replikasi virus didalam hati dan keadaan imunologi pasien. Virus tidak langsung sitopatik dan lisis hepatosit terinfeksi dengan progresivitas ke
kronik tetapi tergantung atas respon imun hospes. Jika respon imun selular terhadap virus buruk, maka terjadi sedikit atau tidak ada kerusakan hati dan
virus kontinu berproliferasi dengan adanya fungsi hati yang normal. Keadaan tersebut akan menjadi carrier yang terlihat sehat. Pasien dengan
respon imun seluler yang sedikit lebih baik memperlihatkan nekrosis sel hati kontinu, tetapi respon tak cukup untuk membersihkan virus dan timbul
hepatitis kronik. Virus penyebab hepatitis pertama kali menginfeksi hepatosit. Selama
masa tunas, terjadi replikasi virus yang intens di sel-sel hati yang menyebabkan munculnya komponen-komponen virus dalam urine, tinja dan
cairan tubuh lain. Kemudian terjadi kematian sel hati dan respons peradangan terkait, yang diikuti oleh perubahan-perubahan pada uji
laboratorium fungsi hati dan munculnya berbagai gejala dan tanda penyakit hati Sherlock, 1995.
2.4.1. Virus Hepatitis B VHB
Ada tiga antigen yang dihubungkan dengan virus hepatitis B dua diantaranya HBcAg dan HbeAg yang berkaitan dengan inti virus, yang
ketigaantigen hepatitis permukaan HBsAg merupakan antigen penentu utama dari permukaan luar mantel virus Kumar, 1995.
Antigen yang berhubungan dengan virus hepatitis B akan menimbulkan antibodi yang spesifik : anti-HBs, anti-HBc dan anti-Hbe.
Antigen dan antibodi merupakan tanda imunologik yang penting dari infeksi virus dalam perjalanan penyakitnya Kumar, 1995.
HBsAg adalah yang pertama-tama dideteksi dalam darah, pada masa inkubasi. Mengikuti antigen permukaan, partikel virus dan HbeAg terdapat
dalam darah. HbeAg kemudian cepat menghilang pada fase akut dari penyakit ini 2-3 minggu sebelum HBsAg menghilang. Kadar HBsAg mulai
menurun setelah serangan penyakit dan biasanya tidak terdeteksi setelah 3 bulan masa infeksi. Bila tetap ada selama lebih dari 6 bulan, maka biasanya
menunjukkan penyakit menahun. Meskipun antigen inti bebas HBcAg tidak pernah ditemukan dalam serum, antibodinya yaitu anti-HBc merupakan
antibodi antivirus yang pertama-tama dapat dideteksi setelah kontak dengan virus Hepatitis B. anti-HBc timbul menjelang masa akhir inkubasi dan tetap
ada selama fase akut dari penyakit. Respon awal anti-HBc adalah IgM diikuti 6-18 bulan kemudian oleh antibodi IgG. Antibodi-antibodi ini tidak
melindungi dan dapat dideteksi pada penyakit menahun. Anti-Hbe timbul dalam serum saat HBeAg mulai menghilang, pada awal dari fase resolusi
dari hepatitis akut. Anti-HBs dapat dideteksi selama fase penyembuhan dan ini biasanya tetap bertahan seumur hidup. Interval antara hilangnya HBsAg
dengan timbulnya anti-HBs disebut sebagai ‘periode jendela’ window period Kumar, 1995.
Menurut Crawford 2007, HBsAg muncul sebelum onset gejala, memuncak selama gejala penyakit muncul, kemudian menurun sampai tidak
terdeteksi dalam 3 hingga 6 bulan. HbeAg, HBV-DNA dan DNA polimerase muncul dalam serum segera setelah HbsAg dan semuanya
menandakan replikasi virus aktif. Menetapnya HbeAg merupakan indikator penting terjadinya replikasi virus yang berkelanjutan, daya tular dan
kemungkinan perkembangan menuju hepatitis kronis. IgM anti-HBc mulai terdeteksi dalam serum segera sebelum onset gejala, bersamaan dengan
mulai meningkatnya kadar aminotransferase serum menunjukkan kerusakan hati. Dalam beberapa bulan, IgM anti-HBc digantikan oleh IgG
anti-HBc. Munculnya antibodi anti-Hbe mengisyaratkan infeksi akut telah memuncak dan sekarang mulai mereda. IgG anti-HBs belum meningkat
sampai penyakit akut berlalu dan biasanya tidak terdeteksi selama beberapa minggu hingga beberapa bulan setelah hilangnya HbsAg. Anti-HBs dapat
menetap seumur hidup, memberikan perlindungan; ini merupakan dasar bagi strategi vaksinasi saat ini.
Infeksi HBV berlangsung dalam dua fase. Selama fase proliferatif, HBV-DNA terdapat dalam bentuk episomal, dengan pembentukan virion
lengkap dan semua antigen terkait. Ekspresi HBsAg dan HBcAg di permukaan sel disertai dengan molekul MHC kelas 1 menyebabkan
pengaktivan limfosit T CD8+ sitotoksik. Kemudian fase integratif, yang DNA virusnya mungkin menyatu ke dalam genom penjamu. Seiring dengan
berhentinya replikasi virus dan munculnya antibodi antivirus, infektivitas berhenti dan kerusakan hati mereda. Namun, risiko terjadinya karsinoma
hepatoselular menetap Crawford, 2007. Terdapat beberapa alasan untuk hipotesis bahwa HBV tidak secara
langsung menyebabkan cedera hepatosit. Yang terutama, banyak pembawa virus kronis memiliki virion didalam hepatosit mereka tanpa
memperlihatkan tanda cedera sel. Kerusakan hepatosit diperkirakan terjadi akibat kerusakan sel yang terinfeksi virus oleh sel T sitotoksik CD8+
Crawford, 2007. Untuk proses eradikasi virus hepatitis B VHB lebih lanjut
diperlukan respon imun spesifik, yaitu dengan mengaktivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi sel T CD8+ terjadi setelah kontak reseptor sel T
tersebut dengan kompleks VHB-MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati dan pada permukaan dinding antigen presenting cell APC
dan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya sudah mengalami kontak dengan VHB-MHC kelas II pada dinding APC. VHB yang
ditampilkan pada permukaan dinding sel hati dan menjadi antigen sasaran respon imun adalah HBcAg atau HbeAg. Sel T CD8+ selanjutnya akan
mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati yang terinfeksi. Proses eliminasi tersebut bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan
menyebabkan meningkatnya ALT atau mekanisme sitolitik. Disamping itu dapat juga terjadi eliminasi virus intrasel tanpa kerusakan sel hati yang
terinfeksi melalui aktivitas Interferon Gamma dan Tissue Necrotic Factor TNF alfa yang dihasilkan oleh sel T CD8+ Crawford, 2007.
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD4+ akan menyebabkan produksi antibodi antara lain anti-HBs, anti-HBc dan anti-Hbe. Fungsi anti-
HBs adalah netralisasi partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel. Dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus
dari sel ke sel Soemodihardjo, 2009.
2.4.2. Virus Hepatitis C VHC