Pemanfaatan Kompos Tandan Kosong Sawit (TKS) SEBAGAI Campuran Media Tumbuh Dan Pemberian Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Bibit Mindi (Melia azedarach L.)

(1)

PEMANFAATAN KOMPOS TANDAN KOSONG SAWIT (TKS)

SEBAGAI CAMPURAN MEDIA TUMBUH DAN PEMBERIAN

MIKORIZA TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT MINDI

(Melia azedarach L.)

SKRIPSI

Oleh Nina Astralyna

051202017/ Budidaya Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PEMANFAATAN KOMPOS TANDAN KOSONG SAWIT (TKS)

SEBAGAI CAMPURAN MEDIA TUMBUH DAN PEMBERIAN

MIKORIZA TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT MINDI

(Melia azedarach L.)

Oleh Nina Astralyna

051202017/ Budidaya Hutan

Skripsi sebagai satu diantara beberapa syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2009


(3)

Lembar Pengesahan

Judul Skripsi : Pemanfaatan Kompos Tandan Kosong Sawit (TKS) Sebagai Campuran Media Tumbuh Dan Pemberian

Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Bibit Mindi (Melia azedarach L.)

Nama : Nina Astralyna

NIM : 051202017

Program Studi : Budidaya Hutan

Disetujui oleh: Komisi Dosen Pembimbing

Ketua Anggota

(Dr. Deni Elfiati, SP. MP) (Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS.) NIP.196812142002122001 NIP. 19641228 200012 1001

Mengetahui,

Kepala Departemen Kehutanan

(Dr.Ir.Edy Batara Mulya Siregar, MS) NIP. 19641228 200012 100


(4)

ABSTRAK

NINA ASTRALYNA. Pemanfaatan Tandan Kosong Sawit (TKS) Sebagai

Campuran Media Tumbuh Dan Pemberian Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Bibit Mindi (Melia azedarach L.). Di bawah bimbingan DENI ELFIATI dan

EDY BATARA MULYA SIREGAR.

Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian kompos TKS sebagai campuran media tumbuh dan pemberian mikoriza terhadap pertumbuhan bibit mindi (M. azedarach L.). Penelitian dilakukan di lahan (bedengan) Departemen Kehutanan dan Laboratorium Biologi Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua faktor yang dibandingkan, faktor pertama yaitu pemberian mikoriza dan faktor kedua yaitu komposisi media tumbuh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara kedua faktor tidak memberikan pengaruh yang nyata. Pemberian mikoriza (5 gram/polibag) hanya berpengaruh nyata pada parameter persen kolonisasi mikoriza. Sedangkan komposisi media tumbuh berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi, pertambahan diameter, pertumbuhan jumlah daun, berat kering tanaman dan persen kolonisasi mikoriza. Komposisi terbaik pada parameter pertambahan tinggi yaitu 75 % kompos TKS + 25 % topsoil. Komposisi terbaik pada pertambahan diameter yaitu 25 % kompos TKS + 75 % topsoil. Komposisi terbaik pada pertumbuhan jumlah daun yaitu 50 % kompos TKS + 50 % topsoil. Komposisi terbaik pada rasio tajuk akar yaitu 25 % kompos TKS + 75 % topsoil. Dan komposisi terbaik pada persen kolonisasi mikoriza 25 % kompos TKS + 75 % topsoil.


(5)

ABSTRACT

NINA ASTRALYNA. Utilization of Empty Palm Kernel (EPK) as Mixed

Growth Media and Provision of Arbuscular for Seeds Mindi Growth (Melia azedarach L). Under academic supervision by DENI ELFIATI and EDY

BATARA MULYA SIREGAR.

The purpose of research is to determine the effect of compost delivery

TKS as growth mix media and the provision of arbuscular seed for Mindi (M. azedarach L.). The research was conducted in the area (beds) Department of

Forestry and Soil Biology Laboratory of the Department of Soil Science Faculty of Agriculture, University of North Sumatera. The method used is Factorial Complete Random (RAL) with two factors compared, the first factor is provision of arbuscular and the second factor is growth media composition.

The result of research showed that interaction of both factors was not significantly different. The provision of arbuscular (5 gram/polybag) has a real influence only for percent arbuscular colonization. Whereas the growth media composition has a real influence for height growth, increasing diameter, leaves growth, biomassa and percent arbuscular colonization. Treatment wich gave the best result for height growth were the composition 75 % compost + 25 % topsoil. Treatment wich gave the best result for increasing diameter were the composition 25 % compost + 75 % topsoil. Treatment wich gave the best result for leaves growth were the composition 50 % compost + 50 % topsoil. Treatment wich gave the best result for biomassa were the composition 25 % compost + 75 % topsoil. And, treatment wich gave the best result for percent arbuscular colonization were the composition 25 % compost + 75 % topsoil.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Nina Astralyna dilahirkan di Medan, Sumatera Utara pada tanggal 1 November 1987, anak pertama dari dua bersaudara dari Ayahanda Chairuddin dan Ibunda Ratna Sari.

Pada tahun 1999 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Kartika I-3 Medan, pada tahun 2002 lulus dari SLTP Kartika I-2 Medan, pada tahun 2005 lulus dari SMU Negeri 15 Medan, dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian, Departeman Kehutanan, Program Studi Budidaya Hutan.

Dalam menyelesaikan kegiatan akademik, pada tahun 2007 penulis telah mengikuti kegiatan Praktik Pengenalanan dan Pengelolaan Hutan (P3H) dikawasan Hutan Pegunungan Danau Lau Kawar, Kabupaten Karo dan Hutan Mangrove Tanjung Tiram, Kabupaten Asahan. Tahun 2009 Penulis melakukan Praktik Kerja Lapang di HPHTI PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Estate Baserah, Kabupaten Kuantan Hilir, Provinsi Riau, pada bulan Januari sampai Maret 2009.

Penulis melakukan penelitian dari bulan Maret 2009 sampai Juni 2009 dengan judul “Pemanfaatan Kompos Tandan Kosong Sawit (TKS) Sebagai Campuran Media Tumbuh Dan Pemberian Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Bibit Mindi (Melia azedarach L.)”, di bawah bimbingan Dr. Deni Elfiati, SP. MP dan Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, MS.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkah dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini berjudul “Pemanfaatan Kompos Tandan Kosong Sawit (TKS) Sebagai Campuran Media Tumbuh Dan Pemberian Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Bibit Mindi (Melia azedarach L.)”. Skripsi disusun sebagai satu syarat untuk mendapat gelar sarjana di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian kompos TKS sebagai campuran media tumbuh dan pemberian mikoriza terhadap pertumbuhan bibit mindi (M. azedarach L.).

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Kedua orangtua tercinta, Ayahanda Chairuddin dan Ibunda Ratna Sari, dan adikku Fahmi Azahri atas semua doa dan dukungannya kepada penulis. 2. Ibu Dr. Deni Elfiati, SP. MP dan Bapak Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar,

MS selaku komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing, mengoreksi, memberikan saran dan kritik pada penulisan skripsi.

3. Teman-teman angkatan 2004 di Departemen Kehutanan, khususnya teman-teman di Program Studi Budidaya Hutan.


(8)

Penulis berharap semoga hasil penelitian ini berguna sebagai dasar penelitian-penelitian selanjutnya dan dapat menyumbangkan pengetahuan bagi kemajuan dunia pendidikan khususnya dalam bidang kehutanan.

Medan, Oktober 2009


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang Penelitian ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Botani Tanaman Mindi (Melia azedarach L.) ... 5

Penyebaran dan Tempat Tumbuh... 6

Peranan Media Tumbuh... 6

Tandan Kosong Sawit Sebagai Limbah Yang Bermanfaat ... 7

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) ... 9

METODE PENELITIAN ... 13

Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Bahan ... 13

Alat ... 13

Metode Penelitian ... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 17

Persiapan Lahan ... 17

Penyediaan kompos TKS ... 17

Penyediaan Tanah (topsoil) ... 17

Penyediaan Bibit ... 18


(10)

Pertambahan Tinggi Bibit ... 19

Pertambahan Diameter Batang Bibit ... 19

Pertumbuhan Daun ... 20

Rasio Tajuk Akar ... 20

Persen Hidup Bibit... 20

Persen KolonisasiMikoriza ... 20

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Hasil ... 21

Pertambahan Tinggi Bibit ... 21

Pertambahan Diameter Bibit ... 22

Pertumbuhan Daun ... 23

Rasio Tajuk Akar ... 25

Persen Hidup ... 26

Persen Kolonisasi Mikoriza ... 26

Pembahasan ... 30

Pengaruh Komposisi Media Tumbuh ... 30

Pengaruh Pemberian Mikoriza ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN ... 38

Kesimpulan ... 38

Saran ... 38

DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Rataan Pengaruh Pemberian Mikoriza Dan Komposisi Media Tumbuh Terhadap Pertambahan Tinggi Bibit Mindi (cm) ... 21 2. Rataan Pengaruh Pemberian Mikoriza Dan Komposisi Media Tumbuh

Terhadap Pertambahan Diameter Bibit Mindi (mm) ... 22 3. Rataan Pengaruh Pemberian Mikoriza Dan Komposisi Media Tumbuh

Terhadap Pertambahan Jumlah Daun Bibit Mindi (helai) ... 24 4. Rataan Pengaruh Pemberian Mikoriza Dan Komposisi Media Tumbuh

Terhadap Rasio Tajuk Akar (gr) ... 25 5. Rataan Pengaruh Pemberian Mikoriza Dan Komposisi Media Tumbuh


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Grafik Perbandingan Pemberian Mikoriza Dengan Penggunaan Komposisi

Media Tumbuh Terhadap Pertambahan Tinggi Bibit Mindi ... 22 2. Grafik Perbandingan Pemberian Mikoriza Dengan Penggunaan Komposisi

Media Tumbuh Terhadap Pertambahan Diameter Batang Bibit Mindi ... 23 3. Grafik Perbandingan Pemberian Mikoriza Dengan Penggunaan Komposisi

Media Tumbuh Terhadap Pertumbuhan Jumlah Daun Bibit Mindi... 24 4. Grafik Perbandingan Pemberian Mikoriza Dengan Penggunaan Komposisi

Media Tumbuh Terhadap Rasio Tajuk Akar ... 26 5. Grafik Perbandingan Pemberian Mikoriza Dengan Penggunaan Komposisi

Media Tumbuh Terhadap Persen Kolonisasi Mikoriza ... 27 6. Gambar Jaringan Akar Mindi Yang Tidak Terinfeksi Mikoriza ... 28 7. Gambar Vesikula Yang Terdapat Pada Jaringan Akar Mindi Oleh Adanya

Infeksi Mikoriza ... 29 8. Gambar Jaringan Akar Mindi Yang Terinfeksi Oleh Mikoriza ... 29


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur Analisis Contoh Tanah ... 40

2. Prosedur Analisis Kompos ... 42

3. Tabel Analisis Sidik Ragam Dan Anova ... 46


(14)

ABSTRAK

NINA ASTRALYNA. Pemanfaatan Tandan Kosong Sawit (TKS) Sebagai

Campuran Media Tumbuh Dan Pemberian Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Bibit Mindi (Melia azedarach L.). Di bawah bimbingan DENI ELFIATI dan

EDY BATARA MULYA SIREGAR.

Tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui pengaruh pemberian kompos TKS sebagai campuran media tumbuh dan pemberian mikoriza terhadap pertumbuhan bibit mindi (M. azedarach L.). Penelitian dilakukan di lahan (bedengan) Departemen Kehutanan dan Laboratorium Biologi Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan dua faktor yang dibandingkan, faktor pertama yaitu pemberian mikoriza dan faktor kedua yaitu komposisi media tumbuh.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara kedua faktor tidak memberikan pengaruh yang nyata. Pemberian mikoriza (5 gram/polibag) hanya berpengaruh nyata pada parameter persen kolonisasi mikoriza. Sedangkan komposisi media tumbuh berpengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi, pertambahan diameter, pertumbuhan jumlah daun, berat kering tanaman dan persen kolonisasi mikoriza. Komposisi terbaik pada parameter pertambahan tinggi yaitu 75 % kompos TKS + 25 % topsoil. Komposisi terbaik pada pertambahan diameter yaitu 25 % kompos TKS + 75 % topsoil. Komposisi terbaik pada pertumbuhan jumlah daun yaitu 50 % kompos TKS + 50 % topsoil. Komposisi terbaik pada rasio tajuk akar yaitu 25 % kompos TKS + 75 % topsoil. Dan komposisi terbaik pada persen kolonisasi mikoriza 25 % kompos TKS + 75 % topsoil.


(15)

ABSTRACT

NINA ASTRALYNA. Utilization of Empty Palm Kernel (EPK) as Mixed

Growth Media and Provision of Arbuscular for Seeds Mindi Growth (Melia azedarach L). Under academic supervision by DENI ELFIATI and EDY

BATARA MULYA SIREGAR.

The purpose of research is to determine the effect of compost delivery

TKS as growth mix media and the provision of arbuscular seed for Mindi (M. azedarach L.). The research was conducted in the area (beds) Department of

Forestry and Soil Biology Laboratory of the Department of Soil Science Faculty of Agriculture, University of North Sumatera. The method used is Factorial Complete Random (RAL) with two factors compared, the first factor is provision of arbuscular and the second factor is growth media composition.

The result of research showed that interaction of both factors was not significantly different. The provision of arbuscular (5 gram/polybag) has a real influence only for percent arbuscular colonization. Whereas the growth media composition has a real influence for height growth, increasing diameter, leaves growth, biomassa and percent arbuscular colonization. Treatment wich gave the best result for height growth were the composition 75 % compost + 25 % topsoil. Treatment wich gave the best result for increasing diameter were the composition 25 % compost + 75 % topsoil. Treatment wich gave the best result for leaves growth were the composition 50 % compost + 50 % topsoil. Treatment wich gave the best result for biomassa were the composition 25 % compost + 75 % topsoil. And, treatment wich gave the best result for percent arbuscular colonization were the composition 25 % compost + 75 % topsoil.


(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kompos merupakan dekomposisi bahan-bahan organik atau proses perombakan senyawa yang kompleks menjadi senyawa yang sederhana dengan bantuan mikroorganisme. Kompos adalah salah satu penutup tanah dan akar serta korektor tanah alami yang terbaik. Kompos dapat digunakan sebagai pengganti pupuk buatan dengan biaya yang sangat murah. Kompos berfungsi dalam perbaikan struktur tanah, tekstur tanah, aerasi dan peningkatan daya resap tanah terhadap air. Kompos dapat mengurangi kepadatan tanah lempung dan membantu tanah berpasir untuk menahan air, selain itu kompos dapat berfungsi sebagai stimulan untuk meningkatkan kesehatan akar tanaman. Hal ini dimungkinkan karena kompos mampu menyediakan makanan untuk mikroorganisme yang menjaga tanah dalam kondisi sehat dan seimbang, selain itu dari proses konsumsi mikroorganisme tersebut menghasilkan nitrogen dan fosfor secara alami (Isroi, 2008).

Penggunaan kompos sangat menguntungkan karena dapat meningkatkan produktivitas dan kesuburan tanah, ramah lingkungan serta mampu mengatasi kelangkaan pupuk anorganik yang mahal. Ada banyak jenis kompos, salah satunya adalah kompos TKS (tandan kosong sawit). Kompos TKS merupakan salah satu produk Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) yang dikembangkan dari teknologi pengomposan dengan bahan baku limbah kelapa sawit. Kompos TKS sendiri hanya dilakukan uji pemberiannya pada tanaman kelapa sawit, pangan maupun tanaman hortikultura (Darmoko dan Sutarta, 2006).


(17)

Berdasarkan penelitian PPKS (2006), kompos TKS memilki kandungan kalium yang cukup tinggi, tanpa penambahan starter dan bahan kimia, mampu memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah serta memperkaya unsur hara pada tanah. Kompos TKS mengandung air (45-50 %), abu (12.60 %), N (2-3 %), C (35.10 %), P (0.2-0.4 %), K (4-6 %), Ca (1-2 %), Mg (0.8-1 %) dengan C/N sekitar 15 %.

Kompos memiliki kandungan unsur hara yang terbilang lengkap karena mengandung unsur hara makro dan unsur hara mikro. Namun jumlahnya relatif kecil dan bervariasi tergantung dari bahan baku, proses pembuatan, bahan tambahan, tingkat kematangan dan cara penyimpanan. Namun kualitas kompos dapat ditingkatkan dengan penambahan mikroorganisme yang bersifat menguntungkan (Simamora dan Salundik, 2006).

Penyerapan hara oleh tanaman dapat diperbesar oleh adanya hubungan simbiosis antara bagian terkecil dari akar tanaman sekunder dengan jamur tertentu. Asosiasi ini disebut dengan mikoriza, yaitu jamur yang keberadaannya diperlukan untuk perkembangan tanaman yang memadai. Fungsi dan perilaku mikoriza adalah kompleks. Asosiasi antara perakaran tanaman dan jamur biasanya menyebabkan kenaikan pertumbuhan tanaman inang. Hal ini karena gabungan faktor-faktor termasuk penambahan penyerapan unsur hara, penyerapan air, kelarutan mineral dan proteksi akar tanaman melawan patogen. Keberadaan

mikoriza bisa menjadi prasyarat untuk pertumbuhan normal banyak tanaman (Daniel dkk., 1994).


(18)

Mindi (Melia azedarach L.) merupakan salah satu jenis tanaman kehutanan yang cepat tumbuh. Pada umur 10 tahun mindi mampu mencapai tinggi 40 m dengan tinggi bebas cabang sekitar 8-20 m dan diameter sekitar 60 cm. Kayu mindi sudah terbukti baik sebagai bahan baku mebel untuk ekspor dan domestik, karena sifat kayu mindi yang sesuai untuk mebel yaitu kayunya bercorak indah, mudah dikerjakan, termasuk kelas kuat III-II dan dapat mengering tanpa cacat. Sementara daun dan biji mindi telah dapat digunakan sebagai pestisida nabati. Walaupun jenis ini merupakan jenis yang cukup toleran, tetapi mindi bisa mencapai kualitas yang baik untuk pemanfaatannya terutama kayunya jika berada pada kondisi tempat tumbuh yang optimal (Irwanto, 2007).

Mindi memiliki tekstur yang menarik menyerupai kayu jati atau mahoni. Oleh sebab itu kayu mindi dapat dikelompokkan sebagai kayu komersial karena telah laku diperdagangkan baik di pasaran lokal maupun di pasaran internasional dalam bentuk barang jadi (mebeler). Mobilitas tingkat pemakaian kayu komersial lain seperti jati, mahoni, ramin, rasamala cukup tinggi, selain semakin langka juga harganya cukup mahal, jangkauan daya beli masyarakat semakin jauh, maka sebagian perusahaan perkayuan mengalihkan perhatiannya untuk menggunakan

jenis kayu mindi sebagai alternatif bahan baku industrinya (Karyono dan Hariyatno, 2001).

Penggunaan pupuk anorganik secara terus menerus adalah tidak efisien dan dapat mengganggu keseimbangan sifat tanah yang dapat menurunkan produktivitas lahan, karena itu diperlukan upaya peningkatan efisiensi penggunaan pupuk dengan aktivitas mikroorganisme yang dikaitkan dengan aspek pendukung kelestarian alam. Hal ini dapat diterapkan untuk lahan kehutanan,


(19)

dimana semakin menigkatnya permintaan akan kayu dengan efisiensi pengusahaan hutan yang aman lingkungan. Dari uraian diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang penggunaan kompos TKS sebagai media tumbuh

dengan penambahan mikoriza terhadap pertumbuhan bibit mindi (Melia azedarach L.).

Tujuan

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian kompos TKS sebagai campuran media tumbuh dan pemberian mikoriza terhadap pertumbuhan bibit mindi (M. azedarach L.).

Hipotesis

Hipotesis penelitian antara lain :

1. Pemberian Kompos TKS dapat meningkatkan pertumbuhan bibit mindi

2. Pemberian mikoriza dapat meningkatakan pertumbuhan bibit mindi

3. Interaksi antara pemberian kompos TKS dan mikoriza dapat meningkatkan pertumbuhan bibit mindi

Manfaat

Manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai pengaruh kompos TKS sebagai campuran media tumbuh dan pemberian mikoriza untuk pertumbuhan bibit mindi (M. azedarach L.) bagi dunia pendidikan, masyarakat umum dan lembaga yang terkait.


(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Botani Tanaman Mindi (Melia azedarach L.)

Pohon mindi atau geringging (Melia azedarach L.) merupakan jenis pohon cepat tumbuh yang selalu hijau di daerah tropis, menggugurkan daun selama musim dingin, menyukai cahaya, subur dibawah titik beku, agak tahan kekeringan dan toleran terhadap tanah salin. Pohon mindi termasuk jenis yang cepat tumbuh, dengan batang lurus, bertajuk ringan menyerupai payung, berakar tunggang dalam, berakar cabang banyak dan memiliki percabangan melebar. Tinggi pohon mindi bisa mencapai 45 m, dengan tinggi bebas cabang 8 - 20 m dan diameter sampai 60 cm. Kayu mindi tergolong kelas kuat III-II yang dapat mengering tanpa cacat, setara dengan mahoni, sungkai, meranti merah dan merupakan kelas awet IVV. Tanaman mindi merupakan tanaman serbaguna karena dapat digunakan seluruh bagian tanaman mulai dari akar, batang yang berkayu, kulit batang, daun, buah dan bijinya dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan. Beberapa contoh pemanfaatan kayu mindi yaitu sebagai mebel, kayu lapis, vinir dan lain-lain (Irwanto, 2007).

Kandungan bahan aktif mindi sama dengan mamba (Azadirachta indica) yaitu azadirachtin, selanin dan meliantriol. Ekstrak daun mindi dapat digunakan pula sebagai bahan untuk mengendalikan hama termasuk belalang. Kulit mindi dipakai sebagai penghasil obat untuk mengeluarkan cacing usus. Kulit daun dan akar mindi telah digunakan sebagai obat rematik, demam, bengkak dan radang. Suatu glycopeptide yang disebut meliacin diisolasi dari daun dan akar mindi berperan dalam menghambat perkembangan beberapa DNA dan RNA dari


(21)

beberapa virus misalnya virus polio. Mindi (M. azedarach L.) termasuk kedalam famili Meliaceae dengan nama dagang mindi. Mindi juga memiliki nama daerah antara lain geringging, mementin, mindi (jawa), rencik (batak), mindi kecil (melayu), jempinis (NTB), belile, bere, embora, kemel, lemoa, menga, mera (NTT) (Irwanto, 2007).

Penyebaran dan Tempat tumbuh

Mindi menyebar alami mulai dari india dan burma, dan banyak ditanam didaerah tropis dan subtropis. Di Indonesia mindi banyak ditanam di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara dan Irian Jaya. Tanaman mindi tumbuh pada daerah dataran rendah hingga dataran tinggi, dengan ketinggian 0-1200 meter diatas permukaan laut (mdpl), dengan curah hujan rata-rata pertahun 600-200 mm. Mindi tumbuh subur pada daerah yang berdrainase baik, tanah yang dalam, tanah liat berpasir, toleran terhadap tanah dangkal, salin dan bersifat basa (Irwanto, 2007).

Tanaman mindi di lapangan biasanya juga dilakukan pemeliharaan berupa pemupukan. Seperti penyiangan gulma yang dilakukan beberapa kali pada tahun pertama dan kedua. Penjarangan dilakukan setelah tanaman berumur 3 tahun dengan meninggalkan 400 batang per hektar, kemudian pada umur 6 tahun penjarangan tanaman dilakukan lagi sampai jumlah pohon tiap hektar menjadi 200

batang. Hama yang biasanya menyerang pohon mindi adalah penggerek pucuk (Hypsipyla robusta M.) dan batangnya kadang-kadang diserang kumbang

ambrosia (Xleborus ferrugineus) yang mengakibatkan kualitas kayunya menurun. Pengendalian hama penggerek pucuk dapat dilakukan dengan tindakan silvikultur,


(22)

antara lain menggunakan bibit tanaman yang tahan serangan hama, dapat pula dengan membuat hutan tanaman campuran (Irwanto, 2007).

Peranan Media Tumbuh

Tanah sebagai media pertumbuhan dan perkembangan tanaman, tidak seutuhnya menunjang keberhasilan usaha penanaman itu sendiri, hal ini disebabkan karena tanah juga memberikan pengaruh yang variatif bagi kelangsungan pertumbuhan tanaman. Pengaruh tersebut antara lain berhubungan dengan faktor temperatur, kelembaban tanah, permeabilitas, tersedianya unsur hara, keberlangsungan hidup jasad renik dan banyak sifat tanah lainnya. Ketersediaan unsur hara tanah dapat dilihat dari kandungan bahan mineral dan bahan organik yang dikandungnya. Sumber utama bahan organik tanah adalah jaringan tanaman, baik yang berupa serasah ataupun sisa-sisa tanaman. Tanah yang baik kandungan bahan organiknya, maka baik pula untuk perakaran tanaman menyerap air, udara dan hara (Sutedjo dan Kartasapoetra, 1994).

Perkembangan suatu tanaman berhubungan erat dengan kesuburan tanah. Semakin subur tanah, maka perkembangan akar juga semakin baik. Dengan pemberian bahan organik maka cenderung akan mendorong perkembangan perakaran yang dangkal dan sering disertai dengan berkurangnya kedalaman akar (Daniel dkk., 1994).

Pembibitan atau persemaian merupakan suatu tempat yang digunakan untuk menyemaikan benih dari suatu jenis tanaman dengan perlakuan tertentu dan sistem periode waktu yang ditetapkan. Beberapa media yang dapat digunakan sebagai media pembibitan antara lain topsoil, gambut atau topsoil dengan kompos.


(23)

Tanah yang digunakan sebagai media pembibitan haruslah yang memiliki kesuburan yang memadai. Salah satu hal yang penting untuk menyeleksi madia bibit yaitu sifat fisik medianya. Media yang baik umumnya memiliki struktur yang remah, daya serap dan daya simpan air dan kapasitas udara yang baik (Khaerudin, 1999).

Tandan Kosong Sawit (TKS) Sebagai Limbah yang Bermanfaat

Limbah kelapa sawit adalah sisa hasil tanaman kelapa sawit yang tidak termasuk produk utama atau merupakan hasil ikutan dari proses pengolahan kelapa sawit. Berdasarkan tempat pembentukanya, limbah kelapa sawit dapat digolongkan menjadi dua jenis yaitu limbah perkebunan kelapa sawit dan limbah industri kelapa sawit. Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat pengelolahan kelapa sawit. Limbah jenis ini digolongkan dalam tiga jenis yaitu limbah padat, limbah cair dan limbah gas. Limbah padat merupakan salah satu hasil industri kelapa sawit dari tandan kosong kelapa sawit. Limbah padat memiliki ciri khas pada komposisinya. Komponen terbesar dalam limbah padat tersebut adalah selulosa, disamping komponen lain meskipun lebih kecil seperti abu, hemiselulosa dan lignin (Fauzi, et al., 2004).

Tandan kosong kelapa sawit dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik yang memilki kandungan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanah dan tanaman. Tandan kosong kelapa sawit mencapai 23 % dari jumlah pemanfaatan limbah kelapa sawit tersebut sebagai alternatif pupuk organik juga akan memeberikan dampak lain bagi sisi ekonomi. Bagi perkebuanan kelapa sawit


(24)

dapat menghemat penggunaan pupuk sintesis sampai dengan 50 % (Darmoko dan Sutarta, 2006).

Pupuk kompos merupakan bahan organik yang telah mengalami proses fermentasi atau dekomposisi yang dilakukan oleh mikroorganisme. Pada prinsipnya pengomposan tandan kosong kelapa sawit untuk menurunkan nisbah C/N yang terkandung dalam tandan agar, mendekati nisbah C/N tanah. Nisbah C/N yang mendekati nisbah C/N tanah akan mudah diserap oleh tanaman. Tandan kelapa sawit yang diubah menjadi kompos, tidak hanya mengandung nutrien, tetapi juga mengandung bahan organik lain yang berguna bagi perbaikan struktur organik pada lapisan tanah, terutama pada kondisi tanah tropis. Kompos merupakan sumber posfor, kalsium, magnesium dan karbon (Fauzi, et al., 2004).

Proses pengomposan tandan kosong kelapa sawit tidak menggunakan bahan cairan asam dan bahan kimia lain. Sehingga tidak terdapat pencemaran atau polusi. Proses pengomposannya pun tidak menghasilkan limbah. Untuk membuat kompos, tandan kosong sawit di cacah terlebih dahulu dengan mesin pencacah kemudian bahan yang telah di cacah ditumpuk memanjang dengan ukuran lebar 2,5 m dan tinggi 1 m. Selama proses pengomposan tumpukan tersebut disiram dengan limbah cair yang berasal dari pabrik kelapa sawit. Tumpukan dibiarkan diatas semen dan dibiarkan di lantai terbuka selama 6 minggu. Kompos dibolak-balik dengan mesin pemdibolak-balik. Setelah itu kompos siap untuk dimanfaatkan. Kompos TKS dapat diaplikasikan untuk berbagai tanaman sebagai pupuk organik, baik secara tunggal maupun dikombinasikan dengan pupuk kimia. Penelitian penggunaan kompos TKS pada tanaman cabe telah dilakukan di Kabupaten Tanah Karo pada tahun 2002. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan kompos TKS


(25)

dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi cabe, yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan tanpa pupuk organik (kontrol) maupun aplikasi pupuk kandang. Penggunaan 0,25 dan 0,50 kg kompos TKS dapat meningkatkan hasil cabe berturut-turut hingga 24% dan 45% terhadap perlakuan kontrol, sedangkan penggunaan pupuk kandang hanya dapat meningkatkan hasil sebesar 7% terhadap kontrol (PPKS, 2008).

Selain tanaman cabe, juga dilakukan penelitian menggunakan tanaman jeruk. Hasil pengamatan terhadap penggunaan kompos TKS pada produksi tanaman jeruk selama dua kali panen menunjukkan bahwa penggunaan kompos berpengaruh terhadap peningkatan produksi jeruk. Penggunaan kompos TKS hingga 30 kg dapat meningkatkan produk jeruk sebesar 49-74% dibanding kontrol tanpa kompos. Pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa jeruk dengan penggunaan kompos mempunyai kulit buah yang lebih mengkilap dibandingkan jeruk yang tidak diberi kompos. Hal ini diduga erat kaitannya dengan cukupnya hara kalium yang diserap tanaman, yang berasal dari kompos TKS (PPKS, 2008)

Kompos TKS juga dapat dimanfaat baik tanaman hortikultura. Sebagai contoh, penelitian mengenai pemanfaatan kompos TKS sebagai media tanpa tanah dan pemupukan pada tanaman pot Spathiphyllum. Dimana kombinasi kompos TKS dan pupuk kandang digunakan sebagai petak utama dan frekuensi pemupukan sebagai anak petak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa komposisi media berpengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati kecuali untuk pori terisi udara dan kadar N daun, sedang frekuensi pemupukan tidak berpengaruh nyata terhadap semua paramater yang diamati kecuali terhadap tinggi


(26)

Kombinasi 50% kompos TKS dan 50% pupuk kandang adalah media yang baik untuk tanaman Spathiphyllum (PPKS, 2008).

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

Mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis mutualistik antara jamur dan akar tanaman. Hampir pada semua jenis tanaman terdapat bentuk simbiosis ini. Umumya mikoriza dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu endomikoriza (pada jenis tanaman pertanian), ektomikoriza (pada jenis tanaman kehutanan), dan ektendomikoriza. Penelitian mengenai mikoriza telah mulai banyak dilakukan, bahkan usaha untuk memproduksinya telah mulai banyak dirintis. Hal ini disebabkan oleh peranannya yang cukup membantu dalam meningkatkan kualitas tanaman. Dalam bidang kehutanan sendiri aplikasi pemanfaatan mikoriza masih belum mendapat perhatian utama, kecuali terbatas pada kegiatan-kegiatan penelitian saja (Anonim, 2008).

Mikoriza pertama kali dikenal dan dinamai sebagai kombinasi simbiose jamur dengan akar pohon menurut salah satu ahli botani. Jamur ini mampu menyerap nitrogen organik dari tanah dan mampu meneruskannya ke tumbuhan inangnya, dengan anggapan bahwa hifa jamur menjadi rambut akar yang dapat menyerap seluruh hara tanah. Asosiasi jamur ini dengan tumbuhan inangnya mampu meningkatkan pertumbuhan dan kualitas vigor tanaman sendiri. Karena hifa jamur yang meluas dalam tanah menyerap ion-ion yang terbebas oleh mineral tanah atau oleh organisme lain dan mentranslokasinya melalui miselia jamur ke perakaran tanaman. Karena itu kenaikan penyerapan hara pohon dengan asosiasi mikoriza sebagian disebabkan oleh perluasan besar sistem penyerapan hara yang


(27)

diberikan miselia jamur. Asosiasi mikoriza dengan akar tumbuhan tumbhan adalah sangat umum terjadi keberadaannya bisa menjadi prasyarat untuk pertumbuhan normal banyak pohon-pohon hutan (Daniel dkk., 1994).

CMA merupakan salah satu tipe cendawan yang mampu membentuk mikoriza. Pemanfaatan CMA ini menurut beberapa penelitian mampu meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara tanaman, serta mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan serangan patogen sehingga dapat meningkatkan produktivitas tanaman. CMA sangat membantu pertumbuhan, meningkatkan produktivitas dan kualitas tanaman khususnya di

lahan marginal yang kurang subur atau lahan bekas tambang/industri (Delvian, 2006).

Menurut beberapa penelitian kelebihan yang didapatkan dalam pemanfaatan CMA adalah meningkatkan penyerapan unsur hara makro (fosfat) dan beberapa unsur hara mikro (Cu, Zn dan Bo), dapat memanen air karena menjangkau pori-pori mikro tanah yang tidak terjangkau oleh rambut-rambut akar, menigkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan dan patogen akar, dapat digunakan pada lahan tercemar dan salin dan mampu mengeluarkan zat pengatur tumbuh (hormon) yang mampu menstimulasi pertumbuhan tanaman. Cendawan ini mampu berkembang pada berbagai jenis tanah. Eksplorasi cendawan ini biasa dilakukan pada ekosistem yang alami ataupun yang telah terganggu. Cendawan ini mampu membentuk simbiosis dengan sebagian besar (97%) famili tanaman darat. Menurut beberapa penelitian, pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula pada beberapa tanaman komersil seperti jati terbukti mampu


(28)

kontrol yang dilihat dari parameter tinggi, diameter dan bobot kering total (Husna dkk., 2007).

Untuk jenis sengon yang diinokulasi CMA, berdasarkan hasil penelitiannya mampu meningkatkan kadar N jaringan dan kadar P jaringan sebesar 1,25% dan 0,3%. Inokulasi CMA menigkatkan kadar P dan N karena hifa eksternal mikoriza yang membantu melarutkan bentuk-bentuk N dan P yang tidak tersedia di tanah dan melindungi tudung akar dari logam pencemar (Nusantara, 2002).

Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula pada beberapa tanaman komersial telah menunjukkan hasil yang cukup baik. Inokulasi CMA pada apel meningkatkan kandungan P pada daun dari 0,04% menjadi 0,19%. Penggunaan cendawan mikroza pada tanaman kopi, meningkatkan bobot kering tanaman serta jumlah daun. Selain itu, pada tanah dengan ketersediaan hara rendah, inokulasi CMA meningkatkan pertumbuhan tanaman kakao. Pada tanaman pisang, inokulasi CMA juga mampu meningkatkan pertambahan tinggi tanaman serta kandungan hara N, P, K, dan Ca pada daun. Kemampuan satu jenis CMA dapat berasosiasi dengan beberapa tanaman komersial cukup luas, akan tetapi kesesuaiannya dalam bersimbiose dengan tanaman sangat dipengaruhi oleh

berbagai kondisi tanah, jenis mikroza dan jenis tanaman (Anwarudin dkk., 2007).


(29)

Kombinasi Pupuk Organik Dan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

Media tanam merupakan komponen utama dalam bercocok tanam. Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang ingin ditanam. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembapan daerah sekitar akar, menyediakan cukup udara dan dapat menahan ketersediaan unsur hara. Media tanam yang termasuk dalam kategori bahan organik umumnya berasal dari komponen organisme hidup. Penggunaan bahan organik sebagai media tanam memiliki beberapa keunggulan, dikarenakan bahan organik sudah mampu menyediakan unsur hara bagi tanaman dan dapat merangsang aktivitas enzim tanah dan mikroba serta bahan organik juga memiliki pori-pori makro dan mikro yang hampir seimbang sehingga sirkulasi udara yang dihasilkan cukup baik serta memiliki daya serap air yang tinggi. Kompos merupakan media tanam organik yang bahan dasarnya berasal dari proses fermentasi tanaman atau limbah organik. Kelebihan dari penggunaan kompos sebagai media tanam adalah sifatnya yang mampu mengembalikan kesuburan tanah melalui perbaikan sifat-sifat tanah, baik fisik, kimiawi, maupun biologis. Selain itu, kompos juga menjadi fasilitator dalam penyerapan unsur nitrogen (N) yang sangat dibutuhkan oleh tanaman. Kandungan bahan organik yang tinggi dalam kompos sangat penting untuk memperbaiki kondisi tanah. Pupuk organik biasanya mengandung cukup lengkap unsur hara yang dibutuhkan tanaman, baik hara makro maupun mikro. Hanya saja pupuk ini lambat diserap oleh tanaman (Hidayat Dan Darwin, 2008).

Cendawan mikoriza arbuskula (CMA). merupakan suatu bentuk asosiasi cendawan dengan akar tanaman tingkat tinggi. Kemampuan asosiasi tanaman


(30)

kondisi lingkungan yang miskin unsur hara dan kering, perlindungan terhadap patogen tanah maupun unsur beracun dan secara tidak langsung melalui perbaikan struktur tanah. Hal ini dimungkinkan karena CMA mempunyai kemampuan menyerap hara dan air lebih tinggi dibanding akar tanaman. Keunggulan kemampuan CMA dalam pengambilan hara, terutama hara yang bersifat tidak mobil seperti P, Zn, dan Cu. Ini disebabkan CMA memiliki struktur hifa yang mampu menjelajah daerah di antara partikel tanah, melampaui jarak yang dapat dicapai akar (rambut akar), kecepatan translokasi hara enam kali kecepatan rambut akar dan nilai ambang batas konsentrasi hara yang dapat diserap CMA lebih rendah (setengah ambang batas konsentrasi hara yang dapat diserap akar). CMA secara tidak langsung juga dapat meningkatkan ketersediaan P tanah melalui produksi enzim fosfatase oleh akar tanaman. CMA juga berperan dalam membantu pemenuhan kebutuhan air pada saat kekeringan karena bertambahnya luas permukaan penyerapan air oleh hifa eksternal (Novriani dan Madjid, 2009).

Bahan organik merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang penting disamping bahan anorganik, air dan udara. Jumlah spora CMA tampaknya berhubungan erat dengan kandungan bahan organik di dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah yang mengandung bahan organik 1-2 persen sedangkan pada tanah dengan bahan orgaanik kurang dari 0,5 persen kandungan sporanya sangat rendah. Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan CMA, karena serasah akar yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting untuk mempertahankan generasi CMA dari satu tanaman ke tanaman berikutnya. Serasah tersebut mngandung hifa, vesikel daan spora yang dapat menginfeksi


(31)

CMA. Disamping itu juga berfungsi sebagai inokulan untuk generasi tanaman berikutnya (Anas, 1997).

Bahan organik dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan CMA. Tanaman (inang) dapat tumbuh dengan baik jika keberadaan unsur hara pada media tumbuhnya juga baik, sedangkan CMA bergantung pada hasil fotosintat tanaman (inang), dimana fotosintat merupakan faktor eksternal yang memepengaruhi penyebaran hifa dan infeksi akar. Tanaman (inang) akan memberikan karbon dari hasil fotosintat untuk pertumbuhan dan perkembangan CMA, sedangkan CMA memberikan jasa pada tanaman dengan pengambilan, asimilasi dan translokasi nutrisi diluar zona rhizosfir ke perakaran tanaman.

Dari hasil penelitian tentang pemakaian pupuk organik dan mikoriza terhadap pertumbuhan sawit menunjukkan pertumbuhan tanaman (tinggi, diameter dan biomasa) yang meningkat sejalan dengan meningkatnya umur tanaman. Menurut hasil penelitian, pertumbuhan tanaman bisa optimal karena CMA membantu perakaran tanaman dalam memperluas area penyerapan unsur hara dan air sehingga terjadi peningkatan proses fotosintesis pada tanaman, karena unsur hara yang diperlukan cukup tersedia sehingga memberikan pengaruh nyata pada parameter pertumbuhan tanaman. Selain itu CMA dapat meningkatkan daya tahan akar terhadap serangan patogen, dan kekeringan (Chalimah dkk., 2007).


(32)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di lahan (bedengan) Departemen Kehutanan dan Laboratorium Biologi Tanah Departemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan dari bulan Maret 2009 sampai Juni 2009.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah bibit mindi (M. azedarach L.) yang berasal dari Pembibitan Tanjung Morawa, Kabupaten

Deli Serdang, kompos TKS (tandan kosong sawit) berasal dari Pusat Penelitian kelapa Sawit (PPKS) Medan, mikoriza diperoleh dari Institut Pertanian Bogor, topsoil diambil dari daerah Simalingkar, polibag ukuran 2 kg sebanyak 72 kantung, kertas label, patok sampel dan air sebagai pelarut dan penyiram tanaman. Bahan yang digunakan untuk pengamatan kolonisasi CMA adalah akar tanaman inang, larutan KOH 10%, larutan HCL 2%, Trypan Blue 0,05% dan Lacto grycerol.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah penggaris dan jangka sorong untuk mengukur respon tumbuh, sekop untuk mengaduk bahan baku, gembor untuk penyiraman, timbangan untuk mengukur kebutuhan bahan baku, sarung tangan untuk alat pelindung diri, kamera digital untuk mendokumentasikan


(33)

kegiatan penelitian dan alat tulis. Alat yang digunakan untuk pengamatan kolonisasi CMA adalah gunting, mikroskop binokuler, tabung sampel, pinset, kaca preparat beserta penutup preparat dan alat tulis.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial yang terdiri dari 2 faktor dan 3 ulangan. Faktor Pertama adalah faktor pemberian mikoriza dengan 2 taraf perlakuan yaitu:

M0 = Tanpa Mikoriza

M1 = Pemberian Mikoriza 5 g/tanaman

Faktor Kedua adalah faktor komposisi media tanam topsoil dengan kompos TKS dengan 4 taraf perlakuan sebagai berikut:

A = Tanpa pemberian kompos TKS (kontrol) B = 75 % Kompos TKS + 25% Topsoil C = 50% Kompos TKS + 50% Topsoil D = 25% Kompos TKS + 75% Topsoil

Sehingga diperoleh 8 kombinasi perlakuan sebagai berikut: M0A (Tanpa mikoriza : kontrol)

M0B (Tanpa mikoriza : 75 % Kompos TKS + 25% Topsoil)

M0C (Tanpa mikoriza : 50% Kompos TKS + 50% Topsoil)

M0D (Tanpa mikoriza : 25% Kompos TKS + 75% Topsoil)


(34)

M1C (mikoriza 5 g/tanaman : 50% Kompos TKKS + 50% Topsoil)

M1D (mikoriza 5 g/tanaman : 25% Kompos TKKS + 75% Topsoil)

Jumlah kombinasi perlakuan tersebut adalah 4 x 2 = 8 perlakuan Jumlah tanaman per satu perlakuan = 3 tanaman

Jumlah ulangan = 3 unit

Jumlah tanaman keseluruhan = 72 tanaman

Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam, berdasarkan model linier Rancangan Acak Lengkap Faktorial sebagai berikut:

Yijk = µ + Ai + Bj + ABij + єijk

Keterangan :

i = 1, 2, 3, ... a (jumlah taraf A = a) j = 1, 2, 3, ... b (jumlah taraf B = b) k = 1, 2, 3, ...n (jumlah ulangan = n)

Yijk = Variabel respon/hasil pengamatan karena pengaruh bersama faktor A taraf ke-I, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k

μ = Pengaruh rata-rata sebenarnya/rata-rata umum

Ai = Pengaruh dari faktor A taraf ke-i

Bj = Pengaruh dari faktor A taraf ke-j

ABij = Pengaruh interaksi antar faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j ξijk = Pengaruh galat/error dari faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j dan ulangan ke-k


(35)

Jika hasil pengamatan parameter berbeda nyata maka dilanjutkan analisis

sidik ragam dengan menggunakan uji Duncan (DMRT) pada taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Lahan

Lahan (bedengan) di Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian yang akan digunakan untuk penelitian dibersihkan dari gulma dan sisa-sisa tanaman atau kotoran yang mengganggu. Setelah itu dibuat plot-plot percobaan.

Penyediaan kompos TKS

Kompos TKS yang digunakan merupakan produk Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan yang berasal dari pengolahan limbah industri sawit yaitu tandan kosong kelapa sawit melalui proses pengomposan. Kompos terlebih dahulu dianalisis di Laboratorium Biologi Tanah Depatemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Analisis kompos di laboratorium meliputi C/N, C-organik, pH, N-total, P-tersedia dan Kapasitas Tukar kation (KTK).

Penyediaan Tanah (topsoil)

Tanah yang digunakan pada penelitian merupakan tanah bagian atas (topsoil) yang diambil dengan kedalaman 0-20 cm. Jenis tanah yang digunakan adalah jenis tanah ultisol yang diambil dari daerah Simalingkar secara komposit. Tanah terlebih dahulu dikeringanginkan selama 1-3 hari, lalu diayak dengan ayakan 10 mesh, kemudian dianalisis. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah Depatemen Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. Analisis tanah


(36)

Penyediaan Bibit

Bibit mindi yang digunakan berasal dari pembibitan di Tanjung Morawa dengan kriteria bibit yang digunakan yaitu cabutan anakan mindi yang berumur 2-3 bulan, dengan tinggi sekitar ± 25-30 cm dan dengan jumlah daun 3-5 helai.

Pencampuran Media Tumbuh

Media tanam yang digunakan adalah kompos TKS dan topsoil dengan perbandingan yang telah ditetapkan lalu dilakukan pencampuran sesuai dengan perbandingan tersebut. Pencampuran kedua media tumbuh dan pemberian mikoriza dilakukan sesuai dengan komposisi perlakuan sebelumnya. Mikoriza diletakkan 5 cm dari permukaan media tumbuh, sebelum dilakukan penanaman. Komposisi media dimasukkan dalam polibag sesuai dengan 8 kombinasi perlakuan.

Pemindahan Bibit

Bibit mindi yang telah disediakan kemudian dipindahkan ke dalam polibag yang telah berisi media tumbuh yang telah disesuaikan dengan perlakuannya msing-masing. Lalu bibit dipindahkan ke tempat bernaung yaitu di bedengan.

Pemeliharaan Tanaman

a. Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari dengan menggunakan gembor, tetapi disesuaikan dengan kondisi dilapangan. Jika media masih lembab, maka tidak perlu disiram karena akan menyebabkan busuk akar.


(37)

b. Penyiangan

Untuk menghindari persaingan antara gulma dan tanaman, maka dilakukan penyiangan. Penyiangan dilakukan secara menual dengan mencabut gulma yang berada pada polibag.

Pengamatan Parameter

Sebelum dilakukan pengamatan parameter, dilakukan terlebih dahulu pengambilan data awal tiap parameter kecuali bobot kering akar. Jadi data yang diperoleh pada saat pengukuran parameter dikurangi terhadap data awal.

Pengamatan dilakukan 1 minggu setelah tanam (1 MST), dan parameter yang diamati antara lain :

1. Pertambahan Tinggi

Tinggi tanaman diukur dari batang tanaman (±2 cm dari pangkal leher akar) sampai titik tumbuh terakhir dengan menggunakan mistar atau penggaris. Agar tidak terjadi perubahan dasar pengukuran, maka perlu diberi tanda pada tempat awal.

2. Pertambahan Diameter Batang

Pengukuran diameter batang dilakukan pada tempat yang sama dengan pengukuran tinggi tanaman dan pengukuran dilakukan menggunakan jangka sorong dengan dua arah yang berlawanan dan saling tegak lurus terhadap batang kemudian diambil rata-ratanya.

3. Pertumbuhan Jumlah Daun


(38)

4. Bobot Kering Tanaman

Pada saat tanaman berumur ± 12 minggu setelah tanam (12 MST) maka dilakukan pemotongan bagian atas tanaman (batang dan daun) dan bagian bawah tanaman (akar). Untuk mendapat berat kering tanaman, bagian atas tanaman (batang dan daun) dicuci dengan air dan dibiarkan kering. Kemudian dimasukkan kedalam amplop yang telah diberi lobang dan label sesuai dengan perlakuan. Kemudian diovenkan selama kurang lebih 48 jam dengan suhu 60 0C – 80 0C. Hal diatas juga dilakukan pada bagian bawah tanaman (akar) dimana bagian akar dipisahkan, dicuci dengan air dan dibiarkan kering. Kemudian dimasukkan kedalam amplop yang telah diberi lobang dan label sesuai dengan perlakuan. Kemudian diovenkan selama kurang lebih 48 jam dengan suhu 60 0C – 80 0C. Lalu ditimbang berat kering dari bagian atas tanaman (batang dan daun) dan bagian bawah tanaman (akar) tersebut.

5. Persen Hidup Bibit

Persen hidup bibit dihitung pada akhir pengamatan. Perhitungan persen hidup bibit dilakukan tiap perlakuan dengan rumus:

Jumlah bibit yang hidup x 100 % Jumlah bibit seluruhnya

6. Persen Kolonisasi Mikoriza

Perhitungan persentase kolonisasi akar menggunakan metode panjang slide dari Giovanetti. Kolonisasi akar ditandai dengan adanya hifa, veskula dan arbuskula atau salah satu dari ketiganya. Setiap bidang pandang (Field of view) mikroskop yang menunjukkan tanda kolonisasi akar diberi tanda (+) dan yang tidak menunjukkan diberi tanda (-). Pengamatan kolonisasi CMA pada akar


(39)

tanaman sampel dapat dilakukan melalui teknik pewarnaan (Staining root), karena karakteristik anatomi yang menyatakan ada tidaknya infeksi CMA tidak dapat dilihat secara langsung. Metode yang digunakan dalam pewarnaan akar sampel adalah metode pewarnaan Kormanik dan Mc. Graw (1982) dalam Delvian (2003), yang secara lengkap sebagai berikut:

- Dipilih akar segar dan dicuci dengan air mangalir sampai bersih, sampel direndam dalam larutan KOH 10% selama 12 jam.

- Dibuang larutan KOH dan akar dicuci pada air mengalir selama 5-10 menit. - Direndam sampel akar dalam larutan HCL 2% selama 30 menit dan pada

proses ini akar akan berubah berwarna menjadi pucat atau putih. Larutan HCL 2% kemudian dibuang dengan mengalirkannya secara perlahan-lahan.

- Direndam akar sampel dengan larutan staining (Trypan Blue) selama 24 jam. - Diganti larutan staining dengan larutan destaining (lacto glycerol) untuk

proses pengurangan warna. Selanjutnya pengamatan untuk mengetahui persentase kolonisasi CMA pada akar siap dilakukan.

- Dihitung persentase kolonisasi akar menggunakan metode panjang slide Giovanetti dan Mosse (1980) dalam Delvian (2003), secara acak diambil potongan-potongan akar yang telah diwarnai dengan panjang 1 cm sebanyak 10 potong akar dan disusun pada kaca preparat kemudian diamati dengan menggunakan mikroskop binokuler.

Persentase kolonisasi akar dihitung dengan rumus:

% Kolonisasi = ∑ field of view (+) x 100%


(40)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Dalam mengetahui respon pemberian komposisi media tumbuh dan mikoriza terhadap pertumbuhan bibit mindi terdapat enam parameter yang diamati dalam penelitian ini yaitu pertambahan tinggi, pertambahan diameter batang, pertumbuhan jumlah daun, berat kering tanaman dan persen kolonisasi mikoriza. Pengamatan parameter (pertambahan tinggi, pertambahan diameter batang dan pertumbuhan jumlah daun) dilakukan selama tiga bulan mulai bulan April sampai bulan Juli 2009 dan dilakukan pada setiap minggu dimulai pada satu minggu setelah penanaman (1 MST). Untuk parameter berat kering tanaman dan persen kolonisasi mikoriza dilakukan pada akhir pengukuran.

1. Pertambahan Tinggi Bibit

Hasil analisis sidik ragam antara faktor pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh (Lampiran 3), menunjukkan bahwa interaksi antara faktor pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh memberikan pengaruh tidak nyata terhadap pertambahan tinggi bibit mindi. Faktor pemberian mikoriza juga memberikan pengaruh tidak nyata terhadap pertambahan tinggi bibit mindi. Sedangkan faktor komposisi media tumbuh memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit mindi. Nilai rataan pertambahan tinggi bibit mindi disajikan pada (Tabel 1).


(41)

Tabel 1. Nilai rataan pengaruh pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh terhadap pertambahan tinggi (cm)

Perlakuan Mikoriza

Komposisi Media Tanam

Rata-rata

A B C D

M0 9.211 15.211 12.767 9.911 11.775

M1 11.667 15.167 10.600 7.089 11.131

Rata-rata 10.439b 15.189a 11.683ab 8.500b

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5%

Hasil uji jarak berganda Duncan bertaraf 5 % dapat menunjukkan bahwa faktor komposisi media tumbuh memberikan pengaruh nyata yaitu pada komposisi B (75 % kompos TKS + 25 % topsoil) berbeda nyata dengan komposisi A (kontrol) dan D (25 % kompos TKS + 75 % topsoil). Grafik perbandingan nilai pertambahan tinggi bibit mindi berdasarkan pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1.Grafik perbandingan nilai pertambahan tinggi bibit mindi berdasarkan pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh

2. Pertambahan Diameter Batang Bibit

Hasil analisis sidik ragam antara faktor pemberian mikoriza dan komposisi 9,211 15,211 12,767 9,911 11,667 15,167 10,600 7,089 0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000 14,000 16,000

MOA MOB MOC MOD M1A M1B M1C M1D

Tinggi (cm)


(42)

nyata terhadap pertambahan diameter batang bibit mindi. Faktor pemberian mikoriza juga memberikan pengaruh tidak nyata terhadap pertambahan diameter batang bibit mindi. Sedangkan faktor komposisi media tumbuh memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan diameter batang bibit mindi. Nilai rataan pertambahan diameter bibit mindi disajikan pada (Tabel 2).

Tabel 2. Nilai rataan pengaruh pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh terhadap pertambahan diameter (mm)

Perlakuan Komposisi Media Tanam

Mikoriza A B C D Rata-rata

M0 0.700 1.540 1.210 1.880 1.332

M1 0. 780 1.180 1.320 1.520 1.200

Rata-rata 0.740d 1.360b 1.265c 1.700a

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %

Hasil uji jarak berganda Duncan bertaraf 5 % menunjukkan bahwa faktor komposisi media tumbuh memberikan pengaruh nyata yaitu pada komposisi D (25 % kompos TKS + 75 % topsoil) berbeda nyata dengan komposisi B (75 % kompos TKS + 25 % topsoil), C (50 % kompos TKS + 50 % topsoil) dan A

(kontrol). Komposisi B (75 % kompos TKS + 25 % topsoil) berbeda nyata dengan komposisi C (50 % kompos TKS + 50 % topsoil) dan A (kontrol). Sementara komposisi C (50 % kompos TKS + 50 % topsoil) berbeda nyata dengan komposisi A (kontrol). Grafik perbandingan nilai pertambahan diameter bibit mindi berdasarkan pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh ditampilkan pada Gambar 2.


(43)

Gambar 2. Grafik perbandingan nilai pertambahan diameter bibit mindi berdasarkan pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh

3. Pertumbuhan Daun Bibit

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam antara faktor pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh (Lampiran 3), menunjukkan bahwa interaksi antara faktor pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh memberikan pengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan daun bibit mindi. Faktor pemberian mikoriza juga memberikan pengaruh tidak nyata terhadap pertumbuhan daun bibit mindi. Sedangkan faktor komposisi media tumbuh memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan daun bibit mindi. Nilai rataan pertumbuhan jumlah daun bibit mindi disajikan pada (Tabel 3).

Tabel 3. Nilai rataan pengaruh pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh terhadap pertumbuhan jumlah daun (helai)

Perlakuan Komposisi Media Tanam

Mikoriza A B C D Rata-rata

M0 7.778 9.333 10.111 8.444 8.916a

M1 7.444 8.333 8.556 8.889 8.305b

Rata-rata 7.611b 8.833ab 9.333a 8.666ab

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji 0,700 1,540 1,210 1,880 0,780 1,180 1,320 1,520 0,000 0,200 0,400 0,600 0,800 1,000 1,200 1,400 1,600 1,800 2,000

MOA MOB MOC MOD M1A M1B M1C M1D

Diameter (mm)


(44)

Hasil uji jarak berganda Duncan bertaraf 5 % menunjukkan bahwa faktor komposisi media tumbuh memberikan pengaruh nyata yaitu pada komposisi C (50 % kompos TKS + 50 % topsoil) berbeda nyata dengan komposisi A (kontrol). Grafik perbandingan nilai pertumbuhan daun bibit mindi berdasarkan pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh ditampilkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Grafik perbandingan nilai pertumbuhan daun bibit mindi berdasarkan pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh

4. Berat Kering Tanaman

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam antara faktor pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh (Lampiran 3), menunjukkan bahwa interaksi antara faktor pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh memberikan pengaruh tidak nyata terhadap berat kering tanaman. Faktor pemberian mikoriza juga memberikan pengaruh tidak nyata terhadap berat kering tanaman. Sedangkan faktor komposisi media tumbuh memberikan pengaruh nyata terhadap berat keing tanaman. Nilai rataan berat kering tanaman disajikan pada (Tabel 4).

7,778

9,333 10,111

8,444 7,444

8,333 8,556 8,889

0,000 2,000 4,000 6,000 8,000 10,000 12,000

MOA MOB MOC MOD M1A M1B M1C M1D

Jumlah Daun (helai)


(45)

Tabel 4. Nilai rataan pengaruh pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh terhadap berat kering tanaman (gr)

Perlakuan Komposisi Media Tanam

Mikoriza A B C D Rata-rata

M0 1.467 1.489 2.411 3.367 2.183

M1 1.322 1.415 2.272 2.556 1.891

Rata-rata 1.394b 1.452b 2.345ab 2.961a

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %

Hasil uji jarak berganda Duncan bertaraf 5 % menunjukkan bahwa faktor

komposisi media tumbuh memberikan pengaruh nyata yaitu komposisi D (25 % kompos TKS + 75 % topsoil) berbeda nyata dengan komposisi B (75 % kompos TKS + 25 % topsoil) dan A (kontrol). Grafik perbandingan nilai

berat kering tanaman berdasarkan pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh ditampilkan pada Gambar 4.

Gambar 5. Grafik perbandingan nilai berat kering tanaman berdasarkan pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh

1,556 1,489 2,411 2,928 1,322 1,415 2,272 2,556 0,000 0,500 1,000 1,500 2,000 2,500 3,000 3,500

MOA MOB MOC MOD M1A M1B M1C M1D

Berat Kering Tanaman

(gr)


(46)

5. Persen Hidup

Berdasarkan pengamatan terakhir (12 MST) yang dilakukan terhadap pertumbuhan bibit mindi, menunjukkan bahwa 72 bibit mindi dalam kondisi hidup. Dari perhitungan yang dilakukan didapat persen hidup 72 bibit mindi sebesar 100 % (Lampiran 3).

6. Persen Kolonisasi Mikoriza

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam antara faktor pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh (Lampiran 3), menunjukkan bahwa interaksi antara faktor pemberian mikoriza dan faktor komposisi media tumbuh memberikan pengaruh tidak nyata terhadap persen kolonisasi mikoriza. Sedangkan faktor pemberian mikoriza memberikan pengaruh nyata terhadap persen kolonisasi mikoriza. Faktor komposisi media tumbuh juga memberikan pengaruh nyata terhadap persen kolonisasi mikoriza. Nilai rataan persen kolonisasi mikoriza disajikan pada (Tabel 6).

Tabel 6. Nilai rataan pengaruh pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh terhadap persen kolonisasi mikoriza (%)

Perlakuan Komposisi Media Tanam

Mikoriza A B C D Rata-rata

M0 7.560 13.980 11.937 17.163 12.660b

M1 24.360 34.710 32.663 37.040 32.193a

Rata-rata 17.126b 24.345ab 22.300ab 27.101a

Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji DMRT pada taraf 5 %

Hasil uji jarak berganda Duncan bertaraf 5 % menunjukkan bahwa faktor

komposisi media tumbuh memberikan pengaruh nyata yaitu komposisi D (75 % kompos TKS + 25 % topsoil) berbeda nyata dengan komposisi A

(kontrol). Faktor pemberian mikoriza juga memberikan pengaruh nyata yaitu M1 (pemberian mikoriza 5 gram/polibag) berbeda nyata dengan M0 (kontrol). Grafik


(47)

perbandingan nilai persen kolonisasi mikoriza berdasarkan faktor pemberian mikoriza dan faktor komposisi media tumbuh ditampilkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Grafik perbandingan nilai persen kolonisasi mikoriza berdasarkan faktor pemberian mikoriza dan faktor komposisi media tumbuh

Struktur yang dibentuk oleh adanya infeksimikoriza (CMA) pada jaringan akar bibit tanaman adalah ditandai dengan adanya hifa, vesikula atau arbuskula. Infeksi CMA terhadap akar bibit mindi menyebabkan perubahan bentuk organ CMA, terlihat dengan adanya hifa eksternal. Arbuskula adalah struktur yang paling berarti dalam kompleks CMA yang berfungsi sebagai tempat pertukaran metabolit antara cendawan dan tanaman. Arbuskula sangat penting untuk mengidentifikasi bahwa telah terjadi infeksi pada akar tanaman. Sementara vesikula merupakan bentuk percabangan hifa dengan struktur khusus berbentuk oval yang lonjong atau tidak teratur dan mengandung senyawa lipid. Vesikula ditemukan baik di dalam maupun di luar lapisan kortek parenkhim dan tidak semua CMA membentuk vesikula dalam akar inangnya.

7,560 13,980 11,937 17,163 24,360 34,710 32,663 37,040 0,000 5,000 10,000 15,000 20,000 25,000 30,000 35,000 40,000

M0A M0B M0C M0D M1A M1B M1C M1D

Persen Kolonisasi

Mikoriza (gr)


(48)

Dalam penelitian ini berdasarkan pengamatan yang dilakukan, infeksi yang terjadi pada akar tanaman mindi hanya ditandai dengan adanya hifa dan vesikula pada jaringan akar mindi. Jaringan akar yang tidak terinfeksi mikoriza ditampilkan pada Gambar 7, sementara vesikula pada jaringan akar mindi ditampilkan pada Gambar 8 dan hifa pada jaringan akar mindi ditampilkan pada Gambar 9.

Gambar 7. Jaringan akar mindi yang tidak terinfeksi mikoriza (CMA)

Gambar 8. Vesikula yang terdapat pada jaringan akar mindi oleh adanya infeksi mikoriza (CMA)


(49)

Gambar 9. Hifa yang terdapat pada jaringan akar mindi oleh adanya infeksi mikoriza (CMA)

Pembahasan

Pengaruh Komposisi Media Tumbuh

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 3), komposisi media

tumbuh memberikan pengaruh nyata terhadap semua parameter yang diamati (pertambahan tinggi, pertambahan diameter batang, pertumbuhan daun, berat

kering tanaman dan persen kolonisasi mikoriza). Dari hasil uji jarak berganda

Duncan bertaraf 5 %, untuk parameter pertambahan tinggi, komposisi B (75 % kompos TKS + 25 % topsoil) berbeda nyata dengan komposisi D

(25 % kompos TKS + 75 % topsoil) dan komposisi A (kontrol). Komposisi media tumbuh yang paling baik pada parameter pertambahan tinggi bibit mindi adalah pada komposisi B (75 % kompos TKS + 25 % topsoil). Komposisi kompos yang makin besar, menunjukkan hasil yang lebih baik karena pemberian kompos akan meningkatkan jumlah hara yang terserap oleh tanaman, sehingga menghasilkan pertumbuhan bibit yang optimal.


(50)

Hal ini disebabkan adanya bahan organik yang berasal dari kompos, yang dapat menjadi sumber unsur hara (makro dan mikro) yang dapat diserap tanaman. Sesuai dengan pendapat Simamora dan Salundik (2006) yang menyatakan bahwa kompos pada umumnya mengandung unsur hara kompleks (makro dan mikro) walaupun dalam jumlah sedikit, selain itu secara fisik kompos juga mampu menggemburkan tanah, memperbaiki aerase, meningkatkan penyerapan dan daya simpan air (water holding capacity). Secara kimia kompos dapat meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK), meningkatkan ketersediaan unsur hara dan asam humat. Dan secara biologi kompos dapat melindungi perakaran tanaman dari patogen.

Pada parameter pertambahan diameter batang, berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan bertaraf 5 %, komposisi D (25 % kompos TKS + 75 % topsoil)

berbeda nyata dengan komposisi B (75 % kompos TKS + 25 % topsoil), C (50 % kompos TKS + 50 % topsoil) dan komposisi A (kontrol). Komposisi B (75 % kompos TKS + 25 % topsoil) berbeda nyata dengan komposisi C (50 % kompos TKS + 50 % topsoil) dan komposisi A (kontrol). Dan komposisi C (50 % kompos TKS + 50 % topsoil) berbeda nyata dengan komposisi A (kontrol). Komposisi media tumbuh yang paling baik pada parameter

pertambahan diameter batang adalah pada komposisi D (25 % kompos TKS + 75 % topsoil). Besarnya diameter batang merupakan proses

pertumbuhan dari hasil pembesaran dan diferensiasi sel. Ini dipengaruhi oleh penyerapan air dan unsur hara dari dalam media tumbuh oleh tanaman untuk terbentuknya jaringan dan organ tanaman. Selain itu dipengaruhi juga oleh proses fotosintesis yang akan menghasilkan akumulasi fotosintesis dalam organ tanaman.


(51)

Pemberian kompos TKS mampu meningkatkan diameter batang bibit dikarenakan selain sebagai bahan organik yang mampu menjadi unsur hara bagi tanaman, kompos juga mampu meningkatkan penyerapan dan daya simpan air (water holding capacity).

Pada parameter pertumbuhan daun, berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan bertaraf 5 %, komposisi C (50 % kompos TKS + 50 % topsoil) berbeda nyata dengan komposisi A (kontrol). Komposisi media tumbuh yang paling baik

pada parameter pertumbuhan daun adalah pada komposisi C (50 % kompos TKS + 50 % topsoil). Penggunaan media kompos sangat

mendukung peningkatan kualitas tanah baik secara fisika, kimia maupun biologi sehingga meningkatkan unsur hara sebagai akibat aktivitas mikroorganisme tanah (merombak bahan organik menjadi unsur-unsur hara tersedia sehingga mudah diserap tanaman). Penggunaan kompos juga mempermudah penyerapan nitrogen oleh tanaman, yakni nitrat dan ammonium. Kedua unsur ini mempercepat pembentukan hijau daun (klorofil) untuk proses fotosintesis guna mempercepat pertumbuhan vegetatif (tinggi tanaman, pertunasan, menambah ukuran luas daun dan diameter batang).

Sedangkan parameter berat kering tanaman, berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan bertaraf 5 %, komposisi D (25 % kompos TKS + 75 % topsoil) berbeda nyata dengan komposisi B (75 % kompos TKS + 25 % topsoil) dan A (kontrol). Komposisi media tumbuh yang paling baik pada parameter berat kering tanaman adalah pada komposisi D (25 % kompos TKS + 75 % topsoil). Menurut Suraya (2002) dalam Anjarsary dkk., (2007), berat kering tanaman merupakan


(52)

yang tinggi menunjukkan terjadinya peningkatan proses fotosintesis karena unsur hara yang diperlukan cukup tersedia. Ini berhubungan juga dengan hasil fotosintat yang ditrasnlokasikan ke seluruh organ tanaman untuk pertumbuhan tanaman, sehingga memberikan pengaruh yang nyata pada biomassa tanaman.

Menurut Mardani (2005), bertambahnya jumlah daun dapat mempengaruhi bobot kering tanaman, dimana bobot kering tanamaan erat sekali kaitannya dengan proses fotosintesis serta penyimpanan fotosintat. Sebagian dari hasil fotosintesis digunakan untuk respirasi dan asimilasi, kemudian kelebihannya disimpan pada bagian-bagian tertentu dari tanaman terutama batang dan akar. Bobot kering biasnaya dijadikan indikator bahwa semakin baik pertumbuhan tanaman makin baik pula terhadap bobot kering tanaman. Karbohidrat yang dihasilkan sebagian akan dirombak kembali dalam proses respirasi dan sisanya akan disimpan dalam bentuk biomassa atau bobot kering tanaman. Bibit mindi yang ditanam biasanya berada pada fase pertumbuhan eksponensial, yaitu suatu proses penambahan berat segar atau penumpukan bobot kering biomassa yang cepat dalam bentuk daun dan cabang. Bobot kering tanaman inilah yang menunjukkan hasil fotosintesis bersih (net photosynthate) dari tanaman .

Dan untuk parameter persentase kolonisasi mikoriza, berdasarkan hasil uji

jarak berganda Duncan bertaraf 5 %, komposisi D (25 % kompos TKS + 75 % topsoil) berbeda nyata dengan komposisi A (kontrol).

Komposisi media tumbuh yang paling baik pada parameter persentase kolonisasi mikoriza adalah pada komposisi D (25 % kompos TKS + 75 % topsoil). Ini dikarenakan media kompos merupakan hasil pelapukan dari bahan-bahan yang berasal dari tumbuhan yang merupakan gudang nutrisi bagi tanaman. Akibatnya


(53)

struktur tanah, airase dan efek pengikat partikel tanah dapat lebih baik, dan yang lebih penting adalah pengaruhnya pada keadaan biologis tanah menjadikannya medium yang lebih favourable sehingga baik bagi perkembangan perakaran tanaman dan bagi perkembangbiakan mikroorganisme.

Berdasarkan hasil analisis sampel kompos (lampiran 4), kompos TKS yang digunakan memiliki C-Organik sebesar 31,01 %, dimana C-Organik kompos termasuk dalam kriteria cukup tinggi. C-Organik dengan kapasitas yang baik pada kompos TKS sebagai campuran media tumbuh ini yang mendukung pertumbuhan bibit mindi yang baik, karena bersifat sebagai penyedia unsur hara serta dapat memperbaiki tekstur tanah, kadar air tanah dan pH tanah. Selain itu kompos TKS memiliki C/N sebesar 13,03. C/N kompos TKS tersebut cukup baik karena mendekati C/N tanah yaitu lebih kecil dari 20, dimana artinya proses dekomposisi sudah mencapai tingkat akhir atau kompos sudah matang. Seperti yang dinyatakan Murbandono (2007), bahwa semakin C/N kompos mendekati C/N tanah maka proses dekomposisi akan berjalan baik (cepat) atau menandakan bahwa kompos sudah matang. Kematangan kompos sangat mempengaruhi mudah atau tidaknya unsur hara di dalam kompos terurai dan dapat diserap tanaman.

Kompos TKS memiliki pH sebesar 7,02 dan P-tersedia sebesar 84,24 ppm, pH kompos termasuk dalam kriteria sedang dan kadar P-tersedia kompos termasuk dalam kriteria tinggi. Kompos TKS juga memiliki N-total sebesar 2,38 % dan KTK sebesar 52,13 me/100. N-total dan KTK kompos termasuk dalam kriteria sedang. Standar kualitas pupuk tergantung dari kandungan unsur


(54)

diidentifikasikan dengan kandungan unsur hara yang ada didalamnya terutama kandungan unsur hara makro. Standard mutu kualitas kompos dapat dilihat dari sifat fisik, kimia, biologi dan kadar logam berat. Untuk standard sifat fisik dan

kimia kompos menurut Departemen Pertanian (2005) dalam Simamora dan Salundik (2006), seperti C-Organik ≥ 15 %, C/N rasio 12-25 %,

pH berkisar 4-8, P-tersedia ≥ 6 ppm, N-total > 1,2 % dan KTK berkisar > 50 me/100.

Sementara itu hasil analisis sampel tanah (lampiran 4), menunjukkan bahwa tanah (topsoil) memiliki C-Organik sebesar 1,21 %, pH sebesar 5,87 dan P-tersedia sebesar 7,87 ppm. Menurut Hardjowigeno (2003), pH sampel tanah termasuk dalam kriteria agak masam, dimana kriteria tanah agak masam berkisar pada 5,6 sampai 6,5. P-tersedia termasuk dalam kriteria sangat rendah, dimana kriteria P-tersedia tanah yang sangat rendah berkisar >10 ppm.

Tanah ultisol yang dipakai pada penelitian ini merupakan ordo tanah yang banyak tersebar di Indonesia, yang memiliki ciri-ciri pH, kadar bahan organik dan kadar N yang rendah. P-tersedia pada tanah yang rendah berhubungan dengan kadar bahan organik dan pH tanah. Menurut Hardjowigeno (2003), unsur P di dalam tanah berasal bahan organik dimana P dalam tanah terbentuk dari P organik dan P anorganik. Sementara pH yang masam mengakibatkan unsur P yang tersedia terikat oleh unsur Al dan Fe. Begitu pula dengan unsur N, yang dipengaruhi oleh pH dan bahan organik. Dimana pada pH yang rendah penghancuran bahan organik berlangsung dengan lambat, sementara bahan organik merupakan sumber N yang utama. Jika dekomposisi bahan organik berlangsung lambat, N tersedia dalam jumlah sedikit.


(55)

Pengaruh Pemberian Mikoriza

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam (lampiran 3), faktor pemberian mikoriza hanya berpengaruh nyata terhadap parameter persen kolonisasi mikoriza, dimana M1 (pemberian mikoriza 5 gr/polibag) berbeda nyata dengan perlakuan M0 (kontrol). Hal ini berhubungan dengan peran mikoriza yang mampu meningkatkan penyerapan unsur hara yang terkandung pada kompos TKS. Menurut Setiadi (1999), secara fisik mikoriza mampu membentuk hifa eksternal yang dapat memperluas serapan air dan unsur hara. Hifa-hifa yang terbentuk itu sendiri memiliki ukuran yang lebih halus dari bulu-bulu akar yang memungkinkan hifa bisa masuk kedalam pori-pori tanah dan menyerap air yang juga membawa unsur hara yang mudah larut. Selain itu mikoriza juga mampu memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kelarutan unsur hara dalam proses pelapukan bahan induk. Daniel dkk., (1994), juga menyatakan bahwa untuk tanah-tanah yang berkualitas rendah peran mikoriza sangat terlihat dari hifa yang meluas dalam tanah, menyerap ion-ion yang terbebas oleh tanah atau oleh organisme lain kemudian mentranslokasikannya ke perakaran tanaman inang.

Namun dari hasil analisis sidik ragam (lampiran 3), diketahui juga bahwa faktor pemberian mikoriza tidak berpengaruh nyata untuk pertambahan tinggi, pertambahan diameter batang, pertumbuhan jumlah daun dan berat kering tanaman. Ini bisa terjadi jika tidak terdapat asosiasi antara mikoriza dengan inangnya. Menurut Wachjar dkk., (2002) bahwa setelah terjadinya kolonisasi akar oleh cendawan, hifa-hifa cendawan menggantikan peran rambut-rambut akar yang masih terbentuk pada masa pembibitan untuk meningkatkan ekplorasi akar ke


(56)

ion-ion hara ke permukaan tanah. Sedangkan dalam penelitan ini selain persen kolonisasi mikoriza, untuk keempat parameter lainnya, pemberian mikoriza memberikan pengaruh tidak nyata. Kemungkinan penyebab tidak terjadinya asosiasi mikoriza dengan inangnya adalah karena CMA belum mampu mengeksplorasi akar ke permukaan tanah dan belum mampu mempercepat gerakan-gerakan ion tanah. Kemungkinan lainnya adalah terinfeksinya tanaman oleh cendawan mikoriza indigenus (setempat) yang mungkin lebih adaptif dan efektif sehingga menciptakan persaingan antara cendawan mikoriza indigenus (setempat) dengan CMA yang diinokulasikan. Hal ini sesuai dengan pendapat Delvian (2005), bahwa beberapa faktor yang mempengaruhi infeksi akar adalah jenis cendawan (kerapatan inokulum) dan lingkungan (persaingan antar spesis cendawan).

Perlu juga diketahui bahwa besarnya persen kolonisasi mikoriza yang didapat bukan berarti menunjukkan pengaruh positif terhadap pertumbuhan inang atau dengan kata lain mampu meningkatkan pertumbuhan inang, karena besarnya kolonisasi akar bisa saja tidak menghasilkan atau tidak meningkatkan produksi spora, hal ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu spesies cendawan dan lingkungan. Peningkatan kadar inokulum dapat meningkatkan persentase kolonisasi akar sampai titik optimum tertentu. Akan tetapi tidak ada hubungan yang erat antara kolonisasi dengan produksi spora. Pernyataan ini sesuai dengan pendapat Muas (2003) dalam Chalimah dkk., (2007) yang menyatakan bahwa, kolonisasi CMA tidak selalu berhubungan dengan jumlah spora yang dihasilkan, karena proses tersebut dipengaruhi beberapa faktor yaitu kondisi inokulum, lama waktu inkubasi, lingkungan, jenis inang dan juga tempat tumbuh.


(57)

Kondisi inokulum yang dimaksud adalah infektivitas dan efektivitas inokulum yang selalu memberikan respon berbeda terhadap pertumbuhan inang. Infektivitas adalah jumlah akar tanaman terinfeksi oleh CMA tanpa melihat kemampuan menginfeksi dan penyebaran hifa jenis lain. Infektivitas tersebut sangat bergantung pada banyak inokulum atau kepadatan inokulum, dan penempatan inokulum. Selain itu spesies CMA mempunyai perbedaan dalam kemampuannya meningkatkan penyerapan hara dan pertumbuhan tanaman. Setiap spesies CMA mempunyai innate effectiveness atau kemempanan spesifik. Keefektivan (effectiveness) diartikan sebagai kemampuan CMA dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman pada kondisi tanah yang kurang menguntungkan. Setidaknya ada empat faktor yang berhubungan dengan keefektivan dari suatu spesies CMA, yaitu: (a) kemampuan CMA untuk membentuk hifa yang ekstensif dan penyebaran hifa yang baik di dalam tanah, (b) kemampuan CMA untuk membentuk infeksi yang ekstensif pada seluruh sistem perakaran yang berkembang dari suatu tanaman, (c) kemampuan dari hifa CMA untuk menyerap fosfor dari larutan tanah, dan (d) umur dari mekanisme transpor sepanjang hifa ke dalam akar tanaman.

Sementara itu waktu inkubasi berhubungan dengan tingkat kematangan spora, kematangan spora dan perkembangan inokulum. Sedangkan lingkungan dan tempat tumbuh merupakan hal yang mempengaruhi perkecambahan spora dan kolonisasi CMA. Dan jenis inang mempengaruhi pertumbuhan serta perkembangan CMA melalui pembentukan struktur CMA di dalam perakaran, dimana akar merupakan isyarat merangsang pertumbuhan hifa, dengan memecah


(58)

akar, maka mulai terjadi simbiosis, dan sporulasi. Pada dasarnya CMA tidak memilih inang spesifik, namun daya infeksi, serta efektivitas CMA berbeda pada setiap inang. Hanya inang yang disukai CMA, yang memberi tanggapan simbiotik dan kolonisasi maksimal, itu mengisyaratkan bahwa inang yang compatible mampu memacu pertumbuhan dan perkembangan melalui pembentukan struktur CMA di dalam akar.

Menurut hasil penelitian, bahan organik tidak selalu baik sebagai bahan pembawa inokulan CMA, padahal CMA diketahui berinteraksi positif dengan bahan organik di dalam tanah, termasuk pada lahan-lahan bermasalah seperti lahan tercemar logam berat, lahan salin dan lahan tercekam kekeringan. Dari hasil penelitian tentang pemanfaatan bahan organik (jerami dan arang sekam) sebagai bahan pembawa inokulan fungi mikoriza arbuskula, perlakuan zeolit/kontrol justru berpengaruh nyata terhadap infeksi akar oleh mikoriza sedangkan perlakuan jenis media jerami tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap infeksi akar oleh mikoriza, tetapi media arang sekam berpotensi karena memiliki pengaruh yang sama dengan zeolit/kontrol. Dinyatakan hal tersebut dikarenakan arang sekam memiliki porositas yang lebih baik bagi perkembangan akar dan memiliki daya pegang air yang tinggi bila dibandingkan dengan media jerami. Pada media tumbuh jerami, pertumbuhan tanaman terhambat, terbukti dari beberapa bibit yang mati dan nilai biomasa akar yang sangat kecil. Hal ini disebabkan karena C/N jerami yang tinggi serta nilai C-organik yang tinggi (30,15 %) dikuti dengan N (0,98 %), bila dibandingkan C-organik dan N arang sekam berturut-turut yaitu (15,23 %) dan (1,08 %). Penyebab lainnya adalah karena jerami belum terdekomposisi dengan baik sehingga pelepasan unsur hara yang dapat digunakan


(59)

oleh tanaman untuk menunjang pertumbuhannya terhambat, selain itu proses sekam padi yang dibakar untuk dijadikan media tumbuh, dapat menekan tumbuhnya bakteri pembusuk dan pada tahap ini sudah tidak terjadi lagi proses dekomposisi. Penelitian ini merekomendasikan arang sekam selain dapat digunakan sebagai bahan yang memperbaiki tanah dengan meningkatkan permeabilitas udara dan perkolasi air, juga dapat digunakan sebagai media tumbuh inokulan mikroba seperti mikoriza. Namun, harus disesuaikan kebutuhan nutrisinya selama produksi inokulan agar pertumbuhan tanaman inangnya lebih baik karena secara visual tanaman yang ditumbuhkan pada media zeolit menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik.


(60)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kompos TKS sebagai komposisi media tumbuh memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit mindi, pertambahan diameter batang bibit mindi, pertumbuhan jumlah daun bibit mindi, rasio tajuk akar dan persen kolonisasi mikoriza.

2. Pemberian mikoriza tidak memberikan pengaruh nyata terhadap pertambahan tinggi bibit mindi, pertambahan diameter batang bibit mindi, pertumbuhan jumlah daun bibit mindi dan rasio tajuk akar. Pemberian mikoriza hanya berpengaruh nyata terhadap persen kolonisasi mikoriza. 3. Interaksi antara pemberian mikoriza dan komposisi media tumbuh pada

pertumbuhan bibit mindi tidak memberikan pengaruh nyata.

Saran

Perlu diadakannya penelitian lanjutan tentang ragam jenis dan dosis pemberian mikoriza untuk mendapatkan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit mindi.


(61)

DAFTAR PUSTAKA

Anas, I. 1997.Bioteknologi Tanah. Laboratorium Biologi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anjarsary, I. R. D., Rosniawati, S. dan Ariyanti, M. 2007. Pengaruh Kombinasi Pupuk P dan Kompos terhadap Pertumbuhan Tanaman Teh (Camellia Sinensis (L.) O. Kuntze) Belum Menghasilkan Klon Gambung 7. Laporan Penelitian Peneliti Muda UNPAD. PPTK Gambung. Anonim. 2008. Mikoriza.Dari

(diakses 5 Desember 2008).

Anwarudin M.J.S., Irwan W., dan Yusri H. 2007. Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula untuk Memacu Pertumbuhan Bibit Manggis. Sumber Tani.

Chalimah, S., Muhadiono, Aznam, L., Haran, S., T.M Nurita. 2007. Perbanyakan Gigaspora sp dan Acaulospora sp dengan Kultur Pot di Rumah Kaca. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Daniel, T. W., J. A. Helms, dan F. S. Barker. 1994. Prinsip-Prinsip silvikultur. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Darmoko dan A. S. Sutarta. 2006. Ilmu Tanah dan Agronomi. Dari Delvian. 2006. Peranan Ekologi dan Agronomi Cendawan Mikoriza Arbuskula.

Karya Tulis Ilmiah. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Delvian. 2005. Respon Pertumbuhan dan Perkembangan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Tanaman Terhadap Salinitas Tanah. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Fauzi, Y., et al. 2004. Kelapa Sawit. Penebar Swadaya. Jakarta.

Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi Kedua. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Hardjowigeno, H. S. 2003. Ilmu Tanah. Akademika Pressindo. Jakarta.

Hastuti. 1998. dalam Wachjar, A., Setiadi, Y., Yunike, N. 2002. Pengaruh Inokulasi Dua Spesis Cendawan Mikoriza Arbuskular dan Pemupukan


(62)

Hidayat Dan Darwin. 2008. Pengaruh Dosis Kompos Pupuk Kandang Sapi Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Buah Tomat. Fakultas Pertanian Lampung. Lampung.

Husna, Tuheteru F. D. dan Mahfudz. 2007. Aplikasi Mikoriza untuk Memacu Pertumbuhan Jati di Muna. Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan Unhalu. Kendari.

Institut Pertanian Bogor. 1997. Penuntun Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jurusan Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. Bogor.

Irwanto. 2007. Budidaya Tanaman Kehutanan. Dari (diakses 5 Desember 2008).

Isroi. 2004. Pengomposan Limbah Padat Organik. Dari (diakses 5 Desember 2008).

Isroi. 2008. Kompos. Peneliti pada Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia. Dari Bogor. (diakses 17 Maret 2009).

Karyono dan Hariyatno. 2001. Peluang dan Tantangan Pemasaran Kayu Mindi (Melia azedarach L.), Studi Kasus di Bogor Jawa Barat. Info Sosial Ekonomi Vol. 2 No. 2. Puslitbang Hasil Hutan. Bogor.

Khaerudin. 1999. Pembibitan Tanaman HTI. Penebar Swadaya Jakarta. Jakarta. Mardani, D. Y. 2005. Pengaruh Pupuk Organik Dan Lengas Tanah Terhadap

Pertumbuhan Bibit Jambu Mete (Annacardium Occidentale L.). Fakultas Pertanian Yogyakarta. Yogyakarta.

Muas. 2003. dalam Chalimah, S., Muhadiono, Aznam, L., Haran, S., T.M Nurita. 2007. Perbanyakan Gigaspora sp dan Acaulospora sp dengan Kultur Pot di Rumah Kaca. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Murbandono, L. 2000. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta.

Nurbaity, A., Herdiyantoro, D., dan Mulyani, O. 2009. Pemanfaatan Bahan Organik Sebagai Bahan Pembawa Inokulan Fungi Mikoriza Arbuskula. Fakultas Pertanian. Universitas Padjajaran. Bandung.

Nusantara, A. D. 2002. Tanggap Semai Sengon (P. falcataria L. Nielsen) terhadap Inokulasi Ganda Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Rhizobium sp.

Novriani dan Madjid. 2009. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian Unsri. Universitas Sriwijaya. Palembang.


(63)

Pusat Penelitian Kelapa Sawit. 2005. Prosiding Kelapa Sawit 2005. Pedoman Taknis Pemanfaatan Lembah Perkebunan Menjadi Pupuk Organik.

Rahmawati, N. 2005. Pemanfaatan Biofertilizer pada Pertanian Organik. Karya Tulis Ilmiah. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Setiadi, B. 1999. Status Penelitian dan Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskular dan Rhizobium untuk Merehabilitasi Lahan Terdegredasi. Seminar Nasional Mikoriza. Bogor 15-16 November 1999.

Simamora, S. dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Soekirman. 2005. Direktorat Jendral Bina Sarana Pertanian. Departemen Pertanian dalam Simamora, S. dan Salundik. 2006. Meningkatkan Kualitas Kompos. Agromedia Pustaka. Jakarta.

Suraya (2002) dalam Anjarsary, I. R. D., Rosniawati, S. dan Ariyanti, M. 2007. Pengaruh Kombinasi Pupuk P dan Kompos terhadap Pertumbuhan Tanaman Teh (Camellia Sinensis (L.) O. Kuntze) Belum Menghasilkan Klon Gambung 7. Laporan Penelitian Peneliti Muda UNPAD. PPTK

Gambung.

Sutedjo, M. M. dan A. G. Kartasapoetra. 1994. Pengantar Ilmu Tanah. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.

Vincent, G. 1991 . Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan. Tarsito. Bandung. Wachjar, A., Setiadi, Y., Yunike, N. 2002. Pengaruh Inokulasi Dua Spesis Cendawan Mikoriza Arbuskular dan Pemupukan Fosfor Terhadap Pertumbuhan dan Serapan Fosfor Tajuk Bibit Kelapa Sawit. Buletin Agronomi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(1)

Tabel 2. Tabel rataan pengukuran pertambahan diameter tanaman (mm) 12 MST dan analisis sidik ragam.

Perlakuan Ulangan Jumlah Perlakuan Rata-rata

1 2 3

M0A 0,067 0,070 0,073 0,210 0,700

M0B 0,197 0,150 0,117 0,463 1,544

M0C 0,113 0,133 0,117 0,363 1,211

M0D 0,190 0,207 0,167 0,563 1,878

M1A 0,117 0,067 0,050 0,233 0,778

M1B 0,197 0,080 0,077 0,353 1,178

M1C 0,200 0,110 0,087 0,397 1,322

M1D 0,133 0,190 0,133 0,457 1,522

Σ 3,040 10,133

Analisis Sidik Ragam

Sumber Derajat JK KT F-Hit F-Tabel

Keragaman Bebas 5%

Kompos (A) 3 0,0285148 0,0095049 6,00* 3,24

Mikoriza (B) 1 0,0010667 0,0010667 0,67tn 4,49

A x B 3 0,0031222 0,0010407 0,66tn 3,24

Galat 16 0,0253407 0,0015838

Total 23

Keterangan :

Tn : tidak nyata * : nyata


(2)

Tabel 3. Tabel rataan pengukuran pertumbuhan daun tanaman (helai) 12 MST dan analisis sidik ragam.

Perlakuan Ulangan Jumlah Perlakuan Rata-rata

1 2 3

M0A 8,7 7,0 7,7 23,333 7,778

M0B 10,3 9,0 8,7 28,000 9,333

M0C 10,3 10,3 9,7 30,333 10,111

M0D 7,7 9,7 8,0 25,333 8,444

M1A 7,3 7,0 8,0 22,333 7,444

M1B 8,3 9,0 7,7 25,000 8,333

M1C 10,0 8,0 7,7 25,667 8,556

M1D 8,3 9,0 9,3 26,667 8,889

Σ 206,667 68,889

Analisis sidik Ragam

Sumber Derajat JK KT F-Hit F-Tabel

Keragaman Bebas 5%

Kompos (A) 3 9,4444444 3,1481481 4,72* 3,24

Mikoriza (B) 1 2,2407407 2,2407407 3,36tn 4,49

A x B 3 3,3518519 1,1172840 1,68tn 3,24

Galat 16 10,6666667 0,6666667

Total 23

Keterangan :

Tn : tidak nyata * : nyata


(3)

Tabel 4. Tabel rataan berat kering tanaman (gr) dan analisis sidik ragam.

Perlakuan Ulangan Rata-rata

1 2 3

M0A 2,033 1,500 2,033 1,856

M0B 2,000 1,500 1,233 1,578

M0C 3,233 3,000 2,367 2,867

M0D 3,867 3,000 3,267 3,378

M1A 2,367 1,600 2,667 2,211

M1B 2,400 1,300 1,379 1,693

M1C 3,400 1,033 2,467 2,300

M1D 3,000 2,133 2,200 2,444

∑ 18,326

Analisis Sidik Ragam

Sumber Derajat JK KT F-Hit F-Tabel

Keragaman Bebas 5%

Kompos (A) 3 5,7972866 1,9324289 5,19 3,24

Mikoriza (B) 1 0,3972369 0,3972369 1,07 4,49

A x B 3 1,6006403 0,5335468 1,43 3,24

Galat 16 5,9543755 0,3721485

Total 23

Keterangan :

Tn : tidak nyata * : nyata


(4)

Tabel 5. Tabel kolonisasi mikoriza (%) dan analisis sidik ragam.

Perlakuan Ulangan Rata-rata

1 2 3

M0A 7,66 14,36 0,66 7,560

M0B 18,63 13,31 10,00 13,980

M0C 15,70 8,31 11,80 11,937

M0D 18,94 20,18 12,37 17,163

M1A 28,72 23,96 20,40 24,360

M1B 34,29 30,74 39,10 34,710

M1C 28,02 36,47 33,50 32,663

M1D 34,10 31,29 45,73 37,040

∑ 179,413

Analisis Sidik Ragam

Sumber Derajat JK KT F-Hit F-Tabel

Keragaman Bebas 5%

Kompos (A) 3 404,2167000 134,7389000 5,15 3,24 Mikoriza (B) 1 2289,3066667 2289,3066667 87,55 4,49

A x B 3 15,6675667 5,2225222 0,20 3,24

Galat 16 418,3728000 26,1483000

Total 23

Keterangan :

Tn : tidak nyata * : nyata


(5)

Persen Hidup Bibit (%) Persen Hidup Tiap Perlakuan

M0A = 3/72 x 100% = 12,5 % M1A = 3/72 x 100% = 12,5 % M0B = 3/72 x 100% = 12,5 % M1B = 3/72 x 100% = 12,5 % M0C = 3/72 x 100% = 12,5 % M1C = 3/72 x 100% = 12,5 % M0D = 3/72 x 100% = 12,5 % M1D = 3/72 x 100% = 12,5 %

Persen Hidup Seluruh Bibit = 72/72 x 100 % = 100 %


(6)

LAMPIRAN 4. HASIL ANALISIS CONTOH KOMPOS DAN TANAH

Tabel 1. Hasil Analisis Sampel Tanah

Sampel pH H2O C-Organik (%) P –tersedia (ppm)

Tanah 5.875 1.21 7.87

Tabel 2. Hasil Analisis Sampel Kompos TKS Sampel pH H2O C-Organik

(%)

P – tersedia

(ppm)

N-total

(%)

C/N KTK

(me/100)