Analysis of Food Consumption Situation and Needs In Riau Province

ANALISIS SITUASI DAN KEBUTUHAN KONSUMSI PANGAN DI
PROVINSI RIAU

MAHYUNI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

i

ABSTRACT
MAHYUNI. Analysis of Food Consumption Situation and Needs In Riau Province.
Supervised byYAYAT HERYATNO and SITI MADANIJAH.

This study was aimed to analyze the situation and needs food
consumption in Riau Province. This study was a prospective study and used
secondary data based on national socio economic survey (Susenas) 2008, 2009,
and 2010. The study showed that in quantity, energy intake in Riau province was
below the Recommended Daily Allowance (RDA) that recomended by Widya

Karya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WNPG) (1904 kcal/cap/day or 95,3%).
Protein intake already exceeded the RDA (55 g/capita/day or 105,8%). In quality,
food consumption was still low, that was represented by Desirable Dietary
Pattern score (DDP) was 78,2. That score was below the Minimum Service
Standard (SPM) score in field of food security (90). Consumption of food groups
that should be improved is tuber 2,6 kg/cap/year, animal food 0,6 kg/cap/year,
legumes

0,9kg/cap/year,

vegetables

and

fruits

3,5

kg/cap/year,


and

miscellaneous foods 0,3 kg/cap/year.In order to reach DPP score 90 of food
consumption according to SPM, in 2015 is needed 757,1 thousand tons of grain,
164,6 thousand tons of tubers, 353,1 thousand tons of animal food, 76,7
thousand tons of fats and oils , 27,8 thousand tons of fruit/oily seeds, nuts 66,1
thousand tons, 81,3 thousand tons of sugar, 509,8 thousand tons of vegetables
and fruits, and 29,8 thousand tons of miscellaneous foods.
Keywords: foods consumption, food needs,energy, protein, intake, desirable
dietary pattern.

ii

RINGKASAN
MAHYUNI. Analisis Situasi dan Kebutuhan Konsumsi Pangan di Provinsi Riau.
Dibimbing oleh YAYAT HERYATNO dan SITI MADANIJAH.
Ketahanan pangan diartikan sebagai adanya jaminan bahwa setiap
penduduk di suatu negara, selalu tercukupi kebutuhan pangan dan gizinya
sebagai
syarat

utama
untuk
mencapai
derajat
kesehatan
dan
kesejahteraan.Ketahanan pangan di suatu wilayah dapat diukur dari
ketersediaan pangan, daya beli, dan tingkat konsumsi penduduk. Tingkat
konsumsi pangan dapat memberikan gambaran kondisi kesehatan penduduk di
suatu wilayah yang ditinjau dari aspek keadaan gizinya. Indikator yang
digunakan untuk analisis konsumsi yaitu dari pengukuran kecukupan konsumsi
energi dan protein.
Riau merupakan salah satu provinsi yang kuantitas konsumsi pangan
masyarakatnya masih rendah. Kondisi ini dicerminkan oleh rendahnya konsumsi
energi penduduk di Provinsi Riau pada tahun 2010 yaitu 1904
kkal/kapita/hari(BPS 2010). Konsumsi energi tersebut berada di bawah konsumsi
energi yang dianjurkan oleh WNPG VIII ahun 2004, yaitu 2000 kkal/kapita/hari.
Rendahnya nilai tersebut disebabkan olehkurangnya konsumsi pangan yang
dapat berkaitan dengan ketidakseimbangan pola konsumsi pangan
penduduk.Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya perbaikan konsumsi pangan

dan gizi, antara lain melalui perencanaan pangan yang baik, dengan salah
satunya menganalisis situasi konsumsi pangan penduduk di Provinsi Riau
berdasarkan pendekatan PPH.
Secara umum, tujuan penelitian ini adalah menganalisis situasi dan
kebutuhan konsumsi pangan di Provinsi Riau berbasis pola pangan harapan
(PPH). Tujuan khususnya adalah 1) menganalisis situasi konsumsi pangan
penduduk di Provinsi Riau berdasarkan pendekatan PPH pada tahun 20082010,2) menganalisis proyeksi konsumsi pangan penduduk di Provinsi Riau pada
tahun 2011-2015 berdasarkan pendekatan PPH dengan tahun dasar 2010, 3)
menganalisis proyeksi kebutuhan konsumsi pangan di Provinsi Riau pada tahun
2011-2015.
Penelitian ini menggunakan desain prospective studyberdasarkan data
hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008 sampai
2010. Pengolahan data dilakukanpada bulan Juni-Juli 2012.Data yang digunakan
dalam analisis ini meliputi data karakteristik wilayah, data konsumsi pangan, dan
data jumlah penduduk. Data karakteristik wilayah, jumlah penduduk, dan data
konsumsi pangan menurut jenis dan kelompok pangan penduduk di Provinsi
Riau tahun 2008-2010 diperoleh dari data hasil survei sosial ekonomi nasional
(Susenas) dari BPS.
Pengolahan data dilakukan dengan program “Perencanaan Pangan dan
Gizi Wilayah” yang dikembangkan oleh Heryatno, Martianto, dan Baliwati (2007).

Analisis data dilakukan secara deskriptif. Pengolahan dan analisisdata meliputi
1)Analisis situasi konsumsi pangan dan gizi, secara kuantitatif dengan
menghitung tingkat kecukupan energi (TKE) dan tingkat kecukupan protein (TKP)
penduduk, dan analisis konsumsi secara kualitatif dilakukan dengan menghitung
skor PPH, 2)Analisis proyeksi konsumsi pangan berdasarkan pendekatan PPH
dengan menggunakan teknik interpolasi linier,3)Analisis proyeksi kebutuhan
konsumsi pangan berdasarkan pendekatan PPH.
Konsumsi energi aktual penduduk di Provinsi Riau pada tahun 2008
adalah 2144 atau 107,2% AKE. Konsumsi energi mengalami penurunan pada

iii

tahun 2009 yaitu 1933 kkal dengan 96,6% AKE dan pada tahun 2010 sebesar
1904 kkal atau 95,3% AKE. Secara umum tingkat kecukupan energi di Provinsi
Riau pada tahun 2008 sampai 2010 adalah normal menurut klasifikasi Depkes
tahun 1996. Sementara untuk konsumsi protein di Provinsi Riau pada tahun 2008
sampai tahun 2010 sudah melebihi angka kecukupan yang dianjurkan WNPG
VIII (52 g/kapita/hari). Konsumsi protein tahun 2008 adalah 57,8 g/kapita/hari,
tahun 2009 adalah 54,7 g/kapita/hari, dan tahun 2010 adalah 55 g/kapita/hari.
Secara kualitas, skor PPH tahun 2008 sudah cukup baik yaitu 83,7. Namun,

karena kondisi konsumsi pangan yang belum berimbang menyebabkan skor PPH
terus menurun pada tahun 2009 dan 2010 yaitu masing-masing 79,0 dan 78,2.
Berdasarkan hasil analisis data Susenas tahun 2010, skor PPH konsumsi
pangan penduduk di Provinsi Riau masih rendah yaitu 78,2. Terdapat
kekurangan sebesar 11,8 poin apabila dibandingkan dengan skor PPH sesuai
SPM di bidang ketahanan pangan yaitu 90. Hasil analisis menunjukkan bahwa
kelompok pangan yang perlu ditingkatkan konsumsinya adalah kelompok umbiumbian sebesar sebesar 2,6 kg/kapita/tahun, kelompok pangan hewani sebesar
0,6 kg/kapita/tahun, kelompok kacang-kacangan sebesar 0,9 kg/kapita/tahun,
sayur dan buah sebesar 3,5 kg/kapita/tahun, dan pangan lainnya 0,3
kg/kapita/tahun.
Supaya kebutuhan konsumsi pangan penduduk dapat mencapai skor
PPH 90 sesuai SPM maka pada tahun 2015 dibutuhkan 757,1 ribu ton kelompok
padi-padian, 164,6 ribu ton umbi-umbian, 353,1 ribu ton pangan hewani, 76,7
ribu ton minyak dan lemak, 27,8 ribu ton buah/biji berminyak, kacang-kacangan
66,1 ribu ton, gula 81,3 ribu ton, 509,8 ribu ton untuk sayur dan buah serta 29,8
ribu ton pangan lainnya.
Situasi konsumsi pangan penduduk di Provinsi Riau pada tahun 20082010 menunjukkan pertumbuhan konsumsi yang negatif.Oleh karena itu
kedepannya perlu upaya perbaikan konsumsi pangan secara komprehensif baik
dari dimensi fisik penyediaan pangan, maupun dari dimensi ekonomi dan
kesadaran gizi, serta faktor-faktor lain yang mempengaruhi konsumsi pangan.

Penelitian ini menggunakan data konsumsi pangan dan baru mencapai
pada tahap analisis konsumsi pangan, sehingga diharapkan pada penelitian
selanjutnya dapat digunakan data ketersediaan pangan dan penambahan
sumber data lainnya seperti data Neraca Bahan Makanan (NBM )sehingga dapat
dilakukan proyeksi dan pengembangan ketersediaan pangan yang disesuaikan
dengan wilayah Provinsi Riau.

iv

ANALISIS SITUASI DAN KEBUTUHAN KONSUMSI PANGAN DI
PROVINSI RIAU

MAHYUNI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

v

Judul Penelitian

: Analisis Situasi dan Kebutuhan Konsumsi Pangan di
Provinsi Riau

Nama

: Mahyuni

NRP

: I14080106

Menyetujui:

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Yayat Heryatno, SP, MPS Prof. Dr. Ir Siti Madanijah, MS
NIP. 19690112 199601 1 003
NIP. 19491130 197603 2001

Mengetahui,
Ketua
Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
NIP. 19621218 198703 1 001

Tanggal Disetujui :

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan Syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Allah swt sehingga
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul
“Analisis Situasi Konsumsi dan Kebutuhan Pangan di Provinsi Riau”.
Penulis menyadari bahwa penyelesaian pedidikan, penelitian, dan
penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari semua pihak,
baik secara moril maupun materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis
ingin menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya dan sebesar-besarnya
kepada:
1. Yayat Heryatno, SP, MPS dan Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen
pembimbing skripsi atas ilmu yang diberikan dan waktu yang telah diluangkan
untuk memberikan bimbingan dalam penelitian dan penyelesaian skripsi ini.
2. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku moderator seminar dan dosen penguji atas
kritik, saran, pertanyaan, dan masukan demi penyempurnaan penulisan
skripsi ini.
3. Kedua orangtuaku tersayang, atas doa, dukungan, dan semangat yang
diberikan di sepanjang jalan hidupku hingga terwujudnya cita-cita ini. Terima
kasih juga kepada saudara-saudaraku tersayang Fajar, Citra, dan Resti atas
doa dan motivasi yang diberikan.
4. Teman-teman pembahas seminar Euis, Azni, Tunggul, dan Maharani atas
pertanyaan dan saran yang diberikan.

5. Teman seperjuangan GM45, Cahaya, Astria, Fitri atas semangatnya serta
mbak Suci, mbak Qilla, mbak Anggit atas bantuannya.
6. Teman-teman Radar 36 (Titi, Rika, Jopang, Sri, Feby), Diah, Santi atas
bantuan, semangat, serta keceriaan yang diberikan.
7. Terima kasih juga buat Irfan dan semua pihak yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna dan masih
perlu perbaikan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi yang
membutuhkan.
Bogor, Desember 2012

vii

Penulis

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Padang, Provinsi Sumatra Barat, pada tanggal 11
Juni 1990. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara yaitu dari keluarga
Bapak Mahyunar Koto dan Ibu Eli Marni.
Penulis memulai pendidikan dari sekolah dasar di SD YPPI Kecamatan
Tualang, Kabupaten Siak Riau dari tahun 1996 sampai 2002. Penulis
melanjutkan pendidikan di SMP YPPI Kecamatan Tualang, Kabupaten Siak Riau
sampai tahun 2005, selanjutnya pada tahun 2005 melanjutkan pendidikan di
SMAN 1 Tualang, Kabupaten Siak Riau dan lulus tahun 2008. Pada tahun 2008
penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor di Departemen Gizi
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam organisasi EcoAgrifarma sebagai staf pada divisi Research and Development (R&D). Kemudian
penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti Seminar Herbal (EcoAgrifarma) 2010, Seminar Gizi Nasional (SENZASIONAL) 2011 dan lain-lain.
Penulis juga mengikuti kegiatan kemahasiswaan lainnya di Departemen Gizi
Masyarakat dan tergabung sebagai anggota di Culinary Club 2010-2011 dan
Creative Learning Club (CLC) HIMAGIZI IPB 2010-2011.
Penulis berkesempatan mengikuti Kuliah Kerja Profesi di Kecamatan
Karang Ampel, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat tahun 2011. Kemudian
penulis juga menjalani Internship Dietetik di RSUD Cibinong tahun 2012.

viii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL..........................................................................................

ix

DAFTAR GAMBAR.....................................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN...................................................................................

xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang .............................................................................................
Tujuan ..........................................................................................................
Kegunaan .....................................................................................................

1
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Ketahanan Pangan .......................................................................................
Pola Konsumsi Pangan Penduduk...............................................................
Pola Pangan Harapan (PPH) .......................................................................
Kebutuhan Konsumsi Pangan
Kebijakan Ketahanan Pangan......................................................................

4
7
10
11
12

KERANGKA PEMIKIRAN...........................................................................

15

METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu .........................................................................
Jenis dan Cara Pengambilan Data ...............................................................
Pengolahan dan Analisis Data .....................................................................

17
17
18

Definisi Operasional......................................................................................

22

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Wilayah ...........................................................................
Kuantitas Konsumsi Pangan ........................................................................
Kualitas Konsumsi Pangan...........................................................................
Proyeksi Konsumsi Pangan Penduduk di Provinsi Riau berdasarkan PPH..
Proyeksi Kebutuhan Konsumsi Pangan berdasarkan PPH .........................

23
25
34
38
43

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...................................................................................................
Saran ............................................................................................................

48
48

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................

50

LAMPIRAN..................................................................................................

54

ix

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jenis dan sumber data...........................................................................

17

2 Skor Pola Pangan Harapan ideal...........................................................

19

3 Contoh perhitungan skor PPH konsumsi pangan penduduk di Provinsi
Riau tahun 2010........................................................................................ 20
4 Tingkat kecukupan energi di Provinsi Riau.............................................

26

5 Tingkat konsumsi energi di Provinsi Riau menurut kelompok pangan
berdasarkan data Susenas tahun 2008-2010.........................................

29

6 Tingkat konsumsi energi di wilayah pedesaan dan perkotaan Provinsi
Riau menurut kelompok pangan berdasarkan data Susenas tahun
2008-2010...............................................................................................

30

7 Tingkat kecukupan protein di Provinsi Riau............................................

31

8 Tingkat konsumsi protein di Provinsi Riau menurut kelompok pangan
berdasarkan data Susenas tahun 2008-2010.........................................

32

9 Tingkat konsumsi energi di wilayah pedesaan dan perkotaan Provinsi
Riau menurut kelompok pangan berdasarkan data Susenas tahun
2008-2010...............................................................................................

34

10 Skor PPH konsumsi pangan penduduk di Provinsi Riau tahun 20082015..........................................................................................................

38

11 Kontribusi konsumsi energi menurut kelompok pangan..........................

36

12 Proyeksi skor PPH konsumsi Provinsi Riau berdasarkan kelompok
pangan......................................................................................................

38

13 Proyeksi kontribusi konsumsi energi menurut kelompok pangan.............

40

14 Proyeksi konsumsi energi menurut kelompok pangan
(kkal/kapita/tahun).....................................................................................

41

15 Proyeksi konsumsi pangan penduduk Provinsi Riau tahun 2011-2015
menurut kelompok pangan (g/kapita/hari)................................................

42

16 Proyeksi konsumsi pangan penduduk Provinsi Riau tahun 2011-2015
menurut kelompok pangan (g/kapita/hari)................................................

43

17 Proyeksi kebutuhan konsumsi pangan penduduk Provinsi Riau tahun
2011-2015 menurut kelompok pangan (kg/kapita/hari)............................

44

18 Proyeksi kebutuhan konsumsi pangan wilayah Provinsi Riau tahun
2011-2015 menurut kelompok pangan (ribu ton/tahun)............................

46

x

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran analisis situasi dan kebutuhan konsumsi pangan
di Provinsi Riau...........................................................................
16

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta Provinsi Riau ..................................................................................

54

2 Keragaman dan skor PPH konsumsi pangan penduduk di Provinsi Riau
.........................................................................................................

55

3 Proyeksi konsumsi pangan menurut kelompok dan jenis pangan
(kg/kapita/tahun).....................................................................................

56

4 Proyeksi kebutuhan konsumsi pangan wilayah menurut kelompok dan
jenis pangan (ribu ton/tahun)...................................................................

57

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan dan gizi memiliki peran yang sangat penting dalam peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Menurut Undang-undang pangan No 7 tahun
1996, pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang pemenuhannya
merupakan bagian dari hak asasi manusia. Pembangunan dibidang pangan dan
gizi sangat erat kaitannya dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM)
yang

berkualitas

yang

pada

akhirnya

akan

menentukan

keberhasilan

pembangunan suatu bangsa. Menurut Berg (1986), gizi berperan terhadap
perkembangan mental, perkembangan fisik, produktivitas, dan kesanggupan
kerja manusia yang semuanya mempengaruhi pembangunan ekonomi suatu
bangsa.Kecukupan pangan bagi setiap orang hanya akan dicapai apabila suatu
negara atau daerah dapat mencapai suatu ketahanan pangan.
Menurut Soekirman (1996), ketahanan pangan diartikan sebagai adanya
jaminan bahwa setiap penduduk di suatu negara, selalu tercukupi kebutuhan
pangan dan gizinya sebagai syarat utama untuk mencapai derajat kesehatan dan
kesejahteraan. Berdasarkan Kebijakan Umum Ketahanan Pangan (KUKP) tahun
2010-2014, tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah untuk membangun
ketahanan dan kemandirian pangan baik di tingkat makro (nasional) maupun di
tingkat mikro (rumahtangga/individu). Sejalan dengan hal tersebut, RPJMN
2010-2014 menjadikan pembangunan ketahanan pangan menjadi prioritas ke5.Selain itu, hasil KTT Pangan 2009 adalah mendorong untuk terealisasinya
target MDG’s nomor 2 yaitu mengurangi penduduk yang menderita karena lapar
dan malnutrisi setengahnya pada tahun 2015.
Ketahanan pangan di suatu wilayah dapat diukur dari ketersediaan
pangan, daya beli, dan tingkat konsumsi penduduk. Tingkat konsumsi pangan
dapat memberikan gambaran kondisi kesehatan penduduk di suatu wilayah yang
ditinjau dari aspek keadaan gizinya. Indikator yang digunakan untuk analisis
konsumsi yaitu dari pengukuran kecukupan konsumsi energi dan protein.
Konsumsi energi dan protein tersebut mengacu pada Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi VIII (WNPG) tahun 2004, yaitu kecukupan konsumsi energi
yang dianjurkan sebesar 2000 kkal/kapita/hari dan kecukupan konsumsi protein
adalah sebesar 52 g/kapita/hari.
Kebiasaan mengkonsumsi pangan yang baik akan menyebabkan status
gizi yang baik pula. Keadaan ini dapat terlaksana apabila telah tercipta

2

keseimbangan antara banyaknya jenis zat gizi yang dikonsumsi dengan
banyaknya zat gizi yang dibutuhkan tubuh (Suhardjo 1989). Semakin beragam
pangan yang dikonsumsi maka akan semakin beragam pula zat gizi yang
diperoleh dan semakin meningkat mutu gizinya.
Kurang beragamnya pangan yang dikonsumsi merupakan masalah
konsumsi pangan dan gizi yang sering terjadi. Masalah yang berkaitan dengan
konsumsi pangan dan gizi yaitu seperti tingkat pendapatan, ketersediaan pangan
setempat, teknologi, tingkat pengetahuan, kesadaran masyarakat mengenai gizi,
kesehatan, dan faktor-faktor sosial budaya seperti kebiasaan makan, sikap, dan
pandangan masyarakat terhadap bahan makanan (Syarief & Martiato 1991).
Indonesia

merupakan

negara

kepulauan

dengan

masyarakat,

kebudayaan, dan agama yang beragam. Kondisi fisik wilayah antar provinsi juga
sangat beragam. Namun, kontribusi energi konsumsi pangan penduduk
Indonesia terbesar adalah dari kelompok padi-padian terutama beras (Bappenas
2007). Hal tersebut menyebabkan pola pangan penduduk belum sesuai dengan
pola pangan ideal. Riau merupakan salah satu Provinsi yang kuantitas konsumsi
pangan masyarakatnya masih rendah. Kondisi ini dicerminkan oleh rendahnya
konsumsi energi penduduk di Provinsi Riaupada tahun 2010 yaitu 1903,59
kkal/kapita/hari (BPS 2010). Konsumsi energi tersebut berada di bawah
konsumsi energi yang dianjurkan oleh WNPG VIII yaitu 2000 kkal/kapita/hari.
Rendahnya nilai tersebut disebabkan karena kurangnya konsumsi
pangan yang dapat berkaitan dengan ketidakseimbangan pola konsumsi pangan
penduduk. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya untuk menanggulangi
masalah konsumsi pangan dan gizi, antara lain melalui perencanaan pangan
yang baik, dengan salah satunya menganalisis keadaan konsumsi pangan
penduduk sehingga ke depannya dapat diarahkan untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi pangan yang sesuai dengan standar gizi.
Salah satu acuan atau pendekatan yang dapat digunakan untuk
perencanaan pangan adalah pendekatan pola pangan harapan (PPH).
Hardinsyah (1996) menyatakan konsep PPH sejalan dengan kebijakan dan
tujuan ketahanan pangan dan penganekaragaman konsumsi pangan karena
ketahanan pangan tidak mungkin tercapai tanpa konsumsi aneka ragam pangan
atau diversifikasi konsumsi pangan. Sangat penting bagi pemerintah untuk
berperan aktif dalam mengidentifikasi situasi konsumsi pangan penduduk dan
keberagaman konsumsi pangan penduduknya untuk mencukupi kebutuhan

3

knsumsi pangan serta mewujudkan ketahanan pangan. Oleh karena itu, perlu
dilakukan analisis situasi konsumsi pangan aktual penduduk untuk mengetahui
pola konsumsi pangan penduduk sehingga dapat diperoleh informasi mengenai
kebutuhan konsumsi pangan pendudukdi Provinsi Riau sesuai PPH sehingga
harapannya pada tahun 2015, konsumsi pangan masyarakat di Provinsi Riau
sudah mencapai PPH dengan skor 90 sesuai dengan target Standar Pelayanan
Minimal (SPM) di bidang ketahanan pangan.
Tujuan
Tujuan Umum:
Tujuan umum penelitian ini adalah menganalisis situasi dan kebutuhan
konsumsi pangan di Provinsi Riau dengan pendekatan PPH.
Tujuan Khusus:
Tujuan khusus penilitian ini adalah:
1.

M
enganalisis situasi konsumsi pangan penduduk di Provinsi Riau berdasarkan
pendekatan PPHpada tahun 2008-2010

2.

M
enganalisis proyeksi konsumsi pangan penduduk di Provinsi Riau pada tahun
2011-2015 berdasarkan pendekatan PPH dengan tahun dasar 2010

3.

M
enganalisis proyeksi kebutuhan konsumsi pangan penduduk di Provinsi Riau
pada tahun 2011-2015
Kegunaan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kuantitas

dan kualitas konsumsi pangan penduduk ProvinsiRiau. Kemudian dapat
memberikan informasi mengenai kebutuhan konsumsi pangan wilayah Provinsi
Riau yang dapat bermanfaat dalam evaluasi kebijakan program pangan dan gizi
serta perencanaan kebijakan dan program perbaikan pangan dan gizi di Provinsi
Riau.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Ketahanan Pangan
Menurut UU No 7 tahun 1997, pangan adalah segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun yang tidak diolah
ataupun produk turunannya yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman
bagi manusia termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan
bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau
pembuatan makanan atau minuman. Pangan merupakan kebutuhan dasar
manusia karena pemenuhan kebutuhan pangan merupakan bagian dari hak
asasi manusia. Hal ini berarti negara bertanggungjawab memenuhi kebutuhan
pangan bagi penduduk. Pemenuhan kebutuhan pangan sangat penting bagi
komponen dasar untuk membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas.
Konsumsi pangan dan gizi yang cukup dan seimbang menjadi syarat bagi
perkembangan organ fisik manusia sejak dalam kandungan yang selanjutnya
berpengaruh terhadap perkembangan intelegensia maupun kemampuan fisiknya.
Sumberdaya manusia yang berkualitas akan menjadi tulangpunggung bagi
tumbuh kembang suatu bangsa dalam pembangunan ekonomi, sosial, maupun
politik. Oleh karena itu ketahanan pangan merupakan salah satu pilar bagi
pembangunantersebut (DKP 2006).
Menurut UU Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996, ketahanan pangan
merupakan suatu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutu, aman,
merata, dan terjangkau. Adapun pemenuhan kebutuhan pangan sendiri ditujukan
untuk

memenuhi

kebutuhan

dasar

manusia,

dan

pemerintah

bersama

masyarakat agar terwujudnya ketahanan pangan. Suryana (2004) menyatakan
bahwa negara atau wilayah mempunyai ketahanan pangan yang baik apabila
mampu menyelenggarakan pasokan pangan yang stabil dan berkelanjutan bagi
seluruh penduduknya, dan masing-masing rumahtangga mampu memproleh
pangan sesuai kebutuhannya.
Salah satu dokumen kebijakan pembangunan pangan adalah Kebijakan
Umum Ketahanan Pangan (KUKP) yang disusun oleh Dewan Ketahanan Pangan
(DKP). KUKP diharapkan menjadi panduan bagi pemerintah, swasta, dan

5

masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan ketahanan pangan tingkat
rumahtangga, wilayah, dan nasional. Salah satu dari 15 elemen penting yang
dituangkan dalam KUKP adalah melakukan diversifikasi pangan. Adapun salah
satu dari enam rencana program elemen ini adalah melakukan peningkatan
diversifikasi konsumsi pangan dengan prinsip gizi seimbang. UU No 32 tahun
2004 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk lebih banyak
mengatur dan mengelola pembangunan daerah, termasuk pembangunan
ketahanan pangan. Ketahanan pangan merupakan urusan wajib pemerintah
daerah sesuai dengan pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007
tentang pembagian urusan pemerintah yang penyelenggaraannya berpedoman
pada Standar Pelayanan Minimal (SPM). SPM adalah sebuah kebijakan publik
yang mengatur mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan
urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.
Pencapaian SPM dilaksanakan secara bertahap dan ditetapkan oleh pemerintah.
Ketahanan pangan harus diupayakan secara optimal dan berkesinambungan
sesuai dengan potensi masing-masing wilayah di semua Kabupaten/kota.
Peran pemerintah dalam era otonomi daerah adalah menyediakan
fasilitas dan rambu-rambu bagi masyarakat untuk mengembangkan usaha
produksi, pengolahan, dan perdagangan pangan secara efesien, adil, dan
bertanggung

jawab.

Masyarakat

berperan

dalam

mengelola

kebutuhan

pangannya secara swadaya, mengelola konsumsi sesuai kaidah kesehatan serta
menerapkan budaya konsumsi yang hemat dan efisien di tingkat rumah tangga
(Suryana 2004).
Menurut Suryana (2003), ketahanan pangan merupakan suatu sistem
ekonomi pangan yang terintegrasi dan terdiri dari berbagai subsistem. Subsistem
ini adalah ketersediaan pangan, subsistem distribusi pangan, dan subsistem
konsumsi pangan. Terwujudnya ketahanan pangan merupakan sinergi dari
ketiga subsistem tersebut. Suryana (2004) mengemukakan bahwa keberhasilan
pembangunan ketiga subsistem ketahanan pangan tersebut perlu didukung oleh
faktor-faktor inputberupa sarana, prasarana dan kelembagaan produksi,
distribusi, pemasaran, pengolahan, dan sebagainya. Kemudiann juga perlu
didukung oleh faktor-faktor penunjang seperti kebijakan, peraturan, pembinaan,
dan pengawasan pangan. Ketahanan pangan dilaksanakan oleh banyak pelaku
seperti produsen, pengolah, pemasar, dan konsumen. Output yang diharapkan
dari pembangunan ketahanan pangan adalah terpenuhinya hak asasi manusia

6

akan pangan, meningkatnya kualitas sumberdaya manusia, meningkatnya
ketahanan ekonomi, dan ketahanan nasional.
Ketersediaan Pangan
Ketersediaan pangan adalah sejumlah bahan makanan dan minuman
yang tersedia untuk dikonsumsi setiap individu atau penduduk suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu, baik dalam bentuk natural maupun dalam bentuk
unsur gizinya. Kemudian menurut FAO (1984) ketersediaan pangan adalah
tingkat dimana persediaan pangan dapat dimiliki oleh masyarakat yang tinggal
disuatu negara, baik di daerah pedesaan maupun perkotaan.
Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan
serta keseimbangan antara ekspor dan impor pangan. Ketersediaan pangan
harus dipertahankan sama atau lebih besar dari kebutuhan untuk konsumsi
penduduk. Apabila keadaan ini tercapai maka ketahanan pangan di suatu daerah
atau wilayah ditentukan oleh berbagai faktor seperti keragaan produksi pangan,
tingkat kerusakan dan kehilangan pangan karena penanganan yang kurang
tepat, dan tingkat ekspor/impor pangan.
Terjaminnnya ketersediaan pangan merupakan salah satu dimensi dari
pengertian ketahanan pangan. Ketersediaan pangan harus dikelola sedemikian
rupa sehingga walaupun produksi pangan bersifat musiman, terbatas, dan
tersebar antar wilayah, volume pangan yang tersedia bagi masyarakat harus
cukup jumlah dan jenisnya serta stabil penyediaannya dari waktu ke waktu.
Distribusi Pangan
Subsistem distribusi pangan mencakup aspek aksebilitas secara fisik dan
ekonomi atas pangan secara merata. Akses pangan didefinisikan sebagai
kemampuan rumahtangga untuk secara periodik memenuhi sejumah pangan
yang cukup, melalui berbagai sumber atau kombinasi cadangan pangan yang
dimiliki, hasil produksi pangan, pembelian/ barter, pemberian, pinjaman dan
bantuan pangan.
Akses pangan secara fisik ditunjukkan oleh kemampuan memproduksi
pangan, infrastruktur dasar maupun kondisi sumberdaya alam dan lingkungan.
Dengan demikian akses fisik lebih bersifat kewilayahan dan dipengaruhi oleh ciri
dan pengelolaan ekosistem. Akses pangan secara ekonomi menyangkut
keterjangkauan masyarakat terhadap pangan yang ditunjukkan oleh harga,
sumber mata pencaharian, dan pendapatan.

7

Konsumsi Pangan
Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dimakan oleh
seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Aspek konsumsi
berfungsi mengarahkan rumahtangga agar pola pemanfaatan pangan secara
nasional memenuhi kaidah mutu, keragaman, kendungan gizi, dan keamanan.
Oleh karena itu pemanfaatan pangan dalam tubuh (food utility) dapat optimal
dengan peningkatan kesadaran atas pentingnya pola konsumsi pangan beragam
dengan gizi seimbang.
Untuk memperbaiki konsumsi pangan masyarakat harus ditunjang oleh
produksi dan penyediaan pangan yang mampu memenuhi syarat tersebut. Oleh
karena itu, pemerintah dengan bebagai upaya di bidang pangan perlu
mewujudkan ketahanan pangan hingga tingkat rumah tangga bahkan individu
antara lain melalui program perbaikan penyediaan pangan, perbaikan konsumsi
pangan, dan diversifikasi pangan.
Menurut Syarief dan Martianto (1991), jumlah dan jenis pangan yang
dikonsumsi oleh masyarakat tidak saja dipengaruhi produksi atau ketersediaan
pangan, tetapi dipegaruhi juga oleh daya jangkau ekonomi (daya beli),
kesukaan/selera, pendidikan, dan nilai sosial budaya pangan yang berlaku dalam
masyarakat.
Pola Konsumsi Pangan Penduduk
Pola konsumsi pangan adalah susunan jenis dan jumlah pangan yang
dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu (Madanijah
2004). Konsumsi masyarakat terhadap pangan dapat dilihat dari kecenderungan
masyarakat mengkonsumsi jenis pangan tertentu. Sanjur (1982) menyatakan
jumlah pangan yang tersedia di suatu wilayah akan berpengaruh terhadap pola
konsumsi pangan. Konsumsi atau pola konsumsi pangan dipengaruhi oleh
banyak faktor tidak hanya faktor ekonomi tetapi juga faktor budaya, ketersediaan,
pendidikan, gaya hidup, dan sebagainya.
Penilaian konsumsi pangan dapat dilakukan secara kuantitas dan
kualitas. Dari sisi kuantitas, konsumsi pangan ditinjau dari volume atau
banyaknya pangan yang dikonsumsi dan konsumsi zat gizi yang terkandung
dalam pangan. Kedua hal tersebut digunakan untuk melihat apakah konsumsi
pangan sudah dapat memenuhi kebutuhan layak untuk hidup sehat yang sesuai
Angka kecukupan gizi (AKG). Angka kecukupan gizi (AKG) adalah suatu
kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut

8

golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktivitas untuk mencegah
terjadinya defisiensi gizi (Muhilal et al 1998). Tingkat konsumsi pangan dapat
memberikan gambaran kondisi kesehatan penduduk di suatu wilayah yang
ditinjau dari aspek keadaan gizinya. Indikator yang digunakan untuk analisis
konsumsi yaitu dari pengukuran kecukupan konsumsi energi dan protein.
Konsumsi energi dan protein tersebut mengacu pada Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi VIII (WNPG) tahun 2004, yaitu kecukupan konsumsi energi
yang dianjurkan sebesar 2000 kkal/kapita/hari dan kecukupan konsumsi protein
adalah sebesar 52 g/kapita/hari.
Tingkat kecukupan adalah perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan
angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Klasifikasi tingkat kecukupan energi
menurut Departemen Kesehatan (1996) adalah sebagai berikut :
a)

Kurang dari 70% AKE

:

defisit berat

b)

70-79% AKE

:

defisit tingkat sedang

c)

80-89% AKE

:

defisit tingkat ringan

d)

90-119% AKE

:

normal (tahan pangan)

e)

120% ke atas AKE

:

kelebihan/diatas AKE

Energi
Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein, dan
lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan,
pengaturan suhu, dan kegiatan fisik. Kelebihan energi akan disimpan sebagai
cadangan energi dalam bentuk glikogen sebagai cadangan energi jangka pendek
dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah &
Tambunan 2004).
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (WNPG) menganjurkan
konsumsi energi penduduk Indonesia adalah 2000 kkal/kap/hari. Dengan
menggunakan patokan tersebut, perkembangan konsumsi energi penduduk
Indonesia setiap tahunnya meningkat. Pada periode 2005 – 2007, peningkatan
konsumsi energi lebih tinggi terjadi di wilayah pedesaan dibandingkan dengan di
perkotaan. Secara umum konsumsi energi rata-rata semakin mendekati
kebutuhan sebesar 2000 kkal/kap/hari, dan pada tahun 2007 bahkan telah
memenuhi angka kecukupan dengan rata -rata konsumsi energi sebesar 2015
kkal/kap/hari atau 100,7% dari angka kecukupan energi (DKP 2009).
Penduduk dikatakan rawan konsumsi energi apablia rataan konsumsi
energinya kurang dari jumlah yang dibutuhkan oleh tubuh untuk hidup aktif dan

9

sehat. Pada umumnya penduduk rawan konsumsi pangan (energi) dibagi atas
dua kelompok, yaitu sangat rawan (tingkat konsumsi energi < 70% AKE) dan
mereka yang memiliki kerawanan ringan sampai sedang (tingkat konsumsi energi
70-90% AKE). Berdasarkan analisis data Susenas 2002 hingga 2008 yang
dilakukan oleh BKP, ditemukan bahwa kondisi penduduk rawan pangan masih
masih cukup tinggi, meski secara umum jumlah dan persentase penduduk rawan
pangan mengalami penurunan selama periode 2002-2008. Pada Tahun 2002
persentase penduduk yang termasuk sangat rawan konsumsi pangan mencapai
1311% (sekitar 26,5 juta jiwa), tahun 2005 adalah 13,2% (sekitar 28,7 juta jiwa)
dan pada tahun 2007 dan 2008 menurun menjadi 13,0% (29,2 juta jiwa) dan
11,07% (25,1 juta jiwa).
Apabila dibandingkan dengan kondisi saat puncak krisis ekonomi tahun
1999 yang prevalensinya adalah 18,9% (sekitar 38,6 juta jiwa), maka baik
prevalensi maupun jumlah penduduk yang sangat rawan konsumsi pangan
mengalami penurunan yang tajam. Penurunan ini terjadi karena dua hal: 1)
karena keberhasilan program dalam meningkatkan tingkat kesejahteraan yang
berimbas pada meningkatnya rata-rata konsumsi energi, dan 2) penurunan
standar kecukupan energi (AKE) yang diamanatkan dalam Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi (WNPG) 2004 dimana AKE yang semula 2100 kkal/kapita/hari
turun menjadi 2000 kkal/kapita/hari.
Protein
Protein adalah suatu zat gizi yang berperan sebagai penghasil energi,
pembentukan jaringan baru, dan mempertahankan jaringan yang telah ada
(Winarno 1997). Menurut Almatsier (2002), protein juga berfungsi mengatur
keseimbangan air di dalam tubuh, memelihara netralitas tubuh, membantu
antibodi dan mengangkut zat-zat gizi. Protein memegang peranan esensial
dalam mengangkut zat-zat gizi dari saluran cerna ke dalam darah, dari darah ke
jaringan, dan melalui membran sel ke dalam sel-sel tubuh. Kekurangan protein
dapat mneyebabkan gangguan pada absorpsi dan transportasi zat-zat gizi.
WNPG VIII menganjurkan konsumsi protein penduduk Indonesia
adalahdan 52 g/kapita/hari. Pada rekomendasi WNPG sebelumnya, angka
kecukupan protein sebesar 56 g/kap/hari. Dengan menggunakan patokan
tersebut, perkembangan konsumsi protein penduduk Indonesia menunjukkan
trend yang meningkat. Berbeda dengan energi, pada periode 2005 – 2007

10

peningkatan konsumsi proteinyang lebih nyata terjadi di wilayah perkotaan
dibandingkan dengan di pedesaan (DKP 2009).
Berdasarkan analisis data Susenas 2002 hingga 2008 yang dilakukan
oleh BKP, konsumsi protein per kapita per hari umumnya sudah tercukupi meski
sebagian besar sumber proteinyang dikonsumsi berasal dari pangan nabati,
khususnya kelompok padi -padian. Komposisi protein yang dianjurkan adalah
80% nabati dan 20% hewani. Martianto (2004) menyarankan besarnya komposisi
pangan hewani untuk tingkat konsumsi per kapita per hari adalah 65 gram
pangan hewani asalruminansia dan unggas dan 85 gram berasal dari ikan.Pada
pola konsumsi penduduk Indonesia, beras khususnya tidakhanya menjadi
penyumbang energi terbesar tetapi juga merupakan penyumbang protein
terbesar.
Pola Pangan Harapan (PPH)
Pola pangan harapan adalah susunan beragam pangan yang dianjurkan
berdasarkan sumbangan energi dari kelompok pangan utama dari suatu pola
ketersediaan atau konsumsi pangan. Semakin tinggi skor PPH maka konsumsi
pangan semakin beragam. PPH dapat digunakan sebagai perencanaan
konsumsi dan ketersediaan pangan serta perumusan kebijakan pangan dan
perencanaan pertanian di suatu wilayah. PPH juga berguna sebagai instrumen
sederhana untuk menilai situasi ketersediaan konsumsi pangan berupa jumlah
dan komposisi pangan menurut jenis pangan secara agregrat (Hardinsyah et al
2002).
Sejak diperkenalkan konsep PPH dan skor PPH pada awal dekade 90-an
di Indonesia, PPH telah digunakan sebagai basis perencanaan dan penilaian
kecukupan gizi seimbang pada tingkat makro. Skor PPH juga telah digunakan
sebagai salah satu indikator output pembangunan pangandalam kebijakan
pembangunan pangan termasuk evaluasi penyediaan, konsumsi pangan, dan
diversifikasi pangan (Suhardjo 1996). Semakin tingi skor mutu pangan,
menunjukkan situasi pangan yang semakin beragam dan semkain baik
komposisi dan mutu gizinya (Hardinsyah et al 2002).
Tujuan

utama

penyusunan

PPH

adalah

untuk

membuat

suatu

rasionalisasi pola konsumsi pangan yang dianjurkan yang terdiri dari kombinasi
aneka ragam pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi dan sesuai cita rasa (FAORAPA 1989). Melalui pendekatan PPH, keadaan perencanaan penyediaan dan
konsumsi pangan

penduduk diharapkan dapat memenuhii tidak hanya

11

kecukupangizi

yang

didukung

(digestability),

daya

terima

oleh

cita

masyarakat

rasa

(palability),

(acceptability),

daya

cerna

kuantitas,

dan

kemampuan daya beli (affortability). Pada umumnya telah diketahui bahwa lima
kelompok zat gizi selain air yang esensial diperlukan tubuh manusia adalah
protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan mineral.Berbagai zat gizi ini dapat
disediakan oleh beragam pangan.Sejumlah pangan yang tersusun secara
seimbang akan mampu memenuhi kebutuhan zat gizi. Pangan tersebut
mencakup kelompok: (1) padi-padian, (2) umbi-umbian, (3) pangan hewani, (4)
minyak dan lemak, (5) buah dan biji berminyak, (6) kacang-kacangan, (7) gula,
(8) sayuran dan buah-buahan, (9) lain-lain.Kesembilan kelompok pangan
tersebut terdapat dalam PPH, yang merupakan jabaran dari triguna pangan.
Waktu pencapaian PPH disesuaikan dengan kondisi dan permasalahan
yang terjadi baik nasional maupun daerah. Untuk pencapaian PPH perlu
diterjemahkan pada perencanaan pangan nasional dan daerah secara bertahap
tahun demi tahun dan target demi target. Masing-masing daerah perlu
mengadaptasi pola ini yang disesuaikan dengan masing-masing daerah.
Kebutuhan Konsumsi Pangan
Berdasarkan UU Nomor 32 Tahun 2004, daerah berwenang untuk
mengatur dan mengurus kebutuhan pangan masyarakatnya sesuai kemampuan
wilayah. Menurut Hardinsyah et al (2001), seiring dengan otonomi daerah maka
sangat penting bagi daerah untuk menyusun perencanaan pangan yang
memenuhi prinsip kuantitas maupun kualitas yang didasarkan pada potensi lokal.
Orientasi penyediaan dan konsumsi pangan wilayah tidak lagi hanya pada aspek
jumlah tetapi juga aspek mutu gizi, keragaman, dan komposisi pangan.
Selanjutnya Hardinsayah et al (2001) mengatakan bahwa ada tiga
macam pendekatan perencanaan penyediaan pangan dalam pembangunan
pangan yakni 1) pendekatan kecenderungan (trend) konsumsi dan permintaan;
2) pendekatan kecenderungan produksi; dan 3) pendekatan gizi seimbang dan
permintaan. Sejak tahun 1988, FAO-RAPA merekomendasikan pendekatan yang
diharapkan dapat membantu dalam perencanaan produksi maupun konsumsi
pangan, yang dikenal dengan desirable dietary pattern (DPP) yang dalam
bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi pola pangan harapan (PPH).
Perencanaan kebutuhan pangan dengan PPH, selain untuk menyediakan
pangan yang beranekaragam sesuai dengan kecukupan gizi setempat juga
memberi keleluasaan menentukan jenis pangan yang diinginkan karena PPH

12

disajikan dalam kelompok pangan. Pemilihan jenis pangan yang diinginkan
diantara kelompoknya disesuaikan dengan kondisi sosial budaya (aspek pola
konsumsi atau preferensi jenis pangan penduduk), dan potensi wilayah setempat
(Suhardjo 1996). Untuk menjadikan PPH sebagai instrumen perencanaan
pangan disuatu wilayah diperlukan kesepakan tentang pola konsumsi pangan
dengan salah satunya mempertimbangkan pola konsumsi pangan penduduk saat
ini.
Kebutuhan

pangan

pertumbuhanekonomi

suatu

juga

wilayah

dipengaruhi

selain

oleh

dipengaruhi

pertumbuhan

oleh

penduduk.

Pertumbuhan penduduk
yang

cepat

merupakan

negaraberkembang

isu

termasuk

sentral

yang

Indonesia.

dihadapi

Konsekuensi

dunia,
dari

terlebih
hal

di

tersebut

adalahpeningkatan ketersediaan pangan untuk mengimbangi pertambahan
penduduk.Menurut Khomsan dan Kusharto (2004), bila jumlah penduduk
meningkat makaterjadi kompetisi pemanfaatan lahan yang dapat mengancam
keberadaan lahanpertanian. Konversi lahan pertanian akan mengancam
pemantapan ketahananpangan.
Kebijakan Ketahanan Pangan
Kebijakan pangan adalah suatu pernyataan tentang kerangka pikir dan
arahan yang digunakan untuk menyusun program pangan guna mencapai situasi
pangan dan gizi yang lebih baik (Hardinsyah & Ariani M 2000). Dalam UU No.7
tahun 1996 tentang pangan, dinyatakan bahwa pembangunan pangan
diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan
manfaat

secara

adil

dan

merata

berdasarkan

kemandirian

dan

tidak

bertentangan dengan keyakinan masyarakat. Tujuan utama pembangunan
pangan adalah: 1) tersedianya pangan yang memenuhi persyaratan keamanan,
mutu, dan gizi bagi kepentingan kesehatan manusia; 2) terciptanya perdagangan
pangan yang jujur dan bertanggungjawab; 3) terwujudnya tingkat kecukupan
pangan dengan harga yang wajar dan terjangkau sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Kebiijakan pangan di bidang ketahanan pangan dan gizi merupakan
bagian integral dari kebijakan pembangunan nasional. Pembangunan ketahanan
pangan dilaksanakan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat khususnya
menjamin ketersediaan pangan bagi seluruh penduduk dalam jumlah, mutu,

13

keragaman, kandungan gizi, dan keamanannya serta terjangkau oleh daya beli
masyarakat (Hardinsyah & Martianto 2001).
Tujuan pembangunan ketahanan pangan tersebut akan lebih mudah
tercapai apabila didasarkan pada 1) penyediaan pangan berbasis pemanfaatan
ketersediaan sumberdaya lokal baik sumberdaya alam, manusia, teknologi, dan
sosial; 2) efisiensi ekonomi dengan tetap memperhatikan keunggulan kompetitif
wilayah; 3) distribusi yang mengacu pada mekanisme pasar yang kompetitif; dan
4) perbaikan mutu dan konsumsi anekaragam pangan. Hal ini mengisyaratkan
bahwa pembangunan ketahanan pangan bersifat lintas sektoral (Badan Bimas
Ketahanan pangan, Deptan 2001).
Secara tegas program ketahanan pangan penduduk tercantum dalam
propenas tahun 2000-2004 (Republik Indonesia 2000), dimana salah satu
program

ini

bertujuan

untuk

meningkatkan

keanekaragaman

produksi,

ketersediaan, dan konsumsi pangan bersumber pangan ternak, ikan, tanaman
pangan, hortikultura, dan kebun serta produk olahannya. Kebijakan program
tersebut mencerminkan pentingnya perbaikan mutu gizi pangan melalui
penganekaragaman

ketersediaan

dan

konsumsi

pangan

dalam

rangka

mewujudkan ketahanan pangan. Di dalam Renstra Pusat Pengembangan
Konsumsi Pangan Badan Bimas Ketahanan Pangan, Deptan (2001), dinyatakan
bahwa pengembangan konsumsi pangan ditempuh melalui pengembangan
konsumsi pangan lokal dan penganekaragaman konsumsi pangan yang
mengarah pada perbaikan konsumsi pangan penduduk baik jumah maupun
mutu. Dengan terpenuhinya konsumsi pangan yang beragam dari waktu ke
waktu, maka penduduk dapat hidup sehat dan mampu melakukan kegiatannya
secara produktif.
Terdapat dua kelompok strategi untuk membangun ketahanan pangan,
yaitu peningkatan produksi dan pengelolaan konsumsi. Kebijakan pengelolaan
konsumsi ditujukan untuk memacu proses diversifikasi konsumsi masyarakat,
yaitu mengubah pola konsumsi ke arah yang lebih beragam dan bergizi
seimbang. Dengan demikian diharapkan masyarakat mengkuti pola konsumsi
sesuai dengan kaidah kesehatan, sekaligus mengurangi ketergantungan pada
jenis makanan tertentu khususnya beras. Hal ini ditempuh melalui; a) pendidikan,
penyuluhan, dan pemberdaaan masyarakat dan keluarga tentang pentingnya
pola konsumsi dengan gizi seimbang untuk kesehatan, daya tahan fisik, dan
kemampuan otak, b) pengembangan pangan karbohidrat non beras dengan

14

teknologi pengolahan pangan yang dapat meningkatkan cita rasa dan citra
sehingga mempunyai daya saing dengan pangan modern yang telah masuk
dalam pola konsumsi masyarakat, c) peningkatan penghasilan dan daya beli
masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi, karena peningkatan penghasilan
secara alamiah mendorong konsumsi pangan yang lebih beragam dan bergizi, d)
penyelenggaraan program pangan murah untuk meningkatkan keterjangkauan
masyarakat berpenghasilan rendah terhadap perbaikan gizi (Suryana 2004).

15

KERANGKA PEMIKIRAN
Pangan merupakan kebutuhan pokok yang paling mendasar bagi
manusia, sehingga pemenuhan kebutuhan pangan merupakan bagian dari hak
asasi manusia. Adapun pemenuhan kebutuhan pangan sendiri ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia, dan pemerintah bersama masyarakat agar
terwujudnya ketahanan pangan.
Pembangunan ketahanan pangan merupakan urusan wajib pemerintah
daerahyang

salah

satunya

adalah

subsistem

konsumsi.

Pembangunan

subsistem konsumsi bertujuan untuk menjamin setiap warga mengkonsumsi
pangan dalam jumlah dan gizi yang cukup, aman, dan beragam. Kekurangan zat
gizi terutama energi dan protein bila berlangsung cukup lama akan berakibat
pada penurunan berat badan disertai dengan menurunnya produktivitas kerja.
Pengukuran

secara

kuantitatif

dapat

dilakukan

untuk

mengukur

tingkatkonsumsi pangan dengan menggunakan angka kecukupan energi dan
protein. Menurut hasil WNPGtahun 2004, angka kecukupan energi (AKE) ratarata orang Indonesia untuktingkat konsumsi sebesar 2000 kalori dan angka
kecukupan protein (AKP) pada tingkat konsumsi sebesar 52 gram.
Pengukuran secara kualitatif dilakukan untuk menilai keanekaragaman
konsumsi

pangan.

Penilaian

kualitas

pangan

berdasarkan

keragaman

dankeseimbangan komposisi energi dapat dilakukan dengan menggunakan
komposisi dan skor pola pangan harapan (PPH). Semakin tinggi skor PPH
konsumsi menunjukkan semakin beragam konsumsi pangannya. Skor PPH ideal
adalah 100 sedangkan standar pelayanan minimal (SPM) untuk skor PPH
konsumsi adalahsebesar 90.
Penyusunan proyeksi skor PPH dan konsumsi pangan penduduk
dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan penduduk dan secara
bertahap akan mengarah pada skor PPH 100 pada tahun tertentu. Skor PPH 90
diharapkan sudah tercapai pada tahun 2015 sesuai dengan SPM di bidang
ketahanan pangan. Setelah sasaran konsumsi penduduk diketahui maka
dilakukan perhitungan kebutuhan konsumsi pangan penduduk di Provinsi Riau,
sesuai dengan pola pangan harapan dengan mempertimbangkan jumlah
penduduk setiap tahunnya hingga tahun 2015. Secara skematis kerangka
pemikiran analisis situasi konsumsi dan kebutuhan konsumsi pangan di Provinsi
Riau dapat dilihat pada Gambar 1.

16

Pengetahuan gizi

Faktor ekologi
Konsumsi pangan
Faktor Budaya

Pendapatan

Kuantitas:
- TKE
- TKP

Kualitas:
- SkorPPH

Proyeksi
- Skor PPH 2011-2015
- Konsumsi pangan 2011- 2015

Kebutuhan untuk
konsumsi pangan
penduduk di Provinsi
Riau tahun 2011-2015

Pertumbuhan
ekonomi

Jumlah
penduduk

Strategi pengembangan
pola konsumsi pangan

Keterangan:
: diteliti

: tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis situasi dan kebutuhan konsumsi pangan
di
Provinsi
Riau

17

METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu
Penelitian ini menggunakan desain prospective study berdasarkan data
hasil survei sosial ekonomi nasional (Susenas) Provinsi Riau tahun 2008-2010.
Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposive yang didasarkan pada
konsumsi pangan penduduk yang masih rendah. Hal ini dapat dilihat dari
konsumsi energi pen