Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Beras Analog pada F-Technopark Sebagai Unit Bisnis dan Bukan Unit Bisnis

ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERAS
ANALOG PADA F-TECHNOPARK SEBAGAI UNIT BISNIS
DAN BUKAN UNIT BISNIS

ARI SULISTIYANI

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Penentuan
Harga Pokok Produksi Beras Analog pada F-Technopark Sebagai Unit Bisnis dan
Bukan Unit Bisnis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2013
Ari Sulistiyani
NIM H24090012

ABSTRAK
ARI SULISTIYANI. Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Beras
Analog pada F-Technopark Sebagai Unit Bisnis dan Bukan Unit Bisnis.
Dibimbing oleh FARIDA RATNA DEWI.
Beras analog merupakan beras artifisial yang terbuat dari campuran bahan
baku berupa tepung jagung dan sagu aren. Tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis perhitungan harga pokok produksi dan harga jual beras analog pada
F-Technopark serta perbandingannya antara perhitungan sebagai unit bisnis,
bukan unit bisnis dan perhitungan yang diterapkan F-Technopark selama ini serta
menganalisis nilai tambah beras analog. Hasil perhitungan harga pokok produksi
beras analog oleh F-Technopark, bukan unit bisnis, dan unit bisnis dilakukan
dengan menggunakan metode full costing masing-masing menghasilkan nilai per
pouch sebesar Rp8.189,40, Rp11.600,17 dan Rp7.052,53. Metode perhitungan

harga jual cost-plus pricing dengan beberapa alternatif markup yaitu 10%, 15%,
20%, dan 25% menghasilkan nilai harga jual beras analog bukan sebagai unit
bisnis per pouch masing-masing sebesar Rp12.760,19, Rp13.340,20, Rp13.920,21
dan Rp14.500,22. Sedangkan nilai harga jual beras analog sebagai unit bisnis per
pouch masing-masing sebesar Rp8.404,27, Rp8.786,28, Rp9.168,29 dan
Rp9.550,31. Terdapat perbedaan nilai dengan penentuan harga jual oleh FTechnopark sebesar Rp12.000 per pouch. Nilai tambah yang dihasilkan adalah
Rp3.724,53 dengan rasio sebesar 28,65%.
Kata Kunci: Beras analog, cost-plus pricing, full costing, nilai tambah, process costing

ABSTRACT
ARI SULISTIYANI. Analysis of the Determination of the Cost of
Production of Analog Rice in F-Technopark as a Business Unit and not the
Business Unit. Supervised by FARIDA RATNA DEWI.
Analog rice is an artificial rice made from a mixture of raw materials
consisting corn starch and sago palm. The purpose of this study is to analyze the
calculation of cost of production and selling price of analog rice by F-Technopark
calculation as well as the comparison between as a business units, not as a
business units and the calculation by F-Technopark and analyze the value added
of analog rice. Results of calculation of the cost of production of analog rice by FTechnopark, not as a business units, and as a business units were calculated using
the full costing method of each generating value per pouch are Rp8.189,40,

Rp11.600,17 and Rp7.052,53. The calculation of selling price by cost-plus pricing
method with some alternative markup is 10%, 15%, 20%, and 25% of the selling
price of analog rice not as a business unit produces value per pouch respectively
Rp12.760,19, Rp13.340,20, Rp13.920,21 and Rp14.500,22. While the value of the
selling price of analog rice as a business unit per pouch respectively Rp8.404,27,
Rp8.786,28, Rp9.168,29 and Rp9.550,31. There are differences in the value of the
calculation by F-Technopark to the selling price of Rp12.000 per pouch. The
value added analysis results Rp3.724,53 with a ratio of 28,65%.
Key words: Analog rice, cost-plus pricing, full costing, process costing, value added

ARI SULISTIYANI. H24090012. Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi
Beras Analog pada F-Technopark Sebagai Unit Bisnis dan Bukan Unit Bisnis. Di
bawah bimbingan FARIDA RATNA DEWI
Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk
Indonesia. Ketidakmampuan negara dalam memenuhi seluruh kebutuhan beras
bagi penduduknya serta program diversifikasi pangan seperti singkong dan jagung
yang belum berlangsung optimal menyebabkan Indonesia harus terus melakukan
impor beras dari negara lain seperti Vietnam dan Thailand. Beras analog
merupakan salah satu solusi yang dapat menjawab permasalahan pangan yang
sangat krusial tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis perhitungan

harga pokok produksi dan harga jual beras analog pada F-Technopark serta
perbandingannya antara perhitungan sebagai unit bisnis, bukan unit bisnis dan
perhitungan yang diterapkan F-Technopark selama ini serta menganalisis nilai
tambah beras analog. Penelitian ini dilaksanakan di F-Technopark Institut
Pertanian Bogor, Kampus Dramaga Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor.
Jenis data yang digunakan adalah data primer yang bersumber dari wawancara
dan observasi dan data sekunder yang bersumber dari buku-buku, jurnal, internet,
dan penelitian terdahulu yang terdiri dari data kualitatif dan kuantitatif. Metode
pengolahan data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
Hasil perhitungan harga pokok produksi beras analog oleh F-Technopark,
bukan unit bisnis, dan unit bisnis dilakukan dengan menggunakan metode full
costing masing-masing menghasilkan nilai per pouch sebesar Rp8.189,40,
Rp11.600,17 dan Rp7.052,53. Metode perhitungan harga jual cost-plus pricing
dengan beberapa alternatif markup yaitu 10%, 15%, 20%, dan 25% menghasilkan
nilai harga jual beras analog bukan sebagai unit bisnis per pouch masing-masing
sebesar Rp12.760,19, Rp13.340,20, Rp13.920,21 dan Rp14.500,22. Sedangkan
nilai harga jual beras analog sebagai unit bisnis per pouch masing-masing sebesar
Rp8.404,27, Rp8.786,28, Rp9.168,29 dan Rp9.550,31. Terdapat perbedaan nilai
dengan penentuan harga jual oleh F-Technopark sebesar Rp12.000 per pouch.
Nilai tambah yang dihasilkan adalah Rp3.724,53 dengan rasio sebesar 28,65%.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa harga pokok
produksi yang diterapkan oleh F-Technopark selama ini lebih rendah dari harga
pokok produksi dengan menggunakan metode full costing bukan sebagai unit
bisnis. Serta Harga pokok produksi beras analog sebagai unit bisnis memiliki nilai
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan harga pokok produksi metode full
costing bukan sebagai unit bisnis. Nilai harga jual dengan menggunakan metode
cost-plus pricing bukan sebagai unit bisnis memiliki nilai harga jual yang paling
tinggi jika dibandingkan dengan sebagai unit bisnis dan penentuan harga jual oleh
F-Technopark.
Sebaiknya F-Technopark menggunakan metode full costing dalam
perhitungan harga pokok produksinya dengan memasukkan seluruh elemen biaya
yang terjadi pada proses produksi beras analog seperti biaya bahan baku, biaya
tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. F-Technopark IPB juga
sebaiknya melakukan perhitungan harga jual beras analog dengan menggunakan
metode cost-plus pricing. Serta F-Technopark sebaiknya memproduksi beras
analog dalam jumlah besar sebagai suatu unit bisnis agar dapat memperoleh
keuntungan yang lebih besar dengan biaya produksi yang lebih rendah.

ANALISIS PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERAS
ANALOG PADA F-TECHNOPARK SEBAGAI UNIT BISNIS

DAN BUKAN UNIT BISNIS

ARI SULISTIYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Manajemen

DEPARTEMEN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Beras Analog pada
F-Technopark Sebagai Unit Bisnis dan Bukan Unit Bisnis
Nama
: Ari Sulistiyani

NIM
: H24090012

Disetujui oleh

Farida Ratna Dewi, SE, MM.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Jono M. Munandar, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2012 ini ialah
harga pokok produksi, harga jual, dan nilai tambah, dengan judul Analisis

Penentuan Harga Pokok Produksi Beras Analog pada F-Technopark Sebagai Unit
Bisnis dan Bukan Unit Bisnis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Farida Ratna Dewi, SE, MM.
selaku pembimbing. Di samping itu penghargaan penulis sampaikan kepada Prof.
Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr. Iin Yuslina, STP dan Diza Puspa Arista, STP
dari UPT Kerjasama F-Technopark IPB yang telah membantu selama
pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu,
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, April 2013

Ari Sulistiyani

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR


viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian


2

Ruang Lingkup penelitian

3

TINJAUAN PUSTAKA

3

Konsep Biaya

3

Penentuan Harga Pokok Produksi

4

Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi


4

Metode Perhitungan Harga Pokok produksi

4

Penentuan Harga Jual

4

Nilai Tambah

4

Penelitian terdahulu

5

METODE PENELITIAN

6

Kerangka Pemikiran

6

Lokasi dan Waktu Penelitian

7

Metode Pengumpulan Data

7

Metode Pengolahan dan Analisis Data

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Perusahaan
Sejarah Perusahaan

9
9
9

Struktur Organisasi Perusahaan

10

Identifikasi Proses Produksi Beras Analog F-Technopark IPB

10

Perhitungan Harga Pokok Produksi Beras Analog
Perhitungan Harga Pokok Produksi Beras Analog oleh F-Technopark

11
12

Perhitungan Harga Pokok Produksi Beras Analog Bukan Sebagai Unit Bisnis
dengan Metode Full Costing
13

Perhitungan Harga Pokok Produksi Beras Analog sebagai Unit Bisnis dengan
Metode Full Costing
15
Perbandingan Hasil Perhitungan Harga Pokok Produksi Beras Analog

18

Perbandingan Harga Jual Beras Analog dengan Menggunakan Perhitungan
Metode Cost-Plus Pricing dan Penentuan oleh F-Technopark

18

Analisis Nilai Tambah Beras Analog F-Technopark IPB

20

SIMPULAN DAN SARAN

22

Simpulan

22

Saran

23

DAFTAR PUSTAKA

23

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

26

DAFTAR TABEL

1 Analisis nilai tambah menggunakan metode hayami
2 Perhitungan harga pokok produksi beras analog oleh F-Technopark

9
12

3 Perhitungan biaya penyusutan mesin dan peralatan proses produksi beras
analog per bulan
14
4 Perhitungan harga pokok produksi beras analog bukan sebagai unit bisnis
dengan metode full costing per bulan
15
5 Perhitungan biaya penyusutan mesin beras analog (unit bisnis) per bulan

17

6 Perhitungan harga pokok produksi beras analog sebagai unit bisnis dengan
metode full costing per bulan
17
7 Perbandingan hasil perhitungan harga pokok produksi beras analog

18

8 Perbandingan harga jual beras analog antara penentuan yang diterapkan oleh
F-Technopark, bukan sebagai unit bisnis, dan sebagai unit bisnis
19
9 Analisis nilai tambah pengolahan beras analog per kilogram

20

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran

6

2 Struktur organisasi UPT Kerjasama F-Technopark IPB

10

3 Tahapan proses produksi beras analog

11

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan harga jual beras analog sebagai unit bisnis dan bukan unit bisnis
dengan menggunakan metode cost-plus pricing
25

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Beras merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk
Indonesia. Rata-rata konsumsi beras per orang penduduk Indonesia mencapai
kisaran 130-140 kilogram per tahun atau tertinggi di kawasan ASEAN (Kembaren
2011). Jumlah penduduk di Indonesia mencapai 230 juta jiwa, sehingga
kebutuhan beras seluruh penduduk Indonesia per tahun berkisar antara 29,9-32,2
juta ton. Namun jumlah kebutuhan beras tersebut tidak sebanding dengan jumlah
beras yang tersedia di Indonesia. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS),
produksi beras nasional pada Januari-April 2012 sebanyak 7.785.425 ton atau
setara dengan 23,4 juta ton per tahun. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia
masih belum mampu memenuhi kebutuhan beras bagi seluruh penduduknya.
Diversifikasi pangan yang menjadi salah satu solusi dari permasalahan pangan
tersebut masih belum optimal dilaksanakan. Total impor komoditas pertanian baik
langsung maupun olahan yang mencapai 11,33 juta ton dengan nilai US$ 5,36
miliar sepanjang Januari hingga Juni tahun 2011 merupakan bukti nyata bahwa
pemerintah tidak serius dengan kebijakan diversifikasi pangan untuk menuju
kemandirian dan kedaulatan pangan nasional (Iwan 2011). Ketidakmampuan
negara dalam memenuhi seluruh kebutuhan beras bagi penduduknya serta
program diversifikasi pangan seperti singkong dan jagung yang belum
berlangsung optimal menyebabkan Indonesia harus terus melakukan impor beras
dari negara lain seperti Vietnam dan Thailand. Beras analog merupakan salah satu
solusi yang dapat menjawab permasalahan pangan yang sangat krusial tersebut.
Beras analog adalah bahan pangan yang dihasilkan dari teknologi ekstrusi
dengan sistem tekanan dan pembentukan ulir yang menggunakan mesin tween
screw extruder yang menggunakan bahan baku lokal selain beras dan gandum
yaitu sagu, sorgum, dan jagung yang menghasilkan butiran-butiran mirip beras.
Beras analog sebagai bahan pangan yang potensial tentunya harus memiliki
kekuatan dibandingkan dengan beras konvensional atau beras artifisial lainnya
dari segi keunggulan mutu produk maupun harga yang kompetitif. Kedua hal
tersebut mengacu pada biaya-biaya yang timbul pada proses produksi beras
analog seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, transportasi, biaya bahan
bakar, biaya listrik dan biaya lainnya. Sehingga diperlukan perhitungan harga
pokok produksi yang tepat agar mampu menghasilkan beras analog dengan harga
jual yang sesuai serta dapat menghasilkan keuntungan bagi pihak pengolah.
F-Technopark saat ini merupakan suatu Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang
tidak berfokus pada bisnis dan hanya membebankan direct cost dalam perhitungan
harga pokok produksi. Sehingga perhitungan harga pokok produksi sebagai unit
bisnis sangat diperlukan karena akan mempengaruhi dalam keputusan penentuan
harga jual beras analog. Proses produksi beras analog sebagai unit bisnis
membutuhkan sumber daya yang tidaklah sederhana seperti bahan baku yang
dibutuhkan dalam jumlah besar, mesin dan peralatan yang canggih dan memiliki
kapasitas produksi yang tinggi. Peningkatan pada kapasitas produksi
menyebabkan harga-harga input menjadi lebih murah dikarenakan oleh pembelian
dalam jumlah yang besar. Sehingga hal tersebut secara langsung akan

2
menyebabkan penurunan pada biaya produksi dan harga pokok produksi beras
analog. Penurunan harga pokok produksi akan mempengaruhi harga jual dan
keuntungan yang diterima oleh F-Technopark. Proses pengolahan sagu, jagung,
dan sorgum menjadi beras analog merupakan proses yang memiliki nilai tambah
yang tinggi. Sehingga diperlukan pula analisis nilai tambah untuk mengetahui
besarnya nilai tambah yang dihasilkan dari pengolahan beras analog tersebut.

Perumusan Masalah
F-Technopark Institut Pertanian Bogor sebagai pengolah beras analog
belum terlalu memperhatikan unsur-unsur biaya secara rinci dan tepat serta proses
pencatatan biaya yang tidak dilakukan dengan sebagaimana mestinya. Biaya
overhead pabrik seringkali diabaikan oleh manajemen sehingga biaya-biaya yang
seharusnya dikeluarkan tersebut tidak terhitung dalam perhitungan harga pokok
produksi oleh pengolah. Hal tersebut menyebabkan manajemen menjadi tidak
akurat dalam membuat perencanaan laba dan pengendalian biaya. Manajemen
akan lebih mudah untuk menetapkan harga jual jika memiliki informasi yang pasti
mengenai biaya pekerjaan atau unit yang akan dijual. Berdasarkan kondisi
tersebut, rumusan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana penentuan harga pokok produksi beras analog serta
perbandingannya antara perhitungan harga pokok produksi beras analog pada
F-Technopark sebagai unit bisnis, bukan unit bisnis dan perhitungan yang
diterapkan F-Technopark selama ini?
2. Bagaimana penentuan harga jual beras analog serta perbandingannya antara
perhitungan harga jual beras analog pada F-Technopark sebagai unit bisnis,
bukan unit bisnis dan penentuan yang diterapkan F-Technopark selama ini?
3. Bagaimana nilai tambah yang dihasilkan dari proses pengolahan beras analog?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Menganalisis perhitungan harga pokok produksi beras analog dan
perbandingannya antara perhitungan harga pokok produksi beras analog pada
F-technopark sebagai unit bisnis, bukan unit bisnis dan perhitungan yang
diterapkan F-Technopark selama ini.
2. Menganalisis penentuan harga jual beras analog dan perbandingannya antara
perhitungan harga jual beras analog pada F-Technopark sebagai unit bisnis,
bukan unit bisnis dan penentuan yang diterapkan F-Technopark selama ini?
3. Menganalisis nilai tambah pengolahan beras analog.
Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
yang dapat bermanfaat sebagai masukan bagi berbagai pihak yang membutuhkan
yaitu dapat dijadikan bahan pertimbangan atau masukan informasi bagi
perusahaan mengenai harga jual yang sesuai melalui perhitungan harga pokok
produksi yang tepat. Serta bagi pihak lain, agar dapat memperkaya ilmu

3
pengetahuan dan menjadi referensi serta bahan masukan untuk menambah
wawasan.

Ruang Lingkup penelitian
Penelitian ini membahas mengenai perhitungan dan analisis harga pokok
produksi dan harga jual beras analog pada F-Technopark sebagai unit bisnis dan
bukan unit bisnis serta nilai tambah dari pengolahan beras analog berupa
peningkatan nilai dari pengolahan bahan baku beras analog yaitu tepung jagung
dan sagu aren. Data yang digunakan adalah data pada bulan Januari 2013.

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Biaya
Menurut Sugiri (2004), biaya adalah pengorbanan sumber ekonomis untuk
melakukan kegiatan tertentu. Sedangkan pengertian cost menurut Hansen dan
Mowen (2004) biaya adalah kas atau setara kas yang dikorbankan untuk barang
dan jasa yang diharapkan memberikan manfaat pada saat ini atau di masa
mendatang bagi organisasi. Menurut Mulyadi (2005), biaya dapat digolongkan
sebagai berikut:
1. Penggolongan biaya menurut obyek pengeluaran
2. Penggolongan biaya menurut fungsi pokok dalam perusahaan (Produksi,
pemasaran, admintrasi dan umum)
3. Penggolongan biaya menurut hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai
(Biaya langsung dan biaya tidak langsung)
4. Penggolongan biaya menurut perilaku dalam hubungannya dengan perubahan
volume kegiatan (Biaya tetap, biaya variabel, biaya semi variabel, dan biaya
semi fixed)
5. Penggolongan biaya menurut jangka waktu manfaatnya (Pengeluaran modal
dan pengeluaran pendapatan)
Menurut Mulyadi (2005) pengertian biaya produksi adalah biaya-biaya yang
dikeluarkan dalam pengolahan bahan baku menjadi produk. Biaya produksi juga
dapat didefinisikan sebagai harga pokok yang digunakan dalam rangka
memperoleh penghasilan dan akan dipakai sebagai pengurang penghasilan
(Supriyono 2007). Unsur-unsur biaya produksi pada umumnya terbagi menjadi
tiga kelompok besar yaitu biaya bahan baku langsung, biaya tenaga kerja
langsung, dan biaya overhead pabrik (Samryn 2001)

4
Penentuan Harga Pokok Produksi
Metode Pengumpulan Harga Pokok Produksi
Menurut Mulyadi (2005) metode pengumpulan biaya produksi ditentukan
oleh karakteristik proses produksi perusahaan dan secara garis besar dapat dibagi
menjadi dua macam yaitu perhitungan berdasarkan pesanan (job order costing)
dan perhitungan berdasarkan proses (process costing). Perusahaan yang
berproduksi berdasarkan pesanan melaksanakan pengolahan produknya atas dasar
pesanan yang diterima dari pihak luar seperti pada perusahaan percetakan,
perusahaan meubel dan perusahaan kuningan. Sedangkan perusahaan yang
berproduksi berdasarkan massa melaksanakan pengolahan produksinya untuk
memenuhi persediaan di gudang. Umumnya produknya berupa produk standar
seperti perusahaan semen, pupuk makanan ternak, bumbu masak, dan tekstil.
Metode Perhitungan Harga Pokok produksi
Terdapat dua pendekatan perhitungan harga pokok produksi yaitu full
costing dan variable costing (Samryn 2001). Harga pokok produk yang dihitung
dengan pendekatan full costing terdiri dari elemen biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja langsung, dan biaya overhead pabrik (tetap maupun variabel). Sedangkan
harga pokok produk yang dihitung dengan pendekatan variable costing yang
terdiri dari elemen biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya
overhead pabrik variabel.

Penentuan Harga Jual
Menurut Sugiri (2004), penentuan harga jual merupakan salah satu
keputusan manajemen dimana hidup dan mati suatu perusahaan dalam jangka
panjang bergantung pada keputusan penentuan harga jual. Sugiri (2004) membagi
metode harga jual kedalam dua metode yaitu metode cost-p1us pricing dan
metode time and material pricing. Metode cost-plus pricing digunakan oleh
perusahaan industri atau manufaktur sedangkan metode time and material pricing
digunakan untuk perusahaan yang bergerak dibidang jasa.

Nilai Tambah
Pada proses pembuatan beras analog, terdapat aktivitas pengolahan bahan
baku beras analog yang menambah kegunaan atau menimbulkan nilai tambah.
Ada dua cara untuk menghitung nilai tambah yaitu dengan cara menghitung nilai
tambah selama proses pengolahan dan menghitung nilai tambah selama proses
pemasaran (Sudiyono dalam Sudarwati 2011). Pengertian nilai tambah adalah
selisih antara komoditas yang mendapatkan perlakuan pada tahap tertentu dengan
nilai yang dikeluarkan selama proses berlangsung. Tujuan nilai tambah adalah
untuk mengukur balas jasa yang diterima pelaku bisnis dan kesempatan kerja yang
dapat diciptakan oleh sistem komoditas.

5
Penelitian terdahulu
Tania (2010) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Perhitungan
Harga Pokok Produksi Roti dengan Metode Process Costing dan Pengaruhnya
terhadap Harga Jual (Studi Kasus UKM Edie’s Bakery, Bogor)”. Penelitian ini
menunjukkan perhitungan harga pokok produksi berdasarkan metode perusahaan
mempunyai hasil harga pokok produksi yang sama untuk setiap jenis topping
yaitu sebesar Rp641,42. Sedangkan berdasarkan perhitungan harga pokok
produksi dengan metode process costing menunjukan bahwa harga pokok
produksi setiap jenis topping berbeda-beda. Harga pokok produksi roti dengan
topping cokelat adalah sebesar Rp805,32, roti dengan topping keju adalah sebesar
Rp1.151,47, roti dengan topping sosis adalah sebesar Rp534,16, roti dengan
topping abon sebesar Rp555,32, dan roti dengan topping cocktail sebesar
Rp583,36. Harga jual yang diterapkan berdasarkan metode perusahaan juga sama
untuk setiap jenis roti kecil yang diproduksi yaitu sebesar Rp1.200,00. sedangkan
berdasarkan metode cost plus menunjukkan harga jual untuk setiap jenis topping
berbeda-beda. Hal ini dikarenakan konsumsi yang berbeda dari segi penggunaan
bahan baku roti tersebut. Harga jual untuk roti dengan topping cokelat adalah
sebesar Rp1.300,00, roti dengan topping keju adalah sebesar Rp1.800,00, roti
dengan topping sosis adalah sebesar Rp900,00, roti dengan topping abon sebesar
Rp900,00, dan roti dengan topping sebesar Rp950,00.
Suherman (2012) melakukan penelitian dengan judul “Analisis Nilai
Tambah Kayu Mahoni Sebagai Bahan Baku Kerajinan Boneka Whimsy Pada CV
ATLAS Tasikmalaya”. Penelitian ini menganalisis nilai tambah pengolahan
Boneka Whimsy. Biaya yang timbul pada saat proses pengolahan boneka Whimsy
yaitu biaya bahan baku langsung, Tenaga Kerja Langsung, biaya overhead pabrik
(BOP) meliputi biaya bahan baku penolong, biaya pemeliharaan peralatan, biaya
penyusutan bangunan, mesin dan kendaraan. Sedangkan biaya yang di keluarkan
untuk keseluruhan proses produksi adalah biaya listrik. Pada CV ATLAS,
berdasarkan perhitungan dengan menggunakan Full costing Method, diperoleh
harga pokok produksi pembuatan boneka Whimsy kayu sebesar Rp19.797,465 per
unit. Melalui perhitungan metode hayami, nilai tambah yang diperoleh dari
produk boneka Whimsy adalah sebesar Rp 33.702,535 dengan rasio 87,54%. Nilai
tambah pada produk hasil pengolahan kayu mahoni memiliki nilai tambah, total
secara agregat akan menggambarkan nilai tambah yang dihasilkan oleh CV
ATLAS. Nilai tambah produk merupakan nilai tambah yang dihasilkan dari
pengolahan bahan baku untuk setiap produknya. Nilai tambah boneka Whimsy per
unit Rp33.702,535 dapat menghasilkan nilai tambah selama satu bulan sebesar
Rp26.962.028.
Penelitian yang berjudul Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Beras
Analog pada F-Technopark Sebagai Unit Bisnis dan Bukan Unit Bisnis memiliki
perbedaan dari penelitian-penelitian sebelumnya. Kekhasan yang dimiliki oleh
penelitian ini adalah terletak pada produk yang diteliti yang berupa suatu produk
baru serta perbandingan perhitungan harga pokok produksi beras analog pada Ftechnopark sebagai unit bisnis dan bukan unit bisnis.

6

METODE PENELITIAN

Kerangka Pemikiran
UPT Kerjasama F-Technopark Institut Pertanian Bogor merupakan suatu
unit pelaksana teknis yang memproduksi produk pangan yang sarat dengan
manfaat tersebut seperti Rosela Kering, RTD (Ready to drink), Beras Analog dan
Bekatul. Namun, fokus pada penelitian ini adalah pada produk beras analog. Beras
analog merupakan suatu produk baru yang dapat menggantikan posisi beras jadi
atau beras pada umunya. Seluruh kegiatan dalam proses produksi beras analog
menimbulkan pengeluaran biaya, sehingga F-technopark sangat memerlukan
informasi yang berkaitan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan dalam proses
pembuatan produknya tersebut. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1.
UPT Kerjasama F-Technopark Institut
Pertanian Bogor

Rosela Kering

RTD

Beras Analog

Bekatul

Identifikasi Biaya

Metode Perhitungan Harga Pokok Produksi

Analisis Nilai Tambah

Process Costing

Metode Full Costing

Bukan Unit
Bisnis

Unit Bisnis

Perhitungan yang diterapkan oleh
F-Technopark IPB

Metode Perhitungan Harga Jual

Metode CostPlus Pricing

Penentuan yang diterapkan
oleh F-Technopark IPB

Penentuan Harga Jual

Rekomendasi
Gambar 1. Kerangka pemikiran

7
Hal yang pertama kali dilakukan pada penelitian ini adalah identifikasi
terhadap biaya-biaya produksi seperti biaya bahan baku, biaya tenaga kerja
langsung serta biaya overhead pabrik melalui pengumpulan harga pokok produksi
dengan metode harga pokok proses (process cost method) yang kemudian akan
dilakukan perhitungan untuk menentukan harga pokok produksi. Perhitungan
harga pokok produksi dilakukan dengan menggunakan metode full costing.
Perhitungan ini dilakukan pada dua kondisi yaitu perhitungan harga pokok
produksi beras analog pada F-Technopark bukan sebagai suatu unit bisnis dan
sebagai suatu unit bisnis. Serta menganalisis perhitungan yang selama ini
digunakan oleh F-Technopark IPB dalam menentukan harga pokok produksi.
Harga pokok produksi yang dihasilkan akan digunakan sebagai dasar untuk
menentukan harga jual yang sesuai bagi F-Technopark. Perhitungan harga jual
dilakukan dengan menggunakan metode cost-plus pricing. Proses pengolahan
makanan pokok lokal berupa sagu, sorgum, dan jagung menjadi beras analog
menghasilkan nilai tambah. Maka selain bertujuan untuk mengetahui harga pokok
produksi dan harga jual produk, penelitian ini juga menganalisis nilai tambah
yang dihasilkan dari pengolahan bahan baku beras analog tersebut.

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di F-Technopark Institut Pertanian Bogor yang
berlokasi di F-Technopark Institut Pertanian Bogor, Kampus Dramaga Institut
Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja
(purposive) dengan pertimbangan bahwa F-Technopark termasuk UPT Kerjasama
yang meneliti, mengolah, dan memproduksi beras analog yang belum memiliki
pencatatan biaya yang akurat. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan
Desember 2012 hingga Februari 2013.

Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk memperoleh data serta informasi dari
perusahaan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
melalui:
1. Wawancara yang dilakukan terhadap pengelola F-Technopark.
2. Observasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengadakan
pengamatan secara langsung terhadap aktivitas produksi yang dilakukan para
pekerja dalam menghasilkan produk.
Data sekunder dapat diperoleh melalui studi literatur yang dilakukan melalui
pencarian data-data yang bersifat teoritis yang ada hubungannnya dengan objek
penelitian dengan memanfaatkan berbagai laporan, data-data perusahaan, jurnal,
buku-buku pendukung teori, browsing di internet, serta hasil penelitian terdahulu.

8
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dirinci dan diolah dengan menggunakan
program Microsoft Excel 2007. Hasil perhitungan kemudian dianalisis untuk
melihat perbandingannya antara perhitungan harga pokok produksi dengan
menggunakan metode full costing baik sebagai unit bisnis maupun bukan sebagai
unit bisnis serta perhitungan yang diterapkan oleh F-Technopark selama ini
kemudian dijadikan dasar penetapan harga pokok produksi yang paling efektif dan
efisien bagi perusahaan.
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi analisis
kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan pada perhitungan
harga pokok produksi beras analog bukan sebagai suatu unit bisnis dan sebagai
suatu unit bisnis menggunakan metode full costing dengan pengumpulan harga
pokok produksi process costing (Samryn 2001) yaitu sebagai berikut:
Biaya bahan baku
: xx
Biaya tenaga kerja langsung : xx
Biaya overhead pabrik
: xx
Biaya produksi per bulan
: xx
Jumlah produksi per bulan
: xx
Harga pokok produksi per unit : xx
Sedangkan analisis kualitatif dilakukan dengan membandingkan hasil
perhitungan harga pokok produksi beras analog oleh F-Technopark dengan
metode full costing (analisis deskriptif komparatif) baik sebagai suatu unit bisnis
maupun bukan sebagai unit bisnis. Perhitungan harga jual yang digunakan
merupakan perhitungan harga jual dengan metode cost-plus pricing dengan
perhitungan biaya produksi penuh (Sugiri 2004), yaitu sebagai berikut :
Biaya produksi penuh
: xx
Markup (persentase markup x biaya produksi) : xx
Target harga jual
: xx
Jumlah produksi per bulan
: xx
Target harga jual per unit
: xx
Serta dilakukan analisis nilai tambah pengolahan beras analog dengan
menggunakan metode hayami (Tabel 1).

9
Tabel 1. Analisis nilai tambah menggunakan metode hayami
Variabel
Output, Input, dan Harga
Output (Kg)
Bahan baku (Kg)
Tenaga kerja langsung (HOK)
Faktor konversi
Koefisien tenaga kerja langsung (HOK/Kg)
Harga output (Rp/Kg)
Upah tenaga kerja langsung (Rp/HOK)
Penerimaan dan Keuntungan
Harga bahan baku (Rp/Kg)
Harga input lain (Rp/Kg)
Nilai output (Rp/kg)
Nilai tambah (Rp/kg)
Rasio nilai tambah (%)
Pendapatan tenaga kerja langsung (Rp/kg)
Pangsa tenaga kerja langsung (%)
Keuntungan (Rp/kg)
Tingkat keuntungan (%)
Balas Jasa Pemilik Faktor Produksi
Marjin (Rp/kg)
Pendapatan tenaga kerja langsung (%)
Sumbangan input lain (%)
Keuntungan Perusahaan (%)

Nilai
(1)
(2)
(3)
(4) = (1) / (2)
(5) = (3) / (2)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10) = (4) x (6)
(11a) = (10) - (8) – (9)
(11b) = (11a) / (10) x 100
(12a) = (5) x (7)
(12b) = (12a) / (11a) x 100
(13a) = (11a) - (12a)
(13b) = (13a) / (10) x 100
(14) = (10) - (8)
(14a) = (12a) / (14) x 100
(14b) = (9) / (14) x 100
(14c) = (13a) / (14) x 100

Sumber : Hayami dalam Marimin dan Maghfiroh, 2010

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Perusahaan
Sejarah Perusahaan
F-Technopark IPB pada awalnya merupakan suatu Komisi Penelitian dan
Kerjasama yang berada dibawah naungan Fakultas Teknologi Pertanian Institut
Pertanian Bogor yang mengembangkan fungsi Bangsal Percontohan Pengolahan
Hasil Pertanian (BPPHP) sebagai Unit Pelaksana Teknis menjadi Techno Park.
Setelah mengalami beberapa pergantian susunan personalia, pada tahun 2008 UPT
Techno Park tersebut berubah menjadi UPT Kerjasama F-Technopark IPB. UPT
tersebut aktif beroperasi sebagai unit yang memiliki kegiatan dalam bentuk
asistensi teknologi (melalui pelatihan dan konsultasi), magang, kajian kebijakan,
riset dan pengembangan produk ataupun proses, serta mengembangkan dan
meningkatkan daya saing UKM (Usaha Kecil Menengah) Agroindustri melalui
kerja sama dan pendanaan dari pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah
terkait.
Bangsal pengolahan yang terdapat dalam kompleks F-Technopark
memproduksi berbagai produk di bidang pangan seperti mie jagung, tahu sehat,
teh rosela kering, RTD (ready to drink), bekatul, hingga beras analog. Namun,

10
yang hingga saat ini masih terus diproduksi dan dipasarkan keluar institusi atau
swasta adalah teh rosela kering, RTD, bekatul, dan beras analog. F-Technopark
bukan merupakan suatu unit bisnis melainkan suatu Unit Pelaksana Teknis yang
meneliti serta memproduksi bahan pangan yang inovatif dan bermanfaat. Kegiatan
memasarkan produk keluar institusi merupakan salah satu cara dari F-Technopark
untuk mempromosikan produk yang sehat, unggul dan bermanfaat sehingga pada
akhirnya akan banyak muncul produsen-produsen pelaku bisnis yang membuat
produk-produk tersebut untuk memenuhi keinginan konsumen secara luas.
Struktur Organisasi Perusahaan
F-Technopark IPB memiliki struktur organisasi yang tergolong sederhana
dengan memberdayakan sumber daya manusia semaksimal mungkin. FTechnopark IPB dipimpin oleh seorang Direktur yang berasal dari salah satu
departemen yang ada di Fakultas Teknologi Pertanian yaitu Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan serta tiga orang wakil direktur yang berasal dari perwakilan
masing-masing departemen yaitu Departemen Teknik Mesin dan Biosistem,
Departemen Teknik Industri Pertanian, serta Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan, dua orang administrasi yang bertugas merangkap sebagai pengelola
keuangan serta bagian SUA (Satuan Usaha Akademik) bagi masing-masing lini
produk yaitu SUA Rosela Kering, SUA RTD (ready to drink), SUA Beras Analog,
dan SUA Bekatul yang bertugas melakukan proses produksi. Adapun kerangka
struktur organisasi F-Technopark IPB dapat dilihat pada Gambar 2.
Direktur
Wakil Direktur
Administrasi

SUA Rosela
Kering

SUA RTD

SUA Beras
Analog

SUA Bekatul

Gambar 2. Struktur organisasi UPT Kerjasama F-Technopark IPB

Identifikasi Proses Produksi Beras Analog F-Technopark IPB
F-Technopark IPB telah aktif memproduksi berbagai bentuk produk pangan
seperti rosela kering, RTD (ready to drink), bekatul, dan beras analog. Proses
produksi merupakan kegiatan merubah bahan mentah atau bahan setengah jadi
menjadi bahan jadi melalui proses transformasi dengan menggunakan berbagai
sumber daya yaitu bahan baku, peralatan dan perlengkapan, serta sumberdaya
manusia yang terampil dan berkualitas. Tahapan proses produksi beras analog
pada UPT Kerjasama F-Technopark IPB dapat dilihat pada Gambar 3.

11

Mixing (Pencampuran bahan baku dan bahan penolong)
Conveying
Extrusion (Terdiri dari Mixing, Cooking, and Forming)
Cooling (Pendinginan)
Drying (Pengeringan)
Polishing
Packaging (Pengemasan)
Gambar 3. Tahapan proses produksi beras analog

Berdasarkan Gambar 3, tahapan proses produksi beras analog dapat dimulai
dengan tahapan mixing yaitu tahapan pencampuran bahan baku utama dengan
bahan penolong. Proses pencampuran awal dilakukan di mesin pencampuran
(mixer). Tahap kedua adalah conveying yaitu proses memindahkan bahan-bahan
yang sudah tercampur ke mesin ekstruder dengan cara manual. Tahap selanjutnya
adalah Extrusion. Dalam mesin ekstruder, bahan-bahan mengalami 3 perlakuan
yaitu mixing, cooking, dan forming menjadi bulir-bulir beras analog. Tahap ke-4
adalah melakukan pendinginan pada bulir-bulir beras analog sebelum dikeringkan.
Tahap selanjutnya adalah drying yaitu memasukkan bulir-bulir beras analog
kedalam oven pengering yang berfungsi untuk mengurangi kadar air yang
terkandung dalam bulir beras analog. Tahap ke-6 adalah polishing, yaitu
memasukkan beras analog ke mesin sosoh agar beras yang dihasilkan menjadi
lebih bersih dan memiliki warna yang cerah. Tahapan terakhir adalah mengemas
beras analog ke dalam kemasan standing pouch isi 800 gram beras analog secara
manual.

Perhitungan Harga Pokok Produksi Beras Analog
Perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan adalah perhitungan harga
pokok produksi beras analog yang selama ini diterapkan oleh F-Technopark,
perhitungan harga pokok produksi beras analog dengan menggunakan metode full
costing bukan sebagai suatu unit bisnis, dan perhitungan harga pokok produksi
beras analog dengan menggunakan metode full costing sebagai suatu unit bisnis.
Beras analog yang dijadikan objek dalam perhitungan harga pokok produksi
adalah beras analog dengan kemasan standing pouch isi 800 gram.

12
Perhitungan Harga Pokok Produksi Beras Analog oleh F-Technopark
Perhitungan harga pokok produksi beras analog yang dilakukan FTechnopark IPB selama ini masih sangat sederhana. Biaya-biaya yang
diperhitungkan dalam penetapan harga pokok produksi meliputi biaya bahan baku
dan biaya overhead pabrik variabel. Biaya tenaga kerja langsung dan biaya
overhead pabrik tetap tidak dimasukkan kedalam perhitungan harga pokok
produksi serta perhitungan biaya overhead pabrik variabel yang tidak dilakukan
secara rinci. Bahan baku yang digunakan terdiri dari dua jenis yaitu tepung jagung
dan sagu aren. Sementara biaya overhead pabrik variabel yang dibebankan
kedalam perhitungan biaya produksi adalah biaya bahan penolong, biaya plastik
kemasan, biaya stiker kemasan, biaya stempel kemasan berupa biaya pad stempel
dan biaya tinta permanen, biaya gas sebagai bahan bakar oven dryer, dan biaya
solar sebagai bahan bakar alat sosoh (polisher). Pengumpulan seluruh biaya
produksi dilakukan dalam periode per bulan.
Bahan baku dan bahan penolong dihitung berdasarkan proporsi bahan yang
diperlukan untuk satu kali produksi beras analog dalam satuan kilogram yang
selanjutnya seluruh biaya akan dikumpulkan dalam periode satu bulan dengan
jumlah produksi 25 kali produksi (25 hari kerja). Bahan baku yang diperlukan
untuk memproduksi beras analog sebanyak 1.500 kilogram per bulan. Jumlah
tersebut merupakan jumlah campuran dari dua bahan baku yaitu 750 kilogram
tepung jagung dan 750 kilogram sagu aren. Sedangkan bahan penolong yang
dibutuhkan adalah sebesar 200 gram untuk setiap 10 kilogram bahan baku.
Sehingga bahan penolong yang diperlukan untuk satu kali produksi adalah sebesar
1,2 kilogram per produksi atau 30 kilogram per bulan. Perhitungan harga pokok
produksi beras analog oleh F-Technopark IPB dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perhitungan harga pokok produksi beras analog oleh F-Technopark IPB
Keterangan

Harga/unit
(Rp)
5.500
5.700
16.000

Jumlah
unit/bulan
750
750
30

Satuan

Tepung jagung
Kg
Sagu aren
Kg
Bahan penolong
Kg
Biaya plastik
1.300
1625 Buah
kemasan (pouch)
Biaya stiker
715
1625 Buah
kemasan
Biaya gas
80.000
12,5 Tabung
Biaya bahan bakar
4.500
31,25 Liter
Biaya tinta
5.700
1 Botol
permanen
Biaya pad stempel
7.000
1 Buah
Total harga pokok produksi (Rp)
Total produksi/bulan (pouch)
Harga pokok produksi/pouch 800 gram (Rp)
Sumber : Data diolah, Januari 2013

Jumlah
biaya/bulan (Rp)
4.125.000
4.275.000
480.000
2.112.500
1.161.875
1.000.000
140.625
5.700
7.000
13.307.700
1.625
8.189,40

13
Berdasarkan Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa harga pokok produksi yang
dihasilkan adalah sebesar Rp8.189,40 per pouch. Perhitungan harga pokok
produksi yang diterapkan oleh F-Technopark selama ini adalah suatu perhitungan
yang tidak dibenarkan berdasarkan prinsip akuntansi karena dalam perhitungan
harga pokok produksi, F-technopark tidak membebankan biaya tenaga kerja
langsung dan biaya overhead pabrik tetap. Pada kenyataannya, biaya tenaga kerja
langsung dan biaya overhead pabrik tetap merupakan elemen biaya yang muncul
dari proses produksi beras analog. Oleh karena itu, dalam perhitungan harga
pokok produksi yang diterapkan oleh F-Technopark menghasilkan nilai yang
relatif rendah.
Perhitungan Harga Pokok Produksi Beras Analog Bukan Sebagai Unit Bisnis
dengan Metode Full Costing
Perhitungan harga pokok produksi metode full costing memperhitungkan
seluruh komponen biaya produksi kedalam harga pokok produksi meliputi biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik yang terdiri
dari biaya overhead pabrik tetap dan variabel. Bahan baku yang digunakan untuk
memproduksi beras analog terdiri dari tepung jagung dan sagu aren. Jumlah
tepung jagung yang dibutuhkan dalam satu bulan sebanyak 750 kilogram dengan
harga Rp5.500 per kilogram, jadi biaya yang dikeluarkan untuk membeli tepung
jagung sebesar Rp4.125.000 per bulan. Sagu aren yang diperlukan selama satu
bulan sebanyak 750 kilogram dengan harga Rp5.700 per kilogram, jadi biaya yang
dikeluarkan sebesar Rp4.275.000 per bulan. Sehingga total biaya bahan baku yang
dikeluarkan untuk memproduksi beras analog adalah sebesar Rp8.400.000 per
bulan. Tenaga kerja langsung beras analog berjumlah dua orang, yang terdiri dari
satu orang karyawan produksi dan satu orang karyawan pengemasan. Tidak
terdapat perbedaan upah antara karyawan produksi dan pengemasan. Biaya tenaga
kerja langsung dihitung berdasarkan sistem upah per bulan dengan upah per bulan
sebesar Rp1.000.000 maka biaya tenaga kerja langsung yang dikeluarkan sebesar
Rp2.000.000 per bulan.
Biaya overhead pabrik adalah keseluruhan biaya selain biaya bahan baku
dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik dalam perhitungan harga
pokok produksi beras analog ini dikelompokkan kedalam dua jenis biaya yaitu
biaya overhead pabrik variabel dan tetap. Biaya-biaya yang termasuk ke dalam
biaya overhead pabrik variabel adalah biaya bahan penolong, biaya kemasan,
biaya bahan bakar, dan biaya gas. Bahan penolong pada proses produksi beras
analog merupakan bahan yang menjadi pelengkap bahan baku untuk kegiatan
produksi dan tidak membahayakan bagi konsumen. Bahan penolong yang
dibutuhkan dalam produksi beras analog sebesar 200 gram untuk setiap 10
kilogram bahan baku sehingga untuk 1.500 kilogram bahan baku yang dibutuhkan
per bulan, jumlah bahan penolong yang dibutuhkan sebesar 30 kilogram per bulan
dengan harga sebesar Rp16.000 per kilogram, maka jumlah biaya bahan penolong
untuk memproduksi beras analog adalah Rp480.000 per bulan.
Biaya kemasan yang dibutuhkan antara lain plastik kemasan (standing
pouch), stiker kemasan, tinta permanen dan pad stempel. Jumlah plastik kemasan
berupa standing pouch yang dibutuhkan adalah sebanyak 1625 unit per bulan
dengan harga Rp1.300 per unit maka biaya untuk plastik kemasan adalah
Rp2.112.500 per bulan. Jumlah stiker kemasan yang dibutuhkan adalah sebanyak

14
1625 unit per bulan dengan harga Rp715 per unit maka biaya untuk plastik
kemasan adalah Rp1.161.875 per bulan. Tinta permanen yang dibutuhkan dalam 1
bulan adalah 1 unit dengan harga Rp5.700 per unit maka biaya tinta permanen
sebesar Rp5.700 per bulan. Pad stempel yang dibutuhkan dalam 1 bulan adalah 1
unit dengan harga Rp7.000 per unit maka biaya pad stempel sebesar Rp7.000 per
bulan. Biaya solar yang dikeluarkan digunakan sebagai bahan bakar alat sosoh
(polisher). Bahan bakar solar yang dibutuhkan adalah sebesar 31,25 liter, dengan
harga per liter Rp4.500, maka biaya bahan bakar yang dibutuhkan per bulan
adalah Rp140.625.
Biaya gas yang dikeluarkan digunakan sebagai bahan bakar dalam proses
drying yang menggunakan mesin oven dryer. Jumlah gas yang dibutuhkan adalah
sebesar 12,5 tabung, dengan harga per tabung sebesar Rp80.000, maka biaya gas
yang dibutuhkan per bulan adalah Rp1.000.000. Biaya-biaya yang dikelompokkan
dalam biaya overhead pabrik tetap antara lain biaya sewa bangunan, biaya listrik,
biaya transportasi, biaya pemeliharaan mesin, serta biaya penyusutan. Bangunan
yang dibutuhkan untuk kegiatan produksi beras analog berukuran 45 m2, sehingga
biaya sewa bangunan untuk kegiatan produksi selama satu bulan adalah sebesar
Rp900.000. Listrik merupakan salah satu komponen pendukung yang digunakan
F-technopark IPB sebagai penerangan dan untuk mengoperasikan mesin dalam
kegiatan produksi beras analog. Biaya listrik untuk kegiatan produksi beras analog
adalah sebesar Rp1.225.080 per bulan. Biaya transportasi yang dikeluarkan oleh
F-Technopark adalah biaya pengiriman bahan baku yang diperlukan untuk proses
produksi beras analog sebesar Rp600.000 per bulan.
Biaya pemeliharaan mesin merupakan biaya perawatan dan perbaikan serta
pembelian suku cadang mesin apabila mesin mengalami kerusakan. Biaya
pemeliharaan mesin yang dikeluarkan F-Technopark antara lain penggantian
bagian-bagian mesin yang rusak, pelumas mesin dan lain-lain sebesar Rp100.000
per bulan. Setiap penggunaan mesin dan peralatan dalam kegiatan produksi akan
mengalami penyusutan. Penyusutan dari mesin dan peralatan tersebut akan
mengakibatkan timbulnya biaya yang disebut dengan biaya penyusutan.
Perhitungan biaya penyusutan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Perhitungan biaya penyusutan mesin dan peralatan proses poduksi beras
analog

Keterangan

Harga
perolehan
(Rp)

Mixer
10.000.000
Extruder
200.000.000
Oven dryer
30.000.000
Polisher
6.600.000
Tabung gas
290.000
Jumlah biaya penyusutan

Umur
ekonomis

Nilai sisa
(Rp)

10
10
10
10
10

3.800.000
130.000.000
23.000.000
3.700.000
290.000

Penyusutan
/tahun (Rp)
(A)
620.000
7.000.000
700.000
290.000
0
8.610.000

Penyusutan
/bulan (Rp)
(B)
B=A/12
51.667,67
583.333,33
58.333,33
24.166,67
0
717.500,00

Sumber: Data diolah, Januari 2013

Berdasarkan Tabel 3, dapat diketahui bahwa biaya penyusutan adalah
sebesar Rp8.610.000 per tahun. Jadi biaya penyusutan per bulan adalah sebesar
Rp717.500. Biaya overhead pabrik tetap yang telah dijabarkan merupakan asumsi

15
dengan berdasarkan pada informasi faktual yang diperoleh dari melakukan survei
lapang maupun pencarian informasi melalui pakar dan sumber lainnya. Rincian
perhitungan harga pokok produksi beras analog dengan metode full costing dapat
dilihat pada Tabel 4.
Total harga pokok produksi diperoleh dengan menjumlahkan biaya bahan
baku langsung, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel
dan tetap per bulan. Harga pokok produksi per pouch diperoleh dari pembagian
total harga pokok produksi per bulan dengan jumlah produksi per bulan. Sehingga
dapat dilihat pada Tabel 4, harga pokok produksi beras analog per kemasan
(standing pouch) ukuran 800 gram yang dihasilkan adalah sebesar Rp11.600,17.
Tabel 4. Perhitungan harga pokok produksi beras analog bukan sebagai unit bisnis
dengan metode full costing per bulan
Keterangan

Harga/unit
(Rp)

Biaya bahan baku :
Tepung jagung
5.500
Sagu aren
5.700
Jumlah biaya bahan baku
Biaya tenaga kerja langsung :
Produksi
1.000.000
Pengemasan
1.000.000
Jumlah biaya tenaga kerja langsung
Biaya overhead pabrik :
Overhead pabrik variabel
Bahan Penolong
16.000
Plastik kemasan
1.300
Stiker kemasan
715
Tinta permanen
5.700
Pad stempel
7.000
Bahan bakar
4.500
Gas
80.000
Overhead Pabrik Tetap
Sewa bangunan
900.000
Listrik
1.225.080
Transportasi
600.000
Pemeliharaan mesin
100.000
Penyusutan
717.500
Jumlah biaya overhead pabrik
Harga pokok produksi (Rp)
Jumlah produksi (pouch)
Harga pokok produksi/pouch 800 gram (Rp)

Jumlah
unit

Satuan

Jumlah biaya
(Rp)

750
750

Kg
Kg

4.125.000
4.275.000
8.400.000

1
1

Orang
Orang

1.000.000
1.000.000
2.000.000

30
1625
1625
1
1
31,25
12,5

Kg
Buah
Buah
Botol
Buah
Liter
Tabung

480.000
2.112.500
1.161.875
5.700
7.000
140.625
1.000.000
900.000
1.225.080
600.000
100.000
717.500
8.450.280
18.850.280
1625
11.600,17

Sumber: Data diolah, Januari 2013

Perhitungan Harga Pokok Produksi Beras Analog Sebagai Unit Bisnis
dengan Metode Full Costing
F-Technopark merupakan suatu UPT Kerjasama yang tidak memfokuskan
kegiatan UPT sebagai suatu unit bisnis. Kegiatan produksi beras analog yang
selama ini dilakukan masih menggunakan sumber daya yang sederhana. Jika
kegiatan produksi beras analog dianggap sebagai suatu unit bisnis yang dilakukan

16
oleh pelaku-pelaku bisnis dengan mengharapkan keuntungan yang sebesarbesarnya sebagai tujuan utama maka dibutuhkan sumber daya yang tidaklah
sederhana, seperti bahan baku yang dibutuhkan dalam jumlah yang besar, mesin
dan peralatan yang canggih dan memiliki kapasitas produksi yang tinggi serta
harga input secara keseluruhan yang jauh lebih murah karena pembelian yang
dilakukan dalam jumlah yang besar. Semua unsur yang telah disebutkan secara
langsung akan sangat mempengaruhi harga pokok produksi dari beras analog.
Sehingga diperlukan perhitungan harga pokok produksi beras analog yang
berbeda dari sisi penggunaan sumber daya.
Pada kegiatan proses produksi beras analog sebagai suatu unit bisnis, mesin
yang digunakan adalah satu unit ekstruder dengan harga Rp1.000.000.000 per unit
yang fungsinya sama dengan kesatuan proses dari empat mesin yang digunakan
pada proses produksi beras analog bukan sebagai unit bisnis. Mesin ini memiliki
kapasitas produksi 250 kilogram per jam atau 25 kali lipat dari mesin yang
digunakan pada proses produksi beras analog bukan sebagai unit bisnis. Semakin
meningkatnya kapasitas produksi beras analog menyebabkan terjadinya
penurunan ataupun peningkatan biaya yang digunakan pada proses produksi beras
analog. Elemen biaya yang mengalami perubahan nilai berupa peningkatan
ataupun penurunan harga antara lain biaya bahan baku, biaya overhead pabrik
tetap dan biaya overhead pabrik variabel. Sedangkan pada elemen biaya tenaga
kerja langsung tidak terjadi perubahan terhadap harga melainkan terjadi
perubahan pada jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses produksi beras
analog. Tenaga kerja langsung bagian produksi dibutuhkan sebanyak 10 orang
sedangkan bagian pengemasan sebanyak 4 orang.
Elemen biaya yang mengalami penurunan harga yaitu biaya bahan baku
yang terdiri dari harga tepung jagung dan harga sagu aren per kilogram dan biaya
overhead pabrik variabel yang terdiri dari biaya bahan penolong, biaya plastik
kemasan, biaya stiker kemasan, dan biaya tinta permanen. Pembelian bahan baku
dalam jumlah besar menyebabka