford University Press, New York.

Tjiptoherijanto. 1998. Pemberdayaan Penduduk dan Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia. [Penelitian]. Universitas Indonesia, Jakarta.

Todaro & Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi 2006. Edisi Kesembilan. Erlangga, Jakarta.


(6)

RINGKASAN

NOEROEL FITRIANI, Analisis Pergeseran Penyerapan Tenagakerja pada Sektor Pertanian, Industri, dan Jasa-jasa di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2003-2010 (dibimbing oleh MUHAMMAD FINDI ALEXANDI).

Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi mengakibatkan peningkatan jumlah penduduk dan diikuti dengan peningkatan jumlah penduduk usia kerja. Peningkatan tersebut tidak selalu disertai dengan peningkatan dayaserap tenagakerja oleh lapangan pekerjaan. Hal ini tentunya akan menimbulkan ketidakseimbangan antara jumlah tenagakerja dengan kemampuan lapangan pekerjaan untuk menyerap tenagakerja tersebut. Ketimpangan ini merupakan salah satu masalah utama dalam bidang ketenagakerjaan dan salah satu jalan untuk mengatasinya adalah dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pergeseran penyerapan tenagakerja pada Sektor Pertanian, Industri, dan Jasa-jasa di Provinsi Kalimantan Timur pada periode tahun 2003-2010, melihat hubungan antara keadaan perekonomian dan kesempatan kerja. Penelitian ini menggunakan Analisis Deskriptif dan Elastisitas Kesempatan Kerja

Selama periode tahun 2003-2010 bersamaan dengan menurunnya peranan Sektor Pertanian, peranan Sektor Nonpertanian dalam pembentukan PDRB meningkat. Penurunan peranan Sektor Pertanian dalam pembentukan PDRB juga diikuti dengan penurunan dalam penyerapan tenagakerja. Hal ini disebabkan karena adanya pertumbuhan yang meningkat pada Sektor Nonpertanian. Kenaikan peranan diluar Sektor Pertanian dalam pembentukan PDRB dan kenaikan sektor diluar sektor ini dalam penyerapan tenagakerja semakin menunjukkan bahwa arah proses pembangunan ekonomi yang telah dilaksanakan selama ini menunjukkan hasil yang nyata.

Di Provinsi Kalimantan Timur selama periode tahun 2003-2010 mulai terjadi pergeseran penyerapan tenaga kerja dari Sektor Pertanian menuju Sektor Industri dan Sektor Jasa-jasa. Hal ini, disebabkan karena Sektor Pertanian telah mengalami titik puncak dalam penyerapan tenaga kerja. Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini juga telah mempercepat perubahan Kalimantan Timur sebagai daerah industrialisasi.

Dari koefisien penyerapan tenagakerja ternyata untuk Sektor Jasa-jasa lebih memberikan harapan yang baik, karena dalam nilai koefisien ini terkandung makna bahwa peningkatan nilai tambah akan meningkatkan penyerapan tenagakerja. Sehingga, tambahan tenagakerja baru akan dapat mencari atau memasuki lapangan pekerjaan pada Sektor Jasa-jasa.

Pergeseran ekonomi dari Sektor Pertanian ke Sektor Nonpertanian yang terjadi di Kalimantan Timur selama ini akan menyebabkan urbanisasi yang berlebihan. Supaya hal itu tidak terjadi, maka harus diusahakan relokasi dalam pengembangan Sektor Nonpertanian sampai ke perdesaan. Sehingga, pembangunan Sektor Nonpertanian tidak menumpuk di daerah perkotaan, namun juga perlu diupayakan menyebar ke perdesaan.