Kultur Meristem Pucuk Stroberi (Fragaria Chiloensis Dan F. Vesca) Dengan Pemberian Beberapa Zat Pengatur Tumbuh

KULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI
(Fragaria chiloensis dan F. Vesca)
DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH

SKRIPSI

OLEH:
LYDIA R SIRINGORINGO
060307026
BDP- PEMULIAAN TANAMAN

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

KULTUR MERISTEM PUCUK STROBERI
(Fragaria chiloensis dan F. Vesca)
DENGAN PEMBERIAN BEBERAPA ZAT PENGATUR TUMBUH


SKRIPSI

OLEH:
LYDIA R SIRINGORINGO
060307026
BDP- PEMULIAAN TANAMAN
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana
di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Diketahui Oleh:
Komisi Pembimbing

Ketua

Anggota

(Ir.Eva Sartini Bayu,MP)
NIP: 19610506 199303 2 001


(Luthfi A.M. Siregar, SP, MSc,Ph.D)
NIP: 19730712 200502 1 006

PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011

ABSTRAK

LYDIA R. SIRINGORINGO, 2011: Kultur Meristem Pucuk Stroberi
(Frageria chiloensis dan F.Vesca) dengan Pemberian Beberapa Zat Pengatur
Tumbuh, dibimbing oleh EVA SARTINI BAYU dan LUTHFI A.M. SIREGAR.
Pengaruh pemberian beberapa zat pengatur tumbuh golongan auksin dan
sitokinin terhadap pertumbuhan dan perkembangan meristem pucuk stroberi.
Dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, mulai
November 2010 sampai Februari 2011 menggunakan rancangan acak kelompok

nonfaktorial, terdiri dari 9 perlakuan. BAP dan Kinetin ( 1 dan 1.5 mg/l), IBA dan
NAA (1 dan 0.5 mg/l). Pengamatan secara kuantitas dlakukan minggu I s/d VIII
terhadap persentase eksplan hidup, eksplan membentuk kalus, eksplan
membentuk tunas dan eksplan membentuk akar. Pengamatan jumlah daun, jumlah
tunas, panjang tunas, jumlah akar dan panjang akar dilakukan pada akhir
penelitian. Pengamatan secara kualitas terhadap diferensiasi morfologi eksplan
pada minggu I s/d VIII dianalisis dengan menggunakan uji Krustal-Wallis.
Hasil penelitian Kinetin 1.5 mg/l + IBA 0.5 mg/l menunjukkan perlakuan
yang terbaik dalam menginduksi tunas sampai pada minggu IV, kinetin 1 mg/l
perlakuan yang terbaik dalam menginduksi kalus sampai minggu III, parameter
difensiasi morfologi eksplan nyata pada minggu IV dan VII.
Kata kunci: Zat pengatur tumbuh golongan auksin dan sitokinin, Kultur jaringan,
kultur meristem, stroberi

ABSTRACT

LYDIA R. SIRINGORINGO, 2011: “Shoot Meristem Culture Strawberry
(Frageria chiloensis and F. Vesca) with provision of some growth regulator
substances”, led by EVA SARTINI BAYU and LUTHFI AM SIREGAR.
The effect of several classes of growth regulators auxin and cytokinin on

growth and development of the apical meristems of strawberry. Conducted in
Plant Tissue Culture Laboratory, Department of Agriculture, Faculty of
Agriculture, University of North Sumatra, Medan, from November 2010 to
February 2011 using a randomized block design nonfaktorial, consisting of 9
treatment. BAP and Kinetin (1 and 1.5 mg /l), IBA and NAA (1 and 0.5 mg /l).
Observations are conducted by the quantity of weeks I -VIII on the percentage of
live explants, explants forming callus, explants forming shoots and explants to
form roots. Observation of leaf, number of shoots, shoot length, number of roots
and root length at the end of the study. Observations by the quality of
morphological differentiation of explants in the week I - VIII analyzed using
Krustal-Wallis test.
The results Kinetin 1.5 mg / l + IBA 0.5 mg / l showed the best treatment
in inducing shoots until the fourth week, kinetin 1mg / l is the best treatment in
inducing callus until the third week, the parameter difensiasi explant morphology
significantly at week IV and VII.
Key Words: Substance growth regulators auxin and cytokinin type, tissue culture,
meristem culture, strawberry

RIWAYAT HIDUP


Lydia R. Siringoringo dilahirkan di Parbakalan pada tanggal 04 Desember
1986 dari Ayahanda M. Siringoringo dan Ibunda T. Siburian. Penulis merupakan
anak ke-10 dari 10 bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Santo Petrus Sidikalang dan pada
tahun yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur PMP
(Pemanduan Minat dan Prestasi). Penulis memilih Pemuliaan Tanaman,
Departemen Budidaya Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti berbagai organisasi yaitu
HMD Budidaya Pertanian, UKM KMK USU UP FP, dan PS Transeamus FP.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di PTPN IV Kebun
Bangun Sei Asahan pada bulan Juni-Juli 2010 dan melaksanakan penelitian
Skripsi pada bulan November 2010 sampai Februari 2011 di Laboratorium Kultur
Jaringan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
atas kasihNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Kultur
Meristem Pucuk Stroberi (Frageria chiloensis dan F.vesca) dengan
Pemberian Beberapa Zat Pengatur Tumbuh” yang merupakan salah satu

syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera
Utara, Medan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir.
Eva Sartini Bayu, MP sebagai ketua komisi pembimbing dan Bapak Luthfi A.M.
Siregar, SP, MSc, Ph.D sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan bimbingan selama persiapan penelitian sampai penulisan skripsi ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
Ayahanda M. Siringoringo dan Ibunda T. Siburian yang telah membesarkan
penulis dengan segenap cinta dan kasih sayang, juga kepada abang/kakak penulis,
rekan-rekan mahasiswa Budidaya Pertanian Stambuk 2006 dan semua pihak yang
telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian ini.
Penulis sadar bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang sifatnaya membangun guna kesempurnaan
dari skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan banyak terima kasih. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan,

Mei 2011

Penulis


DAFTAR ISI

ABSTRAK .............................................................................................
ABSTRACT ...........................................................................................
RIWAYAT HIDUP ...............................................................................
KATA PENGANTAR ...........................................................................
DAFTAR ISI ..........................................................................................
DAFTAR TABEL .................................................................................
DAFTAR GAMBAR .............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................

i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii


PENDAHULUAN
Latar belakang ..............................................................................
Tujuan penelitian..........................................................................
Hipotesis penelitian ......................................................................
Kegunaan penelitian .....................................................................

1
5
5
5

TINJAUAN PUSTAKA
Botani tanaman.............................................................................
Kultur jaringan .............................................................................
Eksplan .........................................................................................
Zat pengatur tumbuh
Giberelin.........................................................................
Auksin ............................................................................
Sitokinin .........................................................................

BAHAN DAN METODE
Tempat dan waktu penelitian .......................................................
Bahan dan alat penelitian .............................................................
Metode penelitian .........................................................................
PELAKSANAAN PENELITIAN
Sterilisasi alat ...............................................................................
Pembuatan media GA3 .................................................................
Pengambilan eksplan....................................................................
Pembuatan media .........................................................................
Penanaman eksplan ......................................................................
Pemeliharaan eksplan ...................................................................
Pengamatan paramete
Persentase jumlah eksplan tumbuh perminggu ................
Persentase jumlah eksplan membentuk kalus perminggu
Persentase jumlah eksplan membentuk tunas perminggu
Persentase jumlah eksplan membentuk akar perminggu
Jumlah daun (helai) ..........................................................
Jumlah tunas (buah) .........................................................
Panjang tunas (mm)..........................................................


6
8
11
14
15
16

19
19
19

22
22
22
23
24
24
24
25
25

25
25
25
26

Jumlah akar (helai) ...........................................................
Panjang akar .....................................................................
Diferensiasi morfologi eksplan ........................................

26
26
26

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil..............................................................................................
Persentase pertumbuhan eksplan, eksplan membentuk kalus,
eksplan membentuk tunas, eksplan membentuk akar.........
Jumlah daun (helai) ............................................................
Jumlah tunas (buah) ...........................................................
Panjang tunas (mm)............................................................
Jumlah akar (helai) .............................................................
Panjang akar .......................................................................
Diferensiasi morfologi eksplan ..........................................

27

Pembahasan................................................................................
Pengaruh pemberian ZPT terhadap pertumbuhan eksplan
stroberi................................................................................
Pengaruh pemberian ZPT terhadap pembentukan kalus
eksplan stroberi...................................................................
Pengaruh pemberian ZPT terhadap pembentukan tunas
stroberi................................................................................
Pengaruh pemberian ZPT terhadap pembentukan
akar eksplan stroberi...........................................................
Pengaruh ZPT terhadap difrensiasi morfologi eksplan
Stroberi...............................................................................

40

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...................................................................................
Saran ..............................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................

27
34
35
36
36
37
37

40
41
42
43
43

45
45

DAFTAR TABEL

No

Hal.

1. Data persentase pertumbuhan eksplan, eksplan membentuk kalus,
eksplan membentuk tunas, eksplan membentuk akar minggu
I s/d minggu VIII……………………………………………………… 27
2. Jumlah daun pada setiap kombinasi perlakuan zat pengatur tumbuh…. 35
3. Jumlah tunas pada setiap kombinasi perlakuan zat pengatur tumbuh…. 35
4. Panjang tunas pada setiap kombinasi perlakuan zat pengatur tumbuh… 36
5. Jumlah akar pada setiap kombinasi perlakuan zat pengatur tumbuh….. 36
6. Panjang akar pada setiap kombinasi perlakuan zat pengatur tumbuh…. 37
7. Data peringkat bagi difrensiasi morfologi eksplan minggu I s/d VIII…. 38

DAFTAR GAMBAR

No

Hal.

1. Hubungan setiap perlakuan zat pengatur tumbuh dengan
persentase pertumbuhan eksplan........................................................

29

2. Eksplan yang tidak tumbuh, Eksplan tumbuh, Eksplan kontaminasi
jamur, Eksplan kontaminasi bakteri...................................................

30

3. Hubungan setiap perlakuan zat pengatur tumbuh dengan persentase
eksplan membentuk kalus..................................................................

31

4. Perubahan bentuk kalus pada eksplan stroberi..................................

31

5. Hubungan setiap perlakuan zat pengatur tumbuh dengan persentase
eksplan membentuk tunas..................................................................

32

6. Eksplan membentuk tunas.................................................................

33

7. Hubungan setiap perlakuan zat pengatur tumbuh dengan persentase
eksplan membentuk akar....................................................................

34

8. Eksplan membentuk akar...................................................................

34

9. Difrensiasi morfologi eksplan, eksplan tidak tumbuh, eksplan hidup
tetapi tidak berkembang, eksplan hidup dan berkembang, eksplan
membentuk kalus, eksplan membentuk tunas, eksplan membentuk
akar.....................................................................................................

39

DAFTAR LAMPIRAN

No

Hal.

1. Data persentase jumlah eksplan tumbuh perminggu (%) .................... ........ 48
2. Data Persentase Jumlah Eksplan Membentuk Kalus Perminggu (%)

48

3. Data persentase jumlah eksplan membentuk tunas perminggu (%).... ........ 49
4. Data persentase jumlah eksplan membentuk akar perminggu (%) ..... ........ 49
5. Data jumlah daun (Helai) .................................................................... …… 50
6. Data transformasi jumlah daun (helai) √X+0.5................................... …… 50
7. Daftar sidik ragam data jumlah daun (helai) ....................................... …… 51
8. Data jumlah tunas (buah) .................................................................... …... 51
9. Data transformasi jumlah tunas (buah) √x+0.5 ................................... …... 52
10. Lampiran 10. Daftar sidik ragam data jumlah tunas (buah).................... 52
11. Data panjang tunas (mm) .................................................................. …... 53
12. Data transformasi panjang tunas (mm) √X+0.5 ................................ …... 53
13. Daftar sidik ragam panjang tunas (mm) ............................................ …... 54
14. Data jumlah akar (buah) .................................................................... …… 54
15. Data transformasi jumlah akar (buah) √x+0.5 .................................. …… 55
16. Daftar sidik ragam jumlah akar (buah)...................................................... 55
17. Data panjang akar (mm) .................................................................... …… 56
18. Data transformasi panjang akar (mm) √x+0.5 .................................. …… 56
19. Data transformasi panjang akar (mm) √x+0.5 .................................. …… 57
20. Data difrensiasi morfologi eksplan minggu I............................................ 57
21. Data peringkat bagi morfologi eksplan minggu I ............................. …… 58

22. Data difrensiasi morfologi eksplan minggu II........................................... 58
23. Data peringkat bagi morfologi eksplan minggu II ............................ …... 59
24. Data Difrensiasi morfologi eksplan minggu III....................................... 59
25. Data peringkat bagi morfologi eksplan minggu III................................

60

26. Data difrensiasi morfologi eksplan minggu IV ................................. ….

60

27. Data peringkat bagi morfologi eksplan minggu IV .......................... ….

61

28. Data Difrensiasi morfologi eksplan minggu V.......................................

61

29. Data peringkat bagi morfologi eksplan minggu V ............................ ….

62

30. Data difrensiasi morfologi eksplan minggu VI…...................................

62

31. Data peringkat bagi morfologi eksplan minggu VI.................................

63

32. Data Difrensiasi morfologi eksplan minggu VII.....................................

63

33. Data peringkat bagi morfologi eksplan minggu VII ......................... ….

64

34. Data Difrensiasi morfologi eksplan minggu VIII ............................. ….

64

35. Data peringkat bagi morfologi eksplan minggu VIII ........................ ….

65

36. Diferensiasi morfologi eksplan minggu I s/d VIII pada setiap kombinasi
perlakuan zat pengatur tumbuh…………………………………………. 66
37. Komposisi Murashage dan Skoog (MS) ........................................... ….

69

38. Jadwal kegiatan penelitian ................................................................ .....

70

39. Bagan penelitian ................................................................................ ….

71

ABSTRAK

LYDIA R. SIRINGORINGO, 2011: Kultur Meristem Pucuk Stroberi
(Frageria chiloensis dan F.Vesca) dengan Pemberian Beberapa Zat Pengatur
Tumbuh, dibimbing oleh EVA SARTINI BAYU dan LUTHFI A.M. SIREGAR.
Pengaruh pemberian beberapa zat pengatur tumbuh golongan auksin dan
sitokinin terhadap pertumbuhan dan perkembangan meristem pucuk stroberi.
Dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, mulai
November 2010 sampai Februari 2011 menggunakan rancangan acak kelompok
nonfaktorial, terdiri dari 9 perlakuan. BAP dan Kinetin ( 1 dan 1.5 mg/l), IBA dan
NAA (1 dan 0.5 mg/l). Pengamatan secara kuantitas dlakukan minggu I s/d VIII
terhadap persentase eksplan hidup, eksplan membentuk kalus, eksplan
membentuk tunas dan eksplan membentuk akar. Pengamatan jumlah daun, jumlah
tunas, panjang tunas, jumlah akar dan panjang akar dilakukan pada akhir
penelitian. Pengamatan secara kualitas terhadap diferensiasi morfologi eksplan
pada minggu I s/d VIII dianalisis dengan menggunakan uji Krustal-Wallis.
Hasil penelitian Kinetin 1.5 mg/l + IBA 0.5 mg/l menunjukkan perlakuan
yang terbaik dalam menginduksi tunas sampai pada minggu IV, kinetin 1 mg/l
perlakuan yang terbaik dalam menginduksi kalus sampai minggu III, parameter
difensiasi morfologi eksplan nyata pada minggu IV dan VII.
Kata kunci: Zat pengatur tumbuh golongan auksin dan sitokinin, Kultur jaringan,
kultur meristem, stroberi

ABSTRACT

LYDIA R. SIRINGORINGO, 2011: “Shoot Meristem Culture Strawberry
(Frageria chiloensis and F. Vesca) with provision of some growth regulator
substances”, led by EVA SARTINI BAYU and LUTHFI AM SIREGAR.
The effect of several classes of growth regulators auxin and cytokinin on
growth and development of the apical meristems of strawberry. Conducted in
Plant Tissue Culture Laboratory, Department of Agriculture, Faculty of
Agriculture, University of North Sumatra, Medan, from November 2010 to
February 2011 using a randomized block design nonfaktorial, consisting of 9
treatment. BAP and Kinetin (1 and 1.5 mg /l), IBA and NAA (1 and 0.5 mg /l).
Observations are conducted by the quantity of weeks I -VIII on the percentage of
live explants, explants forming callus, explants forming shoots and explants to
form roots. Observation of leaf, number of shoots, shoot length, number of roots
and root length at the end of the study. Observations by the quality of
morphological differentiation of explants in the week I - VIII analyzed using
Krustal-Wallis test.
The results Kinetin 1.5 mg / l + IBA 0.5 mg / l showed the best treatment
in inducing shoots until the fourth week, kinetin 1mg / l is the best treatment in
inducing callus until the third week, the parameter difensiasi explant morphology
significantly at week IV and VII.
Key Words: Substance growth regulators auxin and cytokinin type, tissue culture,
meristem culture, strawberry

PENDAHULUAN

Latar belakang
Tanaman stroberi telah dikenal sejak zaman Romawi, tetapi bukan jenis
yang dikenal saat ini. Stroberi yang dibudidayakan sekarang disebut sebagai
stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Frageria x ananasa var
duchesne. Stroberi ini adalah hasil persilangan antara Frageria virginiana L. var
duschene dari Amerika Utara dengan Frageria chiloensis L. var duschene dari
Chili, Amerika Selatan. Persilangan kedua jenis stroberi tersebut dilakukan pada
tahun 1750. Persilangan-persilangan lebih lanjut menghasilkan jenis stroberi
dengan buah berukuran besar, harum dan manis (Budiman dan Desi, 2010).
Stroberi merupakan salah satu jenis buah-buahan yang memiliki nilai
ekonomis tinggi. Beberapa petani di Indonesia, khususnya di daerah dataran tinggi
telah melakukan budidaya tanaman stroberi secara komersial. Prospek usaha
Stroberi sangat menjanjikan, produksi buah yang sampai sekarang belum dapat
memenuhi permintaan pasar ini memiliki harga jual yang cukup tinggi.
Produk olahan Stroberi juga banyak diminati di pasaran, Stroberi juga
dapat diolah menjadi selai, manisan, sirup, dodol, yoghurt, maupun es krim
(http//:Budidaya Stroberi Lewat Tabung, 2009).
Stroberi sangat kaya akan gizi (nutrisi). Pada setiap 100 g stroberi
mengandung protein (0.8 g), lemak (0.5 g), karbohidrat (8.3 g), energi (37 kal),
kalsium (28 mg), fosfor (27 mg), zat besi (0.8 mg), magnesium (10 mg),
potassium (27 mg), selenium (0.7 mg), vitamin A (60 mg), vitamin B1 (0.03 mg),

vitamin B2 (0.07 mg), vitamin C (60 mg), air (89.9 g), dan asam folat (17.7 mg)
(Wijoyo, 2008).
Selain mengandung berbagai vitamin dan mineral, buah stroberi terutama
biji dan daunya diketahui mengandung ellagic acid. Senyawa ini berperan sebagai
anti karsinogen dan anti mutagen yang sangat penting untuk kesehatan manusia.
Ellagic acid adalah suatu persenyawaan fenol yang berpotensi sebagai
penghambat kanker akibat dari persenyawaan-persenyawaan kimia berbahaya
(Budiman dan Saraswati, 2006).
Perbanyakan tanaman stroberi bisa dilakukan melalui biji, stolon atau
kultur jaringan (in vitro). Cara perbanyakan biji jarang di lakukan karena
membutuhkan waktu yang cukup lama. Biasanya perbanyakan dengan biji hanya
dilakukan oleh breeder untuk menguji silangan-silangan yang diperoleh. Untuk
mendapatkan kualitas dan kuantitas

produksi yang baik, umumnya petani

mengimpor bibit stroberi dari California. Bibit yang di impor merupakan bibit
hibrida sehingga bila diperbanyak, produksinya akan menurun dan tidak sebaik
untuk tanaman induknya. Perbanyakan (multiplikasi) dengan anakan dari stolon
harus ditumbuhkan beberapa waktu dahulu, baru akan membentuk generasi
berikutnya. Namun dengan pucuk in vitro hal ini dapat dilakukan segera setelah
pucuk tanaman terbentuk (Budiman dan Desi, 2010).
Perbanyakan tanaman stroberi sekarang tidak hanya dapat dilakukan
melalui biji saja namun dapat menggunakan cara secara in vitro (kultur jaringan).
Perbanyakan secara in vitro merupakan perbanyakan dengan menggunakan bagian
kecil tanaman, media tanam berupa media buatan aseptik yang diletakkan di
dalam wadah kecil seperti tabung reaksi atau botol jam (selai). Investasi awal

untuk fasilitas ini cukup mahal namun secara potensial untuk perbanyakan secara
massal. Keunggulan perbanyakan secara in vitro adalah mendapatkan bibit induk
yang bebas virus, daerah meristem pucuk dengan beberapa primordia daun
disterilkan dan diambil secara hati-hati dengan bantuan mikroskop binokuler.
Pucuk yang berukuran 0,5-0,7 mm ini pada umumnya tidak mengandung virus,
pucuk kemudian ditanam dalam media buatan yang mengandung unsur hara, gula,
vitamin, asam amino dan hormon (http:// Punto Laksono Jati, 2009).
Kultur meristem (meristem culture) adalah kultur jaringan tanaman dengan
menggunakan eksplan berupa jaringan-jaringan meristematik. Jaringan meristem
yang digunakan dapat berupa meristem pucuk terminal atau meristem tunas
aksilar. Dalam kultur meristem, perkembangan diarahkan untuk mendapatkan
tanaman sempurna dari jaringan meristem tersebut dan dapat sekaligus
diperbanyak. Kultur meristem, sudah secara luas diterapkan untuk tujuan
perbanyakan tanaman, terutama pada tanaman hortikultura. Sel-sel meristem pada
umumnya stabil, karena mitosis pada sel-sel meristem terjadi bersama
mericloneengan pembelahan sel yang berkesinambungan, sehingga ekstra
duplikasi DNA dapat dihindarkan. Hal ini menyebabkan tanaman yang dihasilkan
identik dengan tanaman donornya. Selain dari perbanyakan, aplikasi kultur
meristem yang terutama adalah eliminasi virus dari bahan tanaman dan
penyimpanan plasma nutfah yang bebas virus ini dengan teknik kripreservasi
artinya penyimpanan dengan temperatur rendah (Kartha, 1981 dalam Gunawan
1988) (http//:kultur organ dan kultur meristem (mikropropagasi), 2009).
Manfaat utama perbanyakan tanaman secara kultur jaringan adalah untuk
perbanyakan vegetatif tanaman yang permintaanya tinggi tetapi pasokanya

rendah, karena laju perbanyakanya secara konvensional dianggap lambat.
Disamping itu perbanyakan tanaman secara kultur jaringan sangat bermanfaat
untuk memperbanyak tanaman introduksi, tanaman klon unggul baru, dan
tanaman bebas untuk patogen yang perlu diperbanyak dalam jumlah besar dalam
waktu yang relatif singkat (Yusnita, 2003).
Pada tahun 1957, Skoog dan Miller mengemukakan bahwa regenerasi
tunas dan akar in vitro melalui proses organogenesis atau morfogenesis dikontrol
secara hormonal oleh zat pengatur tumbuh sitokinin dan auksin. Organogenesis
adalah proses terbentuknya organ seperti tunas atau akar, baik secara langsung
maupun melalui pembentukan kalus terlebih dahulu ( Yusnita, 2003).
Keberhasilan penggandaan tunas abaca melalui kultur meristem sangat
tergantung pada kesetimbangan zat pengatur tumbuh golongan auksin dan
sitokinin, terutama kesetimbangan 6-Benzil Amino Purin (BAP) dan asam
Naftalen Asetat (NAA). BAP adalah zat pengatur tumbuh sintetik yang berperan
antara lain dalam pembelahan sel dan morfogenesis, sedangkan NAA adalah zat
pengatur tumbuh sintetik yang mampu mengatur berbagai proses pertumbuhan
dan pemanjangan sel (George dan Sherrington, 1984). Menurut Bhagyalakshmi
dan Singh (1998) pemberian NAA pada konsentrasi 0.01-0.8 mg/l yang
dikombinasikan dengan kinetin mampu memperbaiki penggandaan tunas jahe.
Kombinasi konsentrasi 2 mg/l 2,4-D dengan 0,5 mg/l BAP pada medium dasar
MS merupakan kombinasi terbaik untuk penggandaan tunas kacang tanah dan
embryogenesis ubi jalar. Efektifitas BAP dan NAA pada penggandaan tunas abaca
melalui kultur meristem berpengaruh nyata terhadap variable jumlah tunas,

panjang tunas dan jumlah daun. Jumlah tunas dan jumlah daun dihasilkan pada
kombinasi konsentrasi 10-5 M BAP dan 10-7 M NAA (http://bioscientiae, 2005).
Berdasarkan uraian diatas, bahwa tanaman stroberi secara konvensional
belum dapat menghasilkan bibit yang bebas virus dan seragam, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian ini guna mengetahui pengaruh pemberian
beberapa zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin terhadap pertumbuhan dan
perkembangan meristem pucuk stroberi secara kultur jaringan
Tujuan penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pemberian beberapa zat pengatur tumbuh
golongan auksin dan sitokinin terhadap pertumbuhan dan perkembangan meristem
pucuk stroberi
Hipotesis penelitian
Ada pengaruh pemberian bebepara zat pengatur tumbuh golongan auksin
dan sitokinin terhadap pertumbuhan dan perkembangan meristem pucuk stroberi,
dan ada pengaruh pemberian kombinasi zat pengatur tumbuh golongan auksin dan
sitokinin terhadap pertumbuhan dan perkembangan meristem pucuk stroberi.
Kegunaan penelitian
1.

Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas
Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

2.

Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Botani tanaman
Menurut Sharma (2002), tanaman stroberi diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Sub divisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Rosales

Famili

: Rosaceae

Genus

: Fragaria

Spesies

: Fragaria chiloensis dan F. vesca
Tanaman stroberi berakar tunggang (radix primaria), akarnya terus tumbuh

memanjang dan berukuran besar. Panjang akar mencapai 100 cm namun akar
tersebut hanya menembus lapisan tanah atas sedalam 15-45 cm, tergantung jenis
dan kesuburan tanahnya (Wijoyo, 2008).
Batang utama stroberi sangat pendek. Daun-daun terbentuk disetiap buku.
Pada ketiak daun terdapat pucuk aksilar. Internode sangat pendek, sehingga jarak
daun yang satu dengan yang lainnya sangat rapat. Tanaman tampak seperti
rumpun tanpa batang. Batang utama dan daun yang tersusun rapat disebut
crown.

Ukuran

perkembangan

crown

tanaman,

(Budiman dan Desi, 2010).

berbeda-beda
kultivar,

dan

tergantung
kondisi

dari

umur,

lingkungan

tingkat

pertumbuhan

Daun tanaman stroberi tersusun pada tangkai yang berukuran agak
panjang. Tangkai daun berbentuk bulat serta seluruh permukaanya ditumbuhi oleh
bulu-bulu halus. Helai daun bersusun tiga (trifoliate), bagian tepi daun bergerigi,
berwarna hijau, dan berstruktur tipis. Daun dapat bertahan hidup selama
1-3 bulan, kemudian daun akan kering dan mati (Wijoyo, 2008).
Stroberi berbunga sempurna (hermaphrodite). Struktur bunga terdiri atas 5
kelopak (sepal), 5 daun mahkota (petal), 20-35 benang sari (stamen), dan ratusan
putik (pistil). Bunga tersusun dalam malai yang panjang, terletak pada ujung
tanaman. Setiap malai bercabang daun, mempunyai empat macam bunga yaitu
1 bunga primer, 2 bunga sekunder, 4 bunga tersier, serta 8 bunga kuartiner. Bunga
primer adalah bunga yang pertama sekali mekar pada setiap malai, kemudian
disusul oleh bunga-bunga lainya. Penyerbukan bunga dibantu oleh serangga
(lebah) dan angin. Setiap malai bunga dapat menghasilkan lebih dari satu buah
(Wijoyo, 2008).
Buah stroberi berwarna merah. Buah yang biasa dikenal adalah buah semu
yang sebenarnya merupakan receptacle yang membesar. Buah sejati yang berasal
dari ovul yang telah diserbuki berkembang menjadi buah kering dengan biji keras.
Struktur buah keras ini disebut achene. Buah sejati ini berukuran kecil dan
menempel pada receptacle yang membesar. Ukuran stroberi ditentukan oleh
jumlah buah achene yang terbentuk. Sementara jumlah buah achene yang
terbentuk

ditentukan

oleh

(Budiman dan Desi, 2010).

jumlah

pistil

dan

keefektifan

penyerbukan

Biji stroberi berukuran kecil. Pada setiap buah dihasilkan banyak biji, biji
itu berukuran kecil terletak diantara daging buah. Potensi biji pada setiap stroberi
dapat jumlahnya mencapai 200-300 butir biji (Wijoyo, 2008).
Secara umum, stroberi dapat dibudidayakan di daerah dataran tinggi
(1000 – 1500 dpl), memiliki suhu udara relatif dingin (22 -28 ˚C) dengan sinar
matahari yang tidak terlalu kuat, mempunyai kelembaban udara 80 – 90 % dan
curah hujan 600 – 700 mm/tahun. Tempat yang cocok untuk bertanam stroberi
adalah lahan berpasir yang mengandung tanah liat di lereng pegunungan dan kaya
akan bahan organik. Tanah yang mengandung bahan organik tinggi memiliki
porositas yang baik sehingga akar dapat tumbuh secara optimal. Selain itu,
kandungan bahan organik yang tinggi juga bermanfaat sebagai persediaan nutrisi
(http//: deptan, 2010).
Kultur jaringan
Menurut Suryowinoto (1991), kultur jaringan dalam bahasa asing disebut
sebagai tissue culture, weefsel cultuus atau gewebe kultur. Kultur adalah budidaya
dan jaringan adalah sekelompok sel yang mempunyai bentuk dan fungsi yang
sama. Maka, kultur jaringan berarti membudidayakan sesuatu jaringan tanaman
menjadi

tanaman

kecil

yang

mempunyai

sifat

seperti

induknya

(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Manfaat utama dari aplikasi teknik kultur jaringan tanaman adalah
perbanyakan klon atau perbanyakan massal dari tanaman yang sifat genetiknya
identik satu sama lain. Menurut Zulkarnain (2009), teknik kultur jaringan pun
bermanfaat dalam beberapa hal khusus yaitu:

1.

perbanyakan klon secara massal, pada prinsipnya, dengan teknik kultur
jaringan setiap sel dapat diinduksi untuk beregenerasi menjadi individu
tanaman lengkap dengan sifat genetik yang identik satu sama lain. Pada
kultur organ, pucuk-pucuk in vitro dapat disubkultur untuk penggandaan
lebih lanjut sehingga dalam waktu singkat akan dihasilkan individu
tanaman dalam jumlah besar.

2.

Keseragaman genetik, prosedur kultur jaringan bersifat vegetatif maka
rekombinasi acak dari karakter yang terjadi pada perbanyakan seksual
(melalui biji) dapat dihindarkan. Oleh karena itu tanaman yang dihasilkan
secara genetik akan identik dengan induknya.

3.

Kondisi aseptik, proses kultur in vitro menghendaki kondisi aseptik. Pada
giliranya, kultur jaringan tanaman dapat menyediakan bebas patogen
dalam jumlah besar. Walaupun demikian, tidak dianggap aseptik karena
organisme patogen, terutama partikel virus mungkin saja terdapat dalam
jaringan, tetapi tidak memperlihatkan gejala apapun di dalam kultur yang
sehat dan hanya muncul pada tahap-tahap lanjut. Namun, melalui teknik
kultur jaringan kita dapat meregenerasikan tanaman bebas virus, yakni
melalui kultur meristem.
Teknik kultur jaringan akan berhasil dengan baik apabila syarat-syarat

yang diperlukan terpenuhi. Syarat-syarat tersebut meliputi pemilihan eksplan,
penggunaan medium yang cocok, keadaan yang aseptik dan pengaturan udara
yang baik. Meskipun pada prinsipnya semua jenis sel dapat ditumbuhkan, tetapi
sebaiknya dipilih bagian tanaman yang masih muda dan mudah tumbuh yaitu
bagian meristemnya misalnya daun muda, ujung akar, ujung batang, keping biji

dan sebagainya. Apabila menggunakan embrio atau bagian-bagian biji yang lain
sebagai eksplan, yang perlu diperhatikan adalah kemasakan embrio, waktu
imbibisi, temperatur dan dormansi (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Frekuensi pengulangan dari subkultur bervariasi untuk tiap spesies dan
kondisi pertumbuhan. Beberapa macam kultur umumnya dapat disubkultur tiap 48 minggu. Hampir tidak ada kepustakaan yang menyebutkan jumlah pengulangan
sub kultur yang dapat untuk maksud propogasi. Secara teori sedikitnya ada 3
macam masalah dapat menyebabkan kerusakan dalam kultur tersebut, yaitu
terjadinya perubahan genetik, kekurangan nutrisi dan penyakit. Beberapa peneliti
melaporkan, bahwa pada beberapa tanaman yang telah disubkulturkan beberapa
kali, ternyata tidak terjadi penurunan daya tumbuh atau perubahan karakteristik
yang bisa diamati. Beberapa peneliti lain menganjurkan untuk melakukan
subkultur paling banyak 3-6 kali (Wetherell, 1982).
Ketika suatu eksplan dikulturkan, jaringannya mengalami perubahanperubahan yang dinyatakan oleh Hartmann et al (1990) sebagai suatu`situasi
kritis`. Disamping kehilangan suplai air dan mineral sebagai akibat hilangnya
tekanan akar, tanamanpun kehilangan karbohidrat karena tidak ada daun-daun
yang menyediakan gula kedalam sistem floem, juga terjadi gangguan yang
menyeluruh pada sistem regulasi hormon tanaman. Pusat sintesis auksin, seperti
pucuk-pucuk dengan primordia daun menjadi berkurang bila terjadi proliferase
kalus, demikian pula halnya dengan suplai sitokinin dari akar. Pertumbuhan kultur
yang normal dapat kembali diinduksi bila dilakukan restorasi sumber air,
komponen-komponen nutrisi, dan zat pengatur tumbuh melalui medium tumbuh
(Schwabe, 1984) ( Zulkarnain, 2009).

Eksplan
Bahan tanaman yang dikulturkan lazim disebut dengan eksplan. Dalam hal
ini, perbanyakan tanaman secara kultur jaringan, eksplan merupakan faktor
penting penentu keberhasilan. Umur fisiologis, umur otogenetik, ukuran eksplan,
serta

bagian

tanaman

yang

diambil

merupakan

hal-hal

yang

harus

dipertimbangkan dalam memilih eksplan yang akan digunakan sebagai bahan
awal kultur (Yusnita, 2003).
Perbanyakan tanaman secara vegetatif konvensional, jaringan-jaringan
juvenilnya sering memperlihatkan peluang keberhasilan yang lebih besar. Peluang
keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro meningkat pula dengan
digunakanya jaringan-jaringan muda sebagai bahan eksplan. Herman et al,(1990)
menyatakan bahwa jaringan-jaringan yang sedang aktif tumbuh pada awal masa
pertumbuhan biasanya merupakan bahan eksplan yang paling baik. Jaringan yang
kurang aktif sering mengiginkan modifikasi jenis dan takaran zat pengatur tumbuh
selama pengkulturan. Sejalan dengan semakin tuanya organ tanaman eksplan
yang diambil, proses pembelahan dan regenerasi sel cenderung untuk menurun.
Oleh karena itu Pierik (1997) menyarankan untuk menggunakan jaringan-jaringan
yang muda dan lunak karena pada umumnya jaringan tersebut lebih muda
berproliferasi dari pada jaringan berkayu atau yang sudah tua. Jaringan muda
(juvenil) biasanya memiliki kapasitas regeneratif yang tinggi dan sering kali
digunakan sebagai bahan penelitian ( Zulkarnain, 2009).
Zat pengatur tumbuh
Zat pengatur tumbuh (ZPT) merupakan senyawa sintetis yang mempunyai
aktifitas kerja yang sama seperti halnya hormon tanaman, dimana dengan

konsentrasi tertentu dapat mendorong ataupun menghambat pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (http://Zat Pengatur Tumbuh Tanaman 2010).
Agar hormon tumbuh yang terdapat dalam mikpolar atau submikromolar
itu bersifat aktif dan khas, dapat dipastikan harus ada tiga bagian utama pada
sistem respirasi. Yang pertama, hormon harus ada dalam cukup disel yang tepat.
Yang kedua, hormon harus dikenali dan diikat erat oleh setiap sekelompok sel
yang tanggap terhadap hormon (sel sasaran). Yang ketiga, protein penerima
tersebut

(konfigurasnya

diduga berubah

saat

mengikat

hormon)

harus

menyebabkan perubahan metaolik lain yang mengarah pada penguatan isyarat
atau kurir hormon (Salisbury dan Ross, 1995).
Menurut Wilkins (1989), giberelin mampu untuk meningkatkan pemuluran
batang padi yang pada penemuanya. Namun efek-efek dari giberelin terhadap
pertumbuhan bermacam macam, dan berlainan dari organ ke organ dan dari
tanaman ke tanaman. Secara umum, peranan asam giberelat adalah meningkatkan
perkecambahan

biji dan menginduksi pemanjangan ruas. Senyawa ini

digunakan untuk media kultur untuk meningkatkan pemanjangan pucuk pucuk
yang

sangat

kecil

dan

merangsang

pembentukan

embrio

dari

kalus

(Zulkarnain, 2009).
Zat tambahan yang biasa digunakan adalah zat pengatur tumbuh. Untuk
media kultur jaringan, kondisi zat pengatur tumbuh disesuaikan dengan macam
eksplan yang digunakan, misalnya eksplan yang berasal dari jaringan meristem
suatu tanaman tertentu seperti tanaman anggrek, tanaman cerealia, tanaman
tembakau atau tanaman lain atau dari embrio, serbuk sari, endosperm, kotiledon
dan sebagainya. Zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin dapat diberikan

bersama sama atau auksin saja ataupun sitokinin saja. Penambahan zat pengatur
tumbuh ini tergantung dari tujuan kita, misalnya untuk mengenduksi pertumbuhan
kalus saja atau ingin menumbuhkan akarnya atau tunasnya dahulu atau kedua
duanya. Beberapa macam tanaman memang baru berhasil ditumbuhkan akarnya
saja

dan

belum

berhasil

keluar

tunasnya,

atau

masalah

sebaliknya

(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Telah banyak keberhasilan dalam percobaan-percobaan kultur jaringan
dengan menggunakan zat pengatur tumbuh golongan auksin saja tanpa
penambahan sitokinin. Pada embriogenesis Solanum melongena L. dengan
penambahan NAA 10 mg/l dapat terbentuk 20 embrio tiap eksplan, embrio kelapa
dipindahkan kedalam medium yang mengandung NAA pada konsentrasi rendah
(1-3 mg/l) pertumbuhan akan berhenti, pada konsentrasi yang tinggi (5-7 mg/l)
kotiledon akan membesar dan akan menghasilkan kalus. Eucalytus focifolia
F.MULL menghasilkan pertumbuhan kalus yang lebih baik jika diberi
penambahan auksin tunggal dibandingkan dengan menggunakan

IAA, ABA,

NAA dan 2,4-D secara bersama-sama. Untuk pertumbuhan kapas memerlukan
kadar optimal 2-3 mg/l. hasil percobaan pada tanaman tembakau dan kedelai
ternyata kalus tidak mau tumbuh pada media dengan auksin saja, tetapi untuk
pertumbuhan kalus memerlukan penambahan sitokinin. Dengan demikian jelaslah
bahwa macam dan kombinasi penggunaan zat pengatur tumbuh pada
medium

kultur

jaringan

sangat

tergantung

pad

jenis

tanamannya

(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Dalam kultur jaringan, dua golongan zat pengatur tumbuh yang sangat
penting adalah sitokinin dan auksin (Gunawan, 1990). NAA (Naftaleine Asetat

Acid) adalah zat pengatur tumbuh yang tergolong auksin. Pengaruh auksin
terhadap perkembangan sel menunjukkan bahwa auksin dapat meningkatkan
sintesa protein. Dengan adanya kenaikan sintesa protein, maka dapat digunakan
sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan. Adapun kinetin (6-furfury amino
purine) tergolong zat pengatur tumbuh dalam kelompok sitokinin. Kinetin adalah
kelompok sitokinin yang berfungsi untuk pengaturan pembelahan sel dan
morfogenesis. Dalam pertumbuhan jaringan, sitokinin bersama-sama dengan
auksin

memberikan

pengaruh

interaksi

terhadap

deferensiasi

jaringan

(Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Giberelin
Giberelin adalah jenis hormon tumbuh yang mula-mula diketemukan di
Jepang oleh Kurosawa dalam tahun 1926. Kerosawa melakukan penelitian
terhadap penyakit “Bakane” yang menyerang tanaman padi. Adapun penyebab
dari penyakit ini adalah jamur Gibberella fijikuroi. Suatu gejala khas dari penyakit
ini

adalah:

apabila

tanaman

padi

terserang,

maka

tanaman

tersebut

memperlihatkan batang dan daun yang memanjang secara tidak normal
(Abidin, 1983).
Gibberelin

mempunyai

peranan

dalam

aktivitas

cambium

dan

pengembangan xylem. Hasil penelitian Badr et al (1970) dalam weaver (1972)
menunjukkan bahwa aplikasi GA3 dengan konsentrasi 100,250, dan 500 ppm
mendukung terjadinya difrensiasi xylem pada pucuk Olive. Menurut Wereing dan
Philips (1970), bahwa gibberelin mempunyai pengaruh pada aktivitas cambium.
Hal ini terbukti dari aplikasi GA3 yang disemprotkan pada pucuk apricot, yang

menunjukkan peningkatan aktivitas cambium dan pengenbangan

xylem

(Abidin, 1983).
Auksin
Auksin adalah sekelompok senyawa yang fungsinya merangsang
pemanjangan sel-sel pucuk yang spektrum aktivitasnya menyerupai IAA (indole3-acetid acid). Pierik (1997) menyatakan bahwa pada umumnya auksin
meningkatkan pemanjangan sel, pembelahan sel, dan pembentukan akar adventif.
Auksin berpengaruh pula untuk menghambat pembentukan tunas adventif dan
tunas aksilar, namun kehadiranya dalam medium kultur dibutuhkan untuk
meningkatkan embriogenesis somatik pada kultur suspensi sel. Konsentrasi auksin
yang rendah akan meningkatkan pembentukan akar adventif, sedangkan
konsentrasi tinggi merangsang pembentukan kalus dan menekan morfogenesis
(Zulkarnain, 2009).
Auksin yang paling banyak digunakan pada kultur in vitro adalah indole3-acetic acid (IAA), α-naphthylacetic acid (α-NAA), dan 2,4-dichlorophenoxy
acetic

acid

(2,4-d).

Jenis-jenis

auksin

yang

lain

seperti

2,4,5-

trichlorophenoxyacetid acid (2,4,5-T), indole-3-butyric acid (IBA), dan Pchlorophenoxyyacetic acid (4-CPA) juga merupakan senyawa yang efektif, tetapi
penggunaanya tidak sebanyak tiga jenis auksin yang disebut terlebih dahulu.
2,4,5-T dapat meningkatkan pembentukan kalus pada kultur in vitro tanaman bijibijian, sedangkan IBA sangat efektif untuk menginduksi perakaran IAA merupan
auksin yang disintesis secara alamiah di dalam tubuh tanaman, namun senyawa ini
mudah mengalami degradasi akibat pengaruh cahaya dan oksidasi enzimatik. Oleh
karena itu, IAA biasanya diberikan pada konsentrasi yang relatif tinggi (1-30 mg

L-1). Sementara itu α-NAA yang merupakan auksin sintetik tidak mengalami
oksidasi enzimatik seperti halnya IAA. Senyawa tersebut dapat diberikan pada
medium kultur pada konsentrasi yang lebih rendah, berkisar antara 0,1-2,0 mg L-1
(Zulkarnain, 2009).
Sitokinin
Sitokinin merupakan nama kelompok hormon tumbuh yang sangat penting
sebagai pemacu pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur jaringan. Seperti
halnya pada auksin, selain sitokinin alami juga terdapat sintesisnya yang
tergolong dalam zat pengatur tumbuh. Kinetin adalah merupakan sitokinin yang
pertama

kali

ditemukan

oleh

mahasiswa

profesor

Skoog’s

bernama

Carlos Miller (1954) pada laboratorium di Universitas Wisconsin, yaitu senyawa
yang sangat aktif yang terbentuk dari hasil penguraian sebagian DNA tua sperma
ikan hering atau DNA yang diautoklaf yang menyebabkan terus tumbuhnya kalus
tembakau (Santoso dan Fatimah, 2004).
Sitokinin yang paling banyak digunakan pada kultur in vitro adalah
kinetin, benziladenin (BA atau BAP), dan zeatin. Zeatin adalah sitokinin yang
disintesis secara alamiah, sedangkan kinetin dan BA adalah sitokinin sintetik
(Zulkarnain, 2009).
Dari beberapa penelitian yang utama dan sesuai dengan namanya jelas
mempunyai kaitan erat dengan sel, Secara lebih luas peranya dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Sitokinin berperan dalam memacu pembentangan sel, pembesaran dan
pembelahan sel.
2. Sitokinin berperan dalam penundaan senessen (penuaan).

3. Sitokinin berperan mengarahkan transport zat hara, yaitu memberi peran
signal kearah mana zat hara akan dibawa atau ditransport.
4. Peran sitokinin yang lain adalah: mendorong proses morfogenesis,
pertunasan, pembentukan kloroplas, pembentukan umbi pada kentang,
pemecahan dormansi, pembukaan stomata, pembungaan dan pembentukan
buah partenokarpi.
5. dalam kultur jaringan sitokinin telah terbukti dapat menstimulir terjadinya
pembelahan sel, proliferasi kalus, pembentukan tunas, mendorong
proliferasi meristem ujung, menghambat pembentukan akar, mendorong
pembentukan klorofil pada kalus
(Santoso dan Fatimah, 2004).
Terdapat kisaran interaksi yang luas antara kelompok auksin dengan
kelompok sitokinin. Kedua kelompok zat pengatur tumbuh tersebut berinteraksi
pula dengan senyawa senyawa kimia lainya dan dipengaruhi oleh faktor-faktor
lingkungan, seperti cahaya dan suhu. Pada kondisi tertentu auksin dapat bereaksi
dengan menyerupai sitokinin, atau sebaliknya (Kyte, 1983). Meskipun demikian,
baik auksin maupun sitokinin, keduanya sering kali diberikan secara bersamaan
pada medium kultur untuk menginduksi pola morfogenesis tertentu, walaupun
ratio yang dibutuhkan untuk induksi perakaran maupun pucuk tidak selalu sama,
terdapat keragaman yang tinggi antargenus, antarspesies, bahkan antar kultivar
dalam hal jenis takaran auksin dan sitokinin untuk menginduksi terjadinya
morfogenesis (Kyte,1983;Torres,1989) (Zulkarnain, 2009).

BAHAN DAN METODE

Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman,
Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara,
Medan, mulai November 2010 sampai Februari 2011.
Bahan dan alat penelitian
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah meristem
eksplan stroberi yang dipelihara dalam media MS + GA3 1 mg/l ± 4 minggu.
Bahan untuk media meliputi larutan stok Murashige dan Skoog (MS), zat
pengatur tumbuh golongan auksin dan sitokinin, detergen, alkohol 96%, agaragar, aquades, aluminiumfoil dan kertas milimeter. Bahan sterilisasi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah HgCl2 0.1 %.
Alat-alat yang digunakan adalah autoklaf, laminar air flow (LAF), botol
kultur, Erlenmeyer, pipet skala, gelas ukur, cawan petri, skapel, gunting, lampu
bunsen, timbangan analitik, hot plate, pH meter, batang pengaduk, lemari es,
pinset, kolkulator, oven dan alat-alat lainnya yang mendukung penelitian ini.
Metode penelitian
Dalam penelitian ini pengamatan yang dilakukan adalah data secara
kuantitas terhadap perkembangan eksplan dan secara kualitas terhadap
diferensiasi morfologi eksplan yang diamati pada minggu I s/d VIII.
Statistik yang digunakan dalam menganalisis peubah-peubah yang diamati
adalah statistik parametrik untuk data kuantitatif yaitu menggunakan Rancangan
Acak Lengkap (RAL) Nonfaktorial, dengan perlakuan sebagai berikut:

1. ZO = Kontrol
2. ZA = BAP 1 mg/l
3. ZB = NAA 1 mg/l
4. ZC = IBA 1 mg/l
5. ZD = Kinetin 1 mg/l
6. ZE = BAP 1.5 mg/l + NAA 0.5 mg/l
7. ZF = Kinetin 1.5 mg/l + IBA 0.5 mg/l
8. ZG = BAP 1 mg/l + NAA 1 mg/l
9. ZH = Kinetin 1 mg/l + IBA 1 mg/l
Jumlah Kombinasi

: 9 kombinasi

Jumlah ulangan/ kombinasi

: 13 ulangan

Jumlah Tanaman/ botol

: 1 tanaman

Jumlah sensus/ ulangan

: 13 tanaman

Jumlah seluruh tanaman

: 117 tanaman

Data hasil pengamatan dianalisis dengan sidik ragam model linier sebagai
berikut:
Yij = µ + αi + eij
i= 1,2,3..

j= 1,2,3....

Dimana:
Yij

= respon perlakuan ke –i dan ulangan ke –j.

µ

= efek dari nilai tengah

αi

= pengaruh perlakuan pada taraf ke-i

Eijk

= efek galat dari perlakuan kombinasi zat pengatur tumbuh pada taraf ke-i
dan ulangan pada taraf ke-j

Jika perlakuan nyata maka dilanjutkan dengan BNT (Beda Nyata Terkecil)
pada α = 5%.
Pada data

kualitatif

statistika

yang

digunakan adalah statistika

nonparametrik metode uji Krustal-Wallis pada taraf signifikasi 5% sebagai berikut

H=

12
n (n + 1)

k

Σ
i=1

Ri2
- 3 (n + 1)
ni

dimana:
ni (i = 1,2,3…k)

= ukuran contoh ke-i

n

= n1+ n2 + n3 +…+ nk

Ri

= jumlah peringkat dalam contoh ke-i

Jika data nyata maka dilanjutkan dengan uji BNT ( Beda Nyata Terkecil)
pada α = 5%

PELAKSANAAN PENELITIAN

Sterilisasi alat

Sterilisasi bermanfaat untuk membersihkan seluruh alat-alat yang
digunakan dalam kultur jaringan sehingga terbebas dari hal-hal yang dapat
menimbulkan kontaminasi. Alat-alat tersebut dicuci dengan deterjen, kemudian
dibilas dengan air, setelah itu dikeringkan. Kemudian alat seperti skapel, pipet
skala, pinset dan cawan petri dibungkus dengan kertas, sedang untuk erlenmeyer
dan gelas ukur permukaannya ditutup dengan aluminium foil. Setelah itu, semua
botol kultur dan alat-alat dimasukkan ke dalam autoklaf pada tekanan 17,5 psi,
dengan suhu 121 0C selama 30 menit. Kemudian alat-alat tersebut dimasukkan ke
dalam oven kecuali botol kultur.
Pembuatan media GA3
Dalam penelitian ini, pada tahap awal prapenelitian digunakan media MS
dengan campuran zat pengatur tumbuh GA3 1 mg/l. Hal ini untuk menumbuhkan
meristem pucuk stroberi ± 4 minggu. Setelah ± 4 minggu eksplan dipindahkan
keperlakuan yang telah ditentukan.
Pengambilan eksplan
Bahan eksplan yang digunakan adalah meristem pucuk dari tanaman
stroberi. Bahan ta

Dokumen yang terkait

Pengaruh Teknik Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh dan Umur Pindah Tanam Bibit TSS (True Shallot Seeds) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Bawang Merah (Allium ascaloicum L.)

6 85 199

Pengaruh Konsentrasi Dan Frekuensi Aplikasi Zat Pengatur Tumbuh Kinetin Terhadap Pemecahan Dormansi Pucuk Tanaman Teh (Camellia sinensis L.) Produksi

0 38 103

Pengaruh Berbagai Level Zat Pengatur Tumbuh Dekamon 22,43 L Dan Pupuk Kandang Domba Terhadap Produksi Dan Pertumbuhan Legum Stylo (Stylosanthes Gractlis)

0 34 66

Pengaruh Pemberian Zat Pengatur Tumbuh Hydrasil Dan Pupuk Nitrophoska Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Semangka (Citrullus Vulgaris Schard)

0 41 71

Pengaruh Pemberian Pupuk Stadya Daun Dan Zat Pengatur Tumbuh Atonik 6,5 L Terhadap Pertumbuhan Bibit Kakao (Theobroma Cacao L.)

0 41 96

Pengaruh Berbagai Level Zat Pengatur Tumbuh Dekamon 22,43 L dan Pupuk Kandang Domba Terhadap Kualitas Legum Stylo (Stylosanthes gracilis)

1 56 64

Pengarah campuran media tanam dan zat pengatur tumbuh Giberellin terhadap pertumbuhan bibit mengkudu (Morinda citrifolia L.)

0 27 84

Pengaruh Konsentrasi Zat Pengatur Tumbuh Atonik dan Dosis Pupuk Urea terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jahe Muda (Zingiber officinale Rosc.)

4 51 92

Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Akar Dan Media Tanam Terhadap Keberhasilan Dan Pertumbuhan Setek Kamboja Jepang (Adenium Obesum)

8 73 80

Pengaruh Zat Pengatur Tumbuh Asam Giberelat (GA3) dan Pupuk NPK pada Penyambungan Tanaman Mangga (Mangifera indica L.)

3 30 93