Studi Perancangan Bangunan Amaliun Food Court Ditinjau Berdasarkan Kinerja Aspek Fungsional

(1)

STUDI PERANCANGAN BANGUNAN AMALIUN FOOD COURT

DITINJAU BERDASARKAN KINERJA ASPEK FUNGSIONAL

ISNIAR TIURMA LEONORA RITONGA

UNIVERSITAS

STUDI PERANCANGAN BANGUNAN AMALIUN FOOD COURT

DITINJAU BERDASARKAN KINERJA ASPEK FUNGSIONAL

TESIS

OLEH

ISNIAR TIURMA LEONORA RITONGA

117020001/AR

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015

STUDI PERANCANGAN BANGUNAN AMALIUN FOOD COURT

DITINJAU BERDASARKAN KINERJA ASPEK FUNGSIONAL

ISNIAR TIURMA LEONORA RITONGA


(2)

STUDI PERANCANGAN BANGUNAN AMALIUN FOOD COURT

DITINJAU BERDASARKAN KINERJA ASPEK FUNGSIONAL

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Arsitektur Bidang Kekhususan Profesi Arsitektur

Pada Sekolah Pasca sarjana Universitas Sumatera Utara

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

JUDUL TESIS : STUDI PERANCANGAN BANGUNAN AMALIUN FOOD COURT DITINJAU BERDASARKAN KINERJA

ASPEK FUNGSIONAL

NAMA MAHASISWA : ISNIAR TIURMA LEONORA RITONGA.

NOMOR INDUK : 117020001

PROGRAM STUDI : TEKNIK ARSITEKTUR

BIDANG KEKHUSUSAN : STUDI STUDI ARSITEKTUR: ALUR PENDIDIKAN PROFESI ARSITEKTUR

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Beny OY. Marpaung, ST, MT, PhD) (Hajar Suwantoro, ST, MT)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc) (Prof.Dr.Ir.Bustami Syam,MSME)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 19 November 2014

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Beny OY. Marpaung, ST, MT, PhD. Anggota : 1. Hajar Suwantoro, ST, MT

2. Ir. Bauni Hamid, M.Des, PhD. 3. N. Vinki Rahman, ST, MT 4. Imam Faisal Pane, ST, MT


(5)

(6)

ABSTRAK

Perancangan Arsitektur selalu berusaha menyediakan bangunan dengan kinerja (efisensi dan efektivitas) yang memiliki kenyamanan secara fisik bagi pelaksanaan aktivitas. Kemampuan dalam mengakomodasi pelaksanaan aktivitas merupakan salah satu aspek fungsional bangunan. Namun pada akhirnya ketika bangunan yang direncanakan dihuni, perkembangan sering terjadi pada aspek fungsional. Hal ini menjadi tantangan bagi bangunan dalam mempertahankan kinerjanya. Pelaksanaan evaluasi kinerja pasca bangunan digunakan menjadi perlu dilakukan agar dapat mengevaluasi kinerja bangunan. Evaluasi kinerja bangunan ini menghasilkan rencana pengakomodasian aktivitas yang berupaya mempertahankan optimalisasi kinerja aspek fungsionalagar keberlangsungan lingkaran kehidupan bangunan dapat berjalan baik.


(7)

ABSTRACT

Architectural Design always attempt to provide the building withperformance (efficiency and effectiveness) which has physically comfort in carrying out any activities. The capacity to accommodating the activites is one of the building functional aspects. Consequently, when the planned buildings inhabited, they are usually developed to become functional aspects. This condition becomes the challenge for building in maintainingtheir performance. The implementation of performance evaluation in the post building occupancyis necessary to be done in order to evaluate the building performance which produced a plan that has optimal result in accomodating any activities for gained a fine sustainable building process. Keywords: Architecture, Functional Aspects, Performance Evaluation.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya, penulis dapat melakukan tugas-tugas belajar dalam menyelesaikan pendidikan di Program Studi Magister Teknik Arsitektur Bidang Kekhususan Studi-studi Arsitektur (Alur Pendidikan Profesi Arsitek) Universitas Sumatra Utara ini hingga tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini pada akhirnya dapat diselesaikan penulis disadari oleh karena adanya bantuan dari berbagai pihak. Atas kesadaran bantuan tersebut penulis mengucapkan terima kasih kepada:Ibu Beny OY. Marpaung, ST, MT, PhD. sebagai Ketua Komisi Pembimbing; Bapak Hajar Suwantoro, ST, MT sebagai Anggota Komisi Pembimbing; Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc sebagai ketua Program Studi Magister Arsitektur; Bapak Prof.Dr.Ir.Bustami Syam,MSME sebagai Dekan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara; Bapak Doni Dwipayana, ST sebagai perencana Bangunan Amaliun Food Court; Bapak Indra sebagai Manajer Operasional Bangunan Amaliun Food Court. Penulis juga mengucapan terima kasih atas dukungan semangat dari suami tercinta Sanggam Sihombing, ST, MT dan anak anak tersayang: Devania Sangap Gracia Sihombing, Caesar Deswandano Hasoloan Sihombing, Bravomesa Haposan Sihombing. Ucapan terima kasih juga disampaikan bagi pihak-pihak lain


(9)

yang meskipun tidak disebutkan satu persatu dalam tulisan ini namun telah banyak memberikan bantuan kepada penulis.

Medan, Oktober 2014


(10)

RIWAYAT HIDUP

Isniar Tiurma Leonora Ritonga dilahirkan di Medan yaitu pada tanggal 13 Agustus 1975, anak dari Bapak Ir. T. Ritonga dan Ibu Dra. O. Siregar, merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Ketika berumur 6 tahun tepatnya tahun 1981 memasuki jenjang pendidikan Sekolah Dasar (SD) Methodist I Hang Tuah Medan, lulus pada tangga 06 Juni 1987. Kemudian tahun 1987 melanjutkan sekolah pada jenjang berikutnya yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) Methodist I Hang Tuah Medan dan lulus pada tanggal 04 Juni 1990. Selanjutnya penulis melanjutkanpendidikan pada Sekolah Menengah Atas (SMA) Negri I Medan dengan pilihan jurusan Fisika (A1) dan lulus pada tanggal 29 Mei1993. Seiring berjalannya proses pendidikan penulis diterima melalui Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negri (UMPTN) pada tahun 1994 untuk melanjutkan pendidikan di Universitas Sumatra Utara (USU) Fakultas Teknik Jurusan Teknik Arsitektur yang diselesaikan pada tanggal 08 Juli 1999. Sebagai upaya meningkatkan pengetahuan pada tingkatan yang lebih tinggi pada tahun 2011 penulis melanjutkan pendidikan S2 pada program studi Magister Teknik Arsitektur dengan bidang kekhususan Studi studi Arsitektur: Alur Pendidikan Profesi Arsitektur.


(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

BABI PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Alasan Pemilihan Topik Permasalahan ... 3

1.3 Perumusan Masalah... 3

1.4 Tujuan Penelitian... 4

1.5 Manfaat Penelitian... 4

1.6 Keluaran ... 4

1.7 Metodologi Penelitian ... 5

1.8 Sistematika Penulisan Tesis ... 7

1.9 Kerangka Konseptual ... 9

BAB II IDENTFIKASI MASALAH KEBUTUHAN PADA BANGUNAN AMALIUNFOOD COURT ... 11

2.1 Deskripsi Bangunan Amaliun Food Court ... 11

2.2 Kerangka Pendekatan dan Metode Identifikasi Masalah dan Kebutuhan ... 16


(12)

2.3 Identifikasi Aspek Fungsional dalam POE ... 18

2.3.1 Bangunan dalam Arsitektur... 18

2.3.2 BPE(BuildingPerformace Evaluation/Evaluasi Kinerja Bangunan ... 22

2.4 Identifikasi Evaluasi Kinerja ... 25

2.4.1 Sistem Evaluasi Kinerja Bangunan ... 25

2.4.2 Metode Evaluasi Kinerja Bangunan Amaliun Food Court . 32 BAB III ANALISA ASPEK FUNGSIONAL BANGUNAN AMALIUN FOOD COURT ... 34

3.1 Aspek Fungsional Bangunan Amaliun Food Court ... 34

3.2 Studi Perancangan Aspek Fungsional dalam Pengakomodasia Aktivitas ... 38

3.2.1 Pelaksanaan Aktivitas ... 38

3.2.2 Luasan ... 40

3.2.3 Aksesibilitas ... 41

3.3 Kinerja Aspek Fungsional (Pengakomodasian Aktivitas ... 44

3.3.1 Pelaksanaan Aktivitas ... 44

3.3.2 Luasan ... 49

3.3.3 Aksesibilitas ... 51

3.4 Studi Banding Penunjang ... 53

3.5 Rangkuman... 56

BAB IV KONSEP ASPEK FUNGSIONAL BANGUNAN AMALIUN FOOD COURT ... 58


(13)

4.2 Alternatif Konsep Aspek Fungsional I ... 66

4.3 Alternatif Konsep Aspek Fungsional II ... 69

4.4 Evaluasi Alternatif Konsep Fungsional... 72

4.5 Sintesis Konsep Fungsional ... .75

BAB V RUMUSAN KINERJA ASPEK FUNGSIONAL BANGUNAN AMALIUN FOOD COURT ... 78

5.1 Kinerja Aspek Fungsional Sebagai Dasar Penataan Bangunan Amaliun Food Court ... 78

5.2 Kriteria Perancangan Fisik ditinjau berdasarkan pelaksanaan aktivitasdalam mendukung Kinerja aspek Fungsional ... 80

5.3 Kriteria Perancangan Fisik Ditinjau Berdasarkan Luasan dalam Mendukung Kinerja Aspek Fungsional ... 82

5.4 Aksesibilitas ... 84

BAB VI STUDI PERANCANGAN KINERJA ASPEK FUNGSIONAL BANGUNAN AMALIUN FOOD COURT ... 87

6.1 Rancangan Skematik Bangunan Amaliun Food Court ... 87

6.1.1 Rancangan Skematik Pelaksanaan Aktivitas ... 88

6.1.2 Rancangan Skematik Luasan ... .89

6.1.3 Rancangan Skematik Aksesibilitas ... 92

6.2 Model Penerapan Rancangan Skematik Ditinjau Berdasarkan Aspek Fungsional ... .93

6.2.1 Perancangan Denah Amaliun Food Court dalam upaya Pencapaian kinerja Aktivitas Retail berdasarkan Posisi DanPersonalisasi ... 93

6.2.2 Model Penerapan Denah berdasarkan Besaran Retail dalam Pencapaian dan Kapasitas ... 96


(14)

6.2.3 Model Penerapan Aksesibilitas dalam Pencapaian dan

Sirkulasi ... 98

BAB VII EVALUASI AKHIR dan REKOMENDASI... 100

7.1 Evaluasi Akhir ... 100

7.2 Rekomendasi ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 105


(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

1.1 Diagram Kerangka Konseptual ... 10

2.1 Denah Lantai 1 ... 12

2.2 Denah Lantai 2 ... 12

2.3 Denah Lantai 1 Perkembangan Akstivitas ... 14

2.4 Struktur Organisasi Sumber Daya Manusia Amaliun Food Court ... 15

2.5 Diagram Pendekatan Identifikasi Masalah dan Kebutuhan ... 17

2.6 Proses Loop BPE ... 23

2.7 Sistem Umpan Balik... 24

2.8 Level Prioritas Kinerja Bangunan ... .26

2.9 Variabel Kinerja Bangunan ... 27

2.10 Kategori Tahapan BPE ... 29

2.11 Kerangka BPE ... 31

3.1 Kondisi Tampilan Ruang Dalam Amaliun Food Court ... 35

3.2 Penggunaan Area Tepi Bangunan dan Jalur Pedestrian ... 37

3.3 Suasana Lokaldengan Adanya Losd Tambahan... 38

3.4 Bagan Pola Perletakan Aktivitas Amaliun Food Court ... 40

3.5 Aksesibilitas Amaliun Food Court ... 43

3.6 Hubungan Ruang dan Personalisasi Hubungan ... 45

3.7 SuasanaFood Court ... 48


(16)

3.9 Diagram Pola Sirkulasi Amaliun Food Court ... 52

3.10 Pedagang Memasukan Logistik ... 53

4.1 Matriks Analisa Strategi ... 59

4.2 Pencapaian dengan Posisi dan Personalisasi ... 62

4.3 Pencapaian Retail dan Servis ... 62

4.4 Besaran Retail dalam Posisi dan Personalisasi ... 63

4.5 Pencapaian Berdasarkan Kapasitas dan Sirkulasi ... 64

4.6 Posisi Berdasarkan Personalisasi ... 65

4.7 Skematik Konsep Penyediaan Ruang Hanya di lantai 1 ... 69

4.8 Skematik Konsep Pengalihfungsian Ruang Serba Guna... 71

4.9 Skematik Food Court Pengalihfungsian Ruang Serba Guna ... 72

4.10 Konsep Retail yang Mengoptimalkan Kinerja ... 76

5.1 Konsep Retail yang Mengakomodasi Aktivitas dengan Besaran yang Lebih Kecil dan Menggunakan Furniture yang Didisain Informatif ... .79

5.2 Area Food Court yang Optiml Kinerjanya dalamMengakomodasi Aktivitas ... 80

5.3 Konsep Penataan dan Besaran Retail dalam Mengoptimalkan Kinerja ... 83

5.4 Konsep Sirkulasi Pengunjung dan Pedagang/Pengelola yang Terpisah ... 85

5.5 Kondisi Retail Lebih Terbuka dengan Pencapaian Jelas bagi Pengunjung ... 86


(17)

6.2 Contoh Penyediaan Retail ... 90

6.3 Skematik Unit Retail Tanpa Sekat Masif ... 91

6.4 Skematik Pencapaian dan Sirkulasi ... 92

6.5a Denah Pelaksanaan Aktivittas Retail pada Food Courtdengan Kinerja Optimal pada Pandangan dan Pengudaraan ... 94

6.5b Area Duduk yang Memiliki Aksesibilitas Menyeluruh dan Merata Terhadap Retail ... 95

6.6 Denah Retail sisi barat... 96

6.7 (a dan b) Retail Pengembangan dan Contoh Sumber Pribadi ... 96

6.8 Detail Retail Zona2 ... 97

6.9 Denah Bar Minuman ... 97

6.10 Detail Retail... 98


(18)

DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

3.1 Tabel Aktivitas, Fasilitas Ruang dan Personalisasi ... 39

3 2. Aktivitas, Kebutuhan Ruang, Kapasitas dan Luasan/Besaran RuangAmaliun Food Court ... 42

3.3 Hubungan Ruang dan Perubahan Hubungan ... 46

3.4 Perubahan Kebutuhan, kapasitas dan Besaran ruang ... 50

4.1 Pengamatan Pengguna untuk Matriks Analisa Strategi ... 60

4.2 Evaluasi Konsep Pemecahan Masalah ... 74

6.1 Penyediaan Retail... 90


(19)

(20)

ABSTRAK

Perancangan Arsitektur selalu berusaha menyediakan bangunan dengan kinerja (efisensi dan efektivitas) yang memiliki kenyamanan secara fisik bagi pelaksanaan aktivitas. Kemampuan dalam mengakomodasi pelaksanaan aktivitas merupakan salah satu aspek fungsional bangunan. Namun pada akhirnya ketika bangunan yang direncanakan dihuni, perkembangan sering terjadi pada aspek fungsional. Hal ini menjadi tantangan bagi bangunan dalam mempertahankan kinerjanya. Pelaksanaan evaluasi kinerja pasca bangunan digunakan menjadi perlu dilakukan agar dapat mengevaluasi kinerja bangunan. Evaluasi kinerja bangunan ini menghasilkan rencana pengakomodasian aktivitas yang berupaya mempertahankan optimalisasi kinerja aspek fungsionalagar keberlangsungan lingkaran kehidupan bangunan dapat berjalan baik.


(21)

ABSTRACT

Architectural Design always attempt to provide the building withperformance (efficiency and effectiveness) which has physically comfort in carrying out any activities. The capacity to accommodating the activites is one of the building functional aspects. Consequently, when the planned buildings inhabited, they are usually developed to become functional aspects. This condition becomes the challenge for building in maintainingtheir performance. The implementation of performance evaluation in the post building occupancyis necessary to be done in order to evaluate the building performance which produced a plan that has optimal result in accomodating any activities for gained a fine sustainable building process. Keywords: Architecture, Functional Aspects, Performance Evaluation.


(22)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bangunan merupakan bentuk karya dalam bidang arsitektur memiliki beberapa fungsi. Salah satu fungsi dari bangunan adalah sebagai wadah aktivitas atau kegiatan berdasarkan aspek fungsionalnya. Kegiatan yang direncanakan dalam proses perancangan arsitektur umumnya berdasarkan manajemen pemilik serta dari arsitek berdasarkan data yang tersedia. Sementara ketika bangunan digunakan terjadi hubungan antara bangunan yang merupakan karya arsitek dengan pengguna bangunan. Hubungan ini umumnya mengakibatkan adanya perkembangan dalam kegiatan yang direncanakan pada proses perancangan. Hubungan yang mengakibatkan perkembangan kegiatan harus dapat ditanggapi oleh bangunan dalam menjaga terlaksananya aspek fungsional (mengakomodasi kegiaan).

Perkembangan kegiatan akibat hubungan pengguna dengan bangunan juga terjadi pada bangunan Amaliun Food Court yang berada di Jl. Amaliun Medan. Amaliun Food Court sendiri direncanakan dalam upaya menanggapi keberadaan wilayah sekitar yang merupakan pemukiman padat dengan karakter bisnis/komersial dan wisata yang kental (adanya hotel disepanjang Jl. Sisingamangaraja, mall, mesjid raya, taman (Sri Deli), serta Istana Maimun. Kondisi ini menjadikan perencanaan bangunan Amaliun Food Court diusahakan sebagai tempat bagi kegiatan hang out bagi


(23)

pengguna yang ingin bersantai menikmati pemandangan dengan suasana area terbuka baik bagi pendatang maupun penduduk sekitar.

Amaliun Food Court beroperasi sejak tahun 2009 mengalami perkembangan kegiatan. Kegiatan awal yang direncanakan adalah sebagai area makan dengan sistem foodcourt yang memiliki sejumlah retail tertentu dengan ruang serba guna berkapasitas sekitar seratus limapuluhan orang. Sementara perkembangan kegiatan yang terjadi berupa bertambahnya jumlah retail penjual makanan pada area foodcourt. Bertambahnya jumlah retail juga menjadikan jumlah serta letak penataan area makan food court melebar sampai ke area luar bangunan. Perkembangan kegiatan ini tidak diikuti bertambahnya jumlah luasan bangunan. Bahkan perkembangan kegiatan juga hadir dalam diferensiasi kegiatan dalam bentuk hiburan live music pada saat tertentu.

Keterbatasan akan penambahan luasan baru akibat lokasi yang sudah padat oleh massa bangunan menjadikan studi mengenai bagaimana aspek fungsional (kegunaan) bangunan Amaliun Food Court dengan kondisi saat ini menjadi penting. Hal ini untuk melihat apakah bangunan Amaliun Food Court yang telah direncanakan masih tetap dalam koridor disain atau harus mengadakan inovasi lain demi pelayanan yang tetap terjaga dalam upaya menjaga hubungan antara kenyamanan pengguna dengan bangunan yang merupakan wadah bagi aktivitas pengguna. Pembahasan pada penelitian ini selanjutnya akan mengkaji dan mengevaluasi kinerja bangunan Amaliun Food Court secara aspek fungsional khususnya dalam mengakomodasi


(24)

aktivitas (retail) yang terjadi saat ini dimana telah terjadi perkembangan dari program awalnya.

1.2 Alasan Pemilihan Topik Permasalahan

Pemilihan Topik Permasalahan pada penulisan tesis ini didasarkan pada beberapa hal berikut, yaitu:

1. Perkembangan aspek fungsional bangunan dalam mengakomodasi aktivitas. 2. Penggunaan bangunan Amaliun Food Court yang hanya berorientasi

terhadap pemenuhan aspek fungsional (kegunaan).

3. Terbatasnya area aktivitas bangunan Amaliun Food Court digunakan.

1.3 Perumusan Masalah

Perumusan Masalah yang akan menjadi bahasan dalam penulisan tesis ini adalah:

1. Bagaimana kondisi/keberadaan aspek fungsional bangunan Amaliun Food Court akibat perkembangan aktivitas (retail) pada area yang terbatas.

2. Bagaimana aspek fungsional bangunan Amaliun Food Court (aktivitas retail) dievaluasi kinerjanya.

3. Bagaimana merumuskan kriteria disain pada kinerja aspek fungsional bangunan Amaliun Food Court.


(25)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dalam penulisan tesis ini antara lain adalah:

1. Mendiagnosa masalah ditinjau dari aspek fungsional akibat perkembangan aktivitas (retail) terhadap terbatasnya area pada bangunan Amaliun Food Court.

2. Melakukan evaluasi kinerja aspek fungsional dan membuat konsep pemecahan

masalah pada bangunan Amaliun Food Court.

3. Merumuskan kriteria kinerja aspek fungsional dan menerapkannya pada bangunan

Amaliun Food Court.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian pada penulisan tesis ini adalah:

1. Evaluasi perancangan bangunan terhadap kinerja aspek fungsional bangunan Amaliun Food Court.

2. Data bagi perancangan bangunan dengan aktivitas sejenis (kategori komersial jasa penjualan makanan dengan sistem food court dengan tujuan hang out) dalam merencanakan aspek fungsionalnya.

1.6 Keluaran


(26)

1. Kinerja aspek fungsional bangunan Amaliun Foodcourt yang dievaluasi pasca digunakan.

2. Kriteria perancangan fisik bangunan sejenis yang memenuhi aspek fungsional.

1.7 Metodologi Penelitian

Penulisan Tesis ini memiliki penjabaran Metodologi Penelitian seperti berikut: 1. Metode Pengumpulan Data:

a. Mendata Denah bangunan Amaliun Food Court yang dirancang pada tahun 2009.

b. Mendata Denah bangunan Amaliun Food Court sesuai fungsi saat ini. c. Jumlah staf dan adminstrasi serta pengunjung perhari.

d. Mendata kegiatan yang berlangsung dalam sistem opersional (jadual kegiatan) dan hirarki kegiatan yang ada (struktur organisasi).

e. Persyaratan besaran ruang tentang bangunan komersial berdasarkan kapasitas saat ini dengan sistem food court.

2. Metode Kajian Aspek Fungsional.

a. Membuat klasifikasi aktivitas dan personalisasi dari aspek fungsional sesuai fungsi bangunan.

b. Membuat diagram ruang berdasarkan hubungan perletakan aktivitas pada ruangan yang ada pada kondisi existing.


(27)

c. Membuat peta pola sirkulasi berdasarkan perletakan ruang dan struktur organisasi.

d. Melakukan intepretasi dan evaluasi terhadap kondisi existing dan menemukan ketidaksesuaian kegiatan dan besaran ruang yang seharusnya berdasarkan perletakan tersebut.

e. Mencari data teori mengenai aspek fungsional perancangan bangunan. 3. Metode Evaluasi Masalah Aspek Fungsional Bangunan Terhadap Penataan

Ruang.

a. Melakukan pengamatan terhadap pola lintas sirkulasi dan mengintrepretasinya kedalam sistem evaluasi kedekatan hubungan ruang (analisa hubungan ruang berdasar teori numerical weighting, design in architecture, broadbent hal 260).

b. Melakukan pengamatan pada pola kegiatan yang terjadi dan mengintrepretasikannya berdasarkan sistem struktur organisasi yang memiliki hirarki serta kualitas pelayanannya terhadap fungsi yang bersifat publik (Design in Architecture, Broadbent, hal 262).

c. Melakukan evaluasi terhadap perhitungan kebutuhan besaran ruang berdasarkan aktivitas yang terjadi terhadap luasan area yang ada.

4. Metode Evaluasi Kinerja Aspek Fungsional yang sesuai dengan Kriteria Perancangan.


(28)

a. Mengkonsep penataan ruang yang efisien berdasarkan hasil analisa sistem pola kegiatan dan sirkulasi.

b. Mengkonsep penggunan ruang yang efektif serta memiliki standard besaran.

c. Mengkonsep kinerja aspek fungsional perancangan bangunan Amaliun Food Court berdasarkan pengggabungan hasil konsep berdasarkan pola kegiatan dan sirkulasi serta penggunaan ruang.

1.8 Sistematika Penulisan Tesis

Sistematika bab penulisan pada penelitian tesis adalah sebagai berikut: BAB I. PENDAHULUAN.

Bab I merupakan bahasan yang berisi hal apa yang menyebabkan penulisan ini layak dan dibahas secara menyeluruh yang diawali dengan latar belakang, alasan pemilihan topik permasalahan, perumusan permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kemudian keluaran yang dihasilkan dan program bagaimana metodologi penulisan dilaksanakan dalam metode penelitian dan sistematika penulisan yang direncanakan.

BAB II. IDENTIFIKASI MASALAH DAN KEBUTUHAN.

Bab II berisi tentang tinjauan mengenai studi kasus berada berikut kondisinya yang dipaparkan dalam peninjauan bangunan Amaliun Food Court. Berdasar pada paparan


(29)

diatas disusunlah kerangka pendekatan pemecahan masalah yang terjadi dari masalah perancanagn pada bangunan serta aktivitas yang dilaksanakan.

BAB III. ANALISIS ASPEK FUNGSIONAL BANGUNAN AMALIUN FOOD COURT.

Bab III merupakan penjabaran mengenai analisa aspek fungsional dari bangunan Amaliun Food Court dimana dari masalah yang ditelaah akan dipaparkan kemungkinan keberadaannya untuk waktu yang akan datang serta pandangan yang mendukung dari studi banding yang nantinya di rangkum dalam hasil diagnosis dan analisis.

BAB IV. KONSEP PEMECAHAN KINERJA ASPEK FUNGSIONAL BANGUNAN AMALIUN FOOD COURT.

BAB IV adalah strategi yang disusun dalam upaya pemecahan masalah yang akan terdiri atas beberapa kemungkinan konsep perancangan. Alternatif ini dievaluasi kinerjanya mana yang paling optimal berdasarkan aspek fungsional (kegunaan). Hasil evaluasi ini akan menjadi sintesa dalam penulisan tesis.

BAB V. RUMUSAN KRITERIA PERLETAKAN FUNGSI BANGUNAN AMALIUN FOOD COURT.


(30)

Bab V merupakan bahasan penelitian yang menjabarkan hal hal apa yang menjadi persyaratan dalam upaya menyelesaikan permasalahan yang disintesa dalam bab sebelumnya berdasarkan pola kegiatan, penggunaan ruang, struktur organisasi dan standard yang sesuai.

BAB VI. PENERAPAN KINERJA FUNGSI TERHADAP FISIK BANGUNAN AMALIUN FOOD COURT.

Bab VI merupakan proses penerapan dan pengujian kriteria yang ditetapkan pada Bab V terhadap masalah bangunan Amaliun Food Court yang disintesa dalam Bab IV secara kinerja aspek fungsional yang dibahas dalam pola kegiatan, penggunaan ruang, struktur organisasi dan standard yang sesuai.

BAB VII. EVALUASI AKHIR DAN REKOMENDASI TERHADAP BANGUNAN AMALIUN FOOD COURT.

Bab VII adalah penulisan hasil akhir dari penelitian dan rekomendasi yang sebaiknya dilakukan terhadap bangunan Amaliun Food Court dari sisi aspek fungsionalnya.

1.9 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian ini dalam membahas kinerja aspek fungsional bangunan adalah sebagai berikut (Gambar 1.1).


(31)

Gambar 1.1 Diagram Kerangka Konseptual Lingkaran Hidup Bangunan/Proses Disain

Implementasi Pasca Huni

Perencanaan

Pemakaian Fisik Bangunan yang tetap luasannya namun mengalami perubahan Aspek Fungsional (Kapasitas dan Pola yang berubah )

Perencanaan Fungsi Fisik Bangunan dengan Aspek

Fungsional/Kegunaan (Kapasitas dan Pola Ruang)

Apakah Kinerja Fisik Bangunan (efisiensi dan effektivitas bangunan masih memenuhi standard pelayanan ruang berdasarkan kapasitas yang berubah/berdasarkan Aspek Fungsional /Kegunaan) Kinerja Fisik Bangunan berdasarkan AspekFungsional /Kegunaan

Building Performance Evaluation


(32)

BAB II

IDENTIFIKASI MASALAH DAN KEBUTUHAN PADA

BANGUNAN

2.1 Deskripsi Bangunan Amaliun Food Court

Penelitian yang dilakukan pada penulisan tesis ini adalah suatu evaluasi kinerja dari bangunan akibat adanya perubahan penggunaan setelah masa pembangunan.Evaluasi kinerja bangunan akibat perubahan pada masa penggunaan yang menjadi studi kasus bahasan adalah Amaliun Food Court yang merupakan sebuah lembaga komersial dengan keberadaan lokasi di Jl. Amaliun no 3 Kelurahan Kota Matsum, Kecamatan Medan Kota, Medan.

Bangunan Amaliun Food Court menempati lahan dengan luas area 1000 m2 dengan luas bangunan 1500 m2. Berdasarkan kondisi ini, maka bangunan Amaliun Food Court merupakan bangunan tunggal dengan jumlah lantai dua yang melaksanakan aktivitas jasa

komersial berupa restoran/penjualan makanan dan minuman dengan sistem retail food court

pada lantai satu (Gambar 2.1) dan denah lantai (Gambar 2.2) melaksanakan jasa penyewaan ruang serba guna. Sementara status kepemilikan bangunan Amaliun Food Court adalah Swasta dengan status penggunaan lahan adalah Status HakMilik (SHM).


(33)

Gambar 2.1 Denah Lantai 1

Gambar 2.2 Denah Lantai 2

Area retail pedagang

Area pengunjung food court

Ruang Serba

Akses turun ke lantai 1 Panggung

Ruang persiapan/ tranportasi vertikal

Tranportasi vertikal servis di lantai 1

Lobby Ruang Serba Guna dan akses ke lantai 2

Area retail pedagang

Ruang persiapan/ tranportasi vertikal

Tranportasi vertikal servis di lantai 1


(34)

Berdasarkan gambar denah diatas untuk mendukung fisik bangunan Amaliun Food Court menggunakan sistem struktur kolom dan balok. Sistem struktur kolom dan balok pada bangunan menggunakan material struktur baja dengan material dinding yang menggunakan bata. Adapun sistem sirkulasi vertikal menggunakan tangga manual yang terletak disalah satu sisi bangunan. Orientasi bangunan selatan dan utara serta timur sehingga pencahayaan merata sepanjang hari setiap tahun untuk bangunan.

Pada awal berdirinya Amaliun Food Court di tahun 2009 direncanakan memiliki 2 aktivitas utama yaitu: bisnis makanan dengan sistem food court dan bisnis penyewaan gedung berupa Ruang Serba Guna. Adapun untuk aktivitas food court

retail penjual makanan dan minuman dipersiapkan untuk 12 losd dengan kapasitas pengunjung sekitar 100 orang. Sementara Ruang Serba Guna dapat berkapasitas 150 -200 orang. Hal lain adalah adanya bangunan disisi utara yang digunakan sebagai area servis yang melayani bangunan utama Amaliun Food Court.

Seiring dengan berjalannya waktu terjadi perkembangan aktivitas di Amaliun Food Court. Perkembangan aktivitas/kegiatan tersebut adalah retail penjual makanan yang menggunakan losd (awal) 9 dan losd (tambahan) 10 serta 3 item losd awal yang disatukan menjadi area bar minuman. Diletakannya area bar minuman pada area losd menjadikan area bar ditengah area duduk pengunjung digunakan sebagai area promosi. Perkembangan kegiatan ini tidak didukung dengan keberadaan bangunan yang baru namun menggunakan area tepi bangunan (teras dan pedestrian).


(35)

Penggunaan ruang dalamperkembangan kegiatan kurang memperhatikan aspek fungsionalsecara sirkulasi, perletakan aktivitas dan ruang maupun hubungan ruang yang terjadi serta kenyamanan penggun

dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Denah Perubahan Aspek Fungsional

Area Teras dan Pedestrian Menjadi Area Perkembangan

Area Pedestrian dan Parkir Roda 2 Menjadi Duduk Pengunjung (Perkembangan)

Penggunaan ruang dalamperkembangan kegiatan kurang memperhatikan aspek fungsionalsecara sirkulasi, perletakan aktivitas dan ruang maupun hubungan ruang yang terjadi serta kenyamanan pengguna. Kondisi perubahan aspek fungsional ini dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Denah Perubahan Aspek Fungsional

Losd Awal Area Bar menjadi Area Display/pameran Area Teras dan Pedestrian

Menjadi Area Perkembangan

Area Pedestrian dan Parkir Menjadi Duduk Pengunjung (Perkembangan)

Losd Awal Menjadi Area Bar Minuman

Penggunaan ruang dalamperkembangan kegiatan kurang memperhatikan aspek fungsionalsecara sirkulasi, perletakan aktivitas dan ruang maupun hubungan ruang a. Kondisi perubahan aspek fungsional ini

Gambar 2.3 Denah Perubahan Aspek Fungsional

Losd Awal Area Bar menjadi Area Display/pameran


(36)

Struktur Organisasi sumber daya manusia bangunan Amaliun Food Court pada Gambar 2.4 tidak memiliki banyak tingkatan maupun bagian. Bagian yang ada hanya merupakan usaha pelayanan dalam upaya pelaksanaan aktivitas. Baik pelaksanaan aktivitas pedagang makanan maupun pengunjung yang akan menikmati makanan.

Gambar 2.4 Struktur Organisasi Sumber Daya Manusia Amaliun Food Court Sumber daya manusia yang melayani aktivitas bangunan Amaliun Food Court secara tingkatan struktur organisasi hampir sepenuhnya beraktivitas pada area food court. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.4 diatas dimana pengunjung berhubungan dan dilayani oleh bagian kebersihan, pramusaji, kasir serta pedagang makanan/minuman (retail). Supervisor yang ada harus mengawasi kegiatan para

Pemilik/Owner/1

Manager Operasional/1

Supervisor Servis/1 Supervisor Bar/1 Supervisor Administrasi dan Keuangan/1 Pelayan/Pramusaji

untuk aktivitas retail dan kebersihan/30

Pelayan/Pramusaji

untuk aktivitas bar/8 Administrasi dan Pegawai Keuangan/5

Tenant/Retail/19


(37)

bawahannya agar pengunjung tetap terlayani dengan baik. Sementara para pedagang retail dianggap sebagai bagian yang sejajar dengan para supervisor dari bagian struktur organisasi sehingga langsung bertanggung jawab/berurusan dengan manager opersional dan akan dilayani oleh setiap anggota dari bagian yanga ada.

Kegiatan yang ada pada bangunan Amaliun Food Court secara umum dikendalikan oleh manager operasional. Baik dari operasional administrasi maupun pelayanan publik. Manager operasional adalah motor yang bertanggung jawab langsung kepada pemilik proyek Amaliun Food Court. Hal ini terlihat dari struktur organisasi dimana retail/tenant langsung berhadapan dengan manager operasional dan menyelesaikan biaya sewa kepada bagian administrasi.

Berdasarkan deskripsi diatas dapat disimpulkan bahwasanya hirarki organisasi yang ada serta hubungan yang terjadi dalam fungsi/kegiatan menentukan sejauh mana suatu bagian dapat melayani dan berinteraksi. Hal ini dapat digambarkan bahwa bagian service dan bar bertugas melayani urusan pelayanan pengunjung tanpa membedakan retail yang ada.Hal ini sedikit berbeda dengan bagian administrasi yang berhubungan dengan pengunjung hanya melalui seorang staff kasir dimana dapat juga berhubungan dan mengawasi tenant/retail yang ada.

2.2 Kerangka Pendekatan dan Metode Identifikasi Masalah dan Kebutuhan.

Penelitian ini akan melihat bagaimana aspek fungsional pada bangunan Amliun Food Court yang mengalami perkembangan aktivitas/kegiatan sebagai masalah yang


(38)

akan dievaluasi kinerjanya. Diagram Kerangka konseptual pada Gambar 1.1. yang ada dalam Bab Pendahuluan menjadi dasar dalam menjabarkan bagaimana penelitian ini akan dilakukan. Kerangka pendekatan identifikasi masalah dan kebutuhan berdasarakan hal tersebut diatas dapat dilihat pada Gambar 2.5.

Gambar 2.5 Diagram Kerangka Pendekatan Identifikasi Masalah dan Kebutuhan. Kerangka pendekatan diatas akan mengatasi masalah dengan evaluasi kinerja bangunan berdasarkan kinerja saat ini yang mengalami perubahan. Perubahan yang

Lingkaran Hidup Bangunan Amaliun Food Court/Proses Disain

Implementasi Pasca Huni

Perencanaan

Penggunaan bangunan mengalami perubahan aspek fungsional dalam akomodasi kegiatan dimana jumlah retail menjadi 19 tanpa penambahan area sehingga menggunakan area duduk pengunjung sebagai pelaksanaan retail yang bertambah jumlahnya.

Bangunan Amaliun Food Court direncanakan dengan dengan aspek fungsional yang

mengakomodasi kegiatan/aktivitas penjualan makanan dengan sistem food court sebanyak 12 retail dan 1 bar minuman untuk melayani 150-200 titik duduk pengunjung.

Identifikasi Aspek Fungsional perancangan bangunan (Amaliun Food) dalam mengakomodasi kegiatan (retail pedagang yang berkembang). Bagaimana evaluasi kinerja aspek fungsional agar tetap dalam mengakomodasi perkembangan aktivitas retail .

BPE pada area food court dengan menyatukan persepsi pengguna dan perencana berdasarkan pemetaan matriks sehingga kinerja


(39)

terjadi dibandingkan dengan kinerja awal mengalami masalah dalam mengakomodasi kenyamanan pelaksanaan aktivitas retail yang mempengaruhi kondisi kenyamanan pengguna/pengunjung. Perubahan kinerja ini dibahas dalam penelitian ini dalam bentuk studi terhadap disain perancangan bangunan yang aspek fungsional berupa pengakomodasian aktivitas retail.

2.3 Identifikasi Kinerja Aspek Fungsional

2.3.1 Bangunan dalam Arsitektur.

Bangunan oleh Vitruvius dimaknai memiliki tiga fungsi (utilitas,vermisitas, venusitas) dimana salah satunya adalah utilitas/utility(fitnes for purpose/ketepatan guna) yaitutask (tugas/ guna) yang harus di penuhi oleh suatu bangunan. Sementara secara umum dari segi pengertian fungsi dapat dibagi menjadi:

1. Pengertian umumbagi para ahli bahasa (Linguist) adalah pendekatan pada studi bahasa yang berkenan dengan fungsi yang ditunjukan oleh bahasa, terutama dalam hal kejadian (informasi yang berhubungan), ekspresi (mengindikasi suasana hati), dan pengaruh keahlian.

2. Pengertian umum bagi para sosiologis (Linguistik) adalah teori tentang hubungan bagian-bagian dalam masyarakat keseluruhan yang satu dengan yang lain. Pendekatannya terkemuka dalam pekerjaan sosiolog pada abad sekarang ini khususnya bagi mereka yang melihat masyarakat sebagai organisme.


(40)

3. Pengertian Arsitekturalnya adalah dimana suatu bentuk bangunan harus diperoleh dari fungsi yang harus dipenuhinya, aspek skematis dan teknis dari mordernisasi arsitektural (rasionalisme), yang pendirian teoritisnya yang lebih luas juga membentuk pertanyaan simbolik,filsafat, politik, sosial dan ekonomi.

Beberapa tokoh yang berkecimpung dalam bidang arsitektur maupun diluar melontarkan beberapa fungsi yang dapat di jalankan oleh bangunan dalam arsitektur. Salah satunya menurut Geoffrey Broadhint ada enam fungsi yang dapat di jalankan oleh bangunan dalam arsitektur yaitu:

1. Environmental Filter (Modifier of the phsycal climate). Bangunan bisa mengkontrol iklim. Bangunan berfungsi sebagai penyaring terhadap iklim di luar(filter). Bangunan dapat membuat kita merasa aman dan nyaman untuk melaksanakan aktifitas kita. Kita dapat menentukan ruangan yang mana yang harus dekat dan mana yang harus dijauhkan.

2. Bangunan sebagai wadah kegiatan (Container of activities) yang menempatkannya pada tempat tertentu.

3. Investasi modal (Capital invesment) yang merubah nilai lahan (Changer of land value) dimana bangunan dapat memberikan nilai lebih pada tapak dan dapat menjadi sumber investasi.


(41)

4. Fungsi simbolis (Symbolic function) yang mengimplikasi pada budaya (implication cultural) dimana dalam pengertian ini bangunan dapat memberikan nilai simbolik, khususnya keagamaan dan budaya.

5. Pembentuk Perilaku (Behaviour Modifier) dimana bangunan dapat mengubah kebiasaan dan perilaku sesuai dengan suasana ruang.

6. Fungsi Estetika (Aesthetic Function) dimana bangunan akan menyenangkan jika tampak cantik (pursuit of delight) sesuai dengan model/fashion saat ini (fashionable).

Berdasarkan jabaran diatas dimana Geoffrey Broadhint memahami fungsi sebagai sesuatu yang di pancarkan dan diinformasikan melalui panca indra kita. Jabaran fungsi ini memiliki perbedaan dengan jabaran yang dilakukan oleh Larry R. Ligo.Fungsi menurut Larry R. Ligo adalah sebagai tugas atau pekerjaan ataupun efek-efek yang dapat ditimbulkan dalam arsitektur. Larry R.Ligo memunculkan lima fungsi yang dapat dijalankan oleh arsitektur untuk menjawab fungsi sebagai konsep. Kelima fungsi bangunan menurut Larry R. Ligo (dari Concepts of Function of The Twentieth Century Architecture) adalah:

1. Structural Articulation (artikulasi structural) menunjuk pada pengupasan dalam design, dari material struktur dan metode sebuah bangunan (misalnya fungsi material dan metode maupun pada artikulasi exterior bangunan dengan variasi kegiatan yang terkandung di dalamnya.


(42)

2. Physical function (fungsi fisik). Meliputi control dari lingkungan dan akomodasi bangunan terhadap aspek-aspek fisik dari tujuan yang diinginkan, aspek-aspek seperti pola jalan dan fleksibilitas dari pengaturan ruang.

3. Phychologycal function (fungsi Psikologi). Mengacu kepada feelings

(perasaan atau rasa) dimana bangunan-bangunan itu berbaur dengan pengamat- pengamatnya, penghuni/pemakai dan pengkritikannya, termasuk penyakit-penyakit psikologis seperti vertigo, clausphobia, kebingungan arah (direction), kenyamanan fisik atau kurangnya rasa dan emosi yang spesifik/khas.

4. Social function (fungsi Sosial). Mengacu kepada kongkritisasi dari institusi social dan karakteristik yang bernilai budaya atau masa tertentu.

5. Cultural/existential function (fungsi budaya/keberadaan). Mengacu kepada kongritisasi dati nilai-nilai universal atau struktur subconcius dari spatial dan orientasi psikologi yang berhubungan lebih kepada esensi kemanusiaan dari pada hidup manusia dalam suatu waktu dan tempat tertentu.

Jhon Lang dan Walter Moleski dalam buku Functionalism Revisited membahas bagaimana suatu lingkungan buatan (arsitektur) dalam satu seting area (disain) terencana. Setting yang didisain berupa bangunan menurut Lang dan Moleski dipandang dari sudut pandang perilaku pengguna. Perilaku pengguna umumnya dipengaruhi oleh psikologi dan budaya, namun kebutuhan dasar alami manusia adalah


(43)

bersifat universal sehingga bangunan harus didisain tidak hanya berdasarkan kebutuhan tetapi juga melihat bagaimana perilaku ketika bangunan digunakan dan akan ditanggapi. Hal ini menjadikan fungsi bangunan yang dipengaruhi oleh perilaku dibagi dan dibahas dalam dua bagian utama yaitu:

1. Fungsi Dasar (Basic Functions).

Fungsi dasar membahas akomodasi dari aktivitas, tempat tinggal dan menyehatkan lingkungan;Keamanan fisik dan psikologi dan keamanan; Arsitektur, Keamanan finansial, dan Keuntungan; Identitas dan Masyarakat; Identitas, Individualisme, dan Keunikannya; Bangunan sebagai tanda dan simbol status.

2. Fungsi Tambahan (Advanced Functions).

Fungsi Tambahan membahas the cognitive function of Architecture;Experiental Aesthetics and Intellectual Aesthetics.

2.3.2 BPE (Building Performance Evaluation/Evaluasi Kinerja Bangunan)

Sebuah proses desain bangunan yang rasional dengan menggunakan umpan balik dari evaluasi berkelanjutan dapat disimpulkan sebagai loop(Gambar 2.6), dimana informasi umpan balik melalui evaluasi yang terus menerus, mengarah terhadap informasi asumsi desain yang lebih baik, dan pada akhirnya untuk solusi yang lebih baik. Penggunaan proses tersebut oleh pengambil keputusan dapat membuat keputusan desain yang lebih baik dan lebih menginformasikan orientasi dari


(44)

pengguna. Para pengambil keputusan dapat mengakses informasi dari bangunan jenis tertentu yang evaluasi penelitiannya sebaiknya dikumpulkan dan selanjutnya disimpan dan diperbarui dalam sisem database.

Gambar 2.6 Proses Loop BPE

Berada pada lingkungan yang selalu berubah dimana manusia seperti makhluk hidup lainnya, merupakan organisme dinamis dalam menyesuaikan diri,dimana sifat hubungan interaktif antara orang dan lingkungan adalah wakil dari konsep sistem yang sangat berguna. Secara khusus, pendekatan sistem penelitian lingkungan mempelajari dampak dari tindakan manusia pada lingkungan fisik, baik yang dibangunmaupun alami, dan sebaliknya. BPE telah membangun tradisi dimana ini


(45)

adalah adalah multi-disiplin dan menghasilkan penelitian sebagian besar terapan yang sampai saat ini tidak memiliki kerangka teori yang koheren.

Sifat sistem umpan balik dasar dibahas oleh von Foerster (1985). Hal ini selanjutnya dibahas dalam konteksindustri bangunan (Preiser, 1991, 2001),perencana strategis,programmer, desainer,atau pemimpin proses lain adalah merupakan efektor atau pengemudi sistem (Gambar 2.7).

Gambar 2.7 Sistem Umpan Balik

Dalam konteks BPE, ini bisa menjadi orang yang bertanggung jawab untuk setiap atau semua fase membangun pengiriman, termasuk evaluator, yang membuat perbandingan antara hasil yang dirasakan atau dialami oleh pengguna, dan tujuan proyek dinyatakan sebagai kinerja kriteria. Dalam hal desain bangunan, tujuan dan


(46)

kriteria kinerja biasanya dokumen dalam program fungsional atau singkat, dan membuat eksplisit melalui kinerja lan mengukur,sebagai lawan spesifikasi untuk solusi tertentu dan sistem perangkat keras, pemilihan yang merupakan domain dari desainer.

2.4 Identifikasi Evaluasi Kinerja

2.4.1 Sistem Evaluasi KinerjaBangunan

Kebutuhan manusia yang timbul dari kebutuhan pengguna berupa bentuk interaksi dengan setting pengaturan yang dalam lingkungan binaandidefinisikan ulang sebagai tingkat kinerja. Hal ini sangat analogis dengan hierarki kebutuhan manusia(Maslow, 1948) yaitu: aktualisasi diri, cinta, harga diri, keselamatan, dan kebutuhan fisiologis, dengan rincian tripartit jabaran pengguna yang bekerja sama dalam kebutuhan dan kinerja terhadap kriteriatiga kategori untuk mengevaluasi kualitas bangunan yang telah didalilkan berabad lalu olehArsitek Romawi Vitruvius. Evaluasi kualitas bangunan menurut dalil Vitruvius adalah utility, fitness and puspose, delight merupakan sejarahpendekatan untuk menetapkan prioritas pada pembangunan kinerja dan pada saat sekarang telah berubah menjadi sebuah sistem hierakial kebutuhan pengguna antara lain oleh Lang dan Burnette (1974), dan disintesis menjadikerangka kelayakhunian kerangka oleh Preiser (1983) dan Vischer (1989). Tiga levels prioritas yang ditampilkan dalam Gambar2.8 ini adalah:(1)Kesehatan, keselamatan dan kinerja keamanan; (2) Fungsional, efisiensi dan alur kerja kinerja; (3) Kinerja psikologis, sosial, budaya dan estetika.


(47)

Gambar 2.8 Level Prioritas Kinerja Bangunan

Setiap kategori tujuan diatas meliputi subtujuan masing-masing. Pada tingkat pertama, salah satu subtujuan mungkinkeselamatan; di tingkat kedua subtujuannya fungsi, efektif dan efisien proses kerja, ruang yang memadai, dan kondisi daerah fungsional terkait; dan, ditingkat ketiga untuk sejumlah subtujuan termasuk privasi, rangsangan sensorik, dan estetika, tingkat kinerja berinteraksi. Mereka juga mungkin bertentangan satu sama lain sehingga membutuhkan resolusi agar efektif.

Ketiga bagian tersebut seperti Gambar 2.8yang menunjukkan tiga tingkat hirarki juga paralel dari kategori standar dan pedoman yang tersedia untuk membangun bagi desainer dan profesional. Tingkat1berkaitan dengan kode bangunan dan proyek-proyek standar keselamatan hidup harus dipatuhi. Tingkat 2mengacu pada pengetahuan ketentuan yang bernilai seni tentang jenis dan sistem bangunan, sebagaimana dicontohkan oleh lembaga tertentu mengenai panduan desain atau karya


(48)

referensi seperti Time Saver Standar: Arsitektural Desain Data (Watson, Crosbie, dan Callender, 1997), atau Architect’s Desain Room Data Handbook (Stitt, 1992). Level 3 berkaitan dengan pedoman desain berbasis penelitian, yangkurang dikodifikasikan, namun demikian sama pentingnya bagi desainer.

Sistem hirarki ini berkaitan dengan unsur-unsur bangunan dan pengaturan untuk membangun pengguna dankebutuhan dan harapan mereka. Dalam menerapkan pendekatan ini, lingkungan fisik dianggap sebagai lebih dari sekedar sebuah bangunan atau shell karena fokus pada pengaturan dan ruanguntuk kegiatan tertentu yang terlibat dalam oleh pengguna. Elemen sistem kinerja bangunan berikut efek variabel, dapat dilihat sebagai hirarki naik dari kecil- skala besar , atau dari bawah ketingkat yang lebih tinggi dari abstraksi seperti terlihat pada Gambar 2.9 .


(49)

Banyak pemangku kepentingan, selain desainer dan insinyur, berpartisipasi dalam penciptaan danpenggunaan bangunan, termasuk investor, pemilik, operator, staf pemeliharaan dan mungkin yang palingpenting adalah pengguna akhir, yaitu orang-orang yang sebenarnya yang menempati dan menggunakan bangunan. Sementara istilahevaluasi mengandung kata 'nilai', karena itu evaluasi penghuni harus menyatakan secara eksplisitnilaiyang dipanggil/dievaluasi ketika menilai kinerja bangunan. Sebuah evaluasi juga harus menyatakanyang nilai-nilainya mendominasi dalam konteks di mana kinerja sebuah bangunan diukur.

Kerangka BPE mengacu pada model peningkatan mutu berkelanjutan untuk mencakupdesain dan kinerja teknis bangunan, dan memberikan kontribusi untuk pembangunan pengetahuan didesain dan konstruksi industri. Pendekatan ini komprehensif untuk membangun evaluasi kinerja yang berlaku untuk semua jenis fasilitas. Pada jenis bangunan tertentu dengan lokasi dan konteks budaya, kinerja yang diharapkan daribangunan perlu didefinisikan dan dikomunikasikan kepada orang-orang yang memprogram, desain, dan yang pada akhirnya mengoperasikan fasilitas. Penting untuk diingat bahwa teknis fisik dan kinerja bangunan secara langsung terkait dengan kualitas bangunan yang dirasakan oleh penghuni.Hal ini berati bahwa persepsi penghuni adalah menjadi signifikan sebagai atribut dari bangunan yang yangdidefinisikan oleh tindakan independen ketika bangunan dievaluasi. Perancang harus memuat desain yang dievaluasiberdasarkankesesuaian dengan bagaimana disain itu digunakan dan bukan pada bagaimana tampilannya.


(50)

Berikutnya adalah enam tahap evaluasi kinerja bangunan (BPE) yangdisajikan sebagai kategori untuk menentukan kinerja kuantitatif dan kualitatif yang diharapkan padaberbagai jenis skala lingkungan terbangun pada Gambar 2.10. Hal ini didasarkan pada jenis dan jumlahpengguna, pola ruang digunakan, kesehatan, keselamatan dan keamanan kriteria yang diharapkan, kriteria fungsional,kriteria sosial, psikologis dan budaya, kondisi lingkungan ambien, relativitas hubungan spasial, kriteria peralatan, kriteria kode, persyaratan khusus, dan terakhir, namun harus diingat adalah perkiraan kebutuhan ruang (Preiser, Rabinowitz, dan White, 1988). BPE merupakan sebuah konsep awal dalam memvalidasi standar kinerja yang mungkin sudah ada, atau yang harusdikembangkan untuk jenis bangunan tertentu.

Gambar 2.10 Kategori Tahapan BPE

Sementara dalam pengadaan bangunan masa lalu dipandang linear dimana proses produk yang berorientasi hanya pada akhir tertentu. Kerangka integratif adalah


(51)

model dinamis, berkembang dan non mekanik (Petzinger, 1999),yang dapat digambarkan sebagai pita/helixyang akan terus berkembang untuk pengetahuan tentang kinerja bangunan.Sebagaimana dinyatakan diatas yang mencoba untuk menghormati sifat kompleks evaluasi kinerja dalammembangun proses pengadaan serta di seluruh siklus hidup bangunan. Kerangka BPE mendefinisikan pengadaan bangunan dan siklus hidup dari perspektif semua pihak yangterlibat dengan bangunan. Seiring waktu dan dengan berfokus pada kondisi pendataanyang berulang adalah evaluasinegosiasi bangunan, diharapkan bahwa pengetahuan tentang membangun kinerja akan akuratdalam membangun database jenis tertentu dan tempat transaksi informasi (Gambar 2.10).

Kriteria kuantitatif dan kualitatif kinerja bangunan yang mewakili hasil atau produk yang diharapkanhasil dari proses pengadaan bangunan, serta membangun kinerja selama siklus hidupnya, merupakan model yang menjadi acuan. Gambar 2.11 ini menunjukkan enam sub tahapan, masing-masingmemiliki internal yang meninjau dan umpan balik loop dan terhubung dengan ketentuan pengetahuan yang terkandung pada gedung dengan jenis database tertentu sebagai pedoman yang diterbitkan serta kelayakan keahlian yang berada di area khusus.


(52)

(53)

2.4.2 Metode Evaluasi Kinerja Bangunan Amaliun Food Court

Definisi pengukuran kinerja, oleh konsensus dalam komunitas manajemen bisnis, dapat didefinisikan sebagai mengukur efisiensi dan efektivitas dari suatu tindakan (Neely et al., 1995). Efisiensi dan efektivitas berhubungan, sebagai konsep, untuk Best Practice (efisiensi): mengejar kesempurnaan dari pendekatan tertentu, dan

Best Value(efektivitas): mengejar yang paling ekonomis (dalam arti luas) pendekatan. Berdasarkan pertimbangan efisensi dan efektivitas kualitas disain bangunan dalam menghadapi perkembangan aspek fungsional ditelaah agar menghasilkan suatu perhitungan kinerja bangunan setelah digunakan pada jangka waktu tertentu.Evaluasi kinerja yang dilakukan terhadap aspek fungsional bangunan Amaliun Food Court menggunakan metode komparasi dalam konsep BPE. Konsep BPE adalah upaya untuk mengevaluasikinerja bangunan agar tetap optimal setelah digunakan. Komparasi yang dilakukan adalah kondisi yang akan menggunakan strategi pemecahan masalah apakah lebih mendekati kriteria perancangan awal Amaliun Food Court dengan kondisi saat ini yang terjadi.

Evaluasi Kinerja Bangunan pada bangunan Amaliun food court terkonsentrasi pada level fungsional yang merupakan hasil studi perancangan terhadap pengakomodasian kegiatan (retail food court yang mengalami penambahan jumlah). Evaluasi Kinerja Bangunan pada diagram alurnya memiliki dua sifat tujuan yaitu:

medium term dimana strategi yang dijabarkan berupaya mengoptimalkan kinerja, dan


(54)

sejenis. Evaluasi Kinerja Bangunan Amaliun Food Court akan distudi perancangannya berdasarkan aspek fungsional (akomodasi retail food court) dalam lingkup kinerja teknis (letak dan sirkulasi), fungsi (luasan) serta behavioral/perilaku (interaksi pedagang dan pengunjung) berdasarkan diagram pada Gambar 2.9 diatas dalam skala ruangan dengan masukan dari pengguna (pengunjung sebagai masukan dan harapan kinerja karena pedagang hanya menempati area retail berdasarkan petunjuk pemilik/pengelola).

Upaya memperoleh strategi pemecahan masalah dilakukan dengan menghubungkan pendapat pengguna (pengunjung) terhadap aspek fungsional pengakomodasian kegiatan retail yang optimal terhadap kriteria standar disain pada kondisi awal (hasil dari rencana pemilik dengan standar arsitek). Hubungan terhadap dua kondisi ini diperoleh dengan mengadakan analisa numerical weighting pada rencana awal serta dari pengguna dengan mengadakan quisioner. Kedua hasil

numerical weighting ini ditemukan dalam sistem matriks agar diperoleh masukan yang dapat memenuhi harapan pengguna dan pemilik yang telah direncanakan dengan standar arsitek.Penelitian akan kinerja pasca bangunan digunakan untuk melihat apakah perkembangan aspek fungsional masih bisa ditanggulangi oleh bangunan tersebut. Bila aspek fungsional masih dapat dilakukan berdasarkan standard minimal dari kenyamanan dan keamanan pengguna maka kinerja bangunan masih baik. Namun bila tidak maka perlu diadakan pertimbangan terhadap aspek fungsional karena bangunan sudah tidak bisa melayani kegiatan/aktivitas yang layak.


(55)

BAB III

ANALISA ASPEK FUNGSIONAL

BANGUNAN AMALIUN FOOD COURT

3.1 Aspek Fungsional Bangunan Amaliun Food Court

Fungsi dasar dari bangunan dalam buku Funtinalism Revisited yang ditulis oleh Jhon Lang dan Walter Moleski adalah membahas akomodasi dari aktivitas, tempat tinggal dan menyehatkan lingkungan; keamanan fisik dan psikologi dan keamanan; arsitektur, keamanan finansial, dan keuntungan; identitas dan masyarakat; identitas, individualisme, dan keunikannya; bangunan sebagai tanda dan simbol status. Konsep fungsi ini diterapkan dalam fisik bangunan Amaliun Food Court untuk mengukur kinerja bangunan. Konsep fungsi dasar bangunan ini menekankan kondisi awal adalah bagaimana bangunan mengakomodasi aktivitas yang juga berperan dalam menyehatkan lingkungan sebelum akhirnya memenuhi fungsi yang lain dalam bangunan.

Fisik bangunan Amaliun Food Court melalui aspek fungsional/kegunaannya berusaha mengakomodasi aktivitas (bangunan sebagai container/tempat aktivitas)

hang out/nongkrong yang ditujukan kepada masyarakat kelas ekonomi menengah kebawah yang berada pada wilayah strategis ekonomis dan budaya (memnuhi fungsi identitas dan mayarakat). Hal ini menjadikan bangunan yang direncanakan adalah restoran/tempat makan yang memiliki fasilitas layanan food court dimana penjual


(56)

makanan disebar dengan sistem retail dan area duduk digelar dengan sistem guna bersama.

Bangunan Amaliun Food Court secara fisik didisain dengan sistem pengudaraan terbuka. Sistem pengudaraan terbuka menjadikan bangunan tidak memerlukan pengkondisian udara yang bisa menyebabkan meningkatnya biaya operasional. Penggunaan sistem pengudaraan terbuka terutama bagi area duduk food court

menjadikan pengunjung yang hang out/nongkrong dapat menikmati pemandangan area di sekitar yang memang memiliki tampilan fisik bangunan yang baik (fungsi sebagai tempat tinggal dan menyehatkan lingkungan serta keamanan finansial, dan keuntungan). Tampilan ruang dalam Amaliun Food Court pada Gambar 3.1 secara fisik berada di lingkungan sekitar yang baik, lokasi yang strategis dengan pengudaraan terbuka menjadi suatu hal yang memiliki daya tarik besar bagi pengunjung.


(57)

Daya tarik yang dimiliki bangunan Amaliun Food Court untuk dalam aktivitas nongkrong memberi dampak pada jumlah pengunjung yang tinggi yang akan terus bertambah seiring berjalannya waktu (fungsi bangunan sebagai simbol status). Pertumbuhan jumlah pengunjung ini disebabkan tidak adanya fasilitas sejenis berupa tempat hang out/nongkrong yang nyaman secara setting tempat/arsitektural pada lingkungan sekitar. Pertumbuhan pengunjung ternyata tidak hanya pada kuantitasnya saja namun juga pada kualitas. Kualitas pengunjung yang dimaksud adalah bahwa pengunjung tidak hanya datang untuk menghabiskan waktu dengan memandang view sekitar dan mengobrol tanpa tujuan. Pengunjung bangunan Amaliun Food Court juga melaksanakan pertemuan informal bisnis/usaha maupun diskusi ilmiah dalam lingkup melaksanakan pekerjaan/profesi.

Kondisi diatas menjadikan kemungkinan untuk menaikkan jumlah pengunjung dengan variasi kegiatan nongkrong/hang out semakin besar. Hal ini sudah terlihat dari jumlah pengunjung dengan type berbeda, maupun permintaan akan variasi aktivitas perdagangan yang meningkat. Permintaan akan variasi tersebut berupa jumlah losd pedagang yang bertambah serta hadirnya kegiatan panggung live band. Peningkatan kapasitas berikut aktivitas yang dipenuhi oleh aspek bangunan Amaliun Food Court dengan menggunakan area tepi bangunan/teras yang berbatasan dengan jalan (yang memiliki personalisasi area publik) karena terbatasnya luas area yang dimiliki (Gambar 3.2).


(58)

Gambar 3.2 Penggunaan Area Tepi Bangunan dan Jalur Pedestrian

Pengakomodasian aktivitas yang tinggi dan variatif menjadi sangat rentan dalam luasan yang terbatas. Standar keamanan dan kenyamanan pelaksanaan aktivitas menjadi tantangan berat bagi bangunan Amaliun Food Court dalam aspek fungsionalnya. Standarisasi disain fisik pada pelaksanaan aspek fungsional/kegunaan dalam pengakomodasian aktivitas akan ditinjau melalui penataan ruang yang memiliki flexibilitas serta sirkulasi. Penjabaran diatas menggambarkan bagaimana aspek fungsional/kegunaan pada fisik bangunan Amaliun Food Court yang memiliki pelayanan dan tampilan modern dengan suasana lokalitas dimana kegiatan pedagang makanan terekspos (Gambar 3.3) serta jumlah pengunjung yang tinggi tetap dapat memenuhi standarisasi pelaksanaan aktivitas pada lokasi yang terbatas. Kondisi aspek fungsional bangunan Amaliun Food Court ini akan diteliti mengenai kinerjanya fisiknya dalam mengakomodasi aktivitas (Aspek Fungsionalisme/kegunaan dari fungsi fisik).


(59)

Gambar 3.3 Suasana Lokal dengan Adanya Losd Tambahan

3 .2 Studi Perancangan Aspek Fungsional dalam Pengakomodasian Aktivitas

3.2.1 Pelaksanaan Aktivitas

Bangunan Amaliun Food Court didasarkan pada keinginan pemilik/owner yang berniat melengkapi klasifikasi jenis fungsi bangunan pada lingkungan sekitar yang didominasi dengan klasifikasi fungsi banguann dari bisnis/komersial dan wisata. Fungsi bangunan dengan klasifikasi bisnis/komersial mengakomodasi aktivitas melalui aktivitas perdagangan (area food court dengan sistem penyewaan losd pedagang makanan) dan persewaan (area ruang serba guna untuk acara seminar atau ulang tahun maupun arisan). Sementara pengakomodasian aktivitas wisata yang dihadirkan digabungkan dengan sistem kuliner dari pedagang makanan yang sarat dengan selera lokal yang ada.

Kedua pengakomodasian aktivitas pada fungsi utama bangunan Amaliun Food Court ini didukung dengan aktivitas servis dan pelayanan serta admintrasi yang langsung dikoordinir oleh seorang supervisor. Fungsi pendukung bangunan ini hanya


(60)

sebagian besar harus berhubungan dengan pengunjung (area duduk pengunjung yang dikelilingi losd pada sisi barat dan utara). Sementara sebagian lagi berada pada satu bangunan disebelah utara site yang dikoneksikan pada satu jalur/pintu khusus agar koordinasi dapat dilakukan dengan mudah dan terkendali. Berikut adalah tabel pengakomodasian aktivitas pada bangunan (Tabel 3.1).

Tabel 3.1 Tabel Aktivitas, Fasilitas Ruang dan Personalisasi.

Fungsi Bangunan Aktivitas yang dilakukan Personalisasi

Restoran dengan sistem

Food Court Penjualan makanan Semi Privat

Menikmati Makanan/miunuman Semi Publik

Penjualan Minuman Semi Privat

Kebersihan diri Semi Privat

Sirkulasi Pengunjung Semi Publik

Sirkulasi Servis Semi Privat

Sirkulasi penghubung antar fungsi Semi Privat

Ruang Serba Guna Pertemuan/rapat/pesta Semi Publik

Menyiapkan makanan Semi Publik

Pencapian dan penerimaan Semi Publik

Menyimpan peralatan Privat

Lalu lintas vertikal makanan Semi Privat

Administrasi Pembayaran makanan/minuman Semi Privat


(61)

Food Court Tangga/ Lobby Ruang Serba Guna Area Losd dan jalur Servis

Pengakomodasian aktivitas pada Amaliun Food Court memiliki pola seperti ini Gambar 3.4.

Area Duduk Pengunjung

Gambar 3.4 Bagan Pola Perletakan Aktivitas Amaliun Food Court

3.2.2 Luasan

Pengakomodasian aktivitas pada bangunan juga membutuhkan penyediaan luasan ruang. Penyediaan luasan ruang bagi aktivitas direncanakan menurut kebutuhan aktivitas yang direncanakan berdasarkan kapasitas yang diharapkan sehingga besaran bagi ruang aktivitas dapat diperhitungkan. Fisik bangunan Amaliun

Ruang Serba Guna(Lantai 2)

Administrasi dan Servis Servis area Servis Area Jalur Service Sirkulasi Vertikal Entrance Bangunan


(62)

Food Court direncanakan menutupi hampir keseluruhan besaran luas lahan dalam upaya optimalisasi kapasitas secara ekonomi aktivitas. Besaran luas lahan yang ada juga secara khusus hanya diperuntukan untuk aktivitas utama sementara aktivitas pendukung berada di sebelah areal lahan yang dikoneksikan dengan sebuah pintu yang berada pada daerah transfer sirkulasi pada lantai 1. Berikut adalah tabel kebutuhan ruang, kapasitas serta besaran ruang dari aspek fungsional bangunan Amaliun Food Court (Tabel 3.2).

3.2.3 Aksesibilitas

Fisik bangunan Amaliun Food Court berada pada sudut persimpangan tiga Jl. Amaliun dan Jl Nusantara. Berada pada sudut persimpangan kedua jalan ini menjadikan bangunan dapat dicapai dari dua arah dengan orientasi arah utama adalah dari Jl. Amaliun. Namun karena area parkir berada di seberang timur bangunan yang memiliki akses dari Jl Nusantara menjadikan akses alternatif ini merupakan jalur pencapaian yang besar bagi pengunjung yang menggunakan kendaraan. Area parkir yang berada diseberang bangunan awalnya hanya untuk kendaraan roda empat, tetapi karena aktivitas yang berkembang menyebabkan parkir kendaraan roda dua berada pada area ini. Area parkir kendaraan roda dua ini yang tadinya berada pada tepi bangunan dan dipindahkan ke area seberang karena area tepi bangunan telah digunakan sebagai area bagi aktivitas food court.


(63)

Tabel 3.2 Aktivitas, Kebutuhan ruang, Kapasitas dan Luasan/Besaran ruang Amaliun Food Court

Bangunan Amaliun Food Court yang berlantai dua memiliki sirkualasi yang tersendiri dari kedua aktivitas utama. Aktivitas food court yang berada di lantai dasar memiliki sirkulasi linier dalam pencapaiannya ke lokasi dan jalur servis yang berada

Fungsi

Bangunan Aktivitas yang dilakukan Kebutuhan Ruang Kapasitas (orang) Besaran Ruang (m2) Utama

Restoran Food

Court Penjualan makanan Losd Penjual makanan 1-2 8

Menikmati

Makanan/miunuman Area duduk pengunjung 200 300

Penjualan Minuman Bar 1-2 20

Kebersihan diri Toilet 10 360

Sirkulasi Pengunjung Sirkulasi

Pengunjung -

Sirkulasi Sevis Sirkulasi Servis -

Sirkulasi penghubung antar

fungsi Area Tranfer Bangunan ke Servis 5-10 20

Ruang Serba

Guna Pertemuan/rapat/pesta Area hall +panggung 250 -

Menyiapkan makanan Ruang persiapan

makanan 2

Pencapian dan penerimaan Lobby/hall 10 3

Menyimpan peralatan Gudang Peralatan

Lalu lintas vertikal makanan Area Tranfer Logistik Vertikal Pendukung

Administrasi Pembayaran makanan/minuman Kasir 1-2 4

Adminstrasi


(64)

di belakang losd. Sementara jalur sirkulasi pada area duduk food court adalah grid dimana pengunjung bisa bergerak bebas ke segala arah.

Keterangan Gambar:

No Kode Gambar Keterangan

1 Area Sirkulasi transfer

2 Area Sirkulasi vertikal R.Serba guna

3 Area Losd Tambahan

4 Area Entrance

5 Sirkulasi Servis

6 Sirkulasi Pengunjung (grid)


(65)

Sementara jalur sirkulasi pada area duduk food court adalah grid dimana pengunjung bisa bergerak bebas ke segala arah. Sirkulasi untuk ruang serba guna adalah linier dengan titik awal di lantai dasar berupa lobby kecil dan difasilitasi tangga untuk naik ke lantai dua diatas. Sementara sirkulasi pendukung area servis juga linier dengan dipersiapakannya lift khusus mengangkut konsumsi bila terjadi acara pada ruang serba guna. Sirkulasi servis untuk food court dan ruang serba guna terkoneksi secara linier berupa pintu ke bangunan di utara yang berfungsi sebagai bangunan pendukung (Gambar 3.5).

3.3 Kinerja Aspek Fungsional (Pengakomodasian Aktivitas)

3.3.1 Pelaksanaan aktivitas

Aspek fungsional Amaliun Food Court mengalami perkembangan aktivitas dari perencanaan awal yang ada. Berdasarkan perencanaan awal dari denah yang ada hubungan ruang sebagai berikut dibawah ini (Gambar 3.6). Kondisi hubungan ruang pada fisik bangunan akhirnya berubah seiring dengan diletakkannya losd baru akibat perkembangan aktivitas. Losd yang baru ini juga merubah hal mengenai personalisasi aktivitas (Tabel 3.3) serta adanya tumpang tindih jalur sirkulasi:


(66)

Gambar 3.6 Hubungan Ruang dan Perubahan Hubungan

Aktivitas/Kegiatan Kebutuhan Ruang

Food Court Losd Penjual makanan/minuman (bar)

Area duduk pengunjung Sirkulasi Pengunjung Sirkulasi servis Toilet

Area Transfer

Ruang Serba Guna Area pertemuan+panggung Ruang persiapan makanan Lobby/hall

Gudang Peralatan Toilet

Administrasi Kasir


(67)

Tabel 3.3 Perubahan Personalisasi Aktivitas

Fungsi Bangunan

Utama Aktivitas yang dilakukan Personalisasi Perubahan Personalisasi

Food Court Penjualan makanan Semi Privat Publik/Semi Publik

Menikmati Makanan/miunuman Semi Publik Semi Privat/Semi Publik

Penjualan Minuman Semi Privat -

Kebersihan diri Semi Privat -

Sirkulasi Pengunjung Semi Publik Semi Privat/Semi

Publik

Sirkulasi Servis Semi Privat Semi Publik/Semi

Privat Sirkulasi penghubung antar

fungsi Semi Privat -

Pejalan kaki dan Parkir Publik Semi Publik

Ruang Serba Guna

Pertemuan/rapat/pesta Semi Publik -

Menyiapkan makanan Semi Publik -

Pencapian dan penerimaan Semi Publik -

Menyimpan peralatan Privat -

Lalu lintas vertikal makanan Semi Privat - Pendukung

Administrasi Pembayaran makanan/minuman Semi Privat -

Adminstrasi


(68)

Berdasarkan diagram hubungan ruang diatas terjadi perbedaan berdasarkan hasil pengamatan di lapangan. Perbedaan ini diakibatkan peningkatan aktivitas food court

yang menghadirkan losd baru pada bagian tepi bangunan serta menggunakan area teras dan pedestrian bagi area duduk pengunjung. Perletakan losd penjual pada bagian tepi menyebabkan personalisasi area duduk pengunjung yang awalnya semi publik menjadi sebagian publik (tepi bangunan dan pedestrian) serta sebagian semi privat (bagian dalam karena terbatasi oleh deretan losd tambahan). Berubahnya personalisasi sebagian area duduk pengunjung ini menurunkan efektivitas penggunaan pengudaraan terbuka pada fungsi food court karena tertutupnya sebagian area pandang yang menampilkan kondisi sekitar serta lalulintas pengudaraan alami. Terganggunya pengudaraan alami ini terlihat dengan tidak berefeknya kipas (Gambar 3.7 a) yang ada untuk membuang panas sehingga pengunjung beralih memilih duduk di tepi bagian luar agar pandangan view lebih luas serta udara yang yang lebih sejuk (Gambar 3.7 b). Namun pemilihan duduk di tepi luar dan area pedestrian juga hanya dilakukan pada sore hari ketika matahari surut karena area ini pada siang hari tidak memiliki sistem peneduhan yang permanen. Kinerja aktivitas food court dalam bangunan pasca digunakan untuk area duduk pengunjung menjadi terganggu akibat perletakan perkembangan aktivitas yang hanya berorientasi pada efisiensi pelaksanaan aktivitas tanpa menimbang efektivitas kegunaan ruang yang terjadi.


(69)

Gambar 3.7 a Gambar 3.7.b Gambar 3.7 Suasana Food Court

Hal lain yang mempengaruhi kinerja dalam aktivitas adalah efisiensi penggunaan fasilitas yang informatif dari produk makanan/minuman yang diperjualbelikan. Hal ini terjadi akibat berubahnya hubungan ruang akibat hadirnya losd tambahan yang ternyata jauh lebih informatif walaupun kurang representatif dalam konsep modern yang rapi dan terencana. Hubungan jalur sirkulasi servis ke setiap retail yang awalnya tidak tergabung memang efektif dalam mengurangi ketidaknyamanan visual, namun nilai efektif ini berubah akibat adanya losd baru yang jalur servisnya tidak direncanakan dimana hal ini menyebabkan terinformasinya kegiatan domestik retail yang ternyata lebih menghidupkan suasana dibandingkan retail yang berada pada losd (Gambar 3.8). Hal ini semakin nyata mempengaruhi kinerja aktivitas pedagang retail yang ada. Pedagang retail yang berjualan sejak jam buka pukul 09.00 pagi lebih banyak pedagang retail tambahan daripada pedagang retail losd awal.


(70)

Gambar 3.8 Kondisi Losd Awal dan Tambahan

3.3.2 Luasan

Perkembangan aktivitas pada aspek fungsional bangunan Amaliun Food Court juga mengalami perubahan pada kebutuhan ruang, kapasitas dan besaran ruang yang ada. Kebutuhan, besaran dan kapasitas yang berubah menurut Tabel 3.4.

Tabel 3.4 menampilkan bahwa pelaksanaan aktivitas aspek fungsional mengalami penambahan luasan akibat perkembangan aktivitas yang terjadi. Akibat luas site bangunan Amaliun Food Court yang terbatas maka penambahan luasan menggunakan area tepi bangunan dan area pedestrian serta parkir roda dua. Khusus penggunaan tepi bangunan yang awalnya area duduk pengunjung berubah menjadi area retail pedagang tambahan. Retail berupa losd tambahan ini memiliki area aktivitas yang lebih sedikit dari losd awal yang terencana namun memiliki tingkat kesibukan yang lebih aktif dibandingkan retail losd awal. Hal ini disebabkan tampilan retail losd tambahan menjadi memiliki kesan lokal yang lebih merupakan bagian dari kehidupan masyarakat dibanding dengan retail losd awal serta kenyataan bahwa


(71)

setiap retailer tidak menggunakan peralatan yang besar dan rumit serta peralatan makan yang disediakan oleh pihak pengelola.

Tabel 3.4 Perubahan kebutuhan, kapasitas dan besaran ruang

Keadaan diatas menjadikan pertimbangan kinerja aspek fungsional untuk besaran ruang dari retail losd awal kurang efektif dan efisien. Hal ini terjadi akibat minimnya informasi aktivitas dalam perencanaan tentang perilaku pedagang retail dalam mempersiapkan dagangannya. Ternyata retail tidak memerlukan jalur servis khusus

Aktivitas/Kegiatan Kebutuhan Ruang Luas

Ruangan ( m2 )

Kapasitas

Aktivitas Utama

Food Court Losd Penjual makanan/minuman 8 3

Losd Tambahan 3 2

Area duduk pengunjung Awal yang berkurang akibat dikonversi menjadi area losd tambahan

200 Menjadi

± 170

200

Area duduk pengunjung Tambahan

80 100

Toilet 20 10

Ruang Serba Guna Area pertemuan+panggung 360 300

Ruang persiapan makanan 9

Lobby/hall

Gudang Peralatan 20

Toilet - -

Kegiatan Pendukung


(72)

serta besarannya tidak terlalu luas dan dengan kondisi yang lebih terbuka. Kondisi retail losd yang lebih terbuka juga lebih informatif dalam menginformasi produk dagangan makanan/minuman yang akan dipilih oleh pengunjung.

3.3.3 Aksesibilitas

Lalu lintas aktivitas yang menjadi sirkulasi pada area food court mengalami perubahan akibat hadirnya perkembangan aktivitas retail berupa penambahan lokasi losd pedagang pada area publik/tepi bangunan yang berbatasan dengan jalan. Perkembangan ini mengakibatkan sirkulasi servis yang tadinya berada pada bagian belakang losd (menjadi tidak berguna) dan terpisah dari sirkulasi pengunjung mengalami penggabungan sirkulasi (Area 1 dan 2 pada Gambar 3.9). Dampak lain dari perkembangan aktivitas terhadap pola sirkulasi adalah tereksposnya sirkulasi servis yang awalnya tidak terlihat oleh pengunjung Amaliun Food Court.

Kondisi tidak bergunanya sirkulasi servis yang direncanakan (berada dibelakang losd) semakin nyata karena pengguna retail losd memasukkan logistik dagangannya melalui dinding pemisah losd pada bagian depan yang berhubungan dengan area duduk pengunjung (Gambar 3.10). Hal ini juga disebabkan tidak bisanya akses pintu untuk jalur sirkulasi yang berada di tepi bangunan yang tertutup karena adanya retail losd tambahan (Gambar 3.9).


(73)

Keterangan Gambar

No Kode Gambar Keterangan

1 Area Sirkulasi transfer

2 Area Sirkulasi vertikal R.Serba guna

3 Area Losd Tambahan

4 Area Entrance

5 Sirkulasi Servis

6 Sirkulasi Pengunjung

Gambar 3.9 Diagram Pola Sirkulasi Amaliun Food Court

Area 1 dan 2 Pintu akses sirkulasi


(74)

Gambar 3.10 Keadaan Pedagang Memasukkan Logistik

3.4 Studi Banding Penunjang

Sekolah arsitektur sering mencari desain yang dibuat oleh bintang disain dari perancanagan arsitektur. Melalui sebuah survei e-mail diperoleh bahwa arsitek universitas di 25 kampus sebagian besarnya dari mereka telah mengikuti kompetisi desain yang diadakan di masa lalu. Sementara bangunan tersebut dapat memenangkan penghargaan dan pujian dari para kritikus, namun kondisi ini berbeda pada kenyataannya. Hal yang sering terjadi dalam disain adalah telah dilakukan suatu hal kurang baik terhadap penghuni/pengguna bangunan.

Desain untuk sekolah arsitektur sering menerima perhatian khusus dimana hal ini sama seperti perguruan tinggi lainnya yang mencoba untuk membuat laboratorium sains. Laboratorium itu mengenai bangunan baru untuk sekolah desain yang mana harus mencerminkan kekuatan perencanaan dalam desain bagi seluruh pemangku kepentingan, yaitu: mahasiswa, dosen, alumni dan universitas, serta masyarakat luas.

Logistik dagangan via depan losd


(75)

Namun hal ini kurang mendapat perhatian pada masa lalu.Ketika itu gedung yang diperuntukan sebagai sekolah arsitektur hanya mendapat sedikit diskusi kritis dan tidak ada evaluasi sistematis untuk memandu desain masa depan Pada tahun 1999 penelitian melalui Post Occupancy Evalution (POE) dilakukan dengan meminta partisipasi dalam seluruh perangkat diatas untuk melakukan evaluasi bangunan baru (atau penambahan) untuk sekolah arsitektur. Ternyata setelah menerima draft

instrumen (diambil dari pekerjaan oleh Preiser, 1988 dan Nasar, 1998) bagi peninjauan dan mengalami beberapa revisi akhirnya didapat instrumen umum dan set prosedur dan metode ini dapat digunakan dan diperbolehkan untuk perbandingan di seluruh sekolah. Kemudian ada peserta tambahan bergabung dalam penelitian dan, menggunakan metode yang berbeda yang memungkinkan untuk mengidentifikasi temuan konvergen seluruh metode dan sekolah. Sehingga pada akirnya dikumpulkan POE yang merupakan evaluasi dari 17 sekolah arsitektur. Sepuluh POE memakai instrumen dan prosedur coding yang sama yang memungkinkan perbandingan statistik di seluruh evaluasi. Melihat secara mendalam di banyak sekolah, penelitian POE itu akhirnya menemukan apa yang membuat baik sebuah desain untuk desainer, dan sebuah pelajaran tentang desain dan proses yang bisa berlaku untuk jenis banguan dan tempat-tempat yang lain untuk mendapatkan kinerja yang lebih baik. Meskipun penelitian POE ini mengidentifikasi banyak masalah namun hasil evaluasi menunjuk lima konsep yang mengarah ke desain dengan kinerja tinggi. Kinerja yang


(76)

tinggi umumnya dapat diperoleh dengan lebih baik melalui desain yang cenderung memiliki:

1. Pengelolaan proses aktivitas yang baik.

2. Eksterior dan interior yang bersuasana hangat lebih kompatibel.

3. Adanya ruang pertemuan (Atrium) dengan pencahayaan alami yang dominan. 4. Layout yang memiliki jalur sirkulasi yang jelas sehingga pengguna mudah

menandai lokasinya.

5. Adanya perhatian yang lebih fokus untuk memastikan adanya akustik dan HVAC yang baik.

Revolusi digital dan on-line survei merupakan suatu prospek untuk kondisi membangun evaluasi agar perbaikan terus-menerus dalam arsitektur tampaknya lebih mudah dan layak. Menurut Lang dan Lefurgy, 2007 adanya globalisasi, booming

pembangunan di China, berkurangnya sumber daya energi tak terbarukan, pemanasan dunia, dan pertumbuhan yang berkelanjutan serta pembangunan yang cerdas, namun kebutuhan akan informasi tumbuh lebih mendesak. Melalui penelitian yang independen dari POE diperoleh suatu hal yang dapat menemukan cara-cara baru dalam memandang sebuah desain. Ketatnya sistematis penilaian kesuksesan masa lalu dan kegagalan dapat membangun pengetahuan dalam peningkatan desain masa depan diman hal ini menunjukkan kontribusi dari profesi desain kepada masyarakat. Profesi disain menjadi seperti obat, hukum, dan bisnis, yang telah maju karena penggunaan evaluasi yang ketat yang menjadi umpan balik dalam menilai kesuksesan dan


(1)

Pedagang juga memiliki akses servis yang merata sehingga sirkulasi pengunjung tidak terganggu. Tercapainya pengakomodasian kegiatan yang merupakan aspek fungsional awal bangunan menghasilkan kinerja yang optimal yang memenuhi perkembangan kegiatan yang terjadi. Hal ini juga mengembalikan fungsi awal pedestrian sehingga keberadaan bangunan semakin dapat melayani aspek fungsional yang merupakan tanggung jawab bagi kenyamanan publik.

7.2 Rekomendasi

Bangunan Amaliun Food Court mengalami perkembangan aktivitas/kegiatan akibat tanggapan pengguna bangunan baik itu pengunjung, pedagang dan pengelola. Perkembangan ini disebabkan kebutuhan lingkungan akan hadirnya tempat nongkrong/hang out yang nyaman dari sisi pelayanan, pandangan dan suasana. Tanggapan terhadap perkembangan aktivitas ini berdampak terhadap kinerja aspek fungsional yang mendukung kenyamanan pelaksanaan kegiatan. Tanggapan terhadap perkembangan aspek fungsional ini diteliti dalam upaya menjelaskan kinerja bangunan Amaliun Food Court.

Analisa penelitian terhadap kinerja aspek fungsional/kegunaan bangunan Amaliun Food Court menemukan perbedaan sistem pelaksanaan aktivitas, luasan dan aksesibilitas yang berubah dan menurunkan kinerja operasional pelaksanaan aktivitas. Permasalahan juga muncul akibat tanggapan kenyamanan akan suasana dan ‘rasa’/sense lokal pengguna terutama pengunjung dan pedagang dalam menangggapi


(2)

perubahan sistem pelaksanaan kegiatan. Upaya pengoptimalan kinerja aspek fungsional dalam mengakomodasi aktivitas/kegiatan dikonsep melalui pengoptimalan penggunaan lantai 1 yang direncanakan berusaha mempertahankan kinerja bangunan agar sesuai dengan kondisi awal (kriteria disain). Konsep ini direncanakan dalam upaya mengoptimalkan kinerja aspek fungsional bangunan dengan tetap memenuhi kebutuhan standar bagi pengguna bangunan.

Penelitian ini pada akhirnya merekomendasikan penggunaan konsep ini bagi perencana mengenai aspek fungsional bangunan sejenis (sistem food court) yang akan direncanakan selanjutnya agar memperhatikan kemungkinan akan adanya perkembangan aktivitas akibat tanggapan pengguna (pengunjung, pedagang dan pengelola) dimana kemungkinan ini harus diperhitungkan dalam perencanaan awal dalam upaya memenuhi kenyamanan pelaksanaan aktivitas yang merupakan bagian dari aspek fungsional perancangan fasilitas. Perkembangan aktivitas mempengaruhi kinerja dari sisi kenyamanan pelaksanaan kegiatan sehingga memerlukan evaluasi pasca huni yang merencanakan bagaimana kinerja tetap optimal. Evaluasi pasca huni/penggunaan mengenai kinerja bangunan terhadap aspek fungsionalnya memerlukan perhatian terhadap kebutuhan/penyediaan ruang terhadap aktivitas pedagang food court yang ternyata tidak membutuhkan ruang yang terlalu besar namun fleksibel serta memiliki sense lokal dan informatif. Kebutuhan lain adalah penyediaan furniture yang akomodatif bagi pelaksanaan aktivitas pedagang makanan agar retail menjadi efisien dan efektif mengakomodasi pedagang.


(3)

Penggunaan rekomendasi diatas diharapakan dapat mempertahankan kinerja bangunan Amaliun Food Court sehingga area tepi bangunan kembali berfungsi sebagaimana mestinya (area pedestrian tidak lagi digunakan sebagai area duduk). Kinerja bangunan yang baik dapat meningkatkan kepuasan penggunaan bangunan yang dapat menjaga keberlangsungan aktivitas. Keberlangsungan aktivitas adalah keberlangsungan lingkaran hidup bangunan yang yang optimal.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Broadbent,Geoffrey (1973), Design in Architecture, John Wiley & Sons, Chichester.New York.Brisbane.Toronto.

Chandra, Herry P (2001), Dimensi Teknik Sipil Volume 3 nomer 2 September ISSN 1410-9530 Analisis Hubungan Sistem Bangunan Dengan Kinerja Total Dan Integrasi Bangunan Pada Berbagai Gedung Bretingkat di Surabaya.

Cook, Martin (2007) , Desain Manual Mutu; meningkatkan kinerja

Lang, Jhon; Moleski, Walter (2010); Functionalism Revisited; Ashgate, Surray.England.

Ligo, Larry L (1984),The Concepts of Function in Twentieth-Century Architectural Criticism, UMI Research Press.

Pdf oleh AMTT PEMBEGUL (2010), Post occupancy evaluation in practice of architecture

Post Occupancy Evaluation www.postoccupancyevaluation.com

White, Edward T; Preiser, Wolfgang, Preiser F.E; Rabinowitz, Harvey Z (1987); Post Occupancy Evaluation; Van Nostrand Reinhold Company, New York.

Wolfgang, Preiser F.E;Vischer, Jaqueline C (2005); Assessing Building Perormance; Elsevier, Oxord

Zahnd, Markus, Dr.-ing,Bsc, M.Arch (2009), Pendekatan dalam perancangan arsitektur,Metode untuk menganalisis dan merancang arsitektur secara efektif, Gramedia ,Jakarta.


(5)

Lampiran

Daftar Pertanyaan (Quisioner) Evaluasi Kinerja

Aspek Fungsionalisme Bangunan Amaliun Food Court

No. Pertanyaan Jawaban

Ya Tidak

1. Pedagang makanan yang berada pada bagian dalam bangunan lebih baik menggunakan rak pajang seperti pedagang di tepi luar

2. Pedagang makanan di dalam dapat memuat barang dan orang lebih baik daripada pedagang di tepi luar

3. Pedagang yang berada diluar lebih mudah untuk dikonfirmasi daripada pedgang di dalam karena jaraknya lebih dekat ke area duduk. 4.. Pedagang di tepi luar yang lebih terbuka

dengan muatan yang lebih sedikit kurang menarik daripada yang didalam.

5 Pedagang makanan yang berada diluar yang jalur lintasnya terbuka kurang baik daripada pedagang yang di dalam.

6 Makin banyak pedagang maka jalur lintas pedagang menyediakan makanan dan membersihkan peralatan makin besar. 7. Makin besar jumlah pedagang makin besar

pintu atau area masuk sehingga pembatas sebaiknya tidak terlalu penuh dan massif fungsional ( misalnya sebagai rak pajang/laci). 8. Disain yang dapat memuat volume tertentu dan

tidak memerlukan ruangan besar lebih baik daripada menggunakan area yang luas untuk volume yang sama.

9 Area masuk untuk memuat barang pedagang harus jelas agar jalur lintasnya tidak


(6)

*Jawaban pilihan tanda (√) pada kolom

No. Pertanyaan Jawaban

Ya Tidak

10 Pedagang makanan yang berada diluar sebaiknya memiliki luasan yang lebih besar daripada kondisi saat ini.

11. Pedagang makanan yang berada diluar lebih mudah dalam memasukan barang untuk logistik makanan.

12. Pedagang makanan sebaiknya lebih terbuka agar ruang yang diperlukan tidak terlalu luas.

13. Pedagang di dalam sulit dilihat daripada pedagang yang diluar.

14. Pedagang makanan yang berada didalam sebaiknay memiliki pintu yang lebih besar. 15. Pedagang makanan yang berada diluar yang

jalur lintasnya terbuka kurang baik daripada pedagang yang di dalam.