Struktur morfologi dan perkembangan gonad spons Aaptos aaptos (Schmidt 1864) (kelas demosponglae di perairan pulau pari, Kepualaun Seribu DKI Jakarta

STRUKTUR MORFOLOGIS DAN PERKEMBANGAN
GONAD SPONS Aaptos aaptos (SCHMIDT 1864)
(KELAS DEMOSPONGIAE) DI PERAIRAN
PULAU P A N , KEPULAUAN SERIBU,
DKI JAKARTA

YUNITA RAMILI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Struktur Morfologis dan
Perkembangan Gonad

Spons Aaptos

aaptos


(Schmidt

1864)

(Kelas

Demospongiae) Di Perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu, DKI Jakarta adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks clan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2007
Yunita Ramili

NRP

C651040051


ABSTRAK
YUNITA RAMILI. Struktur Morfologis Dan Perkembangan Gonad Spons
Aaptos aaptos (Schmidt 1864) (Kelas Demospongiae) di Perairan Pulau Par<
Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Dedi
Soedharrna, DEA; Dr. Ir. Ridwan Mandi, DEA dan drh. Adi Wmarto, PhD

Spons laut Aaptos aaptos merupakan salah satu jenis spons yang memiliki
nilai ekonomis karena mengandung senyawa khusus aaptarnine yang dapat
digunakan dalam bidang farmasi. Pengambilan spons secara langsung di alam
untuk keperluan dimaksud dapat mengakibatkan degradasi baik pada habitat alami
spons yaitu terumbu karang maupun pada populasi spons itu sendiri di alam.
Untuk itu diperlukan adanya pengetahuan mengenai aspek reproduksi spons untuk
upaya budidaya spons. Selain itu penelitian mengenai aspek reproduksi spons di
daerah tropis khususnya Indonesia masih kurang intensif diiakukan. Penelitian ini
bertujuan untuk : (1) mengkaji s t d t u r morfologis dan anatomis spons Aaptos
aaptos, (2) mengkaji perkembangan gonad spons Aaptos aaptos, clan (3) mengkaji
pengaruh fase bulan terhadap perkembangan gonad spons Aaptos aaptos.
Pengambilan sampel spons Aaptos aaptos di perairan pulau Pari
dilakukan menurut f$se bulan selarna dua siklus bulan. Pengamatan terhadap
perkembangan gonad dilakukan dengan membuat preparat histologis dan diwarnai

dengan Hematoksilin-Eosin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara mikromorfologis terdapat
saluran ostia, serat spongin dan spikula pada jaringan tubuh spons yang diamati.
Spikula yang ditemukan mempunyai tipe strongyloxeas yang merupakan ciri dari
spons Aaptos aaptos. Seksualitas spons ini mempunyai tipe gonokhorik. Oosit
ditemukan berada dalam suatu kantong pembesaran gamet yang merupakan
mekanisme adaptasi dari spons ini untuk melindungi oositnya dari predasi,
turbulensi dan dehidrasi. Ditemukan adanya empat tabpan perkembangan gonad
spons Aaptos aaptos dengan ciri dan karakteristik yang berbeda antara satu tahap
dengan tahap lainnya Tahapan perkembangan gonad terjadi menurut h e bulan
d
h permulaan oogenesis terjadi pada h e bulan baru dan pada fase bulan
purnama oosit telah rnatang dan siap untuk dikeluarkan.
Kata kunci : Aaptos aaptos, histologis, kantong pembesaran garnet, f$se bulan,
oosit, Pulau Pari

ABSTRACT
YUNITA RAMILI. The Morphological Structure and Gonad Development of
Sponge Aaptos aaptos (Schmidt 1864) (Demospongiae) in Pari Island, Seribu
Island, DKI Jakarta. Under the direction of DEDI SOEDHARMA, RTDWAN

AFFANDI and AD1 WINARTO

Marine sponge Aaptos aaptos is one of the marine resource which has an
economic value because the sponge fiom this genus produces the special
compound, this is aaptamine which can be used in pharmaceutical interest.
Collection of sponge directly in their habitat for commercial production of their
secondary metabolites may have and adverse impact on the environment, coral
reef, or sponge population itself. Thus, we need some information of sponge
reproduction which can be use in sponge culture. On the other hand the lack
information on sexual reproduction of sponges in the tropical area, especially in
Indonesia has not been intensively investigated. The aims of the research are :
(1) to study on the morphological and anatomical structure of sponge Aaptos
aaptos, (2) to study on the one of the sexual reproduction aspect of sponge Aaptos
aaptos that is its gonad development and, (3) to study on the influence of lunar
phase on the gonad development of sponge Aaptos aaptos.
The sampling was done at Pari Island according to moon's phase during
two months. The gonad development observation was done by doing the
histological preparation and stained with Haernatowlin-Eosin.
The result of the research shows that ostia, sponge fiber and spicule are
found within the sponge tissues. The type of spicule is strongyloxeas that is the

characteristics of sponge Aaptos aaptos. The sexuality of the sponge is
gonochoric. The development of the oocyte occurs in the gamete cyst which is the
mechanism of the sponge adaptation to protect the oocyte fiom the predator,
turbulence and dehydration. Histological observation showed that there were four
stages of gonads development of sponge Aaptos aaptos by the different
characteristics among the stages. Those are occur according to the lunar phase
which the initially of the oogenesis occurs in the new moon while the maturity of
the oocyte occurs in the full moon and had been ready to be spawned.
Keywords : Aaptos aaptos, histological observation, gamete cyst, moon's phase,
oocytes, Pari island

O Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007
Hak cipta dilindungi
DiIarang mengutip dan memprbanyak tanpa izin tertulis dari Institut
Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun baik cetak,
fotokopi, mikrofilm dun sebagainya

STRUKTUR MORFOEOGIS DAN PERKEMBANGAN
GONAD SPONS Aaptos aaptus (SCHMIDT 1864)
(KELAS DEMOSPONGIAE) DI PERAIRAN

PULAU PAM, KEPULAUAN SERIBU,
DKI JAKARTA

YUNITA RAMILI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007

Judul Tesis
Nama

NRP


: Struktur Morfologis dan Perkembangan Gonad Spons

Aaptos aaptos (Schmidt 1 864) (Kelas Demospongiae)
di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta
: Yunita Ramili
:C65 104005 1

Komisi Pembimbing

P

Prof. ~r.;.

Dedi Soedharrna. DEA

Ketua Program Studi

"

Dr. Ir. Djisrnan Manurung, M.Sc


Tanggal Ujian : 23 Februari 2007

.

-!

Pro

Tanggal Lulus

2 8 MAR 2007

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah, kekuatan
dan semangat sehingga tugas akhb guna meraih gelar Magister Sains di bidang
Biologi Laut ini dapat diselesaikan. Tesis dengan judul "Struktur Morfologis
Dan

Perkembangan Gonad Spons Aaptos


aaptos

(Schmidt

1864)

(Kelas Dernospongiae) di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI
Jakartan

adalah bagian dari studi Pascasarjana pada Program Studi Ilmu

Kelautan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Dengan selesainya penulisan tesis ini, penulis ingin mengucapkan terima

kasih dan rasa hormat yang setinggi-tingginya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA selaku ketua komisi

pernbimbing, Bapak Dr. Ir. Ridwan Aff+mdi, DEA dan Bapak drh. Adi
Winarto, Ph-D sebagai anggota komisi pembimbiig yang telah

meluangkan waktu serta dengan penuh kesabaran telah membimbing dan
mengarahkan penulis dalarn penyelesaian penulisan tesis.
2. Bapak Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc yang telah bersedia menjadi
penguji luar komisi pembimbing pada saat ujian tesis.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA, selaku Ketua Tim Hibah Pasca

yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi bagian
dalam tim tersebut untuk melakukan kegiatan penelitian ini.
4. Pimpinan beserta seluruh staf dan teknisi Laboratorium Histologi

Departemen Anatomi, Fisiologi dan Farmakologi Fakultas Kedokteran
Hewan - Institut Pertanian Bogor, yang telah memberikan ijin dan
kesempatan kepada penulis untuk penggunaan laboratorium dalam
penelitian ini.
5. Seluruh civitas akademika Sekolah Tinggi Perikanan Hatta-Sjahrir Banda
Naira yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk

melanjutkan pendidikan ke jenjang S2 dan telah banyak membantu penulis
baik dalam ha1 moril maupun materiil.
6. Rekan - rekan selama studi pada Program Studi Ilrnu Kelautan Angkatan

2004 : Hanifah Mutia, Iwan Setiabudi, Ristiana Eryati, Hawis Maddupa,

Riris Aryawati, Meutia Samira Ismet, Nurul Fitriya,

Heron Surbaktii

La Ode Nurrnan M a y , Beginner Subhan, Roni Fitrianto, dan Adriani
Sunuddin yang telah banyak membantu penulis selama menjalani studi.

7. KeIuarga tercinta Mama, Papa dan kedua Kakak-ku yang senantiasa
memberikan doa dan restu serta bantuan baik moril maupun materiil
selama penulis menempuh pendidikan.
8. Kepada semua pihak yang telah membantu &lam pelaksanaan penelitian

dau penulisan tesis yang tidak &pat disebutkan satu per satu.
Penulis menyadari dengan sesungguhnya bahwa tesis ini masih jauh dari
kesempumaan Oleh karena itu penulis mengharsy>kan adanya saran atau kritik

dari semua pihak yang dapat digunakan untuk melengkapi tesis ini. Sernoga
penelitian ini dapat memberikan kontribusi dan menambah wawasan pengetahuan
kita dalam bidang biolugi laut, khususnya mengenai spons laut.

Bogor, Maret 2007

Yunita Rarnili

RIWAYAT HIDUP
Yunita Ramili dilahirkan di Banda Naira (Maluku) pada

tanggal 6 Maret 1973 sebagai anak ketiga dari tiga
bersaudara dari ayah lman Ramili dan ibu Saena
Ramili/Tannan. Pendidikan tinggi diawali pada tahun
1992 pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Pattimura Ambon dan gelar Sarjana
Perikanan (S.Pi) diraih pada tahun 1998. Sejak tahun 2001 sampai sekarang
bekerja sebagai staf pengajar pada Sekolah Tinggi Perikanan Hatta-Sjahrir Banda

Naira, Maluku.
Pada tahun 2004 melalui Beasiswa (BPPS DIKTI) penulis berkesempatan
mengkuti pendidikan Pascasarjana (S2) di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor pada Program Studi Ilmu Kelautan, Sub Program Studi Biologi Laut.
Selama menjadi mahasiswa Pascasarjana, penulis aktif di kegiatan kemahasiswaan
pada Wahana Interaksi Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Kelautan (WATERMASS).
Selain itu penulis juga aktif mengikuti seminar dalam bidang kelautan dan
perikanan dan juga pernah mengikuti pelatihan Marine Science and Technology
Training Course (MST) 2006 yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor bekerjasama dengan D U D Jerman. Untuk menyelesaikan studi dm
memperoleh gelar Magister Sains, penulis melakukan penelitian dengan judul
"Strukhu Morfologis Dan Perkembangan Gonad Spons Aaptos aaptos (Schmidt
1864) (Kelas Demospongiae) di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI
Jakarta"

DAFTAR IS1
Halarnan

...............................................................................
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
DAFTAR TABEL

PENDAHULUAN
Latar Belakang ..............................................................................

Tujuan dan Manfaat ......................................................................
Hipotesis .......................................................................................
Penunusan Masalah .....................................................................

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Spons Aaptos aaptos ..................................................
Deskripsi Struktur Morfologis dan Anatomis
Spons Aaptos aaptos .....................................................................

Klasifikasi dan Garnbaran Umum Struktur MorIblogis Spons....

..................................................................
Struktur Sel Spons ............................................................
Sistem Kerangka ...............................................................
Sistem Saluran ...................................................................
Makanan dan Cara Makan ................................................
Reproduksi ....................................................................................
Seksualitas Spons ..............................................................
Reproduksi Aseksual .........................................................
Reproduksi Seksual ...........................................................
Struktur Tubuh Spons

Tingkat Perkembangan Gonad (Gametogenesis)... 19

Fertilisasi ............................................................... 26
Perkembangan Larva ..........................................

29

Perkembangan Spons Muda ..................................

30

Faktor -faktor yang Mempengaruhi Gametogenesis.................... 31
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu ....................................................................... 36
Bahan dan Alat ............................................................................. 37

Prosedur Penelitian .......................................................................
Pengambilan Sampel ........................................................
Perkembangan Gonad .......................................................
Analisis Data .................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Lokasi Penelitian .............................................................

Struktur Morfologis dan Anatomis Spons Aaptos aaptos ............
Seksualitas Spons Aaptos aaptos .................................................

Struktur dan Posisi Gonad Spons Aaptos aaptos ........................
Gonad Jantan ....................................................................
Gonad Betina ....................................................................
Perkembangan Gonad Betina (Oogenesis) ...................................
Pengaruh Fase Bulan Terhadap Tingkat Perkembangan Gonad....

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................

DAFTAR TABEL
Halaman
1 Posisi geografis stasiun pengambilan sampel................................

37

2 Parameter lingkungan perairan yang diukur.................................

37

3 Hasil pengukuran kondisi perairan di lokasi penelitian ................

40

4 Karakter dari setiap tahapan perkembangan gonad betina spons
Aaptos aaptos di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu .............

51

5 Karakter dari setiap tahapan perkembangan garnet betina spons
Aaptos aaptos menurut Haris (2005).............................................

57

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pendekatau pemecahan masalah

........................................

4

2 Spons laut Aaptos aaptos pada habitat alarninya (foto koleksi Tim....
Hibah Pasca 2005) ............................................................................... 7
3 Filurn Porifera. Beberapa bentuk tubuh spons: Kelas Demospongiae
(A) Poterion, (C) Microciona, @) Haliclona, (E) Spongia; Kelas
Calcarea (B) Scypha; Kelas Hexactinellida (F) Regadrella
(Storer et al. 1979)................................................................................

8

4 (a) Struktur sel spons (Barnes 1987); (b) Choanosit (Harris, 1990)...... 12

5 Spikula silika yang terdapat pada kelas Demospongiae; (A) Tipetipe megasklera; (B) Tipe-tipe rnikrosklera (Kozlof, 1990) ................. 14
6 Tipe-tipe saluran air pada spons, yaitu asconoid, syconoid dan
leuconoid (Karlenskit, 1998)................................................ 15
7 Proses fertilisasi pada spons Grantia. (a) Sperma ditangkap oleh
choanocyte; (b) Pemindahan sperma oleh transfer choanocyte ke
oosit (Brusca dan Brusca, 1990)......................................................... 27
8 Proses fertilisasi pada spons................................................................ 28
9 Bentuk larva parenchymella pada spons (Brusca dan Brusca, 1990)

30

10 Lokasi penelitian dan stasiun pengambilan sampel spons laut
Aaptos aaptos di Pulau Pari, Kepulauan Seribu................................... 36
11 Contoh bagian tubuh spons Aaptos aaptos yang diambil untuk
pengamatan perkembangan gonad.. .................................................. 38
12 Skema struktur morfologis clan anatomis spons Aaptos aaptos
(a) Morfologi tubuh; (b) Penampang melintang tubuh spons clan
bagian-bagian yang dikenali............................................................... 42
13 Saluran ostia spons laut Aaptos aaptos (perwarnaan HematoksilinEosin) ................................................................................................. 43
14 Serat spongin penyusun kerangka spons laut Aaptos aaptos
(pewarnaan Hematoksilin-Eosin) ....................................................... 43
15 Jalur-jalur spikula spons Aaptos aaptos (pewarnaan HematoksilinEosin) ...................................................................................................

43

16 Beberapa bentuk spikula yang terdapat pada jaringan tubuh
spons Aaptos aaptos (pewarnaan Hematoksilin-Eosin)........................ 44
17 Irisan melintang tubuh spons, hari kedua fase bulan pumama (1 2 Juni
2006); (A) lapisan pinacoderm, (B) saluran ostia, (C) kantong garnet
(D) telur, (E) mesohyl, (F) saluran air (pewarnaan Hematoksilin47
Eosin) ...........................................................................

18 Bentuk spermatic cyst spons dengan spermatosit didalamnya
(ienis spons belum diietahui); (A) Spermatic cyst, (B) Spermatosit
(pewarnaan Hematoksilin-Eosin) ............................... .
.
.................. 48
19 Irisan melintang kantong tempat pembesaran gamet spons Aaptos
aaptos dengan telur didalamnya, hari kedua fase bulan purnama,
12 Juni 2006; (A) Telur (pewarman Hematoksilin-Eosin) ................... 50
20 Oosit tahap Ispons Aaptos aaptos, hari kedua fase bulan baru,
28 Juni 2006; (A) Oosit I (pewarnaan Hematoksilin-Eosin) ................ 52
21 Oosit tahap 11spons Aaptos aaptos, yang terlihat dalam kantong
pembesaran gamet, hari keenam fase bulan baru, 2 Juli 2006;
(A) Oosit 11, (B) Dinding oosit, (C) Inti (pewanman HematoksilinEosin)..................................................................................................... 52
22 Oosit tahap 111spons Aaptos aaptos, hari kedua fase bulan purnarna,
12 Juni 2006; (A) Oosit 111, (B) Butiran lemak, (C) Inti (pewamam
..
Hematoksilin-Eosin)........................................................................... 53
23 Oosit tahap IV spons Aaptos aaptos, hari kedua fase bulan purnama,
12 Juni 2006; (A) Oosit IV, (B) Butiran lemak, (C) Inti (pewarnaan
..
Hematoksilm-Eosin).............................................................................. 53
24 Tingkat kematangan gonad betina spons Aaptos aaptos berdasarkan
fase bulan (BB = bulan baru; BP = bulan purnama).............................. 58

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Spons termasuk filum Porifera, me~pilkanhewan multiseluler dengan
hngsi jaringan dan organ yang masih sangat sederhana. Hewan ini mempunyai
banyak pori-pori dan saluran-saluran pada seluruh bagian tubuhnya. Untuk
memperoleh makanan, hewan ini &if mengisap dan menyaring air melalui
seluruh permukaan tubuhnya. Hewan ini hidup menetap pada suatu habitat pasir,
batu-batuan atau pada karang di dalam laut (Amir dan Budiyanto, 1996 ;
Romimohtarto & Juwana, 1999).
Spons seringkali merupakan komponen penting dari hewan bentik yang
hidup pada komunitas terumbu karang, terutarna dalam peran ekologi dan
biomassanya (Wilkinson, 1987 d a I m Ilan dan Loya, 1988). Komposisi dari
hewan bentik dipengaruhi oleh dua factor utama yaitu reproduksi dan
penempelan. Pengetahuan mengenai aspek reproduksi seksual spons dapat
memberikan kontribusi untuk menjetaskan proses ekoIogi seperti distribusi, aliran
genetic dan dinamika populasi spons (Mariani ef al. 2000). Meskipun demikian,
dalam penelitian meigenai spons kedua ha1 tersebut masih kurang diketahui.
Selain itu, pengetahuan mengenai sejarah hidup dan siklus reproduksi dari spons
sangat penting dalam memahami evolusi dan peranannya dalam ekosistem laut
(Ereskovskii, 2000).
Spons mempunyai kemampuan untuk melakukan reproduksi secara
seksual tetapi keterangan mengenai proses ini masih sedikit diketahui karena
keberadaan gonad, gamet dan embrio yang berada dalam mesohyl belum
teridentifikasi dengan jelas (Brusca dan Brusca, 1990). Walaupun beberapa
informasi mengenai reproduksi seksual spons (Demospongiae) telah tersedia,
tetapi masih banyak spesies spons yang belum terdeskripsikan reproduksinya. Hal
ini disebabkan oleh sulitnya menemukan individu yang sedang bereproduksi dan
'dalam waktu dan tempat yang tepat' (Sidri et a]. 2005). Dibandingkan dengan
daerah temperate, penelitian dan informasi mengenai aspek reproduksi spons di
daerah tropis masih kurang intensif dilakukan (Ilan dan Loya, 1988), khususnya di
Indonesia.

Spons Aaptos aaptos mempunyai nilai ekonomis karena spons dari genus

ini menghasilkan senyawa khusus yaitu aaptamine (Soest dan Braekrnan, 1999)
yang dapat digunakan dalam bidang firmasi. Pengambilan spons yang
mengandung senyawa bioaktif untuk p e d a a t a n dalam bidang farmasi maupun
komersial lainnya dapat mengakibatkan kerugian dalam lingkungan khususnya
tenunbu karang (de Caralt, Agell dan Uriz, 2003). Hal ini disebabkan karena
pengambilan dilakukan secara langsung di dam dan belum ada yang berasal dari
hasil budidaya. Cara seperti ini, jika dilakukan terus menerus diperkirakan dapat
mengakibatkan p e n m a n populasi spons secara signifikan. Alternative budidaya
yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan upaya transplantasi spons clan
pembenihan spons, sehingga dapat mengurangi tekanan pada ekosistem terumbu
karang dan mencegah terjadinya p e n m a n populasi spons itu sendiri di dam.
Untuk itu penelitian mengenai aspek reproduksi spons jenis Aaptos aaptos yang
menyangkut perkembangan gonad pada habitat alaminya perlu dilakukan sebagai
informasi dasar bila hendak melakukan upaya transplantasi spons ataupun dalam
upaya pernbenihan spons.

Tujuan dan Manfaat
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari struktur morfologis dan aspek
reproduksi spons tropik Aaptos aaptos melalui pendekatan histologis. Tujuan
yang ingin dicapai, yaitu:

1. Mengkaji struktur morfblogis clan anatomis apons Aaptos aaptos

2. Mengkaji seksualitas dan kondisi perkembangan gonad spons Aaptos aaptos
pada habitat alaminya.
3. Mengkaji pengaruh fase bulan terhadap perkembangan gonad spons Aaptos

aaptos pada habitat alaminya.
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dasar
mengenai aspek reproduksi spons laut khususnya mengenai perkembangan
gonadnya yang dapat digunakan dalam usaha-usaha pengelolaan dan pembenihan
spons. Selain itu juga dapat digunakan untuk menambah khazanah pengetahuan
mengenai aspek reproduksi spons laut khususnya di daerah tropis.

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah : bahwa fase bulan
mempengaruhi perkembangan gonad spons Aaptos aaptos.

Perurnusan Masalah
Spons merupakan hewan laut yang diketahui memiliki potensi bioaktif
yang banyak dimanfaatkan dalam bidang f m a s i . Dengan demikian spons banyak
dicari dan diambil orang untuk tujuan penelitian, terutama untuk diekstraksi,
dfiaksinasi dan diisolasi senyawa bahan dam yang dikandungnya. Pengambilan
spons untuk keperluan dimaksud dikhawatirkan dapat mengakibatkan penurunan
populasi secara signif*,

karena ketersediaan populasi spons itu sendiri di dam

terbatas, terutama pada jenis-jenis spons yang senyawa bioaktihya sudah
diietahui aktivitas farmakologinya dan sulit dibuat sintesanya. Ancaman lainnya

adalah semakin terdegradasinya habitat utama spons, yaitu tenunbu karang.
Dengan demikian bila kita mengharapkan populasi spons di dam tetap
tersedia maka adanya perbaikan habitat dami spons yaitu terumbu karang perlu
diupayakan dan juga perlu adanya suatu upaya restocking benih spons dan
budidaya spons itu sendiri. Hal ini &pat

dilakukan melalui upaya

pengembangbiakan atau perbanyakan spons baik secara aseksual melalui
transplantasi spons maupun secara seksual. Untuk itu perlu adanya suatu kajian
mengenai aspek biologi reproduksi spons pada habitat alarninya dalam
mendukung upaya pengelolaan dan pembenihan spons. Seperti pada karang dan
hewan avertebrata laut laimya, s p a secara keseluruhan juga tidak merniliki ciri
seksual sekunder yang dapat digunakan untuk menentukan jenis seksualitasnya.
Oleh karena itu, satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk pengamatan
tersebut adalah pengamatan histologis pada jaringannya. Histologis sel gonad
merupakan cara pengamatan terhadap gonad secara mikrokopis dan diharapkan

akan dapat diketahui secara lebih mendalam mengenai perkembangan yang terjadi
di dalam gonad dimaksud.

T~NJAUANPUSTAKA
Ktasifikasi Spons Aaptos aaptos
Spons laut

Aaptos aaptos dapat diklasif'ikasikan menurut Bergquist

(1968), sebagai berikut :
Kingdom :Animalia
Filum: Porifera (Grant, 1836)
Kelas :Demospongiae (Sollas, 1885)
Ordo : Hadromerida (Topsent, 1894)
Famili : Suberitidae (Schmidt, 1870)
Genus :Aaptos (Gray, 1867)
Spesies: Aaptos aaptos (Schmidt, 1864)
Spons yang termasuk dalam Kelas Demospongia, tidak memiliki spikula
"triaxon",

tetapi spikulanya berbentuk "monoaxon",

atau "tetraxon" yang

mengandung silikat. Beberapa jenis spons kelas ini ada yang tidak mengandung
spikula tetapi hanya mengandung serat-serat kolagen atau spongin saja (Amir dan
Budiyanto, 1996), Rangka tersusun dari spikula silica, serat spongin, atau
campuran keduanya, tidak terdapat spikula calcareous (George and George,
1979); Subkelas Tetractinomorpha yaitu Demospongiae dengan parenchyrnellae
atau larva blastula, reproduksi dengan cara ovipar meskipun dalarn beberapa
genus spons muda diinkubasi dalarn tubuh induk dan dikeluarkan sebagai individu
muda; spikula megasklera berbentuk tetraxonid d m monoaxonid, terdapat

bersama-sama atau terpisah; rnikrosklera, jika ada, berbentuk asterose; struktur
rangka biasanya radial atau axially compressed (Hooper, 2000); Ordo
Hadromerida yaitu Tetractinomorpha dengan spikula yang seragam dari
megasklera monoaxonid (monoactinal atau diactinal) yang secara relatif berada
dalam urutan yang bersatu; susunan rangka radial selalu jelas di permukaan jika
tidak dalam choanosome; spikula ectosomal secara khas kecil-kecil dibandingkan
spikula choanosomal, biasanya berada tegak lurus ke permukaan dan tersembul
melalui ectosome; rnikrosklera, jika ada, berbentuk euasters, streptaster, spiraster,
atau peculiar asterose-like discorhabds; semua grup adalah ovipar, dengan
perkembangan parenchymella (dalarn ha1 ini larva blastula) di dalam air laut

(Hooper, 2000); Famili Suberitidae yaitu Hadromerida yang bentuk tubuhnya
rnasif, pedunculate, bowl-shaped atau encrusting sponge, umumnya tanpa
permukaan papillae, rangka radial di permukaan tanpa cortex yang jelas, tetapi
biasanya choanosome tidak beraturan, adakalanya dengan pengaturan axial yang
bebas dan susunan nonradial; megasklera yang khas adalah tylostyles,
subtylostyles, jarang yang berbentuk styles atau diactinal; mikrosklera, jika ada,
berbentuk spined centrotylote rods, reproduksi secara ovipar dan reproduksi
aseksual umunya dengan buds atau stobn (Hooper, 2000); Genus Aaptos yaitu
Suberitidae dengan bentuk tubuh yang spherical, subspherical, atau solitary,
permukaannya halus, rangka radial, bidang spikula berkembang dalam tingkatan
yang berbeda-beda menyebar dari daerah pusat yang padat, bidang menjadi
plumose di bawah permukaan, dengan cortex yang tebcl berisi kolagen, jaringan
pagar (palisade) dari dua ukuran spikula kecil, dan spikula intermediate diantara
bidang plumose ectosomal, spikula utama berbentuk strongyloxeas, spikula
intermediate berbentuk straight atau curved styles atau substylostyles, spikula
ectosomal berbentuk styles, substyles dan atau spikula kecil berbentuk tylostyles,

clan spikula tipe oxeas jarang atla dalam beberapa spesies (Hooper, 2000).
Deskripsi Struktur Morfologis dan Anatomis Spons Aaptos aaptos
Spons Aaptos aaptos (gambar 2) merupakan spons hut yang secara
eksternal berwarna ungu kemerahan clan secara internal kuning kecoklatan. Pada
spesimen intertidal, permukaannya berisi butiran-butiran yang kecil berkutil, atau
halus sedangkan spesimen sublitoral, kelihatan seperti bongkahan-bongkahan
yang tidak beraturan. Mempunyai tekstur tubuh yang kuat tetapi dapat ditekan.
Dirnensi tubuhnya mempunyai ukuran tinggi 1.0 - 9.0 cm, lebar 4.2 - 4.8 cm,
ketebalan dapat mencapai 1.2 c m Oskulanya kecil dan melimpah, yang terdapat
dibagian tengah apikal pada spons dengan diameter 3.0 - 4.0 mm. Rangkanya
tersusun secara radial dengan sistem spikula yang kuat (Bergquist, 1968). Spikula
besar bertipe strongyloxeas; spikula berukuran sedang dan kecil biasanya
mempunyai tipe oxeas, styles atau tylostyles.

Gmbm 2 Spons laut Aaptos aaptos pada habitat alaminya (foto koleksi Tim
Hibah Pasca 2005)
KlasiFisi dan Gambaran Umum Struktur Morfologis Spons

Spons adala. hewan yang termasuk Filum Porifera terdiri dari tiga kelas
yaitu, Calcarea, Demospongiae, dan Hexactinellida (Sara, 1992; Arnir dan
Budiyanto, 1996; Romimohtarto dan Juwana, 1999), sedangkan menurut Kozloff
(1990), Harrison dan de Vos (1991), Rupert clan Barnes (1991), Pechenik (1991),
Karlenskit (1998), Filum Porifera terdiri dari empat kelas, yaitu : Calcarea,
Demospongiae, Hexactinellida, dan Sclerospongia dan menurut Hooper (2004)
terdapat juga kelas yang sudah punah yaitu kelas Archaeocyata.
1. Kelas Calcarea atau Calcispongiae
Merupakan calcareous spons karena mempunyai spikula yang terbuat dari
kalsium karbonat. Spons ini cenderung kecil tingginya sekitar 10 cm atau
kurang dari itu berbentuk tubular atau seperti jambangan (vase). Struktur
tubuhnya bisa berupa asconoid, syconoid atau leuconoid. Spons calcarea
semuanya hidup di laut (Hickman, Roberts dan Larson, 1996; Romimohtarto
dan Juwana, 1999).

2. Kelas Hexactinellida atau Hyalospongiae
Merupakan spons gelas, hidup pada kedalaman laut yang dalam. Struktur
tubuhnya simetris radial, dan mempunyai panjang tubuh berkisar antara 7,5
cm sarnpai lebih dari 1,3 m (Hickman, Roberts dan Larson, 1996). Bentuk
tubuhnya bervariasi dari seperti mangkuk, jambangan, atau tube sederhana
sampai bentuk tube bercabang, spikula tersusun dari silikat, mempunyai tipe
syconoid (Kozloff, 1990).

3. Kelas Demospongiae

Merupakan spons yang paling dominan dari filum Porifera, semua anggota
kelas ini adalah leuconoid, dm semuanya hidup di laut kecuali satu famili
yaitu Spongillidae yang hidup di air tawar. Spons kelas ini mempunyai bentuk

dm warna yang bervariasi ada yang berbentuk seperti kerak (encrusting), ada
yang tinggi dan menjari, ada yang rendah dan menyebar, ada yang mengebor
rnasuk ke caugkang, ada yang seperti kipas, jambangan atau bola (Hickman,
Roberts dan Larson, 1996). Bentuk yang bervariasi dari spons Demospongiae
merupakan refleksi dari adaptasi terhadap ruang yang terbatas, kecenderungan
terhadap substrat dan kecepatan arus. Spons ini umumnya bertipe leuconoid
dan spikulanya terdiri dari silikat (Barnes, 1987).
4. Kelas Sclerospongiae

Merupakan kelompok kecil dari spons yang mensekresikan rangka massive
calcareous sehingga disebut juga corraline spons, Spons ini bertipe leuconoid
beda dengan spons lainnya dimana rangka internal mempunyai spikula silikat

dm serat spongin dan bagian luar terdiri dari kalsium karbonat (Barnes, 1987).
Tetapi elemen-elemen ini dan jaringan hidup disekelilingnya bersandar pada
rangka basal kalsium karbonat yang kokoh atau tertutup dalam ruang kalsium
karbonat (Rupert dan Barnes, 1991). Spons ini hidupnya pada habitat cryptic
(tidak terang) di terumbu karang, seperti pada celah-celah, gua dan laut dalam
(Hickman, Roberts dan Larson, 1996).

Gambar 3 Filurn Porifera. Beberapa bentuk tubuh spons: Kelas Demospongiae
(A) Poterion, (C) Microciona, (D) Haliclona, (E) Spongia; Kelas
Calcarea (B) Scypha; Kelas Hexactinellida (F) Regadrella; (Storer
et al. 1979)

Spons (filum Porifera) merupakan organisme yang sederhana, berbentuk
asimetris, bersifat sesil yang mana mempunyai bentuk dan ukuran yang beragam.
Bentuk tubuhnya seringkali ditentukan oleh bentuk dasar sedimen atau material
yang merupakan tempat turnbuh dan berkembang dan oleh arus air yang mengaliii
tubuhnya (Karlenskit, 1998). Spons merupakan hewan laut, kecuali untuk sekitar
150 spesies yang hidup di air tawar. Spons dapat berada pada semua bagian laut,
atau batu-batuan, cangkang, kayu, atau karang yang menyediakan tempat yang
cocok. Beberapa jenis spons bahkan hidup pada pasir yang lunak atau pada
lumpur (Barnes, 1987).
Morfologi luar spons laut sangat dipengaruhi oleh faktor fisik, k i i a w i
dan biologis lingkungannya. Spesimen yang berada di lingkungan yang terbuka

dan berombak besar cenderung merniliki tubuh yang pendek atau merambat.
Sebaliknya spesimen dari jenis yang sarna pada lingkungan yang terlindung atau
pada perairan yang lebih dalam clan berarus tenang, bentuk tubuhnya cenderung
tegak dan tinggi. Pada perairan yang lebih dalam spons cenderung merniliki tubuh
yang lebii simetris dan lebih besar sebagai akibat dari lingkungan yang lebih
stzbil apabila dibandingkan dengan jenis yang sama yang hidup pada perairan
yang dangkal (Bergquist, 1978; Amir dan Budiyanto, 1996).
Spons dapat berbentuk sederhana seperti tabung dengan dinding tipis, atau
masif bentuknya dan agak tidak teratur. Banyak spons juga terdiii dari segumpal
jaringan yang talc tentu bentuknya, membuat kerak pada batu, cangkang, tonggak,
atau turnbuh-tumbuhan dan pada benda-benda inilah mereka menempel.
Kelompok spons lain mempunyai bentuk lebih teratur dan melekat pada dasar
perairan melalui sekumpulan spikula. Bentuk-bentuk yang dimiliki spons dapat
beragam. Beberapa jenis bercabang seperti pohon, lainnya berbentuk seperti
sarung tinju, seperti cawan atau seperti kubah. Ukuran spons juga beragam, mulai
dari jenis berukuran sebesar kepala jarum pentul, sampai ke jenis yang ukuran
garis tengahnya 0,9 m dan tebalnya 30,5 cm, Jenis-jenis spons tertentu nampak
berbulu getar karena spikulanya menyembul keluar dari badannya (Rornimohtarto
d m Juwana, 1999).
Meskipun banyak spons berwarna abu-abu atau kurang menarik tetapi
beberapa spesies memiliki warna yang cemerlang seperti warna merah, kuning,

hujau, orange atau ungu (Karlenskit, 1998). Spons yang berwarna hijau biasanya
disebabkan oleh adanya alga simbiotik yang disebut zoochlorellae yang terdapat
didalamnya (Romimohtarto dan Juwana, 1999). Warm spons tersebut sebagian
dipengaruhi oleh fotosintesis mikrosimbionnya. Mikrosimbion spons umumnya
adalah cyanophyta (cyanobacteria dan eukariot alga seperti dinoflagellata atau
zooxanthellae). Beberapa spons merniliii warna yang berbeda walaupun dalam
satu jenisnya. Beberapa spons juga merniliki warna dalam tubuh yang berbeda
dengan pigmentasi luar tubuhnya. Spons yang hidup dilingkungan yang gelap

akan berbeda warnanya dengan spons sejenis yang hidup pada lingkungan yang
cerah (Wilkinson, 1980). Arti dari pewarnaan ini tidak pasti mungkin merupakan
perlindungan dari sinar matahari atau sebagai peringatan (warning coloration)
(Barnes, 1987).

Struktur Tubuh Spons
Struktur Sel Spons
Tubuh spons dipenuhi oleh lubang kecil atau pori-pori yang disebut ostia
(singular: ostium) yang dilalui sejurnlah besar air. Air h i merupakan sumber
nutrien dan oksigen dan juga akan

membawa zat-zat buangan h i hewan

tersebut. Air masuk ke tub& spons melalui ostia mengalir rnasuk ke dalam ronga
yang besar yang disebut spongocoel. Air ini kemudian keluar dari spongocoel
melalui lubang besar yang disebut oskulum (Karlenskit, 1998).
Dinding tubuhnya relatif sederhana. Permukaan bagian luar ditutupi oleh
sel-sel yang rata, yaitu pinacocyte, yang secara bersama-sama membentuk

pinacoderm. Bagian basal dari pinacocyte mengsekresikan material yang dapat
melekatkan spons pada substratnya (Rupert and Barnes, 1991; Kozloff 1990).
Sel - sel lain yang terdapat pada pinacoderm adalah porocytes. Porocytes berasaI
dari pinacocytes melalui pembentukan dari lubang-lubang intraseluler, sel ini
berbentuk tube yang membentuk ostia, bersifat kontraktil dan dapat membuka
atau menutup pori-pori untuk mengatur diameter ostia (Rupert and Barnes, 1991;
Brusca dan Brusca, 1990).
Lapisan kedua adalah choanoderm, tersusun dari choanocytes yang
mempunyai sel-sel leher (collars). Choanocytes merupakan sel-sel berflagella

yang membentuk choanoderm dan dapat membuat arus yang mendorong air
melalui sistem saluran. Flagella selalu dikelilingi oleh sel-sel leher (collar), yang
terdiri dari sejumlah sitoplasmik mikrovilli. Choanocytes bersandar pada mesohyl,
berpegang dalam suatu tempat oleh interdigitation perrnukaan dasar yang
berdekatan. Choanocytes mempunyai peran yang besar dalam phagocytosis dan
pinocytosis oleh karena itu mempunyai vakuola makanan (Brusca dan Brusca,
1990). Sirkulasi air melalui dan mengelilingi collar dimana bakteri dan partikel
makanan yang kecil terperangkap dan d i i u k k a n ke dalam vakuola rnakanan
(Kozloff, 1990). Umumnya choanocytes pada spons kelas Calcarea ukurannya
lebih besar (8 - 12 pm) daripads kelas Demospongiae (2 - 3 pm) (Harris,l990).
Lapisan ketiga adalah mesohyl. Lapisan ini merupakan suatu rnatriks
protein yang terletak antara pinacodem dan choanoderm, bahan rangka dengan
semua tipe sel lainnya ditemukam dalam lapisan ini (Adams et al. 1999). Di
dalam mesohyl terdapat beberapa tipe sel ameboid yang beberapa diantaranya
dapat mengsekresikan berbagai element kerangka spons. Kerangka berupa serat
kolagen dikeluarkan oleh sel yang disebut collencytes, lophocytes dan
spongocytes. Fungsi utama collencytes dan lophocytes adalah mengsekresikan
penyebaran serat kolagen yang terdapat secara intraseluler pada semua spons
sedangkan spongocytes menghasilkan serat pendukung kollagen yang disebut
sebagai spongin. Spongocytes menjalankan hgsinya dalam kelompok-kelompok
dan biasanya dibungkus disekelilingnya oleh spikula atau serat kolagen (Brusca
dan Brusca, l990), sedangkan sel yang bertanggung jawab untuk memproduksi
spikula kalkareous dan silikon pada spons adalah sclerocytes. Sejumlah tipe
sclerocytes mempunyai gambaran, yaitu sel-sel ini hancur setelah sekresi spikula

selesai, sedangkan yang bertanggung jawab untuk memproduksi serat spongin
adalah spongocytes. Kedua t i p sel ini berasal dari archaeocytes. Sel-sel
archaeocytes mempunyai banyak manfaat, selain memproduksi spikula dan serat
spongin archaeocytes juga penting dalam mengidentifikasi jenis, rnernelihara
bentuk spons, dan kemungkinannya mencegah serangan predator (Brusca dan
Brusca, 1990; Pechenik, 1991). Sel-sel lainnya yang terdapat dalam mesohyl
adalah sel-sel kontraktil yang disebut myocytes. Myocytes biasanya berbentuk
fusiform dan berkelompok secara konsentris disekitar oskula dan saluran utama.

Myocytes dapat dikenali katena berisi sejurnlah besar rnikrotubula dan
mikrofilamen pada sitoplasmanya. Myocytes adalah sama dengan sel-sel otot
halus pada invertebrata tingkat tinggi.
Selain itu ada juga sel-sel yang disebut archaeocytes. Archaeocytes
adalah sel-sel amoeboid yang berukuran lebih besar dari tipe sel lainnya dan
merupakan sel-sel yang bergerak cepat. Sel-sel ini mempunyai peranan utama
pada sistem pencernaan dan pengangkutan m&anan. Sel-sel ini memiliki

bermacam-macam enzim pencernaan (seperti asam phospate, protease, amylase,
lipase) dan dapat menerima bahan makanan dari choanocyte. Sel-sel ini juga
mencerna bahan makanan langsung meldui pinacoderm pada saluran air. Sebagai
makrofago utarna pada spons, sel-sel archaeocytes mempunyai banyak aktifitas
pada sistem pencernaan, pengangkutan, dan pengelman. Sebagai sel-sel yang
mempunyai potensi maksimum, archaeocytes adalah penting untuk kegiatan
perkembangan spons dm berbagai macam proses-proses aseksual seperti
pembentukan gemmule (Brusca dan Brusca, 1990). Archaeocytes mempunyai
kemampuan untuk merubah bentuknya menjadi beberapa tipe sel sesuai yang
dibutuhkan oleh spons, disebut totipotent (Barnes, 1987).

Gambm 4 (a) Struktur sel spons (Barnes, 1987); (b) Choanocytes (Harris, 1990)

Sistem Kerangka

Sistem kerangka terdiii dari kapur karbonat atau silikon dalam bentuk
spikula atau dari spongin dalam bentuk serat. Spikula tertimbun &lam sel-sel
yang disebut scleroblast, yakni sel spons tempat berkembangnya spikula, dan
lebih dari satu sel dapat mengambil bagian dalam pembentukan satu spikula.
Rangkanya relatif kompleks dan menyediakan kerangka penunjang untuk sel-sel
dari hewan tersebut. Rangka biasanya terdapat pada mesohyl, tetapi spikula
seringkali terdapat pada pinacoderm (Barnes, 1987).
Spikula adalah garnbaran karakteristik dari spons. Ukuran, bentuk dan
susunan dari masing-masing spikula yang dikandung hewan spons sangat berguna
untuk menentukan klasifkasinya. Spikuh dapat berbentuk kalkareus, silikon atau
bahan organik, dan merupakan suatu komposisi kimia yang dipakai sebagai clasar
untuk mengklasifikasi spons. Fungsi utamanya adalah membentuk rangka
pendukung yang rnencegah rubuhnya jutaan rongga berflagella lembut clan saluran
air dalam spons. Pada Demospongia, spikula silikon selalu menempel atau
tertanam pada spongin, membuatnya lebii kaku, dan pada beberapa jenis butiran
pasir dimasukkan. Sekresi spikula baru atau spongin memungkinkan secara relatif
perubahan cepat arsitektur pada sistem saluran air untuk merespon perubahan
tekanan dan aliran air (Harris, 1990). Pada umumnya setiap individu spons
memiliii lebih dari satu macam bentuk spikula. Menurut Bergquist (1978) bentuk
spikula menurut fbngsinya dibagi atas dua kategori, yaitu megasklera dan
mikrosklera. Megasklera adalah komponen dari kerangka primer yang berperan
untuk membentuk spons dan perkembangan struktur internal. Mikrosklera tidak
berfbngsi seperti peranan megasklera, tetapi membentuk kelornpok antara
kumpulan megasklera atau tersebar pada permukaan atau membran internal.
Beberapa tipe spikula yang terdapat pada kelas Demospongia dapat dilihat pada
Gmbar (5).
Sistem Saiuran
Tubuh spons dipenuhi oleh lubang kecil atau pori-pori yang disebut ostia
yang dilalui oleh sejumlah besar air. Air masuk ke tubuh spons melalui ostia
mengalir masuk ke dalam rongga yang luas yang disebut spongocoel. Air

kemudian keluar dari spongocoel melalui lubang yang besar yang disebut oskulum
(Karlenskit, 1998).

Gambar 5 Spikula silika yang terdapat pada kelas Demospongiae: A. Tipe-tipe
megasklera; B. Tipe-tipe mikrosklera (Kozloff, 1990)
Ada tiga macam tipe saluran pada spons, yaitu asconoid, syconoid dan
leuconoid (Kozloff, 1990; Brusca dan Brusca, 1990; Ruppert dan Barnes, 1991;
Romimohtarto dan Juwana, 1999). Sistem saluran ini bertindak seperti halnya
sistem sirkulasi pada hewan tingkat tinggi. Sistem ini melengkapi jalan bebas
untuk pemasukan makanan ke dalam tubuh dan untuk pengangkutan zat buangan
ke luar tubuh. Pada spons t i p asconoid terdapat dinding tipis menutupi rongga
tengah yang disebut atrium atau spongocoel, yang terbuka ke arah luar melalui
oskulum tunggal. Bukaan bagian luar pada saluran porocytes disebut ostium
(ostia) atau lubang pemasukan (incurrent pore). Pergerakan air yang melalui

spons tipe asconoid, stnrkhunya sebagai berikut: ostium - spongocoel (di atas
choanoderm) - oskulum. Pada spons t i p syconoid, choanocytes dibatasi oleh
ruang spesifik atau diverticula atrium yang disebut ruang berflagella (flagellated
chambers). Setiap ruang choanocytes (choanocytes chamber) terbuka ke arah
spongocoel oleh lubang luas yang disebut apopyle. Spons tipe syconoid dengan

kulit yang tebal memiliki sistem saluran atau incurrent canals yang berasal dari
lubang kulit melalui mesohyl ke ruang choanocytes (choanocytes chamber).
Bukaan dari saluran ini yang menuju ke ruang choanocytes (choanocytes

chamber) disebut prosophyles. Pada spons tipe syconoid, air bergerak dari

permukaan spons ke dalam aliran tubuh melalui struktur sebagai berikut :
incurrent pore
chamber)

-

- incurrent canals -prosopyle - ruang choanocytes (choanocytes

apopyle - spongocoel - oskulum. Pada spons tipe leuconoid

ditemukan suatu peningkatan jumlah dan penurunan ukuran ruang choanocytes
(choanocytes chamber), yang secara khusus mengelompok pada mesohyl yang

tebal. Spongocoel berubah ke excurrent canals yang membawa air dari ruang
choanocytes (choanocytes chamber) ke oskula Aliran air yang melalui spons
leuconoid adalah sebagai berilcut : dermal pore - incurrent canals - prosopyle -

ruang choanocytes (choanoqtes chamber) - apopyle
oskulum. Tipe leuconoid &ah

-

excurrent canals -

ciri khas kebanyakan spons kelas Calcarea dan

semua anggota kelas Demospongiaea (Brusca dan Brusca, 1990).

Gambar 6 Tipe-tipe saluran air pada spons, yaitu asconoid, syconoid dan
leuconoid (Karlenskit, 1998)

Makanan dan Cars Makanan
Spons merupakan suspension feeders, kmna memaka. material yang
tersuspensi di dalam air laut. Spons juga menipakan $lter feeders karena
menyaring makanan dari air (Karlenskit, 1998). Spons memakan materi partikel
yang sangat kecil sekali. Penelitian pada spons Jarnaika menunjukkan sekitar 80%
dari materi organik yang disaring yang dikonsumsi oleh spons ini sangat kecil,

20% lainnya terdiri dari bakteri, dinoflagellata dan plankton kecil lainnya (Barnes,
1987).

Spons memperoleh rnakanan dalam bentuk partikel organik renik, hidup

atau tidak, seperti bakteri, mikroalga dan detritus, yang masuk melalui pori-pori
arus rnasuk (ostia) yang terbuka &lam air, dan dibawa ke &lam rongga lambung
atau ruang-ruang berflagella. Arus air yang masuk melalui sistem saluran dari
spons diciptakan oleh flagella choanocytes yang memukul-mukul secara terusmenerus. Choanocytes juga mencerna partikel rnakanan, baik di sebelah maupun
di dalam sel leher (collars). Sebuah vakuola makanan terbentuk dan di vakuola ini
pencernaan tejadi. Sisa rnakanan yang tidak tercerna dibuang ke luar dari dalam
sel leher (collars). Makanan itu dipindahkan dari satu sel ke sel lain dan
barangkali diedarkan dalam batas tertentu oleh sel-sel amebocytes yang terdapat
di lapisan tengah. Penting bagi spons untuk hidup dalam air bersirkulasi, karena
arus air yang lewat melalui spons membawa serta zat buangan dari tubuh spons,
rnaka penting agar air yang keluar melalui oskulum dibuang jauh dari badannya,
karena air ini tidak berisi makanan lagi, tetapi mengandung asam karbon dan

sampah nitrogen yang beracun bagi hewan tersebut (Romimohtarto dan Juwana,
1999).

Partikel-partikel makanan sebagian besar diseleksi berdasarkan ulcuran dan
disaring dalam perjalanannya menuju kamar flagella Hanya partikel yang sangat
kecil dari ukuran tertentu yang dapat mas& ke dermal pore atau melewati
prosopyle. Partikel-partikel makanan akhirnya disaring oleh choanocytes.
Penangkapan partikel oleh sel-sel hi terjadi saat air bergerak melalui rnicrovillar
yang menyusun collar. Spons hanya mengandalkan pencernaan secara
intraseluler, dirnana makanan dicerna secara fagositosis dan pinositosis (Barnes,
1987; Brusca dan Brusca , 1990).

Semua sel-sel spons dapat memakan (memfagositosis) partikel-partikel.
Partikel berukuran besar (5-50p) difagositosis oleh pinacocyte. Partikel-partikel
berukwan seperti bakteri atau yang lebih kecil darinya ( 4 p ) ditelan oleh
choanocyte. Choanocyte dan amebocytes dapat memindahkan partike-partikel
yang ditelan oleh mereka ke sel lainnya dan nampaknya amebocytes merupakan
sel yang lebih penting dalam pencernaan daripada choanocytes (Barnes, 1987).
Spons juga dapat mengambil jumlah yang signifikan dari bahan organik terlarut
(dissolved organic matter, DOM) melalui pinositosis dari air dalarn sistem saluran

(Brusca dan Brusca, 1990). Percernaan terjadi secara intraseluler di dalam vakuola
rnakanan. Arnebocytes kemungkinan bertindak sebagai pusat penyimpanan untuk
cadangan rnakanan (Barnes, 1987).

Reproduksi
Seksualitas Spans
Secara garis besar seksualitas pada spons dapat dikelompokkan atas dua
tipe, yaitu : (1) Hermaprodite, yaitu jenis spons yang menghasilkan baik gamet
jantan atau garnet betina selama hidupnya, tetapi menghasilkan gamet jantan dan
gamet betina dalam waktu yang berbeda; (2) Gonokhorik, yaitu jenis spons yang
memproduksi hanya gamet jantan atau betina saja selama hidupnya (Reseck,
1988; Kozloff, 1990; Rupert dar1 Barnes, 1991). Tipe hermapodrit ditemukan pada
ordo Poecilosclerida, ordo Homosclerophorida dari famili Plakinidae dan
Oscarellidae, ordo Hadromerida dari famili Clionidae, ordo Dendroceratida dari
famili Halisarcidae, sedangkan tipe gonokhorik ditemukan pada ordo Astmporida
dari fmili Geodidae dan Stellentidae, ordo Sphirophorida dari famili Tetillidae,
ordo Hadrornerida dari famili Tethydae, Chondrosiidae, Polyrnastiidae, ordo
Axinellida dari famili Axinellidae dan Agelasidae (Sara, 1992).
Tipe hermaprodite pada spons terbagi atas: (1) hermaprodie bersamaan
(contemporaneous hermaproditism), yaitu apabila spons menghasilkan gamet
jantan dan gamet betina d a l m waktu yang bersarnaan dalam satu individu; (2)
hermapordite bergantian (successive hermaproditism), yaitu apabila spons
menghasilkan gamet jantan dan gamet betina secara bergantian. Hermaprodite
bersarnaan (contemporaneous hermaproditism) ditemukan pada spons jenis
Neojibularia nolitangere, sedangkan hermaprodit bergantian (successive
hermaproditism) ditemukan pada spons jenis Polymastia mammilaris clan
Suberitas massa (Hadromerida), Hymeniacidon carincula dan Hymeniacidon
heliophila (Halichondrida) (Sara, 1992).
Seksualitas bertipe gonokhorik, khususnya dari ordo Hadromerida
didapatkan pada jenis Tethya crypta, Tethya auratum, Tethya citrina (Tethydae);
Chondrosia renformis, Chondrilla mucula (Chondrosiidae); Polymastia hirsuta,
Aaptos aaptos (Polymastiidae) (Sara, 1992), Xestospongia berquistia dan

Xestospongia testudinaria (Fromont dan Berquist, 1994). Selain itu didapatkan
juga seksualitas bertipe gonokhorik labil (labile gonochorism). Seksualitas bertipe
seperti ini ditemukan pada spons jenis Suberitas carnous (Hadromerida) dan
Raspailia topsenti (Axinellida) (Sara, 1992).

Reproduksi Aseksual
Spons mempunyai strategi yang beragam untuk reproduksi dan

penyebaran.