2.1.4 Peraturan Tentang Penyandang Cacat Agar para penyandang cacat tersebut mampu berperan dalam lingkungan
sosialnya, dan memiliki kemandirian dalam mewujudkan kesejahteraan dirinya, maka dibutuhkan aksesibilitas terhadap prasarana dan sarana pelayanan umum,
sehingga para penyandang cacat mampu melakukan segala aktivitasnya seperti orang normal. Sehubungan dengan itu, dalam UU No. 4 Tahun 1997 Pasal 8
disebutkan bahwa, pemerintah danatau masyarakat berkewajiban mengupayakan terwujudnya hak-hak penyandang cacat.
Lebih lanjut dalam Pasal 10 Ayat 1 dan 2 dari UU No. 4 Tahun 1997 tersebut dinyatakan bahwa setiap kesempatan bagi penyandang cacat dalam segala
aspek kehidupan dan penghidupan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas. Pasal 10 Ayat 2, penyediaan aksesibilitas dimaksudkan untuk menciptakan
keadaan dan lingkungan yang lebih menunjang penyandang cacat agar dapat hidup bermasyarakat.
2.2 Kesehatan Reproduksi Remaja
Kesehatan reproduksi adalah kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang utuh dan bukan hanya tidak adanya penyakit atau kelemahan, dalam segala hal
yang berhubungan dengan sistem reproduksi dan fungsi serta prosesnya. Oleh karena itu, kesehatan reproduksi berarti orang dapat mempunyai kehidupan seks
yang memuaskan dan aman, dan bahwa mereka memiliki kemapuan untuk bereproduksi dan memiliki kebebasan untuk menentukan apakah mereka ingin
melakukannya, kapan dan seberapa sering. Termasuk hak pria dan wanita untuk memperoleh informasi dan mempunyai akses terhadap cara-cara keluarga
berencana yang aman, efektif dan terjangkau, pengaturan fertilitas yang tidak melawan hukum, hak memperoleh pelayanan pemeliharaan kesehatan yang
memungkinkan para wanita dengan selamat menjalani kehamilan dan melahirkan anak, dan memberikan kesempatan untuk memiliki bayi yang sehat Harahap,
2003:1. Secara garis besar, Harahap 2003:4-5 mengelompokkan empat faktor
yang dapat berdampak buruk bagi keseshatan reproduksi:
a. Faktor sosial-ekonomi dan demografi terutama kemiskinan, tingkat pendidikan yang rendah dan ketidaktahuan tentang perkembangan seksual dan
proses reproduksi, serta lokasi tempat tinggal yang terpencil b. Faktor budaya dan lingkungan misalnya, praktek tradisional yang berdampak
buruk pada kesehatan reproduksi, kepercayaan banyak anak banyak rejeki, informasi tentang fungsi reproduksi yang membingungkan anak dan remaja
karena saling berlawanan satu dengan yang lain c. Faktor psikologis dampak pada keretakan orang tua pada remaja, depresi
karena ketidakseimbangan hormonal, rasa tidak berharga wanita terhadap pria yang membeli kebebasannya secara materi
d. Faktor biologis cacat sejak lahir, cacat pada saluran reproduksi pasca penyakit menular seksual.
Masalah kesehatan reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan
kesejahteraan social dalam jangka panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap remaja itu sendiri, tetapi juga terhadap keluarga,
masyarakat dan bangsa pada akhirnya Kemenkes RI, 2008. Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja dapat dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kehamilan tak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi yang tidak aman dan komplikasinya
b. Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko kesakitan dan kematian ibu dan bayi
c. Masalah PMS, termasuk infeksi HIVAIDS d. Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan
transaksi seks komersial Permasalahan remaja yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi berasal
dari kurangnya informasi, pemahaman dan kesadaran untuk mencapai keadaan sehat secara reproduksi. Orang tua yang diharapkan remaja dapat dijadikan tempat
bertanya atau dapat memberikan penjelasan tentang masalah kesehatan reproduksi, ternyata tidak banyak berperan karena masalah tersebut masih
dianggap tabu untuk dibicarakan dengan anak remajanya. Guru, yang juga diharapkan oleh orang tua dan remaja dapat memberikan penjelasan yang lebih
lengkap kepada siswanya tentang kesehatan reproduksi, ternyata masih menghadapi banyak kendala dari dalam dirinya, seperti tabu, merasa tidak pantas,
tidak tahu cara menyampaikannya, tidak ada waktu, dan lain sebagainya. Menurut Pedoman Program Kesehatan Reproduksi dan Pelayanan
Integratif di Tingkat Pelayanan Dasar 2008 pelayanan kesehatan reproduksi yang diterima remaja antara lain pelayanan kesehatan bersifat promotif dan
preventif yaitu pelayanan KIE Komunikasi, Informasi, dan Edukasi. Pelayanan lainya yaitu pelayanan kesehatan reproduksi yang memperhatikan aspek fisik serta
pelayanan kesehatan reproduksi khusus pada remaja yang bermasalah. Dalam pelayanan KIE ada beberapa materi yang diberikan yakni pengetahuan tentang
kesehatan reproduksi remaja, perilaku hidup bersih dan sehat bagi remaja, persiapan berkeluarga, pengetahuan tentang masalah yang dihadapi, serta
pelayanan konseling
remaja. Pelayanan
kesehatan reproduksi
yang memperhatikan aspek fisik mencakup pemeriksaan anemia, pemeriksaan KEK,
serta pemeriksaan terhadap tanda-tanda kekerasan pada perempuan. Sedangkan pelayanan kesehatan reproduksi khusus biasa menangani remaja yang bermasalah
dan memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan serta permasalahannya, misalnya remaja yang hamil diluar nikah, kehamilan remaja yang menikah dini,
remaja dengan ketergantungan NAPZA dan lain sebagainya.
2.3 Teori Kebutuhan