Local Knowledge Agroforestry System for Mindi (Melia azedarach L. (Case Study in Selaawi Village, Talegong Subdistrict, Garut, West Java)

PENGETAHUAN LOKAL SISTEM AGROFORESTRI MINDI
(Melia azedarach L.) (Studi Kasus Di Desa Selaawi,
Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat)

RIDAHATI RAMBEY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis Pengetahuan Lokal Sistem
Agroforestri Mindi (Melia azedarach L.) (Studi Kasus

di Desa Selaawi

Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat) adalah karya saya
sendiri di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS dan Prof. Dr. Ir.
Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya

yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

Ridahati Rambey
NRP E451090021

ABSTRACT
RIDAHATI RAMBEY. Local Knowledge Agroforestry System for Mindi (Melia
azedarach L. (Case Study in Selaawi Village, Talegong Subdistrict, Garut, West
Java). Under supervision of NURHENI WIJAYANTO and ISKANDAR Z.
SIREGAR
Melia azedarach L. is one of the fast growing species which is potential to be
developed in community forests. This species is found to occupy most
agroforestry lands in Selaawi village (Garut, West Java). Research was conducted
in three stand types, namely: (i) pine stand (as reference), (ii) old growth mindi
stand, (iii) young growth mindi stand with objectives to: (1) determine site quality
of mindi agroforestry, (2) explore the local knowledge on silvicultural techniques
of mindi agroforestry, (3) fomulate the strategies for development of mindi

agroforestry and determine the genetic and morphology diversity of mindi in
Selaawi Vilaage. It was found that site quality in young growth mindi stand was
better than that of pine stand and old growth mindi stand. There are several tree
species dominating the sites, namely M. azedarach L. (43,37%), Paraserianthes
falcataria (23,20%), Maesopsis eminii (15,35%), Manglieta glauca (9.83%),
Eucalyptus spp (4,68%), Anthocephalus cadamba (1,62%) and other wood species
(1,96%). Local knowledge of mindi agroforestry includes seed procurement,
plant propagation, land preparation techniques etc which may be practiced also in
other regions. Information obtained from this research could be used to formulate
appropriate strategies for sustainable agroforestry management. Microsatelit
marker were used to assess the genetic variation. The results showed that the
genetic variation of mindi in Selaawi Village was high ranging from He 0,3790,439.
Keywords: M. azedarach L., Local Ecological Knowledge, agroforestry, genetic
variation

RINGKASAN
RIDAHATI RAMBEY: Pengetahuan Lokal Sistem Agroforestri Mindi (Melia
azedarach L.) (Studi Kasus Di Desa Selaawi, Kecamatan Talegong, Kabupaten
Garut, Propinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan NURHENI WIJAYANTO dan
ISKANDAR Z. SIREGAR

Melia azedarach L. salah satu jenis pohon cepat tumbuh yang cukup
potensial dikembangkan di hutan rakyat. Mindi merupakan salah satu jenis pohon
yang banyak dijumpai di Desa Selaawi (Garut, Jawa Barat). Penelitian ini
dilakukan pada tipe tegakan di Desa Selaawi yaitu tegakan pinus (reference),
tegakan mindi tua (14 tahun), tegakan mindi muda (3 tahun). Penelitian ini
bertujuan untuk (1) mengeksplorasi pengetahuan lokal agroforestri mindi di Desa
Selaawi, Kabupaten Garut, (2) mengidentifikasi kualitas tempat tumbuh
agroforestri mindi di Desa Selaawi, (3) merumuskan strategi pengembangan
agroforestri mindi dan (4) mengetahui keragaman mindi berdasarkan marka
genetik dan morfologi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas tempat tumbuh mindi muda
dari sisi sifat tanah lebih baik dibanding dua tegakan lainnya yaitu agroforestri
mindi tua dan tegakan pinus (reference). Jenis pohon yang mendominasi di kebun
petani yaitu mindi (M. azedarach L.) (43,37%), sengon (Paraserianthes
falcataria) (23,20%), pohon afrika (Maesopsis eminii) (15,35%), manglid
(Manglieta glauca) (9,83%), ekaliptus (Eucalyptus spp.), (4,68%), jabon
(Anthocephalus cadamba) (1,62%) dan jenis pohon lain seperti mahoni (Swietenia
mahagoni), tissuk (Hibiscus cannabinus), suren (Toona sureni), puspa (Schima
wallichii), pala (Myristica fragrans) dan rasamala (Altingia excelsa) (1,96 %).
Jenis tanaman bukan kayu yang dimiliki masyarakat yang berkontribusi terhadap

pendapatan petani antara lain aren (Arenga pinnata), kapulaga (Amomum
compactum,), kopi (Coffea Arabica) dan teh (Camellia sinensis).
Desa Selaawi mempunyai pengetahuan lokal

dalam mengelola

agroforestri mindi. Kegiatan yang dilakukan petani dalam mengelola lahan saat ini
terdiri dari: (1) perbanyakan tanaman, (2) pengolahan tanah dan sistem drainase,
(3) penanaman dan pergiliran tanaman, dan (4) pemeliharaan tanaman:
pemupukan, penyiraman, pergiliran tanaman, pengendalian hama dan penyakit.

Desa Selaawi mempunyai keragaman genetik yang cukup tinggi yaitu (He 0,3790,439). Analisis genetik dilakukan dengan penanda mikrosatelit. Berdasarkan
analisis SWOT maka strategi prioritas utama yang dapat dilakukan di dalam
pengembangan agroforestri Desa Selaawi adalah pemanfaatan pengetahuan lokal
masyarakat

sebagai

kekuatan


internal

untuk

pengembangan agroforestri (Strenghts-Opportunity).

memanfaatkan

peluang

© Hak cipta milik IPB, tahun 2011-07-18
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
Bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, microfilm dan sebagainya.

Judul

:


Pengetahuan Lokal Sistem Agroforestri Mindi (Melia
azedarach L.) (Studi Kasus di Desa Selaawi Kecamatan
Talegong, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat)

Nama

: Ridahati Rambey

NRP

: E451090021

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS
Ketua

Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For.Sc
Anggota


Diketahui
Ketua Mayor Silvikultur Tropika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R., MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc, Agr

Tanggal Ujian : 18 Juli 2011

Tanggal Lulus:

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
dan kasih sayangNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis ini
berjudul “Pengetahuan Lokal Sistem Agroforestri Mindi (Studi Kasus di Desa
Selaawi Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut, Propinsi Jawa Barat)”.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bpk Prof. Dr. Ir.
Nurheni Wijayanto, MS dan Bpk Prof. Dr. Ir. Iskandar Z. Siregar, M.For. Sc yang
telah banyak membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan tesis
ini.
Kepada keluarga besar di Selaawi, pemerintah desa dan kecamatan, Pak
Surahman dan seluruh masyarakat Desa Selaawi yang telah banyak membantu
penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih juga penulis ucapkan
kepada keluarga tercinta Ayahanda Amalan Rambey dan Ibunda Fatimah Siregar
serta seluruh kakak (Nurliana Rambey, M. Amri Rambey, Amron Hasibuan) dan
adik (Nurhasanah Rambey, Syarifuddin Rambey, Khoirul Al Amin Rambey) atas
doa dan dukungannya. Kepada teman-teman SVK 09, IPH, 09, SVK 10, Ibu Yuli,
Ibu Dida, Mbak Tutu, Mas Tedi, Mbk Wida, Pak Daud dan keluarga, Laswi,
Azis, Dewi, Keluarga Reginers Sejati terima kasih atas dukungan dan bantuannya
selama menyelesaikan penelitian. Doa, dukungan serta bantuan Bpk, Ibu dan
rekan-rekan semuanya sangat berarti bagi saya.
Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar master di
Institut Pertanian Bogor. Semoga tesis ini dapat menambah hasanah ilmu dalam
bidang Agroforestri.
Bogor, Juli 2011


Ridahati Rambey

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Kabupaten Labuhan Batu Selatan pada tanggal 03 April
1983 dari Ayahanda Amalan Rambey dan Ibunda Fatimah Siregar. Penulis
merupakan anak ketiga dari 6 bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh SD
sampai SMA di Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Kemudian Tahun
2005 penulis menyelesaikan pendidikan sarjana dari Jurusan Budidaya Hutan,
Fakultas Pertanian di Universitas Sumatera Utara (USU). Pada Tahun 2006
hingga 2009 penulis bekerja di Environmental Services Program (ESP USAID),
sebuah lembaga non pemerintah yang bergerak dalam bidang Konservasi Daerah
Aliran Sungai di Wilayah Sumatera Utara.
Tahun 2009 penulis melanjutkan studi ke Sekolah Pascasarjana IPB
Program Studi Silvikultur Tropika, Fakultas Kehutanan. Selama menjadi
mahasiswa Pascasarjana penulis menjadi asisten praktikum Mata Kuliah
Silvikultur (2010/2011), penulis juga aktif pada organisasi Forum Mahasiswa
Pascasarjana (WACANA IPB) 2011/2012 dan Himpunanan Mahasiswa Muslim
Pascasarjana (HIMMPAS IPB) 2011/2012, dan volunteer di lembaga LATIN
Bogor sebagai pemandu pendidikan lingkungan hidup untuk pelajar.


i

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... v
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
Latar Belakang ......................................................................................... 1
Kerangka Pemikiran dan Perumusan Masalah ............................................ 2
Tujuan ...................................................................................................... 4
Manfaat Penelitian ..................................................................................... 4
TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 5
Agroforestri ............................................................................................... 5
Local Ecological Knowledge (LEK) .......................................................... 6
Deskripsi Tanaman Mindi (M. azedarach L.) ............................................ 6
Silvikultur Mindi ....................................................................................... 8
Perbanyakan Tanaman ............................................................................... 9
Pengelolaan Lahan .................................................................................... 9

Metode Agroecological Knowledge Toolkit 5 (AKT 5) .............................. 12
Penanda genetik ......................................................................................... 13
Mikrosatelit ................................................................................................ 14
METODE PENELITIAN ...................................................................................... 16
Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................... 16
Metode Penelitian ...................................................................................... 16
Analisis Tempat Tumbuh .......................................................................... 16
Alat dan Bahan .......................................................................................... 16
Tempat tumbuh .......................................................................................... 17
Analisis Vegetasi ....................................................................................... 18
Analisis Data ............................................................................................. 20
Eksplorasi Pengetahuan Lokal Sistem Agroforestri ................................... 20
Penggambaran Model Local Ecological Knowledge ................................... 21
Analisis SWOT ......................................................................................... 21
Mikrosatelit ................................................................................................ 22
PCR-Mikrosatelit ....................................................................................... 24
Akrilamid ................................................................................................... 25
Analisis Hasil PCR ..................................................................................... 25
KONDISI UMUM PENELITIAN .......................................................................... 27

ii

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ............................................................... 27
Pola Tanam Kayu Mindi............................................................................. 28
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 30
Sub Penelitian I: Hubungan Faktor Tempat Tumbuh .............................................. 31
Sub Penelitian II: Pengetahuan Lokal Silvikultur ................................................... 34
Perbanyakan Tanaman................................................................................ 34
Pengolahan Tanah ...................................................................................... 38
Penanaman dan Pergiiliran Tanaman .......................................................... 39
Pemeliharaan Tanaman .............................................................................. 41
Pemanenan Kayu ........................................................................................ 43
Kelembagaan Desa ..................................................................................... 44
Sub Penelitian III: Strategi Pengembangan Agroforestri Mindi .............................. 45
Sub penelitian IV: Penanda Morfologi dan Genetik Mindi ..................................... 50
Keragaman Morfologi ................................................................................ 50
Keragaman Genetik .................................................................................... 52
Keragaman di dalam Populasi .................................................................... 52
Keragaman Antar Populasi ......................................................................... 52
Primer Mikrosatelit Mindi .......................................................................... 55
Implikasi Keragaman Genetik Mindi .......................................................... 56
KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 58
Kesimpulan ................................................................................................ 58
Saran .. ....................................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 59
LAMPIRAN .. … ................................................................................................... 64

iii

DAFTAR TABEL
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Parameter Sifat Fisik dan Sifat Kimia Tanah..................................................... 18
Tahapan Analisis SWOT .................................................................................. 22
Komposisi Bahan-bahan yang Digunakan Untuk PCR ...................................... 24
Tahapan-tahapan Dalam Proses PCR-Mikrosatelit ............................................ 24
Primer yang Digunakan Dalam Analisis Genetik PCR-Mikrosatelit .................. 25
Kondisi Tempat Tumbuh dan Produktivitas Tegakan ........................................ 31
Daftar Jenis Kayu Komersial di Desa Selaawi .................................................. 44
Matrik SWOT Strategi Pengembangan Agroforestri Mindi di desa Selaawi ...... 48
Penanda Morfologi Mindi Besar dan Mindi Kecil Dengan Uji t Pada Alpha
5% .......... ....................................................................................................... 50
10. Nilai Parameter Keragaman Genetik Mindi di Desa selaawi ............................. 52
11. Keragaman Genetik Antar Populasi Mindi ....................................................... 53

iv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pemikiran .......................................................................................... 3
2. Cara Scoring DNA Mikrosatelit ......................................................................... 26
3. Peta Desa Selaawi Kecamatan Talegong Propinsi Jawa Barat ............................ 27
4. Struktur Komposisi Tegakan Hutan di Selaawi .................................................. 29
5. Distribusi Curah Hujan Bulanan dan Kelembaban ............................................ 30
6. Proporsi Berbagai Jenis Pohon di Desa selaawi................................................. 31
7. Biplot Kondisi Tempat Tumbuh dan Produktivitas Tegakan ............................. 33
8. LEK Perbanyakan Tanaman .............................................................................. 35
9. LEK Pengolahan Tanah .................................................................................... 39
10. LEK Penanaman dan Pergiliran Tanaman ......................................................... 40
11. LEK Pemeliharaan Tanaman ............................................................................ 42
12. Dendogram Morfologi Mindi Besar dan Mindi Kecil ....................................... 51
13. PCA Keragaman Sifat Morfologi ..................................................................... 51
14. Dendogram Mindi Berdasarkan Jarak Genetik ................................................. 53
15. PCA Penggabungan Sifat Morfologi dan Sifat Genetik terpilih ........................ 54
16. Dendrogram Penggabungan Sifat Morfologi dan Sifat Genetik ......................... 55
17. Gambar 17 Interpretasi Pola Pita dengan Menggunakan Primer (a) Ai5, (b)
Ai34 dan (c) Ai48 ............................................................................................ 55

v

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data Informan Kunci ....................................................................................... 65
2. Daftar Jenis Tanaman di Desa Selaawi............................................................. 66
3. Sucsess Story dalam Perbanyakan Pohon Mindi ............................................... 67
4. Data Curah Hujan, Kelembaban dan Suhu (2005-2009) ................................... 68
5. Hasil Skoring DNA pada Mindi ....................................................................... 69
6. Gambar Pola Pita DNA .............................................................................................. 70
7. Data Sifat Fisik dan Kimia Tanah .................................................................... 72
8. Data Morfologi Mindi Besar dan Mindi Kecil .................................................. 73
9. Gambar Morfologi Mindi Besar dan Mindi Kecil ............................................. 75
10. Hasil Identifikasi Herbarium Mindi (LIPI BOGOR) ......................................... 76
11. Hasil Analisis Vegetasi .................................................................................... 77

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Agroforestri merupakan salah satu teknik pengelolaan lahan yang
menggabungkan tanaman pertanian dan kehutanan pada hutan rakyat dan hutan
negara. Agroforestri di Indonesia dapat dijumpai di berbagai daerah yang
mempunyai ciri khas masing-masing. Komponen jenis kayu yang telah
dikembangkan pada agroforestri di hutan rakyat antara lain mindi, sengon, pulai,
gmelina, kayu afrika, kayu bawang dan jenis tanaman seperti kopi, kapulaga, dan
jenis tanaman semusim lainnya.
Petani biasanya memiliki pengetahuan lokal masing-masing di daerahnya.
Pengetahuan lokal mengenai agroforestri terbentuk secara turun temurun dan
berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Pengetahuan lokal yang dimiliki
petani bersifat dinamis, karena dapat dipengaruhi oleh teknologi dan informasi
eksternal antara lain penyuluhan dari berbagai instansi, pengalaman petani dari
wilayah lain, dan berbagai informasi melalui media massa (Mulyoutami et al.
2004).
Desa Selaawi mempunyai pengetahuan lokal dalam teknik pengelolaan
lahan agroforestri, teknik perbanyakan tanaman dan teknik penanganan benih
dalam rangka memenuhi kebutuhan bibit sendiri. Mindi merupakan salah satu
jenis pohon cepat tumbuh yang menempati lahan agroforestri di Desa Selaawi
yang sangat potensial untuk dikembangkan. Agroforestri mindi di Selaawi
merupakan pola pengelolaan lahan yang konservatif

ditunjukkan oleh

keanekaragaman jenis tumbuhan yang mengisi ekosistem hutan rakyat.
Permintaan kayu mindi sebagai bahan baku industri semakin meningkat setiap
saat. Tantangan bagi pelaku pasar kayu mindi yaitu ketersediaan kayu mindi
secara kontiniyu. Desa Selaawi yang merupakan salah satu desa penghasil kayu
mindi diharapkan dapat menyumbang kebutuhan pasar kayu mindi dengan tetap
melestarikan sumberdaya lahan yang ada.
Dimensi perubahan sebagai suatu proses sangat berpengaruh pada corak
pengelolaan sumberdaya alam khususnya dalam sistem pertanian lokal. Seringkali

2

sistem pertanian lokal dapat memberikan ide yang potensial dalam pemanfaatan
dan pengelolaan sumberdaya yang ada secara lestari (Mulyoutami et al. 2004).
Desa Selaawi memiliki sistem silvikultur agroforestri mindi yang mampu
mendukung keberlanjutan ekologi dan ekonomi setempat.
Pengetahuan lokal petani dalam pengelolaan sumberdaya alam yang
masih mengikuti kaidah konservasi patut untuk didokumentasikan. Menurut Van
Noordwijk (2003) agroforestri memiliki potensi bagi pengelolaan hutan yang
lestari,

misalnya

kemasyarakatan,

dengan

menerapkannya

pada

program-program

hutan

perhutanan sosial, dan lain-lain. Petani merupakan pelaku

utama dalam pengelolaan hutan yang mempunyai pengalaman langsung di
lapangan. Praktek pengelolaan lahan dari waktu ke waktu juga dapat berubah
seiring dengan pertambahan kebutuhan hidup dan perubahan sosial budaya.
Sillitoe (2009), menjelaskan bahwa penelitian mengenai pengetahuan
lokal saat ini sudah banyak dilakukan oleh peneliti dengan tujuan mengubah
paradigma pembangunan yang selama ini dari atas ke bawah (top down) menjadi
dari bawah ke atas (bottom up). Penggunaan Agroecological Knowledge Toolkit
(AKT) Toolkit 5 untuk penelitian agroforestri telah banyak dilakukan di beberapa
Negara seperti Nepal, Sri Lanka, Thailand, Tanzania, India, Kenya dan Indonesia.
Contoh-contoh penelitian yang menggunakan Knowledge Based System (KBS) di
Indonesia membahas mengenai sistem wanatani pekarangan; konservasi dan
pengolahan tanah; dan sistem wanatani berbasis karet. Oleh karena itu upaya
penggalian pengetahuan lokal, seperti sistem agroforestri di Desa Selaawi perlu
dilakukan untuk

menambah hasanah ilmu pengetahuan dalam pengelolaan

sumberdaya alam.

Kerangka Pemikiran dan Perumusan Masalah

Pengelolaan hutan rakyat merupakan salah satu upaya yang dapat
membantu untuk memenuhi kebutuhan kayu nasional. Pengelolaan hutan yang
berkelanjutan memerlukan adanya upaya yang cerdas sebagai solusi menjawab
permasalahan yang ada. Trilogi pembangunan hutan

mempertimbangkan

keberlanjutan ekonomi, sosial dan ekologi. Masyarakat Desa Selaawi memiliki

3

pengetahuan lokal dalam pengelolaan sumberdaya alam melalui pola agroforestri.
Pengetahuan

lokal

sistem

agroforestri

mindi

di

Desa

Selaawi

perlu

didokumentasikan sebagai masukan dalam pengelolaan hutan.
Agroforestri mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap kondisi
ekologi setempat.

Kondisi tempat

tumbuh akan berpengaruh terhadap

produktivitas tanaman. Bagaimana kualitas tempat tumbuh mindi di Desa Selaawi
perlu dikaji untuk melihat kesesuaian tempat tumbuh mindi tersebut. Teknik
pengelolaan lahan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Selaawi yang berprinsip
pada pengetahuan lokal patut mendapat apresiasi positif. Bagaimana peluang
pengelolaan agroforestri mindi di masa yang akan datang perlu pengkajian yang
mendalam. Selanjutnya kerangka pemikiran yang mendasari rencana penelitian
disajikan pada Gambar 1.

Sistem agroforestri mindi
(suistainablity, productivity, adoptability)

Belum tersedia
informasi tempat
tumbuh mindi

Belum tersedia
dokumentasi
agroforestri mindi

Identifikasi tempat
tumbuh

Eksplorasi

Sifat fisik
dan kimia
tanah

Teknik
pengadaan
benih

Teknik
perbanyakan
tanaman

Belum tersedia strategi
pengembangan
agroforestri mindi

Survey dan analisis
SWOT

Teknik
pengolahan
lahan

Keberhasilan agroforestri mindi

Gambar 1 Kerangka pemikiran.

4

Tujuan

1. Mengeksplorasi pengetahuan lokal teknik silvikultur agroforestri mindi di Desa
Selaawi, Kabupaten Garut.
2. Mengidentifikasi kualitas tempat tumbuh agroforestri mindi di Desa Selaawi
3. Merumuskan strategi pengembangan agroforestri mindi
4. Mengetahui keragaman mindi berdasarkan marka genetik dan morfologi

Manfaat Penelitian
Informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat dijadikan landasan
dalam penyusunan strategi pengelolaan agroforestri yang berkelanjutan.
Pengetahuan lokal teknik agroforestri mindi yang digunakan oleh masyarakat
Desa Selaawi dalam pengadaan benih, teknik perbanyakan tanaman dan teknik
pengelolaan lahan merupakan aset yang dapat juga diterapkan pada daerah lain.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Agroforestri

Agroforestri adalah sistem dan teknologi penggunaan lahan dimana
pepohonan berumur panjang (termasuk semak, palem, bambu, kayu) dan tanaman
pangan atau pakan ternak berumur pendek diusahakan pada petak lahan yang
sama dalam suatu pengaturan ruang dan waktu (De Foresta et al. 2000).
Sebagai hutan buatan yang dikelola dengan cermat untuk juga
memproduksi kayu seperti hutan alam, agroforestri merupakan tempat memetik
hasil hutan untuk kebutuhan sehari-hari. Dengan cara demikian agroforestri dapat
menggantikan fungsi hutan alam. Dengan berkembangnya agroforestri

peran

hutan alam sebagai sumber bahan nabati semakin lama semakin menghilang.
Apabila tuntutan yang lain terhadap hutan alam, yaitu sebagai cadangan lahan
untuk perluasan pertanian, juga berkurang maka upaya perlindungan terhadap
hutan alam bisa menjadi lebih efisien (De Foresta et al. 2000).
Pola agroforestri banyak ditemukan di Indonesia, dimana dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori utama, yaitu sistem agroforestri sederhana
dan sistem agroforestri kompleks. Kedua tipe ini berasal dari dua konsep yang
berbeda dan membutuhkan pendekatan yang berbeda pula.
a. Sistem agroforestri sederhana (pepohonan dan tanaman pangan)
Perpaduan tanaman pohon yang memiliki peran ekonomi penting (karet,
jati) dan unsur tanaman semusim (misalnya padi, jagung, sayur-sayuran). Bentuk
agroforestri yang sederhana yang paling banyak dibahas adalah tumpangsari di
Pulau Jawa. Sistem ini dikembangkan dalam perhutanan sosial Perum Perhutani.
b. Sistem agroforestri kompleks (hutan dan kebun)
Sistem agroforestri kompleks adalah sistem yang terdiri dari sejumlah
besar unsur pepohonan, perdu, tanaman musiman dan atau rumput. Penampakan
fisik mirip dengan hutan alam sekunder.

6

Local Ecological Knowledge (LEK)

Menurut Sunaryo dan Joshi (2003) menyatakan bahwa pengetahuan lokal
merupakan konsep yang merujuk pada pengetahuan yang dimiliki oleh
sekelompok orang yang hidup di wilayah tertentu untuk jangka waktu yang lama.
Pengetahuan lokal suatu masyarakat petani yang hidup di lingkungan wilayah
yang spesifik biasanya diperoleh berdasarkan pengalaman yang diwariskan secara
turun temurun. Ada kalanya suatu teknologi yang dikembangkan di tempat lain
dapat diselaraskan dengan kondisi lingkungannya sehingga menjadi bagian
integral sistem bertani mereka. Karenanya teknologi external ini akan menjadi
bagian dari teknologi lokal mereka sebagaimana layaknya teknologi yang mereka
kembangkan sendiri. Pengetahuan praktis petani tentang ekosistem lokal, tentang
sumberdaya alam dan bagaimana mereka saling berinteraksi, akan tercermin baik
di dalam teknik bertani mapun keterampilan mereka dalam mengelola
sumberdaya alam. Pengetahuan indigeneus tidak hanya sebatas pada apa yang
dicerminkan dalam metode dan teknik bertaninya saja, tetapi juga mencakup
tentang pemahaman, persepsi dan suara hati atau perasaan (intuition) yang
berkaitan dengan lingkungan yang seringkali melibatkan perhitungan pergerakan
bulan atau matahari, astrologi, kondisi geologis dan metereologis.
Ciri-ciri pengetahuan ekologi lokal (Sunaryo dan Joshi 2003), bersifat
kualitatif, evolusioner, dapat dijelaskan dengan logika ekologis, bersifat
interdisiplin

dan

holistik,

Tingkat

kecanggihannya

beragam

tergantung

pengalaman, kemungkinan detail tapi masih ada celah dan kadang-kadang
bertentangan, keteraturan prinsip dan konsep dasar lintas agroekosistem yang
serupa dan komplemen terhadap pengetahuan ilmiah.

Deskripsi Tanaman Mindi (M. azedarach L.)

Mindi atau sering disebut geringging merupakan tumbuhan berhabitus
pohon, termasuk dalam kelompok suku Meliaceae (Wardani 2001). Sifat
tumbuhan ini diantaranya selalu hijau di daerah tropis basah tetapi menggugurkan
daunnya selama musim dingin di daerah beriklim sedang (temperate), suka

7

cahaya, agak tahan kekeringan, agak toleran terhadap salinitas tanah dan suhu di
bawah titik beku serta tahan terhadap kondisi dekat pantai, tetapi tumbuhan ini
sensitif

terhadap api (Departemen Kehutanan 2001). Tumbuh pada daerah

dataran rendah hingga dataran tinggi, pada ketinggian 0-1200 mdpl, dapat tumbuh
pada suhu minimum -50C suhu maksimum 390 C dengan curah hujan rata-rata
pertahun 600-2000 mm. Pohon mindi memiliki persebaran alami di India dan
Burma, kemudian banyak ditanam di daerah tropis dan sub tropis termasuk
Indonesia. Untuk Indonesia sudah banyak ditanam di daerah Sumatera, Jawa,
Nusa Tenggara dan Irian Jaya (Wardani 2001).
Pohon mindi dapat digunakan sebagai peneduh di kebun kopi, dan
tanaman reboisasi di lahan kritis (Hendromono 2001). Pada umur l0 tahun dapat
mencapai tinggi bebas cabang 8 meter dan diameter ± 40 cm. Pohon mindi
termasuk jenis yang tumbuh cepat, dengan batang lurus, bertajuk ringan, berakar
tunggang dalam dan berakar cabang banyak. Pohon mindi di kebun rakyat
Cimahpar, Bogor umur 10 tahun mempunyai tinggi bebas cabang sekitar 10 m
dan diameter 38,20 cm. Tinggi pohon mencapai 45 m, tinggi bebas cabang 8 - 20
m, diameter sampai 60 cm (Irwanto 2007).
Penggunaan kayunya untuk mebel, parket, kayu lapis indah dan venir
lamina indah. Produk berupa mebel, parket dan kayu lapis indah sudah diekspor
(Departemen Kehutanan 2001). Daun dan biji mindi dapat digunakan sebagai
bahan pestisida nabati. Ekstrak daun mindi dapat dijadikan sebagai bahan untuk
mengendalikan hama termasuk belalang. Tanaman mindi berguna sebagai bahan
pestisida dan dikenal juga sebagai tanaman obat. Kulit mindi telah dilaporkan
sebagai penghasil obat untuk mengeluarkan cacing usus. Kulit, daun dan akar
tanaman mindi telah digunakan sebagai obat rematik, demam, bengkak dan
radang. Glycopeptide yang disebut meliacin diisolasi dari daun dan akar tanaman
mindi berperan dalam menghambat perkembangan beberapa DNA dan RNA dari
beberapa virus misalnya virus folio (Sulastiningsih et al. 2001).

8

Silvikultur Mindi

Sebagian besar benih yang digunakan petani dikumpulkan dari pohonpohon di lahan petani. Kelebihan proses ini adalah benih segera tersedia, proses
pengumpulan tidak mahal dan pohon-pohon tidak memerlukan pengelolaan
khusus. Pengalaman menunjukkan bahwa 75 – 100 % pohon-pohon benih tersebut
terdapat di lahan petani. Pada awal penanaman, benih dari sumber benih seperti
ini seringkali dikumpulkan dari sedikit pohon (l s.d 5), asalnya tidak diketahui,
dan keragaman genetiknya sempit. Selain itu, kriteria pemilihan benih yang utama
adalah melimpahnya panen benih, dan bukan kualitas pohon seperti kelurusan,
umur, kesehatan, kecepatan tumbuh, dsb. Benih pun sering dikumpulkan dari
pohon terisolir yang merupakan hasil penyerbukan sendiri. Semua faktor tersebut
menghasilkan benih yang mutu fisiologik dan genetiknya di bawah optimal
(Roshetko et al. 2004).
Penanganan benih dimulai dari saat pengunduhan, mengeluarkan benih
dari buah (ekstraksi), memilih dan memilah benih (seleksi dan sortasi),
penyimpanan hingga perkecambahan (Bramasto 2008). Mungkin tidak seluruh
kegiatan tersebut akan dilakukan oleh setiap petani, Lembaga Swadaya
Masyarakat atau pihak lain yang terlibat dalam penanaman pohon, tetapi perlu
diketahui bahwa seluruh kegiatan tersebut merupakan suatu rangkaian yang
mempengaruhi keberhasilan penanaman pohon yang dilakukan (Mulawarman et
al. 2002).
Untuk menentukan waktu pengumpulan buah yang tepat diperlukan
informasi mengenai masak fisiologis yang dicirikan oleh perubahan warna kulit
buah, dari hijau, hijau kekuningan dan kuning (Suita dan Nurhasby 2008). Selain
perubahan warna, kriteria masak fisiologis buah ditandai dengan bau buah,
kekerasan kulit, buah pecah atau rontok dan penurunanan kadar air serta
perubahan biokimia buah. Saat pengunduhan sebaiknya dilakukan apabila hampir
seluruh buah (±75%) yang terdapat dalam satu pohon yang mencirikan masak.

9

Perbanyakan Tanaman

Pengadaan bibit mindi biasanya secara generatif, yaitu menggunakan biji.
Karena adanya dormansi di kulit embrio pada biji mindi maka perlu dilakukan
pembuangan kulit dalam dari buah untuk mempercepat perkecambahan. Cara lain
adalah dengan merendam biji pada suhu 800 selama 30 menit. Penaburan biji
dilakukan di persemaian. Biji-biji ditutup tanah atau serasah tipis saja. Setelah
kecambah mencapai tinggi 2-4 cm dapat dipindahkan ke kantong plastik yang
berisi tanah. Bibit dipelihara di persemaian sampai tingginya mencapai 20-30 cm.
Ukuran bibit siap tanam dicapai pada umur 4 bulan. Perbanyakan tanaman secara
vegetatif dapat dilakukan dengan membuat stek batang, mengambil anakan yang
muncul dari akar atau mencangkok tanaman (Hendromono 2001).

Pengelolaan Lahan

Menurut Hilmanto (2009) masyarakat dalam mengelola lahan akan
melakukan kegiatan-kegiatan antara lain: pengolahan tanah, penanaman,
pergiliran tanaman, pemupukan, pembuatan sistem drainase dan pengendalian
hama dan penyakit.
a. Pengolahan tanah
Menurut Hilmanto (2009) pengolahan tanah dimaksudkan untuk
menggemburkan tanah agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan optimal.
Selain itu, untuk tanaman semusim yang baru ditanam sangat penting agar
tanaman dapat menyerap air dan unsur hara dengan baik. Pengolahan tanah dapat
dilakukan dengan menggunakan cangkul, atau alat sederhana lainnya.
Pengolahan tanah bertujuan menekan pertumbuhan gulma seperti alangalang, rumput, pencekik, hama, serta memperbaiki erosi tanah dan mengurangi
keasaman tanah. Kegiatan pengolahan tanah termasuk pembongkaran tunggak dan
akar-akar, membalik dan menghancurkan bongkahan tanah (Kosasih et al. 2006).
b. Penanaman
Penanaman adalah kegiatan paling kritis dalam pembangunan tanaman,
faktor musim dan cuaca yaitu terjadinya hutan pada hari-hari dilaksanakan

10

penanaman sangat berperan pada keberhasilan tumbuhnya tanaman. Oleh karena
itu rangkaian kegiatan penanaman harus diatur sedemikan rupa, sehingga pada
saat perencanaan bibit telah siap tanam dan hujan sudah merata (Kosasih 2006).
Tanaman mindi termasuk jenis yang suka cahaya. Penanaman bibit tidak
boleh terlalu dangkal dan terlalu dalam, tetapi sebatas leher akar. Bibit dibuka dari
wadahnya, tidak boleh ada akar yang terlipat apabila ada akar yang terlalu
panjang dapat dipotong sebagian. Penanaman mindi dapat dilakukan dengan
tumpang sari dengan tanaman semusim. Tanaman mindi di Thailand
ditumpangsarikan dengan ketela pohon, jagung, sorgum, kopi, jambu mete, pisang
nanas dan lainnya (Hendromono 2001).
c. Pemeliharaan
Kegiatan dalam pemeliharaan tanaman pohon meliputi penyiangan,
penyulaman, pemupukan, pemangkasan, penjarangan, pengendalian hama
penyakit, gulma, dan perlindungan terhadap kebakaran (Sukandi et al. 2002).
Penyiangan gulma dilakukan beberapa kali pada tahun pertama dan kedua.
Penyiangan di sekeliling tanaman pokok dilakukan setelah gulma menutupi
tanaman pokok. Untuk tujuan produksi kayu maka dan menghindarkan tanaman
dari resiko kebakaran, perlu adanya pemangkasan cabang setelah tanaman
mencapai tinggi 6 meter. Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 3 tahun
dengan meninggalkan batang 400 batang per hektar, kemudian pada umur 6 tahun
penjarangan tanaman dilakukan lagi sampai jumlah pohon tiap hektar menjadi 200
batang (Hendromono 2001).
d. Pergiliran tanaman
Pergiliran tanaman, khususnya untuk penanaman tanaman pertanian
semusim perlu dilakukan untuk mempertahankan kesuburan tanah. Bila lahan
terus menerus dikelola dengan teknik monokultur, maka tingkat kesuburan tanah
akan menurun.
e. Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk menambah ketersediaan unsur hara yang
diperlukan tanaman. Jenis pupuk yang digunakan pada lahan agroforestri adalah
pupuk kandang dan pupuk organik.

11

Pemanfaatan limbah pertanian yang selama ini belum menjadi perhatian
sebagai bahan dasar pupuk organik diharapkan dapat memperkecil ketergantungan
terhadap pupuk anorganik. Di lain pihak pemanfaatan limbah pertanian dapat
menciptakan efisiensi penggunaan lahan yang ketersediaannya semakin terbatas
serta dapat menjaga kelestarian lingkungan. Limbah pertanian adalah bagian atau
sisa produksi pertanian yang tidak dapat dimanfaatkan secara langsung. Limbah
ini apabila telah mengalami proses dekomposisi banyak mengandung unsur hara
yang diperlukan bagi perturnbuhan tanaman (Afrizon 2009).
f. Pembuatan sistem drainase
Kegiatan ini bertujuan untuk memperlancar pemasukan dan pengeluaran
air, serta untuk menghindari penggenangan. Pembuatan sistem drainase dapat
dilakukan dengan membuat gulud dan parit saluran air.
g. Pengendalian hama dan penyakit
Pengendalian hama dan penyakit dapat dilakukan secara (teknik kultur dan
non teknik kultur (manual, kimia dan biologi). Pengendalian secara kultur dapat
dilakukan dengan cara:
l. Pemilihan jenis tanaman yang memiki kekerabatan yang berbeda atau
pergiliran tanaman. Dengan mengkombinasikan berbagai tanaman yang
berbeda kekerabatannya, diharapkan siklus hidup hama dan penyakit yang
biasa menyerang tanaman dapat dihentikan.
2. Pengaturan jarak tanam
3. Pengendalian hama secara terpadu, yaitu dengan melakukan satu atau lebih
cara pengendalian secara berurutan atau bersama yang bertujuan
menghasilkan efek yang saling membantu secara berkesinambungan.
4. Pengendalian secara non teknik kultur adalah dengan pembuangan hama
secara manual atau dengan menggunakan pestisida yang ramah
lingkungan.
5. Pengendalian hama secara biologis yaitu dengan cara membiarkan predator
alami.

12

Metode AKT 5

Menurut Dixon et al. (2001) Agroecological Knowledge Toolkit 5 (AKT
5) adalah sebuah program komputer yang digunakan untuk meyimpan
pengetahuan dasar (knowledge base) yang berguna bagi proses pengambilan
keputusan dalam penelitian sistem agroforestri dan penyuluhan.
Masing-masing pengetahuan dasar dibuat dengan AKT yang mencakup
informasi berikut ini:
-

Pernyataan-pernyataan sederhana

-

Sumberdaya terperinci untuk masing-masing pernyataan

-

Daftar proses formal, pernyataan mereka dan persamaannya

-

Catatan dari sumberdaya individu, pernyataan individu dan pengetahuan
dasar

-

Perekaman setiap hirarki obyek yang dikembangkan

-

Perekaman setiap topik dan hirarki topik yang dikembangkan

-

Informasi penuh tentang struktur dan isi dari setiap diagram pengetahuan
dasar.
Pengetahuan dasar diperoleh dari hasil wawancara dan observasi di

lapangan yang kemudian disusun menjadi pernyataan-pernyataan sederhana
(unitary statement) tersebut disusun berdasarkan rumus (grammer) yang telah
ditetapkan dalam program AKT 5. Unitary statement dan diagram itu dianalisis
secara deskriptif untuk digunakan dalam proses pengambilan keputusan.
Menurut Dixon et al. dalam Hilmanto (2009), ada beberapa kelebihan dan
kekurangan dalam menggunakan sistem KBS. Kelebihan-kelebihan dalam KBS
adalah: (1) Memberikan pengambilan keputusan yang lebih baik, karena
pertimbangan informasi yang relevan, (memberikan solusi yang tepat waktu,
karena informasi yang tersimpan relevan, (2) memberikan solusi yang tepat
waktu, karena informasi yang tersimpan dalam base system, sehingga jawaban
yang diambil dalam keputusan selalu tersedia setiap saat yang dibutuhkan dan (3)
menyimpan pengetahuan di organisasi, karena dengan base system ini disimpan
dan tersedia terus selama dibutuhkan. Sedangkan kelemahan-kelemahan dalam
sistem KBS adalah: (1) system base ini hanya dapat menangani pengetahuan yang

13

konsisten sesuai alur diagram tanamannya. Pengetahuan yang cepat berubahberubah dari waktu ke waktu, maka knowledge di sistem base harus selalu diubah
(perbarui), (2) format knowledge base terbatas. Knowledge pada system base
berisi aturan-aturan (rules) yang ditulis dalam bentuk statemen grammer yang
ada.
Penanda Genetik

Penanda genetik, biasa juga disebut dengan marker, marka atau markah
merupakan ekspresi dari individu yang terlihat oleh mata atau terdeteksi dengan
alat tertentu, yang menunjukkan dengan pasti genotipe suatu individu. Penanda
genetik yang baik memiliki sifat polimorfik, multiallel, kodominan, non-epistatik,
netral dan tidak sensitif terhadap pengaruh lingkungan (de Vienne 2003 dalam
Kholik 2008). Aplikasi penanda genetik sangat luas seperti pada bidang
kedokteran, pertanian, ilmu pangan, lingkungan, antroporlogi, sejarah, hukum
menggunakannya sebagai alat analisis atau alat pembuktian beberapa penanda
genetik sangat dipercaya karena bersifat tidak mudah berubah karena pengaruh
lingkungan.
Sifat tanaman dapat diidentifikasi berdasarkan sifat fenotipe dan genotipe.
Identifikasi tanaman berdasarkan sifat fenotipe yaitu dengan mengamati
morfologi tanaman, bentuk batang, panjang daun. Namun cara ini memiliki
kelemahan yaitu karena adanya pengaruh lingkungan di sekitarnya. Sifat fenotipe
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genotipe dan lingkungan. Alternatif lainnya
adalah penelusuran sifat tanaman dari segi genotipe tanaman adalah dengan
analisis DNA (Siregar et al. 2008).
Analisis keanekaragaman genetik dan hubungan di antara individu dalam
satu spesies dan populasi yang berbeda adalah suatu peran penting untuk beberapa
disiplin ilmu pengetahuan biologi. Selama tiga dasawarsa terakhir, strategi klasik
untuk evolusi dengan variabilitas genetik seperti anatomi komparatif, morfologi,
embriologi dan fisiologi sudah dilengkapi dengan teknik molekuler yang semakin
berkembang. Hal ini meliputi antara lain dengan analisis dari unsur kimia (yang
disebut metabolomik), tetapi yang paling penting adalah hubungan perkembangan
di antara marker molekuler. Teknologi marker yang berdasarkan pada

14

polimorfisme protein atau DNA telah mengkatalisasi penelitian diberbagai
disiplin ilmu seperti phylogeni, taksonomi, ekologi, genetik dan pemuliaan hewan
dan tumbuhan. Salah satu penanda genetik yang sedang berkembang adalah
mikrosatelit (Weising et al. 2005).

Mikrosatelit

DNA mikrosatelit merupakan rangkaian pola nukleotida antara dua sampai
enam pasang basa yang berurutan. Mikrosatelit biasanya digunakan sebagai
penanda genetik untuk menguji kemurnian galur, studi filogenetik, lokus
pengendali sifat kuantitatif, dan forensik (Ottewel et al. 2005 dalam Yunanto
2010). DNA mikrosatelit diamplifikasi menggunakan teknik PCR dengan
sepasang primer mikrosatelit. Hasil PCR dideteksi dengan menggunakan teknik
elektroforesis gel poliakrilamida (PAGE) yang dilanjutkan dengan pewarnaan
perak nitrat. Mikrosatelit juga dikenal sebagai Simple Sequence Repeat (SSR),
terdiri dari dua pengulangan pernyataan, motif urutan DNA yang pendek,
berukuran polimorpik pada suatu populasi (Weising et al. 2005).
Mikrosatelit

mempunyai

karakteristik

sebagai

berikut:

tingkat

polimorfisme yang tinggi, kodominan, dan diwariskan mengikuti hukum Mendel.
Bila satu primer spesifik sudah didesain, Lokus SSR dapat diamplifikasi dari
sedikit sampel DNA dengan PCR (Ujino et al. 1998 dalam Zulfahmi 2006).
Mikrosatelit telah diaplikasikan untuk: (1) identifikasi forensik, bertujuan untuk
mengkaitkan sampel darah, sperma, jaringan rambut atau daging dari kasus
kriminal, (2) diagnosis dan identifikasi penyakit, seperti deteksi kanker, (3) studi
populasi genetika, untuk mengamati variasi dan membuat kesimpulan tentang
struktur populasi, hanyutan genetik (genetic drift) dan genetic bottlenecks, dan (4)
konservasi biologi untuk mengamati perubahan dalam populasi, pengaruh
fragmentasi dan interaksi populasi yang berbeda serta untuk identifikasi populasi
yang baru terbentuk.
Ada beberapa permasalahan dalam menggunakan penanda mikrosatelit.
Permasalahan ini dapat dikelompokkan ke dalam problem praktik dan problem
data. Problem praktik meliputi: (1) pemilihan primer untuk mikrosatelit, banyak

15

jenis primer yang didisain untuk analisis mikrosatelit pada tanaman. Primerprimer itu perlu diskrining dan dioptimasi sebelum diaplikasikan pada jenis
tanaman tertentu, karena setiap tanaman mempunyai karakteristik spesifik yang
berbeda satu sama lain, (2) slippage selama proses amplifikasi, termopolimerase
dapat slip sehingga menghasilkan produk yang berbeda dalam ukurannya dan (3)
ukuran

produk

amplifikasi

berbeda

dari

produk

ukuran

sebenarnya.

Ketidakakuratan dalam identifikasi alel mungkin juga disebabkan oleh Taq
polymerase yang menambah nukleotida adenosin sampai ujung 3’ produk
amplifikasi. Ginot et al. 1996 dalam Zulfahmi 2006 menyatakan untuk mengatasi
permasalahan ini adalah dengan menambah polymerase DNA T4 setelah PCR.

16

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada lahan agroforestri yang terdapat di Desa
Selaawi, secara administrasi berada di Kecamatan Talegong, Kabupaten Garut,
Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive pada
lahan agroforestri yang dikembangkan oleh petani. Penelitian ini dilakukan mulai
Juni 2010 sampai dengan Mei 2011.

Metode Penelitian

Analisis Tempat Tumbuh

Pengambilan data dilakukan:
a. Penentuan petak penelitian, membuat plot lingkaran dengan luasan 0,01 ha
pada petak tegakan mindi muda, mindi tua dan hutan pinus. Pengukuran
tegakan dalam plot meliputi pengukuran diameter dan tinggi pohon secara
keseluruhan.
b. Pengukuran tegakan dalam plot meliputi pengukuran diameter dan tinggi
pohon secara keseluruhan.
c. Pengambilan sampel tanah dengan menggunakan ring tanah atau bor tanah.

Alat dan Bahan

Bahan-bahan yang digunakan antara lain contoh tanah utuh untuk analisis
sifat fisik tanah, contoh tanah komposit untuk analisis sifat kimia dan biologi
tanah, dan bahan–bahan kimia untuk analisis sifat tanah. Peralatan yang
digunakan dalam penelitian: peta lokasi, autoklaf, cawan petri, ayakan, ember,
polybag, gelas ukur, tabung reaksi,

botol,

oven,

mikroskop, kamera,

meteran/mistar, caliper, timbangan analitik, cangkul, kompas, GPS, sekop,
komputer, soil tester, bor tanah, oven memert, gelas ukur, tabung film, plastik,

17

kertas label, kertas saring, saringan, peralatan tulis, dan peralatan analisis
laboratorium.
Tempat Tumbuh

Untuk mendapatkan data mengenai sifat fisik, kimia tanah, diambil contoh
tanah dari 3 tegakan yang berbeda. Pengambilan data sifat fisik dan kimia tanah
maka diambil 3 ulangan dari setiap penutupan lahan pada kedalaman 0-20 cm.
Cara pengambilan contoh tanah adalah sebagai berikut :
a. Contoh tanah utuh (undisturbed soil sample)
Pengambilan contoh tanah utuh untuk analisa sifat fisik tanah seperti berat
isi (bulk density), porositas, permeabilitas. Pengambilan contoh tanah utuh hanya
pada satu kedalaman yaitu 0-20 cm . Kegiatan pengambilan contoh tanah dimulai
dengan membersihkan bagian tubuh tanah yang akan diambil dari penutupan
serasah dan batu, kemudian diratakan. Ring sample diletakkan tegak lurus di atas
permukaan tanah tersebut dan ditekan hanya tiga perempat bagian masuk ke
dalam tanah. Selanjutnya, meletakkan ring sample kedua di atas ring pertama,
kemudian ditekan kembali sampai ring pertama dan ring kedua masuk ke dalam
tanah. Ring beserta di dalamnya digali dengan menggunakan sekop/cangkul.
Kedua ring dipisahkan dengan, hati-hati kemudian kelebihan tanah yang ada pada
bagian atas dan bawah ring diiris hingga rata. Ring ditutup dengan menggunakan
kantong plastik (Purwowidodo 2004). Kemudian tanah dianalisa di laboratorium.
b. Contoh tanah biasa (disturbed soil sample)
Pengambilan contoh tanah biasa digunakan untuk analisa sifat kimia
seperti pH, KTK, kadar air, dan kandungan hara. Kegiatan pengambilan contoh
tanah dimulai dengan membersihkan permukaan tanah dari tanaman, daun dan
sisa kotoran kemudian tanah diambil secara komposit dari 3 titik dengan
menggunakan cangkul dan pisau pada kedalaman 0 – 20 cm, kemudian dicampur
menjadi tanah komposit sebanyak 1 kg. Contoh tanah dimasukan ke dalam
kantung plastik dan diberi label dan dimasukkan ke dalam cool box agar terjaga
kelembabannya. Kemudian tanah dianalisa di laboratorium (Purwowidodo 2004)
l. Sifat fisik tanah

18

Sample tanah yang digunakan merupakan sample tanah utuh sebanyak 100
gram yang diambil pada kedalaman 0 - 20 cm. Sifat fisik tanah yang dianalisis
antara lain tekstur, bulk density, porositas, kedalaman solum tanah, ketersediaan
air dan permeabilitas.
2. Sifat kimia tanah
Analisis sampel tanah di laboratorium dilakukan untuk penetapan: N-total,
dengan metode Kjeldahl; Nitrat, dengan metode titrasi; P tersedia, dengan metode
Bray; K tertukar, ekstrak NH4OAc dan diukur dengan flamefotometer; C-organik,
dengan metode Walkley & Black; pH H2O, dengan pH stick; tekstur, dengan
metode analisis granuler cara pipet; berat volume, dengan metode ring sampler;
porositas dengan perhitungan menurut rumus n:l- (BV/BJ); kemantapan agregat.
(Purwowidodo 2004). Parameter sifat fisik dan sifat kimia tanah disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Parameter sifat fisik dan sifat kimia tanah
No Parameter yang diambil
1. Iklim (Suhu, Kelembaban, dan Curah hujan)
2.

3.

Sifat fisik
a. Bulk density
b. Porositas
c. Air tersedia
d. Kadar air
e. Tekstur tanah
f. Struktur tanah
g. Kedalaman perakaran tanah
Sifat kimia
a. C-Organik
b. N total
c. P
d. K
e. KTK
f. pH

Metode analisis
Pengukuran lapang
dan data sekunder
Nisbah bobot tanah
Volumeter
Gravimetri
Gravimetri
Metode pipet
Pengamatan lapa