Efek Komposisi Zeolit-Serbuk Kayu dan Suhu Sintering Terhadap Karakteristik Dalam Pembuatan Keramik Berpori Dengan Menggunakan PVA Sebagai Perekat

(1)

EFEK KOMPOSISI ZEOLIT - SERBUK KAYU DAN SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK DALAM PEMBUATAN KERAMIK BERPORI

DENGAN MENGGUNAKAN PVA SEBAGAI PEREKAT SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

KATRIN AFRIANITA P 050801055

DEPARTEMEN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

EFEK KOMPOSISI ZEOLIT-SERBUK KAYU DAN SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK DALAM PEMBUATAN KERAMIK BERPORI DENGAN

MENGGUNAKAN PVA SEBAGAI PEREKAT

Oleh :

KATRIN AFRIANITA P 050801055

Disetujui Oleh :

Drs. Pardamean sebayang,M.Si NIP : 19550105.198303.1.003

Diketahui Oleh : Kepala Pusat Penelitian Fisika

PPF-LIPI

Dr.Ing.Priyo Sardjono NIP: 19531230.197903.1.003


(3)

PERSETUJUAN

Judul : EFEK KOMPOSISI ZEOLIT SERBUK

KAYU DAN SUHU SINTERING TERHA DAP KARAKTERISTIK DALAM PEMBUATAN KERAMIK BERPORI DENGAN MENGGUNAKAN PVA SEBAGAI PEREKAT

Kategori :SKRIPSI

Nama :KATRIN AFRIANITA PASARIBU

NIM :050801055

Program Studi :SARJANA (S1) FISIKA

Departemen :FISIKA

Fakultas :MATEMATIKA DAN ILMU

PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSI TAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di

Medan, 23 Februari 2010

Diketahui

Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing

Dr.Marhaposan Situmorang Drs.Kerista Sebayang,MS

NIP:195510301980031003 NIP: 195806231986011001


(4)

PERNYATAAN

EFEK KOMPOSISI ZEOLIT - SERBUK KAYU DAN SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK DALAM PEMBUATAN KERAMIK BERPORI

DENGAN MENGGUNAKAN PVA SEBAGAI PEREKAT

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, 19 Februari 2010

KATRIN AFRIANITA 050801055


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang yang telah memberikan Rahmat, Karunia dan Bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan yang berjudul Efek Komposisi Zeolit-Serbuk Kayu dan Suhu Sintering Terhadap Karakteristik Dalam Pembuatan Keramik Berpori Dengan Menggunakan PVA Sebagai Perekat Yang dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Material Keramik dan Gelas LIPI Serpong, Tangerang sesuai dengan waktu yang telah di tetapkan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Drs. Kerista Sebayang,MS selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah banyak memberikan waktu dan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan tugas akhir ini, serta Prof.Drs Pardamean Sebayang,M.Si , Ir. Muljadi, M.Si, Anggito P Tetuko,S.T, Deni S Khaerudini, S.Si, Lukman Paris ,Amd dan Denny Mahadi selaku pembimbing lapangan yang telah memberikan bimbingan,waktu dan tenaga kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Drs. Chandra Nur,M.Sc, kepada Ketua dan Sekretaris Jurusan Departemen Fisika DR. Marhaposan Situmorang dan Dra Justinon, M.Si, Dekan FMIPA USU Prof.Eddy Marlianto,M.Sc serta semua Staff Pengajar dan Pegawai Departemen Fisika FMIPA USU.

Tidak lupa pula penulis ucapkan terimakasih kepada semua mahasiswa Fisika S-1 khususnya stambuk 2005 ( Toni Apriantono Manik, Flora Hutagalung, Febriantono Siboro, Fernando S, Try Eko, Espol S, Erwin S, Nisa, Widya Tutik, Shinta In The Genk, Nelly In The Genk, Teman-teman Fikoli, Ka Aisyah, S.Si) dan adik-adikku di Fisika 2008 (Eben,Rony,Martin,Andes,Nia,Mangara,Tere,Elisabet dll) dan juga Sahabat-sahabat ku yang selalu member semangat buat ku ( Dian Frisca,Wita Marta, Duma S, Maria, Ka Mely,S.T, bang Arga,S.T). Akhirnya tidak terlupakan ucapan terima kasih kepada yang paling kucinta dan ku sayang Ayahanda ST Pasaribu dan Ibunda tersayang Idaria P dan seluruh keluarga besar ku dan adik-adikku ( yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan banyak terima kasih.


(6)

EFEK KOMPOSISI ZEOLIT - SERBUK KAYU DAN SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK DALAM PEMBUATAN KERAMIK BERPORI

DENGAN MENGGUNAKAN PVA SEBAGAI PEREKAT

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pembuatan keramik berpori berbasis zeolit dengan aditif serbuk kayu dengan tahapan : penggilingan dengan ball mill selama 24 jam, pengeringan di dalam oven pada suhu 100°C selama 3 jam, pengayakan hingga lolos 100 mesh. Penambahan serbuk kayu divariasi mulai dari 10, 20, 30, 40, dan 50 % massa, diaduk dengan perekat PVA menjadi benda uji dengan cara tekan, kemudian disinter pada suhu 900, 1000, dan 1100°C. Karakterisasi yang dilakukan meliputi: densitas, susut bakar, porositas, penyerapan air, koefisien ekspansi termal, kuat patah, kuat tekan, analisa XRD dan SEM. Keramik berpori yang dihasilkan mempunyai nilai: densitas berkisar antara

1,704 -2,303 g/cm3 ,susut bakar : 6,55 – 54,096 %, porositas : 25,556 – 82,033 %,

penyerapan air : 11,08 – 48,13 % , koefisien ekspansi termal : 4-6 x 10 -6/oC, kekuatan

patah: 0,851 – 17,859 MPa, dan kekuatan tekan : 573 – 8,396 MPa. Kondisi optimum

adalah komposisi 30% serbuk kayu dengan 70 % zeolit pada suhu sintering 1000 oC,

menghasilkan fasa mullite dengan stuktur kristal orthorhombic dengan analisa XRD. Sedangkan hasil pengamatan SEM menunjukkan bahwa keramik berpori mempunyai ukuran pori sekitar 0,25 – 5,25 m dan distribusi partikel relatif tidak merata.


(7)

THE EFFECTS OF ZEOLIT - WOOD POWDER COMPOSITION AND TEMPERATURE OF SINTERING FOR CHARACTERISTICS IN MAKING

POUROUS CERAMIC WITH PVA

ABSTRACT

A research has done bases on zeolit and additive wood powder by using ball mill along as 24 hours ,dried in the oven at 100°C for 3 hours, sieved until through out 100 mesh. The next step, that wood powder variation in 10, 20, 30, 40, and 50 % (massa) of wood powder, then sintering at temperatur 900, 1000, dan 1100°C. The sample has already burning ready to have test the density, burned shrinking, porosity, water absorbtion, coefficient of thermal expantion, bending strength, compressive strength, XRD and SEM

analysis. From the measure result showed the density between 1,704 -2,303 gr/cm3,

burned shrinking : 6,55 – 54,096 %, porosity : 25,556 – 82,033 %, water absorbtion :

11,08 – 48,13 %, coefficient of thermal expantion : 4 – 6 x 10 -6/oC, bending strength :

0,851 – 17,859 MPa, compressive strength : 573 – 8,396 MPa. From some of sample have been made, shown optimum condition is 30% wood powder and 70 % zeolit at

temperatur of sintering is1000 oC, have mullite fase in cristal orthorhombic system by

XRD test. SEM test show that porous ceramic have pour size 0,25 – 5,25 m and the distribution is not same.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Pengesahan ... ii

Persetujuan ... iii

Pernyataan ... iv

Penghargaan ... v

Abstrak ... vi

Abstract ... vii

Daftar Isi ... viii

Daftar Tabel ... x

Daftar Gambar ... xi

Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 3

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 4

1.5. Tempat Penelitian ... 4

1.6. Sistematika Penulisan ... 5

Bab II Tinjauan Pustaka 2.1. Zeolit ... 6 2.1.1. Struktur dan Sifat Zeolit ... 7

2.2. Serbuk Gergaji Kayu ... 8

2.3. Keramik Berpori ... 11

2.3.1. Aplikasi Keramik Berpori ... 11

2.3.2. Karakteristik Keramik Berpori ... 12

2.3.2.1 Sifat Fisis ... 12

2.3.2.1.1. Susut Bakar ... 12

2.3.2.1.2. Densitas ... 13

2.3.2.1.3. Porositas ... 14

2.3.2.1.4. Penyerapan Air... 14

2.3.2.1.5. Koefisien Ekspansi Termal ... 15

2.3.2.2 Sifat Mekanik ... 15

2.3.2.2.1. Kuat Patah ... 15

2.3.2.2.2. Kuat Tekan ... 16

2.4. Analisa Mikrostruktur ... 16

2.4.1 SEM ... 16

2.5. Analisa Struktur Kristal ... 18

2.5.1. XRD( X – Ray Diffraction )... 20


(9)

Bab III Metodelogi Penelitian

3.1. Alat dan Bahan ... 22

3.1.1. Alat... 22

3.1.2. Bahan... 23

3.2. Diagram alir... 24

3.3. Variabel eksperimen... 25

3.3.1. Variabel Penelitian... 25

3.3.2. Variabel Percobaan yang Diuji... 25

3.4. Prosedur Penelitian... 26

3.5. Pengujian Sampel... 30

3.5.1. Pengujian Sifat Fisis... 30

3.5.1.1. Susut Bakar... 30

3.5.1.2. Densitas, Porositas dan Penyerapan Air... 30

3.5.1.3. Koefisien Ekspansi Termal... 31

3.5.2. Pengujian Sifat mekanik... 32

3.5.2.1. Kuat Patah... 32

3.5.2.2. Kuat Tekan... 33

3.5.3. Pengujian Mikrostruktur... 33

3.5.3.1. SEM... ... 33

3.5.4. Pengujian Struktur... 34

3.5.4.1. Difraksi Sinar X( X-Ray Diffraction)... 34

Bab IV Hasil Dan Pembahasan 4.1. Sifat Fisis... 36

4.1.1. Susut Bakar... 36

4.1.2. Densitas,Porositas dan Penyerapan air... 42

4.1.3. Koefisien Ekspansi termal... 50

4.2. Sifat Mekanik... 60

4.2.1. Kuat Patah... 60

4.2.2. Kuat Tekan... 63

4.3. Analisa Mikrostruktur... 66

4.3.1. SEM... 66

4.4. Analisa Struktur Kristal... 68

4.4.1. Analisa Kualitatif XRD... 68

Bab V KESIMPULAN DAN SARAN... 75

5.1. Kesimpulan... 75

5.2. Saran... 76

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN A Gambar Bahan Percobaan LAMPIRAN B Gambar Peralatan Percobaan

LAMPIRAN C JCPDSInternational Centre for Diffraction Data


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Variasi komposisi pembuatan keramik berpori 3

berbasis zeolit dan serbuk kayu

Tabel 2.1 Komposisi Zeolit Pahae 7

Tabel 2.2 Berat Jenis beberapa Jenis Kayu di Indonesia 9

Tabel 2.3 Klasifikasi Zeolit 19

Tabel 3.1 Komposisi Bahan Pembuatan keramik berpori 27

dengan perekat PVA

Tabel 4.1 Data Volume Sampel Keramik Berpori Sebelum Sintering 37

Tabel 4.2 Data Volume Sampel Keramik Berpori Setelah Sintering 38

Tabel 4.3 Data Susut Bakar Keramik Berpori 39

Tabel 4.4 Data Pengujian Densitas,Porositas,dan Penyerapan Air

Sampel Keramik Berpori 44

Tabel 4.5 Data Ekspansi Termal 70% Zeolit + 30% Serbuk Kayu (900oC) 51

Tabel 4.6 Data Ekspansi Termal 70% Zeolit + 30% Serbuk Kayu (1000oC) 53

Tabel 4.7 Data Ekspansi Termal 70% Zeolit + 30% Serbuk Kayu (1100oC) 55

Tabel 4.8 Data Pengujian Kuat Patah Sampel Keramik Berpori 61

Tabel 4.9 Data Pengujian Kuat Tekan Sampel Keramik Berpori 64

Tabel 4.10 Analisa XRD Zeolit Alam Pahae 69

Tabel 4.11 Data XRD Pada suhu 1000oC 71

Tabel 4.12 Data XRD Pada suhu 1100oC 73


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Zeolit 7

Gambar 2.2 Tanaman Sengon 10

Gambar 2.3 DiagramScanning Electron Microscope (SEM) 17

Gambar 2.4 Tetrahedra Alumina dan Silika (TO4) pada struktur Zeolit 18

Gambar 2.5 Unit Bangunan Struktur Zeolit 21

Gambar 2.6 Difraksi Bidang Kristal 21

Gambar 3.1 Trend Pembakaran ( Sintering ) sampel 29

Gambar 3.2 Sampel uji kuat patah yang diletakkan 32

diantara lempengan penekan

Gambar 3.3 Skema alat uji XRD 34

Gambar 4.1 Pengaruh Penambahan Zeolit-Serbuk Kayu dan Kenaikan

Suhu Sintering terhadap Susut Bakar Keramik Berpori 41

Gambar 4.2 Pengaruh Penambahan Zeolit-Serbuk Kayu dan Kenaikan

Suhu Sintering terhadap Densitas Keramik Berpori 45

Gambar 4.3 Pengaruh Penambahan Zeolit-Serbuk Kayu dan Kenaikan 47

Suhu Sintering terhadap Porositas Keramik Berpori

Gambar 4.4 Proses Sintering 48

Gambar 4.5 Pengaruh Penambahan Zeolit- Serbuk Kayu dan Kenaikan

Suhu Sintering terhadap Penyerapan Air Keramik Berpori 49

Gambar 4.6 Pengaruh Suhu Terhadap Pertambahan panjang

Pada komposisi zeolit Zeolit 70 % dan serbuk kayu 30 % (900°C) 58

Gambar 4.7 Pengaruh Suhu Terhadap Pertambahan panjang Pada Komposisi

Zeolit 70 % dan Serbuk Kayu 30 % (1000°C) 59

Gambar 4.8 Pengaruh Suhu Terhadap Pertambahan Panjang Pada Komposisi

Zeolit 70 % dan Serbuk Kayu 30 % (1100°C) 59

Gambar 4.9 Pengaruh Penambahan Zeolit-Serbuk Kayu dan

Suhu Sintering terhadap Kuat Patah Keramik Berpori 59


(12)

Gambar 4.10 Pengaruh Penambahan Zeolit-Serbuk Kayu dan Suhu

Sintering terhadap Kuat Tekan Keramik Berpori 65 Gambar 4.11 Hasil SEM Perbesaran 2500 X sampel dengan Komposisi

30 % serbuk kayu dan 70 % Zeolit 1000oC 66

Gambar 4.12 Hasil SEM Perbesaran 5000 X sampel Komposisi

30 % Serbuk Kayu dan 70 % Zeolit Suhu 1000 oC 66

Gambar 4.13 Pembentukan Fasa dari Bahan Zeolit Alam 70

Gambar 4.14 Pembentukan Fasa pada sampel dengan Komposisi

Serbuk Kayu : Zeolit ( 30 : 70%) pada suhu 1000oC 72

Gambar 4.15 Pembentukan Fasa pada sampel dengan Komposisi

Serbuk Kayu : Zeolit ( 30 : 70% pada suhu 1100oC 74


(13)

EFEK KOMPOSISI ZEOLIT - SERBUK KAYU DAN SUHU SINTERING TERHADAP KARAKTERISTIK DALAM PEMBUATAN KERAMIK BERPORI

DENGAN MENGGUNAKAN PVA SEBAGAI PEREKAT

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian pembuatan keramik berpori berbasis zeolit dengan aditif serbuk kayu dengan tahapan : penggilingan dengan ball mill selama 24 jam, pengeringan di dalam oven pada suhu 100°C selama 3 jam, pengayakan hingga lolos 100 mesh. Penambahan serbuk kayu divariasi mulai dari 10, 20, 30, 40, dan 50 % massa, diaduk dengan perekat PVA menjadi benda uji dengan cara tekan, kemudian disinter pada suhu 900, 1000, dan 1100°C. Karakterisasi yang dilakukan meliputi: densitas, susut bakar, porositas, penyerapan air, koefisien ekspansi termal, kuat patah, kuat tekan, analisa XRD dan SEM. Keramik berpori yang dihasilkan mempunyai nilai: densitas berkisar antara

1,704 -2,303 g/cm3 ,susut bakar : 6,55 – 54,096 %, porositas : 25,556 – 82,033 %,

penyerapan air : 11,08 – 48,13 % , koefisien ekspansi termal : 4-6 x 10 -6/oC, kekuatan

patah: 0,851 – 17,859 MPa, dan kekuatan tekan : 573 – 8,396 MPa. Kondisi optimum

adalah komposisi 30% serbuk kayu dengan 70 % zeolit pada suhu sintering 1000 oC,

menghasilkan fasa mullite dengan stuktur kristal orthorhombic dengan analisa XRD. Sedangkan hasil pengamatan SEM menunjukkan bahwa keramik berpori mempunyai ukuran pori sekitar 0,25 – 5,25 m dan distribusi partikel relatif tidak merata.


(14)

THE EFFECTS OF ZEOLIT - WOOD POWDER COMPOSITION AND TEMPERATURE OF SINTERING FOR CHARACTERISTICS IN MAKING

POUROUS CERAMIC WITH PVA

ABSTRACT

A research has done bases on zeolit and additive wood powder by using ball mill along as 24 hours ,dried in the oven at 100°C for 3 hours, sieved until through out 100 mesh. The next step, that wood powder variation in 10, 20, 30, 40, and 50 % (massa) of wood powder, then sintering at temperatur 900, 1000, dan 1100°C. The sample has already burning ready to have test the density, burned shrinking, porosity, water absorbtion, coefficient of thermal expantion, bending strength, compressive strength, XRD and SEM

analysis. From the measure result showed the density between 1,704 -2,303 gr/cm3,

burned shrinking : 6,55 – 54,096 %, porosity : 25,556 – 82,033 %, water absorbtion :

11,08 – 48,13 %, coefficient of thermal expantion : 4 – 6 x 10 -6/oC, bending strength :

0,851 – 17,859 MPa, compressive strength : 573 – 8,396 MPa. From some of sample have been made, shown optimum condition is 30% wood powder and 70 % zeolit at

temperatur of sintering is1000 oC, have mullite fase in cristal orthorhombic system by

XRD test. SEM test show that porous ceramic have pour size 0,25 – 5,25 m and the distribution is not same.


(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Zat padat yang memiliki pori merupakan teknologi yang sangat penting karena kemampuan zat padat tersebut bereaksi dengan gas dan zat cair tidak hanya di bagian permukaan, tetapi diseluruh bagian. Dalam penulisan skripsi ini, penulis akan membahas mengenai pemanfaatan zat padat berpori yaitu keramik berpori, dengan memanfaatkan bahan alam dengan menggunakan zeolit dan serbuk kayu . Alasan penggunaan zeolit sebagai salah satu bahan penyusun dikarenakan struktur zeolit yang berpori dengan molekul air didalamnya, melalui pemanasan menyebabkan molekul air

mudah lepas sehingga menjadikan zeolit spesifik sebagai adsorben, molecular sieving,

penukar ion, dan katalisator(F.A Mumpton dan L.B Sand, 1978). Kebutuhan manusia

akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan

kayu untuk industri perkayuan di Indonesia diperkirakan sebesar 70 juta m3 per tahun

dengan kenaikan rata-rata sebesar 14,2 % per tahun sedangkan produksi kayu bulat

diperkirakan hanya sebesar 25 juta m3 per tahun, dengan demikian terjadi defisit sebesar

45 juta m3( Priyono SKS, 2001) . Hal ini menunjukkan bahwa sebenarnya daya

dukung hutan sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan kayu. Keadaan ini diperparah oleh adanya konversi hutan alam menjadi lahan pertanian, perladangan berpindah, kebakaran hutan, praktek pemanenan yang tidak efisen dan pengembangan infrastruktur yang diikuti oleh perambahan hutan. Data Departemen Kehutanan dan Perkebunan tahun 1999/2000 menunjukkan bahwa produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4,61

juta m3 sedangkan kayu gergajian mencapai 2,06 juta m3. Dengan asumsi limbah yang

dihasilkan mencapai 61% maka diperkirakan limbah kayu yang dihasilkan mencapai


(16)

lebih dari 5 juta m3 (Departemen Kehutanan Dan Perkebunan, 2000). Adapun limbah berupa serbuk gergaji pemanfaatannya masih belum optimal. Sebagai contoh adalah pada industri penggergajian di Jambi yang berjumlah 150 buah yang kesemuanya terletak ditepi sungai Batanghari, limbah kayu gergajian yang dihasilkan dibuang ke tepi sungai tersebut sehingga terjadi proses pendangkalan dan pengecilan

ruas sungai( Pari G, 2002).

Beberapa penelitian mengenai pembuatan keramik berpori dengan bahan zeolit atau serbuk kayu antara lain : Penelitian yang dilakukan pada tahun 2006 dengan

pembuatan keramik berpori melalui pencetakan dengan tekanan sebesar 60 kg/cm2,

pada suhu bakar 600, 700, 800, 900 dan 1000 oC selama 3 jam, didapat hasil sebagai

berikut: Dari analisis XRD maupun SEM dapat diamati bahwa struktur zeolit

terdestruksi pada suhu bakar 1000oC, angka pori keramik yang dihasilkan cukup tinggi

yaitu berkisar antara 30,4 % - 48,41%, angka pori tertinggi dicapai pada suhu bakar 800 o

C, daya serap air berkisar antara 31,11% - 40,36%, demikian juga daya serap tertinggi

dicapai juga oleh keramik dengan suhu bakar 800 oC. Penelitian keramik berpori

dengan menggunakan serbuk kayu sebagai aditif juga telah dilakukan pada tahun 2008 dengan komposisi bahan dasar keramik yang digunakan kaolin 30%, feldsfar 30%, clay 20% dan kuarsa 20% serta aditif serbuk kayu damar dengan berbagai komposisi 5%, 10%, 15%, 20% dan 30%. Semua bahan berukuran 100 mesh dibentuk menjadi sampel

berbentuk silinder dengan cara pengecoran dan kemudian dibakar dengan suhu 11000C.

Dari hasil pengukuran menunjukkan bahwa porositas berkisar antara 26,13% - 59,40%;

densitas antara 0,658 – 1,363 gr/cm3; kuat tekan 2,533 – 11,447 N/m2; kekerasan 94 –

140 Mpa dan absorbsi gas radikal CO 14,76 – 29,73%; CO2 27,85 – 26,09%; HC 0,31 – 17,86%. Dari beberapa sampel yang dibuat ternyata kondisi optimum adalah komposisi

30% serbuk kayu damar dengan suhu 1100 oC. Dari kedua gambaran hasil penelitian

tersebut, saya melanjutkan penelitian mengenai pembuatan keramik berpori dengan bahan zeolit dan serbuk kayu gergaji dengan efek suhu sintering, komposisi masing-masing bahan penyusun keramik berpori pada pembuatan keramik berpori tersebut .


(17)

1.2 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengembangkan penelitian mengenai pemanfaatan sumber daya alam yaitu zeolit dan serbuk kayu gergaji sebagai bahan pembuatan keramik berpori. 2. Untuk menganalisa pengaruh variasi komposisi zeolit sebagai basis danpengaruh

variasi komposisi serbuk kayu sebagai zat aditif pada pembuatan keramik berpori. 3. Untuk menganalisa pengaruh variasi suhu sintering terhadap komposisi

masing-masing keramik berpori.

1.3 Batasan Masalah

Dalam penelitian ini batasan masalah yang dibahas meliputi:

1. Pembuatan keramik berpori berbahan dasar zeolit alam dan serbuk kayu dengan variasi komposisi bahan baku dibuat dalam % massa, seperti diperlihatkan pada table 1.

Tabel 1. Variasi komposisi pembuatan keramik berpori berbasis zeolit dan serbuk kayu.

ZEOLIT (% massa)

SERBUK KAYU GERGAJI (% massa)

100 0

90 10

80 20

70 30

60 40

50 50

2. Pembuatan keramik berpori dengan variasi suhu pembakaran: 900, 1000, dan

1100oC dengan waktu tahan 2 jam.


(18)

3. Pada proses pembuatan keramik berpori ini dilakukan dengan penekanan 25

Kg/cm2.

4. Pada proses pembuatan keramik berpori ini menggunakan perekat PVA 50 gr 5. Pengujian Sifat-Sifat Fisis meliputi:

· Densitas.

· Porositas

· Penyerapan Air

· Susut Bakar

· Koefesien Ekspansi Termal

6. Pengujian Sifat Mekanik meliputi :

· Kuat Patah (Bending Strength)

· Kuat tekan (Compressive Strength)

7. Analisa Mikrostuktur

· SEM (Scanning Electron Microscope)

8. Analisa Struktur Kristal

· XRD (X-Ray Difraction )

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adalah pemanfaatan limbah sumber daya alam dalam perkembangan teknologi, yaitu pemanfaatan zeolit sebagai bahan dasar dan serbuk kayu gergaji yang berfungsi sebagai aditif dalam pembuatan keramik berpori. Ukuran keramik berpori yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan karakteristik yang dapat digunakan sebagai filter.

I.5 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan Laboratorium Rekayasa Material Keramik dan Gelas, Pusat Penelitian Fisika LIPI Gd. 440 Kawasan PUSPIPTEK Serpong, Desa Setu, Kecamatan Setu, Kabupaten Tangerang, Propinsi Banten, Indonesia.


(19)

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan

Bab ini mencakup latar belakang penelitian, batasan masalah yang akan diteliti, tujuan penelitian, tempat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab ini membahas tentang landasan teori yang menjadi acuan untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.

Bab III Metodologi Penelitian

Bab ini membahas tentang peralatan dan bahan penelitian, diagram alir penelitian, prosedur penelitian, pengujian sampel.

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab ini membahas tentang data hasil penelitian dan analisa data yang diperoleh dari penelitian.

Bab V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisikan tentang kesimpulan yang diperoleh dari penelitian dan memberikan saran untuk penelitian yang lebih lanjut.


(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Zeolit

Zeolit baru dikenal sebagai bahan tambang setelah ditemukan pada tahun 1756 oleh B.A.F.Cronsted seorang ahli mineral dari Swedia. Nama zeolit berasal dari dua kata

Yunani, zeo artinya mendidih dan lithos artinya batuan ( Kirk-Othmer, 1993). Diberi

nama zeolit karena sifatnya yaitu mendidih dan mengeluarkan uap jika dipanaskan( Dyer,

1994). Constedt menggambarkan kekhasan mineral ini ketika berada dalam pemanasan terlihat seperti mendidih karena molekulnya kehilangan air dengan sangat cepat. Sesuai dengan sifatnya tersebut maka mineral ini diberi nama zeolit yang berasal dari kata ‘zein’ yang berarti mendidih dan ‘lithos’ yang berarti batuan. Zeolit terbentuk dari abu vulkanik yang telah mengendap jutaan tahun silam. Sifat-sifat mineral zeolit sangat bervariasi tergantung dari jenis dan kadar mineral zeolit. Zeolit mempunyai struktur berongga biasanya rongga ini diisi oleh air serta kation yang bisa dipertukarkan dan memiliki ukuran pori tertentu. Oleh karena itu zeolit dapat dimanfaatkan sebagai penyaring molekuler, senyawa penukar ion, sebagai filter dan katalis. Warna dari zeolit adalah putih keabu-abuan, putih kehijau-hijauan, atau putih kekuning-kuningan. Ukuran kristal zeolit

kebanyakan tidak lebih dari 10–15 mikron(Mursi Sutarti, 1994).

Pada umumnya komposisi zeolit alam mengandung klinoptilolit, mordenit, chabazit, dan erionit. Warna dari zeolit adalah putih keabu-abuan, putih kehijau-hijauan,

atau putih kekuning-kuningan. Densitas zeolit antara 2,0 - 2,3 g/cm3, dengan bentuk halus

dan lunak. Pada penelitian ini digunakan zeolit Pahae, adapun komposisi dari zeolit pahae diperlihatkan pada tebal dibawah :


(21)

Tabel 2.1 Komposisi Zeolit Pahae (Distam PropSu, 2004 ) Komposisi

Kimia

- CaO, MgO, Al2O3, Fe2O3, SiO2, K2O, Na2O, TiO2 - SiO2 = 60,18 %

- Al2O3 = 14,25 %

Sifat Fisik - Warna hijau kebiru-biruan, putih, dan coklat - Kekerasan : 1 - 2

- Berat Jenis : 2.0 - 2.4 - Endapan berlapis

Kegunaan - Bahan bangunan dan ornament

- Semen Pozzolan, bahan agregat ringan - Bahan pengembang dan pengisi pasta gigi - Bahan penjernih air

- Campuran makanan ternak

Keterdapatan Simangumban (Taput)

Cadangan +/- 6.000.000 Ton

2.1.1 Struktur dan Sifat Zeolit

Kerangka dasar struktur zeolit terdiri dari unit-unit tetrahedral [AlO

4] dan [SiO4] yang

saling berhubungan melalui atom O (Barrer, 1987). Pada struktur 3-dimensi yang

digambarkan pada gambar 2.1 di bawah, dapat dilihat bahwa empat ikatan tetravalen silikon adalah netral sedangkan empat ikatan trivalen aluminium adalah negatif. Sehingga dibutuhkan ion bermuatan positif untuk menetralkan senyawa tersebut, seperti Na, yang diindikasikan secara umum. Struktur zeolit dapat digambarkan seperti sarang lebah dengan saluran-saluran dan rongga-rongga yang dihasilkan oleh sambungan-sambungan

kaku tetrahedral(Dyer, 1994).

Gambar 2.1 Struktur Zeolit


(22)

Struktur zeolit yang berpori dengan molekul air didalamnya, melalui pemanasan menyebabkan molekul air mudah lepas sehingga menjadikan zeolit spesifik sebagai

adsorben,molecular sieving, penukar ion, dan katalisator(F.A Mumpton dan L.B Sand,

1978) . Zeolit juga bersifat sebagai penyaring molekul, hal ini dikarenakan zeolit memiliki struktur yang berongga sehingga molekul-molekul yang berukuran lebih kecil

atau sesuai dengan ukuran rongganya dapat lewat atau tersaring. Partikel zeolit memiliki

tiga tipe pori, yaitu macropore dan micropore (masing-masing dengan ukuran >50nm dan <2nm). Di antara keduanya terdapatmesopore.Macroporemerupakan jalan masuk ke dalam partikel menuju micropore. Sebaliknya, micropore adalah penyebab besarnya luas permukaan membran zeolit.

2.2 Serbuk Gergaji Kayu

Serbuk gergaji kayu adalah butiran kayu yang dihasilkan dari proses menggergaji.

Serbuk-serbuk kayu ini dapat diperoleh dari beragam sumber, yang meliputi limbah pertanian atau perkayuan, seperti serbuk gergajian, sekam, jerami kering, atau bonggol

jagung. Menurut (Strak dan Berger, 1997) , serbuk kayu memiliki temperatur proses

lebih rendah ( kurang dari 400 ºF). Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pemanfaatan serbuk kayu jenis kayu, ukuran serbuk, sifat dasar dari serbuk kayu itu sendiri. Serbuk kayu yang merupakan hasil sampingan dari industri gergaji kayu merupakan bahan yang sebagian besar terdiri dari selulosa (40-50%), hemiselulosa (20-30%), lignin (20-(20-30%), dan sejumlah kecil bahan-bahan anorganik dan ekstraktif. Pemanfaatan serbuk gergaji kayu sebagai bahan material penjerap merupakan salah satu teknologi yang murah karena bahan bakunya mudah didapat mengingat negara Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan yang sangat luas.

Beberapa hal yang tergolong dalam sifat kayu adalah berat jenis, keawetan alami, higroskopik, berat volume dan kekerasan. Tingkat kekerasan suatu jenis kayu mengacu pada Berat Jenis Kayu (BJK) yang berbeda-beda untuk setiap jenis kayu, Berdasarkan berat jenisnya, jenis-jenis kayu digolongkan ke dalam kelas-kelas sebagai berikut:


(23)

· Sangat berat = lebih besar dari 0,90 gr/cm3

· Berat = 0,75 - 0,90 gr/cm3

· Agak berat = 0,60 - 0,75 cm3

· Ringan = lebih kecil dari 0,60 cm3

Semakin besar indeks BJK berarti semakin berat dan semakin kuat dan awet kayu itu. Berat Jenis Kayu merupakan salah satu petunjuk penting untuk mengetahui kwalitas bahan kayu, berikut ini adalah tabel BJK untuk beberapa jenis kayu yang ada di Indonesia :

Tabel 2.2 Berat Jenis beberapa Jenis Kayu Indonesia

Nama Populer Nama Ilmiah

Berat Jenis Kayu

Sengon Albizzia Falcataria 0,33

Jelutung Dyera spp 0,40

Meranti Merah Shorea Acuminata 0,51

Nyatoh Palaquium bataanense 0,67

Jati Tectona Grandis 0,70

Kamper/Kapur Dryobalanops spp 0,75

Kruing Dipterocarpus spp 0,76

Merbau/Ipil Intsia spp 0,82

Bangkirai Shorea Laevis 0,91

Ulin/Belian Eusideroxylon Zwageri 1,04

Ebony/Kayu Hitam Diospyros Celebica 1,09

Pada penelitian ini digunakan serbuk kayu gergaji dari kayu sengon (Albazia

Falcataria).Kayu sengon memiliki ciri umum sebagai berikut :

1. Kayu teras berwarna hampir putih atau coklat muda pucat (seperti daging).

2. Teksturnya agak kasar dan merata dengan arah serat lurus, bergelombang lebar atau berpadu.

3. Permukaan kayu agak licin atau licin dan agak mengkilap.

4. Kayunya mudah digergaji, tetapi tidak semudah kayu meranti merah dan dapat

dikeringkan dengan cepat tanpa cacat yang berarti (Martawijaya dan Kartasujana,

1977).


(24)

Bagian yang memberikan manfaat yang paling besar dari pohon sengon adalah batang kayunya. Pohonnya dapat mencapai tinggi sekitar 30–45 meter dengan diameter batang sekitar 70 – 80 cm. Bentuk batang sengon bulat dan tidak berbanir. Kulit luarnya berwarna putih atau kelabu, tidak beralur dan tidak mengelupas. Dengan harga yang cukup menggiurkan saat ini sengon banyak diusahakan untuk berbagai keperluan dalam bentuk kayu olahan berupa papan dengan ukuran tertentu sebagai bahan baku pembuat peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam kontruksi, industri korek api , pulp, kertas dan lain -lainnya.

Gambar 2.2 Tanaman Sengon

Ada empat hal yang dapat dijadikan batasan dari penguraian komponen kayu yang terjadi karena pemanasan, yaitu:

1. Batasan A adalah suhu pemanasan sampai 200 °C. Air yang terkandung dalam bahan baku keluar menjadi uap, sehingga kayu menjadi kering, retak-retak dan bengkok. Kandungan karbon lebih kurang 60 %.

2. Batasan B adalah suhu pemanasan antara 200-280 °C. Kayu secara perlahan – lahan menjadi arang dan destilat mulai dihasilkan. Warna arang menjadi coklat gelap serta kandungan karbonnya lebih kurang 70%.

3. Batasan C adalah suhu pemanasan antara 280-500 °C. Pada suhu ini akan terjadi karbonisasi selulosa, penguraian lignin dan menghasilkan “ter”. Arang


(25)

yang terbentuk berwarna hitam serta kandungan karbonnya meningkat menjadi 80%. Proses pengarangan secara praktis berhenti pada suhu 400 °C.

4. Batasan D adalah suhu pemanasan 500 °C, terjadi proses pemurnian arang,

Pemanasan diatas 700oC hanya menghasilkan berupa gas.

2.3 Keramik Berpori

Salah satu sifat penting dari keramik adalah porositasnya. Keramik berpori mempunyai rongga-rongga kecil yang dapat dirembesi oleh fluida (khususnya udara atau air). Keramik yang digunakan sebagai membran memiliki pori dengan rentang ukuran antara 1

um hingga mendekati 1mm. Rentang ukuran tersebut termasuk dalam kategori liquid

phase pore atau spatial pore (atau disebut juga macropore). Berbagai teknik telah

dilakukan untuk membuat keramik dengan pori ukuran mikro, beberapa diantaranya

adalah melalui drying bersuhu rendah. Selain itu dapat juga dilakukan dengan

pembakaran untuk menghilangkan bahan organik dan meninggalkan pori. Sementara cara

pencetakan (forming method) dapat dilakukan baik denganslip castingatau dry pressing.

Dua keping keramik dapat memilki komposisi yanng sama tetapi kerapatannya berbeda

jika yang satu berpori dan yang lainnya tidak berpori(S, Kurnia, 2006).Keramik berpori

dapat diperoleh dengan mencampurkan bahan organik (produk semen, produk beton, produk gips, produk asal keramik) ,atau dengan mencampurkan zat aditif dengan serbuk bahan keramik. Setelah pembentukan dan pembakaran dihasilkan hasil ukuran pori yang bersesuaian.

2.3.1 Aplikasi Keramik Berpori

Keramik berpori dapat dimanfaatkan sebagai filter dalam penuangan logam cair, sebagai katalisator yang di tempatkan dalam sistem gas buang kendaraan bermotor dan membran. Penggunaan keramik alumina berpori sebgai filter penuangan logam cair, karena titik

lebur keramik sangat tinggi ( 2040 oC), tidak mudah berdeformasi pada suhu tinggi, dan

tidak mudah terjadi kontaminasi dengan unsur lain. Keramik berpori dapat dimanfaatkan


(26)

juga dalam dunia otomotif sebagai katalisator gas buang pada kendaraan bermotor. Keramik berpori dipilih sebagai katalisator dalam saluran gas buang kendaraan bermotor karena tahan terhadap suhu tinggi, mampu menahan getaran selama pemakaian dan yang utama mampu mengikat hidrokarbon. Keramik berpori adalah keramik yang sengaja

dibuat berongga ( porinya berkisar 30 – 70%) dan berfungsi sebagai media filter (Etty

Marti Wigayati dan Pardamean Sebayang, 1997).Trend ke depannya adalah keramik zebagai catalyst carrier untuk industri perminyakan (misalnya porous alumina untuk catalyst carrier pada proses hydro cracking minyak mentah), keramik berpori untuk

keramik sebagai filter air dan gas buang pada otomotif ( Pardamean Sebayang dan

Anggito P. Tetuko, 2006) . Teknologi otomotif dimasa mendatang diharuskan memproduksi mesin yang menghasilkan gas buang dengan zero emisi.

2.3.2 Karakterisasi Keramik Berpori

Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain: pengujian sifat fisis (densitas, susut bakar, porositas, penyerapan air, koefesien ekspansi termal), pengujian sifat mekanis (kuat tekan, kuat

patah), dan analisa struktur yang menggunakan XRD (X-Ray Diffraction) dan SEM

(Scanning Electron Microscope).

2.3.2.1 Sifat Fisis 2.3.2.1.1 Susut Bakar

Susut bakar adalah terbentuknya pori-pori pada saat proses pembakaran akibat dari menguap atau terurainya air atau pun bahan lain yang mudah menguap atau terurai

(Wiryasa, Sudarsana, dan Kusuma W, 2007 ) . Rumus yang digunakan untuk mengetahui susut bakar adalah sebagai berikut :


(27)

Susut bakar = x100%

Vo Vt Vo

-(2.1)

Dimana : Vo = Volume sampel uji sebelum disintering ( cm3 )

Vt = Volume sampel uji setelah sintering ( cm3 )

2.3.2.1.2 Densitas

Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering didefenisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam hubungannya dapat

dituliskan sebagai berikut: (M M. Ristic, 1979)

(2.2) Dimana:

ρ = Densitas (gr/cm3)

m = Massa sampel (gr)

v = Volume sampel (cm3)

Dalam pelaksanaannya terkadang sampel yang diukur mempunyai ukuran bentuk yang tidak teratur sehingga untuk menentukan volumenya menjadi sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Oleh karena itu untuk menghitung nilai densitas

suatu material yang memiliki bentuk yang tidak teratur(bulk density) digunakan metode

Archimedes yang persamaannya sebagai berikut:( ASTM C 373 )

air kw g

k

k x

M M M

M

Densitas r

)

(

-= (2.3)

Dimana : Mk = Massa sampel kering setelah dilakukan pengeringan dalam oven

selama 3 jam dengan suhu 100OC ( gram )

kw

M = Massa kawat penggantung sampel ( gram )

g

M = Massa sampel digantung dalam air ( gram )

ρair = Massa Jenis Air = 1 gr/cm3


(28)

2.3.2.1.3 Porositas

Porositas dapat diartikan sebagai fraksi ruang kosong di dalam padatan berpori. Perolehan nilai porositas dengan menggunakan percobaan Archimedes dapat diperoleh

dengan menggunakan persamaan:( ASTM C 373 )

% 100 )

(M M x

M

M M Porositas

kw g k

k b

--

-= (2.4)

Dengan Mk = Massa sampel kering setelah dilakukan pengeringan dalam oven

selama 3 jam dengan suhu 100OC.

b

M = Massa sampel setelah direbus dalam air selama 3-5 jam (gram)

kw

M = Massa kawat penggantung sampel (gram)

g

M = Massa sampel digantung dalam air (gram)

2.3.2.1.4 Penyerapan Air

Penyerapan Air merupakan suatu proses dimana suatu partikel terperangakap kedalam struktur suatu media dan seolah-olah menjadi bagian dari keseluruhan media tersebut. Daya serap yang dimaksud adalah kemampuan bahan untuk menyerap air per satuan luas permukaan bahan. Daya serap bahan sebanding dengan porositas bahan, semakin besar porositas bahan maka daya serap semakin besar, demikian pula sebaliknya. Perolehan nilai penyerapan air dengan menggunakan percobaan Archimedes dapat diperoleh dengan

menggunakan persamaan : (ASTM C 373)

% 100

x M

M M air Penyerapan

k k

b

-= (2.5)

Dimana : Mk = Massa sampel kering setelah dilakukan pengeringan dalam oven

selama 3 jam dengan suhu 100OC.

b

M = Massa sampel setelah direbus dalam air selama 3-5 jam (gram)


(29)

2.3.2.1.5 Koefesien Ekspansi Termal

Sifat ekspansi termal suatu bahan material sangat penting karena ada kaitannya dengan aplikasi material tersebut. Perubahan panjang terhadap panjang awal sampel yang berhubungan dengan suhu (T) disebut sebagai koefesien ekspansi thermal. Koefesien

ekspansi termal dapat ditentukan melalui persamaan berikut: ( ASTM E 228 )

(2.6)

Dimana: a m = Koefisien Ekspansi Termal

ΔL/Lo = Perubahan panjang terhadap panjang awal (%)

T2 – T1= Temperatur akhir – Temperatur awal (oC)

2.3.2.2 Sifat Mekanik 2.3.2.2.1 Kuat Patah

Kekuatan patah sering juga disebut Modulus of Rupture (MOR) yang menyatakan ukuran beban terhadap tekanan mekanis. Kuat patah sampel dapat diukur dengan menggunakan

alat uji Universal Testing Machine (UTM). Kekuatan patah sampel dihitung dengan

persamaan berikut:( ASTM C 133- 97 )

MOR (MPa) = 2

2 3

b x a x

L x P x

(2.7)

Dimana : MOR = Kekuatan patah (MPa)

P = Beban gaya yang diberikan pada sampel (Kgf/cm2)

L = Jarak tumpuan sampel (cm) a = Lebar penampang sampel (cm) b = Tebal penampang sampel (cm)


(30)

2.3.2.2.2 Kuat Tekan

Kuat tekan suatu material didefenisikan sebagai kemampuan material dalam menahan beban atau gaya mekanis sampai terjadinya kegagalan (failure). Pengujian kuat tekan

dapat dilihat pada gambar 2.6. Pengujian dilakukan dengan menggunakan Universal

Testing Machine (UTM). Kuat tekan sampel dapat dihitung dengan menggunakan

persamaan sebagai berikut :(ASTM C 773)

Kuat tekan ( C) =

A F

(2.8)

Dimana : C = Kuat Tekan /Compressive strength ( MPa)

F = Beban Maksimum ( Kgf)

A = Luas bidang permukaan (cm2)

2.4 Analisa Mikrostruktur

Pemeriksaan struktur mikro memiliki peranan yang penting dalam pengujian bahan karena bentuk struktur pada dasarnya menentukan sifat fisik, mekanik dan termal bahan. Dengan demikian melalui pengamatan terhadap struktur dapat ditentukan sifat suatu bahan.

2.4.1 SEM (Scanning Electron Microscope )

SEM menggunakan elektron sebagai sumber pencitraan. Scanning Electron Microscope

atau SEM merupakan mikroskop elekteron yang banyak digunakan dalam ilmu pengetahuan material. SEM banayk digunakan karena memiliki kombinasi yang unik, mulai dari persiapan spesimen yang simpel dan mudah, kapabilitas tampilan yang bagus serta fleksibel. Pancaran berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan didifraksikan. Adanya elektron yang terdifraksi dapat diamati dalam bentuk pola-pola


(31)

difraksi. Pola-pola difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk dan ukuran sel satuan dari sampel.

Gambar 2.3 DiagramScanning Electron Microscope

Elektron diemisikan dari katoda (elektron gun) melalui efek foto listrik dan dipercepat

menuju anoda. Filamen yang digunakan biasanya adalah tungsten atau lanthanum hexaboride (LaB

6). Scanning coil, akan mendefleksikan berkas electron menjadi

sekumpulan array (berkas yang lebih kecil), disebut scanning beam dan lensa obyektif

(magnetik) akan memfokuskannya pada permukaan sampel. SEM dipakai untuk

mengetahui struktur mikro suatu material meliputi tekstur, morfologi, komposisi dan informasi kristalografi permukaan partikel. Morfologi yang diamati oleh SEM berupa bentuk, ukuran dan susunan partikel.Syarat agar SEM dapat menghasilkan citra yang tajam adalah permukaan benda harus bersifat sebagai pemantul elektron atau dapat melepaskan elektron ketika ditembak dengan berkas elektron. Material yang memiliki sifat demikian adalah logam. Jika permukaan logam diamati di bawah SEM maka profil permukaan


(32)

akan tampak dengan jelas. Untuk benda keramik berpori maka permukaan material tersebut harus dilapisi dengan logam sehingga menghasilkan citra yang tajam Pengamatan diantaranya untuk mengetahui ukuran, bentuk, jumlah dan distribusi pori yang terbentuk setelah serbuk kayu habis terbakar. Selain itu dari pengujian struktur mikro ini dapat diamati pula kepadatan susunan partikel zeolit yang ditentukan oleh komposisi serbuk kayu.

Analisa Struktur Kristal

Zeolit tidak dapat diidentifikasi hanya berdasarkan analisa komposisi kimianya saja, melainkan harus dianalisa strukturnya. Struktur kristal zeolit dimana semua atom Si dan Al dalam bentuk tetrahedra (TO4) disebut Unit Bangun Primer, zeolit hanya dapat diidentifikasi berdasarkan Unit Bangun Sekunder (UBS) sebagaimana terlihat pada Gambar 2.4

Gambar 2.4 Tetrahedra alumina dan silika (TO4) pada struktur zeolit

Pada saat ini dikenal sekitar 40 jenis zeolit alam, meskipun yang mempunyai nilai komersial ada sekitar 12 jenis, diantaranya klinoptilolit, mordernit, filipsit, kabasit dan erionit.

Berdasarkan UBS semua zeolit baik dalam bentuk alami atau sintetik dapat dibagi atas 9 grup yaitu:

1. single 4-ring (S4R) 2. single 6-ring (S6R) 3. single 8-ring (S8R)


(33)

4. double 4-ring (D4R) 5. double 6-ring (D4R) 6. double 8-ring (D8R) 7. complex 4-1 (T5O10) 8. complex 5-1 (T8O16) 9. complex 4-4-1 (T10O20)

Gambar 2.5 Unit Bangun Sekunder Struktur Zeolit Tabel 2.3. Klasifikasi zeolit

Zeolit Rumus kimia UBS

Grup Analsim

Analsim Na16[Al16Si31O96]6H2O S4R

Wairakit Ca8[Al16Si31O96] 6H2O S4R

Grup Natrolit

Natrolit Na16[Al16Si24O80]6 H2O T5O10 (4-1)

Thomsonit Na16Ca8[Al20Si20O80]24 H2O T5O10

Grup Heulandit

Heulandit Ca4[Al8Si28O72] 24H2O T10O20 (4-4-1)

Klinoptilolit Na6[Al6Si30O72]24 H2O T10O20


(34)

Grup Filipsit

Filipsit K2Ca1.5[Al6Si10O32]12H2O S4R

Zeolit Na-P-1 Na8[Al31SiO16] 16H2O S4R

Grup Mordernit

Mordernit Na8[Al8Si40O96]24 H2O T8O16 (5-1)

Ferrierit NaCa0.5Mg2[Al6Si30O72]24 H2O T8O16

Grup Kabazit

Kabazit Ca2[Al4Si8O24] 13H2O D4R,D6R

Zeolit L K6Na3[Al9Si27O72] 21H2O S6R

Grup Faujasit

Faujasit Na12Ca12Mg11[Al58Si134O384]235H2O D4R,D6R

Zeolit A Na12[Al12Si12O48] 27 H2O D4R, D6R

Grup Laumontit

Laumontit Ca4[Al8Si16O46] 16H2O S4R,S6R,S8R

Grup Pentasil

ZSM-5 Nan[AlnSi96O192] 16 H2O 5-1

Grup Zeotype

ALPO4-5 [Al12 P12O48] (C3H7)4 NOH q H2O S4R, S6R

2.5.1 XRD ( X – Ray Diffraction )

Analisa XRD dilakukan untuk mengetahui fasa-fasa yang terjadi setelah proses sintering. Apabila suatu material dikenai sinar-X, maka intensitas sinar yang direfleksikan oleh kisi kristal lebih rendah dari sinar datang. Hal ini disebabkan adanya penyerapan oleh material dan juga penghamburan oleh atom-atom dalam material tersebut. Berkas sinar – x yang dihamburkan tersebut ada yang saling menghilangkan karena fasanya berbeda dan ada pula yang saling menguatkan karena fasanya sama. Berkas sinar -x yang saling menguatkan itulah yang disebut sebagai berkas difraksi. Hukum Bragg merupakan perumusan matematik tentang persyaratan yang harus dipenuhi agar berkas sinar-x yang dihamburkan tersebut merupakan berkas difraksi.


(35)

n = 2 d sin θ (2.9)

dengan = Panjang gelombang n = 1,2,3...

d = Jarak antar bidang (interplanar distances)

θ = sudut difraksi

Metode difraksi pada sampel berbentuk serbuk halus digunakan secara luas, karena semua bidang kristal yang ada dapat terorientasi sedemikian rupa sehingga dapat mendifraksi sinar - X. Dari metode difraksi kita dapat mengetahui secara langsung mendeteksi struktur kristal dari suatu material yang belum diketahui komposisinya. Gambar 2.6 menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjang gelombang , jatuh pada

sudut θ pada sekumpulan bidang kristal berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut

θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang yang berdekatan saling menguatkan.

Oleh sebab itu, jarak tambahan satu berkas dihambumburkan dari setiap bidang yang berdekatan, dan menempuh jarak sesuai dengan perbedan kisi yaitu sama dengan panjang gelombang n . Sebagai contoh,yang ditunjukkan gambar 2.6 harus menempuh jarak lebih jauh dari berkas pertama sebanyak PO + OQ. Syarat pemantulan dan saling menguatkan dinyatakan oleh:

n = PO + OQ = 2ON sinθ = 2d sinθ (2.10)

Rumus diatas terkenal dengan hukum Bragg dan harga sudut kritis θ untuk memenuhi

hukum tersebut dikenal dengan sudut Bragg.

Gambar 2.6 Difraksi bidang kristal (Smallman, 1991)


(36)

BAB III

METODELOGI PENELITIAN

3. 1. Alat dan Bahan 3. 1. 1. Alat

Alat-alat yang dipergunakan dalam pembuatan keramik berpori adalah:

· Alat-alat Persiapan Sampel

Ø Ball mill

Ø Ayakan 100 mesh

Ø Neraca digital (Sartorius Analytic Digital AC210P)

Ø Pengaduk Magnet Bar(Magnetic stirrer)

· Alat-alat Pembuatan Sampel

Ø Gelas ukur (Pyrex 50,100,500 dan 1000 ml)

Ø Cetakan Sampel

Ø Hydraulic press (Hydraulic Jack)tekanan maksimum 100 ton

Ø Vernier Calipperdengan ketelitian 0,001 mm

Ø Drying Oven

Ø Cylindrical furnace (Stanton Rendcroft max temp 1500oC)

· Alat-alat Pengujian Karakteristik Sampel

v Pengujian Sifat Fisis

Ø Autoclave + Kompor gas

Ø Dilatometer Harrop T-70

v Pengujian Sifat Mekanik

Ø Universal Testing Machine (UTM COMTEK Model SPG4000)


(37)

3. 1. 2 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Aquadest

Sebagai bahan pencampur larutan dengan kualitas standart air minum.

b. PVA 50 ( Poly Vinyil Alcohol)

Sebagai bahan perekat zeolit dan serbuk kayu yang masing-masing telah di ayak 100 mesh.

c. Serbuk kayu gergaji Sengon (100 mesh) Sebagai filler pada keramik berpori.

d. Zeolit Alam Pahae (100 mesh)

Sebagai matriks pada keramik berpori.


(38)

3. 2 Diagram Alir

Zeolit Pahae Serbuk Kayu Sengon

Digiling dengan Ball Mill ( Diayak 100 Mesh )

Digiling dengan Vibrating Extruder ( Diayak 100 Mesh )

Ditimbang sesuai komposisi dengan perbandingan Zeolit:Serbuk Kayu (50:50%wt,60:40%wt,70:30%wt,80:20%wt,90:10%wt,100:0%wt)

Pencampuran Bahan Sesuai Komposisi

Diaduk (hingga homogen)

Dicetak Pada Tekanan 25 Kg/cm2

Pengeringan

( 3 jam pada suhu 100oC )

Sintering

Variasi suhu 900 ,1000 ,1100oC

Pengujian Karakterisasi

· Densitas

· Susut Bakar

· Penyerapan Air

· Porositas

· Koefisien Ekspansi Termal

· Kuat Patah

· Kuat Tekan

· XRD

· Scanning Electron Microscope


(39)

3.3 Variabel Eksperimen 3.3.1 Variabel Penelitian

a. Variasi suhu sintering dimulai dari 900 ,1000 , dan 11000C.

b. Perbandingan komposisi berat antara zeolit dan serbuk kayu gergaji yaitu 50 : 50 %wt, 60 : 40 %wt, 70 : 30 %wt, 80 : 20%wt, 90 : 10%wt, dan 100 : 0%wt.

3.3.2 Variabel Percobaan yang Diuji

a. Sifat Fisis

- Densitas( Density )

- Susut bakar (Burned Shrinking )

- Porositas( Porosity)

- Penyerapan air (Water Absorbtion )

- Koefesien Ekspansi Termal (Coeffecient of Thermal Expansions ).

-b. Sifat Mekanik.

- Kuat Tekan( Compressive strength )

- Kuat Patah (Bending Strength )

c. Pengujian Mikrostruktur

- SEM( Scanning Electron Microscope ).

d. Pengujian Struktur

- XRD( X-Ray Diffraction )


(40)

3.4 Prosedur Penelitian

1. Persiapan Sampel

Bahan yang dipersiapkan sebagai bahan pembuatan keramik berpori adalah a. Serbuk Zeolit

Zeolit yang masi berupa bongkahan,terlebih dahulu di haluskan dengan menggunakan batu berat hingga berbentuk serbuk. Zeolit yang masih berupa serbuk kasar kemudian di giling menggunakan ball mill. Setelah di ball mill selama 24 jam, kemudian diayak. Zeolit yang lolos ayakan 100 mesh di jadikan sebagai bahan pembuatan sampel keramik berpori.

b. Serbuk kayu

Serbuk kayu pada awalnya juga masih dalam keadaan kasar sebagai limbah dari potongan gergajian kayu, sehingga digunankan vibrating extruder untuk menghaluskannya, selanjutnya digunakan ball mill untuk memperhalus serbuk kayu gergaji tersebut. Serbuk kayu di ball mill selama 24 jam, kemudian di ayak. Serbuk kayu yang lolos ayakan 100 mesh dijadikan sebagai bahan pembuatan keramik berpori.

c. Perekat PVA

Untuk membuat perekat PVA ini diperlukan aquadest dan PVA dengan perbandingan komposisi 1 : 2. Misalnya dengan 400 ml aquadest di perlukan 200 gram PVA yang akan menghasilkan 200 ml perekat PVA.

2. Pencampuran

Masing-masing sample zeolit dan serbuk kayu yang telah lolos ayakan 100 mesh ditimbang. Untuk komposisi zeolit 100, 90, 80, 70, 60, dan 50 % massa dan 150 % massa dan 10, 20, 30, 40, dan 50 % massa untuk komposisi serbuk kayu. Pencampuran dilakukan dengan mencampurkan masing-masing komposisi zeolit-serbuk kayu hingga homogen. Setelah homogen dicampur dengan perekat PVA dan di campur hingga homogen. Komposisi perekat yang digunakan 50 ml. Komposisi campuran sampel dengan perekat PVA diperlihatkan pada table 3.1 dibawah :


(41)

Tabel 3.1 Komposisi Bahan Pembuatan keramik berpori dengan perekat PVA

KOMPOSISI ZEOLIT (%)

KOMPOSISI SERBUK KAYU (%)

PEREKAT PVA (ml)

100 - 50

90 10 50

80 20 50

70 30 50

60 40 50

50 50 50

3. Pembuatan Sampel Uji

1. Pencetakan Sampel

Pencetakan sampel dilakukan dengan mengisi cetakan hingga keadaan cetakan padat oleh sampel, dengan terlebih dahulu memberikan pelumas oli pada cetakan. Hal ini dilakukan agar bahan campuran tidak lengket pada cetakan saat akan dikeluarkan dari cetakan.

Setelah cetakan padat maka diberi tekanan 25 Kg f/cm2 dengan menggunakan Hydraulic

Press dan di tahan selama 5 menit.

2. Pengeringan

Hasil sampel yang telah di cetak kemudian dioven, dan di panaskan pada suhu 100oC

selama 3 jam hingga mencapai massa yang konstan. 3. Pengukuran Dimensi

Sebelum melakukan proses sintering, sampel terlebih dahulu diukur volumenya

(mengukur panjang, lebar dan tinggi) dengan menggunakan jangka sorong (Vernier

Calliper ). Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan dimensi dari sampel sebelum

dan setelah mengalami proses sintering.


(42)

Proses Sintering

Sebelum di masukkan ke dalam furnace pembakaran (sintering), sampel yang akan di sintering, dialasi dengan alumina dan di taburi dengan alumina secara merata. Hal ini untuk menghindari terjadinya lengkungan pada sampel akibat kejut yang diterima oleh

sampel. Suhu sintering dilakukan pada 3 variasi suhu yaitu 900, 1000, dan 1100oC. Pada

proses sintering, laju kenaikan suhu harus sangat lambat untuk menghasilkan hasil

sampel yang baik pula. Untuk mencapai suhu 1100 oC diperlukan waktu 3 jam 27menit.

Kenaikan suhu yang terlalu cepat akan mengakibatkan sampel melengkung dan retak-retak.

Perolehan waktu pada trend pembakaran (sintering) dapat dijelaskan sebagai berikut :

Untuk pencapaian suhu dari suhu ruang (30oC) menuju 300oC dengan laju pembakaran

10oC/menit diperlukan waktu :

menit menit C C o o 27 / 10 ) 30 300 ( =

- (ditahan selama 30 menit)

Untuk pencapaian suhu dari 300oC menuju 600oC dengan laju pembakaran 10oC/menit

diperlukan waktu :

menit menit C C o o 30 / 10 ) 300 600 ( =

- (ditahan selama 30 menit)

Untuk pencapaian suhu dari 600oC menuju 900oC dengan laju pembakaran 10oC/menit

diperlukan waktu :

menit menit C C o o 30 / 10 ) 600 900 ( =

- (ditahan selama 2 jam)


(43)

Trend pembakaran yang dilakukan terhadap sampel dapat dilihat pada gambar di bawah :

Gambar 3.1 Trend Pembakaran ( Sintering ) sampel

Siklus waktu dan temperatur mengacu pada laju pemanasan, lama waktu pada temperatur puncak dan laju pendinginan. Setiap parameter diatas mengacu pada hasil akhir proses sintering. Lama waktu temperatur puncak berpengaruh pada densifikasi total yang dapat terjadi dan kemampuan pertumbuhan butiran. Sedangkan laju pendinginan berpengaruh pada pembentukan mikrostruktur yang dapat menentukan kekuatan mekanik bahan. Pada laju pemansan yang terlalu cepat dapat menghasilkan crack yang dikarenakan terlalu cepat terbakarnya aditif atau binder yang bersifat organik.

5. Pengujian Sampel

Pengujian Sampel yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: Pengujian sifat fisis, sifat mekanik, pengujian mikrostruktur dan struktur kristal.

0.5 0.5 2

30 600 900

Waktu (jam) Suhu

(°C)

300


(44)

3.5.1. Pengujian Sifat Fisis 3.5.1.1 Pengujian Susut Bakar

Pengujian susut bakar dilakukan dengan prosedur sebagai berikut :

a. Sampel yang telah dicetak di keringkan terlebih dahulu di dalam oven pada suhu 100 o

C selama 3 jam

b. Diukur dimensi sampel dengan menggunakan alatvernier calipper

c. Di catat hasil dimensi sampel sebelum disintering

d. Disintering masing-masing sampel pada suhu 900, 1000 dan 1100oC.

e. Diukur dimensi sampel setelah sintering dengan menggunakan alatvernier calipper

f . Di catat hasil dimensi sampel setelah disintering.

g. Dihitung nilai susut bakar sampel dengan menggunakan rumus pada persamaan 2.1

3.5.1.2 Pengujian Densitas, Porositas dan Penyerapan air

Pengujian densitas , porositas dan penyerapan air mengacu kepada standar ASTM C 373. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan prinsip Archimedes. Pengukuran dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Sampel yang telah dicetak dikeringkan di dalam oven dengan suhu 100 oC dengan

waktu pengeringan selama 2 jam.

b. Sampel yang telah di oven kemudian di timbang massanya dengan menggunakan

neraca digital (mk).

c. Ditimbang massa kawat penggantung (mkw).

d. Ditimbang massa sampel dengan digantung dalam air (mg). e. Dikeringkan sampel menggunakan oven selama 5 jam.

f. Direbus sampel menggunakan air mendidih menggunakan kompor listrik selama 4 jam yang bertujuan untuk mengoptimalkan penetrasi air terhadap sampel.

g. Dengan mengetahui besaran-besaran tersebut, dihitung nilai densitas, porositas dan penyerapan air dengan menggunakan persamaan 2.3, 2.4 dan 2.5


(45)

3.5.1.3 Koefesien Ekspansi Termal

Pengukuran koefesien termal ekspansi dilakukan dengan menggunakan alat Dilatometer Harrop Laboratories T-70 dengan rentang suhu pengukuran diatur mulai dari

30 – 300oC dan mengacu kepada standard ASTM E 228. Prosedur pengukurannya adalah

sebagai berikut:

a. Diukur panjang sampel dengan menggunakan jangka sorong.

b. Kemudian sampel diletakkan pada tempat sampel (sampel hoder)

c. Ditentukan nilai Gain (A), kemudian dihitung nilaicorection (C)

dengan rumus : C = 54 , 2

.L

A

, dimana L = Panjang sampel (cm)

d. Tekan tombol power kemudian tekan tombolholdhingga lampuhold menyala.

e. TetapkanUpper Temp dengan menggunakan tombolUpper

f. Tetapkan rate kenaikan suhu dengan mengatur tombol rate

g. Diatur posisi suhu pembacaan dengan mengatur tombol meter ke posisi temp. Apabila

suhu yang terbaca belum mencapai 30oC, maka perlu diturunkan suhunya hingga

mencapai 30oC dengan menekan tombol down dan slew sehingga lampu slew dan down

menyala.

h. Tentukan skala T range yang diinginkan dengan memilih skala S1 dan S2.

i. LetakkanPen Recorderdan kertas Recorder ke posisinya.

j. Arahkan tuas pen ke posisi Up dan diatur posisi pen dengan mengatur tombol X dan

Y, kemudian tekan tombol INST.POWER ke posisi ON dan diatur kembali posisi pen hingga posisi pen dalam keadaan stabil.

k. Bila posisi pen belum stabil, atur kembali dengan memutar skala micrometer sampai

posisi berada paling bawah kemudian di atur lagi ke posisi yang diinginkan dengan mengatur tombol X dan Y.

l. Apabila posisi pen sudah tepat dan stabil kemudian arahkan tuas Pen Recorder ke

posisi ON.

m. Nyalakan tungkufurnacedengan mengarahkan tombolfurnaceke posisi ON

n. Amati dan catat suhu yang ditunjukkan pada display layar suhu setiap kenaikan skala

X yang diinginkan.


(46)

3.5.2 Pengujian Sifat Mekanik

3.5.2.1. Kuat Patah( Bending Strength )

Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan adalahUniversal Testing Machine (UTM)

.Prosedur mengacu pada ASTM C 133 - 97 sebagai berikut :

a. Sampel yang akan diukur kuat patahnya,terlebih dahulu diukur lebar (b) dan tinggi (h). b. Sampel diletakkan diantara tumpuan ( lempengan ) penekan.

c. Diatur jarak lubang kisi lempeng (d =3,5 cm)

d.Sebelum pengujian berlangsung, alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol.

e.Dihidupkan alat, kemudian dicatat angka yang ditunjukkan oleh skala pengukuran pada alat sebagai nilai P, setelah sampel menjadi patah.

f. Dihitung nilai kuat patah berdasarkan persamaan 2.7

Gambar 3.2 Sampel uji kuat patah yang diletakkan diantara lempengan penekan.


(47)

3.5.2.2 Kuat Tekan( Compressive Strength)

Alat yang digunakan untuk menguji kuat tekan adalahUniversal Testing Machine (UTM)

dan Hydraulic press. Prosedur mengacu pada ASTM C-773.

a. Sampel yang akan diuji, diukur luas permukaannya yang dinyatakan dengan A. Sampel diletakkan diantara tumpuan ( lempengan ) penekan.

b.Sebelum pengujian berlangsung, alat terlebih dahulu dikalibrasi dengan jarum penunjuk tepat pada angka nol.

c. Dihidupkan alat, kemudian dicatat angka yang ditunjukkan oleh skala pengukuran pada alat sebagai nilai P, setelah sampel menjadi hancur.

d. Dihitung nilai kuat tekan berdasarkan persamaan 2.8

3.5.3 Pengujian Mikrostruktur

3.5.3.1Scaning Electron Microscop (SEM)

Mekanisme alat ukur SEM dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Sampel diletakkan dalam cawan yang dilapisi emas.

b. Sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga kurang lebih 20 kV sehingga

sampel memancarkan elektron turunan (secondary electron) dan elektron

terpantul (back scattered electron) yang dapat dideteksi dengan detector

scintilator yang diperkuat sehingga timbul gambar pada layar CRT.

c. Pemotretan dilakukan setelah dilakukan pengesetan pada bagian tertentu, dari objek dan perbesaran yang diinginkan sehingga diperoleh foto sesuai yang diinginkan.

d. Gambar yang didapat selanjutnya diidentifikasi.


(48)

3.5.4 Pengujian Struktur Kristal

3.5.4.1 Difraksi Sinar –X(X-Ray Diffraction)

Secara umum prinsip kerja XRD dapat diperlihatkan pada gambar 3.3

q q

2

Gambar 3.3 Skema alat uji XRD Keterangan alat :

a. A adalah generator tegangan tinggi yang berfungsi sebagai catu daya sumbu sinar -X (B)

b. Sampel (C) diletaakan di atas tatakan (D) yang dapat diatur.

c. Sinar-X dari sumber (B) didifraksi oleh sampel menjadi berkas sinar konfergen yang terfokus di celah (E), kemudian masuk ke alat pencacah (F).

d. D dan F dihubungkan secara mekanis. Jika (F) berputar 2θ maka D berputar

sebesar θ.

e. Intensitas difraksi sinar-X yang masuk dalam plat pencacah (F), dikonversikan dengan alat kalibrasi (G) dalam signal tegangan yang disesuaikan dan direkam

olehrecorder (alat perekam) (H) dalam bentuk kurva.


(49)

f. Dari pengujin ini diperoleh grafik hubungan sudut 2θ dengan intensitas pola struktur dari berbagai puncak.

g. Dengan persamaan 2.9 dapat ditentukan jarak kekisi (d).

h. Setelah didapat data pengukuran selanjutnyadilakukan identifikasi fasa/penentuan

fasa kualitatif dengan tahapan sebagaiberikut :(Ardy, Wiryolukito)

- Mengurutkan jarak antarbidang (d) yang menghasilkan intensitas paling maksimum

sampai paling minimum.

- Membandingkan jarak antarbidang (d) yang telah diurut dengan kumpulan data standar yang nilainya berdekatan. Toleransi d dapat diberikan ± 0,03.

- Membandingkan intensitas relatif, sehingga dapat sesuai dengan data fasa yang

akan diidentifikasi.


(50)

Bab IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini besaran-besaran fisis, termal, mekanik dan mikrostruktur yang diukur antara lain : susut bakar, densitas, porositas, penyerapan air, koefisien ekspansi termal,

kuat patah, kuat tekan, analisa SEM (Scanning Electron Microscope) dan XRD (X-Ray

Diffraction).

4. 1. Sifat Fisis 4.1.1 Susut Bakar

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan , maka nilai susut bakar dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.1. Salah satu contoh perhitungan untuk menentukan nilai susut bakar sebagai berikut :

Kode sampel C Komposisi 70% Zeolit+30% Serbuk Kayu; sebelum sintering (Tabel 4.1). pro = 7,66 cm

lro = 1,11 cm tro = 2,14 cm

Vro= pro x lrox tro = 7,66 cm x 1,11 cm x 2,14 cm = 18,192 cm3

Kode sampel C Komposisi 70% Zeolit+30% Serbuk Kayu; setelah sintering (Tabel 4.2)

pr1 = 7,66 cm

lr1 = 0,95 cm tr1 = 1,56 cm

Vr1= p1 x l1x t1 = 7,66 cm x 0,95 cm x 1,56 cm = 11,352 cm3

% 100 1 x

V V V bakar Susut

o

o

-=

= 100%

192 , 18

352 , 11 192

, 18

3 3 3

x cm

cm

cm

= 37,648 %

Nilai susut bakar dapat dilihat pada tabel 4.3


(51)

Tabel 4.1 Data Volume Keramik Berpori sebelum sintering

Kode Sampel Suhu Sintering(oC) po (cm) pro (cm) lo (cm) Lro (cm) to (cm) tro (cm) Vro (cm3)

A 900 7,66 7,617 1,08 1,083 2,14 2,113 17,427

7,76 1,08 2,08

7,75 1,09 2,12

1000 7,42 7,42 1,08 1,07 2,64 2,62 20,805

7,42 1,07 2,65

7,42 1,07 2,59

1100 7,64 7,63 1,07 1,06 2,87 2,87 23,217

7,63 1,07 2,87

7,64 1,06 2,87

B 900 7,79 7,77 1,09 1,09 2,58 2,58 21,894

7,77 1,12 2,58

7,77 1,08 2,58

1000 7,80 7,77 1,09 1,09 2,5 2,53 21,410

7,76 1,10 2,51

7,75 1,09 2,58

1100 7,97 7,89 1,11 1,12 4,0 4,0 35,37

7,87 1,13 4,0

7,83 1,12 4,0

C 900 7,64 7,65 1,08 1,06 1,85 1,85 15,021

7,66 1,08 1,85

7,67 1,05 1,85

1000 7,63 7,66 1,08 1,11 2,14 2,14 18,192

7,7 1,08 2,14

7,65 1,05 2,14

1100 7,58 7,60 1,08 1,08 3,15 3,15 25,882

7,62 1,09 3,15

7,61 1,08 3,15

D 900 7,64 7,64 1,11 1,095 2,65 2,658 22,237

7,65 1,10 2,67

7,65 1,09 2,67

1000 7,62 7,61 1,07 1,08 3,77 3,77 22,745

7,64 1,09 3,77

7,58 1,08 3,77

1100 7,66 7,65 1,08 1,07 2,62 2,62 21,443

7,66 1,07 2,62

7,65 1,07 2,62

E 900 7,79 7,77 1,09 1,09 2,60 2,627 22,248

7,77 1,12 2,63

7,77 1,08 2,62

1000 7,98 7,96 1,11 1,12 2,79 2,79 24,804

7,96 1,14 2,79

7,94 1,13 2,79

1100 7,75 7,75 1,09 1,10 2,58 2,58 22,013

7,76 1,10 2,58

7,76 1,11 2,58

F 900 7,62 7,61 1,07 1,08 2,5 2,477 20,358

7,64 1,09 2,49

7,58 1,08 2,44

1000 7,61 7,60 1,07 1,06 3,09 3,09 24,940

7,61 1,09 3,09

7,59 1,04 3,09

1100 7,63 7,63 1,0 1,0 2,81 2,81 21,440

7,65 1,0 2,81

7,64 1,0 2,81


(52)

Tabel 4.2 Data Volume Keramik Berpori Setelah Sintering

Kode Sampel Suhu Sintering(oC) p1(cm) pr1(cm) l1(cm) lr1(cm) t1(cm) Tr1(cm) Vr1(cm

3 ) A 900 6,80 6,79 1,03 1,03 2,35 2,33 16,295

6,78 1,03 2,46

6,80 1,03 2,20

1000 6,64 6,65 1,00 1,00 2,10 2,09 13,898

6,66 1,00 2,14

6,66 1,00 2,04

1100 6,20 6,42 0,80 0,81 2,40 2,42 12,584

6,43 0,84 2,43

6,65 0,80 2,44

B 900 6,85 6,88 1,09 1,09 2,6 2,61 19,573

6,88 1,12 2,63

6,90 1,08 2,62

1000 6,66 6,63 1,00 1,00 2,07 2,07 13,724

6,66 1,00 2,08

6,60 1,00 2,06

1100 6,66 6,62 1,11 1,12 2,50 2,50 18,536

6,64 1,13 2,51

6,56 1,12 2,51

C 900 6,31 6,31 0,90 0,91 2,19 2,20 12,633

6,30 0,92 2,10

6,31 0,90 2,21

1000 7,63 7,66 0,92 0,95 1,56 1,56 11,352

7,60 0,95 1,56

7,65 0,97 1,56

1100 7,10 7,04 1,24 0,92 2,00 2,07 13,407

6,97 0,76 2,12

6,97 0,77 2,10

D 900 6,95 6,93 0,98 0,98 2,41 2,41 16,367

6,94 0,98 2,43

6,91 0,98 2,39

1000 6,85 6,83 0,98 0,96 2,16 2,13 13,966

6,83 0,97 2,13

6,80 0,95 2,10

1100 5,67 5,72 1,24 0,92 2,00 2,07 10,893

5,73 0,76 2,12

5,76 0,77 2,10

E 900 6,85 6,88 1,04 1,04 2,20 2,22 15,885

6,88 1,03 2,23

6,90 1,03 2,23

1000 6,70 6,61 0,97 0,95 2,27 2,22 13,94

6,60 0,93 2,20

6,53 0,96 2,19

1100 6,3 6,43 0,75 0,75 2,15 2,15 10,368

6,45 0,74 2,15

6,53 0,74 2,15

F 900 7,10 7,04 1,01 1,01 1,98 1,99 14,149

6,97 1,02 1,98

6,97 1,02 1,98

1000 6,02 5,99 1,07 1,06 2,19 2,18 13,842

5,99 1,09 2,17

5,98 1,04 2,19

1100 6,06 6,03 0,78 0,80 1,96 2,04 9,841

6,03 0,83 2,13

6,01 0,80 2,03


(53)

Tabel 4.3 Data Susut Bakar Keramik Berpori

Kode Sampel

T.Sintering

(oC)

Vol.Sebelum Sintering

(cm3)

Vol.Setelah Sintering

(cm3)

Susut Bakar (%)

A

900

17,427 5,431 6,55

1000

20,805 4,639 33,242

1100

23,217 3,533 45,846

B

900

21,894 6,583 10,651

1000

21,410 4,575 35,942

1100

35,37 3,858 47,603

C

900

15,021 5,540 15,97

1000

18,192 3,55 37,648

1100

25,882 4,704 48,165

D

900 22,237 5,458 26,412

1000 22,745 4,652 38,619

1100 21,443 3,63 49,202

E

900 22,248 5,257 28,631

1000 24,804 4,661 43,76

1100 22,013 3,436 52,95

F

900 20,358 4,704 30,465

1000 24,940 3,26 44,53

1100 21,440 3,28 54,096


(54)

Keterangan : po = Panjang sampel sebelum sintering

pro = Panjang rata-rata awal sampel sebelum sintering lo = Lebar sampel sebelum sintering

lro = Lebar rata-rata sampel sebelum sintering

to = Tinggi sampel sebelum sintering

tro = Tinggi rata-rata sampel sebelum sintering

Vo = Volume sampel sebelum sintering

Vro = Volume rata-rata sampel sebelum sintering

p1 = Panjang sampel setelah sintering

pr1 = Panjang rata-rata sampel setelah sintering

l1 = Lebar sampel setelah sintering

lr1 = Lebar rata-rata sampel setelah sintering

t1 = Tinggi rata-rata sampel setelah sintering

tr1 = Tinggi rata-rata sampel setelah sintering

Vr1 = Volume rata-rata sampel setelah sintering

A = Komposisi 50% Zeolit + 50% Serbuk Kayu B = Komposisi 60% Zeolit + 40% Serbuk Kayu C = Komposisi 70% Zeolit + 30% Serbuk Kayu D = Komposisi 80% Zeolit + 20% Serbuk Kayu E = Komposisi 90% Zeolit + 10% Serbuk Kayu F = Komposisi 100% Zeolit + 0% Serbuk Kayu

Pengukuran nilai susut bakar dilakukan dengan mengukur dimensi sampel sebelum dan setelah sintering . Dalam suatu perancangan pembuatan suatu benda uji (sampel) keramik berpori, perlu diketahui dimensinya sebelum dan sesudah disintering, hal ini penting untuk mengetahui besarnya penyusutan akibat proses pembakaran (sintering) pada

sampel.Nilai susut bakar suatu bahan sangat dipengaruhi oleh bahan yang terkandung di

dalamnya terutama bahan yang mudah menguap atau terurai, karena pada saat pembakaran akan terjadi proses penguapan yang diikuti dengan proses pemadatan bahan. Pada penelitian ini digunakan bahan zeolit yang memiliki sifat mudah menguap apabila


(55)

di panaskan, dan bahan serbuk kayu yang memiliki suhu peruraian senyawa yang rendah ( 200oC).

Pengaruh Suhu Sintering Terhadap Susut Bakar Masing-masing Komposisi Sampel

Dari data 4.1, 4.2 dan 4.3 diatas dapat dibuat grafik hubungan antara pengaruh suhu sintering pada Komposisi Zeolit – Serbuk Kayu terhadap susut bakar sampel seperti pada pola grafik 4.1 di bawah

Gambar 4.1 Pengaruh Penambahan Zeolit – Serbuk Kayu dan Kenaikan Suhu Sintering terhadap Susut Bakar dari Keramik Berpori

Dari gambar 4.1 terlihat bahwa semakin besar penambahan zeolit alam dan kenaikan suhu sintering, maka susut bakar akan semakin besar. Sebaliknya, semakin besar penambahan aditif serbuk kayu dan suhu sintering yang rendah, maka susut bakar akan semakin kecil. Hal ini disebabkan oleh karena fenomena yang terjadi saat sintering yaitu butiran-butiran partikel akan tersusun semakin rapat, yang mengakibatkan terjadi pegurangan jumlah dan ukuran pori, disertai proses penyusutan . Berdasarkan perolehan data, hal tersebut diatas dapat dilihat bahwa pada suhu sintering 1000 °C dengan komposisi: 30 % serbuk kayu dan 70 % zeolit diperoleh nilai susut bakar sebesar 37,648 %. Sedangkan pada suhu yang sama, dan tanpa menggunakan serbuk kayu (0 %) dan 100 % zeolit, diperoleh nilai susut bakar sekitar 44,530 %. Apabila pada suhu yang sama dan perbandingan komposisi serbuk kayu terhadap zeolit divariasikan, seperti: 10 : 90 %, 20 : 80 %, 40 : 60 %, dan 50 : 50 % nilai susut bakarnya adalah: 43,760 , 38,619, 35,942 , dan 33,242 %. Untuk suhu sinteringnya dinaikkan menjadi 1100°C, maka nilai susut


(56)

bakarnya akan bertambah besar. Hal tersebut membuktikan bahwa penambahan aditif serbuk kayu akan mengurangi susut bakar bahan. Hal ini dikarenakan aditif serbuk kayu

yang berubah wujud menjadi gas pada suhu diatas 600 oC menciptakan rongga-rongga

pada sampel uji yang menyebabkan penyusutan yang terjadi semakin kecil. Dari penelitian yang dilakukan diperoleh nilai susut bakar berkisar antara 6,55 – 54,096 %.

4. 1. 2 Densitas, Porositas dan Penyerapan Air

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, maka nilai densitas, porositas dan penyerapan air ditentukan dengan menggunakan persamaan 2.3, 2.4 dan 2.5 yang mengacu pada standart pengujian ASTM C 373 dengan menggunakan meetode Archimedes. Salah satu contoh perhitungan untuk menentukan nilai densitas, porositas dan penyerapan air sebagai berikut :

Kode sampel C (Komposisi 70% Zeolit + 30% Serbuk Kayu) (Tabel 4.4) k

M = 15,253 gr

kw

M = 123,754 gr

g

M = 131,095 gr

b

M = 19,875 gr

air kw g k k x M M M M Densitas r ) ( -=

= 1 / 3

) 754 , 123 095 , 131 ( 253 , 15 253 , 15 cm g x gr gr

-- = = 1,928 g/cm

3

% 100 )

(M M x

M M M Porositas kw g k k b -- -=

= 100%

) 754 , 123 095 , 131 ( 253 , 15 253 , 15 875 , 19 x gr gr gr gr --

= 58,43 %


(57)

% 100

x M

M M air Penyerapan

k k

b

-=

Penyerapan Air = 100%

253 , 15

253 , 15 857 , 19

x gr

gr

gr

= 58,43 %

Dari hasil pengukuran densitas menunjukkan bahwa semakin besar komposisi zeolit dan semakin tinggi suhu sintering, maka densitas akan semakin besar, sebaliknya, semakin besar penambahan serbuk kayu, maka densitas akan semakin kecil . Khusus dalam

metoda dry pressing, terdapat kelemahan yaitu terjadinya gesekan antarapowderdengan

dinding cetakan. Akibatnya distribusi tekanan yang diterima tidak merata sehingga

mengakibatkan densitas pada green body. Untuk mengatasinya diperlukan pelumas

(lubricant). Salah satunya, dapat digunakan PVA) ( http://www.iza-structure ). PVA

merupakan polimer yang tidak berbau dan tidak beracun dan dapat terdekomposisi pada

suhu di atas 200oC(Sunendar, Bambang ,2005).Densitas keramik dipengaruhi oleh proses

densifikasi yang diakibatkan adanya difusi batas butir saat proses sintering berlangsung. Secara teori densitas keramik berbanding terbalik dengan porositas terhadap fungsi suhu. Dengan demikian meningkatnya suhu sintering akan memperbesar nilai densitas keramik berpori. Pengukuran rapat massa (densitas) dilakukan untuk mengetahui densitas maksimum bahan pada suhu maksimum yang diberikan . Dapat dikatakan bahwa proses penyusutan dan densitas adalah sebanding, artinya penyusutan yang terjadi pada sampel mengakibatkan semakin bertambahnya kerapatan molekul penyusun sampel.


(58)

Tabel 4.4 Data Pengujian Densitas, Porositas dan Penyerapan Air Keramik berpori

Kode Sampel

T.Sintering

(oC )

Mkw (g) Mk (g) Mg (g) Mb (g) Densitas

(g/cm3)

Porositas (%) Penyerapan Air (%) A 900 123,754

9,492 127,676 13,864 1,704 82,026 48,13

1000 9,268 131,373 17,615 2,147 50,58 23,54

1100 7,001 127,4670 9,326 2,129 70,722 33,209

B

900

123,754

11,787 128,814 16,782 1,752 74,24 42,36

1000 9,180 127,898 12,885 1,823 73,564 40,353

1100 11,723 130,043 18,901 2,157 66,047 32,321

C

900

123,754

9,066 127,765 12,235 1,848 62,7 34,95

1000 15,253 131,095 19,875 1,928 58,43 30,302

1100 15,153 132,106 18,918 2,228 55,37 24,846

D

900

123,754

17,563 127,765 12,235 1,982 56,435 29,26

1000 16,106 131,864 19,994 2,014 47,2 24,5

1100 18,033 134,105 21,086 2,241 37,95 16,93

E

900

123,754

18,522 133,001 23,603 1,997 54,78 27,34

1000 19,553 133,699 22,839 2,035 34,2 16,806

1100 19,286 134,472 21,899 2,251 30,52 8,669

F

900

123,754

14,257 131,373 17,615 2,147 50,58 23,54

1000 15,857 132,314 17,953 2,173 28,72 13,21

1100 18,422 134,177 18,533 2,303 25,556 11,08


(59)

Pengaruh Suhu Sintering terhadap Densitas pada Komposisi Masing-masing Sampel

Dari data 4.4 diatas dapat dibuat grafik hubungan antara pengaruh suhu sintering pada Komposisi Zeolit – Serbuk Kayu terhadap densitas sampel seperti pada pola grafik 4.2 di bawah

Gambar 4.2 Pengaruh Penambahan Zeolit-Serbuk Kayu dan Suhu Sintering terhadap Densitas Keramik Berpori.

Dari gambar 4.2 terlihat bahwa penambahan komposisi zeolit berbanding lurus terhadap besarnya nilai densitas , sebaliknya penambahan serbuk kayu berbanding terbalik dengan besarnya nilai densitas. Kenaikan suhu sintering pada berbagai komposisi cenderung meningkatkan nilai densitas. Hal tersebut diatas dapat dilihat bahwa pada suhu sintering 1000 °C dengan komposisi: 30 % serbuk kayu dan 70 % zeolit diperoleh nilai

densitas sebesar 1,928 g/cm3, sedangkan pada suhu yang sama, dan tanpa menggunakan

serbuk kayu 0 % dan 100 % zeolit, diperoleh nilai densitas sekitar 2,173 g/cm3 . Hal

tersebut membuktikan bahwa penambahan serbuk kayu akan mengurangi densitas (kerapatan) sampel uji . Terurainya serbuk kayu menjadi gas mengakibatkan kerapatan antara molekul penyusun bahan menjadi kecil, karena perubahan wujud serbuk kayu ini meninggalkan rongga pada sampel. Kerapatan massa suatu bahan berbanding lurus dengan kekuatan mekanik yang dihasilkan, bahan yang memiliki kekuatan mekanik yang tinggi (tidak rapuh). Selain itu, pada proses pemadatan dan penyusutan pada saat sintering dapat ditandai dengan terjadi pengurangan massa sampel dan pemadatan


(1)

5,0 15,0 25,0 35,0 45,0 55,0 65,0 75,0 85,0 95,0

0 10 20 30 40 50 60 70

2 tetha (degree)

Int ens it as (a .u)

Gambar 4.15 Pembentukan Fasa pada Sampel Komposisi 30%Serbuk Kayu dan

70% Zeolit pada suhu 1000oC.

Dari data dan gambar kurva yang diperoleh, tidak terjadi perubahan fasa yang berarti akibat adanya perubahan suhu sintering. Fasa yang terbentuk pada suhu 1000 oC juga merupakan fasa yang terbentuk pada suhu 1100 oC fasa mullite (3Al2O32SiO2) dan

tridymite ( SiO2), hanya saja fasa yang dihasilkan berbeda besar intensitasnya (fasa yang

terbentuk pada suhu 1100oC memiliki intensitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan intensitas fasa pada suhu 1000 oC) yakni pada suhu 1000 oC nilai intensitas 80 (a.u) sedangkan pada suhu 1100oC memiliki nilai intensitas 95,2 (a.u).

3A l2 O3 2 S iO 2 3A l2 O3 2 S iO 2 3A l2 O3 2 S iO 2 3A l2 O3 2 S iO 2 3A l2 O3 2 S iO 2 3A l2 O3 2 3A l2 O3 2 S iO 2 3A l2 O3 2 S iO 2 S iO 2 S iO 2 S iO 2 S iO 2 3A l2 O3 2 S iO 2 3A l2 O3 2 S iO 2


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian pembuatan keramik berpori berbasis zeolit dengan serbuk kayu gergaji dan karakterisasinya melalui metode preparasi serbuk keramik maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa:

1. Proses pembuatan keramik berpori berbasis zeolit menggunakan metode preparasi serbuk keramik memiliki tiga proses utama yaitu: proses pencampuran ( mixing ) ,

pencetakan, dan proses sintering.

2. Komposisi optimum untuk menghasilkan keramik berpori adalah pada komposisi 30% serbuk kayu, 70 % zeolit dan suhu sintering 1000 oC. Pada komposisi ini diperoleh nilai densitas 1,928 g/cm3, porositas 58,43 %, penyerapan air 30,302, susut bakar 37,648, koefisien ekspansi termal 5 x 10-6, Kuat Tekan 3,033 MPa dan Kuat Patah 10, 330 MPa. 3. Dari hasil analisa mikro struktur keramik berpori menggunakan SEM pada komposisi 30% serbuk kayu, 70 % zeolit pada suhu 1000 oCdengan perolehan bentuk yang tidak beraturan dengan ukuran terdistribusi yang tidak merata yang disebabkan ketidak homogenan pencampuran pada saat pembuatan sampel.

4. Dari hasil analisa XRD pada bahan zeolit bahwa zeolit yang digunakan memiliki fasa dominan mordernite. Setelah dibakar pada suhu 1100 oC, sampel dengan komposisi 30 % serbuk kayu, 70 % zeolit dihasilkan fasa dominan mullite dengan struktur Orthorombic .


(3)

5. 2. Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dilakukan pengujian perlakuan awal pada pembuatan sampel yang sangat berpengaruh terhadap hasil karakteristik sampel yang akan diperoleh. Perlakuan awal yang dimaksud ialah :

a. Homogenitas pengadukan

Homogenitas ini sangat berpengaruh terhadap campuran bahan yang terbentuk pada sampel. Pengadukan yang sempurna akan menghasilkan produk yang homogenitasnya tinggi,sehingga memiliki sifat yang lebih baik pula. Dianjurkan homogenitas diakukan dengan menggunakan ball mill.

b. Perlakuan dehidrasi awal pada sampel sebelum kemudian di sintering.

Hal ini penting dilakukan untuk menghindari terjadinya kejut bahan saat sintering (menghindari terjadinya keretakan sampel).

c. Proses pencetakan

Agar dihasilkan dimensi sampel yang seragam diharapakn sebelum melakukan penimbangan terhadap sampel, terlebih dahulu sampel yang telah dicetak di timbang. Hal ini dimaksudkan agar bobot masing-masing sampel yang dihasilkan sama ( tidak jauh berbeda), sehingga dimensi sampel yang dicetak pun tidak jauh berbeda.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

ASTM C 133-97 ,1997,Standart Test Methods for Cold Crushing Strength and Modulus of Rupture of Refractories,United State.

ASTM C 373-88 , 1999,Standart Test Method for Water Absorption, Bulk

Density, Apparent Porosity, and Apparent Specific Gravity of Fired

Whiteware Products,United State.

ASTM C 773-88 , 1999,Standart Test Method for Compressive Strength of Fired Whiteware Materials, United State.

ASTM E 228-95 ,Standart Test Method for Linear Thermal Expansion of Solid Materials With a Viterous silica Dilatometer,United States.

A, Javier S. H, dkk , 1998,“ Microstructural Design in Alumina-Alumina / Zirconia Layered Composites,Scripta Materialia. Volume 38. pp.1-5.

Ardy, Wiryolukito,Pelatihan Teknik Difraksi Sinar– x dan Pengukuran Tekstur,

Laboratorium Teknik Metalurgi, Jurusan Mesin, ITB

Askeland, Donald R, 1987,The Science and Engineering of Materials, Boston.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 2000, Statistik Kehutanan Indonesia. Direktorat Jendral PHP. Jakarta

DisTam PropSu, 2004, Komposisi Zeolit Alam Pahae : www.Dinas Pertambangan PropSu

Dyer, 1994,Introduction to Zeolite Molecular Sieves, John Willey and Sons,Chichester. Etty Marti Wigayati, Pardamean Sebayang, 1997 , Preparasi Keramik Berpori dari


(5)

dan Lingkungan 97, hal : 88 – 96, Serpong, ISBN 979 – 8580 – 15 – X, 979 – 8580 – 16 – 8.

Goldenstein, J. I, et al., 1984, Scanning Electron Microscopy and X-ray Micro-analysis, Plenum Press, London.

Kurnia,S,2006., Pengaruh Komposisi Bahan Aditif Serbuk Gelas Terhadap Sifat

Fisis Keramik Berpori dari Bahan Dasar Zeolit Alam Pahae, Skripsi

Jurusan Fisika FMIPA Unimed,Medan.

Martawijaya. A, I. Kartasujana ,1977,Ciri Umum, Sifat dan Kegunaan Jenis-Jenis Kayu Indonesia. Publikasi Khusus No. 41. LPHH, Bogor.

Mumpton, F.A and Sand, L.B, 1978 ,in "Natural Zeolite, occurence, properties and uses", Pergamon Press, Oxford

Othmer, Kirk, 1993, Encyclopedia of Chemical Technology, fourth edition, A Wiley Interscience Publication.

Pardamean Sebayang, Anggito P.Tetuko, 2006, Pengaruh Penambahan serbuk Kayu terhadap karakteristik keramik Cordierite sebagai Bahan Filter Gas

Buang,Dipresentasikan pada Simposium Fisikan Nasional XXI, Makasar

13-14 September 2006

Pari G, 2002, Teknologi Alternatif Pemanfaatan Limbah Industri Pengolahan

Kayu. Makalah M.K. Falsafah Sains. Program Pascasarjana IPB,

Bogor

Priyono SKS, 2001, Komitmen Berbagai Pihak dalam Menanggulangi Illegal

Logging. Konggres Kehutanan Indonesia III. Jakarta Conference on


(6)

Woodfiber-Plastic Composites. Madison, 12 –14 Mei 1997. Wisconsin: Forest Product Sociaty. hlm 134-143

Ristic, M. M., 1977, Sintering New Developments, Material Science Monographs, vol 4, Proceeding of 4th International Round Table Conference on Sintering,. Strak NM, Berger MJ ,1997, Effect of particle size on properties of wood-flour

reinforced polypropylene composites. Di dalam: Fourth International http://en.wikipedia.org/wiki ,Poly Vinyl Alcohol, Diakses 15 Desember 2009 http://www.iza-structure.org/databases/ Diakses 13 Desember 2009